Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

DIABETES MELLITUS TYPE 2 ULKUS DIABETIKUM

Disusun oleh:

Pembimbing:

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2020
BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. A
• Usia : 68 tahun
• Status : Menikah
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Kp. Rambutan – Jakarta Timur
• Agama : Islam
• Tanggal Masuk RS : 01 Desember 2019
• Tanggal Pemeriksaan : 05 Desember 2019

II. ANAMNESIS (autoanamnesis dan alloanamnesis)

Keluhan Utama : Nyeri pada kaki sebelah kiri sejak dua hari SMRS

Keluhan Tambahan :

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh keluarganya ke IGD RS Arja dengan keluhan


nyeri pada kaki sebelah kiri sejak dua hari SMRS. Kaki kiri pasien terlihat
bengkak dan terdapat luka terbuka di jari kaki kiri ke-empat, terdapat pus pada
luka pasien. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan bermotor 1 minggu yang
lalu.

Pasien sudah sempat berobat ke puskesmas namun tidak ada perbaikan.


Keluhan- keluahan tersebut tidak disertai dengan demam, gangguan BAB
ataupun BAK. Keluhan batuk, pilek, pusing disangkal.
Menurut keterangan pasien dan keluarga, pasien memiliki riwayat DM
yang tidak terkontrol. Pasien tidak rajin/rutin mengonsumsi obat DM.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu (sebelum masa sakit)

- Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (+)


- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit lambung disangkal
- Riwayat penyakit hati disangkal
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat penyakit paru disangkal
- Riwayat penyakit bawaan disangkal

V. Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat penyakit keluarga disangkal

VII. Riwayat Pribadi dan sosial

o Pasien memiliki riwayat merokok


o Kebiasaan minum alkohol disangkal
o Kebiasaan menggunakan jarum suntik disangkal
o Kebiasaan konsumsi obat- obatan terlarang disangkal

III. STATUS GENERALIS

a. Keadaan Umum
Kesan sakit : Sedang
Kesadaran : Composmentis
BMI : 22,9
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 55 Kg
b. Keadaan Sirkulasi
Tekanan darah: 130/80 mmHg Suhu : 37 oC
Nadi : 120 x/menit
c. Keadaan Pernafasan : Frekuensi : 24 x/menit
Corak Pernafasan : abdomino-torakal

Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1. Kepala : Normocephal
2. Rambut : Hitam lebat, tersebar merata, tidak mudah dicabut
3. Mata
Sklera : ikterik -/-
Konjungtiva : anemik -/-
Palpebra : edema -/-
4. Telinga : tidak ada kelainan bentuk. Sekret tidak ada
5. Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada, deviasi tidak
ada.
6. Bibir
Sianosis :tidak
Kering : Ya
7. Gigi dan Gusi : tidak ada pendarahan. Tidak ada infeksi.
8. Lidah
Mukosa : basah, tidak pucat
Permukaan : bersih
9. Rongga Mulut : mukosa oral lembab.
10. Rongga Leher
Pharing : tidak hiperemis
Tonsil : tidak ada pembesaran
11. Kelenjar Parotis : tidak ada pembesaran
b. Leher
- Inspeksi :
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
Pembesaran vena : tidak terlihat
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
- Palpasi :
Kaku kuduk : tidak ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
Kelenjar getah bening : tidak teraba

c. Pemeriksaan Thorax
1. Thorax Depan
Inspeksi
Bentuk umum : simetris
Sudut epigastrium : < 90 derajat
Sela Iga : tidak ada pelebaran
Frontal & sagital : tidak ada kelainan
Pergerakan : simetris kiri = kanan
Skeletal : tidak ada retraksi
Kulit : tidak ada ulkus
Iktus cordis : tidak terlihat di ISC 5 linea midclavicula sinistra
Tumor : tidak ada

Palpasi
Kulit : tidak ada kelainan
Muskulator : tidak ada retraksi
Vokal fremitus : kiri = kanan
Mammae : tidak ada retraksi, tidak ada massa
Ictus cordis : - Lokalisasi : ICS 5 linea midclavicular sinistra
- Intensitas : tidak kuat angkat
- Pelebaran : tidak ada
- Irama : reguler
- Thrill : tidak ada

Perkusi
Paru-paru : - Kanan : sonor
- Kiri : sonor
- Batas paru hati : sonor
- Peranjakan : sonor
COR : - Batas atas : ICS 2
- Batas kiri : 2 cm Lateral L. Aksilaris Ant Sin
- Batas kanan : L. parasternal dextra

Auskultasi
Paru-paru : Suara pernafasan : Vesicular kanan = kiri
Vokal resonans : kiri = kanan
Suara tambahan : ronchi -/-, wheezing -/-

COR : Bunyi jantung : S1& S2 regular tidak ada kelainan


Murmur : tidak ada
Gallop : tidak ada

2. Thorax Belakang :
Inspeksi
Bentuk : normal
Pergerakan : simetris
Skelet : tidak ada kelainan
Palpasi
Vokal fremitus : kiri=kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi :
Paru-paru : Suara Pernafasan : vesicular
Vokal resonans : normal
Suara tambahan : ronchi -/-, wheezing -/-

e. Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi
Bentuk : normal, simetris Pergerakan waktu nafas : normal
Kulit : turgor normal
Palpasi
Dinding perut : lembut, supel
Nyeri Tekan :-
Nyeri Lokal :-
Nyeri ketok CVA : -/-
Hepar
Pembesaran : dalam batas normal
Lien
Pembesaran : dalam batas normal
Ginjal
Pembesaran : dalam batas normal
Perkusi
Asites : tidak ada asites
Auskultasi
Bising usus : (+) Normal

f. Kaki & Tangan (Exstremitas)


Inspeksi
Bentuk : normal
Kulit : pada kaki kiri terdapat ulkus
Pergerakan : terbatas pada kaki kiri
Palmar erythema : negatif
Clubbing finger : negatif
Edema : (-/+)
Palpasi
Kulit : akral hangat
Lain-lain : Edema Pitting -/-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Lab Darah 1/12/19 pukul 01.56

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12,9 * 11,7 - 15,5 g/dl
Lekosit 13,7 * 3,6 – 11 ribu/µl
Hematokrit 38 * 32 – 47 %
Trombosit 165 150 – 440 ribu/µl
GDS 426 * < 140 mg/dl
Ureum 36 10 – 50 mg/dl
Creatinine 0,74 0,7 – 1,3 mg/dl
Pemeriksaan Lab Darah 1/12/19 pukul 07.30

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


GDS 383 * 70 - 110 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 678 * 100 - 140 mg/dl

Pemeriksaan Lab Darah 2/12/19 pukul 08.00

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


GDS 310 * 70 - 110 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 264 * 100 - 140 mg/dl

Pemeriksaan Lab Darah 2/12/19 pukul 18.30

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12,1 * 11,7 - 15,5 g/dl
Lekosit 10,3 3,6 – 11 ribu/µl
Hematokrit 36 * 32 – 47 %
Trombosit 152 150 – 440 ribu/µl
Waktu pendarahan 3’00” 1’00” – 3’00” menit
Waktu pembekuan 5’00” 2’00” – 6’00” menit
GDS 260 * < 140 mg/dl

Pemeriksaan Lab Darah 3/12/19 pukul 08.00

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


GDS 227 * 70 - 110 mg/dl

Pemeriksaan Lab Darah 5/12/19 pukul 08.00

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


GDS 191 * 70 - 110 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 202 * 100 - 140 mg/dl

Pemeriksaan EKG

VI. RESUME

Pasien laki laki berusia 68 tahun dengan keluhan bengkak pada kaki kirinya
hingga tidak dapat berjalan. Satu minggu SMRS pasien sempat mengalami
kecelakaan bermotor hingga membuat jari kaki kiri ke-empatnya terluka, terdapat
pus pada luka pasien. Pasien memiliki riwayat DM tipe II yang tidak terkontrol.

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien dengan kesadaran composmentis, tekanan


darah, tanda-tanda vital yang lain dalam batas normal. Pemeriksaan kepala, leher,
thorak, dan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstrermitas ditemukan
dari kulit jari kaki ke-empat terdapat ulkus, edema (-/+), dan pergerakan yang
terbatas.

