Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEREBRO

VASCULAR ACCIDENT (CVA) DI RUANG MELATI RSUD dr.


HARYOTO LUMAJANG

LAPORAN PENDAHULUAN

oleh:

Andrita Asida, S.Kep


NIM 192311101013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien Cerebro Vascular Accident


(CVA) di Ruang Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang telah disetujui
dan disahkan pada:

Nama : Andrita Asida, S.Kep


NIM : 192311101013
Telah diperiksa dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Jember, September 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,

Kordinator Program Studi Profesi Ners Penanggung Jawab Mata Kuliah

Ns. Erti Ikhtiarini D. M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Jon Hafan S,M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIP 19811028 200604 2 002 NIP. 19840102 201504 1

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Wantiyah, M. Kep.


NIP 19810712 200604 2 001
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Cerebro


Vascular Accident (CVA) di Ruang Melati RSUD dr. Haryoto
Lumajang telah disetujui dan disahkan pada:

Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Melati
Lumajang, Oktober 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Melati
Universitas Jember RSUD dr. Haryoto

Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp. Kep. MB Ns. Margi Astutik, S. Kep
NIP. 19840102 201504 1 002 NIP. 197803202006042027
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN................. iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN............................................................. 1
A. Anatomi Fisiologi .............................................................................. 2
B. Definisi............................................................................................... 5
C. Epidemiologi...................................................................................... 5
D. Etiologi............................................................................................... 7
E. Patofisiologi........................................................................................ 8
F. Menifestasi Klini................................................................................. 9
G. Komplikasi ........................................................................................ 10
H. Penatalaksanaan Medis....................................................................... 11
I. Clinical Pathway.................................................................................. 15
J. Penatalaksanaan Keperawatan............................................................. 16
a) Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)....................... 18
b) Perencanaan/ Nursing Care Plan................................................... 19
K. Discharge Planning............................................................................. 26
L. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 28
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Teori
Review Anatomi Fisiologi

a. Otak
Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa
(sekitar 3 lbs). Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan
sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energy setiap
harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energy
dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa.jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan
glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan
proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah berhenti
selama 10 detik saja, maka kesadaran mungkin sudah akan hilang, dan
penghentian dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan
ireversibel. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon. (Price,
1995)
Serebrum merupakan letak pusat-pusat saraf yang mengatur semua
kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran, ingatan, dan
intelegensi. Serebrum terdiri dari dua hemisfer, korteks serebri dan korpus
kalosum. Hemisfer serebri merupakan bagian yang terbesar dari otk. Masing-
masing terdiri atas korteks, suatu selaput bagian luar dari sel-sel saraf,
tersusun dalam lapisan; dengan ketebalan sekitar 2 mm dan mengandung
sekitar 70% dari semua neuron dalam system persarafan. (Price, 1995)
Sereblum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Fungsi Sereblum
adalah untuk mengatur sikap badan. Sereblum berperan penting dalam
koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut kortiko-spinal yang
melintas dari korteks serebri ke sumsum tulang belakang mengalami
penyilangan dan dengan demikian mengendalikan gerakan sisi yang lain dari
tubuh, maka hemisfer serebri mengendalikan tonus otot dan sikap pada
sisinya sendiri. (Price, 1995)
Brainstrem terdiri dari otak tengah (diensefalon), pons varoli, dan
medula oblongata. (Pearce, 2002). Otak tengah merupakan bagian atas batang
otak. Aqueduktus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat
melintasi otak tengah ini. (Pearce, 2002)
Talamus, berkenaan dengan penerimaan impuls sensorik yang dapat di
tafsirkan pada tingkat subkortikal atau di salurkan pada daerah sensorik
kortex otak dengan tujuan mengadakan kegiatan penting mengatur perasaan
dan gerakan pada pusat-pusat tertinggi. (Pearce, 2002)

Medulla oblongata adalah sehelai jaringan saraf yang sempit


bersambungan dengan pons di sebelah atas dan medulla spinalis disebelah
bawah. Medulla oblongata sebagian besar terdiri dari saraf. Medulla
oblongata mengandung sel-sel pusat jantung dan pusat pernapasan tempat
jantung dan paru-paru dikendalikan. Medulla oblongata mengandung nucleus
atau badan sel dari berbagai saraf otak yang penting. Selain itu medulla
mengandung “pusat-pusat vital” yang berfungsi mengendalikan pernapasan
dan system kardiovaskular. Oleh karena itu, suatu cedera yang terjadi pada
bagian ini dalam batang otak, dapat membawa akibat yang sangat serius.
(Price, 1995).

