Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

GOUT ARTHRITIS

DISUSUN OLEH:

Kendra Nugraha

1102015112

PEMBIMBING:

dr. Jusi Susilawati, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 8 APRIL – 22 JUNI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI – RSUD PASAR REBO

JAKARTA
BAB I

STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Tn. B

Usia : 37 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Tanjung Barat

No RM : 2019-834846

Ruang Rawat : Flamboyan

Tanggal Masuk : 13 April 2019

Tanggal Pemeriksaan : 22 April 2019 dan 29 April 2019

A. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan dengan autoanamnesis dan alloanamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri perut di bagian kiri atas
Keluhan Tambahan
Selain mengeluh nyeri perut, pasien memiliki ulkus di tungkai bawah kanan disertai
bengkak di pergelangan kaki kanan dan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan nyeri perut kiri atas sejak 1
hari semenjak masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan terus menerus, pasien tidak dapat
menunjuk lokasi nyeri perut, terasa nyeri tekan di seluruh perut dan nyeri terasa terus menerus.
Pasien mengaku perutnya sakit bila diisi makanan. Pasien pernah buang air besar berdarah.
Darah bewarna merah.
Pasien juga mengeluh terdapat luka di tungkai bawah sejak ± 1 bulan semenjak masuk
rumah sakit dan kedua kaki membengkak ± 3 minggu semenjak masuk rumah sakit . Awalnya
luka tersebut kecil, pasien megaku tidak mengobati lukanya. Luka bertambah parah setelah
pasien mencuci motor. Luka melebar disertai nanah. Pasien merasa kedua kakinya menjadi
membengkak di pergelangan kaki disertai nyeri di sendi tungkai bawah. Pada bagian yang

2
bengkak pasien tidak merasa panas dan tidak tampak kemerahan. Riwayat penyakit jantung
disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
1. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
2. Pasien mempunyai riwayat buang air besar berdarah / hematokezia (+)
3. Kolesterol (+)
4. Asam urat (+)
5. Diabetes melitus (-)
6. Hipertensi (-)
7. Penyakit jantung (-)
8. Penyakit liver (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku ada yang menderita asam urat di keluarganya yaitu bapak dari Tn.B.
Riwayat Pengobatan
Sebelum masuk rumah sakit pasien pernah mengonsumsi obat-obatan steroid yaitu
dexamentasone dan obat asam urat yaitu Allupurinol
B. STATUS GENERALIS
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran umum : Composmentis GCS: 15 E: 4 V: 5 M: 6
3. Tekanan darah : 120/70 mmHg
4. Nadi : 80 kali/menit
5. Suhu : 37.2 ̊ C
6. Pernapasan : 20 kali/menit, teratur
7. Status gizi :
 BB : 95 kg
 TB : 169 cm
 IMT : 33.26 kg/m²

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 April 2019 pukul 13.30 WIB

Kepala

1. Bentuk : Normocephal
2. Posisi : Simetris

3
3. Wajah : Udem

Mata

1. Exophtalmus : Tidak ada


2. Enophtalmus : Tidak ada
3. Edema periorbita : -/-
4. Kongtiva anemis : -/-
5. Sklera ikterik : -/-
6. Pupil : isokor
7. Refleks cahaya : Langsung (+/+) Tidak langsung (+/+)

Hidung

1. Bentuk : Normal
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum : Tidak ada deviasi
4. Sekret : Tidak ditemukan

Telinga

1. Bentuk & ukuran : Normal


2. Darah & cairan : Tidak ditemukan
3. Nyeri tekan tragus : -/-
4. Pendegaran : Normal

Mulut

1. Labium oris : Normal, tidak tampak massa/benjolan


2. Commissura Labiorum Oris : Simetris, tidak ditemukan deviasi
3. Philtrum : Berada di tengah
4. Vestibulum oris : Tampak gigi bentuk normal
5. Cavum oris : Lidah bentuk normal, tidak ditemukan deviasi
6. Pallatum molle : Tidak hiperemis, tidak tampak massa
7. Fossa bucalis : Tidak ditemukan massa
8. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
9. Tonsila palatina : T1/T1, tidak hiperemis

4
Kulit

1. Warna : Sawo matang


2. Efloresensi dan jaringan parut : Dalam batas normal, tidak ditemukan jaringan
parut
3. Pigementasi : Dalam batas normal
4. Tugor : Baik
5. Ikterus : Tidak ada
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Tidak ada
8. Pertumbuhan rambut : Dalam batas normal

Leher

1. Bentuk : Bentuk normal, tidak tampak hiperemis, tidak tampak massa


2. Kelenjar tiroid : Tidak tampak pembesaran
3. Kelenjar limfe : Tidak tampak pembesaran

Paru-Paru

1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simteri pada keadaan statis dan


dinamis. Tidak tampak hematoma, sikatrik, benjolan
2. Palpasi : Fermitus taktil dan vokal dada kanan dan kiri normal (+). Nyeri
Tekan (-), teraba massa (-)
3. Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

1. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


2. Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula
sinitra
3. Perkusi
 Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra
 Batas jantung kiri : ICS 5 linea axilaris anterior sinistra
 Batas pinggang jantung : ICS 2 linea parasternalis sinistra
4. Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, gallop (-), mumur

5
Abdomen

1. Inspkesi : Perut buncit simetris


2. Aukultasi : Bising usus (+) normal
3. Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba massa. Tidak
teraba pembesaran hepar dan lien, tes undulasi (-)
4. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran, shifting dullnes (-)

Ekstremitas

1. Akral hangat pada ektermitas atas dan bawah dextra sinistra


2. Edema (+) di pergelangan kaki dextra sinistra
3. Caapilary Refill Time < 3 detik
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 April 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin L 11.1 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit L 32 % 40-52
Eritrosit L 3.6 Juta/𝜇L 4.4-5.9
Leukosit 7.10 10 ̂ 3/ 𝜇L 3.80-10.60
Trombosit 344 ribu/ 𝜇L 150-440
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 37 U/L 0-50
SGPT (ALT) H 66 U/L 0-50
Ureum Darah L 10 mg/dL 20-40
Kreatinin Darah 0.78 mg/dL 0.17-1.50
eGFR 119 mL/min/1.73 m ̂ 2
Glukosa Darah Sewaktu 106 mg/dL <200
Gas Darah + Elektrolit
Natrium (Na) L 132 mmol/L 135-147
Kalium (K) L 3.2 mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) L 93 mmol/L 98-108
Urin Lengkap

6
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Kimia Urin
Berat Jenis 1.025 1.015—1.025
pH 6.0 4.8-7.4
Glukosa Negatif mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif mg/dL Negatif
Keton (1+) positif 1 Negatif
Darah/Hb Negatif /𝜇L Negatif
Protein (1+) positif 1 Negatif
Urobilinogen Normal mg/dL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase (2+) positif 2 Negatif
Sedimen
Flowcytometri
Leukosit H 90 /𝜇L <6
Eritrosit H8 /𝜇L <6
Silinder H 22.0 /𝜇L < 0.5
Epitel H 46 /𝜇L <4
Kristal 0 /𝜇L < 20
Bakteri 0 /𝜇L < 23

Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 14 April 2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin L 10.6 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit L 31 % 40-52
Eritrosit L 3.5 Juta/𝜇L 4.4-5.9
Leukosit 7.10 10 ̂ 3/ 𝜇L 3.80-10.60
Trombosit 366 ribu/ 𝜇L 150-440
Hitung Jenis

7
Basofil 1 % 0-1
Eosinofil H5 % 1-3
Neutrofil Batang L0 % 3-5
Neutrofil Segmen L 49 % 50-70
Limfosit 37 % 25-40
Monosit 8 % 2-8

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 April 2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Kolesterol Total 132 mg/dL < 200
Kolesterol HDL L 15 mg/dL 30-63
Kolesterol LDL 79 mg/dL < 130
Trigliserida H 219 mg/dL 40-155

Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 18 April 2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Asam Urat H 14.1 mg/dL 2.0-7.0

