Anda di halaman 1dari 23

WRAP UP SKENARIO 3

MEMAR PADA LENGAN DAN TUNGKAI

KELOMPOK A.11

Ketua : Naufal Firdaus Salam (1102018156)


Sekretaris : Muh. Akbar Ramadhan M (1102018015)
Anggota : Shifa Permata Yuki N (1102018002)
Nida Azamia (1102018067)
Muh. Fakhri Ahnaf B (1102018072)
Putri Yunitasari Santoso (1102018100)
Fitria Athayya Desvianti (1102018118)
Irene Widya Aribowo (1102018158)
Nophia Syaharani (1102018159)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI
2019/2020

ii
DAFTAR ISI

SKENARIO....................................................................................................................1
KATA-KATA SULIT.....................................................................................................2
PERTANYAAN.............................................................................................................2
JAWABAN.....................................................................................................................3
HIPOTESIS.....................................................................................................................4
SASARAN BELAJAR...................................................................................................5
1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis...........................................................6
1.1. Kaskade Koagulasi.......................................................................................6
2. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis...........................................................8
2.1. Definisi.........................................................................................................8
2.2. Etiologi.........................................................................................................8
2.3. Klasifikasi....................................................................................................9
2.4. Patofisiologi................................................................................................10
2.5........................................................................................................................Manifes
tasi Klinis .....................................................................................................14
2.6. ......................................................................................................................Cara
Diagnosis.......................................................................................................15
2.7. ......................................................................................................................
Tatalaksana...................................................................................................15
2.8. ......................................................................................................................
Pencegahan...................................................................................................18
2.9. ......................................................................................................................
Komplikasi....................................................................................................18
Daftar Pustaka.................................................................................................................20

i
SKENARIO 3

MEMAR PADA LENGAN DAN TUNGKAI

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa orangtuanya berobat ke RS YARSI


dengan keluhan lutut kanan bengkak dan nyeri sehingga sulit untuk berjalan sejak 2 hari
sebelumnya. Ibunya mengatakan bahwa sebelumnya sering ada memar pada lengan dan
tungkainya. Keluhan tidak didahului oleh adanya trauma. Penderita tampak sehat, tidak ada
kejang, penurunan kesadaran ataupun pucat, terdapat hematoma pada kedua tungkai serta
hemarthrosis pada genu dextra. Penderita sudah sering mengalami keluhan serupa dan selalu
mendapat replacement therapy berupa injeksi konsentrat faktor VIII. Pasien ditangani secara
komprehensif karena sudah terjadi komplikasi berupa sinovitis dan diduga sudah terbentuk
antibodi terhadap faktor VIII.

1
Kata sulit

1. Hematoma : Kumpulan darah yang tidak normal diluar pembuluh darah, kondisi ini
dapat terjadi saat dinding arteri, vena/kapiler mengalami kerusakan sehingga darah
keluar menuju jaringan yang bukan tempatnya.
2. Hemarthrosis : Ekstravasasi darah kedalam sendi atau rongga synovial sendi.
3. Sinovitis : Radang selaput sendi..
4. Faktor VIII : Faktor yang berperan dalam jalur pembekuan darah (intrinsik), bekerja
sebagai kofaktor pengaktifan factor X dalam mengaktifkan protrombin.
5. Replacement therapy : Terapi yang menyuplai zat seperti (hormon/nutrisi) yang
berkurang atau hilang dari tubuh.

Brain Storming

1. Apa yang menyebabkan sinovitis?


2. Apa yang menyebabkan penyakit tersebut ?
3. Faktor resiko apa yang menyebabkan terbentuknya antibodi terhadap Faktor VIII?
4. Apa yang ditemukan pada pemeriksaan lab ?
5. Bagaimana pencegahan Hemofilia?
6. Tatalaksana yang dapat dilakukan?
7. Komplikasi apa yang dapat terjadi ?
8. Mengapa darah sukar membeku?
9. Apa klasifikasi Hemofilia ?
10. Apa kaitan Faktor VIII dengan Hematom ?