b. Nervus Cranialis
1. Nervus olvaktorius : Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,
membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak,
1) Nervus optikus : Mensarafi bola mata , membawa rangsangan
penglihatan ke otak.
2) Nervus Okulomotoris
Saraf ini bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital(otot penggerak
bola mata). Didalam saraf ini terkandung serabut-serabut saraf otonom(para
simpatis).saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak dan menuju
ke lekuk mata yang berfungsi mengangkat kelopak mata atas, selain itu
mensarafi otot miring atas mata dan otot lurus sisi mata.
4) Nervus troklearis : Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital.saraf pemutar
mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus : Bersifat majemuk (sensoris motoris), saraf ini
mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
a) Nervus oltamikus; sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas ,selaput lendir kelopak mata,dan bola mata.
b) Nervus maksilaris; sifatnya sensoris mensarafi gigi-gigi atas,bibir
atas, palatum, batang hidung,rongga hidung, dan sinus maksilaris.
c) Nervus mandibularis; sifatnya majemuk(sensori dan motoris).
Mensarafi otot-otot pengunyah.serabut-serabut sensorisnya mensarafi
gigi bawah, kulit daerah temporal, dan dagu.
6) Nervus abdusen : Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya
sebagai saraf penggoyang sisi mata.
7) Nervus fasialis : Sifatnya majemuk(sensori dan motoris), serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut. Di
dalamn saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala. Fungsinya sebagai mimic wajah dan menghantarkan
rasa pengecap.
8) Nervus auditoris : Sifatny sensoris, mensarafi alat pendengar, membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsanya sebagai
saraf pendengar.
9) Nervus glosofaringeus : Sifatnya majemuk(sensoris dan motoris),mensarafi
faring,tonsil, dan lidah. Saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak.
10) Nervus vagus : Sifatnya majemuk(sensoris dan motoris), mengandung
serabut-serabut saraf motorik, sensorik, dan parasimpatis faring, laring, paru-
paru, esophagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen dan lain-lain. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus asesorius : Sifatnya motoris dan mensarafi muskulus
sternokleidomastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya sebagai saraf
tambahan.
12) Nervus hipoglosus : Sifatnya motoris dan mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat didalam sumsum
penyambung. (Syarifuddin, 2003).

A. KONSEP TEORI
1. Definisi CVA
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak atau yng
biasanya diakibatkan oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi
(Smeltzer & Bare, 2002). Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular
mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau berhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum (Price, 2006). Berdasarkan klasifikasinya stroke dibagi menjadi
stroke hemorragic dan non hemorragic. Stroke Hemoragi merupakan stroke
karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya
(Pudiastuti, 2011).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2002).

2. Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah


menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

3. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
e. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
f. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
g. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6
menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya
henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial
dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang
terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dam adanya sirkulasi kolateral.
Tanda dan gejala stroke akut secara umum meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparasis) yang
timbuk secara tiba-tiba / mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
e. Disatria (bicara cadel atau pelo)
f. Gangguan penglihatan
g. Nyeri kepala hebat
h. Vertigo, mual dan muntah
6. Pemeriksanaan Penunjang
a. CT-scan:
Hasil yang di dapatkan menunjukkan bahwa darah SAH pada CT
Scan tanpa bentuk berarti pada ruang subarakhnoid disekitar otak,
kemudian membentuk sesuatu yang secara normal berwarna gelap
muncul menjadi putih.
Sedangkan lokasi darah pada umumnya terdapat di basal cisterns, fisura
sylvian, atau fisura interhemisper yang mengindikasikan ruptur saccular
aneurysma. Darah berada di atas konfeksitas atau dalam parenkim
superfisial otak sering mengindikasikan arteriovenous malformation atau
mycotic aneurysm rupture.
b. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
d. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
e. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
7. Penatalaksanaan
a. Penanganan awal fase akut
1) Kontrol tekanan darah
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American
Strouke Association guideline 2009 merekomendasikan terapi
tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak
terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Pendapat ini masih
kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian
CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi
otak yang cukup.
2) Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama diagnosa perdarahan serebral ditegakkan
dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah
fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu
pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam.
Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.
b. Penanganan peningkatan TIK
1) Elevasi kepala 300C
Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di
leher seperti vena jugularis.
2) Pemantauan ketat terhadap resiko edema serebri harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik
pada hari pertama stroke
3) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

4) Hindari hipertermia

c. Pengendalian kejang

1) Bila kejang berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti


pheniton loading lose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/ menit
2) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat
antiepielpsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan
dan dihentikan bilakejang tidak ada
d. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis,yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneuri

8. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Batasan karakteristik:
- Tidak ada batuk
- Suara napas tambahan
- Perubahan pola napas
- Perubahan frekuensi napas
- Sianosis
- Kesulitan verbalisasi
- Penurunan bunyi napas
- Dispneu
- Sputum dalam jumlah yang berlebihan
- Batuk yang tidak efektif
- Ortopnea
- Gelisah
- Mata terbuka lebar
Faktor yang berhubungan
- Mukus berlebihan
- Terpajan asap
- Benda asing dalam jalan napas
- Sekresi yang bertahan
- Perokok pasif
- Perokok
Kondisi terkait
- Spasme jalan napas
- Jalan napas alergi
- Asma
- Penyakit paru obstruksi kronis
- Eksudat dalam alveoli
- Hiperplasia pada dinding bronkus
- Infeksi
- Disfungsi neuromuskular
- Adanya jalan napas buatan
2) Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
Definisi : Rentang mengalami penurunan siklus jaringan otak yang
dapat mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko :
- Penyalah gunaan zat
Kondisi Tekait :
- Aterosklerosis aortik
- Diseksi arteri
- Fibrilasi atrium
- Neoplasma otak
- Koagulopati
- Kardiomiopati dilatasi
- Hiperkolesterolemia
- Hipertensi
- Sindrom sick sinus
Clinical Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal
perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian Primer
a. Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
b. Breathing
Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
c. Circulation
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi, sianosis,
capilarrefil.
d. Disability
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata:
-Spontan 4
-Terhadap rangsangan suara 3
-Terhadap nyeri 2
-Tidak ada 1
2 Verbal:
-Orientasi baik 5
-Orientasi terganggu 4
-Kata-kata tidak jelas 3
-Suara tidak jelas 2
-Tidak ada respon 1
3 Motorik:
- Mampu bergerak 6
-Melokalisasi nyeri 5
-Fleksi menarik 4
-Fleksi abnormal 3
-Ekstensi 2
-Tidak ada respon 1
Total 3-15
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks,
pupil anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer (2011) penilaian
GCS beerdasarkan pada tingkat keparahan cidera:
1) Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
a) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
b) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
c) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
d) Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit
kepala
e) Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2) Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
a) Konkusi
b) Amnesia pasca trauma
c) Muntah
d) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
3) Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
a) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c) Tanda neurologis fokal
d) Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
4) Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.
7. Pengkajian Sekunder
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan
cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
(Marilyn, E Doengoes. 2000)
1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala: Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda:
a) Perubahan kesehatan, letargi
b) Hemiparase, quadrepelgia
c) Ataksia cara berjalan tak tegap
d) Masalah dalam keseimbangan
e) Cedera (trauma) ortopedi
f) Kehilangan tonus otot, otot spastik
2) Sirkulasi
Gejala:
a) Perubahan darah atau normal (hipertensi)
b) Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).
3) Integritas Ego
Gejala: Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
4) Eliminasi
Gejala: Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan
fungsi.
5) Makanan/ cairan
Gejala: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda: Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
6) Neurosensoris
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada
ekstremitas.
Tanda:
a) Perubahan kesadaran bisa sampai koma
b) Perubahan status mental
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
d) Wajah tidak simetri
e) Genggaman lemah, tidak seimbang
f) Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
g) Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
7) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.
Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

8) Pernapasan
Tanda:
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas
berbunyi stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
9) Keamanan
Gejala: Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda:
a) Fraktur/ dislokasi
b) Gangguan penglihatan
c) Gangguan kognitif
d) Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
e) Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
10) Interaksi Sosial
Tanda: Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.
8. Pemeriksaan saraf kranial
a. Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian kebagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus daneksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat devisiasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
9. Sistem motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fesikulasi didapatkan pada otot-otot ektremitas.
c. Tonus otot didapatkan meningkat.
d. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot
pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
e. Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan kerena hemiparese
dan hemiplegia.
10. Pemeriksaan refleks
a. Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respons normal.
b. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
11. Pemeriksaan penunjang
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi /EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena
i. Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai


pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang menjamin
kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke; bagaimanapun
pemeriksaan darah termasuk hematocrit dan hemoglobin yang bila
mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah;
masa protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan
dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang
dapat menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada
keadaan tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan pungsi
lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan serebrospinal yang
dikeluarkan, biasanya diduga terjadi henorhagi subarakhnoid.
1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:

1. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak


berhubungan dengan perdarahan cerebri, ketidakseimbangan suplai
oksigen dan darah ke otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan secret, penurunan kesadaran
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan neuromuscular
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
penurunan kesadaran dan kelemahan neuromuscular
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial
6. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor
risiko imobilisasi
7. Risiko cidera dengan faktor risiko penurunan
status kesadaran
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Keperawatan

