TINJAUAN TEORI
2.1,1 Pengertian
3
2.1.3 Manifestasi Klinis
a. Edema cerebral
b. Syok Hipovolemik
c. Hydrocephalus
d. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
e. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis
post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati,
4
dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini.
f. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus,
organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.
g. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisiensi luka atau
eviserasi. Dehisiensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan
5
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang.
2.1.6 Penatalaksanaan
6
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus.
7) Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal anesthesia, infus IV, manipulasi operasi untuk mengetahui
ada tidaknya retensio urine.
2.2.1 Pengertian
Klasifikasi Meningioma
Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola
pertumbuhan, dan histopatologi. WHO mengklasifikasikan meningioma
berdasarkan
derajat dan pertumbuhan sel dari hasil biopsy yang dilihat dari pemeriksaan
mikroskopik. Berikut ini adalah klasifikasi meningioma:
7
a. Berdasarkan derajat
1) Grade I: Meningioma tumbuh dengan lambat. Pada grade I, tumor tidak
menimbulkan gejala, pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan
MRI secara periodic.
2) Grade II: Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka
kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal
pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi
setelah pembedahan.
3) Grade III: Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut
meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant
terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma.
b. Berdasarkan lokasi
1) Meningioma falx dan parasagital, falx adalah selaput yang terletak antara dua
sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung
pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
2) Meningioma Convexitas, tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas
otak.
3) Meningioma Sphenoid, daerah sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang
mata.
4) Meningioma Olfaktorius, tipe meningioma ini terjadi di sepanjang nervus
yang menghubungkan antara otak dengan hidung.
5) Meningioma fossa posterior, tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak
6) Meningioma sellar merupakan meningioma di daerah sella tursika yang
terletak di dasar otak, tepat di atas daerah ini terdapat saraf penglihatan,
sehingga jika terdapat tumor, maka saraf tersebut akan terjepit, sehingga
mengganggu penglihatan.
8
7) Meningioma suprasellar, terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
8) Spinal meningioma, banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan
70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat
menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti
nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri
tungkai.
9) Meningioma Intraorbital, tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata cavum
orbita.
10) Meningioma Intraventrikular, terjadi pada ruangan yang berisi cairan di
seluruh bagian otak
2.2.2 Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa
teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek
yang
meyebabkan timbulnya meningioma. Selain itu faktor resiko yang meningkatkan
kejadian meningioma adalah
a. Trauma
Menurut penelitian oleh Philips (2002), resiko kejadian meningioma meningkat
pada klien dengan resiko kejadian meningioma. Pada beberapa kasus ada
hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya
tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya kanker tersebut adalah
trauma.
b. Kehamilan
Meningioma, dapat timbul pada akhir kehamilan, hal ini dapat dijelaskan atas
dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat akhir kehamilan.
c. Radiasi Ionisasi
Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi disebabkan
oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki
sebelum replikasi DNA. Penelitian pada orang yang selamat dari bom atom di
9
Hiroshima dan Nagasaki menemukan bahwa terjadi peningkatan insiden
meningioma yang signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).
d. Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul pada
klien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor otak jenis
apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan meningioma
hanya beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada penderita dengan
Neurofibromatosis type 2 (NF2), yaitu kelainan gen autosomal dominan yang
jarang dan disebabkan oleh mutasi germline pada kromosom 22q12 (Smith, 2011).
e. Hormon
Angka kejadian meningioma meningkat pada wanita karena adanya pengaruh
hormon, atau penggunaan kontrasepsi. Penelitian-penelitian pada paparan hormon
endogen memperlihatkan bahwa resiko meningioma berhubungan dengan status
menopause, paritas, dan usia pertama saat menstruasi meningkat (Wiemels, 2010).
Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone.Tidak hanya
progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk
estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor.
10
fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau
pembuluh
darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal. Gejala
umumnya seperti:
a. Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada
pagi hari.
b. Perubahan mental
c. Kejang
d. Mual muntah
e. Perubahan visus, misalnya pandangan kabu
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor, seperti:
a. Meningioma falx dan parasagittal: nyeri tungkai
b. Meningioma Convexitas: kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal,
perubahan
status mental
c. Meningioma Sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, gangguan
lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
d. Meningioma Olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah
visus.
e. Meningioma fossa posterior: nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otototot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
11
2.2.4 Patofisiologi
12
2.2.5 Pathway
(Terlampir)
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos.
Diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi
sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran
pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai
darah ke tumor.
b. CT-Scan
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum
kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogeny pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen cystic dan kalsifikasi pada
beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan
cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.
c. MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung
pada lokasi tumor berada.
d. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
e. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
f. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
13
2.2.7 Penatalaksanaan Medis
14
pertimbangan keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi (Levacic et
al; 2012).
2 PROSES KEPERAWATAN
2.3.1 Pengkajian
a. Biodata klien
Berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No.
Medical Record, NamaSuami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, TanggalPengkajian.
b. Keluhan utama : klien dengan meningioma biasanya mengeluh nyeri kepala,
muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau
penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, seperti adakah riwayat jatuh,
atau
angota keluarga yang menderita meningioma.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis
dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema
otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
2) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
15
3) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
4) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat tumor pada otak. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak
akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
5) Bladder
pada post craniotomy sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
6) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
16
7) Bone
Pada klien dengan meningioma sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi
dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf
di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.
2.3.3 Intervensi
a. Pre operasi
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK,
edema serebri, hematoma.
Tujuan: perfusi jaringan baik
Kriteria hasil: Tanda vital stabil (TD: 120/80-140/90 mmHg, Nadi:60-100
17
x/mnt, RR: 16-24x/mnt), tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (pupil edema,
muntah proyektil, nyeri kepala ), orientasi baik.
Intervensi:
a) Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan
otak dan potensial peningkatan TIK.
b) Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK.
c) Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar GCS.
d) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
e) Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
f) Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
g) Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan
yang tenang.
h) Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
i) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat
ditoleransi.
j) Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
k) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
l) Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan,
analgetik, sedatif, antipiretik.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan medulla oblongata.
Tujuan : pola napas normal.
Kriteria hasil: pola nafas efektif dibuktikan dengan status pernapasan, status
ventilasi, dan pernapasan tidak terganggu), GDA dalam batas normal (pH:
7.35-7.45, PCO2: 35-45, HCO3: 21-26), tidak terjadi sianosis.
Intervensi:
a) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
b) Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
18
c) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
d) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
e) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
f) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
g) Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
h) Lakukan ronsen thoraks ulang.
i) Berikan oksigen.
j) Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
3) Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasi
Tujuan : Ansietas dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak siap untuk menjalankan operasi
b) Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif
c) Pasien mengetahui tujuan dilakukannya operasi
Intervensi:
a) Kaji tingkat kecemasan pasien
b) Berikan informasi yang adekuat tentang prosedur operasi
c) Ajarkan teknik relaksasi
d) Berikan semangat dan motivai kepeda pasien
b. Intra operasi
1) Perdarahan berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan : perdarahan minimal atau tidak terjadi
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda syok akibat perdarahan yang berlebihan
Intervensi :
a) Siapkan kantong darah sesuai golongan darah pasien untuk transfusi klien
b) Siapkan suction pump atau kassa untuk menekan perdarahan agar
perdarahan tidak lebih banyak.
c) Monitor keluaran darah/perdarahan.
19
c. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal,
distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuan : Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
a) Nyeri hilang atau terkontrol (skala nyeri 1-0).
b) Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
c) Ekspresi wajah menyeringai
Intervensi :
a) Kaji nyeri dengan PQRST, catat lokasi, karakteristik, beratnya skala (0-10).
b) Kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu,
suara, dll.
c) Ajarkan pasien teknik non farmakologis seperti nafas dalam.
d) Berikan aktivitas hiburan.
e) Kolaborasi dengan berikan analgesik sesuai indikasi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.
Tujuan : tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi, suhu tubuh
dalam batas normal (36.5 0C-37.5 0C).
Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda infeksi sistemik maupun lokal.
b) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
c) Pertahankan lingkungan aseptik dalam melakukan tindakan ganti balut
luka post operasi craniotomy.
d) Batasi pengunjung bila perlu.
e) Dorong intake nutrisi yang cukup pada klien.
f) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.
20
2.3.4 Evaluasi
a. Pre Operasi
1) Perfusi jaringan baik
2) Pola nafas efektif.
3) Ansietas berkurang.
\b. Intra Operasi
1) Perdarahan minimal
c. Post Operasi
1) Nyeri berkurang
2) Tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
21