Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

TERAPI CAIRAN DAN TRANSFUSI DARAH


PERIOPERATIF

Pembimbing:
dr. Rizky Ramadhana, Sp. An

Penyusun:
Arki farros
1102015035

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 17 JANUARI – 30 JANUARI
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum
berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian.
Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru
dan gagal nafas.
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode
pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi)
masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-
bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan
elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini
belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus,
perasaan mengantuk, dan pusing kepala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.
- Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata
70kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan
potassium ini.

o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang
intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan
air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.

2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter.

3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa.

b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat
dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik
(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-
pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6
ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1
derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang
banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-
paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200
ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan
pemberian cairan perioperatif, yaitu
1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan
meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan
berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera
diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
 Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah
(suction pump).
 Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10
ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap
darah100-10 ml.
Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis
penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit berulang- ulang (serial). Pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap
eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah
bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya
darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.

b. Kehilangan Cairan Lainnya


Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi
cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih
banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang
ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan
ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang
terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan
juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
 Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
 Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
 Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting
tubules) meningkat.
 Ginjal tidak mampu mengekskresikan ³free water´ atau untuk
menghasilkan urin Hipotonis

Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.
Penilaian status cairan ini didapat dari :
 Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
 Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif
dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,
abdomen, mata dan mukosa.
 Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.
 Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB
(1500 ml air).
 Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat
dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
 Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,
terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan
dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15
% BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada
dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan
lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg
untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali
penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi
tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.

2. Cairan Selama Pembedahan


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan
penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama
operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan
pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma
ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4
ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti
akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma
pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan
dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi
selama pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya
perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi,
kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan
untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di
dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain
operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan
untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana
selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan
dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara
serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah
untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada
level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20 – 25% pada individu
sehat atau anemia kronis.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai
hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB,
perempuan 85 ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi
30% dapat dihitung sebagai berikut :
 EBV
 Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
 Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
 Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop – RBVC
30%)
 Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian
cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :
Berdasar berat-ringannya perdarahan :
 Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%, cukup diganti
dengan cairan elektrolit.
 Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15 – 30%, dapat diganti
dengan cairan kristaloid dan koloid.
 Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah.

Klasifikasi Shok Akibat Perdarahan :


Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock
Class I 2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L
(haemorrhage 750 ml (15%)) polygelatin
   
Class II 1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer-
(haemorrhage 800-1500 ml (15- lactate solution
30%))  
 
Class III 1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5
(haemorrhage 1500-2000 ml (30- l whole blood or 0.1-1.5 l equal
40%)) volumes of concentrated red cells and
  polygelatin
   
Class IV 1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l
(haemorrhage 2000 ml (48%)) polygelatin plus 2.0 l whole  blood or
2.0 l equal volumes of concentrated
red cells and polygelatin or
hestastarch

3. Cairan Paska Bedah


Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
 Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
 Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris).
 Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
 Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori,
protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan
trace element. Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein
0,2 – 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita
paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan
protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan,
infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan
yang menyulitkan proses realimentasi.

Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan

1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain
menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih
dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute´ atau plasma expander´. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh
sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintesis yaitu:
 Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit)
terlebih dahulu.

 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000, rata-
rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan
pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin

Transfusi
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan
lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada
respon yang diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume
darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi,
tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor
dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat
vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan
vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan
cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal
menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah
kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam
waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan
eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas
20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi
koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer
Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.
Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi
darah, yaitu:
V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB
1. Transfusi sel darah merah
Indikasi transfusi sel darah merah
 Kehilangan darah yang akut
Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian
sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh
volume darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari
separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang
diberikan.
 Transfusi darah prabedah
 Anemia defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang
dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap
pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.
 Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun
 Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati
dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia
rekombinan.
 Gagal sumsum tulang
Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik,
atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah,
namun juga komponen darah yang lain.
 Penderita yang tergantung trasnfusi
Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia
sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai
enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang
normal.
 Penderita sel bulan sabit
Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur,
terutama setelah stoke, karena “sindrom dada” berulang yang mengancam
jiwa, dan selama kehamilan.
 Penyakit hemolitik neonatus
Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi
pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.

Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah::


a. Masalah Mendesak
 Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga
redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan
fungsi jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat
terjadi gagal ventrikel kiri
 Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan.
Hiperkalemia ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama
pada suhu kamar
 Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban
asam, dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi
 Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur,
nyeri selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan
akhirnya gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC
 Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi
anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi
b. Masalah Jangka Menengah
 Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat
yang sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus
atau corinebacterium
 Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada
thalasemia mayor yang menerima transfusipenderita sel sabit dan
teratur
 Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi
c. Masalah jangka panjang
Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat
diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan
tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan
pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid,
gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan
khelasi besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi
kerusakan organ yang serius.

2. Transfusi Trombosit dan Granulosit


Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita trombositopenia
yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena kegagalan sumsum
tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit penderita, misalnya
leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum tulang.
Indikasi transfusi trombosit:
 Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan
mielotoksik
 Kelainan fungsi trombosit
 Trombositopenia akibat pengenceran
 Pintas kardiopulmoner
 Purpura trombositopenia autoimun

Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal


Perbandingan Plasma Substitusi:
Kriteria Whole blood Larutan Albumin Dekstran HES 6% Haemaccel
elektrolit 20% 40+10
pH 7,3 – 7,4 5,5 – 6,5 6,47 – 7,2 4,5 – 5,7 5,0 – 7,0 7,0 – 7,6
BM rata-rata - - 66.000 40.000 200.000/ 35.000
450.000
Tekanan Fisiologis Non- Iso- Hiper- Hiper- Iso-osmotik
osmotic osmotik osmotik osmotik osmotik
Keseimbangan Terpelihara Resiko Perbaikan Dehidrasi Dehidrasi Perbaikan
cairan edema
intravaskuler-
interstitial
Waktu paruh Beberapa hari- Beberapa Beberapa 6-8 jam 12 jam 4-6 jam
efektif minggu menit hari
Gangguan Biasanya tidak Tidak Tidak Pseudoaglu Tidak Tidak
pada blood tinasi
typing
Gangguan Ada Hanya Hanya Menurunkan Menurunkan Hanya
pada kemungkinan pengence- pengence- fungsi fungsi pengenceran
homeostasis (aktivasi faktor) ran ran trombosit trombosit
dan dan
koagulopati koagulopati
Fungsi ginjal ? Membaik Membaik Mungkin Tidak Membaik
terganggu ditemukan
data literatur
Overload Mungkin Tidak Tidak Mungkin Mungkin Tidak
cardiovaskule mungkin mungkin
r
Efek samping Anafilaksis/ Edema Reaksi Anafilaksis Anafilaksis Reaksi kulit
yang mungkin inkompatibilita pulmonal kutis, yang perlu atau reaksi lokal,
s demam, premedikasi anafilaksis hipotensi
hipotensi sementara
sementara
Transmisi Resiko infeksi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyakit virus seperti
HIV, HBV,
HCV
Waktu 21 hari 3 tahun 3-5 tahun 5 tahun 3 tahun 5 tahun
penyimpanan
Suhu 4-60C Suhu 2-250C 0
C Suhu Suhu
penyimpanan ruangan ruangan ruangan
Akumulasi Tidak Tidak Tidak Beberapa Beberapa Tidak
pada RES minggu bulan
Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah:
 pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah
 Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resiko
overload pada sistem cardiovaskuler atau terjadinya edema
 Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis
 Tidak mengganggu homeostasis
 Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching
 Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial
 Lama penyimpanan produk panjang
 Ekonomis

DAFTAR PUSTAKA

Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227.
Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93.
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian
J.Anaesh.2003;47(5):380-387.

Anda mungkin juga menyukai