D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kiri atas yang dirasakan terus menerus, nyeri
tekan di seluruh abdomen. Pasien pernah BAB disertai darah berwarna merah. Terdapat ulkus
di tungkai bawah, dan udem pada tungkai bawah. Pemeriksaan fisik didapatkan udem pada
wajah dan tungkai. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin 11.1 g/dL,
hematokrit 32%, eritrosit 3.6 juta/ 𝜇L, eosinofil 5%, neutrofil batang 0%, neutrofil segmen
49%, SGPT 66 U/L, Ureum darah 10 mg/dL, Natrium 132 mmol/L, kalium 3.2 mmol/L, klorida
93 mmol/L, keton +1, protein urin +1 leukosit esterase +2, leukosit urin 90/ 𝜇L, eritrosit urin
8/ 𝜇L, silinder urin 22.0/ 𝜇L, epitel urin 46/ 𝜇L, kolesterol HDL 15 mg/dL, trigliserida 219
mg/dL, asam urat 14.1 mg/dL.
E. PENGKAJIAN MASALAH
Kolik abdomen

8
F. DIAGNOSA KERJA
Ulkus riwayat hematokezia kolik abdomen
G. DIAGNOSA BANDING
 Cushing syndrome
 Gout arthritis
H. TATALAKSANA
Terapi Non Farmakologi Saat di Rawat Inap
1. Tirah baring
Terapi Farmakologi Saat di Rawat Inap
Oral Intravena
1. Amlodipine 5 mg 1. Ondancentron 3x1
2. Atrovastatine 1x40 2. Omeprazole 1x1
3. Lantoprazole 1x1 3. Dexamentasone 2x1
4. Sucralfat 4x1 4. Tramadol drip RL 3x1
5. Paracetamol 3x1 5. Transamin 3x1 bila ada perdarahan
6. Allupurinol 3x300
7. Bicnat 3x1
8. Recolfar 3x1
9. Domperidone 3x1
10. Dmz 1x1

I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
J. FOLLOW UP
22 April 2019
(Flamboyan)
S/
 Nyeri perut (-)
 BAB berdarah (-)
O/
 KU : Baik

9
 Kesadaran: Composmentis
 GCS :15
 TD: 120/70 mmHg
 Suhu: 37.2 ̊ C
 HR: 80 kali/ menit
 RR: 20 kali/menit
 Abdomen: Supel, BU (+) normal, NT (-), timpani seluruh abdomen
 Ektremitas: Akral hangat, CRT <3 detik, udem (-), krusta regio
cruris dextra
A/
 Gout arthritis
P/
 Inj. Ondancentron 3x1
 P.O Atrovastatine 1x40
 P.O Lantoprazole 1x1
 P.O Sucralfat 4x1
 P.O Paracetamol 3x1
 P.O Allupurinol 3x300
 P.O Bicnat 3x1
 P.O Recolfar 3x1

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Gout merupakan penyakit progresif akibat deposisi kristal monosodium urat (MSU) di
sendi, ginjal, dan jaringan ikat lainnya sebagai akibat dari hiperurisemia yang berlangsung
kronik.1 Disebut artritis gout apabila serangan inflamasi terjadi pada artikular atau periartikular
seperti bursa dan tendon.2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13.6 per 1000 pria dan 6.4 per 1000
wanita. Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur >75 tahun
1
dan 3% pada wanita umur >85 tahun. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada
usia di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di atas 34 tahun sebesar 68 %. Menurut World Health
Organization (WHO) tahun 2013, sebesar 81 % penderita asam urat di Indonesia hanya 24 %
yang pergi ke dokter, sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda
nyeri yang dijual bebas.3 Penelitian di Indonesia oleh Raka Putra dkk menunjukkan prevalensi
4
hiperurisemia di Bali 14.5%, sementara penelitian pada etnis Sangihe di pulau Minahasa Utara
5
oleh Ahimsa & Karema K didapatkan prevalensi gout sebesar 29.2% .
Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun, 2018
menurut hasil RISKEDAS 2018. Paling banyak diderita oleh kelompok umur 75+ yaitu 18.9%,
perempuan lebih tinggi terkena penyakit sendi yaitu 8.5%, dan banyak terjadi di perdesaan
yaitu 7.8%. 6

11
Bila dilihat berdasarkan karakteristik, hasil RISKEDAS 2018 menujukan yang
menderita penyakit sendi paling banyak pada kelompok tidak/belum pernah sekolah yaitu
13.7% dan petani/buruh tani paling banyak yang menderita penyakit sendi yaitu 9.90%.6

ETIOLOGI
Etiologi dari hiperuresemia dan gout antara lain:7
1. Berkurangnya ekresi renal
 Reabsorpsi tubular renal meningkat
 Gagal ginjal
 Keracunan
 Asidosis laktat
 Alkohol
 Obat-obatan seperti Thiazide, diuretik loop, aspirin dosis rendah, siklosporin,
pyrazinamide.
2. Peningkatan intake makanan
 Daging merah
 Seafood
 Jeroan
3. Kelebihan produksi asam urat
 Penyakit Myeloproliferative dan penyakit lymphoproliferative
 Psoriasis
 Intake tinggi fruktosa

12
 Penyakit pada simpanan glikogen
 Penyakit bawaan seperti Lesch-Nyhan syndrome (mutasi hypoxanthine guanine
phosphoribosyl transferase), mutasi Phosphoribosyl pyrophosphate sintesa 1
PATOFISIOLOGI
Pembetukan gout dibagi menjadi 2 yaitu primer dan sekunder. Pada gout primer 90 %
kasus diakibatkan antara lain produksi asam urat yang berlebihkan oleh karena defek enzim,
tidak adekuatnya eliminasi asam urat oleh ginjal, atau kombinasi keduanya. Sedangkan gout
sekunder lebih mengarah kepada penyebab hiperuresemia yaitu meningkatnya pemecahan
produksi asam nukleat oleh karena lisisnya sel tumor akibat terapi limfoma atau leukemia,
penyakit ginjal kronik, dan dari obat-obatan diuretik terutama diuretik thiazide yang berkaitan
dengan ekresi asam urat.20

Peningkatan kadar asam urat di dalam darah dan cairan tubuh lainnya (contoh: sinovia)
berakibat pengendapan kristal monosodium urat. Hal ini, pada saatnya, memicu serangkaian
kejadian yang mencapai puncaknya pada jejas sendi . Kristal urat agaknya mengaktifkan secara
langsung sistem komplemen yang memacu produksi kemotaksis dan mediator proinflannasi.
Kristal yang difagosit oleh makrofag dikenali oleh sensor intrasel yang dinamakan
inflammasome, yang diaktifkan dan merangsang produksi sitokin IL- I. IL- I adalah sebuah

13
mediator radang dan menyebabkan akumulasi lokal neutrofil dan makrofag di dalam sendi dan
membran sinovial. Sel ini menjadi aktif, menyebabkan pelepasan dari mediator tambahan
meliputi kemokin, sitokin lainnya, radikal bebas yang toksik dan leukotrin terutama leukotrin
B4. Neutrofil aktif juga melepaskan enzim lisosom destruktif. Sitokin dapat juga mengaktifkan
sel sinovial dan sel tulang rawan secara langsung untuk melepaskan protease (contoh:
kolagenase) yang mengeksaserbasi jejas jaringan. Ciri khas artritis akut yang dihasilkan
berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, bahkan tanpa diobati. Serangan yang
berulang, bagaimanapun juga dapat berkembang menjadi kerusakan yang permanen seperti
yang terlihat pada artritis tofus kronik. 21

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis pada artritis gout dibedakan atas empat stadium, yaitu:2, 8
1. Stadium artritis gout akut
Timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Ditandai dengan peradangan monoartikular
(unilateral) yang timbul mendadak disertai eritema, nyeri hebat, bengkak, dan
peningkatan suhu di sekitar sendi yang terkena sehingga pasien sulit berjalan,
ditemukan tanda-tanda peradangan pada sendi yang terkena, dan timbul demam,
menggigil, dan malaise. Serangan akut ini dilukiskan oleh Sydenham sebagai : sembuh
beberapa hari sampai beberapa minggu, bila tidak diobati rekuren yang multipel,
interval antar serangan singkat, dan dapat mengenai beberapa sendi.
 Lokasilisasi: pada metatarsofalangeal-1 (podagra) yang dapat mengenai sendi
lain antara lain pergelangan tangan/kaki, siku, jari tangan, lutut, ankle, subtalar,
dan midfoot
 Faktor pencetus serangan akut: trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik,
stress, tindakan operasi, diuretik (thiazide, diurtik loop) atau penurunan dan
peningkatan asam urat
2. Stadium interkritikal
Merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi interkritik asimtomatik, tidak
didapatkan tanda-tanda radang akut. Pada aspirasi sendi ditemukan kristal monosodium
urat, menunjakan bahwa proses peradangan tetap berlanjut walaupun tanpa keluhan.
Periode ini berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun. Manajemen yang tidak
baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi

14
3. Stadium artritis gout kronis
Timbul serangan artritis gout akut berulang, tidak ada gejala diantara dua fase serangan
akut. Interval serangan akut makin lama makin memendek, lama serangan makin lama
makin memanjang, serta jumlah sendi yang terserang semakin banyak
4. Stadium artritis gout kronis bertofus
Serangan poliartikular dan ditemukan tofus (deposit kristal natrium urat pada jaringan),
terutama pada sendi yang sering mengalami serangan. Pada tofus yang pecah dapat
timbul infeksi sekunder. Stadium ini sering diserti batu saluran kemih sampai penyakit
ginjal menahun

DIAGNOSIS
Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga fase, yaitu: a) hiperurisemia tanpa gejala klinis,
b) artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal), dan c) artritis gout
kronis.1, 9-16
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum > 6.8 mg/dl,
yang berarti telah melewati batas solubilitasnya di serum. Periode ini dapat berlangsung cukup
lama dan sebagian dapat berubah menjadi artritis gout.17
Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut American
College of Rheumatology (ACR)/European League against Rheumatism (EULAR) (Tabel 1).

15
Berikut langkah–langkah dalam menggunakan kriteria ACR/EULAR Tahun 2015 pada Tabel
1.17

16
17
Penerapan praktek klinis dalam mendiagnosis gout dapat dibantu oleh rekomendasi dibawah
ini:17

18
Pemeriksaan Penunjang2
 Pemeriksaan laboratorium: serum urat darah, asam urat urin 24 jam
 Pemeriksaan analisis cairan sendi
- Temuan kristal monosodium urat
- Cairan sendi sesuai kondisi inflamasi (leukosit 5000-80.000/mm3), predominan
neutrofil, kultur (-)
 Pemeriksaan radiologi: tidak spesifik pada kondisi awal penyakit, soft-tissue swelling
pada sekitar sendi

DIAGNOSIS BANDING 2
 Artropati kristal lainnya: calcium pyrophosphate dihydrate disease (CPPD), kalsium
apatite
 Monoartropati akut akibat infeksi maupun trauma
TATALAKSANA17
Prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout:
1. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang memadai tentang
penyakit gout dan tatalaksana yang efektif termasuk tatalaksana terhadap penyakit
komorbid.
2. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus diberi nasehat mengenai modifikasi gaya
hidup seperti menurunkan berat badan hingga ideal, menghindari alkohol, minuman
yang mengandung gula pemanis buatan, makanan berkalori tinggi serta daging merah
dan seafood berlebihan, serta dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah lemak,
dan latihan fisik teratur.
3. Setiap pasien dengan gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid terutama yang berpengaruh
terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko kardiovaskular, termasuk gangguan
fungsi ginjal, penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, penyakit arteri perifer,
obesitas, hipertensi, diabetes, dan merokok.

19
Tatalaksana Non Farmakologi
A. Perubahan Gaya Hidup
Tatalaksana optimal untuk penyakit gout membutuhkan tatalaksana farmakologi
maupun non farmakologi. Tatalaksana non farmakologi meliputi edukasi pasien,
perubahan gaya hidup dan tatalaksana terhadap penyakit komorbid antara lain
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
A. Diet
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gout
diantaranya faktor genetik, berat badan berlebih (overweight), konsumsi obat-
obatan tertentu (contoh: diuretik), gangguan fungsi ginjal, dan gaya hidup yang
tidak sehat (seperti: minum alkohol dan minuman berpemanis). Hindari
makanan yang mengandung tinggi purin dengan nilai biologik yang tinggi
seperti hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan yang harus
dibatasi konsumsinya antara lain daging sapi, domba, babi, makanan laut
tinggi purin (sardine, kelompok shellfish seperti lobster, tiram, kerang, udang,
kepiting, tiram, skalop). Alkohol dalam bentuk bir, wiski dan fortified wine
meningkatkan risiko serangan gout. Demikian pula dengan fruktosa yang
ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada minuman ringan dan jus buah juga
dapat meningkatkan kadar asam urat serum. Sementara konsumsi vitamin C,
dairy product rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan
kopi menurunkan risiko serangan gout. Informasi mengenai rekomendasi diet
pada pasien gout dapat dilihat pada lampiran 5.
Pengaturan diet juga disarankan untuk menjaga berat tubuh yang ideal.
Diet yang ketat dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain pengaturan
makanan, konsumsi air yang cukup juga menurunkan risiko serangan gout.
Asupan air minum >2 liter per hari disarankan pada keadaan gout dengan
urolithiasis. Sedangkan saat terjadi serangan gout direkomendasikan untuk
meningkatkan asupan air minum minimal 8 – 16 gelas per hari. Keadaan
dehidrasi merupakan pemicu potensial terjadinya serangan gout akut.

20
B. Latihan fisik
Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama 30−60
menit. Olahraga meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan
ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk menjaga berat badan
ideal dan menghindari terjadinya gangguan metabolisme yang menjadi
komorbid gout. Namun, latihan yang berlebihan dan berisiko trauma sendi
wajib dihindari.
C. Lain-lain
Disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok.

21
Tata laksana Farmakologi

A. Hiperurisemia tanpa gejala klinis


Tatalaksana hiperurisemia tanpa gejala klinis dapat dilakukan dengan modifikasi gaya
hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout.
Penggunaan terapi penurun asam urat pada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih
kontroversial. The European League Against Rheumatism (EULAR), American Colleague
of Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak merekomendasikan
penggunaan terapi penurun asam urat dengan pertimbangan keamanan dan efektifitas
terapi tersebut. Sedangkan rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism,
menganjurkan pemberian obat penurun asam urat pada pasien hiperurisemia asimptomatik
dengan kadar urat serum >9 atau kadar asam urat serum >8 dengan faktor risiko
kardiovaskular (gangguan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung
18
iskemik).

B. Gout Akut
Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin. Pasien harus
diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan penanganan awal serangan
gout akut. Pilihan obat untuk penanganan awal harus mempertimbangkan ada tidaknya
kontraindikasi obat, serta pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya.
Rekomendasi obat untuk serangan gout akut yang onsetnya <12 jam adalah
kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg. Terapi pilihan lain
diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila dibutuhkan aspirasi sendi diikuti
injeksi kortikosteroid. Kolkisin dan OAINS tidak boleh diberikan pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi ginjal berat dan juga tidak boleh diberikan pada pasien yang
mendapat terapi penghambat P-glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti siklosporin atau
klaritromisin. Algoritme pemilihan terapi pasien gout selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 1.

22
Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan memulai terapinya
pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam terapi rutin obat
penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan.
Obat penurun asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah serangan akut reda.
Terdapat studi yang menunjukkan tidak adanya peningkatan kekambuhan pada pemberian

23
alopurinol saat serangan akut, tetapi hasil penelitian tersebut belum dapat digeneralisasi
mengingat besar sampelnya yang kecil dan hanya menggunakan alopurinol.
Indikasi memulai terapi penurun asam urat pada pasien gout adalah pasien dengan
serangan gout ≥2 kali serangan, pasien serangan gout pertama kali dengan kadar asam urat
serum ≥ 8 atau usia <40 tahun.

