Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai


di unit gawat darurat suatu rumah sakit. No head injury is so serious that it
should be despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored, menurut
Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan secara
serius hingga kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita
abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala,
52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan
dengan kematian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Trauma
Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi
yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian paling banyak
juga disebabkan oleh trauma kepala.1
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan
diagnosa trauma kepala sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000. Angka
kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi lansia pada
usia 65 tahun ke atas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000 kematian
dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mangalami trauma kepala akibat terjatuh
(CDC, 2005).2 Anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala
akibat terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang
yang lebih tua cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.3

1
Penyebab utama trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan,
dan terjatuh. Pejalan kaki yang mengalami tabrakan kendaraan bermotor
merupakan penyebab trauma kepala terhadap pasien anak-anak bila dibandingkan
dengan pasien dewasa. Estimasi sebanyak 1,9 juta hingga 2,3 juta orang menerima
perawatan kecederaan yang tidak fatal akibat kekerasan.4
Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian
utama setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi. Proporsi bagian tubuh yang
terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah kepala
yaitu 6.036 (13,1%) dari 45.987 orang yang mengalami cedera jatuh dan 4.089
(19,6%) dari 20.289 orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas.5

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural atau
gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.6

2.2 Karakteristik Penderita Trauma Kepala


2.2.1 Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak
mengalami trauma kepala kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua
perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua
disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma
kepala adalah 3,4:1. Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki
cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan.6

2.2.2 Umur
Resiko trauma kepala adalah umur 15-30 tahun, hal ini disebakan karena
pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan
kehidupan sosial yang tidak bertanggung jawab.7 Menurut Brain Injury
Association of America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi
adalah dari 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun.8

2.3 Jenis Trauma Kapitis


Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi

3
trauma. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara
garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup
merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala
setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma
kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala yang secara
tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak. Trauma kepala
terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada durameter.
Kemungkinan kecederaaan atau trauma adalah seperti berikut:

a) Fraktur
Menurut American Accreditation Health care Commision, terdapat 4 jenis fraktur
yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depresed fracture, compound
fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:
a. Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
b. Linear or Hairline : retak pada cranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan spintering
c. Depressed : retak pada cranial dengan depresi ke arah otak.
d. Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak.
e. Selain retak terdapat juga hematoma subdural

Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak


atau kelainan pada bagian cranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya
pada % pasien yang mengalami trauma kepala berat. Terdapat tanda-tanda yang
menunjukkan fraktur basis cranii yaitu rhinorrhea (cairan serebrospinal keluar dari
rongga hidung) dan gejala raccons eye (penumpukan darah pada orbital mata).
Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf
dan pembuluh darah. Fraktur basis cranii bisa terjadi pada fossa anterior, media
dan posterior.6
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial
yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur
pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilaris.6

4
b) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam
dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi
pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya
pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.6

c) Luka memar (kontosio)


Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana
pembuluh darah (kailer) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya,
kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar
pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung
otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance imaging) seperti luka besar.
Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang
disebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat
kesadaran.6

d) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas, tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang cranial. Dengan kata lain intak kulit
pada cranial terlepas setelah kecederaan.6

e) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung syaraf yang
rusak.6

5
Lesi yang dapat timbul pada trauma kepala6
a. Kulit kepala robek atau mengalami pendarahan subkutan
b. Otot-otot dan tendo pada kepala mengalami kontusio
c. Perdarahan terjadi di bawah galea aponeurotika
d. Tulang tengkorak patah
e. Geger otak (komosio serebri)
f. Edema serebri traumatik
g. Kontusio serebri
h. Perdarahan subaraknoidal
i. Perdarahan epidural
j. Perdarahan subdural

Hematom epidural adalah suatu hematom yang cepat terakumulasi di antara


tulang tengkorak dan duramater, biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri
meningea media. Ditandai oleh adanya penurunan kesadaran yang mulai bukan
pada detik trauma tetapi lebih lambat (kecuali tertutup koma kontusio),
defisitneurologik lambat, anisokoria (penekanan batang otak dari jarak jauh oleh
masa hemisferik sesisi), bradikardia, tensi naik, maka kecurigaan akan hematoma
epidural makin jelas dan deteksi dini harus dimulai dengan CT atau arteriografi
cito. Begitu ditegakkan hematom epidural, terapi (bedah, burrhole, trepanasi)harus
segera dilaksanakan.8

Gambar 1: Hematom epidural

6
Hematom subdural kumpulan darah terdapat di ruangan yang normalnya
hanya imajiner di antara dura mater dan arakhnoid. Penyebab biasanya adalah
trauma.

