oleh
Eka Mei Dianita
192311101023
i
PENGESAHAN
TIM PEMBIMBING
ii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Anatomi Fisiologi Otak..................................................................................... 1
1.2 Definisi ............................................................................................................... 4
1.3 Epidemiologi ...................................................................................................... 5
1.4 Etiologi ............................................................................................................... 5
1.5 Patofisiologi ....................................................................................................... 7
1.6 Klasifikasi .......................................................................................................... 8
1.7 Manifestasi Klinis.............................................................................................. 9
1.8 Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................... 9
1.8.1 Pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis) .. 9
1.8.2 Pemeriksaan penunjang............................................................................. 10
1.8.3 Pemeriksaan Laporatorium ....................................................................... 11
1.9 Komplikasi ....................................................................................................... 11
1.10 Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi ................................... 11
BAB II. CLINICAL PATHWAY .................................................................................. 13
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI .......................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
2
Otak diberi nutrisi oleh darah. Darah mengangkut zat asam, makanan dan
substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Suplai
darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan
kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus
duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri
profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).
3
Gambar: Pereradaran Darah Otak
1.2 Definisi
Stroke adalah suatu keadaaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan
menurut Hudak dalam (Batticaca, 2008) stroke adalah deficit neurologis yang
mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat
cardiovaskuler disease (CVD).
Sedangkan Stroke Infark/ Iskemik/ Non Hemoragik adalah stroke yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat berupa bekuan yang terbentuk dalam jantung/ pembuluh
darah (trombus) maupun benda asing berbentuk padat/ cair/ gas yang tersangkut
dalam sirkulasi darah (embolus) (Price, 2006). Selain itu, menurut Barret &
Meschia (2013), stroke infark adalah salah satu jenis stroke yang ditandai dengan
defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung akut pada pembuluh darah
serebrovaskular.
Sedangkan stoke embolik merupakan gumpalan darah atau bentuk puing-
puing lain yang asalnya bukan dari otak dan ikut mengalir dalam aliran darah
hingga mencapai arteri otak. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya pembuluh
darah di otak. Jenis bekuan darah disebut embolus. Salah satu sumber terbentuknya
4
embolik tersering adalah jantung (kardioembolik). Beberapa kondisi seperti infark
miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan
kardiomiopati iskemik akan menyebabkan terbentuknya bahan trombotik di
dinding rongga jantung atau katup mitralis. Bahan trombotik biasanya berukuran
sangat kecil sehingga dapat hanyut bersama aliran darah ke otak melalui arteri
karotis dan vertebralis. Thrombus embolik sewaktu-waktu dapat menyangkut pada
pembuluh darah yang mengalami stenosis. Hal tersebut menyebabkan hambatan
aliran darah ke otak dan mengakibatkan serangan stroke (Price, 2006).
1.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta
orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke merupakan
penyebab kematian nomer tiga di Amerika dan terdapat 750.000 orang terserang
stroke (Davis, 2005).
Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal
kejadian, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah
sebesar 15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur
>65th). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan
semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan
(Misbach dkk, 2011)
1.4 Etiologi
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
5
1. Aterosklerostis: pengerasan/ berkurangnya elastisitas dinding pembuluh
darah
2. Hiperkoagulasi: pengentalan darah yang menyebabkan viskositas
hematokrit meningkat dan melambatkan aliran darah serebral
3. Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Emboli terjadi akibat penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Adapun beberapa keadaan yang dapat
menimbulkan emboli antara lain:
1. Penyakit jantung, reumatik
2. Infark miokardium
3. Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli serebri
4. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Adapun faktor resiko terjadinya stroke infark adalah sebagai berikut: (Muttaqin,
2008):
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit
6. Diabetes Mellitus
7. Merokok.
6
1.5 Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang
dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan deficit permanen.
Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak ( Batticaca, 2008).
Setiap deficit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang
terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang
terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri
serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak
diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi
( Batticaca, 2008).
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih
lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami
nekrosis disebut infark ( Batticaca, 2008).
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolism
sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada
arteri-arteri yang menuju otak ( Batticaca, 2008).
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolism
sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolism terganggu dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada
arteri-arteri yang menuju otak( Batticaca, 2008).
Peredaran intrakranial termasuk peredaran ke dalam ruang subarachnoid atau
ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan
dalam degenatif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
7
sehingga peredaran menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat
serta iritasi pada pembuluh darah otak ( Batticaca, 2008).
1.6 Klasifikasi
a. Stroke iskemik (infak atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada
usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hari hingga pagi hari.
1. Tromboli pada pembuluh darah otak (trombolism of cerebral vesels)
2. Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vesels)
b. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60
tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis
(mental)
1. Peredaran intraserebral (parenchymatous hemorrhage)
Gejalanya:
1. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi
2. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau
marah
3. Mual atau muntah pada permulaan serangan
4. Hemiparesis atau hemiplegia sejak awal serangan
5. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi
kurang dari setengah jam – 2 jam; < 2% terjadi setelah 2 jam-19
hari).
2. Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage)
Gejalanya:
1. Nyeri kepala hebat dan mendadak
2. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi
3. Adanya gejala atau tanda meninggal
4. Papiladema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna.
8
1.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke ( Batticaca, 2008) :
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik)
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor atau koma
d. Afasia (tidak lancer atau koma)
e. Disartria (bicara pelo atau cadel)
f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala)
9
5. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronik)
6. Makanan/ cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut,
hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko)
7. Neurosensorik(sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan
berkurang atau gandah, hilang rasa sensorik kontralateral, afasia
motorik, reaksi pupil tidak sama)
8. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku
yang tida stabil, gelisah, ketergantungan otot)
9. Pernafasan (merokok sebagai faktor resiko, tidak mampu menelan
karena batuk)
10. Interaksi sosial (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi)
10
interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subrakhnoid.
1.9 Komplikasi
1. Gangguan otak yang berat
2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan kardiovaskuler
11
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat
dilakukan dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).
12
BAB II. CLINICAL PATHWAY
13
14
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
15
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, dan obesitas.
8. Eliminasi
Menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus
2. Aktivitas
Menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus
otot, paralitik (hemiplegia)
3. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
4. Pemeriksaan Fisik/ sistem
a. Sistem Respirasi (B1/ Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi
sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan
kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati
kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (B2/ Blood): dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi (B3/ Brain)
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang
ada apakah bleeding atau infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
16
a) Nervus I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
b) Nervus II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
c) Nervus III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
d) Nervus V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus
e) Nervus VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
f) Nervus VIII: pendengaran dan keseimbangan tubuh menurun
g) Nervus IX dan X: berkurangnya kemampuan menelan dan
kesukaran membuka mulut.
h) Nervus XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi.
i) Pemeriksaan dengan Siriraj Score
Tabel Siriraj Score
No Variabel Gejala Klinis Skore
1 Derajat Kesadaran Sadar (15) 0x2,5
Apatis (9-14) 1x2,5
Koma (3-8) 2x2,5
2 Muntah Ya 1x2
Tidak 0x2
17
3 Sakit Kepala Ya 1x2
(selama 2 jam) Tidak 0x2
4 Tekanan Darah … x 0,1
Diastole
5 Tanda-tanda Ya (Satu/lebih) 1x3
ateroma Tidak 0x3
1. Angina Pectoris
2. Claudicatio
Intermitten
3. Diabetes Mellitus
6 Konstan -12
Total
Siriraj Stroke Score =
(2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) +
(0,1 x tekanan darah diastol) – (3 x ateroma) – 12
Skor < 1 maka: stroke non hemoragik
Skor ≥ 1 maka: stroke hemoragik.
j) Pemeriksaan dengan Algoritme Gajah Mada
18
Keterangan:
Jika klien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflex babinski positi/ 2 dari ketinganya maka:
Stroke hemoragik.
Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga
merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan
penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka:
Stroke non hemoragik.
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine akibat
kerusakan neuromuscular
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin
19
mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
h. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau
hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi
fisik.
20
10. Intervensi keperawatan sesuai dengan pendekatan NANDA NOC-NIC dan
evaluasi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan NOC: NIC:
perfusi jaringan Setelah dilakukan 1) Monitor TTV
serebral b.d tindakan keperawatan 2) Monitor AGD, ukuran
penurunan suplai selama ..x 24 jam klien pupil, ketajaman,
oksigen di otak mampu mencapai: kesimetrisan dan reaksi
a) Circulation status 3) Monitor adanya
ditandai dengan
b) Neurologic status diplopia, pandangan
gangguan status c) Tissue perfusion kabur, nyeri kepala
mental, perbahan 4) Monitor level
reaksi pupil, Kriteria hasil: kebingungan dan
kesulitan menelan, 1) Tekanan systole dan orientasi
dan kelemahan/ diastole dalam rentang 5) Monitor tonus otot
pralisis yang diharapka pergerakan
ekstremitas 2) Tidak ada hipertensi 6) Monitor tekanan
ortostati intrkranial dan respon
3) Menunjukkan nerologis
konsentrasi dan 7) Catat perubahan pasien
orientasi dalam merespon
4) Pupil seimbang dan stimulus
reaktif 8) Pertahankan parameter
5) Bebas dari aktivitas hemodinamik
kejang 9) Tinggikan kepala 0-45
6) Tidak mengalami derajat tergantung pada
nyeri kepala konsisi pasien dan
order medis.
21
suara napas bersih, penggunaan terapi
tidak ada sianosis oksigen
dan dispneu 7) Kolaborasikan
4) Tanda-tanda vital dengan tenaga
dalam rentang kesehatan lain
normal untuk pengguanaan
terapi oksigen
selama beraktivitas
atau istirahat
Vital Sign Monitor:
1) Monitor TTV
sebelum dan
sesudah
beraktivitas
(latihan ROM)
2) Monitor, suhu,
warna, dan
kelembaban kulit.
22
1) Komunikasi memfasilitasi
ekspresif dan komunikasi dua arah
reseptif 3) Ajarkan klien
2) Gerakan berkomunikasi secara
terkoordinasi: perlahan
menggunakan 4) Kolaborasikan
isyarat dengan tim medis
3) Mampu terkait kebutuhan
memperoleh, terapi wicara.
mengatur dan
menggunakan
informasi.
23
air, dan 1) Mampu 4) Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan membersihkan fisioterapi/okupasi
membasuh tubuh tubuh secara mandiri
tanpa/ dengan alat
bantu
2) Mampu
mempertahankan
kebersihan dan
penampilan rapi
secara mandiri
a
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26