2
Jawaban

1. Ketika perdarahan terjadi ekstravasasi sel darah diruang sendi  Hb dilepaskan 


difagosit oleh makrofag di jaringan sinovium  meningkatnya neutrophil dan
dilepaskan sitokin  inflamasi.
2. – Karena adanya gangguan pada lengan panjang kromosom X
- Defesiensi factor VIII  sehingga Faktor X tidak teraktivasi
3. o Usia saat mendapatkan terapi
o Jenis terapi pengganti
o Derajat hemofilia
o Jenis perdarahan
4. - Darah rutin dalam batas normal
- BT dan PT normal
- APTT memanjang
- Foto lutut kanan menunjukan atropy pada otot
5. o Menghindari aktivitas fisik yang berat
o Melindungi diri dari luka
o Hindari pemakaian antikoagulan yang berlebih
6. - Kryopresispitat 10 x 50 iu = 500 u
- Jika terjadi peradangan sendi  RICE
7. Deformitas sendi, perdarahan intracranial, HIV, atropaty hemofilik.
8. Karena terganggunya kaskade koagulasi.
9. o Hemofilia A  Defisiensi Faktor VIII
o Hemofilia B  Defisiensi Faktor IX
10. Karena Defisiensi Factor VIII  ketika perdarahan terjadi darah sukar membeku 
sehingga dapat membuat elastisitas pembuluh darah berkurang  pembuluh darah
mudah rapuh  Hematoma.

3
Hipotesis

Hemofilia adalah penyakit herediter yang disebabkan karena mutasi pada Faktor VIII
yang disebabkan oleh karena adanya gangguan lengan panjang pada kromosom X. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan darah rutin dalam batas normal, BT dan PT normal,
APTT memanjang dan Foto lutut kanan menunjukan atropy pada otot. Kryopresispitat
merupakan tatalaksana yang dapat diberikan. Untuk mencegah keparahan hemophilia dapat
menghindari aktivitas fisik yang berat, melindungi diri dari luka dan menghindari pemakaian
antikoagulan yang berlebih.

4
Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis


1.1. Kaskade Koagulasi
2. Memahami dan Menjelaskan Hemofilia A
2.1. ......................................................................................................................
Definisi
2.2. ......................................................................................................................
Etiologi
2.3. Klasifikasi
2.4. Patofisiologi
2.5. Manifestasi Klinis
2.6. Cara Diagnosis dan Diagnosis Diferensial
2.7. Tatalaksana
2.8. Pencegahan
2.9. Komplikasi
2.10 Prognosis

5
Learning Objective
1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis
Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi
dan koagulasi (Dorland). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai
serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui
pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cidera (Price, S A dan Wilson,
L M).

Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan
vena, mencegah kehilangan darah karena luka, memperbaiki aliran darah selama
proses penyembuhan luka. Hemostasis juga bertujuan untuk menghentikan dan
mengontrol perdarahan dari pembuluh darah yang terluka.

KLASIFIKASI

1. Hemostasis primer. Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh darah,
akan terjadi hemostasis primer. Hemostasis primer ini melibatkan tunika intima
pembuluh darah dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan
sumbat trombosit. Hemostasis primer ini bersifat cepat dan tidak tahan lama. Karena
itu, jika hemostasis primer belum cukup untuk mengkompensasi luka, maka akan
berlanjut menuju hemostasis sekunder.

6
2. Hemostasis Sekunder. Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau
jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup untuk
mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis sekunder yang melibatkan
trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis sekunder ini mencakup pembentukan
jaring-jaring fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat delayed dan long-term response.
Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka proses berlanjut ke hemostasis
tersier.

3. Hemostasis Tersier. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas
koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem fibrinolisis.

Komponen yang berperan

A. Pembuluh darah

Vasokontriksi untuk mengurangi aliran darah ke pembuluh darah yang luka. -


Memproduksi tromboplastin jaringan (F.III), PAI-1, vWF (didalam Weibel-Palade :
aparatus golgi sel endotel), aktivasi F.XII dan trombosit yang berperan dalam proses
hemostasis primer dan sekunder. - Memproduksi aktivator plasminogen jaringan (t-
PA), trombomodulin dan prostasiklin yang merupakan antikoagulan guna mencegah
agar hemostasis tidak berlebihan dan kontinyu.

B. Trombosit

C. Faktor pembekuan darah

Faktor pembekuan darah adalah protein plasma yang sebagian besar disintesis
oleh hati (kecuali F.III, IV, dan XIII). Berfungsi membentuk hemostasis sekunder
melalui serangkaian reaksi enzimatik yang disebut reaksi cascade atau waterfall.
Faktor Nama Keterangan I Fibrinogen Bentuk prekursor fibrin II Protrombin Serin
protease III Tromboplastin Jaringan Faktor yang mengawali jalur ekstrinsik IV Ion
Kalsium Menjembatani Gla-posfolipid V Proaccelerin Kofaktor Xa (Faktor X yang
teraktivasi) VII Proconvertin Serin protease VIII Faktor Antihemofili Kofaktor IXa
IX Faktor Christmas Serin protease X Faktor Stuart-Prower Serin protease XI Faktor
Antihemofili C Serin protease XII Faktor Hageman Serin protease XIII Fibrin
Stabilizing Factor Transglutaminase Fitzgerald High Molecular Weight Kininogen
(HMWK) Kofaktor XIIa Fletcher Prekalikrein Serin protease

Reaksi cascade melalui jalur intrinsik (inisiasi F.XII dengan kolagen) dan
ekstrinsik (F.III) akan bermuara di jalur bersama (F.Xa). Hasil akhirnya adalah fibrin
yang digunakan untuk memperkuat sumbatan trombosit pada luka sehingga volume
darah vaskular tetap dipertahankan selama perbaikan jaringan luka berlangsung.

D. Fibrinolisis

7
Setelah jaringan yang luka mengalami perbaikan sempurna, tubuh akan
melakukan mekanisme untuk menghancurkan bekuan fibrin tersebut, sehingga
sumbatan terbuka dan sirkulasi darah kembali lancar.

2. Memahami dan Menjelaskan Hemofilia A


2.1. ......................................................................................................................
Definisi
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah. Protein
ini disebut faktor VIII.

Gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang


disebabkan oleh kerusakan kromosom X. Darah pada penderita hemofilia tidak
dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah
berjalan amat lambat tak seperti mereka yang normal

2.2. ......................................................................................................................
Etiologi
Penyakit hemofilia diturunkan dengan cara x-linked resesif (Hemofilia A dan
B) atau autosomal resesif (Hemofilia C). Hemofilia A dan B termasuk penyakit
Xlinked resesif karena gen faktor VIII dan gen faktor IX yang menjadi penyebab
Hemofilia tersebut terletak pada kromosom X. Perubahan atau mutasi pada gen
yang terletak pada kromosom X yang membawa informasi untuk proses
pembekuan darah dimana gen tersebut gagal mengatur produksi faktor VIII pada

8
hemofilia A dan faktor IX pada hemofilia B. Efek genetik ini berpengaruh pada
produksi dan fungsi dari faktor pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan
tersebut maka semakin berat derajat hemofili yang diderita. Pada kaskade
koagulasi, faktor VIII akan mengaktifkan faktor X sehingga menjadi faktor X
aktif. Faktor X aktif ini merupakan faktor utama dari rangkaian proses hemostasis
dan merupakan jalur bersama antara jalur intrinsik dan jalur extrinsik.
Kekurangan salah satu dari faktor VIII aktif atau faktor IX aktif menyebabkan
penurunan aktifitas platelet Xase, pada keadaan ini maka pembentukan format
klot akan melambat oleh karena pembentukan thrombin sangat menurun, sumbat
trombosit yang terjadi akan rapuh yang menyebabkan mudah terjadi perdarahan.
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul
secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi)
yang berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII dan IX. Anak yang
mewarisi mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya
sebagai carrier. Sementara itu untuk hemophilia C disebabkan defisiensi
kongenital faktor XI yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hemofilia C yang
diturunkan secara autosomal resesif dapat terjadi pada laki-laki maupun pada
perempuan, menyerang semua ras dengan insiden terbanyak ras Yahudi
Ashkanazi juga terlihat dari 6 orang Ashkenazi Jewish, dimana pada pasien
hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor XI (Renny dan Suega).
Akibat dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan
dengan disfungsi molekul faktor pembekuan (Friedman et al., 2009).

2.3. Klasifikasi

Legg mengklasifikasi hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor


pembekuan (F VIII dan F IX) dalam plasma. Kadar faktor pembekuan normal
adalah 0,5-1,5 U/dL (50-150%). Pada hemofilia berat kadar faktor pembekuan
<1%, pada hemofilia sedang 1-5%, sedangkan pada yang ringan 5-30%.
Pada hemofilia berat dapat terjadinya perdarahan spontan akibat trauma ringan.
Pada hemofilia sedang perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat.
Sedangkan hemofilia ringan jarang terdeteksi, kecuali pasien itu mengalami
trauma yang culup berat, seperti : ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris.

Tabel 2.1. Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis


perdarahan

Berat Sedang Ringan

Aktivitas F VIII / F <0,01 (<1) 0,01-0,5 (1-5) >0,05 (>5)


IX- U/mL (%)

Frekuensi hemofilia A 70 15 15
(%)

Frekuensi hemofilia B 50 30 20

9
(%)

Usia awitan ≤ 1 tahun 1-2 tahun >2 tahun

Gejala neonatus Sering PCB Sering PCB Tak pernah PCB


Kejadian ICH Jarang ICB Jarang sekali ICB

Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup kuat

Perdarahan SSP Risiko tinggi Risiko sedang Jarang

Perdarahan post Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi besar
operasi

Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi


/9trauma,cabut gigi)

Keterangan : PCB: post circumcisional bleeding, ICH: intaracranial hemorrhage

Tabel 2.2 Klasifikasi klinis Hemofilia A

Klasifikas Kadar F VIII Gambaran klinis


i

Berat < 1 % ( < 0,01 U/ml) Hemarthrosis & perdarahan


spontan sering dan berat sejak
muda, umumnya disertai
deformitas sendi dan kecacatan
Sedang 1-5 % (0,01 – 0,05 U/ml) Perdarahan spontan jarang,
perdarahan berat setelah luka
kecil.
Ringan 5-25 % (0,05 – 0,25 Perdarahan spontan jarang,
U/ml) perdarahan setelah trauma atau
setelah operasi.
(Linda W.A. Rotty)

2.4. Patofisiologi

Hemofilia merupakan kelainan bawaan yang disebabkan defek pada gen


yang menentukan bagaimana tubuh membuat faktor pembekuan darah VIII dan
IX. Gen ini terletak pada kromosom x. Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah
pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak
ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal dengan
penderita hemophilia menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah
tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam
menghentikan perdarahan.

10
Umumnya ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh
darah (saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari
pembuluh. Pembuluh darah kemudian akan mengerut atau mengecil. Keping
darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. Faktor-faktor pembeku
darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup
luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh. Namun pada penderita
hemophilia, ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh
darah, darah mengalir keluar namun tidak membentuk anyaman penutup luka
tersebut dikarenakan kuranganya jumlah factor pembeku darah tertentu (FVIII),
mengakibatkan darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.

a. Terjadinya Hemoarthrosis dan Artropati pada Hemofilia A

Penderita dengan Hemofilia berat akan mengalami perdarahan spontan


khususnya pada daerah sendi atau disebut Hemoarthrosis. Hemartrosis pada
hemofilia A berat dapat terjadi secara spontan dengan frekuensi 1-2 kali
seminggu. Pada sekitar 90% penyandang hemofilia berat, perdarahan sendi
pertama kali terjadi pada usia kurang dari 4 tahun, lebih dini dibandingkan
hemofilia sedang dan ringan. Semula diduga bahwa patogenesis utama artropati
hemofilik adalah proses degenerasi sendi, tetapi studi-studi selanjutnya
menunjukkan bahwa selain degenerasi sendi yang mirip dengan osteoartritis,
ditemukan bukti-bukti inflamasi seperti pada artritis reumatoid.

11
Pada saat perdarahan, terjadi ekstravasasi sel darah merah dan leukosit ke
dalam ruang sendi. Hemoglobin dan besi yang dilepaskan pada saat hemolisis
akan di fagosit oleh sel macrophage-like di jaringan sinovium. Sel neutrofil darah
di dalam sendi menyebabkan inflamasi melalui sitokin-sitokin termasuk IL-1, IL-
6 dan TNF. Selanjutnya darah akan diresorpsi oleh makrofag dan terjadi resolusi.
Bila perdarahan berulang atau masif, kapasitas sel makrofag akan terlampaui
sehingga komponen-komponen darah termasuk besi akan tetap berada di
permukaan tulang rawan sendi. Peran besi dalam proses kerusakan selanjutnya
belum jelas diketahui, namun akibat deposisi hemosiderin di sinovium dan
subsinovium, sel-sel sinoviosit akan mengalami hipertrofi dan vili sinovium
menebal, sehingga mengganggu difusi oksigen dan nutrisi dan menyebabkan
suasana hipoksia di dalam sendi. Suasana hipoksia ini menyebabkan
neovaskularisasi jaringan subsinovium sehingga makin mempermudah timbulnya
perdarahan (mechanical bleeding) akibat ruptur vaskular. Adanya
neovaskularisasi dibuktikan denganpeningkatan kadar plasma mediator
angiogenik yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF) dan matrix-
metallopeptidase-9 pada pasien hemofilia dengan artropati, dibandingkan dengan
kontrol orang sehat dan kelainan pembekuan darah tanpa artropati.