1. Perdarahan subdural akut terjadi pada trauma kepala berat. Keadaan ini
memiliki prognosis yang buruk, tidak hanya karena darah di subdural itu saja,
tetapi karena sangat sering berkaitan dengan cedera parenkimal di sekitarnya.
Letalitasnya dapat mencapai sekitar 50%. Manifestasi klinis perdarahan subdural
ditentukan oleh lokasi dan luas cedera parenkimal yang sesuai.9

2. Perdarahan subdural kronik etiologinya masih belum dipahami secara lengkap.


Sering didapatkan satu atau beberapa kali riwayat trauma kepala ringan
sebelumnya. Kumpulan cairan terletak di antara membran dura interna dan
arakhnoid dan kemungkinan berasal dari perdarahan bridging vein sebelumnya.
Pada fase kronik, jaringan granulasi ditemukan di dinding hematoma. Jaringan ini
dianggap sumber perdarahan berulang sekunder ke dalam kumpulan cairan
sehingga kumpulan cairan ini membesar secara perlahan-lahan dan bukan
diabsorpsi.9

Gambar 2 : Hematom subdural

Kontusio adalah perdarahan kecil (ptechiae) disertai edema pada parenkim


otak. Dapat timbul perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau di tempat

7
yang berlawanan dari cedera (contre coup).

Gambar 3 : Kontusio

Hematom intraserebral biasanya terjadi karena cedera kepala berat, ciri


khasnya adalah hilang kesadaran dan nyeri kepala beratsetelah sadar kembali.

Gambar 4 : Hematom intraserebral

Hematom subaraknoid adalah perdarahan yang terdapat pada ruang


Subaraknoid, biasanya disertai hilang kesadara, nyeri kepala berat dan perubahan
status mental yang cepat.

8
Gambar 5 : Hematom subaraknoid

2.4 Klasifikasi
Trauma capitis dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS, (Glasgow
Coma Scale) yaitu:
1. CKR (Cedera Kepala Ringan):
GCS > 13
Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
Tidak memerlukan tindakan operasi
Lama dirawat di RS < 48 jam
2. CKS (Cedera Kepala Sedang):
GCS 9-13
Ditemukan kelainan pada CT scan otak
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
Dirawat di RS setidaknya 48 jam
3. CKB (Cedera Kepala Berat) bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai
GCS <9

2.5. Gejala Klinis Trauma Kepala


Gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:
2.5.1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid)

9
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga). 10
2.5.2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.10
2.5.3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak
menurun atau meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstrimitas.10

2.6. Penyebab Trauma Kepala


2.6.1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala
bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat
searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan
(akselerasi) pada arah tersebut.11
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-
tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka
kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba

10
mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.
Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial.11

2.6.2. Penyebab Trauma Kepala


Penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%,
kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum
sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang
merupakan penyebab utama trauma kepala.11
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien
trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per 100.000 populasi. Kekerasan
adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1
per100.000 populasi di Amerika Serikat. Penyebab utama terjadinya trauma
kepala adalah seperti berikut:
a) Kecelakaan Lalu Lintas, adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan
raya.
b) Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun
atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik
ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu
perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan
kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).11

2.7. Patofisiologi
Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi
kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada area cedera,
dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan / kenaikan salah satu otak
akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tdiak ada aliran

11
cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan
mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus menerus meningkat akibatnya
tekanan pada ruang kranium terus menerus meningkat. Maka aliran darah dalam
otak menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah
perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan
tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak.
Edema akan terus bertambah menekan / 17 mendesak terhadap jaringan saraf,
sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial.11
Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan
menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera
kepala:
a. Pola pernafasan Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang
menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Dan biasanya
menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal, sehingga
menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan atau resiko
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan menyebabkan laju
mortalitas tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga
menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernafasan chyne
stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak tengah dan
hipoventilasi neurogenik central. 11
b. Mobilitas Fisik Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi
gerakan tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak.
Selain itu juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan
terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari
dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, sehingga
menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik. 11
c. Keseimbangan Cairan Trauma kepala yang berat akan mempunyai
masalah untuk mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang,
sehingga respon terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis
makin banyak hormon anti diuretik dan main banyak aldosteron
diproduksi sehingga mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada

12
trauma yang menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada
kelenjar hipofisis / hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan ini
terjadi disfungsi dan penyimpanan ADH sehingga terjadi penurunan
jumlah air dan menimbulkan dehidrasi. 11
d. Aktifitas Menelan Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik
dan sensorik dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk
mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan untuk
memanipulasinya dengan gerakan pipi. Selain reflek menelan dan batang
otak mungkin hiperaktif / menurun sampai hilang sama sekali. 11
e. Kemampuan Komunikasi Pada pasien dengan trauma cerebral disertai
gangguan komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan
pada penderita cedera kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi
efek-efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila
ada pasien yang telah 19 mengalami trauma pada area hemisfer cerebral
dominan dapat menunjukkan kehilangan kemampuan untuk menggunakan
bahasa dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa
sehingga dapat menyebabkan gangguan komunikasi verbal. 11
f. Gastrointestinal Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada
lambung jarang ditemukan, tetapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat
respon yang bisa dan merangsang aktifitas hipotalamus dan stimulasi fagus
yang dapat menyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior
hipofisis untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera
cerebral. Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin
dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. 11

2.8. Tingkat Keparahan Trauma Kepala dengan Skor Koma Glasgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien
trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat
kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;
a. Proses membuka mata (Eye Opening)
b. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)

13
c. Reaksi bicara (Best Verbal Response) Pemeriksaan Tingkat Keparahan
Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow
(Glasgow Coma Scale).12

Table 2.1 Skala Koma Glasgow


Eye Opening
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata 1
Best Motor Response
Response Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
Best verval response
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
a. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15.
b. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13.
c. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8. 3

2.9. CT Scan pada Trauma Kepala


Pemeriksaan CT scan kepala masih merupakan gold standard bagi setiap
pasien dengan cedera kepala. Berdasarkan gambaran CT scan kepala dapat
diketahui adanya gambaran abnormal yang sering menyertai pasien cedera kepala
(French, 1987). Jika tidak ada CT scan kepala pemeriksaan penunjang lainnya
adalah X ray foto kepala untuk melihat adanya patah tulang tengkorak atau
wajah.12

14
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam
sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas.
Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan
tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai
penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala
secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.
Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:
a. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala
sedang dan berat.
b. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
c. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
d. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran.
e. Sakit kepala yang hebat.
f. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
g. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral
(Irwan, 2009). Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang
mengalami trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam
paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika pasien
mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis
seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow).13

2.10 Penatalaksanaaan
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.

15
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
g.
Pembedahan. 13

16
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PRIBADI
Nama : RS
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 63 tahun
Suku Bangsa : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Belawan
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl Masuk : 27 Agustus 2016

ANAMNESA
Keluhan Utama : Kepala Benjol
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak jatuh dari springbed dua tingkat 7 jam
sebelum masuk Rumah Sakit. Posisi pasien miring saat terjatuh, dengan kepala
terbentur ke lantai. Sesaat setelah jatuh, pasien tetap sadar. Terdapat luka lecet di
kepala bagian kiri regio temporal. Nyeri kepala dijumpai jika ditekan, Riwayat
muntah menyembur (-). Riwayat kejang (-). Pasien tidak mengingat bagaimana
kronologis pasien jatuh. Riwayat jatuh dialami beberapa kali oleh pasien.
Riwayat lemah lengan dan tungkai dialami pasien sejak tahun 2014. Satu
tahun terakhir pasien juga mengaku sulit berjalan. Riwayat kesulitan bicara juga
dialami pasien sejak 2014. Riwayat hipertensi (+) diketahui kurang lebih 10 tahun
yang lalu dengan tekanan darah sistolik mencapai 170 mmHg, dan tidak berobat
teratur. Riwayat diabetes melitus (+) diketahui kurang lebih 15 tahun yang lalu
dan berobat teratur. Keluhan penyakit jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, DM, Stroke.

17
Riwayat Penggunaan Obat : Metformin, Glibencamid, Asam
Asetilsalisilat.

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Pulsasi reguler (+)
Traktus Respiratorius : Sesak napas (-)
Traktus Digestivus : BAB (+) Normal
Traktus Urogenitalis : BAK (+) Normal
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Hipertensi, DM.
Intoksikasi Obat-obatan : Tidak ada

ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : Tidak ada

ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak jelas
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan dan Anak : Istri dengan 1 anak

PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
Frekuensi Nafas : 22 kali/menit
Temperatur : 37 oC
Kulit dan Selaput Lendir : Normal
Kelenjar Getah Being : Pembersaran (-)

18
Persendian : Atrofi

KEPALA DAN LEHER


Bentuk dan Posisi : Normal, medial
Pergerakan : Normal
Kelainan Panca Indera : Tidak ada
Rongga Mulut dan Gigi : Sudah tidak ada gigi
Kelenjar Parotis : Normal
Desah : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN


Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris fusiformis Normal
Palpasi : Sonor pada kedua Soepel
lapangan paru
Perkusi : Stem fremitus kanan = kiri Timpani
Auskultasi : Vesikuler pada kedua Peristaltik (+)
lapangan paru normal

GENITALIA
Toucher : TDP

STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Compos Mentis
KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Teraba benjolan di regio temporalis
Perkusi : TDP
Auskultasi : TDP

19
Transluminasi : TDP

PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (+) jika di palpasi
Kejang : (-)

SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS


NERVUS I
Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosomia : (+) (+)
Anosmia : (-) (-)
Parosmia : (-) (-)
Hiposmia : (-) (-)

NERVUS II
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus : TDP TDP
Lapangan Pandang
Normal : (+) (+)
Menyempit : (-) (-)
Hemianopsia : (-) (-)
Scotoma : (-) (-)
Refleks Ancaman : (+) (+)
Fundus Okuli
Warna : TDP TDP

20
Batas : TDP TDP
Ekskavasio : TDP TDP
Arteri : TDP TDP
Vena : TDP TDP

NERVUS III, IV, VI


Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata : (+) Normal (+) Normal
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : 3 mm 3 mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung: (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : (-) (-)
Fenomena Dolls Eye : TDP TDP
Strabismus : (-) (-)

NERVUS V
Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan Menutup Mulut : (+) Normal (+)Normal
Palpasi Otot Masseter & Temporalis : (+)Normal (+)Normal
Kekuatan Gigitan : (+)Normal (+)Normal
Sensorik
Kulit : (+)Normal (+)Normal
Selaput Lendir : (+)Normal (+)Normal
Refleks Kornea
Langsung : (+)Normal (+)Normal

21
Tidak Langsung : (+)Normal (+)Normal
Refleks Masseter : (+)Normal (+)Normal
Refleks Bersin : (+)Normal (+)Normal

NERVUS VII
Kanan Kiri
Motorik
Mimik : (+)Normal (+)Normal
Kerut Kening : (+)Normal (+)Normal
Menutup Mata : (+)Normal (+)Normal
Menutup Sekuatnya : (-)Paresis (-)Paresis
Memperlihatkan Gigi : (-)Paresis (-)Paresis
Tertawa : (-)Paresis (-)Paresis
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : (+)Normal (+)Normal
Produksi Kelenjar Ludah : (+)Normal (+)Normal
Hiperakusis : (-) (-)
Refleks Stapedial : (+)Normal (+)Normal

NERVUS VIII
Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : (+) Normal (+) Normal
Test Rinne : TDP TDP
Test Weber : TDP TDP
Test Schwabach : TDP TDP
Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : TDP TDP

22
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)
NERVUS IX, X
Pallatum Mole : Normal
Ulvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (+)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : TDP
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : TDP

NERVUS XI Kanan Kiri


Mengangkat Bahu : (+) (+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)

NERVUS XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial

SISTEM MOTORIK
Trofi : (+)
Tonus Otot : (+)
Kekuatan Otot :
44444 44444
ESD ESS
44444 44444
44444 44444

23
EID EIS
44444 44444
Sikap : Berbaring
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Balismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan lain-lain : (-)

TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : DBN
Proprioseptif : DBN
Fungsi Kortikal untuk Sensibilitas
Stereognosis : DBN
Pengenalan Dua Titik : DBN
Grafestesia : DBN

REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : ++ ++
Triceps : ++ ++
Radioperiost : ++ ++
APR : - -
KPR : - -
Strumple : ++ ++

24
Refleks Patologis
Barbinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman-Tromner : - -
Klonus Lutut : - -
Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : Tidak ada

KOORDINASI
Lenggang : TDP
Bicara : DBN
Menulis : TDP
Percobaan Apraksia : TDP
Mimik : (+)
Test Telunjuk Telunjuk : (+)
Test Telunjuk Hidung : (+)
Diadokokinesia : (+)
Test Tumit Lutut : TDP
Test Romberg : TDP

VEGETATIF
Vasomotorik : TDP
Sudomotorik : TDP
Pilo Erektor : TDP
Miksi : DBN
Defekasi : DBN
Potens dan Libido : TDP

25
VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : TDP
Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : Normal

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque : TDP
Cross Laseque : TDP
Test Lhermitte : TDP
Test Naffziger : TDP

GEJALA-GEJALA SEREBELAR
Ataksia : -
Disartria : +
Tremor : -
Nistagmus : -
Fenomena Rebound : -
Vertigo : -
Dan lain-lain : -

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Baik
Ingatan Baru : Kurang
Ingatan Lama : Kurang
Orientasi

26
Diri : Baik
Tempat : Baik
Waktu : Kurang
Situasi : TDP
Intelegensia : TDP
Daya Pertimbangan : TDP
Reaksi Emosi : Normal
Afasia
Ekspresif : Baik
Represif : Baik
Apraksia : TDP
Agnosia
Agnosia Visual : Baik
Agnosia Jari-jari : Baik
Akalkulia : TDP
Disorientasi Kanan-Kiri: TDP

DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Mild Head Injury + Post Stroke Iskemik
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Trauma
DIAGNOSA ANATOMIK : Cerebral
DIAGNOSA BANDING :1. Head Injury
2. Tumor Cerebri
3. Perdarahan Subagaleal
DIAGNOSA KERJA : Mild Head Injury + Post Stroke Iskemik

PENATALAKSANAAN
Bed Rest
O2 2-4 L/i via n.c.
IVFD RSol 20 gtt/i

27
Inj.Citicoline 500 mg/12 jam
Metformin 3x500mg
Aspilet 80mg 1x1 tab
Fisioterapi

RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK


1) Head CT-Scan
2) Laboratorium : Darah lengkap, LFT, RFT, KGD puasa, lipid profile.

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Darah Lengkap : Hb = 9,9 g/dL; Ht = 28,8 %; Leukosit =10.100 /uL;
Trombosit = 511.000/uL
LFT : SGOT = 13 U/L; SGPT = 10 U/L
RFT : Ureum = 42 mg/dL; Kreatinin = 0,7 mg/dL
KGD : KGD puasa = 98 mg/dL
Lipid profile : Total kolesterol = 215 mg/dL; HDL = 55 mg/dL; LDL =
146 mg/dL; Trigliserida = 70 mg/dL

28
HASIL PEMERIKSAAN HEAD CT-SCAN

Kesan :
Jaringan lunak eksracalvaria dan os calvaria masih memberikan bentuk dan
densitas yang normal.
Sulki kortikalis, fissura Sylvii, dan fissura interhermisfer melebar.
Ruang subarachnoid tampak normal.
Sistema ventrikel tampak melebar.
Tampak lesi hipodens di daerah pons.
Tidak tampak lesi patologis di parenkim cerebri dan cerebellum.
Sinus paranasal yang terskrining tidak tampak kelainan.

29
Orbita dan rongga retro orbita tidak tampak kelainan.
Mastoid aircell masih cerah.

Conclusion :
Infark di daerah pons
Atrofi cerebri.

30
BAB 4
FOLLOW UP

Tanggal 28 Agustus 2016


S Penurunan Kesadaran (+), Nyeri Kepala (+), Benjolan di kepala (+)
O Sens: CM
TD:130/80mmHg
N.Kranialis: dbn
R. Fisiologis: +++/+++ ++/+
R.Patologis: - -
A Mild Head Injury GCS 15
P Bed Rest
O2 2-4 L/i via n.c.
IVFD RSol 20 gtt/i
Inj.Citicoline 500 mg/12 jam
Metformin 3x500mg
Aspilet 80mg 1x1 tab
Fisioterapi
Rencana Head CT Scan

Tanggal 29 Agustus 2016


S Penurunan Kesadaran (-), Nyeri Kepala (+), Benjolan di kepala mengecil
(+)
O Sens: CM
TD:130/80mmHg
N.Kranialis: dbn
R. Fisiologis: +++/+++ ++/+
R.Patologis: - -
A Mild Head Injury GCS 15

31
P Bed Rest
O2 2-4 L/i via n.c.
IVFD RSol 20 gtt/i
Inj.Citicoline 500 mg/12 jam
Metformin 3x500mg
Aspilet 80mg 1x1 tab
Fisioterapi
Rencana Head CT Scan

Tanggal 30 Agustus 2016


S Penurunan Kesadaran (-), Nyeri Kepala (+), Benjolan di kepala mengecil
(+),
O Sens: CM
TD:130/80mmHg
N.Kranialis: dbn
R. Fisiologis: +++/+++ ++/+
R.Patologis: - -
A Mild Head Injury GCS 15 + Stroke Iskemik
P Bed Rest
O2 2-4 L/i via n.c.
IVFD RSol 20 gtt/i
Inj.Citicoline 500 mg/12 jam
Metformin 3x500mg
Aspilet 80mg 1x1 tab
Fisioterapi

32
BAB 5

TEORI DAN DISKUSI

No. Kasus Teori


1. RS, seorang perempuan berusia 63 tahun Cedera kepala merupakan
didiagnosis mild head injury penyebab utama mortalitas dan
disabilitas dan masalah
sosioekonomi di Indonesia dan
negara berkembang lainnya.
Diperkirakan 1,5-2 juta orang
terkena cedera kepala setiap
tahunnya Di Amerika
diperkirakan terjadi 1,56 juta
kasus cedera kepala, 290.000
pasien dirawat inap dan 51.000
pasien meninggal dunia pada
tahun 2003. Cedera kepala akan
terus menjadi masalah yang
sangat besar meskipun
pelayanan medis sudah sangat
maju pada abad 21 ini Data
epidemiologi cedera kepala di
Indonesia belum tersedia secara
nasional, data epidemiologi
didapatkan antara lain dari
bagian saraf Fakultas
Kedokteran Universitas
Indonesia / RS Cipto
Mangunkusumo bahwa pada

33
tahun 2004 didapatkan 367
kasus cedera kepala ringan, 105
kasus cedera kepala sedang, dan
25 kasus cedera kepala berat,
sedangkan pada tahun 2005
didapatkan 422 kasus cedera
kepala ringan,
130 kasus cedera kepala sedang,
dan 20 kasus cedera kepala berat
2. Anamnesis Pada pasien dengan trauma
RS, pasien perempuan 63 tahun datang terdapat mekanisme peradangan
dengan keluhan utama benjolan pada atau inflamas sebagai respon
kepala. Hal ini dialami pasien sejak jatuh awal terjadinya kerusakan
dari springbed dua tingkat 7 jam jarinagn. Tujuannya adalah
sebelum masuk Rumah Sakit. Posisi membersihkan debris dan
pasien miring saat terjatuh, dengan mempersiapkan penyembuhhan.
kepala terbentur ke lantai. Sesaat setelah Pada inflamasi terjadi
jatuh, pasien tetap sadar. Terdapat luka vasodilatasi pembuluh darah
lecet di kepala bagian kiri regio temporal. dipicu oleh histamin yang
Nyeri kepala dijumpai jika ditekan, dikeluarkan sel mast. Pelebaran
Riwayat muntah menyembur (-). pembuluh darah mengakibatkan
Riwayat kejang (-). Pasien tidak penyaluran darah lokal
mengingat bagaimana kronologis pasien membawa lebih banyak protein
jatuh. Riwayat jatuh dialami beberapa plasma untuk pertahanan.
kali oleh pasien. Akumulasi protein yang bocor
Pasien mengeluhkan sulit pada saluran interstitium akan
berjalan, diakui sejak kaki pasien meningkatkan tekanan osmotik
tertimpa gilingan cabai pada Oktober koloid dalam cairan interstisium.
2015, dan memberat pada Januari 20116. Meningkatnya aliran darah juga
Riwayat Penyakit Terdahulu: akan berpengaruh terhadap
Hipertensi, DM. peningkatan tekanan darah

34
Riwayat Penggunaan Obat : kapiler. Akhirnya terjadi
Metformin, Glibencamid, Asam penumpukan cairan di
Asetilsalisilat. interstitium yang mengakibatkan
edema lokal atau
pembengkakan. Pada trauma
Pemeriksaan fisik kapitis, dapat timbul suatu lesi
Sens : Compos Mentis yang bisa berupa perdarahan
TD : 130/80 mmHg pada permukaan otak yang
HR : 98 x/i berbentuk titik-titik besar dan
RR : 22 x/i kecil, tanpa kerusakan pada
T : 37.00c duramater, dan dinamakan lesi
Peningkatan TIK :(-), kontusio. Lesi kontusio di bawah
Nervus Kranialis: area benturan disebut lesi
N I- NXII : dalam batas normal kontusio coup, di seberang
Refleks fisiologis : (++)/(++) area benturan tidak terdapat
Refleks Patologis : tidak dijumpai gaya kompresi, sehingga tidak
terdapat lesi. Jika terdapat lesi,
Head CT-scan: maka lesi tersebut dinamakan
Jaringan lunak eksracalvaria dan os lesi kontusio countercoup.
calvaria masih memberikan bentuk dan Kepala tidak selalu mengalami
densitas yang normal. akselerasi linear, bahkan
Sulki kortikalis, fissura Sylvii, dan akselerasi yang sering dialami
fissura interhermisfer melebar. oleh kepala akibat trauma kapitis
Ruang subarachnoid tampak normal. adalah akselerasi rotatorik.
Sistema ventrikel tampak melebar. Bagaimana caranya terjadi lesi
Tampak lesi hipodens di daerah pons. pada akselerasi rotatorik adalah
Tidak tampak lesi patologis di parenkim sukar untuk dijelaskan secara
cerebri dan cerebellum. terinci. Tetapi faktanya ialah,
Sinus paranasal yang terskrining tidak bahwa akibat akselerasi linear
tampak kelainan. dan rotatorik terdapat lesi
kontusio coup, countercoup dan

35
intermediate. Yang disebut lesi
kontusio intermediate adalah lesi
yang berada di antara lesi
kontusio coup dan countrecoup
3 Pasien ditatalaksana dengan: Penatalaksanaan pada cedera
Bed Rest kepala memiliki prinsip
O2 2-4 L/i via n.c. penanganan untuk memonitor
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i tekanan intrakranial pasien.

Inj.Citicoline 500 mg/12 jam Terapi medika mentosa


digunakan untuk menurunkan
oedem otak bila terdapat oedem
pada gambaran profil CT Scan
pada pasien .Penurunan aktifitas
otak juga dibutuhkan dalam
prinsip penatalaksanaan pada
cedera kepala agar dapat
menurunkan hantaran oksigen
dengan induksi koma. Pasien
yang mengalami kejang
diberikan terapi
profilaksis.
- Terapi farmakologis
Terapi farmakologi
menggunakan cairan intravena
ditujukan untuk
mempertahankan status cairan
dan menghindari dehidrasi. Bila
ditemukan peningkatan tekanan
intracranial yang refrakter tanpa
cedera difus, autoregulasibaik
dan fungsi kardiovaskular

36
adekuat, pasien bisa diberikan
barbiturat. Mekanisme kerja
barbiturat adalah dengan
menekan metabolisme serebral,
menurunkan aliran darah ke otak
dan volume darah serebral,
merubah tonus vaskuler,
menahan radikal bebas dari
peroksidasi lipid mengakibatkan
supresi burst. Kureshi dan
Suarez menunjukkan
penggunaan saline hipertonis
efektif pada neuro trauma
dengan hasil pengkerutan otak
sehingga menurunkan tekanan
intrakranial, mempertahankan
volume intravaskular volume.
Dengan akses vena sentral
diberikan NaCl 3% 75 cc/jam
dengan Cl 50%, asetat 50%
target natrium 145-150 dengan
monitor pemeriksaan natrium
setiap 4-6 jam.
Setelah target tercapai
dilanjutkan dengan NaCl
fisiologis sampai 4-5 hari.
- Terapi Nutrisi
Dalam 2 minggu pertama pasien
mengalami hipermetabolik,
kehilangan
kurang lebih 15% berat badan

37
tubuh per minggu. Penurunan
berat badan melebihi 30% akan
meningkatkan mortalitas.
diberikan kebutuhan
metabolisme istirahat dengan
140% kalori/ hari dengan
formula berisi protein > 15%
diberikan selama 7 hari. Pilihan
enteral feeding dapat mencegah
kejadian
hiperglikemi, infeksi.
- Terapi Prevensi Kejang
Pada kejang awal dapat
mencegah cedera lebih lanjut,
peningkatan TIK, penghantaran
dan konsumsi oksigen,
pelepasan neuro transmiter yang
dapat mencegah berkembangnya
kejang onset lambat (mencegah
efek kindling).Pemberian terapi
profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektif pada
minggu pertama. Faktor-faktor
terkait yang harus dievaluasi
pada terapi prevensi kejang
adalah kondisi pasien yang
hipoglikemi, gangguan
elektrolit, dan infeksi.
- Penanganan Cedera
Kepala Ringan
Pasien dengan CT Scan normal

38
dapat keluar dari UGD dengan
peringatan apabila : mengantuk
atau sulit bangun (bangunkan
setiap 2 jam), mual dan muntah,
kejang, perdarahan/keluar cairan
dari hidung atau telinga, nyeri
kepala hebat,
kelemahan/gangguan sensibilitas
pada ekstrimitas, bingung dan
tingkah laku aneh, pupil
anisokor, penglihatan
dobel/gangguan visus, nadi yang
terlalu cepat/terlalu pelan, pola
nafas yang abnormal.

39
BAB 6
KESIMPULAN

RS, perempuan, 63 tahun datang ke RS Putri Hijau pada tanggal 27


Agustus 2016 dengan keluhan utama benjol pada kepala akibat jatuh dari
springbed dua kaki 7 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien didiagnosa dengan
Trauma Kepala Ringan. Pasien diberi tatalaksana berupa bedrest, oksigen, cairan
ringer laktat, dan citicoline.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Karbakhsah, M., Zandi, N.S., Rouzrokh, M., Zarei, M.R., 2009. Injury
Epidiomology in Kermanshah:the National Trauma Project in Islamic
Republic of Iran. Eastern Mediterranean Health Journal 15 (1):57-63.
2. Coronado V.G., Thomas K.E., Div of Injury Response, Kegler S.R., Div of
Violence Prevention, National Center for Injury Prevention and Control,
CDC 56(08); 167-170.
3. Langlois J.A., Rutland-Brown W., Thomas K.E., Traumatic brain injury
in the United States: emergency department visits, hospitalizations, and
deaths. Atlanta (GA): Centers for Disease Control and Prevention,
National Center for Injury Prevention and Control, 2006.
4. Adeolu A., Malomo A., Shokunbi M., Komolafe E., dan Abiona T., 2005:
Etiology of Head Injuries in Southwestern Nigeria: A Public Health
Perspective. The Internet Journal of Epidemiology 2(2). Available:
http://www.ispub.com/ostia/index.php?xmlFilePath=journals/ije/vol2n2/ni
geria.xml.
5. Riyadina, W., 2009. Profil Cedera Akibat Jatuh, Kecelakaan Lalu Lintas
dan Terluka Benda Tajam/Tumpul pada Masyarakat Indonesia. Jur. Peny
Tdk Mlr Indo, Vol.1.1.2009 : 1-11.
6. Dewanto, George dkk. 2009. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta : EGC
7. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
8. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
9. Baehr, Mathias. 2010 Diagnosis topik neurologi Duus : anatomi, fisiologi,
tanda, gejala.Jakarta : EGC
10. Veni, K. Trauma Kepala. 2011. available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapter%20II.pd
f. [cited 30-08-2016].

41
11. Surtidewi, T. 2012. Faktor-Faktor yang Memperburuk Cedera Kepala.
Available from : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-
ciptowatig-5193-2-bab2.pdf. [cited 30-08-2016]
12. Saputra, I. 2014. Penatalaksanaan Pada Cedera Kepala. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41472/4/Chapter%20II.pd
f. [cited 30-08-2016]
13. Aritonang, S. 2007. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Cedera Kepala.
Available from : http://eprints.undip.ac.id/29403/3/Bab_2.pdf. [cited 30-
08-2016]

42

Anda mungkin juga menyukai