Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TIC FACIALIS

A. NERVUS FASIALIS
Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak menyilang
melalui traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima persarafan
korteks kontralateral (hanya serabut kortikobulbaris yang menyilang). Apabila terdapat
suatu lesi rostral dari nukleus fasialis akan menimbulkan paralisis dari otot-otot fasialis
kontralateral kecuali otot frontalis dan orbikularis okuli. Karena otot frontalis dan
orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal bilateral, maka otot-otot tersebut
tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks motorik atau jaras
kortikobulbarisnya.
Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu :
(Lumbantobing, 2000)
1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator
palpebra (N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M. Stilohioid dan M.
Stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian
depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih)) ini terdapat di
lidah, palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar gendang telinga.
Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot
ekspresi wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar
ludah, kelenjar air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga
menghantarkan berbagai jenis sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi
2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung, dan
faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya.
Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal
fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda
timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi
eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar
desenden dan inti-inti akar desenden dari saraf trigeminus.
Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan keluar di
bagian lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian memasuki
meatus akustikus internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius dan menjadi satu
berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os
mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang
untuk mensarafi otot-otot wajah.

Gambar 1. Anatomi nervus fasialis


B. TIC FASIALIS
Tic fasialis berasal dari kata tic dan fasialis. Tic termasuk salah satu bentuk
hyperkinetic movement disorders, disamping athetosis, chorea, dystonia, myoclonus, dan
tremor (Dito 2009). Tic merupakan gerakan involunter yang sifatnya, mendadak, cepat,
singkat, stereotipik, kompulsif dan tak berirama, dapat merupakan bagian dari

2
kepribadian normal. Sedangkan fasialis merupakan syaraf cranial ke VII (N.VII) yang
mempersarafi daerah wajah.
Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak
disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N.
Fasialis).Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun
berkali. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang
berkedip-kedip.Tic fasialis tersebut kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri
atau simpul pada arteri yang menekan syaraf cranial VII dimana terdapat batang otak.

C. ETIOLOGI
Penyebab tic fasialis yaitu:
a. Herediter/diwariskan (inherited)
1. Distonia torsi
2. Neuroakantosis
3. Penyakit Huntington
4. Penyakit Wilson
b. Didapatkan/diperoleh (acquired)
1. Infeksi (misal: chorea sydenham, ensefalitis).
2. Obat-obatan
Dicetuskan misalnya oleh:
a. Stimulan
b. Levodopa (obat parkinson)
c. Antikonvulsan (antikejang): karbamazepin, lamotrigin.
d. Neuroleptik
3. Pertumbuhan/perkembangan (developmental)
4. Stroke
5. Toksin (misal: karbon monoksida)
6. Trauma kepala
D. KLASIFIKASI
Tic fasialis diklasifikasi menjadi:
1. Tic Motor

3
Tic motor dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, tetapi mereka sering
melibatkan otot-otot wajah, mata, kepala dan leher. Gerakan-gerakan ini menghasilkan
seperti, wajah berkedut, meringis, berkedip, mengangkat bahu.
a. Simple/sederhana
Biasanya tiba-tiba, singkat, berarti gerakan yang biasanya hanya melibatkan satu
kelompok otot, seperti mata berkedip, sentakan kepala, atau mengangkat bahu, wajah
meringis, berjongkok dan melompat, menjentikkan jari, mengangkat bahu.
b. Kompleks/kronik
Tic motorik kompleks biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih
lama. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau mereka terdiri dari serangkaian tics
motor sederhana.
Contoh tic motorik yang kompleks yang menarik-narik baju, menyentuh orang,
menyentuh benda, echopraxia dan copropraxia.
2. Tic vokal (Phonic)
Tic Phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang bergerak melalui
hidung, mulut, atau tenggorokan.
a. Simple/sederhana
Tic phonic sederhana melibatkan membuat suara dengan menggerakkan udara
melalui hidung atau mulut. Contohnya membersihkan tenggorokan, sniffing, atau
mendengkur, batuk, dan desis.
b. Kompleks/kronik
Tic phonic kompleks termasuk echolalia, palilalia, lexilalia, dan coprolalia.
Coprolalia adalah gejala yang sangat dipublikasikan Tourette Sindrom (TS), namun hanya
sekitar 10% dari pasien TS menunjukkan coprolalia.
3. Sindrome Tourete
E. PATOGENITAS
Sebagian besar kasus tic fasialis sebelumnya yang dianggap idiopatik mungkin
disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang (misalnya cabang distal dari arteri
anterior inferior cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus fasialis dalam
cerebellopontine angle.Lesi kompresi misalnya pada tumor mungkin dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus fasialis.

4
Gerakan involuntar pada tic timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus
palidus; disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan rangsang yang
masuk, yang dalam keadaan normal ikut memengaruhi putamen dan globus palidus. Ini
disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot yang
terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis merupakan penyebab
yang mungkin daritic fasialis. Iritasi dari nucleus nervus fasialis diyakini menyebabkan
hipereksitabilitas dari nucleus nervus fasialis, sementara iritasi pada segmen proksimal
saraf dapat menyebabkan ephatic transmisi dalam nervus fasialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu pencerminan
kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut dapat
terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai
gerakan kebiasaan sering dijumpai pada anak atau orang dewasa yang psikolabil.
Nervositas dan kurang kepercayaan diri sering terlihat pada wajah seseorang.
Adakalanya gerakan involunter kebiasaan sangat keras dan bilateral, sehingga raut muka
saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata merupakan gerakan involunter
kebiasaan pada kebanyakan psikopat.
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang
bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai
koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) dikenal sebagai tic gilles de la tourette.

F. MANIFESTASI KLINIS
Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan
membaca mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah
tidak sengaja kejang, biasanya diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar
menuju pipi dan mulut. Gangguan tersebut pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi
bisa memalukan.
Tic mempunyai ciri khas, yaitu:
1. Bergelombang; menguat dan melemah
2. Di-eksaserbasi (diperburuk) oleh stres, cemas dan kelalahan

5
3. Tidak terjadi saat tidur, namun terdeteksi dengan pemeriksaan polisomnogram.
Pendapat lain mengatakan bahwa tik dapat muncul saat tidur dengan intensitas
yang lebih ringan.
4. Meskipun dapat ditekan atau dicegah sebentar, namun berakibat meningkatnya
"dorongan dari dalam". Dengan kata lain, tik sering didahului oleh "sensasi aneh",
dorongan beraksi yang sulit ditahan. "Sensasi aneh" yang merupakan sensasi
sensoris ini mungkin melibatkan sistem limbik dalam interaksi jalur motorik dan
sensorik.
5. Setelah tik muncul, penderita merasa lebih lega.

Perwujudan tic, yaitu:


1. Mengangkat bahu
2. Sering batuk-batuk kecil
3. Memejam-mejamkan mata
4. Menggerak-gerakkan hidung
5. Suka menjilati telapak tangan
6. Menggeleng-gelengkan kepala
7. Memiliki kebiasaan mendehem
8. Suka memegang-megang kemaluan
9. Suka menarik-narik nafas dari hidung
10. Memiliki kebiasaan batuk seolah membersihkan kerongkongan
Gejala dari tic fasialis antara lain yaitu:
1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata
2. Mata berkedip secara berlebihan
3. Wajah yang berkedut
4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu
5. Sudut mulut terangkat

6
Gambar 2. Wajah tic fasialis

G. DIAGNOSIS
Tic fasialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah
yang dipersarafi N.VII (N. fasialis),tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang bersifat
setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di
satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut,atau kelopak mata. Gerakannya dapat berupa
wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip.
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia.Secara klinis karakteristik facial
myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan
berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron
dari motor unit yang berdekatan.
Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat,stereotipik dan terkoordinasi
serta berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan
keinginan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian penderita
merasa lega. Penderita tic biasanya berhubungan dengan penyakit obsesive compulsive.
Diagnosa pasti penyebab tic fasialissulit ditegakkan. Menegakkan diagnosis tic
fasialis dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada pemeriksaanpenunjang khusus
yang diperlukan. Namun pada keadaan khusus diperlukan EEG untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kejangAda beberapa penyebab yang dapat menimbulkan tic
fasialis yaitu tumor, malformasi pembuluh darah dan proses infeksi lokal yang semuanya
dapat menimbulkan penekanan pada nervus VII.
Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh
pembuluh darah . Dari 140 kasus tic fasialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular
7
dekompresi didapatkan copressing vessel yang paling sering adalah Anterior Inferior
Cerebellar Artery ( AICA) pada 73 kasus ( Madjid S.dkk,1998).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada tic fasialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan medika
mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200 mg/hr.Pada hasil
penelitian lain dikatakan carbamazepin efektif pada lebih dari 50% kasus. Dapat pula
diberikan pelemas otot (baclofen dengan dosis 10-60 mg/ hari).
Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan
Botulinum Toxin injeksi (BOTOX) dengan dosis rata-rata 3,22 unit/cm2 secara langung
pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi Clostridium
Botulinum yang menghambat pelepasan asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya
yaitu menimbulkan efek paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade
secara irreversibel transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang
digunakan tergantung dari daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan
hasil pengolahan toksin botulinum serotipe A. Secara klinis kelemahan akan tampak 1-3
hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan kemudian tergantung
dosis dan kepekaan individu.
Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara
pengobatan terhadap Tic fasialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup serius.
Menurut penelitian Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan terapi pilihan
bagi tic fasialis disamping botox.
I. DEFERENSIAL DIAGNOSA
1. Facial myokimia
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial
myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan
berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron
dari motor unit yang berdekatan.Facial myokimia muncul sebagai vermikular twitching
dibawah kulit, sering dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari
gerakan wajah abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial myokimia
dapat terjadi dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus yang berat mungkin
bermanfaat jika diberikan toksin botulinum. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan
sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa minggu.
8
2. Hemifacial spasme
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot
wajah yang dipersarafi N.VII (N. fasialis), bersifat paroksismal, timbil secara sinkron dan
intermitten pada satu sisi wajah.
Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oculi
dan menjalar secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut,
meliputi musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma. Spasme hemifasial atypical
lebih jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal kontraksi dimulai pada musculus
orbicularis oris dan buccinator, dan menyebar ke musculus orbicularis oculi.
PROGNOSIS
Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon
pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa
mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan
toksin botulinum atau obat-obatan.Pada tic fasialis kurang dari 10 % pasien mengalami
kambuh kembali dari gejala mereka.
OBAT ANTI EPILEPSI (OAE)
Prinsip pengobatan epilepsi adalah :
1. Pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
2. Pengobatan dimulai diberikan bila diagnosa telah ditegakkan dan setelah
penyandang dan atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatan dan
kemungkinan efek samping.
3. Pemilihan jenis obat yang sesuai dengan jenis bangkitan.
4. Sebaiknya pengobatan dengan monoterapi.
5. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis
efektif tercapai.
6. Pada prinsipnya pengobatan dimulai dengan obat antiepilepsi lini pertama. Bila
diperlukan penggantian obat, obat pertama diturunkan bertahap dan obat
kedua dinaikkan secara bertahap.
7. Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dipertimbangkan kombinasi OAE.
8. Bila memungkinkan dilakukan pemantauan kadar obat sesuai indikasi.

9
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan konsep diri (citra tubuh) yang berhubungan dengan perubahan wajah
karena kelumpuhan satu sisi wajah
2. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit
3. Deficit pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan

10

Anda mungkin juga menyukai