Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Efusi Pleura ec Parapneumonia, CHF fc II-III, Diabetes Mellitus tipe II

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Dokter Internsip

di RSUD BudhiAsih, Jakarta

Disusun oleh:

dr. Dhon Rizal Gusnanda

Dokter Internsip Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih, Jakarta

Periode 6 Oktober 2019 ─ 5 Februari 2020

Narasumber:
dr. Sukaenah, Sp.P

Pembimbing :
Dr.Afifah, Sp.PD

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

ANGKATAN KE I TAHUN 2019

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

BPPSDM KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA 2019
DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan................................................................................2
BAB II. Laporan Kasus...........................................................................4
Bab III. Tinjauan Pustaka........................................................................16
III.1. Efusi Pleura...........................................................................16
III.2. Penyakit Jantung Kongestif..................................................34
Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus
Bab IV. Analisa Kasus............................................................................52
Daftar Pustaka.........................................................................................54

1
BAB I
PENDAHULUAN

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Alamat : Bali Matraman, Manggarai Selatan,
Tebet
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Suku : Betawi
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal Masuk RS : 14 Desember 2019
Tanggal Pemeriksaan : 15 Agustus 2019
No. Rekam Medik : 899256

II. ANAMNESA
Data diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 15 Agustus 2019.
1. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 5 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sesak sejak 5 hari SMRS, sesak
dirasakan terutama malam hari. Sering terbangun di malam
hari karena merasa sesak. Pasien tidur menggunakan 2 bantal
agar lebih nyaman, dan sesak berkurang.
Terdapat batuk berdahak, dengan dahak kental berwarna
hijau, tidak berdarah. Pasien sering mengeluh keringat dingin
di malam hari, demam di malam hari disangkal, penurunan
berat badan tidak diketahui, kontak dengan pasien dalam
pengobatan paru lama tidak diketahui.

3
Kedua tungkai juga bengkak selama 5 hari terakhir.
Keluhan nyeri dada menjalar hingga lengan dan punggung
disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, dan
rutin minum obat merformin 2x500 mg per hari. Selain itu,
pasien juga memiliki penyakit pembengkakan jantung, namun
tidak minum obat.
 
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal.

5. Riwayat Pengobatan
Pasien saat ini menjalani pengobatan diabetes mellitus rutin
minum obat metformin 2x500 mg per hari. Riwayat alergi obat-
obatan juga disangkal oleh pasien.

6. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku mempunyai kebiasaan merokok sehari 5-6
batang sejak 20 tahun yang lalu, namun sudah berhenti 5 bulan
belakangan ini. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien
jarang berolahraga.

7. Latar Belakang Sosial dan Pekerjaan


Pasien mengaku sehari-hari pekerjaannya sebagai
pedagang.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. STATUS GENERALIS
 Sakit sedang
 Gizi cukup

4
o BB : 65 kg
o TB : 165 cm
o IMT : 23,9 kg/m2 (normal)
 GCS E4V5M6 Composmentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 140/96 mmHg
 Laju nadi : 92 x/menit
 Laju Nafas : 22 x/menit;
 Suhu : 36,5 0C
 Saturasi oksigen : 97%
2. PEMERIKSAAN FISIS
 Kepala : wajah simetris kanan = kiri, deformitas (-)
 Mata : simetris kanan=kiri, deformitas (-/-), conjungtiva anemis (+/
+), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : simetris kanan=kiri, deformitas (-/-). Pendengaran dalam
batas normal
 Hidung : deformitas (-) nafas cuping hidung (-/-) Perdarahan (-),
Sekret (-)
 Mulut : bibir sianosis (-) pursed lips (-)
 Leher : simetris kanan=kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP 5 + 1 cm H2O
 Thorax
Inspeksi: simetris kanan=kiri, pengembangan dinding dada simetris
kanan=kiri
 Paru-paru
Palpasi: Fremitus raba simetris kanan kiri, Nyeri tekan (-)
Perkusi: Paru : sonor/ sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler kanan < kiri , Ronki (+/-),
wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

5
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba
Perkusis : tympani, ascites (-)
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
 Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial (+/+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium Darah
Tanggal 14 Desember 2019
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Hematologi
Lengkap
Hemoglobin 10.1* g/dL 13.2 - 17.3
Hematokrit 30* % 40 - 52
Eritrosit 3.5* juta/ µL 4.4 – 5.9
Leukosit 4.7 ribu/ µL 3,8 – 10,6
Trombosit 302 ribu/ µL 150 - 440
MCV 85.9 fL 80 - 100
MCH 29.0 pg 26 - 34
MCHC 33.8 g/dL 32 - 36
RDW 15.9* % < 14
Kimia Klinik
GDS 176* mg/dL 70 - 110
Ureum 72* mg/dL 13-43
Creatinin 1.44* mg/dL <1.2
Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 135-155
Kalium 4.0 mmol/L 3.6-5.5
Clorida 102 mmol/L 98-109

6
2. Foto rontgen Thorax

Ro Thorax :
- Trakea di tengah

7
4. EKG

V. DIAGNOSIS
• Efusi pleura dextra susp TB Paru Kasus Baru
• CHF fc II-III
• Diabetes Mellitus tipe II

VI. PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana Awal IGD :
 Inhalasi ventolin 1 X
 Lasix 2 ampul intravena

2. Konsultasi Sp.P:
 Diagnostik : cek TCM, kultur sputum gram dan jamur, albumin
 Terapi :
a.IVFD Asering 500 cc + lasal 2 cc/24 jam
b. BK III 3 x 1 tablet
c.Ambroxol 3 x 30 mg per oral

3. Konsultasi Sp. JP
 Amlodipin 1 x 10 mg per oral
 Concor 1 x 2,5 mg per oral

8
4. Konsultasi Sp.PD

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam

VIII. RESUME

IX. PEMANTAUAN DI RUANG RAWAT INAP


 15 Agustus 2019
S : Pasien masih sesak nafas, batuk sudah berkurang.
O : Vital Sign : TD 120/80 mmHg
N 62 kali/menit
S 36,8OC
RR 20 x/menit
Mata : conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-)
Pulmo : pengembangan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi
(-), suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronki (+/-)
Abdomen : supel (+) Nyeri tekan (-) bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral dingin (-/-/-/-) Oedem (-/-/-/-)

Hasil Laboratorium :
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
Hematologi
LED 48* mm/jam 0 - 30
Kimia Klinik
GDS 165 mg/dL 70 - 110
AST/SGOT 40 mU/dl < 33
ALT/SGPT 45 mU/dl < 50
Albumin 2.6 g/dL 3.5 – 5.2

9
Imunoserologi
Anti HIV
 Screening rapid test Non Reaktif Non Reaktif

A : Efusi pleura dextra susp. TB Paru Kasus Baru


CHF fc II-III
Diabetes Mellitus tipe II
P : IVFD Asering/ 24 jam
Ambroxol 3 x 30 mg per oral
BK III 3 x 1 tablet per oral
Metformin 2 x 500 mg per oral
Amlodipin 1 x 10 mg per oral
Concor 1 x 2,5 mg per oral
Fluconazole 1 x 150 mg per oral

 16 Desember 2019
S : Pasien sesak dan batuk sudah berkurang, sedikit mual.
O : Vital Sign : TD 120/90 mmHg
N 84 kali/menit
S 36,8OC
RR 20 x/menit
SpO2 98%
Mata : conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-)
Pulmo : pengembangan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi
(-), suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronki (+/-)
Abdomen : supel (+) Nyeri tekan (-) bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral dingin (-/-/-/-) Oedem (-/-/-/-)

Hasil Laboratorium :
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Mikrobiologi
Sediaan Gram

10
Epitel 20 – 30
PMN 50 – 80 0 - 30
Blastospora Positif* Negatif
Pseudohifa Negatif Negatif
Clue cells Negatif Negatif
Gram Positif Positif* Negatif
Kokus
Gram Negatif Negatif Negatif
Kokus
Gram Negatif Positif* Negatif
Batang
Gram Positif Negatif Negatif
Batang
Gram Negatif Negatif Negatif
Diplokokus
Intra Sel
Gram Negatif Negatif Negatif
Diplokokus
Extra Sel
Sediaan Jamur KOH
Sputum Spora (+)
Blastospora (+)
Kimia Darah
GDS 158* mg/dL 70 - 110
Analisa Gas Darah
Ph 7.50* 7.35 - 7.45
pCO2 22* mmHg 35 - 45
pO2 116* mmHg 80 – 100
Bikarbonat 17* mmol/L 21 – 28
(HCO3)
Total CO2 18* mmol/L 23 – 27
Saturasi O2 99 % 95 – 100
Kelebihan Basa -3.6 mEq/L -2.5 – 2.5
(BE)

A : Efusi pleura dextra susp. TB Paru Kasus Baru


CHF fc II-III
Diabetes Mellitus tipe II
P : IVFD Asering/ 24 jam

11
Ambroxol 3 x 30 mg per oral
BK III 3 x 1 tablet per oral
Metformin 2 x 500 mg per oral
Amlodipin 1 x 10 mg per oral
Concor 1 x 2,5 mg per oral
Fluconazole 1 x 150 mg per oral

 17 Desember 2019
S : Pasien mengatakan sesak, dan batuk sudah berkurang.
Konsul Sp.PD
O : Vital Sign : TD 130/80 mmHg
N 62 kali/menit
S 36,8OC
RR 20 x/menit
Mata : conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-)
Pulmo : pengembangan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi
(-), suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+) ronki
(+/-)
Abdomen : supel (+) Nyeri tekan (-) bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral dingin (-/-/-/-) Oedem (-/-/-/-)
Hasil Laboratorium :
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
Kimia Klinik
GDS 150* mg/dL 70 – 110

A : Efusi pleura dextra susp. TB Paru Kasus Baru


CHF fc II-III
Diabetes Mellitus tipe II
P : IVFD Asering/ 24 jam
Injeksi Vicilin 4 x 1 gr
Injeksi Lasix 2 x 1 ampul

12
Ambroxol 3 x 30 mg per oral
BK III 3 x 1 tablet per oral
Metformin 2 x 500 mg per oral
Amlodipin 1 x 10 mg per oral
Concor 1 x 2,5 mg per oral
Fluconazole 1 x 150 mg per oral
Spironolacton 1 x 50 mg per oral
Vip albumin 3 x 2 tablet per oral

 18 Desember 2019
S : Sesak berkurang, badan terasa lemas.
O : Vital Sign : TD 120/79 mmHg
N 80 kali/menit
S 36,5 OC
RR 20 x/menit
SpO2 98%
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-)
Pulmo : pengembangan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi
(-), suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+) ronki
(+/-)
Abdomen : supel (+) Nyeri tekan (-) bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral dingin (-/-/-/-) Oedem (-/-/-/-)

Hasil Laboratorium
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Hematologi
Lengkap
Hemoglobin 10.5* g/Dl 13.2 – 17.3
Hematokrit 31* % 40 – 52
Eritrosit 3.7* juta/ µL 4.4 – 5.9
Leukosit 5.0 ribu/ µL 3,8 – 10,6
Trombosit 336 ribu/ µL 150 – 440

13
MCV 83.9 Fl 80 – 100
MCH 28.6 pg 26 – 34
MCHC 34.1 g/Dl 32 – 36
RDW 15.1* % < 14
Kimia Klinik
GDS 118* mg/dL 70 – 110
Ureum 78* mg/dL 13-43
Creatinin 1.34* mg/dL <1.2

A : Efusi pleura dextra susp. TB Paru Kasus Baru


CHF fc II-III
Diabetes Mellitus tipe II
P : IVFD Asering/ 24 jam
Injeksi Vicilin 4 x 1 gr
Injeksi Lasix 2 x 1 ampul
Ambroxol 3 x 30 mg per oral
BK III 3 x 1 tablet per oral
Metformin 2 x 500 mg per oral
Amlodipin 1 x 10 mg per oral
Concor 1 x 2,5 mg per oral
Fluconazole 1 x 150 mg per oral
Spironolacton 1 x 50 mg per oral
Vip albumin 3 x 2 tablet per oral

 19 Desember 2019
Ada analisa cairan pleura, dilakukan punksi pleura
S : Sesak berkurang, batuk -.
O : Vital Sign : TD 120/70 mmHg
N 79 kali/menit
S 36,8OC
RR 20 x/menit
SpO2 98%
Mata : conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-)

14
Pulmo : pengembangan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi
(-), suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronki (-/-)
Abdomen : supel (+) Nyeri tekan (-) bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral dingin (-/-/-/-) Oedem (-/-/-/-)

Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
Cairan Tubuh
Analisa Cairan Pleura
Warna Kuning Kuning Muda
Kejernihan Agak keruh Jernih
Bekuan Negatif Negatif
Jumlah sel 564 < 300
 Hitung jenis sel
 Limfosit 96 %
 Monosit 2 %
 Neutrofil 2 %
Glukosa 147* mg/dL 70 – 100
Total Protein 1.75 g/ dL <3
Pulasan Gram Negatif Negatif
Pulasan BTA Negatif Negatif

A : Efusi pleura dextra susp. TB Paru Kasus Baru


CHF fc II-III
Diabetes Mellitus tipe II
P : Pungsi pleura dextra
IVFD Asering/ 24 jam
Injeksi Vicilin 4 x 1 gr
Injeksi Lasix 2 x 1 ampul
Ambroxol 3 x 30 mg per oral
BK III 3 x 1 tablet per oral
Metformin 2 x 500 mg per oral
Amlodipin 1 x 10 mg per oral
Concor 1 x 2,5 mg per oral
Fluconazole 1 x 150 mg per oral

15
Spironolacton 1 x 50 mg per oral
Vip albumin 3 x 2 tablet per oral
Dr. ronally blpl

 20 Desember 2019
S : Pasien mengatakan sesak, demam, dan batuk sudah berkurang.
O : Vital Sign : TD 130/80 mmHg
N 62 kali/menit
S 36,8OC
RR 20 x/menit
Mata : conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-)
Pulmo : pengembangan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi
(-), suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+) ronki
(-/-)
Abdomen : supel (+) Nyeri tekan (-) bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral dingin (-/-/-/-) Oedem (-/-/-/-)
A : Efusi pleura dextra susp. TB Paru Kasus Baru
CHF fc II-III
Diabetes Mellitus tipe II
P : IVFD Asering/ 24 jam
Injeksi Vicilin 4 x 1 gr
Injeksi Lasix 2 x 1 ampul
Ambroxol 3 x 30 mg per oral
BK III 3 x 1 tablet per oral
Metformin 2 x 500 mg per oral
Amlodipin 1 x 10 mg per oral
Concor 1 x 2,5 mg per oral
Fluconazole 1 x 150 mg per oral
Spironolacton 1 x 50 mg per oral
Vip albumin 3 x 2 tablet per oral
Dr. asep blpl

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 EFUSI PLEURA


ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

17
Pleura dibentuk oleh jaringan mesodermal. Pembungkus ini dapat
dibedakan menjadi; pleura viseralis yang melapisi paru dan pleura parietalis
yang melapisi dinding dalam hemitoraks. Diantara kedua pleura, terbentuk
ruang yang disebut rongga yang berisi cairan pleura dalam jumlah yang
sangat sedikit 0,1-0,2 ml/kgBB, hanya berupa lapisan cairan pleura setebal
10-20 µm yang menyelaputi kedua belah pleura. Cairan ini secara tidak
langsung dapat memisahkan lapisan pleura viseralis dengan pleura parietalis
agar tidak saling bersinggungan.
Cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari dinding dada
(pelura parietalis) dan mengalir meninggalkan rongga pleura menembus
pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa.
Tekanan hidrostatik di kapiler sistemik (dinding dada) besarnya 30
cm H2O. Tekanan negatif di dalam rongga pleura adalah -5 cm H2O. Berarti
perbedaan tekanan antara kapiler sistemik dan rongga pleura adalah 35 cm
H2O. Tekanan osmotik koloid di kapiler sistemik (dinding dada) besarnya
34 cm H2O. Tekanan osmotik koloid di rongga pleura adalah 8 cm H 2O.
Perbedaan tekanan osmotik koloid antara kapiler sistemik dengan tekanan
osmotik koloid di rongga pleura adalah 26 cm H2O. Cairan cenderung
mengalir dari daerah bertekanan osmotik rendah kea rah daerah bertekanan
osmotik tinggi. Berdasarkan perbedaan tekanan osmotik, seharusnya cairan
di dalam rongga pleura cenderung mengalir dari rongga pleura ke dinding
dada. Akan tetapi, karena tekanan hidrostatik dari dinding dada kearah
rongga pleura lebih besar, yaitu 35 cm H 2O, cairan dari dinding dada akan
masuk ke dalam rongga pleura.

18
DEFINISI
Efusi pleura adalah penumpukan cairan yang abnormal dalam
rongga pleura akibat peningkatan produksi cairan dan atau berkurangnya
absorbsi oleh kelenjar limfe.
Terdapat dua jenis cairan pada efusi pleura, yaitu transudate dan
eksudat. Untuk membedakan transudate dan eksudat digunakan kriteria
Light, yaitu cairan efusi dikatakan transudate jika memenuhi dua dari tiga
kriteria :
1. Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadaar protein serum <
0.5
2. Rasio kadar LDH cairan efusi pleura/kadar LDH serum < 0.6
3. Kadar LDH cairan efusi pleura < 2/3 batas atas nilai normal
kadar LDH serum

ETIOLOGI
Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis cairan
transudate. Efusi pleura ini disebabkal oleh gagal jantung kongestif, emboli
paru, sirosis hati (penyakit intraabdominal), dialysis peritoneal,
hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonephritis akut, retensi garam,
atau pasca by pass coroner.
Efusi pleura yang jenis cairannya merupakan suatu eksudat
dinamakan efusi pleura eksudatif. Eksudat terjadi akibat peradangan atau
infiltrasi pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura.
Kerusakan pada dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan
kaya protein yang keluar dari pembuluh darah juga dapat menyebabkan
efusi pleura eksudatif.
Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma, infeksi, penyakit
jaringan ikat, penyakit intraabdominal, dan imunologik.
1. Neoplasma
Neoplasma penyebab efusi pleura meliputi karsinoma bronkogenik
(dalam keadaan ini, jumlah leukosit biasanya > 2.500/mL, sebagian

