Pembimbing:
dr. Rizky Ramadhana, Sp. An
Penyusun:
Arki farros
1102015035
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum
berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian.
Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru
dan gagal nafas.
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode
pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi)
masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-
bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan
elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini
belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus,
perasaan mengantuk, dan pusing kepala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang
intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan
air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter.
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa.
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.
Penilaian status cairan ini didapat dari :
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif
dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,
abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB
(1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat
dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,
terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan
dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15
% BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada
dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan
lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg
untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali
penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi
tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain
menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih
dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute´ atau plasma expander´. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh
sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintesis yaitu:
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit)
terlebih dahulu.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan
pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin
Transfusi
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan
lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada
respon yang diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume
darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi,
tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor
dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat
vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan
vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan
cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal
menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah
kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam
waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan
eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas
20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi
koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer
Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.
Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi
darah, yaitu:
V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB
1. Transfusi sel darah merah
Indikasi transfusi sel darah merah
Kehilangan darah yang akut
Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian
sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh
volume darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari
separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang
diberikan.
Transfusi darah prabedah
Anemia defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang
dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap
pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.
Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun
Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati
dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia
rekombinan.
Gagal sumsum tulang
Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik,
atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah,
namun juga komponen darah yang lain.
Penderita yang tergantung trasnfusi
Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia
sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai
enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang
normal.
Penderita sel bulan sabit
Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur,
terutama setelah stoke, karena “sindrom dada” berulang yang mengancam
jiwa, dan selama kehamilan.
Penyakit hemolitik neonatus
Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi
pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227.
Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93.
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian
J.Anaesh.2003;47(5):380-387.