12
b. Terbentuknya Inhibitor terhadap Faktor VIII

pemberian terapi substitusi dengan produk faktor pembekuan, beberapa


pasien hemofilia mulai timbul aloantibodi yang dikenal sebagai inhibitor FVIII.
Aloantibodi terhadap FVIII terjadi sekitar 40-60% pada hemofilia A. Aloantibodi
ini akan menetralisir fungsi koagulasi dari konsentrat FVIII, sehingga terapi yang
diberikan tidak lagi efektif. Inhibitor adalah suatu antibodi yang dapat
menghancurkan faktor pembekuan darah sehingga terapi replacement yang
diberikan tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Inhibitor adalah antibody
immunoglobulin G (IgG) poliklonal dengan afinitas tinggi yang secara spesifik
dapat menetralkan aktivitas prokoagulan dari faktor pembekuan FVIII. Inhibitor
FVIII biasanya mulai muncul setelah 5-50 hari setelah terpapar dengan terapi
substitusi FVIII.

Konsentrat FVIII yang diberikan akan diproses dan dicerna secara


endositosis oleh Antigen-Precenting Cell (APC). Peptida yang diekspresikan akan
ditentukan oleh molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) class II
sehinga nantinya akan diekspresikan pada permukaan sel dan akan berikatan
dengan sel T naïve melalui T-cell receptor (TCR). Akibat dilepaskannya sitokin
dan molekul kostimulator, sel T naïve akan teraktivasi dan berinteraksi dengan sel
B, dan nantinya akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi
antibodi. Selama pemaparan, sel B dan sel T spesifik akan memainkan peranan
penting dalam respon imun berikutnya saat terjadi paparan ulang.

13
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hemofilia yang tersering adalah perdarahan terutama
pada sendi lutut, siku, bahu, dan pergelangan kaki (hamartrosis) yang dapat
terjadi secara akut, yang ditandai dengan nyeri dan bengkak serta keterbatasan
gerak sendi. Apabila tidak diobati secara adekuat dapat menjadi kronik dan
walaupun ditangani dengan baik tetap menyebabkan artritis kronik yang dapat
berupa kerusakan sendi permanen, disebut dengan artropati hemofilia. Tanda
perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom subkutan/
intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis,
dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca
operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).

14
2.6. Cara Diagnosis dan Diagnosis Diferensial
Seorang dengan hemofilia dapat didiagnosa dengan assay faktor, pola
perdarahan, dan sejarah keluarga (apabila ada). Seorang dengan hemofilia A,
B, dan C memiliki lab yang menunjukkan nilai aPTT yang memanjang serta
nilai PT dan TT normal. Pada kasus hemofilia ringan, aPTT dapat hanya
memanjang sedikit atau bahkan normal, terutama apabila faktor VIII dan IX
masih berada pada nilai 20% atau lebih. Diagnosis definitif untuk hemofilia
dapat dilakukan dengan penilaian assay spesifik untuk aktifitas faktor VIII dan
IX. Usia diagnosis untuk hemofilia berat adalah 1 bulan, hemofilia sedang
adalah pada usia-usia muda beberapa tahun kehidupan pertama, dan hemofilia
ringan pada masa-masa jauh ke depan. Sekitar 95% dari kasus hemofilia akan
terdiagnosa pada saat usia 15 tahun dengan sekitar 50% memiliki penyakit
yang berat.

Diagnosis Banding
Hemofilia A dan B perlu dibedakan dengan penyakit lain yang dapat
menunjukkan perpanjangan aPTT seperti defisiensi faktor von Willebrand,
faktor XI dan XII, prekallikrein, dan high molecular-weight kininogen.
Hemofilia C dapat terjadi pada lakilaki dan perempuan dan juga biasanya
terjadi dengan klinis yang lebih ringan. Hemofila A dan B adalah penyakit
pembekuan darah menurun yang satu-satunya dapat menyebabkan
hemarthrosis hingga penghancuran sendi. Defisiensi faktor XII, prekallikrein,
dan HMW kininogen dapat dibedakan dengan hemofilia karena mereka tidak
berhubungan dengan perdarahan.