1. Risiko Setelah dilakukan tindakan NIC: Bleeding reduction wound


ketidakefektifan keperawatan....x24 jam pasien 1. Monitor tanda-tanda vital (nadi,
perfusi jaringan menunjukkan perfusi jaringan RR, dan tekanan darah)
otak berhubungan 2. Berikan posisi elevasi pada area
otak yang baik dengan kriteria
dengan perdarahan yang mengalami perdarahan
cerebri, hasil: 3. Monitor jumlah input dan
ketidakseimbangan output cairan
1. Menunjukkan status
suplai oksigen dan
sirkulasi yang baik ditandai
darah ke otak
dengan: tekanan systole NIC: peripheral sensation
(110-130mmHg), tekanan management
diastole (<85mmHg), tidak 4. Monitor adanya daerah tertentu
ada hipotensiortostatik, yang peka terhadap rangsang
tidak ada peningkatan 5. Monitor adanya paratese
tekanan intracranial (<15
mmHg) 6. Batasi gerakan pada kepala
2. Menunjukkan kemampuan leher, dan punggung
kognitif yang baik ditandai
dengan dapat
berkomunikasi dengan jelas
sesuai kemampuan,
menuunjukkan kemampuan
perhatian, konsentrasi, dan
oreientasi
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
baik ditandai dengan
tingkat kesedaran
membaik, tidak ada
gerakan involunter
NOC: circulation status, tissue
perfusion: cerebral

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway management


bersihan jalan nafas keperawatan ....x24 jam pasien 1. Auskultasi suara nafas, catat
berhubungan memiliki jalan nafas yange adanya suara tambahan
dengan 2. Identifikasi pasien perlunya
yang paten dengan kriteria
penumpukan pemasangan alat jalan nafas
secret, penurunan hasil: buatan
kesadaran 3. Buka jalan nafas, gunakan
1. Pasien dapat menunjukkan
metode head tilt chin lift atau
suara nafas yang bersih,
jaw thrust jika perlu
tidak ada syanosis dan 4. Posisikan pasien untuk
dyspneu (sputum dapat memaksimalkan ventilasi
keluar, mampu bernafas 5. Keluarkan secret dengan batuk
dengan mudah) atau suction
2. Pasien menunjukkan jalan 6. Ajarkan teknik batuk efektif jika
nafas yang paten (klien pasien mampu
tidak merasa tercekik, 7. Berkolaborasi pemberian
bronkodilator jika perlu
irama nafas, frekuensi
nafas 16-20 kali per menit,
tidak ada suara nafas
ronkhi dan wheezing)
3. Hambatan Setelah dilakukan tindakan NIC: Exercise therapy: ambulation
mobilitas fisik keperawatan ...x 24 jam pasien 1. Kaji kemampuan pasien dalam
berhubungan dapat mobilisasi secara mobilisasi
dengan kelemahan 2. Monitor tanda vital sebelum dan
bertahapa dengan kriteria hasil:
neuromuskuler sesudah latihan
1. Kemampuan klien dalam 3. Ajarkan pasien tentang teknik
beraktifitas meningkat ambulasi
2. Mengungkapkan perasaan 4. Ajarkan pasien bagaimana
terkait penigkatan merubah posisi dan berikan
kemampuan berpindah bantuan jika diperlukan
3. Memperagakan penggunaan 5. Konsultasikan dengan terapi
alat bantu untuk mobilisasi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai kebutuhan
4. Defisit perawatan Setelahh dilakukan tindakan NIC: Self Care Assistance hygiene
diri berhubungan keperawatan…x24 jam pasien 1. Menentukan jumlah dan jenis
dengan penurunan dapat menunjukkan bantuan yang dibutuhkan pasien
kesadaran dan kemampuan perawatan diri 2. Memfasilitasi pasien untuk
kelemahan dengan kriteria hasil: hygiene oral
neuromuscular 3. Fasilitasi pasien mandi
1. Pasien dapat memenuhi 4. Memanatau integritas kulit
kebutuhan ADL amndiri pasien
atau dengan alat bantu 5. Mengajarkan pasien dan
2. Pasein mampu keluarga tentang menjaga
memeprtahankan kebersihan kebersihan diri
dan penampilan yang rapi
secara mandiri atau dnegan
alat bantu.
Evalusi

Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah


pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evalusia
keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (Subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan
O (Objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan
A (Analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi
sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (Planning) yaitu rencana intervemsi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
Discharge Planning

Stroke Prevention:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. OR teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
Diet sehat stroke, meliputi konsumsi:
1. Buah dan sayuran yang mengandung kalium, folat dan
antioksidan
2. Serat
3. Calsium
4. Produk kacang-kacangan (kedelai)
5. Makanan yang mengandung omega 3
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H, Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediactoin Publishing
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-
Blackwell.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorrain M. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis dan
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Price & Sylvia. A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Pearce, E. C. 2002. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia.
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Syarifuddin, D. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai