Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMY

DISUSUN OLEH :
NAMA : SEKAR TRISNANINGRUM
NIM : 1702078

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH KLATEN
2019 / 2020
LAPORAN PENDAHULUAM CRANIOTOMI
A. Definisi
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi. (Brunner and Suddarth).

B. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan lalu
lintas, jatuh, cedera olahraga).

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)
1. Pusing
2. Sakit kepala
3. Muntah
4. Perubahan mental
5. Kejang
Manifestasi klinik local (akibat kompresi pada bagian yang spesifik dari otak)
1. Perubahan penglihatan : hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda
pupil edema
2. Perubahan bicara : aphasia
3. Perubahan sensorik : hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik
4. Perubahan motoric : ataksia, jatuh, kelemahan, paralisi
5. Perubahan bowel atau bladder : inkontinensia, retensi urin, dan konstipasi
6. Perubahan pendengaran : tinnitus, deafinees
7. Perubahan dalam seksual

D. Pathway
(Terlampir)
E. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa
variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.
1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang datang
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat ringan
sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik, peningkatan intra
kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran
yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala
langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan
pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak).
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh
kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak
dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi,
kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum dapat
terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal.
Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan
dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama
peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.

F. Pemeriksan Penunjang
1. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. Angiopati Serebral
Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.

G. Komplikasi
1. Edema cerebral
2. Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
3. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut
perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar
(subdural kronik).
4. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala
tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul
akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak
menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
5. Hypovolemik syok
6. Hydrocephalus
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis
post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,
dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif
dini.
9. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam
positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan
antiseptic.
10. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi
atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang

Perawatan pasca pembedahan


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati
jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien
post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein
sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C
yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan
tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan
posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen
dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. P e m e n u h a n k e b u t u h a n e l i m i n a s i
a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi →
retensio urine.
2) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
3) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
6) Meningkatkan istirahat.
7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
8) Memonitor perdarahan.
9) Mencegah obstruksi usus.
10) Irigasi atau pemberian obat.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Air way
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
3) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensimaupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena
aspirasi), cenderungterjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit
→ depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan cardiovasculair
atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik
dan tanda-tanda vital.
2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran somnolent
apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
a. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah
i g a , d a n l i m p a t i d a k membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14
X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4 dan
ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
3. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB 9.9 gr %, HCT
32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak
lemah, refleksdalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi
7. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret
8. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Criteria Hasil /
No Intervensi Keperatan Rasionalisasi
Keperawatan Tujuan
1. Gangguan rasa Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat1. Berguna dalam
nyaman Setelahdilakukan tindakan lokasi,karakteristik, pengawasan keefektifan
nyeri berhubung keperawatan rasa nyeri skala (0-10). Selidiki obat,
an dengan luka dapat teratasi atau dan laporkan perubahan kemajuan penyembuhan
insisi tertangani dengan baik. nyeri dengan tepat. . Perubahan pada
Kriteria hasil: karakteristik nyeri
· Melaporkan rasa nyeri menunjukkan terjadinya
hilang atau terkontrol. abses.
· Mengungkapkan 2. Mengurangi tegangan
metode pemberian abdomen yang
menghilang rasa nyeri. bertambah dengan
· 2. Pertahankan posisi posisi telentang.
Mendemonstrasikan peng istirahat semi fowler. 3. Meningkatkan
gunaan teknik relaksasi normalisasi fungsi
dan aktivitas hiburan organ, contoh
sebagi penghilang rasa merangsang peristaltic
nyeri 3. Dorong ambulasi dini dan kelancaran flatus,
dan menurunkan
ketidak nyamanan
abdomen.
4. Menghilangkan dan
mengurangi nyeri
melelui penghilangan
ujung saraf
catatan: jangan lakukan
kompres panas karena
dapat menyebabkan
kongesti jaringan.
4. Berikan kantong es5. Menghilangkan nyeri
pada abdomen mempermudah kerja
sama dengan intervensi
terapi lain.

5. Berikan analgesic
sesuain indikasi
2. Kerusakan Tujuan:Setelah di berikan1. Kaji dan catat ukuran,1. Mengidentifikasi
integritas tindakan pasien tidak warna, keadaan luka, terjadinya komplikasi.
kulit berhubunga mengalami gangguan dan kondisi sekitar
n dengan luka integritas kulit. Kriteria luka.
insisi hasil: 2. Lakukan kompres2. Merupakan tindakan
basah dan sejuk atau protektif yang dapat
Menunjukkan penyembuh terap irendaman. mengurangi nyeri.
an luka tepat waktu. 3. Lakukan perawatan3. Memungkinkan pasien
Pasien menunjukkan luka dan hygiene lebih bebas bergerak
perilaku sesudah mandi, lalu dan meningkatkan
untuk meningkatkan peny keringkan kulit dengan kenyamanan pasien.
embuhan dan mencegah hati - hati. 4. Mempercepat
komplikasi. proses penyembuhan
4. Berikan prioritas dan rehabilitasi pasien,
untuk meningkatkan
kenyamanan pasien.
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda - tanda1. Deteksi dini adanya
infeksi berhubun Setelah dilakukan vital, perhatikan infeksi.
gan dengan tindakan keperawatan. demam, menggigil,2. Memberikan deteksi
higiene luka Pasien diharapkan tidak berkeringat dini terjadinya proses
yang buruk mengalami infeksi. dan perubahan mental infeksi.
Kriteria hasil: dan peningkatan nyeri3 Menurunkan penyebaran
Tidak menunjukkan abdomen. bakter
adanya tandainfeksi. 2. Lihat lika insisi dan4. Mungkin diberikan
Tidak terjadi infeksi. balutan. Catat secara profilaktif
karakteristik, drainase untuk menurunkan
luka. jumlah organism, dan
3. Lakukan cuci tangan untuk menurunkan peny
yang baik dan ebaran
lakukan perawatan luka dan pertumbuhannya.
aseptic.
4. Berikan antibiotik
sesuai indikasi.

4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi ekstermitas1. Tirah baring lama dapat


perfusi jaringan · Setelah dilakukan terhadap pembengkaka mencetuskan statis
berhubungan perawatan tidak terjadi n, dan eritema. vena dan meningkatkan
dengan gangguan resiko pembentukan
perdarahan perfusi jaringan. Kriteria trombosis.
hasil: 2. Indikasiyang
¨ Tanda-tanda vital stabil. 2. Evaluasi status menunjukkanembolisasi
¨ Kulit klien hangat dan mental. Perhatikan sistemik pada otak
kering terjadinya hemaparalis,
¨ Nadi perifer ada dan kuat. afasia, kejang, muntah
¨ Masukan atau haluaran dan peningkatan TD
seimbang

5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake dan out1. Memberikan informasi


volume cairan· Setelah dilakukan put cairan. tentang penggantian
berhubungan tindakan keperawatan kebutuhan dan fungsi
dengan pasien menunjukkan organ.
perdarahan post keseimbangan cairan yang2. Awasi TTV, kaji2. Indicator
operasi. adekuat membrane mukosa, keadekuat volume
· Tanda - tanda vital stabil. turgor kulit, membrane sirkulasi / perfusi.
· Mukosa lembab mukosa, nadi perifer3. Memberikan informasi
· Turgor kulit / pengisian dan pengisian kapiler. tentang volume
kapiler baik. 3. Awasi pemeriksaan sirkulasi, keseimbangan
· Haluaran urine baik. laboratorium. cairan dan elektrolit.
4. Berikan cairan IV4. Mempertahankan
atau produk darah volume sirkulasi
sesuai indikasi.
Pembedahan
Kraniotomi

Prosedur Perdarahan Prosedur


operasi invasif otak anestesi

Luka insisi Trauma Kerusakan Aliran darah Penekanan


buruk jaringan neuromuskuler ke otak pada susunan
(stimulasi meningkat saraf pusat
nyeri)

Penurunan paralisis Penurunan Penurunan suplai


kelembapan tonus otot o2 ke otak Penekanan pusat Penekanan pada
Mengaktifkan luka sensori pernafasan system kardiovaskuler
reseptor nyeri
Kelemahan
pergerakan Hipoksia
Perubahan jaringan Penurunan Penurunan
Infeksi bakteri sendi
Melalui Persepsi kerja organ cardiac output
system saraf Sendori pernafasan
ascenden
Kontaktur Penurunan RR
Gangguan Suplai darah
Resiko Infeksi Penurunan
metabolisme berkurang
Merangsang ekspansi paru
thalamus & Gangguan
koteks serebri Mobilitas Asam laktat Penurunan
Fisik meningkat Ketidakadekua aliran darah
tan suplai o2
Muncul
sensasi nyeri Oedema otak
Gangguan
Pola Nafas Tidak
Perfusi Jaringan
Efektif
Gangguan Rasa
Nyaman : Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3. Jakarta : Media
Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai