Pembimbing :
Kapten (CKM) dr. Ardhestiro H. Putro, Sp.JP. FIHA
Disusun oleh :
Natasya Saraswati
1820221102
Oleh :
Natasya Saraswati
1820221102
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I.2 Subjektif
Keluhan Utama :
Sesak Napas
Keluhan Tambahan :
Nyeri dada, keringat dingin, sesak napas, nyeri ulu hati, mual,mudah lelah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RST Soedjono Magelang pada tanggal 23 Maret 2019, dengan
keluhan sesak nafas. Sesak nafas sudah dirasakan sejak 10 hari yang lalu. Sesak napas
pertama kali dirasakan ketika pasien sedang berjalan kaki pulang dari sawah. Pasien mengaku
bahwa semakin hari semakin merasakan sesak. Sesak terjadi secara terus menerus, tidak
berkurang pada waktu istirahat. Pasien mengakui bahwa selama sesak nafas tersebut samapai
mengakibatkan adanya gangguan tidur pada pasien. Pasein mengakui bahwa untuk dapat
tidur dengan nyaman pasien harus menggunakan 2 bantal untuk tidur,karena pasien sering
mengalami sesak pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan bahwa selama 2 bulan terakhir
4
ini pasien sering mengalami nyeri pada dada kirinya dan merasa mudah lelah ketika berjalan
kaki hendak ke sawah,merasa napasnya menjadi lebih berat. Pasien juga mengeluhkan sering
banyak berkeringat, merasa mual tapi tidak sampai muntah, nyeri perut (-). Pasien juga
memiliki keluhan batuk, tidak berdahak, tidak keluar darah dan batuk yang timbula tidak
dipengaruhi oleh cuaca maupun debu. Demam (-), pasien mengaku bahwa bebrapa kali
sempat mengalami keluhan bengkak pada kakinya. Pasien tidak mengalami keluhan pada
BAB dan BAK nya.
Riwayat Alergi : Disangkal
Objektif
Pemeriksaan fisik pada 25 maret 2019.
Keadaan Umum : Tampak sesak.
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5.
5
Tanda Vital :
• Tekanan darah : 100/70 mmHg.
• Nadi : 80 x/menit.
• Suhu : 36,8 0C.
• Respirasi : 25 x/menit.
• Saturasi O2 : 98 %
Status Generalis
Kepala :
• Bentuk mesocephal.
• Wajah simetris, tidak terdapat oedem maupun parese.
Mata :
• Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
• Pupil isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+).
Telinga :
• Otorrhea (-/-), serumen (-/-), simetris kanan dan kiri (-/-).
Hidung :
• Deviasi septum (-/-), discharge (-/-).
• Nafas cuping hidung (-)
Mulut :
• Bibir tampak kering (-).
• Mukosa mulut lembab
Leher :
• Tidak ada pembesaran KGB leher,
• JVP normal (5 + 2) cmH2O.
Thorax
Bentuk : Normochest.
Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea axilaris sinistra ICS VI
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV
6
Batas jantung kiri di linea midclavicula ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal sinistra ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (+), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi :Pergerakan nafas kedua dada simetris, tidak ada sisi yang
tertinggal, tidak terdapat retraksi
Palpasi : Vocal fremitus pada kedua lapang paru simetris
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : BU (+).
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-), shifting dullness (-),
Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen.
Ekstremitas Bawah
Ekstremitas:
● Akral hangat ● CRT < 2 detik.
● Edema - - ● Sianosis - -
- - - -
Daftar Masalah
Dari Anamnesis
1. Sesak Napas
2. Nyeri dada
3. Keringat dingin
4. Kaki sering bengkak
5. Tidur menggunakan 2 bantal
6. Mual
7. Perokok
8. Riwayat HT dan sakit jantung 5 tahu yang lalu
7
Dari Pemeriksaan Fisik
9. Nyeri epigastrium
Hipotesis
1. Angina Pektoris
2. Infark miokard
3. CHF
4. Dispepsia
Planning Diagnostic
1. EKG
2. rontgen thorkas
3. Darah lengkap
4. Echokardiografi
8
SGPT (ALT) 33 <40
Gula Darah
Gula Darah sewaktu 122 74-180 mg/dL
Rontgen thoraks AP
Hasil:
9
- Sistema tulang tak tampak kelainan
Kesan:
-Bronchitis
- Kardiomegali
EKG:
ECHO:
Diagnosis Kerja
CHF ec MD EF 44%
Planning
Planning Terapi
Farmakologi
1. Captopril 3x 62,5 Mg
2. Nebul 3x1 ( ventolin+ flex)
3. Lasix 2x1
4. Tonicard 2x1
5. Spironolacton 25 mg-0-0
6. Bio Atp 1x1
10
Non Farmakologi
1. Tirah baring
2. Edukasi diet
3. Edukasi posisi tidur yang baik ketika sesak
Planning Monitoring
1. Rawat inap ruang bangsal seruni
2. Keadaan umum dan vital sign
3. EKG
4. Perbaikan gejala dan efek samping obat
Planning Edukasi
1. Tirah Baring
2. Diet rendah garam dan lipid
3. Diet lunak
Prognosis
Quo ad Vitam : Ad malam.
Quo ad Functionam : Dubia Ad malam.
Quo ad Sanationam : Ad malam.
FOLLOW UP BANGSAL
Hari/Tanggal/ Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter
Jam
25 Maret 2019 S : sesak nafas (+), nyeri ulu , mual (+) Therapy:
O: KU/KS : tampak sesak Farmakologi
VS : TD : 90/60 mmHg TX lanjut
N : 88 x/menit Non Farmakologi
R : 28 x/menit 1. Tirah baring
o
S : 36,0 C 2. Edukasi diet
SpO2: 98% (on Nasal Kanul)
Kepala : normochepal.
Mata : CA (-/-), SI (-/-).
Leher : KGB (–) membesar, JVP (n)
Thorax : Simetris, statis & dinamis, retraksi (-)
Pulmo : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
11
Cor : BJ I-II, irregular, Murmur (+), Galoop (-)
Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan
epigastrium.
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)
A : CHF, Gastritis
26 Maret 2019 S : sesak (+), nyeri dada (-), nyeri uku hati (-) Planning Therapy :
O : KU/KS : sakit sedang TX lanjut
VS : TD : 110/80 mmHg ECHO
N : 80 x/menit
R : 22 x/menit
S : 36,0o C
SpO2: 97%
Kepala : normochepal.
Mata : CA (-/-), SI (-/-).
Leher : KGB (–) membesar, JVP (n)
Thorax : Simetris, statis & dinamis, retraksi (-)
Pulmo : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : BJ I-II, irregular, Murmur (+), Galoop (-)
Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan
epigastrium.
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)
A : CHF
27 Maret 2019 S : sesak (-) nyeri dada (-), nyeri uku hati (-)
O : KU/KS : sakit sedang Pasien di perbolehkan pulangan
VS : TD : 90/70 mmHg dengan mendapatkan obat pulang
N : 88 x/menit sebagai berikut:
R : 21 x/menit - Ridovect syrp 3x1
S : 36,7o C - Furosemid 40 mg 1x1
SpO2: 98% - Captopril 12,5 mg 3x1
Kepala : normochepal. - spironolactone 1x1
Mata : CA (-/-), SI (-/-). - Bio ATP 1x1
Leher : KGB (–) membesar, JVP (n) - Tonicard 1x1
Thorax : Simetris, statis & dinamis, retraksi (-) Dan kontrol ke poli jantung
Pulmo : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-) -
Cor : BJ I-II, irregular, Murmur (+), Galoop (-)
Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan
(-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)
A : CHF ec EF 44%
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
III.2 Epidemiologi
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita
dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000
penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut penelitian,
gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84
tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila
dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan
meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung
berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. Di Amerika Serikat, diperkirakan
550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan 14 oleh
gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang pasti.
III.3 Etiolgi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting
untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri koroner dan
hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi
penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi: regurgitasi aorta dan defek
septum ventrikel, dan beban akhir yang meningkat pada keadaan dimaan terjadi stenosis aorta
13
dan hipertensi sistemik. Penurunan kontraktilitas miokardium pada infark miokard dan
kardiomiopati.
14
yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat kelenturan paru. Dyspneu yang
terjadi pada saat beraktivitas menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri. Dapat
juga terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru
intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
Timbulnya rhonki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas gagal
jantung, rhonki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh
gaya gravitasi.
Dapat terjadi hemoptisis yang terjadi karena perdarahan vena bronkial yang terjadi
akibat distensi vena.
Gagal jantung kanan dapat menimbulkan gejala dan tanda kongestiv vena sistemik.
Dapat diamati adanya peningkatan tekanan vena jugularis. Karena vena-vena leher
mengalami bendungan. Tekanan vena sentral CVP dapat meningkat secara paradoks
selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Edema perifer, edema anarsaka dan asites terjadi karena adanya penimbunan cairan
pada jaringan interstisial
15
III. 5 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung.
Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan penurunan fungsi
sistolik ( fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik ( fungsi sistolik atau fraksi
ejeksi normal) yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure with preserved Ejection
(HEPEF). Selain itu Myocardial remodelling juga akan berlanjut dan menimbulkan sindroma
klinis gagal jantung.
III. 6 Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainana multisistem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Bila jantung mengalami kerusakan yang berat, seperti infark
miokard, maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sehingga akan
menimbulkan dua efek utama yaitu penurunan curah jantung dan bendungan di vena yang
menimbulkan oeningkatan tekanan vena jugularis. Sewaktu jantung mulai melemah,
sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung.
Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban
awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme
ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan
16
kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan
gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi
cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel;
beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung
dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan
rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium.
Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia
18
miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling
berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal
jantung.
III.7 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria yang digunakan untuk menegakan gagal jantung kongesti yaitu menggunakan
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti . Diagnosis CHF membutuhkan
adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria
minor.
Kriteria Mayor:
Paroksismal nocturnal dyspnea
Distensi vena pada leher ( vena jugularis).
Rales
Kardiomegali
Edema paru akut
Terdengar S3
Peningkatan tekanan vena sentral (.16 cm H2O di atrium kanan).
Hepatojugular refluks
Kriteria Minor:
Bilateral ankle edema
19
Batuk nokturnal
Dyspnea pada aktivitas biasa
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vitam 1/3 dari normal
Takikardi > 120/ menit.
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
Pemeriksaan Penunjang Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,
pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan.
20
Radiologi untuk mengetahui ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena
pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadangkadang efusi pleura. begitu pula keadaan
vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala
pasien.
Penilaian fungsi LV
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/
Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan
fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup
dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan
dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada
pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai
gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting
dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale.
MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk
paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-
diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan
mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya,
EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF
dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF
meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri
yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (>
50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-
40%).
21
III.9 Penatalaksanaan
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
22
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas IMT > 30 kg/M2 dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas
hidup.
Tatalaksana Farmakologi
Tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tindakan prevenif dan
pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam
tatalaksana penyakit jantung.
Angotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, ACEI harus diberikan
pada pasien gagal jantung kecuali pasien yang memiliki kontraindikasi dalam
pemberian ACE. ACEI harus diberikan pada semua pasien dengan gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel ≤ 40 %. Penggunaan ACE
bertujuan untuk memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
terjadinya peruburkan gagal jantung dan meningkatkan angka kelangsungan
hidup. ACEI dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema, oleh sebab itu
pemberian ACE di mulai dengan pemberian dengan dosis yang rendah
Indikasi pemberian ACEI Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40% dengan
atau tanpa gejala.
Kontraindikasi:
- Riwayat angioedema
- Stenosis renal bilateral
- Kadar kalium serum > 2,0mmol/L
- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
- Stenosis aorta yang berat
Penyekat Beta
Memiliki manfaat seperti ACEI. Harus diberikan pada semua pasien dengan
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perburkan dan
meningkatkan kualitas hidup. Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian
23
dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol
atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
Indikasi:
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%
Memiliki gejala ringan sampai berat
Sudah mendapatkan ACEI/ARB
Pasien stabil secara klinis ( tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik iv dan tidak ada tanda retensi cairan.
Kontraindikasi:
Asma
Blok AV (atrioventikular) derajat 2 dan 3, sinus bradikardi < 50
kali/menit
ANTAGONIS ALDOSTERON
Penambahan obat antagonis aldosteron diberikan pada semua pasien
dengan fraksi ejeksi ≤ 35% dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III-IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal
berat.
Indikasi pemberian:
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%
Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III-IV NYHA)
Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB.
Kontraindikasi
24
diberikan ACEI dan penyekat β dengan dosis maksimal,di
rekomendasikan sebagai alternatif pada pasien dengan intoleran ACEI.
Indikasi pemberian ARB
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai
berat ( kelas fungsional II-IV NYHA) yang intoleran terhadap ACEI
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,
dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak
menyebabkan batuk.
Kontraindikasi:
Pada pasien yang diterapi dengan ACEI dan antagonis aldosterone
bersamaan
Sama seperti ACEI kecuali angioedem
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serila ketika ARB
digunakan bersama ACEI.
Digoksin
25
DIURETIK
Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
Pemberian diuretik pada saat sebelum makan
Sebagian besar pasien mendapatkan terapi diuretik loop dibandingkan
tiazid karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik
loop. Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan
edema resistensi
III.10 Prognosis
26
pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan
progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan
akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya
adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif
yang sangat cermat.
27
BAB IV
ANALISIS KASUS
28