19
terdiri dari limfosit, sel maligna, dan sering terjafi reakumulasi
setelah torakosentesis), tumor metastasis (lebih sering berasal dari
karsinoma mammae, lebih sering bilateral jika dibandingkan dengan
karsinoma bronkogenik akibat penumbatan pembuluh limfe atau
penyebaran ke pleura), limfoma, mesothelioma, dan tumor jinak
ovarium (sindrom Meig)
2. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab efusi pleura eksudatif. Mikroorganisme
penyebabnya dapat berupa bakteri, virus, mikoplasma, atau
mikobakterium. Efusi pleura eksudatif jarang disebabkan oleh
bakteri penyebab pneumonia akut. Pada pasien di klinik, hanya 5%
kasus efusi pleura yang disebabkan oleh pneumokokus pneumonia,
jumlah cairan efusinya sedikit dan sifatnya sesaat. Efusi seperti ini
disebut efusi parapneumotik karena bakterinya sendiri tidak perlu
masuk ke dalam rongga pleura untuk menyebabkan terjadinya efusi
pleura. Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme
dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empyema.
Pneumonia yang disebabkan oleh virus atau mikoplasma kadang-
kadang menyebabkan terjadinya efusi pleura.
Efusi pleura karena tuberculosis paru (pasca primer) merupakan
suatu reaksi hipersensitivitas yang terjadi kemudian (delayed
hypersensitivity reaction). Efusi pleura ini selalu bersifat unilateral,
tampak seperti transudate, tetapi jika diperiksa, terbukti berupa
eksudat dengan kadar glukosa rendah, leukosit berjumlah 1.000-
2.000/mL dengan dominasi limfosit, kadang-kadang ditemukan sel
mesotel (2%), dan sel neutrophil ditemukan pada awal perjalanan
penyakit. Mikobakterium jarang ditemukan pada pemeriksaan
mikroskopik langsung, sedangkan pada pemeriksaan kultur hanya
25% yang positif. Banyak efusi yang dapat sembuh dengan
sendirinya, akan tetapi efusi yang menimbulkan gejala memerlukan
terapi torakosentesis.
3. Penyakit Jaringan Ikat

20
Lupus eritomatosus sistemik, dan artritis rheumatoid sering
menyebabkan efusi pleura.
4. Penyakit Intraabdominal
Penyakit intraabdominal tidak hanya menyebabkan efusi pleura
transudatif, tetapi juga eksudatif tergantung kepada jenisnya. Kasus
pasca bedah rongga abdomen, perforasi usus, penyakit hepatobiliar
yang menyebabkan abses subdiafragmatika dapat menyebabkan
efusi pleura eksudatif. Yang sering ditemukan adalah abses hepar
karena amoeba.
5. Imunologik
Efusi pleura yang penyebabnya imunologik meliputi efusi rematoid,
efusi lupus, efusi sarkoidosis, granulomatosis Wegener, pasca cedera
jantung, emboli paru, paru uremik, sinrom Meig.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh
dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang
banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya
gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk berdahak. Berat badan
menurun pada neoplasma, ascites pada sirosis hepatis.
2. Pemeriksaan Fidik
Diantara dinding dada dan paru dipisahkan oleh cairan, transmisi
suara pada perkusi maupun pada auskulatasi akan terganggu.
Tingkat gangguan transmisi suara tergantung pada jumlah cairan di
dalam rongga pleura. Jika jumlah cairan pleura kurang dari 300 mL,
cairan ini belum menimbulkan gejala pada pemeriksaan fisik. Jika
jumlah cairan telah mencapai 500 mL, baru dapat ditemukan gejala
berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada
sisi yang mengandung akumulasi cairan. Fremitus taktil juga

21
berkurang pada dasar paru posterior. Suara perkusi menjadi pekak
dan suara napas pada auskultasi terdengar melemah walaupun
sifatnya masih vesikular. Jika akumulasi cairan melebihi 1000 mL,
sering terjadi saat atelektasis pada paru bagian bawah. Ekspansi dada
saat inspirasi pada bagian yang mengandung timbunan cairan
menjadi terbatas sedangkan sela iga melebar dan menggembung.
Pada auskultasi di atas batas cairan, sering didapatkan suara
bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini ditransmisikan oleh
jaringan paru yang mengalami atelectasis. Pada daerah ini juga dapat
ditemukan fremitus vocal dan egofoni yang bertambah jelas. Jika
akumulasi cairan melebihi 2000 mL, cairan ini dapat menyebabkan
seluruh paru menjadi kolaps kecuali bagian apeks. Sela iga semakin
melebar, gerak dada pada inspirasi sangat terbatas, suara napas,
fremitus taktil maupun fremitus vocal sulit didengar karena sangat
lemah. Selain itu terjadi pergeseran mediastinum kea rah ipsilateral
dan penurunan letak diafragma.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Rontgen
Kelainan pada foto rontgen PA baru akan terlihat jika akumulasi
cairan pleura telah mencapai 300 mL. Pada mulanya, cairan
berkumpul pada dasar hemitoraks di antara permukaan inferior
paru dan diafragma inferior paru dan diafragma terutama di
sebelah posterior, yaitu di sinus pleura yang dalam. Jika cairan
pleura terus bertambah banyak, cairan akan menuju sinus
kostofrenikus posterior dan ke lateral, dan akhirnya ke anterior.
Jika cairan masih terus bertambah banyak, cairan akan menuju
ke atas, yaitu ke daerah paru yang cekung, dan menguncup ke
atas. Diafragma dan sinus kostofrenikus akan tidak terlihat jika
cairan mencapai 1000 mL. Jika pada foto PA efusi pleura
tampak tidak jelas, dapat dilakukan foto lateral decubitus.
b. Torakosentesis

22
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara mengambil cairan di
rongga pleura dengan cara pungsi pleura atau torakosentesis
atau pleural tapping. Pungsi pleura dilakukan dengan cara
menusukkan jarum pungsi atau abbocath di antara dua iga. Agar
tidak mencederai pembuluh darah dan saraf, penusukan
dilakukan di batas atas iga, karena di bawah iga terdapat
pembuluh darah dan saraf. Setelah pengeluaran cairan pleura,
baik untuk diagnosis maupun untuk terapi selesai dilakukan,
jarum pungsi atau abbocath dicabut. Jika pengeluaran untuk
terapi memerlukan jangka waktu yang lebih lama, tindakan ini
disebut drainase dan dilakukan dengan teknik under water
sealed drainage. Cairan yang terdapat di dalam rongga pleura
secara umum disebut efusi pleura. Efusi pleura berupa nanah
disebut empyema, jika berupa darah disebut hemotoraks atau
hematotoraks, jika berisi cairan kulis disebut kilotoraks.
d. Analisis Cairan Pleura
Cairan pleura secara makroskopik diperiksa warna, turbiditas,
dan baunya.Transudat biasanya jernih transparan, berwarna
kuning jerami, dan tidak berbau. Cairan pleura yang menyerupai
susu biasanya mengandung kilus berbau. Cairan pleura yang
berbau busuk dan mengandung nanah biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri anaerob, cairan yang berwarna kemerahan
biasanya mengandung darah, jika berwarna coklat biasanya
karena amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak, dan
peningkatan kolesterol atau trigliserida akan membuat cairan
pleura menjadi keruh (turbid). Setelah dilakukan proses
sentrifugasi, supernatant empyema menjadi jernih dan berwarna
kuning, sedangkan efusi kilotoraks akan tetap seperti berawan
setelah dilakukan sentrifugasi. Penambahan 1 mL darah pada
sejumlah volume cairan pelura sudah cukup untuk menyebabkan
perubahan warna menjadi kemerahan karena darah tersebut
mengandung 5.000-1.000 sel eritrosit. Efusi pleura yang

23
mengandung cukup banyak darah (100.000 eritrosit/mL)
menimbulkan dugaan adanya trauma, keganasan atau emboli
paru. Cairan pleura yang kental dan mengandung darah biasanya
disebabkan karena keganasan. Jika hematrokrit cairan pleura
melebihi 50% dari hematocrit darah perifer, dapat dikatakan
sebagai hematoraks.
e. Pemeriksaan Mikroskopi dan Sitologi
Jika didapatkan seldarah putih sebanyak > 1.000/mL, hal ini
mengarahkan diagnosis kepada eksudat. Jika sel darah putih >
20.000/mL, keadaan ini menunjukkan empiema. Neutrophil
menunjukkan kemungkinan adanya pneumonia, infark paru,
tuberculosis paru fase wal, atau pankreatitis. Limfosit dalam
jumlah banyak mengarahkan kepada tuberculosis, limfoma atau
keganasan. Jika pada torakosentesis didapatkan banyak
eosinophil, tuberculosis dapat disingkirkan.
f. Pemeriksaan Kimia dan pH
Dilakukan pemeriksaan glukosa, amilasi, dan enzim-enzim lain.
Pemeriksaan pH cairan pleura harus menggunakan mesin untuk
memeriksa gas darah karena pemeriksaan dengan menggunakan
pH-meter dan stik pH tidak cukup akurat untuk keperluan ini.
Hasil aspirasi cairan pleura tetap disimpan di dalam siring,
kemudian dimasukkan ke dalam termos es, dan segera diperiksa
di laboratorium.

Jenis Efusi Tampilan pH Kadar dalam Cairan Efusi


Sel/µL Protein Glukosa LDH
Cairan Cairan
(g/dL) (mg/dL) (IU/L)
Efusi Efusi
TRANSUDAT
Gagal Jantung Serosa 7.45- < 1000 CE/S < =S CE/S <
Kongestif 7.55 Limfotit 0.5 2/3
Mesotelial batas
atas
kadar
normal

24
S
Sirosis Hati Serosa 7.40- < 1000 CE/S < =S CE/S <
atau 7.55 Limfotit 0.5 2/3
Hemoragik Mesotelial batas
atas
kadar
normal
S
Sindrom Serosa <7.40 <1000 <1.0 =S < 100
Nefrotik Mononuklear
EKSUDAT
Parapneumoni Keruh ≥7.30 10.000 PMN 1.4-6.1 =S < 700
a (Turbid)
Parapneumoni Keruh atau <7.10 >20.000 PMN >4.5 <40 >1000
a + Komplikasi nanah (20-100.000)
Tuberkulosis Serosa <7.40 <5000 >4.0 =S < 700
<7.30 Limfosit < 60
(20%) (20%)
CE = Cairan Efusi S = Serum PMN : Polimorfonuklear

TATA LAKSANA
Tujuan penatalaksanaan efusi pleura adalah terlebih dahulu
meringankan gejala simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi
cairan dari kavum pleura dan menangani penyebab dari efusi pleura.
Pemilihan terapi biasanya bergantung pada jenis efusi pleura, jumlah efusi
pleura dan penyakit yang mendasari.
Jika efusi disebabkan oleh infeksi maka diberikan antibiotic. Selain itu juga
dapat dilakukan aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan
diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik.

25
BAB IV
ANALISA KASUS

DISKUSI
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas berbunyi
‘ngik-ngik’ yang muncul di sore/malam hari, yang tidak membaik dengan
pemberian inhaler. Saat di IGD, pasien bisa berbicara beberapa kata yang
terputus-putus karena sesak. Pasien memiliki riwayat asma dan rutin kontrol
di poli paru. Dari pemeriksaan fisik didapatkan wheezing di seluruh lapang
paru. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini dapat didiagnosis pasien
sebagai asma serangan sedang.
Sesak nafas pada asma disebabkan oleh adanya reaksi antigen dan
antibodi karena factor pencetus yang menyebabkan terjadinya
bronkospasme, kontraksi bronkus, dan hipersekresi mucus sehingga terjadi
obstruksi saluran nafas. Pasien merupakan perokok berat, asap rokok dapat
menjadi pencetus terjadinya serangan asma.
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak putih encer sejak 1
bulan SMRS yang terjadi terus-menerus dan tidak membaik dengan
pemberian obat batuk. Batuk lama merupakan salah satu gejala khas pada
TB Paru, yang disebabkan oleh adanya iritasi pada bronkus, dimana kuman
M.Tuberculosis akan menyebar di bronkus dan lobus paru-paru dan
menimbulkan proses inflamasi dan fokus infeksi.
Pasien juga memiliki riwayat TB Paru 21 tahun yang lalu dan telah
selesai berobat. Dari hasil pemeriksaan foto rontgen didapatkan adanya
infiltrate pada apex lobus superior paru dextra dan sinistra yang mungkin
mengindikasikan adanya TB Relaps atau berulang.
TB Relaps adalah keadaan dimana Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali  lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai

26
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan lesi
nontuberkulosis atau TB Paru kambuh.
Pasien juga mengalami keringat pada malam hari, berdasarkan teori
Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang
menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita
sehingga terjadilah manifestasi keringat.
Dari hasil pemeriksaan penunjang foto thorax, didapatkan adanya
infilitrat pada apex lobus superior pulmo dextra dan sinistra. Hal ini sesuai
dengan karakteristik M. Tuberculosis yang memiliki sifat aerob, sehingga
lebih menyukai keadaan yang lebih banyak oksigen, yaitu di bagian apex
lobus paru. Dari hasil pemeriksaan dahak, didapatkan adanya kuman TBC
yang terdeteksi dalam kadar rendah. Dari hasil pemeriksaan penunjang ini,
pasien dapat didiagnosis sebagai TB Paru Relaps.
Dari hasil pemeriksaan kultur dahak, didapatkan adanya infeksi
bakteri gram positif kokus dan bakteri gram negatif batang. Hal ini dapat
mengindikasikan adanya infeksi dari Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza, atau Staphylococcus aureus, karena ketiga bakteri
ini merupakan penyebab terbanyak dari infeksi paru-paru. Oleh sebab itu,
diberikan pula pengobatan antibiotic berupa Claneksi dan Dibekacin.
Claneksi merngandung kombinasi antibiotic Amoxicillin dan Asam
Klavulanat. Antibiotik ini dapat dipakai untuk infeksi bakteri yang sudah
resisten dengan amoxicillin yang merupakan antibiotic broad-spectrum.
Dibekacin merupakan antibiotic golongan aminoglikosida derivate
kanamycin. Antibiotik ini memiliki aktivitas bakterisida yang dapat
digunakan untuk melawan bakteri gram positif dan gram positif.
Pasien juga diberikan obat anti tuberculosis untuk kasus TB Paru
Relaps, yaitu 2 RHZES / RHZE / 5 RHE dengan dosis sesuai berat badan
pasien. Pasien memiliki berat badan 60 kg, sehingga obat anti tuberculosis
yang diberikan memiliki dosis R/H/Z/E/S 600/450/1000/1000/1000 dengan
dosis 1 kali sehari. Pengobatan TB Paru Relaps ini dilakukan selama 8 bulan
dengan evaluasi bakteriologik dan radiologic pada bulan kedua, bulan

27
keenam pengobatan, dan setelah selesai pengobatan. Selain itu juga dipantau
efek samping dari obat anti tuberculosis.
Pasien diberikan drip lasal 2cc dalam Ringer Dextrose 500cc/12 jam.
Lasal merupakan obat bronkodilator agonis beta-2 adrenergik yang
digunakan pada kasus obstruksi bronkus, seperti asma atau PPOK. Pasien
juga diberikan injeksi partisan yang mengandung hidrokortison sebagai
antiinflamasi dan mengurangi spasme bronkus. Pasien juga diberikan
cetirizine. Cetirizine merupakan obat antihistamin yang menghambat
reseptor H1, obat ini sering digunakan pada kasus rhinitis atau alergi.
Pasien juga diberikan inhalasi combivent dan pulmicort masing-
masing 1 respule, 3 kali sehari. Combivent merupakan obat inhalasi
kombinasi Fenoterol dan Ipratropium Bromida yang memiliki efek
bronkodilator dan antikolinergik. Pulmicort merupakan obat inahalasi yang
mengandung budesonide, sebagai kortikosteroid untuk terapi maintenance
asma.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H. Mukty HA, Infeksi tuberculosis paru dalam: Dasar-dasar


ilmu penyakit paru, Surabaya: Airlangga University Press, 2006: 73-
109.
2. Amin Z. Bahar A, Tuberkulosis paru dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Jakarta, 2007: 988-93.
3. Price SA. Standridge MP, Tuberkulosis Paru dalam: Patofisiologi
Edisi VI, Jakarta : EGC, 2006: 852-62.
4. Djojodibroto Darmanto, Tuberkulosis paru dalam: Respirologi
respiratory medicine, Jakarta: EGC, 2007: 151-68.
5. WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104., Available at:
http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.
6. Soeroso Luhur, Tuberkulosis primer dengan infeksi sekunder dalam:
Mutiara paru atlas radiologi dan ilustrasi kasus, Jakarta: EGC, 2005:
48-9.
7. Setyanto DB, Tuberkulosis pada anak dalam: Manajemen kasus
respirtorik anak dalam praktek sehari-hari, Jakarta, Yapnas
sddhaprana, 2007: 61-81.
8. Mansjoer A. Triyanti K. et all, Pulmonologi tuberculosis paru dalam:
Kapita selekta kedokteran, Jilid I Edisi 3, Jakarta, Media
Aesculapius, 2001: 472-6.
9. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National PrPogrammes 3rd
ed. WHO – Geneva, 2003.
10. PDPI. Asma : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta, PDPI. 2003
11. PDPI. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta, PDPI. 2006

29

Anda mungkin juga menyukai