Anda di halaman 1dari 16

REFARAT

TIC FASIALIS
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
SMF NEUROLOGI
RSU KABAN JAHE

Oleh
HEMA MALINI
16360054

PEMBIMBING
Dr.Joyce kamboji Sp. S

RUMAH SAKIT UMUM KABAN JAHE KABUPATEN KARO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat dengan judul
“TIC FASIALIS”
sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik senior di bagian ILMU NEUROLOGI
RSU KABAN JAHE
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepadaDr.Joyce
Kambodji Sp.S atas bimbingan dan pengarahannya kepada penulis selama mengikuti
kepaniteraan klinik senior dibagian ILMU NEUROLOGI RSU.KABAN JAHE.
Penulis menyadari bahwa hasil penyusunan Refarat ini masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna melengkapi refarat ini. Sehingga nantinya Refarat ini dapat
lebih berguna bagi semuanya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Kaban jahe, Agustus 2017

2
BAB I

PENDAHULUAN

Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang di tandai


dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII (N.
Fasialis), yang gerakanya bersifat setempat pada otot tertentu, namun berkali. Tempat
terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata.
Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip –
kedip.
Tic biasanya diperburuk oleh stress, kemarahan, kegembiraan, dan dapat
dikurangi dengan relaksasi dan tidur. Kelainan Tic, suatu diagnosis klinis, sering
menunjukkan respon baik terhadap terapi medis. Tic fasialis terjadi karena pembuluh
darah menekan N. Fasialis sehingga otot – otot sekitar menjadi kedutan atau kejang.
Penyakit ini umumnya timbul setelah umur 40 tahun, namun juga dapat terjadi pada
anak – anak dan lebih sering pada wanita.
Tic yang paling ringan mungkin tidak terlihat oleh orang yang mengalaminya
atau orang lain. Namun, beberapa Tic dapat sering dan parah. Tic juga bisa menjadi
gejala dari sindrom tourette.
Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan Tic onset masa kanak –
kanak yang dengan abnormalitas perilaku 96% pada usia 11.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tic fasialis berasal dari kata tic dan fasialis. Tic termasuk salah satu berbentuk
hyperkinetic movement disorders, disamping athetosis, chorea, dystonia, myoclonus,
dan tremor.

Tic merupakan gerakan involunter yang sifatnya, mendadak, cepat, singkat, steotipik,
kompulsif dan tak berirama, dapat merupakan bagian dari kepribadian normal.
Sedangkan fasialis merupakan syaraf cranial ke VII (N.VII) yang mempersyarafi daerah
wajah.

Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak
disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII
(N. Fasialis). Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak,
namun berkali. Gerakanya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang
berkedip – kedip. Tic fasialis tersebut kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi
arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf cranial VII dimana terdapat batang
otak.

2.2 ANATOMI
Nukleus fasialis menerima serabut – serabut yang menyilang dan tidak
menyilang melalui traktus kortikobularis. Otot – otot wajah dibawah dahi menerima
persyarafan korteks kontralateral ( hanya serabut kortikobularis yang menyilang).
Apabila terdapat suatu lesi rostal dari nucleus fasialis akan menimbulkan paralisis dari
otot – otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan orbikularis okuli. Karena otot

4
–otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks motorik
atau jaras kortikobilbarisnya.

Saraf cranial N. VII ( Facialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu:


1. Serabut somato – motorik, yang mensarafi otot – otot wajah ( kecuali
M. Levator palbebra (N. III), M. Platisma, M. Digastricus bagian
posterior, M. Stilohioid dan M. Stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero- motorik (parasimpatis) yang datang dari nucleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan
mukosa faring, platum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula
submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik yang mengantar implus dari alat pengecap di
2/3 bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba. Dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh
nervus trigeminus. Daerah overlapping di sarafi oleh lebih dari satu
saraf (tumpang tindih) ini terdapat dilidah, palatum meatus akustikus
eksterna dan bagian luar gendang telinga.

Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot – otot
ekspresi wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar
ludah. Kelenjar air mata dan keselaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan
menghantarkan berbagai jenis sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga. Sensasi
2/3 depan lidah, sensasi visceral umum kelenjar ludah, mukosa hidung, dan faring.

Sel sensorik terletak dipangkal lidah genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di
kanal fasialis. Sensasi pengecapan 2/3 depan lidah di hantar melalui saraf lingual ke
korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden
dan inti- inti akar desensen dari saraf trigeminus. Inti motorik N. VII terletak di pons.

5
Serabutnya mengintari N. IV dan keluar di bagian lateral pons. N. VII bersama
N.Intermedius dan N. VIII kemudian memasuki Meatus Akustikus Internus. Di sini N.
VII bersatu dengan N. Intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam
Kanalis Fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os mastoid. Dan keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen Stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot – otot
wajah.

Gambar 1.1 Anatomi Nerfus Fasialis

2.3 EPIDEMIOLOGI
Tic sering dijumpai di dalam kehidupan sehari – hari. Gejala awal muncul
sekitar usia 5 – 10 tahun. Prevalensi tertinggi usia 9 – 11 tahun. Rasio pria : wanita =
3:1

2.4 ETIOLOGI
A. Herediter (indereid)
1. Distonia torsi
2. Neuroakantosis
3. Penyakit Huntington
4. Penyakit Wilson
B. Didapatkan (acquired)
1. Infeksi ( chorea sydenam, ensefalitis)

6
2. Obat –obatan
 Stimulan
 Levodopa
 Antikolvusan (anti kejang): karbamazepin, lamotrigin
 Neuroleptik
 Stroke
 Trauma kepala

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Tic menyerupai ciri khas:
1. Bergelombang, menguat dan melemah
2. Di – ekserbasi (diperburuk) oleh stress, cemas, dan kelelahan
3. Setelah tic muncul penderita merasa lega
Perwujudan Tic:
1. Mengangkat bahu
2. Sering batuk kecil – kecil
3. Memejam –memejamkan mata
4. Menggerak – gerakan hidung
5. Suka menjilati telapak tangan
6. Menggeleng –gelengkan kepala
7. Memiliki Kebiasaan mendehem
8. Memiliki kebiasaan batuk seolah membersihkan kerongkongan
Gejala dari Tic fasialis antara lain yaitu:
1. Berkedutan intermiten dari otot kelopak mata
2. Mata berkedip secara berlebihan
3. Wajah berkedut
4. Ekspresi wajah seperti meringis atau mencucu
5. Sudut mulut terangkat

7
Gambar 2.1 wajah Tic Fasialis

2.6 PATOGENESIS
Gerakan involunter pada Tic timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus
palidus, yang disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflek – reflek dan rangsang
yang masuk. Dalam keadaan normal putamen dan globus palidus ini disebut release
phenomenon yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik yang berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot
yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nucleus fasialis menyebabkan
hipereksitibilitas dari nucleus nervus fasialis.
Gerakan otot wajah yang involunter pada Tic bisa bangkit sebagai suatu
pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut
dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah
sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai pada anak atau dewasa yang spikolabil.
Gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral, sehingga raut muka saling
berubah. Meringis mencucu, memejamkan mata merupakan gerakan involunter
kebiasaan pada kebanyakan psikopat.

2.7 KLASIFIKASI
Tic fasialis diklasifikasikan menjadi:
1. Tic motor

8
Tic motor dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, tetapi lebih sering
melibatkan otot – otot wajah, mata, kepala dan leher. Gerakan – gerakan ini
menghasilkan seperti: wajah berkedut, meringis, mengangkat bahu.
a. Simple / sederhana
Biasanya tiba – tiba, singkat, berarti gerakan yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, sentakan kepala,
atau mengangkat bahu, wajah meringis, berjongkok dan melompat,
menjentikan jari, mengangkat bahu.
b. Kompleks / kronik
Tic motorik kompleks biasanya lebih terarah muncul dan yang bersifat
lebih lama. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau terdiri dari
serangkaian tic motor sederhana.
Contoh: tic sederhana menarik – narik baju, echopraxia dan copropraxia
2. Tic vocal (phonic)
Tic phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang bergerak melalui
hidung, mulut, atau tenggorokan, muncul lebih lambat.
a. Simple / sederhana
Tic phonic sederhana melibatkan membuat suara dengan
menggerakan udara melalui hidung atau mulut.
Contoh: membersihkan tenggorokan, sniffing, atau mendengkur,
batuk dan desis.
b. Kompleks/ kronik
Tic phonic kompleks termasuk echolalia, palilalia, lexilalia dan
coprolalia.

2.8 DIAGNOSA DEFERENSIAL


1. Fasial myokimia
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia. Secara klinis karakteristik fasial
myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap
dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan
yang asinkron dari motor unit yang berdekatan. Fasial myokimia muncul sebagai

9
vernikular twitching dibawah kulit, sering dengan penyebaran seperti
gelombang. Fasial myokimia dapat terjadi dengan beberapa proses di batang
otak. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa pengobatan dalam
beberapa minggu.
2. Hemifasial spasme
Secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang
dipersyarafi N. VII (N.Fasialis), bersifat paroksimal, timbul secara sinkron dan
intermitten pada satu sisi wajah.
Gangguan gerakan tic:
No Penyakit atau Usia Ciri penyerta Perjalanan Jenis gerakan
sindrom Onset penyakit yang
menonjol
1 hallervordenspats Masa Mungkin disertai Progresif Koreik,
anak-anak oleh atrifi optic, sampai atetoid,
sampai kaki pekuk, meninggal mioklonik
remaja retinitis dalam 5 –
pigmenyosa, 20 tahun
disartia,
demensia,
ataksia, labilitis
emosional,
penurunan
autosomal resesif
2 Dystonia Masa Umumnya Perjalanan dystonia
muskulorum anak-anak penurunan bervariasi
deformans sampai autosomal resesif sering
remaja progresif
tetapi
dengan
remisi yang
jarang

10
3 Korea sindenham Masa Lebih sering Biasanya koreiform
anak-anak pada wanita, berhenti
5 – 15 biasanya disertai sendiri
tahun dengan demam
rematik
4 Penyakit Biasanya Penurunan Progresif koreiform
huntington 30-50 autosomal sampai
tahun, dominan, meninggal
tetapi demensia, atrofi dalam 10-
bentuk kaudatus pada 15 tahun
kanak CT Scan setelah
kanak onset
telah
dikenali
5 Penyakit Wilson Biasanya Cincin kayser Progresif Tremor
(dengerasi 10-25 Fleischer, sampai mengepakkan
hepatolentikuler) tahun disfungsi hati, meninggal sayap,
gangguan tanpa terapi dystonia
bawaan chelating
metabolism
tembaga
penurunan
autosomal resesif
6 Hiperrefleksi Biasanya Familial, Non Respon kejut
(termasuk latah pada masa mengalami progresif yang
myriachit, anak-anak rigiditas berlebihan,
penyakit lompat (penurunan menyeluruh dan mengalami
maine dominan) penurunan ekolalia,
autosomal koprolalia,
dan

11
kepatuhan
paksa
7 Gangguan Tiap usia Banyak Bervariasi mioklonus
mioklonik penyebab, tergantung
beberapa familial penyebab
biasanya tidak
ada vokalisasi

8 Distonia 5-47 tahun Non familial, Non Ledakan


mioklonik tidak ada profresif gerakan dan
vokalisasi vokalisasi
klonik
(kurang tonik
) berulang
dan regular
9 Neuroakantosis Decade Akantosis Bervariasi Dyskinesia
ketiga atau kelelahan otot, orofasial dan
keempat parkonsonisme, korea
penurunan tungkai,
autosomal resesif vokalisasi
10 Ensefalitisletargia Bervariasi Serangan bervariasi Tik motorik
teriakan, perilaku simple dan
aneh, psikosis kompleks
koprolalia,
ekolalia,
ekoprasia,
palilalia
Menurut PPDGJ III, gangguan ini termasuk kedalam aksis I, yakni yang terkait
dengan gangguan perilaku dan emosional dengan onset anak anak dan remaja (F90 –
F98). Situasi yang memicu stress dan menimbulkan kecemasan dapat memperburuk
gangguan Tic

12
2.9 DIAGNOSIS
Tic fasialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah
yang di persarafi N.VII (N. fasialis), tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang bersifat
setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya disatu
sisi saja misalnya: pada pipi, mulut atau kelopak mata yang berkedip – kedip.
Tic dapat di bedakan dengan fasial myokimia. Secara klinis karakteristik fasial
myokimia berupa suatu gerakan menyerupai gerakan otot muka yang menetap dan
berlanjut. Gambaran EMG (Elekromiogram) berupa salah satu cetusan (discharge)
spontan yang asinkron dari motor unit berdekatan.
Pada Tic, gerakan biasanya bersifat tiba – tiba, sesaat sterotipik dan terkoordinasi
serta berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan
keinginan untuk melakukan gerakan – gerakan tersebut. Dengan demikian penderita
merasa lega. Penderita Tic biasanya berhubungan dengan penyakit obesive compulsive.

2.10PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Penatalaksanaan pada Tic fasialis sebainya diobati terlebih dahulu dengan medika
mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600 – 1200 mg/hari, dapat
juga pelemas otot (baclofen) dengan dosis 10- 60 mg/ hari.
Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan
Botulinum Toxin injeksi (BOTOX) dengan dosis rata –rata 3,22 unit secara langsung
pada lokasi nyeri. Toksin Botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi Clostridium
Botulinum yang menghambat pelepasan asetikolin di muscular junction. Cara kerjanya
yaitu menimbulkan efek paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade
secara irreversibel transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang
digunakan tergantung dari daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan
hasil pengolahan toksin botolinum serotype A. secara klinis kelemahan akan tampak 1 –
3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3 – 6 bulan kemudian tergantung
dosis dan kepekaan individu.

13
B. Nonfarmakologi
Prinsip terapi pada penderita Tic :
 Tic motor ringan tidak memerlukan terapi akan hilang dalam 12 bulan.
 Penderita sindrom Tourette yang tidak mengalami gangguan psikososial atau
fisik belum memerlukan terapi.
 Penderita Tic tanpa sindrom Torette harus diobati bila:
o Rasa percaya diri berkurang
o Sulit berpartisipasi dalam kehidupan sosial
Perhatian khusus
 Mengobati anak dengan Tic menasehati orang tuanya untuk mendidik anak
secara bijaksana. Jangan banyak melarang anak, banyak lah memberi contoh
yang baik. Jangan banyak marah atau memarahi anak .
 Jangan mendidik anak dengan keras

2.11 PROGNOSIS
Prognosis dari Tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon
pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relative bebas dari gejala, beberapa
mungkin membutuhkan pembedahan. Lainya mungkin hanya dapat diobati dengan
toksin botulinum atau obat – obatan. Pada Tic fasialis kurang dari 10 % pasien
mengalami kambuh kembali dari gejala tersebut.

14
BAB III
KESIMPULAN

Tic merupakan gerakan motorik atau vokalisasi, tiba- tiba , rekuren, tidak
berirama dan sterotipik. Gangguan tic dapat dibedakan menjadi:gangguan Touratte,
gangguan tik kronik, dan gangguan tic transisten, gangguan tic spesifik lainnya dan
gangguan tic tidak spesifik. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi tic antara
lain: terapi perilaku, terapi pembalikan kebiasaan, farmakoterapi, terapi kognitif, terapi
supotif hipnoterapi, terapi keluarga.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, dkk. (2006).sinopsis Psikiatri Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara


2. Maslim, rusdi. (2001).diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
3. American psychiatric Association.2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder Fifth Edition.United States of America:America Psyhiatric
publishing
4. http://www.mountsinai.org/patient- care/ health-library/ disease: neurologi.
5. http://www.medinik.com/medinkcontent.asp
6. Lumbantobing SM. Gangguan Gerak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia(FK UI). Jakarta,2005:3-18
7. Fauci AS, Kasper DL, Brauwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson Jl, Loscalzo
J. Harrison’s principles of Internal Medicine. 17TH Edition The McGraw-Hill
Compainies, Inc,USA.2008.Part 16 Chapter 367.
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat
Jakarta.2003:144-145
9. Harsono (Ed). Buku ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter spesialis Saraf
Indonesia Gajah Mada Universitas Press.2005:220-222

16

Anda mungkin juga menyukai