Anda di halaman 1dari 61

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark


regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau
penyumbatan suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan
kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada
orang dewasa. Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologi
akibat stroke; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah.
Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35%
dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah 35%
sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke
akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama.

Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2. Pertama stroke iskemik yaitu
stroke yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak.
Kedua stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di otak. Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur,
hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung, merokok
dan obat anti hamil2.

Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang menjadi


momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba.
Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena
stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan
seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan
kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang patofisologi,
mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan
stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya akan membahas
patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan penulis memandang
lebih pentingnya membahas masalah tersebut daripada yang lain.
Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan
penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir
stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-rumah sakit di
Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997). Kematian akibat
stroke terutama terjadi pada fase akut dan umumnya terjadi pada saat
penderita sudah berada di rumah sakit. Oleh karena itu disamping usaha
prevensi primer perbaikan penatalaksanaan stroke di rumah sakit
merupakan hal yang harus dilaksanakan.

CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang


timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala

1
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).

2. Tujuan

1. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit stroke.

2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit stroke.

B. TINJAUAN TEORI

1. Pengertian

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya


mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131)
2. Etiologi

Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:

2
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah


otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:

1) Penyakit jantung, reumatik


2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
3. Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):

1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

3
4. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau
saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran
pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi
hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien
umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik
sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak
dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit)
sampai beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk,
proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete

Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau


permanen, maksimal sejak awal serangan dan sedikit
memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA yang
berulang.

4
5. Manisfestasi klinis
1. Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996:
258-260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian
singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian
buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir
abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan
otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik
diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon
terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas
dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara
menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang
diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)

5
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-
ide dalam tulisan).

2) Non Dominan

- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan


tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan
objek-objak dengan tepat)
- Agnosia (ketidak mampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek
atau tempat
- Disorientasi kanan kiri

c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan


ketajaman penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta.

d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan


tubuh.

2. Penurunan Kesadaran

6. Pemeriksaan Penunjang

Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:

a. Laboratorium :

6
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA
ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252)
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl,
Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur
kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan
apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic
dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)
(Prince, dkk ,2005:1122)
d. b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran
jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan
gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Prince, dkk, 2005:1122).
f. d. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari
stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia
fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk, 2005:1122).
g. e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial (Prince, dkk, 2005:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan

7
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
k. Penatalaksanaan medis :
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark
(Muttaqin, 2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV
dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak
pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f. Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk
h. Meminimalkan lingkungan yang panas

2. Kompliksi

Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)


a. Dalam hal imobilisasi:
Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus,
Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:

8
Nyeri pada punggung, Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur
7. Pathways

9
8. Konsep Asuhan Keperawatan
2. Pengkajian
1 BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya
serangan stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding
wanita. Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.

2. KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit
kepala hebat bila masih sadar.

3. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.


Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh
karena itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.


Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung,
Pernah TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan
penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.

5. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.


Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan
aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala
hebat, penurunan kesadaran sampai koma.

6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.


Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah
mengalami stroke.

10
7. PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma
maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian sampai
total.Meliputi:
mandi
makan/minum
bab / bak
berpakaian
berhias
aktifitas mobilisasi

2. PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.

a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,


sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan
kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk
batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik
sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem
respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang
ada apakah bleeding atau infark

11
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan korteks
visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
disisi yang sakit
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat
e) Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indera pengecapan normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit
menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah
pada fase akut. Mungkin
mengalami inkontinensia alvi

12
atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan
kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan
X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
h. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol
volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis
atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.

3. SOSIAL INTERAKSI.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian
diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya
tentang pengobatan dan kesembuhannya.

4. Pola Fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya

13
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. (Doengoes, 1998
dan Doengoes, 2000: 290)
d. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Integritas ego

14
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologi
1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja,
1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
2. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
(Marilynn E. Doenges, 2000: 292)
3. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau
membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur
(Doengoes, 2000: 292)
4. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita
Stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas
(Doengoes, 2000: 292)
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada

15
trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes,
2000: 292)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

6. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang
bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan
mengintegrasikan perubaahan dalam konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan
kebutuhan tindakan/rehabilitasi

7. TUJUAN PEMULANGAN
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis
dapat diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri
atau dengan bantuan yang minimal dari orang lain
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan
untuk masa depan

16
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

9. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
(Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,
parastesia, hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995,
doengoes, 2000: 295)
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E.
Doenges, 2000)
4. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan
perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes,
2000: 301)
5. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring
lama (Barbara Engram, 1998)

10. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,
perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa,
intelektual dan emosi.
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

17
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
- Tidak ada tanda TIK meningkat
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
- Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis)
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional
1) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
5) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial
dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin

18
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7) Memperbaiki sel yang masih viabel

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,


parastesia, hemiparese/hemiplagia
Tujuan:
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal
dan mempertahankan fungsi secara optimal)
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
- Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
e. Tinggikan kepala dan tangan
f. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
1) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan

19
3. Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada sar af sensori
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
Rencana tindakan
a. Tentukan kondisi patologis klien
b. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan
klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya
lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga
untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan
yang normal
e. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu
dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien
sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang
membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan
individu untuk merawata sisi yang sakit.
f. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g. Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional

20
1) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,
sebagai penetapan rencana tindakan
2) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari
gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
3) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk
mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah
yang terpengaruh.
4) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko
terjadinya trauma.
5) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori
berlebih.
7) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus.

4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan


hemiparese/hemiplegi
Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil:
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Rencana tindakan
a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri

21
b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan
beri bantuan dengan sikap sungguh
c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan
klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
1) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual
2) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-
menerus
3) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung
dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan
4) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
5) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong
khusus

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Rencana tindakan

22
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
reflek batuk
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika
dibutuhkan
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat menelan air
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui
iv atau makanan melalui selang
Rasional
1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada
klien
2) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan
kontrol muskuler
4) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan
masukan
5) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi/gangguan dari luar
6) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya
didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
7) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya tersedak

23
8) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
9) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan
juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

Rencana tindakan
a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
b. Rubah posisi tiap 2 jam
c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah
daerah-daerah yang menonjol
d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
merubah posisi
f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit
Rasional
1) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

24
4) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
5) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6) Mempertahankan keutuhan kulit

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian


Neurologi FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume


3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi
VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing


Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

25
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical
Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya,


Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat,
Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,
Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu


Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

26
laporan pendahuluan stroke infark - Laporan Pendahuluan CVA atau STROKE Infark

I.PENDAHULUAN.
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah Stroke.Istilah
ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih tepatnya adalah
Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 % lebih tinggi)dan
usia umumnya di atas 55 tahun.

II.PENYEBAB dan KLASIFIKASI.


Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh
darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.
Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :
1.Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :
Perokok.
Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
Tekanan darah tinggi.
Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).
Transient Ischemic Attack ( TIAs)
2.Faktor resiko yang tak dapat di rubah :
Usia di atas 65.
Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang meningkatkan resiko
serangan stroke).
DM.
Keturunan ( Keluarga ada stroke).
Pernah terserang stroke.
Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ).

Secara patologik suatu infark dapat di bagi dalam :


Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).
Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

III. KLASIFIKASI :
Secara klinis stroke di bagi menjadi :
1. Serangan Ischemia Sepintas ( Transient Ischemia Attack / TIA ).
2. Stroke Ischemia ( Stroke non Hemoragik ).
3. Stroke Hemoragik.

27
4. Gangguan Pembuluh Darah Otak Lain.
Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP, hal : 84.

IV.TANDA DAN GEJALA.


Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :
Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus.
Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.
Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan cerebral.
Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu
tubuh.
Keluhan kepala pusing.
Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
Kelumpuhan dan kelemahan.
Penurunan penglihatan.
Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).
Pelo / disartria.
Kerusakan Nervus Kranialis.
Inkontinensia alvi dan uri.

V.PENATALAKSANAAN MEDIK.
A.PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1.LABORATORIUM.
Hitung darah lengkap.
Kimia klinik.
Masa protombin.
Urinalisis.
2.DIAGNOSTIK.
SCAN KEPALA
Angiografi serebral.
EEG.
Pungsi lumbal.
MRI.
X ray tengkorak

B.PENGOBATAN.
1.Konservatif.
a.Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b.Mencegah peningkatan TIK.
Antihipertensi.
Deuritika.

28
Vasodilator perifer.
Antikoagulan.
Diazepam bila kejang.
Anti tukak misal cimetidine.
Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien akan mudah terkena infeksi,
hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.
Manitol : mengurangi edema otak.
2.Operatif.
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom
karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.
3.Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
Terapi wicara.
Terapi fisik.
Stoking anti embolisme.

VI. KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN STROKE.


Aspirasi.
Paralitic illeus.
Atrial fibrilasi.
Diabetus insipidus.
Peningkatan TIK.
Hidrochepalus.

VII. PENCEGAHAN :
Kontrol teratur tekanan darah.
Menghentikanmerokok.
Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.
Mempertahankan kadar gula normal.
Mencegah minum alkohol.
Latihan fisik teratur.
Cegah obesitas.
Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.

VIII.ASUHAN KEPERAWATAN.
A.PENGKAJIAN
BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada :
Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke.Jenis
kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.Ras : kulit hitam lebih tinggi angka
kejadiannya.

29
KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma serta
disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.


Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu klien biasanya
langsung di bawa ke Rumah Sakit.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.


Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs, Policitemia karena hal
ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan
neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.


Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.

PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.


Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien membutuhkan
bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian sampai total.Meliputi :
mandi
makan/minum
bab / bak
berpakaian
berhias
aktifitas mobilisasi
B. PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.
BI ( Bright / pernafasan).
Perlu di kaji adanya :
Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk.
Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang.
Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor.
Catat jumlah dan rama nafas

B2 ( Blood / sirkulasi ).
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan Darah disertai dengan
pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
B3 ( Brain / Persyarafan, Otak )
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat.Periksa adanya pupil unilateral, Observasi tingkat

30
kesadaran .
B4 ( Bladder / Perkemihan ).
Tanda-tanda inkontinensia uri.
B5 ( Bowel : Pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
B6 ( Bone : Tulang dan Integumen ).
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena tirah baring
lama.Kekuatan otot.
SOSIAL INTERAKSI.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan menangis,
klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya.

B.DIAGNOSA YANG MUNCUL.


Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan
otak .
Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,kelumpuhan.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi prognosis dan
terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah
interpretasi.
Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan kesadaran.
Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan menelan(disfagia),
hemiparese dan hemiplegi.
Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas, parise dan paralise.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara verbal atau tidak
mampu komunikasi.
Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.
Resiko terjadinya : kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder kehilangan kesadaran.

C.INTERVENSI KEPERAWATAN.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.RESIKO PENINGKATAN TIK BERHUBUNGAN DENGAN PENAMBAHAN ISI OTAK
SEKUNDER TERHADAP HIPOKSIA, EDEMA OTAK.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan intra
kranial .
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
Peningkatan tekanan darah.

31
Nadi melebar.
Pernafasan cheyne stokes
Muntah projectile.
Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
Intervensi.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
§ tekanan darah
§ nadi
§ GCS
§ Respirasi
§ Keluhan sakit kepala hebat
§ Muntah projectile
§ Pupil unilateral
Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
2.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah posisi
dengan cepat.
Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi kongesti vena.
3.
Hindari hal-hal berikut :
Masase karotid

Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat.

Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem
panggul dan lutut.

Masase karotid memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti
peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.

32
Fleksi atau rotasi ekstrem leher mengganggu cairan cerebrospinal dan drainage vena dari rongga
intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver valsalva yang merusak aliran balik vena dengan kontriksi vena
jugularis dan peningkatan TIK.
4.
Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces jika di perlukan.
Mencegah konstipasi dan mengedan yang menimbulkan manuver valsalva.
5.
Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup.
Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan membantu menurunkan TIK.
6.
Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:
§ Anti hipertensi.

§ Anti koagulan.

§ Terapi intra vena pengganti cairan dan elektrolit.


§ Pelunak feces.
§ Anti tukak.
§ Roborantia.

§ Analgetika.
§ Vasodilator perifer.

§ Menurunkan tekanan darah.


§ Mencegah terjadinya trombus.
§ Mencegah defisit cairan.

§ Mencegah obstipasi.
§ Mencegah stres ulcer.
§ Meningkatkan daya tahan tubuh.
§ Mengurangi nyeri.
§ Memperbaiki sirkulasi darah otak.

2.GANGGUAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN HEMIPARESE / HEMIPLEGIA


Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
1.Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot

33
2.Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam

2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

§ Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan
§ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan
§ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

3.GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : PERABAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PENEKANAN PADA SARAF SENSORI.
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori

INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan kondisi patologis klien

2. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian


tubuh/otot, rasa persendian

3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk

34
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada
klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi
sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah,
ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

7. Lakukan validasi terhadap persepsi klien

1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana
tindakan
2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
3. Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu
klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4. Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang
sakit.

6. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan


dengan sensori berlebih.
7. Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

4.KURANGNYA PERAWATAN DIRI BERHUBUNGAN DENGAN HEMIPARESE/HEMIPLEGI DAN


KEHILANGAN KESADARAN.

35
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan

INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.

2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap
sungguh
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan
sesuai kebutuhan.

4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual


2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha
secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong khusus

5.RESIKO GANGGUAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH BERHUBUNGAN


DENGAN KELEMAHAN OTOT MENGUNYAH DAN MENELAN SEKUNDER KEHILANGAN
KESADARAN.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil

36
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.

9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
5. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di
sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau

37
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).

PUSTAKA.
Marylin Doengus , TERJEMAHAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN , EGC, 1999.
Lynda Jual C ,RENCANA ASUHAN DAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN, EGC,1999.
Anna Owen ,PEMANTAUAN PERAWATAN KRITIS, , EGC, 1997.
Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING, W.B SOUNDERS COMPANY,
1998
Harsono,ED, NEUROLOGI KLINIS, GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS, 1996.
2000, Harsono ED, KAPITA SELEKTA NEUROLOGI, Gajah Mada UP.

38
LAPORAN PENDAHULUAN

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT

1. Anatomi Pembuluh Darah

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal

sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki

jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron

berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4

kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa

yang ada di dalam darah arterial.

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15%

dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak

mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri

dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak

disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler,

yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri

serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan

sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari

otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,

sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat

bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai

pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut

saraf ke target organ

39
Gambar. Sel gilia pada otak

Gambar. Pembuluh darah di otak

40
2. Defenisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,

2012). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak

yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai

arteri otak (Sylvia A Price, 2006).

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,

progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan

trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau

di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan

hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008).

3. ETIOLOGI

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh

emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga

dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses

yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik

yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.

1. Emboli

a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal

dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat

pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

41
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan

bagian kiri atrium atau ventrikel.

2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan

gangguan pada katup mitralis.

3) Fibrilasi atrium

4) Infarksio kordis akut

5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung

miksomatosus sistemik

c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”). Emboli

dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided

circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah

trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi

mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif)

dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark

miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya

infark miokard.

2. Thrombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi

42
dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik

percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis

interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran

darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis

(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,

defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi

yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan

diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik

(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

4. Manifestasi Klinis

1. Kehilangan motorik

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)

dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia

2. Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)

atau afasia (kehilangan berbicara).

3. Gangguan persepsi

Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan

penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan

kehilangan sensori.

4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia

urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak

43
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat

mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:

1. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah

2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan

penglihatan

3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

Hemisfer kiri Hemisfer kanan

· Mengalami hemiparese kanan · Hemiparese sebelah kiri tubuh

· Perilaku lambat dan hati-hati · Penilaian buruk

· Kelainan lapan pandang kanan · Mempunyai kerentanan terhadap

· Disfagia global sisi kontralateral sehingga

· Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang

· Mudah frustasi berlawanan tersebut

5. Pemerikasaan Penunjang

1. Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi

arteri.

2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,

melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

3. CT scan

44
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,

adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya

perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat

dari hemoragik.

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari

jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.

6. Pemeriksaan laboratorium

a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan

yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih

normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-

rangsur turun kembali.

e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

6. Penatalaksaan medis keperawatan

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan

tindakan sebagai berikut:

1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang

sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

45
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin

pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

5.Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang

berlebihan.

7. komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini

dapat dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas dan terjatuh

3. Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.

4. Hidrocephalus

Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon

pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

8. Klasifikasi

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan

proses patologik (kausal):

1. Berdasarkan manifestasi klinis

a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

46
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24

jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

2. Berdasarkan kausal

9. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di

otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh

darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat

aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain

itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low

Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi

karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan

hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

10.Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak

yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan

darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

47
9. Patofisiologi

Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya

dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan

bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran

darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan

aterm.

3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi

lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

1. Keadaan pembuluh darah.

2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah

ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi

menurun.

3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu

kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh

darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena

lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,

perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum

48
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung

sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak

arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah

akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh

darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti

thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian

dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat

reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.

Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral

dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

10. 12 Pasang Saraf Kranial :

i. Nervus Olfaktori (N. I):

 Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman

 Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yang

dirasakan (kopi, teh,dll).

ii. Nervus Optikus (N. II)

 Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan

 Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang

iii. Nervus Okulomotoris (N. III)

 Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil,

dan sebagian gerakan ekstraokuler

 Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks

pupil dan inspeksi kelopak mata

49
iv. Nervus Trochlearis (N. IV)

 Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam

 Cara Pemeriksaan: Sama seperti nervus III

v. Nervus Trigeminus (N. V)

 Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi,

refleks korenea dan refleks kedip

 Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien

memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh

permukaan kornea dengan kapas.

vi. Nervus Abdusen (N. VI)

 Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral

 Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III

vii. Nervus Fasialis (N. VII)

 Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah

 Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup

kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula

dan garam

viii. Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)

 Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan

 Cara pemeriksaan: test webber dan rinne

ix. Nervus Glosofaringeus (N. IX)

 Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa

50
 Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam

x. Nervus Vagus (N. X)

 Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan

 Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva,

disuruh mengucap ah…

xi. Nervus Asesoris (N. XI)

 Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu

 cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan

tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.

xii. Nervus Hipoglosus (N. XII)

 Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah

 cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari

sisi ke sisi.

51
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

 Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,

nomor register, diagnose medis.

 Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan

tidak dapat berkomunikasi.

 Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan

kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain.

 Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat

trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti

koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

 Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes

militus.

52
Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

 Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang

dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? Kaji apakah klien merokok

atau minum alkohol?

 Pada pasien dengan stroke biasanya menderita obesitas,dan hipertensi.

2. Pola nutrisi metabolic

 Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola

makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa

makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi klien.

 Pada pasien dengan penyakit stroke non hemoragik biasanya terjadi penurunan

nafsu makan, mual dan muntah selama fase akut (peningkatan tekanan

intracranial), kehilangan sensori (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan,

peningkatan lemak dalam darah.

3. Pola eliminasi

 Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien? Apakah mengalami gangguan? Kaji

apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?

 Pada pasien dengan penyakit stroke biasanya terjadi perubahan pola berkemih

seperti inkontinensia urine, distensi abdomen (distensi kandung kemih

berlebihan), dan bising usus negative.

4. Pola aktivas latihan

53
 Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien dapat

melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?

 Pada pasien dengan penyakit stroke biasanya merasa kesulitan untuk melakukan

aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemilegia),

merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri / kejang otot) serta kaku

pada tengkuk.

5. Pola istirahat tidur

 Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur

dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri dan

lain lain.

 Selama fase akut (peningkatan tekanan intracranial), pasien dengan penyakit

stroke mengalami ketergangguan / kenyamanan tidur dan istirahat karena nyeri

dan sakit kepala.

6. Pola kognitif persepsi

 Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan

penglihatan,pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?atau

lakukan pengkajian nervus cranial.

 Pasien dengan penyakit stroke terjadi gangguan pada fungsi kognitif,

penglihatan, sensasi rasa, dan gangguan keseimbangan.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri

 Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya?

Apakah klien merasa renddah diri?

54
 Pada pasien dengan penyakit stroke akan terjadi pada peningkatan rasa

kekhawatiran klien tentang penyakit yng dideritanya serta pada pasien juga

akan mengalami harga diri rendah.

8. Pola peran hubugan

 Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat

di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat

sekitarnya?

 Pada pasien dengan penyakit stroke peran hubungannya akan terganggu karena

pasien mengalami masalah bicara dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi

secara efektif.

9. Pola reproduksi dan seksualitas

 Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan

kepuasan pada klien?

 Pada pasien dengan penyakit stroke akan terjadi masalah pada pola reproduksi

dan seksualitasnya karena kelemahan fisik dan gangguan fungsi kognitif.

10. Pola koping dan toleransi stress

 Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien

menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?

 Dengan adanya proses penyembuhan penyakit yang lama, akan menyebabkan

meningkatnya rasa kekhawatiran dan beban pikiran bagi pasien.

11. Pola nilai dan kepercayaan

 Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?

Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?

55
 Karena nyeri kepala,pusing,kaku tengkuk,kelemahan,gangguan sensorik dan

motorik menyebabkan terganggunya aktivitas ibadah pasien.

Pemeriksaan System Neurologi

1. Pemerikasaan tingkat kesadaran

· Membuka mata

Spontan : nilainya 4

Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) : nilainya 3

Dengan rangsangan nyeri (tekan pada kuku jari) : nilainya 2

Tidaka ada reaksi (dengan rangsangan nyeri pasien tidak membuka mata)

: nilainya 1

· Respon verbal (bicara)

Baik dan tidak ada disorientasi : nilainya 5

Kacau(confused),dapat berbicra dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu dan

tempat : nialinya 4

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata,namun tidak dapat berupa kalimat)

: nilainya 3

Mengerang (tidak dapat mengucapkan kata-kata namun hanya mengerang)

: nilainya 2

Tidak ada respon : nilainya 1

· Motor respone

Menurut perintah (misalnya suruh angkat tangan) : nialinya 6

Mengetahui lokasi nyeri : nilainya 5

Reaksi menghindar : nilainya 4

Reaksi fleksi abnormal : nilainya 3

56
Reaksi ekstensi abnormal : nilainya 2

Tidak ada reaksi : nialinya 1

2. Pemeriksaan rangsangan meningeal

· Kaku kuduk

Pada kaku kuduk berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik

kebelakang, sedangkan pada keadaan ringan, kaku kudu dinilai dari tahanan yang

dialami waktu menekukkan kepala.

· Tanda laseque

· Tanda kerniq

Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada

persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah

diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap

paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka

dikatakan Kernig sign positif.

· Tanda brudzinsky I

Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai

· Tanda brudzinsky II

Brudzinsky II (+)ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah ada

kelumpuhan pada tungkai.

3. Pemeriksaan kekutan motorik

· Inspeksi

Perhatiakan sikap pasien sewaktu berdiri,duduk,berbaring,dan bergerakn serta

perhatikan kesimetrisan tubuh bagian kiri dan kanan.

· Palpasi

57
Palpasi otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus otot.

· Pemeriksaan gerakan aktif

· Pemeriksaan gerakan pasif

· Koordinasi gerak

Fungsi motoris dengan menilai bentuk dan dasar otot,tonus otot,dan kekuatan otot

ekstremitas (skala 0-5 )

· 0 = tidak ada gerakan

· 1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak

· 2 = otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan

· 3 = gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bias terhadap tahanan

pemeriksa

· 4 = geran otot denan tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya berat

· 5 = gerakan otot dengan tahanan maksimal

4. Pemeriksaan sensorik

· Pemeriksaan sensibilitas : pemeriksaan rasa raba, pemeriksaan rasa suhu dan rasa

nyeri

· Pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap

· Pemeriksaan rasa getar

· Pemeriksaan rasa tekan

· Pemeriksaan rasa interoseptif : perasaan tentang organ dalam

· Nyeri rujukan

5. Pemeriksaan nervus cranialis

58
· Pemeriksaan N.I : Olfaktorius

Sensorik khusus menghidu atau membau

· Pemeriksaan N.II : Optikus

Sensorik khusus melihat

· Pemeriksaan N.III : Okulomotorius

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke

otak terhambat

2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan

kerusakan neurovaskuler

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

59
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New

Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8

Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.

Jakarta: EGC

Http://www.google.com/asuhan keperawatan stroke non hemoragik.com/ Diakses

tanggal 30 juli 2016, Pukul. 18.30 WIB.

60
61

Anda mungkin juga menyukai