24
25
C. Fase Interkritikal dan Gout Kronis
Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua serangan gout
akut. Pasien yang pernah mengalami serangan akut serta memiliki faktor risiko perlu
mendapatkan penanganan sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap kekambuhan
gout dan terjadinya gout kronis.
Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun kadar
asam urat dan terapi profilaksis untuk mencegah serangan akut. Terapi penurun kadar
asam urat dibagi dua kelompok, yaitu: kelompok inhibitor xantin oksidase (alopurinol
dan febuxostat) dan kelompok urikosurik (probenecid).
Alopurinol adalah obat pilihan pertama untuk menurunkan kadar asam urat,
diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
26
maksimal 900 mg/hari (jika fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi
300 mg/hari, maka pemberian obat harus terbagi.
Jika terjadi toksisitas akibat alopurinol, salah satu pilihan adalah terapi
urikosurik dengan probenecid 1−2 gr/hari. Probenecid dapat diberikan pada pasien
dengan fungsi ginjal normal, namun dikontraindikasikan pada pasien dengan urolitiasis
atau ekskresi asam urat urin ≥800 mg/24jam. Pilihan lain adalah febuxostat, yang
merupakan inhibitor xantin oksidase non purin dengan dosis 80−120 mg/hari.
Kombinasi inhibitor xantin oksidase dengan obat urikosurik atau peglotikase dapat
diberikan pada pasien gout kronis dengan tofi yang banyak dan/atau kualitas hidup
buruk yang tidak dapat mencapai target kadar asam urat serum dengan pemberian dosis
maksimal obat penurun asam urat tunggal.
Target terapi penurun asam urat adalah kadar asam urat serum <6 mg/dL,
dengan pemantauan kadar asam urat dilakukan secara berkala. Pada pasien dengan gout
berat (terdapat tofi, artropati kronis, sering terjadi serangan artritis gout) target kadar
asam urat serum menjadi lebih rendah sampai <5 mg/dL. Hal ini dilakukan sebagai
upaya untuk membantu larutnya kristal monosodium urat (MSU) sampai terjadi total
disolusi kristal dan resolusi gout. Kadar asam urat serum <3 mg/dL tidak
direkomendasikan untuk jangka panjang.
Semua pilihan obat untuk menurunkan kadar asam urat serum dimulai dengan
dosis rendah. Dosis obat dititrasi meningkat sampai tercapai target terapi dan
dipertahankan sepanjang hidup. Sebagai contoh alopurinol dimulai dengan dosis 100
mg/hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat setelah 4 minggu. Bila target
kadar asam urat belum tercapai maka dosis alopurinol ditingkatkan sampai target kadar
asam urat tercapai atau telah mencapai dosis maksimal.
Setiap pasien gout yang mendapatkan terapi penurun kadar asam urat berisiko
mengalami serangan gout akut, terutama pada awal dimulainya terapi penurun asam urat.
Semakin poten dan semakin besar dosis obat penurun asam urat, maka semakin besar
pula risiko terjadinya serangan akut. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya
serangan akut gout direkomendasikan untuk memberikan terapi profilaksis selama 6
bulan sejak memulai terapi penurun kadar asam urat. Profilaksis yang
direkomendasikan adalah kolkisin dengan dosis 0.5–1 mg/hari, dosis harus dikurangi
pada gangguan fungsi ginjal.
Bila terdapat intoleransi atau kontraindikasi terhadap kolkisin, dapat
dipertimbangkan pemberian OAINS dosis rendah sebagai terapi profilaksis selama
27
tidak ada kontraindikasi.

D. Rekomendasi Pengelolaan Gout Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal


Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar asam urat
serum (misalnya: probenecid dan alopurinol) harus memperhatikan bersihan kreatinin.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat dan mengalami serangan gout akut dapat
diberikan kortikosteroid oral dan injeksi intraartikuler. Bila nyeri masih belum teratasi dapat
ditambahkan analgesia golongan opioid.
Alopurinol dan metabolitnya mempunyai waktu paruh yang panjang. Pada
gangguan fungsi ginjal dosis alopurinol disesuaikan dengan bersihan kreatinin (sesuai
lampiran 4).
Febuxostat dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dan tidak
membutuhkan penyesuaian dosis apabila bersihan kreatinin >30 ml/ menit.
Pemberian kolkisin tidak memerlukan penyesuain dosis pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal yang memiliki bersihan kreatinin >60 ml/min/1.73 m2. Sedangkan

pada pasien yang memiliki bersihan kreatinin 30─60 ml/ min/1.73m2 dosis yang diberikan

dibatasi 0.5 mg, pasien dengan bersihan kreatinin 10─30 ml/min/1.73m2 dosis dibatasi
0.5 mg setiap 2─3 hari, dan pemberian kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan

bersihan kreatinin <10 ml/min/1.73m2

28
29
KOMPLIKASI 2
 Pembentukan tofus
 Pembentukan batu ginjal
 Artropati destruktif
PROGNOSIS
Bila tidak diobati, dapat menyebabkan kerusakan sendi permanen dan kerusakan
jaringan sekitarnya. Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan penyakit Gout, oleh
sebab itu, penanganan lebih cepat lebih baik. Kerusakan sendi (sering terjadi di tangan dan
kaki) dapat menyebabkan deformitas dan menyebabkan hilangnya fungsi normal.19