2.7. Tatalaksana

Lakukan terapi suportif lokal terlebih dahulu berupa Rest, Ice, Compression
dan Elevation di bagian yang mengalami luka. Tetapi apabila perdarahan telah
terjadi maka harus dilakukan sebagai berikut.
• Serangan 2x perdarahan dapat diatasidengan terapi sulih faktor VIII dan
perdarahan spontan biasanya dapat dikontrol jika kadar faktor VIII pasien
meningkat hingga 30-50% normal.

15
• Untuk bedah besar, pasca trauma serius atau perdarahan ditempat berbahaya.
Kadar faktor VIII perlu ditingkatkan hingga 100% lalu dipertahankan di atas
50% jika perdarahan akut telah berhenti, sampai penyembuhan sempurna
• Infus faktor VIII sampai meningkatnya kadar plasma 20 U/L untuk setiap unit
yang di infuskan/kgBB.
• 1-Diamino-8-D-arginin vasopressin (DDAVP), desmopressin merupakan cara
alternative untuk meningkatkan kadar faktor VIII pada pengidap hemofilia
ringan setelah pemberian IV obat ini terjadi peningkatan 2-4x lipat faktor VIII
pasien sendiri yang mencapai maksimal pada 30-60 menit yang berasal dari
pembebasan dari sel endotel.
• DDAVP juga dapat diberikan secara subkutis atau melalui hidung cara ini
pernah digunakan sebagai terapi dini untuk hemofilia ringan setelah
kecelakaan/perdarahan.
• Efek samping dari DDAVP yaitu antidiuretik dan perlu dihindari pada pasien
lanjut usia, pasien perlu dinasehati untuk membatasi pemasukan cairan setelah
pemberian obat ini.

• Terapi Profilaksis :
a. Berupa ketersediaan konsentrat faktor VIII yang dapat disimpan di lemari es
rumah telah mengubah terapi hemofilia secara drastis. Pasien yang sakit parah
kini dapat hidup hingga dewasa dengan sedikit atau tanpa artritis.
b. Sebagian besar anak laki-laki dengan hemofilia berat diberi profilaksis
faktor VIII 3x seminggu dengan tujuan untuk mempertahankan kadar faktor
VIII >1%.
c. Mungkin perlu pemasangan akses vaskular, seperti port-a-cath, jika akses
vena sulit.
d. Suatu uji klinis terkontrol membuktikan bahwa profilaksis regular jauh lebih
baik daripada terapi sesuai kebutuhan.
e. Waktu paruh : faktor VIII 8-12 jam.

16
• Penanganan Perdarahan Akut pada Hemofilia
1. Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII, sedangkan hemofilia B
disebabkan kekurangan faktor IX.
2. Secara klinis, perdarahan pada hemofilia A maupun B tidak dapat
dibedakan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau pasca trauma/operasi.
Berdasarkan aktifitas kadar faktor VIII/IX, hemofilia dapat diklasifikasikan
menjadi ringan, sedang, dan berat.
3. Tata laksana pasien hemofilia harus bersifat komprehensif dan multidisiplin,
melibatkan tenaga medis di bidang hematologi, bedah ortopedi, gigi, psikiatri,
rehabilitasi medik, serta unit transfusi darah.
4. Bila terjadi perdarahan akut pada sendi/otot, sebagai pertolongan pertama
perlu dilakukan RICE (rest, ice, compression, elevation).
5. Dalam waktu kurang dari 2 jam pasien harus mendapat replacement therapy
faktor VIII/IX.
6. Untuk perdarahan yang mengancam jiwa (intrakranial, intra abdomen atau
saluran napas), replacement therapy harus diberikan sebelum pemeriksaan
lebih lanjut.
7. Selain replacement therapy, dapat diberikan terapi ajuvan untuk pasien
hemofilia, yaitu :
• Dosis: 0,3 mg/kg (meningkatkan kadar F VIII 3-6x dari baseline).
• Cara pemberian: DDAVP dilarutkan dalam 50-100 ml normal saline,
diberikan melalui infus perlahan dalam 20-30 menit.
• DDAVP juga dapat diberikan intranasal, dengan menggunakan preparat
DDAVP nasal spray. Dosis DDAVP intranasal yaitu 300 mg, setara dengan
dosis intravena 0,3 mg/kg. DDAVP intranasal terutama sangat berguna untuk
mengatasi perdarahan minor pasien hemofilia ringan-sedang di rumah.
• Efek samping DDAVP: takikardi, flushing, tremor, dan nyeri perut (terutama
pada pemberian intravena yang terlalu cepat), retensi cairan dan hiponatremia.
• Indikasi : perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi.
• Kontra indikasi : perdarahan saluran kemih (risiko obstruksi saluran kemih
akibat bekuan darah).
o Desmopresin (1-deamino-8-D-arginine vasopressin atau DDAVP).
o Asam traneksamat

