Anda di halaman 1dari 34

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE INFARK DI RUANG


MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh
Lie Liana Fuadiati
NIM 192311101032

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Stroke Infark di Ruang Melati


RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada :

Hari, Tanggal :

Tempat : Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 2019

Mahasiswa

Lie Liana Fuadiati, S. Kep.


NIM. 192311101032

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Melati
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Ana Nistiandani, S. Kep., M. Kep. Ns. Umayanah, S.Kep.


NRP. 760019011 NIP. 19770611 200604 2 020
3

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Infark di Ruang Melati


RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada :

Hari, Tanggal :

Tempat : Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 2019

Mahasiswa

Lie Liana Fuadiati, S. Kep.


NIM. 192311101032

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Melati
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Ana Nistiandani, S. Kep., M. Kep. Ns. Umayanah, S.Kep.


NRP. 760019011 NIP. 19770611 200604 2 020
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................1
1.1 Konsep Teori Penyakit............................................................................1
1.2 Definisi Stroke Infark.............................................................................5
1.3 Epidemiologi............................................................................................6
1.4 Etiologi......................................................................................................7
1.5 Klasifikasi.................................................................................................8
1.6 Pemeriksaan penunjang........................................................................15
1.7 Penatalaksanaan (farmakologi dan non farmakologi)......................17
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................20
2.1 Pengkajian...................................................................................................21
2.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................25
2.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................26
2.4 Discharge Planning.....................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
1

BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Teori Penyakit


1. Anatomi Fisiologi Otak
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
2

4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

Gb. 1. Lobus-lobus pada Otak


b) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri
dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-
otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior,
lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
c) Brainstem
3

Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses


kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur- struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu: mesensefalon, pons
dan medulla oblongata.

Pada otak, juga terdapat ventrikel yakni sistem menghubungkan rongga


otak internal berisi cairan serebrospinal. Adapun area pada ventrikel otak adalah
sebagai berikut:

a. Sylvius Aqueduct - kanal yang


terletak antara ventrikel ketiga dan ventrikel keempat
b. Koroid pleksus - menghasilkan cairan
serebrospinal
c. Ventrikel Keempat  - kanal yang
berjalan antara pons, medula oblongata, dan cerebellum
d. Ventrikel Lateral  - terbesar dari
ventrikel dan terletak di kedua belahan otak otak
e. Ventrikel ketiga - menyediakan jalur
bagi aliran cairan otak

Gb. 2. Letak Ventrikel Otak


4

Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak mengandung
banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam kehidupan. Adapun
letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gb. 3 Letak Nervus pada Hemisfer Otak

Otak diberi nutrisi oleh darah. Darah mengangkut zat asam, makanan dan
substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Suplai
darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.

a) Peredaran Darah Arteri

Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
5

dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.

b) Peredaran Darah Vena

Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,


suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-
sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan
vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena
serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al.,
2002).

Gb. 4 Pereradaran Darah Otak

1.2 Definisi Stroke Infark


6

Stroke atau CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan salah satu


penyakit serebrovaskular yang mengacu pada setiap gangguan neurologis
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak (Price, 2006). Sedangkan menurut Muttaqin, (2008),
CVD merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih dan
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
pikir, daya ingat dan bentuk kecacatan lain hingga kematian. Menurut Bahrudin
(2013) stroke merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi
otak, fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vaskular. Berdasarkan
beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stroke adalah kelainan
jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah.
Sedangkan Stroke Infark/ Iskemik/ Non Hemoragik adalah stroke yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat berupa bekuan yang terbentuk dalam jantung/
pembuluh darah (trombus) maupun benda asing berbentuk padat/ cair/ gas yang
tersangkut dalam sirkulasi darah (embolus) (Price, 2006). Selain itu, menurut
Barret & Meschia (2013), stroke infark adalah salah satu jenis stroke yang
ditandai dengan defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung akut pada
pembuluh darah serebrovaskular.

1.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta
orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke merupakan
penyebab kematian nomer tiga di Amerika dan terdapat 750.000 orang terserang
stroke (Davis, 2005).
7

Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal


kejadian, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah
sebesar 15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur
>65th). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan
semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita
perempuan (Misbach dkk, 2011)

1.4 Etiologi

Menurut Muttaqin (2008), beberapa penyebab CVD infark adalah sebagai berikut
a. Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan


iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1. Aterosklerostis: pengerasan/ berkurangnya elastisitas dinding pembuluh
darah
2. Hiperkoagulasi: pengentalan darah yang menyebabkan viskositas
hematokrit meningkat dan melambatkan aliran darah serebral
3. Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Emboli terjadi akibat penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Adapun beberapa keadaan yang
dapat menimbulkan emboli antara lain:
1. Penyakit jantung, reumatik
2. Infark miokardium
3. Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli serebri
4. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
8

Adapun faktor resiko terjadinya stroke infark adalah sebagai berikut:


(Muttaqin, 2008):
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung
kongestif
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit
6. Diabetes Mellitus
7. Merokok.

1.5 Klasifikasi
Klasifikasi stroke dapat dibedakan menjadi stroke secara umum dan stroke
yang menjadi materi bahasan dalam laporan yakni stroke infark. Pembagian stroke
secara umum berdasarkan gambaran manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Gambaran defisit neurologis secara tiba-tiba, defisit tersebut hanya
berlangsung sementara (tidak lebih dari 24 jam) dan disfungsi fokalnya
bersifat reversibel.
2. Stroke in Evolution
Menggambarkan perkembangan defisit neurologis yang berlangsung secara
bertahap dan berangsur-angsur dalam beberapa jam sampai 1 hari.
3. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Disfungsi fokal yang reversibel dalam waktu lebih dari 24 jam.
4. Completed Stroke
Dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan non-hemoragik. Merupakan kasus
hemiplegia yang disajikan pada tahap dimana tubuh penderita sudah
mengalami kelumpuhan sesisi yang tidak memperlihatkan progresi lagi.
a. Pembagian stroke berdasar sifat gangguan aliran darah :
9

1. Non Hemoragik (infark/ iskemik): Dibagi menjadi dua yaitu trombosis dan
emboli. Stroke Infark/ Iskemik/ Non Hemoragik adalah stroke yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat berupa bekuan yang terbentuk dalam jantung/
pembuluh darah (trombus) maupun benda asing berbentuk padat/ cair/ gas
yang tersangkut dalam sirkulasi darah (embolus) (Price, 2006). Selain itu,
menurut Barret & Meschia (2013), stroke infark adalah salah satu jenis
stroke yang ditandai dengan defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung akut pada pembuluh darah serebrovaskular.
2. Hemoragik: Dibagi menjadi dua yaitu subarachnoidal dan intraserebral.
Stroke hemoragik merupakan suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan
subarakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di dalam
otak.
Berikut ini adalah perbedaan antara jenis-jenis stroke:

Gb. 5 Klasifikasi Stroke

Sedangkan pembagian stroke infark menurut Price (2006), didasarkan pada


penyebabnya yang antara lain:
1. Stroke Infark lakunar
Infark lakunar merupakan infark kecil dan lunak (lacuna) pada pembuluh
darah halus di otak akibat trombosis pada pembuluh darah tersebut.
Trombosis pada pembuluh darah halus otak dapat disebabkan oleh
10