30
DAFTAR PUSTAKA

[1] Doherty M. New insights into the epidemiology of gout. Rheumatology. 2009; 48: ii2–ii8.

[2] Rosani S., Isbagio H. Artritis Gout. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi IV. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014. Hal: 833

[3] Tinah, P. Faktor-Faktor Risiko Hiperurisemia (Studi Kasus Di Rumah Sakit Umum
Kardinah Kota Tegal. Universitas Diponegoro. 2010.

[4] Kambayana, Raka Putra dkk. Hyperurcemia and Factors Relating in the Community of
Balinese Population. An epidemiological survey. In press; 2010.

[5] Ahimsa T, Karema-K AMC. Gambaran Artritis Gout dan Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Kadar Asam Urat di Minahasa. Tesis. 2003

[6] RISKESDAS. HASIL UTAMA RISKESDAS TAHUN 2018. 2018

[7] Ralston S.H., McInnes I.B. Gout. Davidson Principle and Practice of Medicine. 22nd
Edition. Elsevier. 2014. Hal: 1087

[8] Tehupeiory ES. ARTRITIS PIRAI (ARTRITIS GOUT). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta: InternaPublishing. 2014. Hal 3187-3191

[9] Edwards NL. Quality of Care in Patients With Gout: Why is Management Suboptimal and
What Can Be Done About It?. Curr Rheumatol Rep. 2011; 13:154-159

[10] Singh JA. Quality of Life and Quality of Care for Patients with Gout. Curr Rheumatol
Rep. 2009 April; 11(2):154-160

[11] Callear J, Blakey G, Callear A, Sloan L. Gout in Primary Care: Can We Improve Patient
Outcomes?. BMJ Qual Improvem Rep. 2017;6: u210130. w4918

[12] Roddy E, Mallen CD, Hider SL, Jordan KP. Prescription and Comorbidity Screening
Following Consultation for Acute Gout in Primary Health Care. Rheumatol. 2010;
49:105-111

[13] Abhishek, Doherty M. Education and Non-Pharmacological Approach for Gout.


Rheumatol. 2018; 57: i51-i58.

31
[14] Rotchenbacher D, Primatesta P, Ferreira A, Cea-Soriano L, Rodriguez LAG. Frequency and
Risk Factors of Gout Flares in a Large Population-Based Cohort of Incident Gout.
Rheumatol 2011; 50: 973-981

[15] Mikuls TR, Farrar JT, Bilker WB, Fernandes S, Saag KG. Suboptimal Physician
Adherence to Quality Indicators for The Management of Gout and Asymptomatic
Hyperuricemia: Results from The UK General Practice Research Database (GPRD).
Rheumatol 2005; 44:1038-1042.

[16] Annemans L, Spaepen E, Gaskin M, Bonnemaire M, Malier V, Gibert T, Nuki G. Gout in


the UK and Germany: Prevalence, Comorbidities and Management in General
Practice 200-2005. Ann Rheum Dis 2008:67:960- 966

[17] Perhimpuan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout.


Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Jakarta. 2018

[18] Yamanaka H. Japanese Guideline for The Management of Hyperuricemia and Gout:
Second Edition. Nucleo Nucleo and Nucleic Acid. 2011; 30: 1018-1029.

[19] Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Artritis Gout & Asam Urat. Seri Pendidikan-
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2016

[20] Porth CM. Gout. Lippincott Williams & Willkins Essential of Pathophysiology. Second
Edition. thePoint. 2006. Hal: 830

[21] Aster KA. Gout. Robbins Basic Pathology. Ninth Edition. Elsevier. 2014. Hal: 788

32

Anda mungkin juga menyukai