17
o Dosis : 25 mg/kgBB/kali, 3 x sehari, oral/intravena. Dapat diberikan selama
5-10 hari.
2.8. Pencegahan

Belum banyak yang dapat dilakukan dalam program pencegahan penurunan


secara genetik dari hemofilia ini baik di Indonesia maupun di luar negeri, dua hal
yang perlu dipikirkan saat ini dan bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak
mendapat keturunan yang menderita hemofilia yaitu: 1). Menentukan apakah
seorang wanita sebagai carier hemofilia atau tidak, dengan pemeriksaan DNA
probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada kromosom X, cara ini
yang paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara ini kurang
akurat yaitu: a). seorang wanita diduga carier bila dia merupakan anak
perempuan dari seorang laki-laki penderita hemofilia, b). bila dia merupakan ibu
dari seorang anak lakilakinya penderita hemofilia, c) wanita di mana saudara laki-
lakinya penderita hemofilia atau dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki
hemofilia, 2). Antenatal diagnosis hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F
VIII dan F IX sampel darah yang diambil dari vena tali pusat bayi di dalam
kandungan dengan kehamilan 16 – 20 minggu

 Hindari trauma
 Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang
berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat,
obat antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.
 Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia
menderita hemofilia.Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan
atau kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan
khusus
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah atropati hemofilia yaitu
penimbunan darah intra-artikular yang menetap dengan akibat degenerasi
kartilago,tulang dan sendi secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan
sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga
dapat menyebabkan sinovitis kronik yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering
mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan siku. Selain itu
juga terdapat reaksi auto-antibodi (inhibitor) terhadap faktor pembekuan darah itu
sendiri, baik terhadap faktor VIII atau faktor IX.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tidakan medis sering ditemukan jika
tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah
bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri
(cabut gigi,sirkumsisi,apendektomi, operasi intra abdomen/intra lokal), sedangkan
perdarah akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan
intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika
terjadi dapat berakibat fatal. Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada

18
usia 6-18 tahun akan terhambat pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya
demikian pula halnya dalam emosi dan masalah perilaku.

2.10 Prognosis
Baik jika dengan penanganan yang tepat, apabila dilakukan terapi sesuai
dengan pengobatan yang benar. Pasien dapat bertahan hidup cukup lama, namun
dengan melakukan pengobatan terus-menerus.

19
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, N.C., 1999. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 1986-95

Murray, R.K. dkk. 2003. Biokimia Klinik Edisi 4. Jakarta :EGC..

E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4,


Philadelphia: WB Saunders Company, halaman: 655-665

Indonesian Haemophilian Society. Hemofilia Indonesia. Canadian Hemophilia


Society, What is HemophiliA. 1999.

http://www.medic8.com/healthguide/articles/haemophilia.html.

Roosendaal G, Lafeber FP. Pathogenesis of haemophilic arthropathy. Haemophilia


2006;12:S117-21.

Acharya SS, Kaplan RN, Macdonald D, Fabiyi OT, DiMichele D, Lyden D.


Neoangiogenesis contributes to the development of hemophilic synovitis. Blood
2011;117:2484–93.

Astermarkk J. Genetic and environmental risk factors for factor VIII inhibitor
development. Textbook of Hemophilia Third Edition. Editor: Lee C, Berntorp E,
Hoots W. USA. 2014.

Windiastuti E. Hemofilia: Etiologi, Komplikasi, dan Tatalaksana Terkini. Proceeding


Book Seminar Hemofilia. Editor: Garna H, Reniarti L. 2014;17-23.

DiMichele DM. Inhibitors in Hemophilia: A Primer Fourth Edition. WFH. 2008.

20

Anda mungkin juga menyukai