Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi

Hipoglikemia merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di dalam
darah berada di bawah kadar normal. Zat gula didapat dari makanan yang kita cerna dan serap.
Molekul-molelul gula tersebut masuk ke dalam aliran darah untuk selanjutnya disalurkan ke
seluruh sel-sel yang ada di jaringan tubuh. Namun sebagian besar sel-sel tubuh tidak bisa
menyerap gula tanpa bantuan hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas. Dalam hal ini,
insulin berperan sebagai pembuka pintu bagi masuknya zat gula ke dalam sel.

Hipoglikemia merupakan suatu keadaan abnormal dimana kadar gula glukosa dalam
darah kurang dari 70mg/dl. Hipoglikemia juga merupakan komplikasi akut diabetes melistus.
Penyandang diabetes melistus akan menghadapi situasi dilematik dimana mereka diharuskan
memperoleh terapi obat penurun gula darah untuk mengontrol kadar gula darah tetap normal,
namun juga menghadapi kekhawatiran akan efek samping terapi yang dapat menyebabkan
komplikasi hipoglikemia. Situasi tersebut akan berdampak secara psikologis yaitu ketakutan
akan serangan ulang hipoglikemia yang menciptakan perasaan traumatis bagi penyandang
diabetes melitus.

Hipoglikemia dapat disebabkan oleh banyaknya hormone insulin yang terdapat dalam
tubuh, kesalahan pemberian dosis obat diabetes , ketidakseimbangan antara kegiatan yang
dilakukan dan asupan makanan yang diperoleh. Adapun gejala yang dialami seseorang ketika
kadar gula dalam tubuhnya rendah adalah lapar, bingung, gelisah, gugup berkeringat dingin,
lemah dan sakit kepala.

B. Epidemiologi

Insiden hipoglikemia dalam suatu populasi sulit untuk dipastikan. Pasien dan dokter
sering atribut gejala (misalnya, kecemasan, iritabilitas, kelaparan) hingga hipoglikemia tanpa
mendokumentasikan adanya gula darah rendah. Prevalensi sebenarnya dari hipoglikemia,
dengan kadar gula darah di bawah 50 mg / dL, umumnya 5-10% orang yang menunjukkan
gejala sugestif hipoglikemia.

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang diketahui dari beberapa obat, dan


insidensinya sulit ditentukan dengan pasti. Selain itu, kondisi ini dikenal sebagai komplikasi
banyak terapi untuk diabetes; Oleh karena itu, kejadian hipoglikemia pada populasi penderita
diabetes sangat berbeda dari yang terjadi pada populasi orang tanpa diabetes.

Tumor penghasil insulin adalah penyebab hipoglikemia yang jarang namun penting
yang dapat diobati, dengan kejadian tahunan AS sebesar 1-2 kasus per juta orang per tahun.

Hipoglikemia reaktif dilaporkan paling sering oleh wanita berusia 25-35 tahun; Namun,
penyebab lain hipoglikemia tidak terkait dengan predileksi seks. Usia rata-rata seorang pasien
yang didiagnosis dengan insulinoma adalah awal 40-an, tetapi kasus telah dilaporkan pada
pasien mulai dari lahir hingga usia 80 tahun.

