Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE EMBOLI

A. Anatomi fisiologi
1. Anatomi fisiologi otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas Sistem Saraf
Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum (otak
besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan sistem limbik
(Smeltzer & Bare, 2010).
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah dangkal), fisura (celah dalam) dan girus (permukaan hemisfer
serebral yang memiliki konvulsi) (Sloane, 2003). Cerebrum dibagi menjadi
beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, ekspresi bicara (area
broca di hemisfer kiri),dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
yang mengendalikan kontraksi otot volunter rangka dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor korteks) yang mengendalikan aktivitas
motorik yang terlatih dan berulang, seperti mengetik. Selain itu terdapat
pula area sensori primer dalam girus postsentral yang ertugas menerima
informasi umum berkaitan dengan nyeri, tekanan, suhu, dan propriosepsi
dari tubuh. Lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif (Smeltzer & Bare, 2010).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (Sloane, 2003). Lobus ini terdapat area auditori primer
berfungsi untuk mengitrepretasi auditori serta terdapar area wicara
wernicleyang terletah dalam bagain superior lobus temporal yang
berkaiatan dengan pengertian bahasa serta formulasi wicaea, area
wernicle tersebut berhubungan dengan area wicara broca. Selain itu
terdapat pula area olfaktori primer berkaitan dengan indra penciuman.
Secara umum lobus temporalis berperan dalam mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi(Smeltzer & Bare, 2010).
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer). Terdaapat area pengecap primer
(gustatori) dimana berfungsi sebafgai persepsi rasa, Area asosiasi
somatik, yang berakitan dengan intrepretasi bentuk dan tekstur suatu
objek (fungsi peraba)
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori
b. Sistem limbik
Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi,
aktivitas emsiaonal terutama aktivitas perilaku tidak sadar. Bersama
hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan
endokrin dan susunan otonom (White, 2008) Sistem limbik merupakan suatu
pengelompokan fungsional yang mencakup komponen serebrum,
diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik berkaitan
dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak
sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon
keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual.
.

Gambar 3. Lobus dari cerebrum dilihat dari atas dan samping

c. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Cerebellum memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke
bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi
untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2008).
d. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.Batang otak terdiri dari tiga
bagian menurut Puspitawati (2009) sebagai berikut:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi
pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.

Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan


bertugas mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak
mengandung banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam
kehidupan. Adapun letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5. Letak Nervus pada Hemisfer Otak

2. Anatomi peredaran darah otak


Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia alba
dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan
sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas, seperti :
gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja bersama-
sama dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang dapat
terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang
menghasilkan serangan. Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi,
dan bahan-bahan lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi
penting jaringan otak dan mengangkat sisa metabolisme. Kehilangan kesadaran
terjadi bila aliran darah ke otak berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan
otak yang permanen terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5
menit.
1) Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar
arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri
serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri
communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari
arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arteri basilaris.
2) Peredaran darah vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-
sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk
triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang
utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam
sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia.

Gambar 6. Sistem peredaran darah otak


B. Pengertian

Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa
arus darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak.
Stroke kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu
emboli yang berasal dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai
dengan defisit neurologik fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar
diagnosa klinik dibuktikan dengan adanya sumber emboli dari jantung dan
tidak ditemukannya penyebab lain dari strokenya (Smeltzer & bare, 2010).

Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:


Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Sub akut/kurang
Permulaan (awitan) Sangat akut/mendadak
mendadak
Waktu (saat “serangan”) Sedang aktifitas
Bangun pagi/istirahat
Peringatan -
+ 50% TIA
Nyeri Kepala +++
+/-
Kejang +
-
Muntah +
-
Kesadaran menurun +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk +/- +++
Kernig - ++
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia - +
Penyakit lain hari ke-4 sejak awal
Tanda adanya Hampir selalu
aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. Emboli aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis

C. Etiologi
Stroke dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan
darah otak yang disebabkan oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli. Muttaqin
(2008) mengatakan, bahwa etiologi infark emboli adalah sebagai berikut:
1. Penyakit jantung reumatik
2. Infark miokardium
3. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium
5. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher
6. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel
7. Infarksio kordis akut
8. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

D. Manifestasi Klinik
1. Lobus Frontal
1) Defisit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu
menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Defisit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan
mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya
respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian
tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-
pola bicara yang dapat dipahami)
2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
6) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
7) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
8) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
9) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-
objak dengan tepat)
10) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
11) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
12) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat
13) Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital: defisit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
E. Patofisiologi
Stroke infark emboli merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
yang dapat menimbulkan emboli yaitu katup-katup jantung yang rusak akibat
penyakit jantung reumatik, infark miokardiam, fibrilasi, dan keadaan aritmia
menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endocarditis oleh bakteri dan nonbakteri,
menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium (Muttaqin,
2008).
Emboli bisa didapat dari jantung, arteri ekstrakranial atau emboli
paradoksikal yang melalui rongga patent foramen ovale. Punca terdapatnya
emboli kardiogenik adalah thrombus valvular (mitral stenosis, endokarditis),
trombus mural (miokardium infark [MI], atrial fibrilation [AF], severe congestive
heart failure [CHF]) dan atrial myxoma. MI diasosiakan dengan 2-3% kejadian
stroke embolik yang 85% terjadi dalam bulan pertama setelah MI (Muttaqin,
2008). Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas
dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis komunis
kiri dan arteri brakhiosefalik.Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi
aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan
gangguan neurologis yang berat. Sejumlah tipe material dapat dibawa melalui
aliran darah dan berhenti di sirkulasi serebral menjadi tromboembolus, yang
dapat mencetuskan stroke iskemik. Di antara material tersebut, emboli dari
jantung merupakan penyebab tersering.
Trombus intrakardial terbentuk bila terdapat kelainan pada katub atau
dinding rongga jantung, trombus ini terbentuk bila terjadi gangguan irama jantung
sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada atrium seperti pada atrial
fibrilasi dan sick sinus sindroma. Emboli dapat juga terbentuk dari tumor intra
kardial, dan pada keadaan yang jarang sekali dari pembuluh darah vena (pada
emboli paradoxical). Beberapa mekanisme pembentukan emboli pada kelainan
jantung di antaranya:
1. Secara mekanis
Misalnya pada atrial fibrilasi, perubahan fungsi mekanik dari atrium yang
timbul setelah gangguan irama mungkin berkorelasi dengan timbulnya
emboli. Endokardium mengoptimalkan jantung dengan mengatur kontraksi
dan relaksasi miokardium, yang hanya terjadi pada endokardium utuh. Pada
endokardium yang rusak, trombus dapat menimbulkan respons inotropik
pada miokardium yang bersangkutan dan menimbulkan kontraksi tidak
seragam, sehingga memicu pelepasan trombus menjadi emboli.
2. Stagnasi aliran darah
Pada keadaan seperti fibrilasi atrium, kontraksi yang timbul tidak adekuat
untuk pengisian dan ejeksi ventrikel. Hal yang sama juga terjadi pada
kardiomiopati dilatasi, infark miokard, dan gagal jantung kongestif. Stagnasi
aliran darah di jantung menyebabkan keadaan hiperkoagulasi yang
kemudian mencetuskan pembentukan emboli.
3. Lain-lain
Reaksi inflamasi di jantung, misalnya akibat vegetasi endokarditis infektif
atau pemakaian katup prostetik, dapat mencetuskan pembentukan trombus.
Pemecahan trombus oleh enzim proteolitik endokardial berisiko
menimbulkan emboli. Pada keadaan lain, seperti myxoma pada jantung dan
emboli yang timbul, mungkin merupakan pecahan fragmen tumor yang
sebelumnya melekat pada dinding atrium. Pada kasus foramen ovale
persisten, emboli yang terbentuk bersifat paradoks. Emboli yang berasal dari
pembuluh darah vena dapat masuk ke peredaran darah arteri melalui
foramen ovale jika dijumpai pintas kanan ke kiri (Muttaqin, 2008).
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli ulang
pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media
merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan arteri cerebri
media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis interna. Medula
spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen danaorta dapat
menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla spinalis dan menimbulkan gejala
defisit neurologis
G. Komplikasi
Muttaqin (2008) mengatakan bahwa ada beberapa komplikasi infark emboli:
1. Dalam hal imobilisasi
a. Infeksi pernafasan (Pneumoni),
b. Nyeri tekan pada dekubitus.
c. Konstipasi
2. Dalam hal paralisis:
a. Nyeri pada punggung,
b. Dislokasi sendi, deformitas
3. Dalam hal kerusakan otak:
1. Epilepsy
2. Sakit kepala
3. Hipoksia serebral
4. Herniasi otak
5. Kontraktur
Nurarif & Kusuma (2013) menyebutkan bahwa komplikasi lain yang
umumnya terjadi adalah sebagai berikut.
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberat, herniasi, infark
miokard, kematian.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat imobilisasi lama, infark miokard, emboli paru, stroke
rekuren, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas.
3. Komplikasi jangka panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, penyakit vaskuler perifer.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, faal hati,
faal ginjal)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia.gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
2. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang dapat di lakukan dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling
awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya
kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
b. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke
non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada
setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam
mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

GambaranMRIpada infarkarteri serebri


c. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
d. EEG
Bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark.

Hasil pemeriksaan EEG

e. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).

J. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan pada
klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Sedangkan penatalaksanaan non-farmakologis pada kondisi akut, dapat
dilakukan dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
e. (Muttaqin, 2008).
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran Klien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan
hubungan dan peran terjadi karena Klien kesulitan untuk berkomunikasi
akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan
serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan fisik nervus cranial :
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung Klien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada
lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.
2) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
3) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan
akomodasi.
4) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas,
bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
5) Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek
kornea dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang
normalnya Klien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris
pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
6) Nervus abdusen dengan cara Klien di suruh menggerakan sisi mata
ke samping kiri dan kanan.
7) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada
dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
8) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
9) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga
posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
10) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
11) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, Klien di suruh memutar kepala sesuai
tahanan yang di berikan si pemeriksa.
12) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di
julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi
lesi.
Pada Klien stroke infark, gangguan nervus cranial yang biasanya
terjadi adalah :
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan
lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi Diplopia (penglihatan
pupil; akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada wajah;
kulit kepala, dan gigi; kelemahan otot rahang
gerak mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya kemampuan
umum pada platum dan mengecap pada dua pertiga
telinga luar; sekresi anterior lidah; mulut kering;
kelenjar lakrimalis, hilangnya lakrimasi; paralisis
submandibula dan otot wajah
sublingual; ekspresi
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis keseimbangan menerus); vertigo;nitagmus
(gerakan bola mata yg cepat
di luar kemampuan)
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi Hilangnya daya pengecapan
umum pada faring dan pada sepertiga posterior lidah;
telinga; mengangkat anestesi pada farings; mulut
palatum; sekresi kering sebagian
kelenjar parotis
X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan menelan)
umum pada farings, suara parau; paralisis palatum
laring dan telinga;
menelan; fonasi;
parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan otot
Spinal leher dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen di otak (00204)
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan
penggunaan otot pernapasan tambahan (00032)
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret (00031)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan
lambat, dan keterbatasan melakukan keterampilan motorik halus dan
kasar (00085)
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal,
sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun kata (00051)
f. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegi akibat gangguan neuromuscular ditandai dengan
ketidakmampuan mengakses kamar mandi ketidakmampuan menjangkau
sumber air, dan ketidakmampuan membasuh tubuh
g. Risiko dekubitus berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan terjadinya kekakuan atau kesulitan bergerak satu atau lebih
bagian tubuh (00249)
h. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuscular di tandai
dengan penurunan kekuatan dan ketahanan otot (00035)
i. Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial (00103)
j. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
fusngsi menelan ditantai dengan anoreksia (00002)
k. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
l. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik (00093)
m. Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan
krisis situasi (00146).
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Risiko NOC: NIC:
ketidakefektifan 1) Monitor TTV
perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 2) Monitor AGD, ukuran pupil,
serebral keperawatan selama ..x 24 ketajaman, kesimetrisan dan
berhubungan jam klien mampu mencapai: reaksi
dengan penurunan 3) Monitor adanya diplopia,
suplai oksigen di a) Circulation status pandangan kabur, nyeri
otak b) Neurologic status kepala
c) Tissue perfusion 4) Monitor level kebingungan
dan orientasi
Kriteria hasil: 5) Monitor tonus otot
pergerakan
1) Tekanan systole dan 6) Monitor tekanan intrkranial
diastole dalam rentang dan respon nerologis
yang diharapka 7) Catat perubahan Klien
2) Tidak ada hipertensi dalam merespon stimulus
ortostati 8) Pertahankan parameter
3) Menunjukkan konsentrasi hemodinamik
dan orientasi 9) Tinggikan kepala 0-45
4) Pupil seimbang dan reaktif derajat tergantung pada
5) Bebas dari aktivitas konsisi Klien dan order
kejang medis.
6) Tidak mengalami nyeri
kepala
2 Ketidakefektifan NOC: NIC:
pola napas b.d Setelah dilakukan tindakan Oxygen Therapy:
kerusakan keperawatan selama 3 x 24 1) Observasi kepatenan
neurologis ditandai jam Klien dapat jalan napas
dengan perubahan mempertahankan 2) Monitor kecepatan
kedalaman napas, a. Respiratory status: airway aliran oksigen
dispneu/ takipneu, patency 3) Pertahankan posisi
dan penggunaan b. Vital Sign Status Klien
otot pernapasan dengan kriteria hasil: 4) Atur peralatan
tambahan 1) Peningkatan ventilasi oksigenasi
dan oksigenasi yang 5) Monitor adanya
adekuat kecemasan Klien
2) Memelihara kebersihan terhadap oksigenasi
paru dan bebas dari 6) Jelaskan pada Klien
tanda distress tentang perlunya
pernapasan penggunaan terapi
3) Mendemonstrasikan oksigen
batuk efektif dan suara 7) Kolaborasikan dengan
napas bersih, tidak ada tenaga kesehatan lain
sianosis dan dispneu untuk pengguanaan
4) Tanda-tanda vital dalam terapi oksigen selama
rentang normal beraktivitas atau
istirahat
Vital Sign Monitor:
1) Monitor TTV sebelum
dan sesudah
beraktivitas (latihan
ROM)
2) Monitor, suhu, warna,
dan kelembaban kulit.
3. Ketidakefektifan NOC: Airway Management
bersihan jalan 1. Respiratory status:
napas berhubungan ventilation 1. Kaji jumlah/kedalaman
dengan 2. Respiratory status: pernapasan dan
penumpukan secret pergerakan dada.
airway patency
Setelah diberikan asuhan 2. Auskultasi daerah paru-
keperawatan selama 1 x24 paru, catat area
jam diharapkan jalan nafas menurun/tidak adanya
Klien kembali efektif aliran udara serta catat
adanya suara napas
Dengan kriteria hasil: tambahan seperti ronchi,
crackles dan wheezing.
 Secara verbal tidak ada 3. Elevasi kepala, sering ubah
keluhan sesak posisi.
 Suara napas normal 4. Bantu Klien dalam
(tidak ada suara nafas melakukan latihan napas
tambahan seperti ronchi) dalam.
 Tidak ada penumpukan Demonstrasikan/bantu
sputum Klien belajar untuk batuk,
 Batuk (-) misalnya menahan dada
 Frekuensi pernapasan dan batuk efektif pada saat
dalam batas normal posisi tegak lurus.
sesuai usia (16-24x/mnt) 5. Lakukan suction atas
indikasi.
6. Berikan cairan + 2500
ml/hari (jika tidak ada
kontraindikasi) dan air
hangat.
7. Kaji efek dari pemberian
nebulizer dan fisioterapi
pernapasan lainnya, misal
incentive spirometer, dan
postural drainage. Lakukan
tindakan selang diantara
waktu makan dan batasi
cairan jika cairan sudah
mencukupi.
8. Berikan pengobatan atas
indikasi: mukolitik,
ekspoktoran, bronkodilator,
dan analgesik.
9. Berikan cairan suplemen
misalnya IV, humidifikasi
oksigen, dan humidifikasi
ruangan.
10. Monitor serial chest X-ray,
ABGs, dan pulse oxymetri.
11. Bantu dengan
bronchoscopy/thoracentesi
s jika diindikasikan.
4. Hambatan mobilitas NOC: NIC:
fisik b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy: ambulation
neuromuscular keperawatan selama … x 24 1) Kaji kekuatan otot klien
ditandai dengan jam klien mampu mencapai: 2) Ubah posisi klien tiap 2 jam
keterbatasan a. Joint movement: active 3) Lakukan gerak pasif pada
rentang pergerakan b. Mobility Level ekstrimitas yang sakit
sendi, pergerakan c. Selfcare: ADLs 4) Ajarkan klien tentang
lambat, dan Kriteria hasil: pentingnya mobilisasi
keterbatasan 5) Ajarkan untuk melakukan
melakukan 1) Mengerti tujuan latihan gerak aktif pada
keterampilan peningkatan mobilitas ekstrimitas yang tidak sakit
motorik halus dan 2) Meningkat dalam aktivitas 6) Berikan papan kaki pada
kasar ekstrimitas dalam posisi
fisik
fungsionalnya.
3) Memperagakan
menggunakan alat bantu
mobilisasi
4 Hambatan NOC: NIC:
komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan Communication Enhancement:
b.d penurunan keperawatan selama … x 24 Speech Defisit
jam Klien dapat mencapai: 1) Dengarkan dengan penuh
sirkulasi ke otak
a. Coping perhatian
ditandai dengan b. Sensory Function: 2) Gunakan kartu baca, kertas,
kesulitan hearing & Vision pensil, bahasa tubuh untuk
mengekspresikan Kriteria hasil: memfasilitasi komunikasi
pikiran secara 1) Komunikasi ekspresif dan dua arah
verbal, sulit bicara, reseptif 3) Ajarkan klien berkomunikasi
pelo, dan kesulitan 2) Gerakan terkoordinasi: secara perlahan
menggunakan isyarat 4) Kolaborasikan dengan tim
menyusun kata
3) Mampu memperoleh, medis terkait kebutuhan
mengatur dan terapi wicara.
menggunakan informasi.
5. Defisit perawatan NOC: NIC:
diri mandi b.d Setelah dilakukan tindakan Self-care assistance
dengan keperawatan selama…x24 1) Kaji kemampuan dan tingkat
hemiparese/hemipl jam klien mampu mencapai: kekurangan dalam
egi akibat melakukan perawatan diri
gangguan a. Selfcare defisit hygiene 2) Ajarkan pentingnya
neuromuscular b. Mobility: physical impaired perawatan diri
ditandai dengan Kriteria hasil: 3) Sediakan peralatan
ketidakmampuan 1) Mampu membersihkan kebersihan diri di samping
mengakses kamar tubuh secara mandiri tempat tidur
mandi tanpa/ dengan alat bantu 4) Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan 2) Mampu mempertahankan fisioterapi/okupasi
menjangkau kebersihan dan
sumber air, dan penampilan rapi secara
ketidakmampuan mandiri
membasuh tubuh a
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC

Japardi, I. 2002. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. Medan: USU

Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013. Nursing Interventions


Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States America

Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC) Fourth Edition. Mosby: United States America

Price, A & Wilson, L. 2008. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Rismanto. 2006. Gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke di instalasi rawat


jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006. FKM
UNDIP. Semarang. http://www.fkm.undip.ac.id [diakses tanggal 19 Februari
2017]

Sloane, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Smeltzer, SC., Bare B.G. 2010. Medical Surgical NursingBrunner& Suddarth.


Philadhelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Wibowo, Andry. 2014. Stroke Infark The Another Silent Killer.


http://www.medicalera.com/3/652?thread=652 [diakses tanggal 19 Februari
2016]
Jantung

Embolisme otak

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral Iskemik

Infark di cerebrum

Infark di
bartang otak

Gangguan
pada medulla
oblongata

Kelemahan
otot-otot
pernapasan

Gangguan
Ketidakefektifan
fungsi N. XII
pola nafas

Gangguan
menelan

Anda mungkin juga menyukai