Anda di halaman 1dari 18

DERMATITIS NUMULARIS

I.

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap faktor eksogen, misalnya bahan kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen); fisik (contoh: sinar, suhu); mikroorganisme (bakteri, jamur), maupun faktor endogen (dari dalam) yang dapat menimbulkan kelainan klinis berupa effloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Terdapat beberapa klasifikasi dermatitis berdasarkan lokasi kelainan, penyebab, usia, faktor konstitusi. (1, 2) Dermatitis numularis merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap dengan keluhan gatal yang ditandai dengan lesi menyerupai koin, sirkular atau lesi oval yang berbatas tegas umumnya ditemukan pada daerah ektremitas atas pada wanita dan ekstremitas bawah pada pria. Lesi awal berupa papul dan papulovesikel disertai plak yang biasanya mudah pecah. Nama lain dari dermatitis numularis adalah dermatitis diskoid, dermatitis numular, nummular eczematous dermatitis. (1,2) Prevalensi penyakit dermatitis numularis di dunia adalah 2 kasus per 1000 penduduk. Prevalensi yang sama didapatkan di negara Amerika Serikat. Dermatitis numularis lebih terjadi sering pada pria daripada wanita.(3) Pengobatan dermatitis numularis ditujukan untuk rehidrasi pada kulit dan perbaikan barrier lipid epidermal, pengurangan peradangan dan pengobatan infeksi apapun. Umumnya prognosis dari penyakit ini adalah baik dan dapat sembuh dengan pengobatan topikal dan sistemik. (3)

II.

DEFINISI

Kata 'dermatitis' berasal dari bahasa Yunani yang artinya 'mendidih', bentuknya berupa vesikel kecil (gelembung) yang sering terlihat pada tahap awal gangguan, tetapi kurang sering pada tahap selanjutnya atau kronis. Namun secara umum 'dermatitis' berarti peradangan pada kulit. (4) Numularis secara bahasa berarti lesi seperti koin. Namun dari segi gambaran lesi tidak ada perbedaan dari lesi diskoid, yang datar seperti cakram ukuran bervariasi. Hal ini paling sering digunakan untuk menggambarkan tipe lesi eczematous. (5,6) Dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan effloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga tampak basah (oozing). Istilah dermatitis numularis pertama kali diperkenalkan oleh Devergie pada tahun 1857. (4,7)

Gambar 1 : Tampak lesi yang berbentuk seperti koin. (4) Dengan gambaran makula eritema, sirkumskrip dan numular

III.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penyakit dermatitis numularis di dunia adalah 2 kasus per 1000 penduduk. Prevalensi yang sama didapatkan di negara Amerika Serikat Dermatitis numularis pada orang dewasa terjadi lebih sering pada pria daripada wanita. Dermatitis numularis paling sering terjadi pada kedua jenis

kelamin dengan usia antara 55 sampai 65 tahun; pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. (4,8) Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia di bawah 1 tahun dan usia puncak pada anakanak di usia 5 tahun. Umumnya kejadian dermatitis numularis meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Di Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo tahun 2006 insiden 4,77%, terbanyak usia 25-44 tahun sebesar 33,89% dengan wanita 60,74% dan anak-anak 19,46%. Tahun 2007 insiden 4,39%, terbanyak usia 25-44 tahun sebesar 24,12%, dengan wanita 63,03% dan anak-anak 20,62%. (3,8,9) Berdasarkan usia didapatkan dua puncak dalam insiden timbulnya dermatitis numularis adalah dewasa muda dan usia tua. Selain itu dermatitis numularis sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin. Hal ini disebabkan karena pada musim dingin dan gugur kulit cenderung untuk menjadi kering (xerosis) akibat pengaruh lingkungan. Kulit kering ditandai dengan kurangnya kelembaban dalam stratum korneum. Dan air merupakan bahan utama dalam kelenturan kulit, dan jika kadarnya rendah, akan terjadi pecahan dan fisura pada kulit. Hal tersebut akan menyebabkan timbulnya dermatitis numularis lebih sering. Dermatitis numularis pada orang dewasa terjadi lebih sering pada pria dibandingkan dengan wanita.
(5,9)

IV.

ETIOLOGI

Tidak ada penyebab pasti yang mendasari terjadinya dermatitis numularis tetapi diduga faktor predisposisi terjadinya dermatitis numularis adalah stres yang kronik. Selain itu, adanya sebuah reaksi terhadap antigen bakteri, diduga menyebabkan timbulnya suatu lesi yang sering dihasilkan oleh staphylococcus antibiotik.(4,8) Dermatitis numularis sering terjadi pada orang yang mempunyai kulit kering atau orang yang tinggal pada daerah yang sering mengalami musim dingin yang lama. (10) dan obat-obat seperti steroid, antiseptik dan

Banyak faktor penyebab terjadinya dermatitis numularis diantaranya adalah kulit kering pada usia lanjut dan kelembaban kulit yang rendah. Peranan infeksi pada gigi dan saluran pernafasan atas maupun bawah dalam timbulnya dermatitis numularis sebesar 18%. Diduga stafilokokus dan

mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya meningkat walaupun tanda infeksi secara klinis tidak tampak. Dermatitis kontak ikut memegang peranan pada berbagai kasus dermatitis numularis, misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian pula iritasi dengan wol dan sabun. Trauma fisik dan kimiawi juga berperan, terutama bila terjadi di tangan; dapat pula pada bekas cedera lama atau jaringan parut. Pada sejumlah kasus, stress emosional dapat menyebabkan eksaserbasi

(kekambuhan). Dan lingkungan dengan kelembaban rendah dapat pula memicu kekambuhan dari dermatitis numularis. (5,11)

V.

PATOFISIOLOGI

Penyebabnya tidak diketahui secara pasti diduga banyak faktor yang ikut berperan dalam terjadinya dermatitis numularis. Salah satunya karena infeksi stafilokokus dan mikrokokus. Hal ini disebabkan karena jumlah koloninya meningkat walaupun tanda infeksi secara klinis tidak tampak mungkin juga lewat mekanisme hipersensitivitas eksaserbasi yang terjadi bila koloni bakteri meningkat di atas 10 juta kuman/cm2. (5) Dermatitis numularis merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini, tetapi sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura pada permukaan kulit yang kering dan gatal dapat menyebabkan masuknya alergen dan mempengaruhi terjadinya peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan dermatitis numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua terutama yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi. Barrier pada kulit yang lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan untuk terjadinya dermatitis kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung metal. Karena pada dermatitis numularis

terdapat sensasi gatal, telah dilakukan penelitian mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini dan ditemukan adanya peningkatan jumlah mast cell pada area lesi dibandingkan area yang tidak mengalami lesi pada pasien yang menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga mengidentifikasi adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis numularis dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast cell dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis dan dermis dari pasien dengan dermatitis numularis. Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis numularis. Substansi P dan kalsitonin terikat rantai peptide meningkat pada daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis numularis. Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga memicu timbulnya inflamasi. (3) Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari pasien dermatitis numularis menurunkan aktivitas enzim chymase, mengakibatkan menurunnya kemampuan menguraikan

neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses inflamasi. (3) Dermatitis kontak mungkin ikut memegang peranan pada berbagai kasus dermatitis numalaris misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian pula iritasi dengan wol dan sabun. Trauma fisik dan kimiawi diduga juga berperan terutama bila terjadi di tangan, dapat pula pada bekas cedera lama atau jaringan parut pada sejumlah kasus stres emosional dan minuman yang mengandung alkohol dapat menyebabkan timbulnya eksaserbasi lingkungan dengan kelembaban rendah dapat pula memicu terjadinya kekambuhan dermatitis numularis. (5) Kulit penderita dermatitis numularis cenderung kering, hidrasi stratum korneun rendah, jumlah substansi P (SP), Vasoactive Intestinal Poly Peptid (VIP), dan Calcitonin Genrelated Peptide (CGRP) yang meningkat di dalam

serabut dermal saraf sensoris kulit sedangkan pada serabut epidermal yang meningkat SP dan CGRP. Hal ini menunjukkan bahwa neuropeptida dapat berpotensi pada mekanisme proses degranulasi sel mast. (5)

VI.

DIAGNOSIS VI.1 Anamnesis Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm) yang kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas kesamping membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam (koin), eritematosa, sedikit edematosa dan berbatas tegas. Lesi dermatitis bentuk koin sering simetris dan dapat terasa gatal. (5,7) Kemudian lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi kemudian mengering menjadi krusta kekuningan ukuran garis tengah lesi dapat mencapai 5 cm jarang sampai 10 cm penyembuhan di mulai dari tengah sehingga terkesan menyerupai lesi dermatomikosis, lesi lama berupa likenifikasi dan skuama. (12,13)

Gambar 2 : Dermatitis numular. Plak bentuk koin dengan erosi dan eksoriasi. (13)

Dermatitis numularis dirasakan sangat gatal dan lesi dengan eritema, edema, pengerasan kulit daripada skuama, vesikel mungkin tampak, ruam tetap tidak berubah. Jumlah lesi dapat hanya satu tapi dapat pula banyak dan

tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari miliaria sampai numular bahkan bisa sampai bentuk plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan termasuk punggung tangan. (2,6)

Gambar 3 : Dermatitis numular dengan bentuk plak krusta. (13)

Dermatitis numularis cenderung hilang timbul tapi ada pula yang terus menerus kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi kekambuhan umumnya timbul pada tempat yang mengalami trauma (fenomena kobner).(7,8) Gambaran diatas dapat disimpulkan ada 3 bentuk klinis dermatitis numularis yaitu : 1. Dermatitis numularis pada tangan dan lengan. Kelainannya terdapat pada punggung tangan serta di bagian sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai sebagai plak tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau iritan. (11,14)

Gambar 4 : Dermatitis numularis pada tangan. (11)

2.

Dermatitis numularis pada tungkai dan badan. Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada

sebagian kasus, kelainan sering didahului oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga. Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif. Dalam perkembangannya, kelainan berkrusta, cepat meluas disertai papul-papul dan vesikel yang tersebar. (11) Pada Dermatitis numular juga sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Lesi permulaan biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar ke kaki yang lain, lengan dan sering mengenai tubuh. (15)

Gambar 5 : Dermatitis numularis pada tungkai bawah. (11)

3.

Dermatitis numular bentuk kering. Bentuk ini jarang dijumpai dan berbeda dari dermatitis numular

umumnya karena di sini dijumpai lesi diskoid berskuama ringan dan multipel pada tungkai atas dan bawah serta beberapa papul dan vesikel kecil di bagian tepinya di atas dasar eritematus pada telapak tangan dan telapak kaki. Gatal minimal yang berbeda sekali dengan bentuk dermatitis numular lainnya. Menetap bertahun-tahun dengan fluktuasi atau remisi yang sulit diobati. (15)

VI.2 Pemeriksaan fisis Dermatitis numularis dapat dikelompokkan dalam bentuk vesikel berukuran kecil dan papul yang bergabung menjadi plak. Seringkali berukuran lebih dari 4 sampai 5 cm dengan dasar eritematosa dengan batas yang berbeda. Plak dapat menjadi eksudatif dan kerak. Eksoriasi sekunder akibat menggaruk. Plak kering bersisik adalah likenifikasi. Bentuk bulat atau berbentuk koin sehingga disebut numular. Pinggiranya sering lebih menonjol dari bagian tengahnya. Cluster daerah lesi (misalnya pada kaki atau tubuh) sering tersebar. Lesi pada tungkai bagian bawah (sering terjadi pada pria yang lebih tua) sedangkan lesi pada badan, tangan dan jari (sering terjadi pada perempuan muda). (9)

VI.3 Pemeriksaan penunjang Tes tempel (Patch test) dapat digunakan pada kasus yang kronik untuk menyingkirkan diagnosis banding dermatitis kontak. Pada suatu penelitian satu sampai 50 pasien mempunyai hasil tes tempel yang positif pada obat nitrofurazone, neomisin sulfat dan nikel sulfat. Serum imunoglobulin E adalah normal. (13)

Gambar 6 : Tes tempel (Patch test) yang dilakukan dengan menggunakan allergen patch yang ditempelkan pada daerah punggung.6

Dermatitis numularis dapat didiagnosis dengan kultur bakteri untuk mengetahui bahwa apakah dermatitis numularis ini disebabkan oleh infeksi Streptococcus aureus atau tidak. (9) Jika diagnosis meragukan kita dapat melakukan pemeriksaan KOH untuk mendiagnosis sebuah tinea atau bukan. Pemeriksaan biopsi dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain. Pada lesi akut ditemukan adanya spongiosis, vesikel intraepidermal, sebukan sel radang limfosit dan makrofag disekitar pembuluh darah. (5,13) Pada lesi yang kronis dapat ditemukan akantosis teratur, hiperkeratosis, mungkin juga spongiosis ringan. Dermis bagian atas fibrosis, sebukan limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Limfosit di epidermis mayoritas terdiri atas sel T-CD8+ sedangkan yang ada di dermis sel T-CD+. Sebagian besar sel mast di dermis tipe Mast Cell Tryptase (MCTC) yang berisi triptase. (10)

Gambar 7 : Histopatologi dermatitis numularis. Tampak parakeratosis, neutrofil dan hiperplasia epidermal psoriasiform dengan spongiosis dengan infiltrat limfosit perivaskuler dermis superfisial, makrofag dan eosinofil. (13)

VII.

DIAGNOSIS BANDING

a. Liken simpleks (neurodermatitis). Biasanya jarang, lesinya kering berupa plak yang likenifikasi dan fissura dengan distribusi tertentu. (2)

10

Gambar 8 : Bentuk lesi dari neurodermatitis. (2)

b. Tinea korporis Gambaran klinis pitriasis rosea dengan tinea korporis memang mirip karena terdapatnya eritema dan skuama dipinggir dan bentuknya anular. Perbedaannya pada pitriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea corporis, skuamanya halus sedangkan tinea corporis skuamanya kasar. Pada tinea corporis pada sediaan KOH akan positif.(7,14)

Gambar 9 : Lesi tinea korporis pada punggung. (2)

c. Dermatitis kontak Dermatitis kontak adalah dermatitis karena kontaktan eksternal yang menimbulkan fenomena sensitisasi (alergik) atau toksik (iritan). Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh gigitan serangga, bahan kimia

11

dan benda. Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV adalah hipersensitivitas tipe lambat. (7,15) Gambaran dermatitis mulai pada tempat terjadinya kontak dengan kulit dapat menjadi generalisata. Pengobatan dapat diberikan

antihistamin sistemik pada stadium permulaan. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan bila penyakitnya berat. (16)

Gambar 10 : Dermatitis kontak alergi. (16)

d. Dermatitis atopik Dermatitis atopik juga dapat disebut eksim konstitusional, eksim fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo besnier. Dermatitis atopik penyebabnya belum diketahui. Histamin dianggap memegang peranan penting dalam terjadinya gatal. (13, 14)

Gambar 11 : Papul prurigo pada pasien dengan dermatitis atopik. (13)

12

e. Neurodermatitis sirkumskripta Penyebabnya belum diketahui tapi faktor predisposisi apabila pasien kelelahan karena kurang istirahat dan gangguan emosi. Gejala klinis pasien merasa sangat gatal sehinggga pasien menggaruk sehingga timbul ekskoriasi. Pada area sirkumskripta dengan hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul-papul serta biasanya banyak bekas garukan. Lokasi tersering adalah bagian belakang dan lateral tengkuk, daerah antekubital, ante-popliteal serta pergelangan kaku bagian anterior. (13,14)

Gambar 12 : Neurodermatitis sirkumskripta. (13)

f. Psoriasis Psoriasis ialah penyakit yang bersifat kronis dan residif yang di tandai dengan adanya bercak eritema terbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Keadaan umumnya tidak dipengaruhi kecuali pada psoriasis yang menjadikan eritroderma. Sebagian pasien mengeluhkan gatal ringan. Tempat predileksi pada kulit kepala, perbatasan daerah dahi dan rambut, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. (13,15) Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema terbatas tegas dan merata tetapi pada stadiun penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Besar kelainan bervariasi mulai dari lentikular, numular sampai plakat dan dapat berkonfluensi. (15)

13

Gambar 13 : Psoriasis vulgaris. (13)

Gambar 14 : Psoriasis gutata. (13)

VIII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan ditujukan untuk rehidrasi pada kulit dan perbaikan barrier lipid epidermal, pengurangan peradangan dan pengobatan infeksi apapun. Berendam air hangat atau dingin atau mandi untuk mengurangi gatal dan membantu rehidrasi kulit. Pasien harus diinstruksikan untuk mandi setidaknya 1-2 kali sehari, diikuti oleh aplikasi pelembab atau preparat obat topikal untuk menahan air di kulit. (3) Selain itu pengobatan dermatitis numularis bertujuan untuk

mengurangi iritasi dari bahan iritan akibat kulit kering dengan cara merendam memakai air sabun yang mempunyai PH netral dan dengan memakai pelembab. (8) Obat-obat yang bisa digunakan antara lain : a. Steroid

14

Steroid terapi yang paling umum digunakan untuk mengurangi peradangan. Steroid topikal (misalnya pemberian triamcinolone 0,250,1%) efektif untuk mengurangi eritematosa. Gatal dapat diobati

dengan steroid potensi rendah (kelas III-VI). Lesi yang sangat meradang dengan eritema intens, vesikel, dan pruritus membutuhkan steroid potensi tinggi (kelas I-II). Steroid oral, intramuskular, atau parenteral mungkin diperlukan dalam kasus-kasus yang parah, erupsi menyeluruh. Jika sangat berat diobati dengan suntikan kortikosteroid intralesi seperti triamsinolon asetonida 0,1 mg/mg (0,1 ml/suntikan). Selain itu, juga bisa diberikan obat kortikosteroid topikal yang lain berupa salep, kalsineuron inhibitor, takrolimus, pimekrolimus atau preparat tar. (3,13,14) Kortikosteroid (glukokortikoid) digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan imunosupresan lain untuk mengatasi penyakit autoimun. Kortikosteroid dapat menurunkan jumlah limfosit, menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler, dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-6, IFN- dan TNF-). Terdapat bukti bahwa berbagai gen sitokin memiliki glucocorticoid response element yang bila berikatan dengan kortikosteroid akan menyebabkan hambatan transkripsi gen IL-2. (16) b. Ointment dan Emolien Emolien ditambahkan pada pengobatan dermatitis numular yang disertai dengan xerosis. Emolien adalah lemak dan minyak yang digunakan lokal pada kuli dan mukosa. Emolien digunakan sebagai protektifdan penghalus kulit, karena membentuk lapisan minyak pada stratum korneum sehingga mencegah penguapan air. (17) Aplikasi obat pada kulit yang lembab memungkinkan penetrasi yang lebih efektif dan penyembuhan lebih cepat. Ointment biasanya lebih efektif daripada krim karena mereka lebih oklusif, membentuk penghalang antara kulit dan lingkungan, dan lebih efektif menahan air ke dalam kulit. Emolien dan steroid topikal kelas I-III dapat digunakan jangka pendek. Contoh emollients yang sering digunakan

15

antara lain ; aqueous cream, gliserine dan cetomacrogol cream, wool fat lotions. (3) Perlu juga mencari penyebab atau faktor yang memprovokasi sehingga lesi dapat muncul. Bila kulit kering maka diberikan pelembab atau emolien. Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dulu misalnya dengan larutan permanganas kalikus 1:10.000. (5) c. Antiinflamasi topikal lainnya Penggunaan tar sangat membantu untuk mengurangi peradangan, terutama pada orangtua, lesi tebal, plak berskuama.3 d. Immunomodulator Immunomodulator topikal (tacrolimus dan pimecrolimus) juga mengurangi peradangan. penggunaannya sering dimulai beberapa hari setelah steroid topikal untuk mengurangi risiko sensasi terbakar yang mungkin terjadi bila diterapkan ke kulit yang sangat teriritasi. (3) e. Fototerapi Ketika erupsi menyeluruh dan berkepanjangan, fototerapi (umumnya UVB) dapat membantu. UVB spektrum luas dan sempit paling sering digunakan, meskipun PUVA (Psoralen + UVA) dapat digunakan pada kasus yang berat. (3) f. Antihistamin Antihistamin oral atau sedatif dapat membantu mengurangi gatal dan membantu tidur. Misalnya hydroxyzine (atarax, vistaril,vistazine) dengan dosis oral 25-100 mg 4 kali per hari. g. Antibiotik Jika ditemukan infeksi bakterial maka dapat diberikan antibiotik secara sistemik. Steroid topikal potensi sedang, sering dikombinasikan dengan antimikrobial atau antibiotik. (12) Antibiotik oral, seperti dicloxacillin, cephalexin, atau

erythromycin , dapat digunakan dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Kultur swab dapat menjadi panduan dalam pemilihan antibiotik. Biasa

16

digunakan dicloxacillin dosis oral 125-500 mg 4 kali per hari selama 7-10 hari. (3,13)

h.

Pelembab lainnya Setelah erupsi hilang, hidrasi agresif berkelanjutan dapat

mengurangi eritem, terutama di iklim kering. Pelembab yang berat (lebih) atau petroleum jelly yang diaplikasikan pada kulit setelah mandi dapat membantu. (3) i. Immunosupresif Penyakit bisa bertambah berat dan tidak responsif dengan perawatan di atas. Obat immunosupresif seperti metotreksat telah dijelaskan aman dan efektif pada pasien dengan lesi yang lebih berat.(3) j. Steroid sistemik Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat, diberikan prednilson (metilprednisolon) dengan dosis oral 40-60 mg 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan. Hanya berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang belum sembuh sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan emolilients. (3)

IX.

PENCEGAHAN Cara mencegah dermatitis numularis yaitu dengan menggunakan Pelembab setidaknya setiap hari dan setelah mandi dapat membantu terutama dalam iklim kering. Pelembab membantu air terperangkap di kulit. Seorang dokter kulit merekomendasikan produk yang cocok yang tidak akan mengiritasi kulit, menghindari kegiatan tertentu yaitu apapun yang dapat menyebabkan kulit mengering, memanaskan, atau mengiritasi kulit seperti mandi air hangat, sering mandi, atau duduk di samping api dapat menyebabkan iritasi, melakukan perawatan kulit yaitu menggunakan alat pengeringan setelah mandi dapat membantu mengurangi terjadinya dermatitis numular dan juga melakukan perawatan kulit menggunakan alat

17

pelembab udara yaitu ketika pemanas atau AC dipakai maka dapat kita gunakan alat pelembab udara untuk menambah kelembaban udara pada kulit, dan pakaian yaitu dengan memakai pakaian yang longgar dan menghindari memakai kain yang kasar seperti wol yang dapat mengiritasi kulit. (11)

X.

PROGNOSIS Dermatitis numularis ini bersifat kronis dan sering timbul kembali. Dari suatu pengamatan sejumlah penderita yang diikuti selama berbagai interval sampai dua tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu sampai tahun, 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali masih dalam pengobatan. (5)

XI.

KOMPLIKASI

Dermatitis numularis dapat berkomplikasi menjadi infeksi bakteri sekunder, eksoriasi atau infeksi yang meninggalkan jaringan parut yang permanen. (7) Oleh karena itu antibiotik oral digunakan jika telah terjadi infeksi sekunder. Kultur swab dapat menjadi panduan dalam pemilihan antibiotik. Biasa digunakan dicloxacillin dosis oral 125-500 mg 4 kali per hari selama 7-10 hari. (3,13) Dan untuk penyakit yang bertambah berat dan tidak responsif dengan perawatan di atas. Obat immunosupresif seperti metotreksat telah dijelaskan aman dan efektif pada pasien dengan lesi yang lebih berat. Dapat juga diberikan prednilson (metilprednisolon) dengan dosis oral 40-60 mg 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan.(3)

18

Anda mungkin juga menyukai