C. Patofisiologi

Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative


ataupun absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma
glukosa. Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah,
baik pada penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita diabetes tipe II.
Glukosa sendiri merupakan bahan bakar metabolism yang harus ada untuk otak. Efek
hipoglikemia terutama berkaitan dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem
peredaran darah (Kedia, 2011).
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak.
Selain itu otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa
(dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang
normal sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan glukosa
dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplai glukosa ke
otak. Karena terjadi penurunan suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya
penurunan suplai oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah.
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan konsentrasi
glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi insulin secara
fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi glukosa darah, peningkatan konsentrasi
glucagon dan epineprin sebagai respon neuroendokrin pada kosentrasi
glukosa darah di bawah batas normal, dan timbulnya gejala-gejala neurologic (autonom) dan
penurunan kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal. Penurunan
kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan mengakibatkan
pola nafas tidak efektif
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system hormonal, persyarafan
dan pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan glukosa oleh organ
perifer.Insulin memegang peranan utama dalam pengaturan kosentrasi glukosa
darah. Apabila konsentrasi glukosa darah menurun melewati batas bawah konsentrasi
normal, hormon-hormon konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang
diproduksi oleh sel α pankreas berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap
hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga berperan
meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin
merupakan dua hormone yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya
bekerja dalam hati. Glukagon mulamula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian
glukoneogenesis, sehingga terjadi penurunan energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar
glukosa darah
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi
jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolysis di jaringan lemak serta
proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien
pingsan dan lemah
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya kadar
glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga masalah
keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul.

D. Etiologi

Dosis pemberian insulin yang kurang tepat, kurangnya asupan karbohidrat karena
menunda atau melewatkan makan, konsumsi alkohol, peningkatan pemanfaatan karbohidrat
karena latihan atau penurunan berat badan

E. Klasifikasi

Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai ringan, sedang dan berat berdasarkan tanda dan
gejala serta kebutuhan bantuan dari luar . Hipoglikemi ringan dan sedang menimbulkan gejala
keringat dingin, tubuh terasa gemetar, jantung berdebar, kecemasan, sulit berkonsentrasi, dan
rasa lapar. Pasien DM dapat menolong dirinya sendiri dengan cara meminum atau makan yang
mengandung gula. Hipoglikemia berat sering muncul tanpa dirasakan, menimbulkan gejala
keletihan fisik, kebingungan, perubahan perilaku, koma, kejang sampai terjadi kematian.
Kondisi ini membutuhkan bantuan penatalaksanaan medis secara cepat

Jenis Hipoglikemi Tanda dan Gejala


Ringan  Dapat diatasi sendiri dan tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari
 Penurunan glukosa ( stressor)
merangsang saraf simpatis yang
merangsang sekresi dari hormone
adrenalin sehingga menyebabkan :
perspirasi, tremor, palpitasi, gelisah
 Penurunan glukosa (stressor)
merangsang saraf parasimpatis yang
menyebabkan : lapar, mual ,
menurunnya tekanan darah

Sedang  Dapat diatasi sendiri, mengganggu


aktivitas sehari-hari
 Otak mulai kurang mendapat glukosa
sebagai sumber energi, sehingga
timbul gangguan pada ssp : headache,
vertigo, gangguan konsentrasi,
penurunan daya ingat, perubahan
emosi, perilaku irasional, penurunan
fungsi rasa, gangguan koordinasi
gerak , double vision

Berat  Membutuhkan orang lain dan terapi


glukosa
 Fungsi SSP mengalami gangguan
berat: disorientasi, kejang, penurunan
kesadaran

Menurut American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia mengklasifikasikan


kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut:

Severe hypoglycemia Krjadian hipoglikemia yang membutuhkan


bantuan orang lain dalam penangannannya
Documented symptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma kurang dari
70mg/dl disertai gejala klisis hipoglikemia
Asymptomatic hypoglicemia Kadar gula darah plasma kurang dari
70mg/dl tanpa disertai gejala klisis
hipoglikemia
Probable symptomatic hypoglikemia Gejala klinis hipoglikemia tanpa pengukuran
kadar gula darah
Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan
pemeriksaan kadar gula darah plasma lebih
dari 70 mg/dl dan disertai penurunan kadar
gula darah

Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut, subakut dan kronik.


Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma sehingga menvapai kadar rendah.
Hipoglikemia akut dapat terjadi pada penderita diabetes ataupun tidak. Pada penderita diabetes
hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin eksogen berlebihan. Sedangkan pada non
diabetes hipoglikemia disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejalanya adalah perasaan
cemas, gemetar, palpitasi, takikardi, berkeringat, dan perasaan lapar.
Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma secara relative
lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia ataupun gangguan metabolic
fungsi hati. Gejalanya yaitu perasaan kacau progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan
mengantuk. Dapat timbul kejang dan koma bila pasien tidak makan.
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari 2 fase, yaitu ;
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga hormone
epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena pada fase ini
pasien masih sadar.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu
dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap
rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin dari kelenjar adrenal dan
beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi
juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, gelisah,
gemetar, pingsan, jantung berdebar-debar, rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat
menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan ousing, bingung, lelah,
lemah, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan,
kejang, hingga koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bias menyebabkan
kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan
fungsi otak bias terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba.

Penatalaksanaan

Hipoglikemia membutuhkan penanganan dengan cepat dan tepat sehingga tidak


berdampak merusak organ utama manusia terutama otak (Amiel et al, 2008; Bonds et al, 2010).
Penurunan kadar glukosa di bawah nilai < 55 mg/dl akan berdampak secara akut pada fungsi
otak karena otak sangat tergantung dengan glukosa dan otak tidak mampu menyimpan
cadangan glukosa untuk proses metabolismenya (Zammitt & Frier, 2005). Sel otak akan
mengalami iskemia apabila tidak mendapatkan suplai oksigen dan glukosa 4-6 menit, serta
akan menimbulkan kerusakan otak yang bersifat irrevers- ible jika lebih dari 10 menit.

Penurunan kadar gula darah dapat memicu serangkaian respon yang bertujuan
meningkatkan kadar gula darah. Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia
adalah penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus tipe 1 yang
menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan sekresi insulin fisiologis (sekresi
insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena insulin yag beredar dalam tubuh
merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar (eksogen).

Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi


glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu
glikogenolisis. Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan
sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak cukup
untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar
gula darah dengan cara stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi
penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat
glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak).

Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam
pulau Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal)
dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf pusat.

Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa
plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang lebih hebat yang menyebabkan
gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan
bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh mekanisme pertahanan ini
berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced diabetes mellitus tipe 2.

Tata laksana hipoglikemia meliputi pemberian glukosa oral, glukosa intravena, dan
monitoring kadar gula darah. Terapi berbeda pada pasien sadar dan tidak sadar. Pada stadium
permulaan (pasien sadar) berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/permen atau
gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet), atau bisa juga memberikan makanan
yang mengandung karbohidrat. Pantau gukosa sewaktu tiap 1-2 jam. Pada stadium lanjut
(pasien tidak sadar), berikan larutan dextrose 40% sebanyak 2 flakon bolus intra vena, dan
berikan infuse dextrose 10 %, dan pantau gula darah sewaktu.

Kadar Glukosa (mg/dl) Terapi Hipoglikemia

< 30 mg/dl Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 3 flacon

30-60 mg/dl Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 2 flacon

60-100 mg/dl Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 1 flacon

Follow Up :
1. Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit setelah injeksi
2. Sesudah bolus, setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi
sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar kurang lebih 120 mg/dl

Rencana Tindak Lanjut

1. Mencari penyebab hipoglikemi kemudian tatalaksana sesuai penyebabnya.


2. Mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya hipoglikemia
merupakan faktor limitasi utama dalam kendali glikemi pada pasien DM tipe 1 dan DM
tipe 2 yang mendapat terapi ini.

Konseling dan Edukasi

Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes),


hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan
sejumlah gula yang konsisten.

Kriteria Rujukan

1. Pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran harus dirujuk ke layanan sekunder


(spesialis penyakit dalam) setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan infus dekstrose
10% dengan tetesan 6 jam per kolf.
2. Bila hipoglikemi tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama protokol penanganan

Peralatan

1. Laboratorium untuk pemeriksaan kadar glukosa darah.


2. Cairan Dekstrosa 40 % dan Dekstrosa 10 %

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik bila penanganan cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai