KATA SULIT
1.
2.
3.
4.
5.
PERTANYAAN
1. Apa diagnosis pasien tersebut?
2. Apa hubungan pola makan sejak kecil dengan penyakit pasien?
3. Apakah yang menyebabkan palpebra inferior pucat?
4. Apa yang mempengaruhi kadar Hb pada pasien?
5. Apa etiologi dari penyakit pasien tersebut?
6. Apa saja manifestasi klinis yang diderita pasien selain merasa lelah?
7. Bagaimanakah seharusnya pola makan pasien sewaktu kanak-kanak?
8. Apakah anemia berpengaruh terhadap jantung, paru-paru, abdomen?
9. Apakah faktor umur berpengaruh terhadap anemia?
10. Pengobatan apa yang harus diberikan kepada pasien?
11. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pasien?
12. Mengapa anemia dapat menyebabkan seseorang cepat lelah?
13. Apa saja klasifikasi anemia?
14. Apa tujuan pemeriksaan darah?
15. Apa fungsi hemoglobin?
16. Bagaimana struktur Hb?
JAWABAN
1. Anemia defisiensi besi
2. Asupan zat besi dan protein yang kurang
3. Karena kekurangan Hb sehingga eritrosit berawarna pucat
4. Asupan makanan, keadaan seperti perdarahan, genetik, hormonal
5. Kekurangan zat besi, protein, kadar Hb MCV MCH MCHC kurang dari normal
6. Sakit kepala, kurang konsentrasi, kuku sendok, stomatitis angularis
7. 4 sehat 5 sempurna
8. Iya, karena dapat menyebabkan gagal jantung jika terjadi komplikasi
9. Iya
10. Terapi suplemen besi
11. Pemeriksaan darah lengkap
12. Karena kekurangan oksigen yang diperlukan untuk transpor elektron pada
pembentukan ATP
13. Anemia mikrositik hipokrom, normositik normokrom, makrositik
14. Untuk menegakkan diagnosis
15. Berikatan dengan oksigen
16. Heme mengandung Fe dan globin mengandung protein
HIPOTESIS
Jika jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi akan menyebabkan
penurunan produksi sel darah merah, sehingga sel darah merah tidak dapat bertahan dan akan
mengakibatkan destruksi yang ditandai dengan penurunan kadar Hb, MCV, MCH, MCHC
dan terjadi anemia. Gejala umum anemia adalah 5L, sakit kepala, kurang konsentrasi,
konjungtiva palpebra pucat karena tidak adanya asupan oksigen. Dan jika dibiarkan maka
kondisinya akan semakin buruk dan akan mengakibatkan gagal jantung
SASARAN BELAJAR
Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit
dan trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang
secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel
darah. (Sherwood, 2011)
Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengangkut oksigen. Jika O2 yang
disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormon eritropoietin dalam darah
yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.
Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mengangkut O2.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormon eritropoetin
(EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.
Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat
pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO:
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada defisiensi
besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2
ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi
eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan
langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan
stimulus hormon yang akan mengaktifkan sumsum tulang. Selain itu, testosterone pada pria
juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormon seks wanita tidak berpengaruh
terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal, hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
- Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin
ke dalam darah merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang
proliferasi dan pematangan eritrosit jumlah eritrosit meningkat kapasitas darah
mengangkut O2 meningkat dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal
stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
- Pasokan O2 meningkat ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih
mudah melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun
- Fungsi EPO: mempertahankan sel-sel prekursor dengan memungkinkan sel-sel tersebut
terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yang mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoiesis karena suplai O2 & kebutuhan O2
mengatur pembentukan eritrosit.
1.4 Kelainan morfologi dan jumlah
1. Kelainan Ukuran
Makrosit, diameter eritrosit 9 m dan volumenya 100 fL
Mikrosit, diameter eritrosit 7 dan volumenya 80 fL
Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
2. Kelainan Warna
Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit 1/3 diameternya
Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit 1/3 diameternya
Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya
lebih gelap.
3. Kelainan Bentuk
Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian
yang lebih gelap/merah.
Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.
Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat
lebih gepeng (eliptosit).
Stomatosit, Bentuk sepeti mangkuk.
Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat
polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.
Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 - 12 duridengan ujung duri
yang tidak sama panjang.
Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek,
ujungnyatumpul.
Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.
Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan.
Teardropcell, Eritrosit seperti buah pearatau tetesan air mata.
Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.
LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
2.1 Definisi
Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit
yang sedang berkembang di dalam sumsum tulang. (Dorland, 2011)
2.2 Morfologi
Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan
protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang
sangat berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi,
dengan masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin.
Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu
molekul O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan
dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi. (Sherwood, 2011)
10
2.3 Fungsi
Menurut Depkes RI, fungsi hemoglobin antara lain:
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh
untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paruparu untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak,
dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari
normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia
(Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin(WHO).Menkes RI 736
a/menkes/XI/1989)
2.4 Biosintesis
Sintesis heme
Sintesis heme merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak langkah
enzimatik dan melibatkan 2 kompartemen, yaitu mitokondria dan sitosol. Sintesis heme
11
terutama terjadi di dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan kondensasi glisin dan
succinyl-CoA yang kemudian diubah menjadi asam 5-aminolevulinik (ALA) oleh enzim
asam -aminolevulinat (ALA) sintase. Kemudian, asam 5-aminolevulinik mengalami
serangkaian reaksi pada sitoplasma sampai akhirnya menjadi Ko-proporfirinogen dan
masuk kembali ke mitokondria dan menjadi protoprofirinogen. Kemudian,
protoprofirinogen diubah menjadi protoporfirin dan bergabung dengan besi yang diangkut
oleh transferin menjadi heme. Transferin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai
reseptor transferin. (Hoffbrand, 2013) (www.themedicalbiochemistrypage.org/hemeporphyrin.html diakses pada 23 Oktober 2014)
Sintesis globin
Globin merupakan protein yang terbentuk dari asam-asam amino yang disintesis di
ribosom. Kelompok gen -globin berada pada kromosom 16, sedangkan kelompok gen globin berada pada kromosom 11.
Katabolisme Hb
Hemolisis ekstravaskuler
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang
berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit
kronis dan kekurangan zat besi.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit:
A. Anemia hipokromik mikrositer
(MCV<80 fl; MCH <27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
B. Anemia Normokromik normositer
1. Anamia pascapendarahan akut
2. Anemia aplastik hipoplastik
3. Anemia hemolitik terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodisplastik
C. Anemia makrositer
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik
Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis:
A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
a. Besi: anemia defisiensi besi
b. Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik
2. Gangguan utilisasi besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
14
15
16
meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah penurunan
ferritin serum dan besi dalam sumsum tulang berkurang.
Jika jumlah besi terus menurun maka eritropoiesis akan terus terganggu dan kadar
hemoglobin mulai menurun sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositik. Kondisi ini
sudah bisa dikategorikan sebagai anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi memberikan dampak kesehatan yang cukup banyak kepada
seseorang misalnya gangguan sistem neuromuscular, gangguan kognitif, gangguan imunitas,
dan gangguan terhadap janin.
4.4 Manifestasi Klinis
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1.Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila
kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat
lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena
penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia
tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar
hemoglobinnya terjadi lebih cepat.
Sumber : www.funscrape.com
17
- Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
Sumber : angelangeljs.blogspot.com
Riwayat gizi
Anamnesis lingkungan
Pemakaian obat
Riwayat penyakit
18
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek
anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk
menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma
anemic.
Pemeriksaan laboratorium
Jenis
Nilai
Pemeriksaan
Hemoglobin
MCV
MCH
Morfologi
Ferritin
TIBC
Saturasi
transferrin
Pulasan
sumsum
tulang
Pemeriksaan
19
penyait dasar
Sel pensil
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
enjadi 3 tingkatan, yaitu :
Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar
besi serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik
biopsi atau dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding
terbalik dengan cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada
fase ini.
Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun
kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase
ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi,
terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total ironbinding capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di
pertengahan dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV)
biasanya masih dalam batas normal walaupun sudah terlihat beberapa
mikrosit pada hapusan darah.
2. Diagnosis Banding
a. Anemia penyakit kronik
20
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh
gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.
Anemia
Anemia
defisiensi besi
panyakit
sideroblastik
kronik
MCV
Menurun
Menurun / N
Menurun
Menurun / N
MCH
Menurun
Menurun / N
Menurun
Menurun / N
Besi serum
Menurun
Menurun
Normal
Normal
TIBC
Meningkat
Menurun
Normal
/ Normal
Negatif
Positif
Meningkat
Meningkat
Positif kuat
Positif
dengan
ring
sideroblastik
Protoporfirin
Meningkat
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal
Hb.A2
Normal
eritrosit
Elektroforesis Hb
meningkat
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
a.
Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate
(preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif).
Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate,
ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.
b.
7.
Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan
hanya pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang
dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah
PRC untuk mengurangi bahaya overload.
4.7 Komplikasi
22
23
DAFTAR PUSTAKA
24