Anda di halaman 1dari 51

TRAUMA PADA KEPALA

Ketua :Raditya Sakti Prabowo (1102011217)


Sekretaris :Intan Purnama Sari(1102013138)
Anggota : Lilik Nur Arum Sari (1102012144)
Moch.Barliansyah Praja (1102012165)
Reza Akbar Nasution (1102011230)
Nurindryani Kusumadewi (1102012206)
Titis Nur Indah Sari (1102011282)
Diantari Nur Wahidah (1102013084)
Hajar Haniyah (1102013119)
Nabila Chintia Putri (1102013192)
Trauma
Craniocerebral

Fraktur Os Perdarahan
Nasal Intrakranial

Fraktur Le Fraktur Basis


Fort Cranii

Trias dan
respon
cushing
Memahami dan Menjelaskan
Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda
paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala
sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak

Memahami dan
Menjelaskan Definisi
Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti
berikut
Kecelakaan Lalu Lintas
Jatuh

Memahami dan
Menjelaskan Etiologi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada
2 macam yaitu
Cedera kepala terbuka
Cedera kepala tertutup
Berdasarkan mekanisme
Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tembus
Berdasarkan beratnya cedera/trauma

Memahami dan
Menjelaskan Klasifikasi
Berdasarkan morfologi
Cedera/laserasi kulit kepala
Fraktura tengkorak
Calvaria
Linear atau stelata
Depressed atau nondepressed
Terbuka atau tertutup
Dasar tengkorak
Dengan atau tanpa kebocoran CNS
Dengan atau tanpa paresis N. VII
Mekanisme Cedera Primer:
Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
Kepala yang bergerak membentur benda yang diam: Terjadi
proses aselerasi (Gerakan cepat yang terjadi secara
mendadak) dan deselerasi (Penghentian aselerasi secara
mendadak)
Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyandar pada
benda lain, dibentur oleh benda yang bergerak. Kepala
tergencet tengkorak retak otak hancur

Memahami dan
Menjelaskan Patofisiologi
Mekanisme cedera otak sekunder ini dapat dibagi dalam 2 komponen:
Secondary brain damage
Terjadi sesudah aktivasi langsung dari proses imunologi dan biokimia
yang merusak dan berpropagasi secara otomatis, dengan mediator:
asidosis laktat
influk kalsium
asam amino eksitatorik
asam arakhidonat
oksida nitrit
radikal bebas
aktivasi jeram komplemen
Sitokin
peroksidasi lipid
bradikinin
makrofag
pembentukan edema
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti
berikut:
Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
Hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga)
Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:
Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

Memahami dan Menjelaskan


Manifestasi Klinis
Pemeriksaan
Neurologis
Tingkat Kesadaran
Pupil dan Pergerakan Bola Mata, Termasuk Saraf Kranial
Reaksi Motorik Berbagai Rangsang Dari Luar
Reaksi Motorik Terbaik
Pola Pernapasan

Memahami dan Menjelaskan


Diagnosis dan Diagnosis Banding
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
MRI
Cerebral Angiography
EEG (Elektroencepalograf)
X-Ray
BAER
PET
CSF, Lumbal Pungsi
ABGs
Kadar Elektrolit
Screen Toxicologi
Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
Disability (Penilaian neurologis cepat)
Exposure
Secondary Survey
Cedera Kepala Ringan
Cedera Kepala Sedang
Cedera Kepala Berat

Memahami dan
Menjelaskan Tatalaksana
Tatalaksana Bedah (Tidak berlaku bila mati batang
otak)
Dilakukan bila ada :
Interval lucid (bila CT tak tersedia segera)
Herniasi unkal (pupil/motor tidak ekual)
Fraktura depress terbuka
Fraktura depress tertutup > 1 tabula/1 cm
Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah 5 mm
Massa ekstra aksial 5 mm, uni / bilateral
Massa lobus temporal 30 ml
Komplikasi non bedah
Kejang post traumatika
Infeksi
Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan Gastrointestinal
Neurogenic Pulmonary Edema (NPE)
Komplikasi bedah
Hematoma Intrakranial
Hidrosefalus
Subdural Hematoma Kronis
Cedera kepala terbuka
Kebocoran CSS.

Memahami dan
Menjelaskan Komplikasi
Menurut Chusid (1982), prognosis TK tergantung berat
dan letak TK.
Menurut King & Bewes (2001), prognosis TK buruk jika
pada pemeriksaan ditemukan pupil midriasis dan tidak
ada respon E, V, M dengan rangsangan apapun. Jika
kesadarannya baik, maka prognosisnya dubia, tergantung
jenis TK, yaitu: pasien dapat pulih kembali atau
traumanya bertambah berat.

Memahami dan
Menjelaskan Prognosis
Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum
peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk
mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera
seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,
dan memakai helm.
Pencegahan Sekunder
Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Menghentikan perdarahan (Circulations).

Memahami dan
Menjelaskan Pencegahan
Pencegahan Tertier
Rehabilitasi Fisik
Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif
pada lengan atas dan bawah tubuh.
Perlengkapan splint dan caliper
Transplantasi tendon
Rehabilitasi Psikologis
Rehabilitasi Sosial
Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi
roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi
dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap
bantuan orang lain.
Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi
dengan masyarakat).
Memahami dan Menjelaskan
Perdarahan Intrakranial
Hematom epidural merupakan pengumpulan darah
diantara tengkorak dengan duramater (dikenal dengan
istilah hematom ekstradural).
Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural
meliputi :
Trauma kepala
Sobekan a/v meningea mediana
Ruptur sinus sagitalis/sinus tranversum
Ruptur v diplorica

EPIDURAL HEMATOMA
Klasifikasi
Berdasarkan kronologisnya hematom epidural
diklasifikasikan menjadi
Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama
setelah trauma
Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari
Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7
Patofisiologi
Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul
dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa
sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur
cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada
arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah
meningeal tengah cedera ketika terjadi garis fraktur melewati
lekukan minengeal pada squama temporal.
Gejala klinis
Gejala klinis hematom epidural terdiri dari trias gejala;
Interval lusid (interval bebas)
Hemiparesis
Anisokor pupil
Diagnosis
Regio yang paling sering terlibat dengan perdarahan
epidural adalah regio temporal (70-80%). Pada regio
temporal, tulangnya relatif tipis dan arteri meningea media
dekat dengan skema bagian dalam kranium
Pemeriksaan laboratorium
Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung
trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan
epidural, baik spontan maupun trauma.
Pencitraan
Radiografi
CT-scan
Tatalaksana
Obat-obatan
Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai
faktor. Efek yang kurang baik pada jaringan otak terutama dari
efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak
yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Terapi Bedah
Berdasarkan pada Guidelines for the Management of
Traumatic Brain Injury, perdarahan epidural dengan volume >
30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa
mempertimbangkan GCS.
Komplikasi
Hematom epidural dapat memberikan komplikasi:
Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis,
radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana keadaan
ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada
kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan
tekanan intrakranial
Kompresi batang otak meninggal
Sedangkan outcome pada hematom epidural yaitu :
Mortalitas 20% -30%
Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10%
Sembuh tanpa defisit neurologik
Hidup dalam kondisi status vegetatif
Perdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi diantara
duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat berasal dari:
Ruptur vena jembatan ("Bridging vein") yaitu vena yang berjalan
dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri melintasi ruangan
subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater.
Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoid
Etiologi
Trauma kepala.
Malformasi arteriovenosa.
Diskrasia darah.
Terapi antikoagulan

SUBDURAL HEMATOMA
Klasifikasi
Perdarahan akut
Perdarahan sub akut
Perdarahan kronik
Patofisiologi
Vena cortical menuju dura atau sinus dural pecahdan
mengalami memar atau laserasi, adalah lokasi umum
terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan dengan
comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan menunjukkan
effect massa dan pergeseran garis tengah dalam exsess dari
ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.
Gejala klinis
Gejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan
(sakit kepala) sampai penutunan kesadaran.
Tatalaksana
Tindakan terapi pada kasus kasus ini adalah kraniotomi
evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi via burr-hole.
Khusus pada penderita hematom subdural kronis usia tua
dimana biasanya mempunyai kapsul hematom yang tebal
dan jaringan otaknya sudah mengalami atrofi, biasanya
lebih dianjurkan untuk melakukan operasi kraniotomi
(diandingkan dengan burr-hole saja).
Komplikasi
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa:
Hemiparese/hemiplegia.
Disfasia/afasia
Epilepsi.
Hidrosepalus.
Subdural empiema
Prognosis
Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%,
sedangkan pada subdural hematom kronis:
Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%.
Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%.
Adalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hematom
intraserbral pasca traumatik merupkan koleksi darah fokal yang
biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap
pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang
cedera penetrans.
Etiologi
Intraserebral hematom dapat disebabkan oleh :
Trauma kepala.
Hipertensi.
Malformasi arteriovenosa.
Aneurisme
Terapi antikoagulan
Diskrasia darah

INTRASEREBRAL
HEMATOMA
Klasifikasi
Klasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya;
Hematom supra tentoral.
Hematom serbeller.
Hematom pons-batang otak.
Patofisiologi
Hematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di
frontotemporal atau di daerah ganglia basalis, dan kerap disertai
dengan lesi neuronal primer lainnya serta fraktur kalvaria.
Gejala klinis
Klinis penderita tidak begitu khas dan sering (30%-50%) tetap
sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya. Manifestasi
klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari pasca cedera,
namun dengan adanya scan computer tomografi otak
diagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat.
Diagnosis
Kriteria diagnosis hematom supra tentorial
Kriteria diagnosis hematom serebeller
Kriteria diagnosis hematom pons batang otak
Terapi
Konservatif
Bila perdarahan lebih dari 30 cc supratentorial
Bila perdarahan kurang dari 15 cc celebeller
Bila perdarahan pons batang otak.
Pembedahan: Kraniotomi
Bila perdarahan supratentorial lebih dari 30 cc dengan effek
massa
Bila perdarahan cerebeller lebih dari 15 cc dengan effek massa
Komplikasi
Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi
berupa:
Oedem serebri, pembengkakan otak
Kompresi batang otak, meninggal
Prognosis
Penderita intraserebral hematom sekitar 20%-30% dapat
mengalami kematian ataupun sembuh tanpa defisit
neurologis.
Memahami dan Menjelaskan
Fraktur Basis Cranii
Fraktur ini didefinisikan sebagai fraktur linear dasar tengkorak, dan
biasanya frakturnya banyak pada wajah dan meluas kedasar
tengkorak.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala
antara lain:
Kecelakaan lalu lintas(penyebab terbanyak),
pertengkaran,
jatuh,
kecelakaan olahraga,
tindakan criminal
Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis
Cranii. Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal berupa longitudinal,
transversal dan mixed
Fraktur condylar occipital (Posterior), adalah hasil dari trauma
tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial, lateral bending, atau
cedera rotational pada pada ligamentum Alar.
Manifestasi Klinis
Bloody otorrhea.
Bloody rhinorrhea
Liquorrhea
Brill Hematom
Batles sign
Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan N
VIII
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Pemeriksaan Lanjutan
Studi Imaging
Radiografi
CT scan
MRI
Diagnosis Banding
Echimosis periorbita (racoon eyes) dapat disebabkan oleh
trauma langsung seperti kontusio fasial atau blow-out
fracture dimana terjadi fraktur pada tulang-tulang yang
membentuk dasar orbita (arcus os zygomaticus, fraktur
Le Fort tipe II atau III, dan fraktur dinding medial atau
sekeliling orbital).
Rhinorrhea dan otorrhea selain akibat fraktur basis cranii
juga bisa diakibatkan oleh :
Kongenital
Ablasi tumor atau hidrosefalus
Penyakit-penyakit kronis atau infeksi
Tindakan bedah
Tatalaksana dan Terapi medis
Pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai
kelainan struktural neurologis tidak memerlukan
intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan
untuk berobat jalan dan kembali jika muncul gejala.
Terapi Bedah
Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur.
Bayi dan anak-anak dengan open fraktur depress
memerlukan intervensi bedah
Memahami dan
Menjelaskan Trias Cushing
Definisi Trias Cushing
Trias cushing merupakan kumpulan gejala yang diakibatkan oleh
meningkatnya tekanan intrakranial.
Hipertensi
Bradikardi
Depresi pernapasan
Patofisiologi Trias Cushing
Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur.
Setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48
jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan tekanan intrakranial sampai
33 mmHg mengurangi aliran darah otak secara bermakna. Iskemia yang
timbul merangsang pusat motor, dan tekanan darah sistemik meningkat,
Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan
pernapasan menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini, dikenal sebagai
refleks Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. Akan
tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO 2 dan
mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekananan
intrakranial.
Memahami dan Menjelaskan
Fraktur Le Fort
Le Fort I:
Extra oral :
Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur,
kadang-kadang terdapat infraorbital echymosis dan
subconjunctival echymosis
Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang
atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu.
Intra oral
Echymosis pacta mucobucal rahang atas
Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai
goyangnya gigi dan lepasnya gigi.
Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang
luka, gigi fraktur atau lepas.
Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah
Pada Le Fort I ini seluruh processus alveolaris rahang
atas, palatum durum, septum nasalis terlepas dari
dasarnya sehingga seluruh tulang rahang dapat
digerakkan ke segala arah
Le Fort II :
Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis,
ethmoid, sphenoid dan sering tulang vomer dan septum
nasalis terkena juga.
Gejala klinik
Extra oral :
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut
terasa sakit.
Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.
Intra oral
Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah
tertekan sehingga timbul kesukaran bernafas.
Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.
Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada
bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa
sakit.
Le Fort III
Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi
tulang-tulang nasalis, maxillaris, orbita, ethmoid,
sphenoid dan zygomaticus arch
Geiala klinik
Extra oral :
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.
Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.
Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan
saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan
paralisis bola mata yang temporer.
Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.
Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah
paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang
menyebabkan Bells Palsy.
Intra oral :
Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan
Perdarahan pada palatum dan pharynx.
Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.
Pemeriksaaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk menunjang diagnosa.
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat sebaiknya digunakan
beberapa posisi pengambilan foto, karena tulang muka
kedudukannya sedemikian rupa sehingga tidak
memungkinkan kita untuk melihatnya dari satu posisi saja.
Pemeriksaan Ro Foto untuk fraktur maxilla antara lain :
PA position
Waters position
Lateral position
Occipito Mental Projection
Zygomaticus
Panoramic
Occlusal view dari maxilla
Intra oral dental
Memahami dan Menjelaskan
Fraktur Os Nasal dan Tatalaksana
Terdapat beberapa jenis fraktur hidung antara lain (Robinstein,2000) :
A. Fraktur lateral
Adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana hanya terjadi pada salah satu
sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.
B. Fraktur bilateral
Merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain
fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang
nasal dengan tulang maksilaris.
C. Fraktur direct frontal
Yaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan
pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan terganggu
suaranya.
D. Fraktur comminuted
Adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan
menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.
Fraktur pada tulang hidung dapat menimbulakan terjadinya gangguan-gangguan seperti
a. Epistaxis
b. Rhinitis
c. Nasal vestibular stenosis
d. Septal hematoma
Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :
Mengembalikan penampilan secara memuaskan
Mengembalikan patensi jalan nafas hidung
Menempatkan kembali septum pada garis tengah
Menjaga keutuhan rongga hidung
Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela,
perubahan bentuk punggung hidung
Mencegah gangguan pertumbuhan hidung
Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan
sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik
reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan
fungsional pada 70 % pasien.
Pencegahan
Memakai pelindung wajah ketika berolahraga yang membutuhkan kontak,
atau ketika bersepeda atau bersepeda motor.
Mengikuti aturan keselamatan dalam bekerja (K3)
Mengenakan sabuk pengaman saat mengemudi atau menumpang mobil.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam: Advanced Trauma Life
Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI, 2004.
Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org [diakses 19 Juni
2008]
Bailey H. Ilmu bedah gawat darurat Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992.
Devadiga A, Prasad K. Epidemiology of maxillofacial fractures and concomitant injuries in a it: a
retrospective study. The Internet Journal of Epidemiology. 2007; 5 (2).
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta: Deltacitra Grafindo, 2005.
Fonseca RJ, Walker RV. Oral and maxillofacial trauma. Ed. 2, Vol.2 USA: W.B.Saunders Company,
2005.
Gennarelli TA, Meaney DF. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery 2 nd edition.
New York: McGraw Hill, 1996.
Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical
Nursing 5th edition. Philadelphia: lippincot William & Wilkins, 2003.
PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007.
Pekanbaru.
Saanin S. Cedera Kepala. Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery. [diakses 19 Juni 2008]
Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery 2 nd edition.
New York: McGraw Hill, 1996.

Anda mungkin juga menyukai