berbagai kondisi patologi intravascular seperti hialin lipid atau


aterotrombotik. Pada umumnya, klien dengan infark lakunar memiliki usia
lebih tua, kadar kolesterol tinggi, dan diabetes.
2. Stroke Trombotik pembuluh darah besar
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan/ stenosis di arteri karotis interna atau di pangkal arteri serebri
media/ arteri vertebralis. Trombotik pada pembuluh darah otak memiliki
awitan bertahap (stroke in evolution) dan biasanya terjadi saat klien tidur
dimana klien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun.
3. Stroke Embolik
Embolik merupakan gumpalan darah atau bentuk puing-puing lain yang
asalnya bukan dari otak dan ikut mengalir dalam aliran darah hingga
mencapai arteri otak. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya pembuluh
darah di otak. Jenis bekuan darah disebut embolus. Salah satu sumber
terbentuknya embolik tersering adalah jantung (kardioembolik). Beberapa
kondisi seperti infark miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung,
katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik akan menyebabkan
terbentuknya bahan trombotik di dinding rongga jantung atau katup
mitralis. Bahan trombotik biasanya berukuran sangat kecil sehingga dapat
hanyut bersama aliran darah ke otak melalui arteri karotis dan vertebralis.
Thrombus embolik sewaktu-waktu dapat menyangkut pada pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Hal tersebut menyebabkan hambatan
aliran darah ke otak dan mengakibatkan serangan stroke.
4. Stroke Kriptogenik
Kriptogenik artinya tersembunyi. Pada beberapa klien mungkin ditemukan
gejala menyerupai stroke namun tidak dapat dipastikan penyebab pastinya.
Namun, sebagian besar klien dengan stroke yang tidak diketahui
penyebabnya memiliki profil klinis yang hampir sama dengan klien stroke
akibat tromboembotik.
11

1.6 Patofisiologi/ patologi


Berbagai kondisi seperti obesitas, kolesterol tinggi, Diabetes mellitus,
Hipertensi, peningkatan hematokrit dan embolisme jantung merupakan faktor
risiko terjadinya stroke. Klien dengan obesitas akan memiliki kadar leptin dalam
darah yang lebih tinggi. Hal tersebut meningkatkan tahanan vascular jantung.
Akibatnya terjadi hipertensi. Kondisi hipertensi menyebabkan disfungsi endotel
pembuluh darah, dimana pada keadan normal endotel menghasilkan Nitrit Oksida
(NO) yang berfungsi dalam relaksasi vascular. Akibat disfungsi endotel, terjadi
penurunan NO yang mengakibatkan vasokontriksi dan penurunan permeabilitas
sel endotel yang berimplikasi pada terjadinya arteriosklerosis (Astuti, 2012).

Gb. 6 Gambaran Stroke Infark/ Iskemi

Selain itu, kondisi lain yang memicu terjadinya stroke adalah kolesterol
tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan plak-plak lipid
yang menempel pada tunika intima dan menyebabkan atherosclerosis. Kondisi
atherosclerosis juga dapat dipicu oleh penyakit misalnya Diabaetes Mellitus
(DM). Defisiensi insulin yang terjadi pada klien DM akan menurunkan pemakaian
glukosa dan menyebabkan hiperglikemia dan peningkatan kadar gula dalam urin
(Glikosuria). Hal tersebut menyebabkan klien mengalami dehidrasi. Kondisi
tersebut dipercaya dapat memicu terbentuknya trombosis akibat peningkatan
12

viskositas darah (Gofir, 2009). Peningkatan viskositas darah juga dapat terjadi
pada klien dengan kadar hematokrit yang tinggi dalam darah.
Perilaku yang menyumbang potensi terbesar terjadinya stroke adalah
merokok. Merokok dapat menyebabkan vasokontriksi dan penurunan
permeabilitas vascular. Selain itu, aktivitas merokok dapat menyebabkan
peningkatan fibrinogen dalam darah. Akibatnya darah akan mudah menggumpal
dan berisiko menjadi thrombus. Thrombus merupakan produk gumpalan yang
terbentuk dalam vascular itu sendiri. Jika produk gumpalan berasal dari tempat
lain selain otak dan pembuluh darah, misal jantung maka disebut dengan istilah
embolus.
Embolus biasanya terbentuk akibat beberapa kondisi penyakit seperti:
infark miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan
kardiomiopati iskemik akan menyebabkan terbentuknya bahan trombotik di
dinding rongga jantung atau katup mitralis. Bahan trombotik biasanya berukuran
sangat kecil sehingga dapat hanyut bersama aliran darah ke otak melalui arteri
karotis dan vertebralis. Thrombus embolik sewaktu-waktu dapat menyangkut
pada pembuluh darah yang mengalami stenosis. Hal tersebut menyebabkan
hambatan aliran darah ke otak dan mengakibatkan serangan stroke.

Gb. 7 Stroke Akibat Kardioembolik


Stroke merupakan kondisi yang mengacu pada setiap gangguan neurologis
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
13

sistem suplai arteri otak (Price, 2006). Terhentinya aliran darah ke otak
menyebabkan iskemi pada daerah otak yang terkena. Selanjutnya iskemi dapat
berkembang menjadi infark pada jaringan serebral. Hal tersebut akan
menimbulkan masalah pada perfusi jaringan serebral dan menyebabkan berbagai
kerusakan pada organ-organ yang dipersyarafinya.

Gb. 8 Gambaran Otak dengan Stroke Infark


Gejala yang muncul pada klien dengan stroke infark akan bergantung pada
area otak yang terkena. Infark pada hemisfer kiri akan menimbulkan gejala pada
sebagian besar fungsi tubuh seperti kerusakan menelan (disfagia), kesulitan dalam
berbicara (afasia), kelainan pada visual kanan, gangguan emosi, dan hemiplegi
pada tubuh bagian kanan. Sebaliknya, infark pada hemisfer otak kanan akan
menyebabkan kelainan visual kiri dan hemiplegi pada tubuh bagian kanan.
Sedangkan, jika infark terjadi pada batang otak, gejala yang ditimbulkan akan
muncul pada 12 fungsi syaraf cranial. Kerusakan pada Nervus I akan
mempengaruhi daya penciuman dan kerusakan pada Nervus II akan berengaruh
pada daya penglihatan. Selain itu kerusakan pada Nervus 3 dan 4 akan
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, penurunan visus dan penurunan
reflex terhadap cahaya. Kerusakan serupa juga akan terjadi pada nervus lain dan
menimbulkan gejala sesuai dengan fungsi organ yang dipersarafi oleh nervus
terkait.
14

1.7 Manifestasi klinis


Gelaja umum terjadinya stroke dapat berupa baal/ lemas mendadak di
wajah, lengan, tungkai terutama di salah satu bagian tubuh, gangguan penglihatan
ganda, bingung mendadak, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan dan
koordinasi, dan nyeri kepala mendadak tanpa penyebab yang jelas (Price, 2006).
Sedangkan bebarapa gejala klinis juga dapat muncul sesuai letak oklusi di area
otak. Berikut adalah beberapa gejala klinis stroke berdasarkan letak oklusinya:

1. Lobus Frontal
a. Defisit kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu
menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak
b. Defisit motorik: hemiparese, hemiplegia, disatria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
Dominan:
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
b. Defisit bahasa/komunikasi: Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah
suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami); Afasia reseptif
(kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan); Afasia global (tidak
mampu berkomunikasi pada setiap tingkat); Aleksia (ketidakmampuan
untuk mengerti kata yang dituliskan); dan Agrafasia (ketidakmampuan
untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
Non Dominan:
15

Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan


menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain: Gangguan skem/maksud
tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami
paralise); Disorientasi (waktu, tempat dan orang); Apraksia (kehilangan
kemampuan untuk menggunakan objek-objak dengan tepat); Agnosia
(ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra).
Selain itu klien juga mengalami kelainan dalam menemukan letak obyek
dalam ruangan dan kerusakan memori untuk mengingat letak spasial
obyek atau tempat.
3. Lobus Oksipital: defisit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia (penglihatan ganda), dan kebutaan.
4. Lobus Temporal: defisit pendengaran dan gangguan keseimbangan tubuh.

1.6 Pemeriksaan penunjang


Periksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis
stroke infark antara lain:
b. Laboratorium:
1. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVD ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008)
2. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVD infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap
darah (LED) pada pasien CVD bertujuan mengukur kecepatan sel darah
merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan
adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka
lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L),
kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Price, 2005).
c. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Price dkk, 2005)
16

d. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan


aliran  darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Price dkk,
2005)
e. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara 
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Price
dkk, 2005)
f. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikas
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan  memetabolisme glukosa
serta luas cedera  (Price dkk, 2005)
g. Ekokardiogram Transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Price dkk, 2005)
h. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin,
2008)

Gb. 9 Gambaran otak normal


17

Gb. 10 Gambaran otak stroke infark


i. MRI : menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi dan besar/
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008).

1.7 Penatalaksanaan (farmakologi dan non farmakologi)


Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan
pada klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):   
1. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
3. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
18

1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30⁰) 
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat
dilakukan dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).
19

Clinical Pathway Stres psikologi Diabetes Kardiovaskuler embolisme :


Kebiasaan
mellitus arteri koronaria, GJK,
Obesitas merokok
hipertrofi ventrikel kiri,
fibrilasi atrium, PJK
Defisiensi
Aktivitas Aktivasi Fibrinogen insulin
Kadar leptin simpatis ↑
dalam darah ↑ platelet, dalam darah ↑ Pembentukan bahan trombotik
katekolamin, padadinding vascular
Penggunaan
HR ↑ tromboksan
Percepatan glukosa ↓
Peningkatan
tahanan penggumpalan Pelepasan trombus Konsumsi
jantung COP ↑ Produksi NO ↓ darah Hiperglikemia kecil dari jantung kolestrol,
kurang
Vasokonstriksi Filtrasi darah Hanyutnya trombus aktivitas
Percepatan
sel endotel penggumpalan mengandung bersama darah
Hipertensi Disfungsi glukosa
persisten endotel (sel darah
yang melapisi Permeabilitas Trombus hanyut
Glikosuria
pembuluh endotel ↓ bersama darah
darah)
Osmotik diuretik Tersangkutnya
Ateriosklerosis trombus pada
Dehidrasi vaskular stenosis
Obstruksi
pembuluh darah Viskositas
darah ↑ Pembentukan
otak ateroma di tunika
Lambatnya
aliran darah intima
Pembentukan Tersangkutnya
ke otak
trombosis trombus pada
Aterosklerosis
vaskular stenosis
20

Ketidakefektifan
Lambatnya aliran Penurunan Penurunan ↑ asam laktat pada Gangguan Gangguan citra tubuh
pola napas
darah ke otak suplai oksigen ATP pembuluh darah otak pernafasan
Wajah asimetris dan
Nervus 7
Ketidakeektifan Hipoksia Iskemi pembuluh Gangguan medulla tertarik ke sisi sehat
perfusi jaringan darah otak oblongata
Nervus 1
serebral Iskemi Daya penciuman ↓
Infark jaringan Infark batang
serebral Nervus 2
Pompa darah ↓ Hipermetabolisme otak Daya penglihatan ↓

Desifisit perceptual Nervus 3,4,6


Kelainan visual Lapang pandang ↓
Nervus
kanan Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Kelainan visual kiri 5,9,10 Nervus 8
Refleks cahaya ↓
Disfagia Mudah frustasi Hemiplegi Hemiplegi Nervus 12 Pendengaran
kanan kiri Perubahan ukuran
dan
Kerusakan pupil
Gangguan Kemampuan keseimbangan
Penurunan area Brocca Kelemahan fisik Refleks
konsep diri menelan ↓ tubuh ↓
nafsu mengunyah ↓ Bola mata tidak
makan : harga diri mengikuti perintah
Afasia rendah Hambatan
Intake mobilitas fisik Tersedak Intake nutrisi ↓
nutrisi ↓
Hambatan Aktivitas Ketidakefektifan
Defisit Obstruksi pola peran
komunikasi Tidak mampu terganggu
perawatan jalan napas pemberi asuhan
Ketidakseim verbal melakukan
diri
bangan aktivitas
nutrisi Ketidakefektifan Hambatan
kurang dari Kesulitan Distres Perubahan bersihan jalan
berkomunikasi spiritual menjadi
kebutuhan praktek ibadah napas orang tua
tubuh

Isolasi sosial Ketidakadekuatan Ketidakefektifan Gangguan


menghadapi stresor koping persepsi sensori
21

BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Identitas
Biasanya dialami oleh lanjut usia, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi
2. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien
3. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penyalahgunaan obat (kokain).
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu
6. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi
karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa
cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
7. Kebutuhan Nutrisi
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, dan obesitas.
8. Eliminasi
22

Menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,


anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus
8. Aktivitas
Menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus
otot, paralitik (hemiplegia)
9. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
10. Pemeriksaan Fisik/ sistem
1) Sistem Respirasi (B1/ Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret
dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien.
Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (B2/ Blood): dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi (B3/ Brain)
a. Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b. Refleks Patologis
c. Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada
apakah bleeding atau infark
d. Pemeriksaan saraf kranial
a) Nervus I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
b) Nervus II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
23

visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.


Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Nervus III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral disisi yang sakit
d) Nervus V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus
e) Nervus VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
f) Nervus VIII: pendengaran dan keseimbangan tubuh menurun
g) Nervus IX dan X: berkurangnya kemampuan menelan dan
kesukaran membuka mulut.
h) Nervus XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi.
Pemeriksaan dengan Siriraj Score
Tabel Siriraj Score

No Variabel Gejala Klinis Skore


1 Derajat Kesadaran Sadar (15) 0x2,5
Apatis (9-14) 1x2,5
Koma (3-8) 2x2,5
2 Muntah Ya 1x2
Tidak 0x2
3 Sakit Kepala (selama Ya 1x2
2 jam) Tidak 0x2
4 Tekanan Darah … x 0,1
Diastole
5 Tanda-tanda ateroma Ya (Satu/lebih) 1x3
2. Tidak 0x3
3.
24

Intermitten
4.

6 Konstan -12
Total
Siriraj Stroke Score =
(2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) +
(0,1 x tekanan darah diastol) – (3 x ateroma) – 12
Skor < 1 maka: stroke non hemoragik
Skor ≥ 1 maka: stroke hemoragik.

Pemeriksaan dengan Algoritme Gajah Mada

Keterangan:
Jika klien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflex babinski positi/ 2 dari ketinganya maka:
Stroke hemoragik.
Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga
merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
25

didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan


penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka:
Stroke non hemoragik.
4) Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine akibat kerusakan
neuromuscular
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai oksigen di
otak ditandai dengan gangguan status mental, perbahan reaksi pupil, kesulitan
menelan, dan kelemahan/ pralisis ekstremitas
2. Ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurologis ditandai dengan
perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan penggunaan otot
pernapasan tambahan
3. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan
keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan lambat, dan keterbatasan
melakukan keterampilan motorik halus dan kasar
4. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak ditandai dengan
kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal, sulit bicara, pelo, dan
kesulitan menyusun kata.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan makanan akibat disfagia ditandai dengan berat badan 20% atau lebih
26

dibah BB ideal, menghindari makan, membrane mukosa pucat, dan


penurunan minat pada makanan
6. Defisit perawatan diri mandi b.d dengan hemiparese/hemiplegi akibat gangguan
neuromuscular ditandai dengan ketidakmampuan mengakses kamar mandi
ketidakmampuan menjangkau sumber air, dan ketidakmampuan membasuh tubuh.

2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC: NIC:
perfusi jaringan Setelah dilakukan 1) Monitor TTV
serebral b.d tindakan keperawatan 2) Monitor AGD, ukuran
penurunan suplai selama ..x 24 jam klien pupil, ketajaman,
oksigen di otak mampu mencapai: kesimetrisan dan reaksi
ditandai dengan a) Circulation status 3) Monitor adanya
gangguan status b) Neurologic status diplopia, pandangan
mental, perbahan c) Tissue perfusion kabur, nyeri kepala
reaksi pupil, 4) Monitor level
kesulitan menelan, Kriteria hasil: kebingungan dan
dan kelemahan/ 1) Tekanan systole dan orientasi
pralisis ekstremitas diastole dalam rentang 5) Monitor tonus otot
yang diharapka pergerakan
2) Tidak ada hipertensi 6) Monitor tekanan
ortostati intrkranial dan respon
3) Menunjukkan nerologis
konsentrasi dan 7) Catat perubahan pasien
orientasi dalam merespon
4) Pupil seimbang dan stimulus
reaktif 8) Pertahankan parameter
5) Bebas dari aktivitas hemodinamik
kejang 9) Tinggikan kepala 0-45
6) Tidak mengalami nyeri derajat tergantung pada
kepala konsisi pasien dan order
medis.
2 Ketidakefektifan NOC: NIC:
pola napas b.d Setelah dilakukan Oxygen Therapy:
kerusakan tindakan keperawatan 1) Observasi kepatenan
neurologis ditandai selama 3 x 24 jam pasien jalan napas
dengan perubahan dapat mempertahankan 2) Monitor kecepatan
kedalaman napas, a. Respiratory status: aliran oksigen
dispneu/ takipneu, airway patency 3) Pertahankan posisi
dan penggunaan b. Vital Sign Status pasien
otot pernapasan dengan kriteria hasil: 4) Atur peralatan
27

tambahan 1) Peningkatan ventilasi oksigenasi


dan oksigenasi yang 5) Monitor adanya
adekuat kecemasan pasien
2) Memelihara terhadap oksigenasi
kebersihan paru dan 6) Jelaskan pada pasien
bebas dari tanda tentang perlunya
distress pernapasan penggunaan terapi
3) Mendemonstrasikan oksigen
batuk efektif dan 7) Kolaborasikan dengan
suara napas bersih, tenaga kesehatan lain
tidak ada sianosis dan untuk pengguanaan
dispneu terapi oksigen selama
4) Tanda-tanda vital beraktivitas atau
dalam rentang istirahat
normal Vital Sign Monitor:
1) Monitor TTV sebelum
dan sesudah beraktivitas
(latihan ROM)
2) Monitor, suhu, warna,
dan kelembaban kulit.
3 Hambatan mobilitas NOC: NIC:
fisik b.d gangguan Setelah dilakukan Exercise therapy:
neuromuscular tindakan keperawatan ambulation
ditandai dengan selama … x 24 jam klien 1) Kaji kekuatan otot klien
keterbatasan rentang mampu mencapai: 2) Ubah posisi klien tiap 2
pergerakan sendi, a. Joint movement: jam
pergerakan lambat, active 3) Lakukan gerak pasif
dan keterbatasan b. Mobility Level pada ekstrimitas yang
melakukan c. Selfcare: ADLs sakit
keterampilan Kriteria hasil: 4) Ajarkan klien tentang
motorik halus dan 1) Mengerti tujuan pentingnya mobilisasi
kasar peningkatan mobilitas 5) Ajarkan untuk
2) Meningkat dalam melakukan latihan gerak
aktif pada ekstrimitas
aktivitas fisik
yang tidak sakit
3) Memperagakan 6) Berikan papan kaki pada
menggunakan alat ekstrimitas dalam posisi
bantu mobilisasi fungsionalnya.

4 Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal Setelah dilakukan Communication
b.d penurunan tindakan keperawatan Enhancement: Speech
sirkulasi ke otak selama … x 24 jam Deficit
ditandai dengan pasien dapat mencapai: 1) Dengarkan dengan
kesulitan a. Coping penuh perhatian
mengekspresikan b. Sensory Function: 2) Gunakan kartu baca,
28

pikiran secara hearing & Vision kertas, pensil, bahasa


verbal, sulit bicara, Kriteria hasil: tubuh untuk
pelo, dan kesulitan 1) Komunikasi ekspresif memfasilitasi
menyusun kata dan reseptif komunikasi dua arah
2) Gerakan terkoordinasi: 3) Ajarkan klien
menggunakan isyarat berkomunikasi secara
3) Mampu memperoleh, perlahan
mengatur dan 4) Kolaborasikan dengan
menggunakan tim medis terkait
informasi. kebutuhan terapi wicara.

5 Ketidakseimbangan NOC: NIC:


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Nutrition management and
kebutuhan tubuh b.d tindakan keperawatan nutrition monitoring
ketidakmampuan selama…x24 jam klien 1) Kaji status nutrisi klien
menelan makanan mampu mencapai: (ABCD)
akibat disfagia a. Nutrition status: food 2) Monitor mual dan
ditandai dengan and fluid intake muntah
berat badan 20% b. Nutritional status: 3) Anjurkan klien makan
atau lebih dibah BB nutrient intake secara sedikit dan
ideal, menghindari c. Weight control perlahan
makan, membrane Kriteria Hasil: 4) Berikan informasi
mukosa pucat, dan 1) Berat badan ideal tentang kebutuhan
penurunan minat sesuai tinggi badan nutrisi
pada makanan 2) Mampu 5) Kolaborasikan dengan
mengidentifikasi ahli gizi dalam
kebutuhan nutrisi pemberian nutrisi yang
3) Tidak ada tanda- tepat
tanda malnutrisi
4) Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan.
6 Defisit perawatan NOC: NIC:
diri mandi b.d Setelah dilakukan Self-care assistance
dengan tindakan keperawatan 1) Kaji kemampuan dan
hemiparese/hemiple selama…x24 jam klien tingkat kekurangan
gi akibat gangguan mampu mencapai: dalam melakukan
neuromuscular a. Selfcare deficit hygiene perawatan diri
ditandai dengan b. Mobility: physical 2) Ajarkan pentingnya
ketidakmampuan impaired perawatan diri
mengakses kamar Kriteria hasil: 3) Sediakan peralatan
mandi 1) Mampu membersihkan kebersihan diri di
ketidakmampuan tubuh secara mandiri samping tempat tidur
menjangkau sumber tanpa/ dengan alat 4) Kolaborasi dengan ahli
air, dan bantu fisioterapi/okupasi
29

ketidakmampuan 2) Mampu
membasuh tubuh mempertahankan
kebersihan dan
penampilan rapi secara
mandiri

2.4 Discharge Planning


Berdasarkan Nurarif dan Kusuma (2013) discharge planning yang
dapat dilakukan pada pasien dengan stroke yaitu,
1. Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan;
2. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi;
3. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso;
4. Mengontrol faktor risiko stroke;
5. Diet rendah lemak, garam, berhenti merokok;
6. Kelola stres dengan baik;
7. Mengetahui tanda dan gejala stroke
30

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, R. 2012. Hubungan Hipertensi dengan Stroke. Surakarta: Referat UNS.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riskesdas 2007.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan.
Bahrudin, M : 2013. Neurologi Klinik. Malang : UMM Press.
Barid, Barrarah. et all. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Gofir, A. 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.
Lewis. 2007. Medical surgical nursing. 7th edition. St.Louis : Missouri.Mosby-
Year Book, Inc.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Price, S. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai