Anda di halaman 1dari 16

Referat

TIC FASIALIS

Oleh:

Alwis Asidiq 2040312152

Preseptor:

dr. Syarif Indra Sp.S

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP

Dr.M. DJAMIL PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tic Fasialis”.
Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW beserta
keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dr. Syarif Indra, Sp.S selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Kami
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Padang, Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara


karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang
dipersarafi oleh saraf VII (N.fasialis), yang gerakannya bersifat setempat pada
otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi
saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakannya dapat berupa
wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip.1
Tic biasanya diperburuk oleh stres, kemarahan, kegembiraan, dan dapat
dikurangi dengan relaksasi dan tidur. Kelainan tic, suatu diagnosis klinis, sering
menunjukkan respon baik terhadap terapi medis. Tic fasialis terjadi karena
pembuluh darah menekan N. Fasialis sehingga otot-otot sekitar menjadi kedut
atau kejang. Penyakit ini umumnya timbul setelah umur 40 tahun, namun juga
dapat terjadi pada anak-anak dan lebih sering pada wanita. Tics yang paling
ringan mungkin tidak terlihat oleh orang yang mengalaminya atau orang lain.
Namun, beberapa tics dapat sering dan parah. Tics juga bisa menjadi gejala dari
sindrom tourette.2

Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan tik onset masa


kanak-kanak yang berasosias dengan abnormalitas perilaku (96% pada usia 11).
Gangguan kepribadian kompulsif, gangguan defisit atensi, dan gangguan cemas
tampak pada kebanyakan individu ini. Hanya 10% sampai 20% memiliki
koprolalia.3
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari malaria
serebral.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai
malaria serebral
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini merujuk pada berbagai litertur sebagai kepustakaan
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tic fasialis berasal dari kata tic dan fasialis. Tic termasuk salah satu
bentuk hyperkinetic movement disorders, disamping athetosis, chorea,
dystonia, myoclonus, dan tremor (Dito 2009). Tic merupakan gerakan
involunter yang sifatnya, mendadak, cepat, singkat, stereotipik, kompulsif dan
tak berirama, dapat merupakan bagian dari kepribadian normal. Sedangkan
Fasialis merupakan syaraf cranial ke VII (N.VII) yang mempersarafi daerah
wajah.2
Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah
tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf
cranial VII (N. Fasialis). Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot
tertentu, sejenak, namun berkali. Gerakannya dapat berupa wajah yang
berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip. Tic fasialis tersebut
kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri
yang menekan syaraf cranial VII dimana terdapat batang otak.3

2.2 Anatomi
Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak
menyilang melalui traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi
menerima persarafan korteks kontralateral (hanya serabut kortikobulbaris yang
menyilang). Apabila terdapat suatu lesi rostral dari nukleus fasialis akan
menimbulkan paralisis dari otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis
dan orbikularis okuli. Karena otot frontalis dan orbikularis okuli menerima
persarafan dari kortikal bilateral, maka otot-otot tersebut tidak akan
dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks motorik atau jaras
kortikobulbarisnya.5
Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M.
Levator palpebra (N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M.
Stilohioid dan M. Stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar
serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3
bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa
raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus
trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang
tindih)) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian
luar gendang telinga.5

Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi


otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis
ke kelenjar ludah, kelenjar air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan
hidung. Dan ia juga menghantarkan berbagai jenis sensasi eksteroseptif dari
daerah gendang telinga, sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari
kelenjar ludah, mukosa hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-
otot yang disarafinya.
Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf
fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar
melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum.
Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan selnya di
ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti-inti akar
desenden dari saraf trigeminus.5
Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan
keluar di bagian lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII
kemudian memasuki meatus akustikus internus. Disini N. VII bersatu dengan
N. Intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis
fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-
otot wajah.

Gambar 1. Anatomi nervus fasialis

2.3 Etiologi
Penyebab tic fasialis yaitu:
A. Herediter/diwariskan (inherited)
1. Distonia torsi.
2. Neuroakantosis.
3. Penyakit Huntington.
4. Penyakit Wilson.
B. Didapatkan/diperoleh (acquired)
1. Infeksi (misal: chorea sydenham, ensefalitis).
2. Obat-obatan
Dicetuskan misalnya oleh:
a. Stimulan.
b. Levodopa.
c. Antikonvulsan (antikejang): karbamazepin, lamotrigin.
d. Neuroleptik.
3. Pertumbuhan/perkembangan (developmental)
4. Stroke
5. Toksin (misal: karbon monoksida)
6. Trauma kepala

2.4 Patogenesis
Sebagian besar kasus Tic Fasialis sebelumnya yang dianggap idiopatik
itu mungkin disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang (misalnya
cabang distal dari arteri anterior inferior cerebellar atau arteri vertebralis)
mengompresi nervus fasialis dalam cerebellopontine angle. Lesi kompresi
misalnya pada tumor mungkin dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada
nervus fasialis.
Gerakan involuntar pada tik timbul akibat lesi difus pada putamen dan
globus palidus; disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan
rangsang yang masuk, yang dalam keadaan normal ikut memengaruhi putamen
dan globus palidus. Ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya
aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari
otot yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis
merupakan penyebab yang mungkin dari tic fasialis. Iritasi dari nucleus nervus
fasialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus nervus fasialis,
sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan ephatic
transmisi dalam nervus fasialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu
pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut
mulut dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan
otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai pada anak atau orang
dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang kepercayaan diri sering terlihat
pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat
keras dan bilateral, sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucu,
memejamkan mata merupakan gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan
psikopat.
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu
yang bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang
disertai koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) itu dikenal sebagai tic gilles
de la tourette.

2.5 Epidemiologi
a. Tik sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari.
b. Gejala awal muncul sekitar usia 5-10 tahun.
c. Prevalensi tertinggi usia 9-11 tahun.
d. Rasio pria : wanita = 3:1.

2.6 Manisfetasi Klinis


Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas,
dan membaca mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu
bagian wajah tidak sengaja kejang, biasanya diawali dengan kelopak mata,
kemudian menyebar menuju pipi dan mulut. Gangguan tersebut pada
hakekatnya tidak menyakitkan tetapi bisa memalukan.

Tic mempunyai ciri khas, yaitu:


1. Bergelombang; menguat dan melemah
2. Di-eksaserbasi (diperburuk) oleh stres, cemas dan kelalahan
3. Tidak terjadi saat tidur, namun terdeteksi dengan pemeriksaan
polisomnogram. Pendapat pendapat lain mengatakan bahwa tik dapat
muncul saat tidur dengan intensitas yang lebih ringan.
4. Meskipun dapat ditekan atau dicegah sebentar, namun
berakibat meningkatnya "dorongan dari dalam". Dengan kata lain, tik
sering didahului oleh "sensasi aneh", dorongan beraksi yang sulit
ditahan. "Sensasi aneh" yang merupakan sensasi sensoris ini mungkin
melibatkan sistem limbik dalam interaksi jalur motorik dan sensorik.
5. Setelah tik muncul, penderita merasa lebih lega.

Perwujudan tic, yaitu:


1. Mengangkat bahu.
2. Sering batuk-batuk kecil.
3. Memejam-mejamkan mata.
4. Menggerak-gerakkan hidung.
5. Suka menjilati telapak tangan.
6. Menggeleng-gelengkan kepala.
7. Memiliki kebiasaan mendehem.
8. Suka memegang-megang kemaluan.
9. Suka menarik-narik nafas dari hidung
10. Memiliki kebiasaan batuk seolah membersihkan kerongkongan.

Gejala dari tic fasialis antara lain yaitu :


1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata
2. Mata berkedip secara berlebihan
3. Wajah yang berkedut
4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu
5. Sudut mulut terangkat
Gambar 1. Wajah Tic fasialis

2.7 Diagnosis
Tic fasialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter
otot wajah yang dipersarafi N.VII ( N. fasialis ), tidak disadari, yang tidak terasa
sakit yang bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat
terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak
mata. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang
berkedip-kedip.
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia. Secara klinis karakteristik
facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang
menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge)
spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan. Pada tic, gerakan
biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan terkoordinasi serta berulang
dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan keinginan
untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian penderita merasa
lega. Penderita tic biasanya berhubungan dengan penyakit obsesive compulsive.
Diagnosa pasti penyebab tic fasialis sulit ditegakkan. Menegakkan
diagnosis tic fasialis dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada
pemeriksaan penunjang khusus yang diperlukan. Namun pada keadaan khusus
diperlukan EEG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejang Ada
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan tic fasialis yaitu tumor,
malformasi pembuluh darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat
menimbulkan penekanan pada nervus VII. Sebagai penyebab terbanyak dan
telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh pembuluh darah . Dari 140 kasus
tic fasialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular dekompresi didapatkan
copressing vessel yang paling sering adalah Anterior Inferior Cerebellar Artery
( AICA) pada 73 kasus.

2.8 Klasifikasi
1. Tic Motor
Tic motor dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, tetapi
mereka sering melibatkan otot-otot wajah, mata, kepala dan leher. Gerakan-
gerakan ini menghasilkan seperti, wajah berkedut, meringis, berkedip,
mengangkat bahu
a. Simple/ sederhana
Biasanya tiba-tiba, singkat, berarti gerakan yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, sentakan kepala,
atau mengangkat bahu, wajah meringis, berjongkok dan melompat,
menjentikkan jari, mengangkat bahu.6
b. Kompleks / Kronik
Tic motorik kompleks biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat
lebih lama. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau mereka terdiri
dari serangkaian tics motor sederhana.6
Contoh tic motorik yang kompleks yang menarik-narik baju, menyentuh
orang, menyentuh benda, echopraxia dan copropraxia,
2. Tic vokal (Phonic)
Tic Phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang bergerak
melalui hidung, mulut, atau tenggorokan.5
a. Simple / Sederhana
Tic phonic sederhana melibatkan membuat suara dengan
menggerakkan udara melalui hidung atau mulut. Contohnya
membersihkan tenggorokan, sniffing, atau mendengkur, batuk, dan
desis.
b. Kompleks / kronik
Tic phonic kompleks termasuk echolalia, palilalia, lexilalia, dan
coprolalia. Coprolalia adalah gejala yang sangat dipublikasikan
Tourette Sindrom (TS), namun hanya sekitar 10% dari pasien TS
menunjukkan coprolalia. 6
3. Sindrome Tourete

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada tic fasialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan
medika mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200
mg/hr. Pada hasil penelitian lain dikatakan carbamazepin efektif pada lebih dari
50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen dengan dosis 10-60
mg/ hari).
Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat
digunakan Botulinum Toxin injeksi (BOTOX) dengan dosis rata-rata 3,22
unit/cm2 secara langung pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan
neurotoksin hasil produksi Clostridium Botulinum yang menghambat pelepasan
asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu menimbulkan efek
paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel
transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan
tergantung dari daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan
hasil pengolahan toksin botulinum serotipe A. Secara klinis kelemahan akan
tampak 1-3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan
kemudian tergantung dosis dan kepekaan individu.
Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara
pengobatan terhadap Tic fasialis. Operasi ini memiliki efek samping yang
cukup serius. Menurut penelitian Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler
merupakan terapi pilihan bagi tic fasialis disamping botox.
2.10 Deferensial Diagnosis
1. Facial myokimia
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik
facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang
menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan
(discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan. Facial
myokimia muncul sebagai vermikular twitching dibawah kulit, sering
dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari gerakan
wajah abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial
myokimia dapat terjadi dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus
yang berat mungkin bermanfaat jika diberikan toksin botulinum.
Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa pengobatan dalam
beberapa minggu.
2. Hemifacial spasme
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter
otot wajah yang dipersarafi N.VII ( N. fasialis ) , bersifat paroksismal, timbil
secara sinkron dan intermitten pada satu sisi wajah.
Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis
oculi dan menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke
daerah mulut, meliputi musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma.
Spasme hemifasial atypical lebih jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial
typikal kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oris dan buccinator, dan
menyebar ke musculus orbicularis oculi.

2.11 Prognosis
Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana
respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari
gejala, beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya
dapat diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan. Pada tic fasialis kurang
dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.
BAB III

KESIMPULAN

1. Definisi tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan


wajah tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena
kerusakan syaraf cranial VII (N. Fasialis). Gerakan pada tic fasialis bersifat
setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali.
2. Etiologi tic fasialis idiopatik, facial nerve compression by mass, rangsangan
iritatif pada ganglion geniculatum, kegelisahan.
3. Gejala dari tic fasialis antara lain yaitu berkedut intermitten dari otot
kelopak mata, mata berkedip secara berlebihan, wajah yang berkedut,
Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu, Sudut mulut terangkat
4. Penatalaksanaan dari tic fasialis antara lain carbamazepin dosis 600-1200
mg/hari, Botulinum toxin injeksi serotype A, dan operasi dekompresi
pembuluh darah.
5. Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana
respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas
dari gejala, beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya
mungkin hanya dapat diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan.
Pada tic fasialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari
gejala mereka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenter D O. Hemifacial spasm. Handbook Of Pathophysiology, 1st edition,


Pennsylvania: Springhouse.2001
2. Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan
Mental, ed. 4, Jakarta: FKUI. 2004
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat
Jakarta.2003:144-145
4. Gulevich S. Hemifacial spasm. 2019
http://emedicine.medscape.com/article/1170722 [diakses tanggal 20 Desember
2020]
5. Lumbantobing SM. Gangguan Gerak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia(FK UI). Jakarta,2005:3-18
6. Harsono (Ed). Buku ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter spesialis Saraf
Indonesia Gajah Mada Universitas Press.2005:220-222

Anda mungkin juga menyukai