Hasil pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan darah saat datang ke RS


diketahui Hb (12.9 g/dL) Ht (38 %) leukosit (13.7 ribu/uL) dan GDS (426 mg/dl),
lalu pada pukul 07.30 diketahui GDS (383 mg/dL) dan GDN2PP (678 mg/dL). Pada
tanggal 2 Desember 2019 pukul 08.00 diketahui GDS (310 mg/dL) GDN2PP (264
mg/dL), lalu pada pukul 18.30 Hb (12,1 g/dL) Ht (36 %) GDS (260 mg/dL). Pada
tanggal 3 Desember 2019 pukul 08.00 diketahui GDS (227 mg/dL). Pada tanggal
5 Desember 2019 pukul 08.00 diketahui GDS (191 mg/dL) GDN2PP (202 mg/dL).

VII. PERMASALAHAN

Anamnesis - Hb (12.9 g/dL)


 Nyeri pada kaki sebelah kiri - Ht (38 %)
 Bengkak pada kaki sebelah kiri - leukosit (13.7 ribu/uL)

 luka terbuka di jari kaki kiri - GDS (426 mg/dl)

ke-empat  Pada pukul 07.30

 Terdapat pus pada luka pasien - GDS (383 mg/dL)

 Riwayat DM yang tidak - GDN2PP (678 mg/dL)

terkontrol  2 Desember 2019 pukul 08.00

Pemeriksaan Fisik - GDS (310 mg/dL)

 Heart rate 120x/menit - GDN2PP (264 mg/dL)

 Pada ekstremitas:  Pada pukul 18.30

- Terdapat ulkus pada kaki kiri - Hb (12,1 g/dL)

- Pergerakan terbatas pada - Ht (36 %)

kaki kiri - GDS (260 mg/dL)

- Edema tungkai (-/+)  3 Desember 2019 pukul 08.00

Pemeriksaan Lab - GDS (227 mg/dL)

 1 Desember 2019 pukul 01.56  5 Desember 2019 pukul 08.00


- GDS (191 mg/dL) - GDN2PP (202 mg/dL)

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

 Hba1c
IX. DIAGNOSIS KERJA

 Ulkus Diebetikum
 DM tipe II

X. TATALAKSANA

Non-Farmakologi:
 Menggunakan alas kaki setiap berjalan
 Menggunakan alas kaki yang tidak sempit atau longgar dan tidak
menggunakan hak tinggi
 Menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan
pelembab pada kulit kaki yang kering
 Potong kuku secara teratur
 Jika terdapat kalus, tipiskan secara teratur
 Hindari penggunaan bantal atau batu berisi air panas/batu untuk
menghangatkan kaki
Farmakologi:
 IVFD RL 3 kolf/24 jam  Paracetamol 3x500 mg
 Debridement  Metformin 3x500mg
 Inj. Ceftriaxone 1x2 gr  Glimepiride 1x3 mg
 Metronidazole 3x250mg  Diet protein rendah lemak
 Ketorolac drip 1 amp/kolf

XI. PROGNOSIS
 Prognosis ad vitam : ad bonam
 Prognosis ad sanactionam : dubia ad malam
 Prognosis ad functionam : ad bonam

EDUKASI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir disertai
kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus diabetikum
adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan
kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat(10).
Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut
juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah
dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian
distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses
makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah Proses makroangiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang akan memberikan gejala klinis 5
P, yaitu(2) :
1) Pain (nyeri).
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
4) Pulselessness (denyut nadi hilang).
5) Paralysis (lumpuh).
Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diabetikum dibagi menjadi enam
derajat menurut Wagner, yaitu(9) :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus"
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang
4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas
5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

B. PATOFISIOLOGI
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab
ulkus diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut di
samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses
penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan sehingga kekurangan oksigen(11). Gangguan tersebut terjadi
melalui dua proses yaitu:
1. Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan
ulkus. Dengan adanya DM proses sterosklerosis berlangsung cepat dan lebih
berat dengan keterlibatan pembuuh darah multiple. Aterosklerosis biasanya
proximal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal pada lutut,
terutama arteri tibialis posterior dan anterior, peronealis, metatarsalis, serta
arteri digitalis(11).
2. Mikroangiopati.
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki
diabetika. Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi dan kuku
menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai(6).
Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c
eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus(4,11). Peningkatan kadar
fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya
agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang
akan mengganggu sirkulasi darah(4).
Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati
perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang
berakibat terganggunya proses penyembuhan luka(4). Neuropati perifer pada
penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris
dan autonom(6). Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan
otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus,
halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya
neuropati memudahkan terbentuknya kalus(10). Kerusakan serabut sensoris
yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi
nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Selain itu pada
hiperglikemia terjadi defek metabolism pada sel schwan sehingga konduksi
implus terganggu(12). Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila
menginjak benda tajam tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah
dengan mudahnya terjadi infeksi. Kerusakan serabut autonom yang terjadi
akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan
terbentuknya fisura kulit dan edema kaki(11).
Proses terbentuknya ulkus

Gambar IV. Proses terbentuknya ulkus (8)


Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang meningkat menjadikan
tempat perkembangan bakteri ditambah dengan gangguan pada fungsi imun
sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya(8).

C. DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS / GEJALA KLINIK
Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari pengumpulan
data yang diperlukan dalam mengevaluai dan mengidentifikasi sebuah
penyakit. Pada anamnesa yang sangat penting adalah mengetahui apakah
pasien mempunyai riwayat DM sejak lama. Gejala-gejala neuropatik diabetik
yang sering ditemukan adalah sering kesemutan, rasa panas di telapak kaki,
keram, badan sakit semua terutama malam hari(12). Gejala neuropati
menyebabakan hilang atau berkurangnya rasa nyeri dikaki, sehingga apabila
penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga
mendapatkan luka pada kaki(2).
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah
dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat
aliran darah ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari
terasa dingin, nyeri diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat
bila dinaikkan serta jika luka yang sukar sembuh(1).
B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Inspeksi
pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi
struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki,
penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan seperti
pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa
claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan
tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang
berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus perlu
digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema,
kalus, kedalaman ulkus(12)

Gambar V. Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi (12)


2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang
sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya
pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa
sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena
sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan.
Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus
sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi dilakukan
untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta
tulang yang terlibat(12).
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya
ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan
ulkus dapat dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian nilon
monofilamen 10 gauge. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang
sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang
memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati
sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak
dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan
pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal(12).
4) Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa
dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen
transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic
pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis denga
tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal perlu
dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri(12)

Gambar VI. Pemeriksaan sensorik (12)


5) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas
subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis(6).
6) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila
sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk
mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui
status nutrisi pasien.

C. DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,
biasanya pada tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya ulkus. Antara lain adanya trauma, hygiene
yang kurang, gizi kurang dan infeksi oleh Bacillus fusiformis. Pada trauma
sekecil apapun sangat memudahkan masuknya kuman apalagi dengan status
gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma yang kecil dapat berkembang
menjadi suatu ulkus.
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula yang
dengan cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan
terbentuklah ulkus kecil. Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas ke
samping dan ke dalam dan memberi bentuk khas ulkus tropikum(2).
2. Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan
aliran darah vena pada tungkai bawah. Gangguan pada aliran vena dapat
disebabkan karena kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan vena
dan bendungan pada pembuluh vena pada proksimal tungkai bawah. Daerah
predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di
sekitar maleolus medialis. Dapat juga meluas sampai tungkai atas. Sering
terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang telah berlangsung bertahun-
tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh menimbul, dan
berbenjol-benjol. Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan insufisiensi vena
menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh bengkak pada kaki yang
semakin meningkat saat berdiri dan diam, dan akan berkurang bila dilakukan
elevasi tungkai. Ulkus biasanya memilki tepi yang tidak teratur, ukurannya
bervariasai, dan dapat menjadi luas. Di dasar ulkus terlihat jaringan granulasi
atau bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya
tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin.

D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan kadar
gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif(9).
1) PENGENDALIAN DIABETES
a) Terapi non farmakologis:
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara
sistemik. Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah
satunya adalah terjadinya gangren diabetik (2). Jika kadar glukosa darah
dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi
yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Dalam
mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah
pengelolaan non farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan
melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi
medis dan meningkatkan aktivitas jasmani berupaolah raga ringan(12).
Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a). Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh
berikatan tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat berpengaruh
akan keadaan pasien. Peran keluarga sendiri adalah mengkontrol asupan
makanan, obat-obat gula yang dikonsumsi setiap hari serta mencegah
semaksimal mungkin agar penderita tidak mengalami luka yang dapat
memicu timbulnya infeksi(3).
b) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan
terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Terapi farmakologis
yang diberikan adalah pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi
insulin. Terdapat enam golongan obat anti diabetes oral yaitu(12):
1) Golongan sulfonilurea
2) Glinid
3) Tiazolidindion
4) Penghambat Glukosidase α
5) Biguanid
6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas

2). PENANGANAN
Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara
komprehensif. Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat
penting dan dapat berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan
pencegahan infeksi lebih lanjut. Penanganan luka pada ulkus diabetikum
dapat melalui beberapa cara yaitu: menghilangkan atau mengurangi
tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist),
penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan skin graft.
a) Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting
pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat  didefinisikan sebagai
upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka.
Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik,
debris, calus, fistula atau rongga yang memungkinkan kuman
berkembang(3). Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi
dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres). Tujuan dilakukan debridemen bedah adalah(4):
 Mengevakuasi bakteri kontaminasi
 Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan
 Menghilangkan jaringan kalus
 Mengurangi risiko infeksi lokal
 Mengurangi beban tekanan (off loading)
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen
mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan
pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim
tersebut akan menghancurkan residu residu protein(6). Debridemen
autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses
ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat
hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan
yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang
melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi.
Menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading) (5).
b) Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound
healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab(4,5).
Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya memfasilitasi
pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik non selular
yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat
dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak
lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing
adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing
yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis
dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti
mikroba(4).
c) Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada
infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau
lebih. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang
dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya adalah s.aureus
kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase
negative, Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas. Pada
ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di
fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat
kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif
berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum, diberikan secara
injeksi.
d) Skin Graft
Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari
lokasi donor dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin
graft yaitu full thickness dan split thickness. Skin graft merupakan salah
satu cara rekonstruksi dari defek kulit, yang diakibatkan oleh berbagai
hal. Tujuan skin graft digunakan pada rekonstruksi setelah operasi
pengangkatan keganasan kulit, mempercepat penyembuhan luka,
mencegah kontraktur, mengurangi lamanya perawatan, memperbaiki
defek yang terjadi akibat eksisi tumor kulit, menutup daerah kulit yang
terkelupas dan menutup luka dimana kulit sekitarnya tidak cukup
menutupinya(9). Selain itu skin graft juga digunakan untuk menutup ulkus
kulit yang kronik dan sulit sembuh. Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu:
imbibition, inosculation, dan revascularization. Pada fase imbibition
terjadi proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan
menjadi sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua
yaitu inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor
dan resipien saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling
menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada
permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi
diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula(1).

Gambar VII. Skin graft (12)


e) Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren,
jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat
bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari
infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren.
Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis
yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan
penyebab yang didapat(7).
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan sesuai
dengan pembagian menurut wanger, yaitu(5):
a) Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat
secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki
terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak
dapat hanya diatasi dengan pengguna-an alas kaki buatan umumnya
memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)
atau dengan pembenahan deformitas.
b) Tingkat I
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
c) Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d) Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
e) Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.

3). EVALUASI
Prinsip dasar yang baik pengeolaan terhadap ulkus diabetikum
adalah:
a) Evaluasi keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi (benda
asing, osteomielitis, adanya gas subkutis), lokasi, biopsy vaskularisasi
(non invasive).
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus.
Hati-hati apabila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal
karena kadang-kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung
es dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin mencapai
jaringan yang lebih dalam.
b) Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
Pada dasarnya pengelolaan neuropati diabetic dilakukan dengan
mengontrol gula darah dan pemberian obat-obatan kausal dan
simptomatik. Pengontrolan gula darah secara terus menerus dan
pengobatan DM yang intensif akan menghambat progresitifitas neuropati
sebesar 60%.
c) Kontrol metabolik
Terjadinya aterosklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek fisik.
Faktor resiko terjadinya aterosklerosis antara lain hiperglikemia,
hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, obesitas, hiperkoagulabilitas,
genetik, dan merokok. Semua faktor resiko yang dapat diobati seharusnya
segera dikontrol dengan sebaik-baiknya untuk menghambat proses
terjadinya aterosklerosis lebih lanjut.
d) Debridemen dan pembalutan
Pada dasarnya terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi lain, yaitu
mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita
mengenalnya dengan preparasi bed luka. Harus diketahui bahwa tidak ada
obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik
dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai
dari jaringan yang bersih. Tujuan dasar dari debridement adalah
mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah
infeksi. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam
dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang
optimal sampai nampak jaringan sehat dengan cara membuang jaringan
nekrotik. Debridemen yang tidak optimal akan menghambat
penyembuhan ulkus.
Pembalutan berguna untuk menjaga dan melindungi kelembaban jaringan,
perangsang penyembuhan luka, melindungi dari suhu luar, serta mudah
dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka. Suasana lembab membuat
suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu
pertumbuhan jaringan.
e) Biakan kultur
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi diperlukan kultur.
Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil
kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara
curettage dari hasil ulkus setelah debridement.
f) Antibiotika
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan
pada pathogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi berat lebih bersifat
polimikrobial. Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan
secara injeksi.
g) Perbaikan sirkulasi
Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah mengalami
koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan
viskositas pada plasma, deformibilitas eritrosit, agregasi trombosit serta
adanya peningkatan trogen dan faktor Willbrand. Obat-obat yang
mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat memperbaiki
eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
h) Non weight bearing
Tindakan ini diperlukan karena umumnya kaki penderita tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan
menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, cara terbaik untuk
mencapainya dengan mempergunakan gips.
i) Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan sangat
berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Perlu dilakukan monitor
kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Besi, vitamin
B12, asam folat membantu sel darah membawa oksigen ke jaringan. Besi
juga merupakan suatu kofaktor dalam sintesis kolagen sedangkan vitamin
C dan zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam
respon imun.

4). PENYULIT
Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus
diabetikum. Infeksi superficial di kulit apabila tidak segera ditangani
dapat menembus jaringan di bawah kulit, seperti tendon, sendi, dan tulang
atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki
diabetic terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan sensitifitas
kuman. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabteik memberikan
komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan
mempersulit penyembuhan ulkus. Gulah darah pasien ulkus juga bisa
menjadi hambatan dalam proses penyembuhan luka maka dari itu perlu
juga dikonsultasikan ke bagian ahli gizi, dan apabila diperlukan di
konsultasikan kepada ahli fisioterapi agar proses penyembuhan bisa lebih
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Surgeons. Journal Foot Ankle Surgical. Vol 39:1-66.


2. Frykberg R.G. 2012. Diabetic Foot Ulcer: Pathogenesis and Management,
American Family Physician.
3. Giurini JM dan Lyons TE. 2015. Diabetic Foot Complications: Diagnosis and
Management. Lower Extremity Wounds. Vol 4 (3):171–82.
4. Kruse dan Edelman S. 2016. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot
Ulcers. Clinical Diabetes. Vol 24: 91-3.
5. Baal JG. 2014. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.
6. Price dan Sylvia.2016. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
7. Sjamsuhidayat R dan De Jong W. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
8. WHO. Diabetes Mellitus. Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html
9. Waspadi, S. 2016. Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam ed. IV. Jakarta.
10. White C. 2007. Intermittent claudication. New Engl J Med. Vol 356:1241-50.
11. Sastroasmoro, Sudigdo. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Edisi ke 3. Jakarta:
Sagung Seto.
12. Arikunto, S. 2016. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai