Anda di halaman 1dari 29

WRAP UP SKENARIO 2

"PEMBERANTASAN MALARIA"

Kelompok A-11

Ketua : KARTIKA DWI SURYANI (1102019105)


Sekertaris : DINDA MUSTIKA ALAMANDA (1102019063)
Anggota : AISHA SHAINA AMEETHYSS (1102019007)
ANISYA FITRIAH (1102019021)
AULIANNISA RAMADHANI (1102019035)
CORNEA ADELIA GHAISANI BATAVI (1102019049)
FATHAN RAHMAT RAMADHAN (1102019077)
HANIFAH AZZAHRA HEDANSA (1102019091)
MAULIDA NURKHALISA MALIK (1102019119)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
DAFTAR ISI
Daftar isi …….…………………………………………………………………...………. 1
Skenario …..….…………………………………………………………………………... 2
Identifikasi Kata Sulit ...….………………...….…………………………………………. 3
Menentukan Masalah ….………………………...…………………………...…………... 4
Prior Knowledge / Analisa Masalah ………………...……………………...………..….. 5
Hipotesis ………………………………………………………………….…………..….. 6
Sasaran Belajar ………………………...……………………………………..……..…... 7
1. Memahami dan Menjelaskan Plasmodium …………………………………………. 7
1.1. Jenis Plasmodium ……………………………………………………………… 7
1.2. Siklus Hidup Plasmodium …………………………………………….………... 7
2. Memahami dan Menjelaskan Vektor Penyebab Malaria ……………………………. 9
2.1. Definisi ………………………………………………………………….………. 9
2.2. Morfologi …………………………….…………………………………………. 9
2.3. Jenis……………………………………………………………………………… 9
2.4. Siklus Hidup…………………………………………………………………….. 10
2.5. Bionomik………………………………………………………………………… 11
2.6. Upaya Pengendalian Vektor……………………………………………………… 12
3. Memahami dan Menjelaskan Malaria ……………………………………………….. 15
3.1. Definisi Malaria ……………………………………………………………......... 15
3.2. Klasifikasi dan Gejala …………………………………………………………… 15
3.3. Patofisiologi……………………………………………………………………… 16
3.4. Tatalaksana……………………………………………………………………….. 18
3.5. Program Eliminasi………………………………………………………………… 20
3.6. Epidemiologi……………………………………………………………………… 27
3.6.1. Istilah……………………………………………………………………………. 27
3.6.2. Indikator………………………………………………………………………… 28
Daftar Pustaka………………………………………………….…………………………... 30

SKENARIO

PEMBERANTASAN MALARIA

1
Seorang dokter ditunjuk sebagai Kepala Puskesmas di daerah Nusa Tenggara Timur sejak
dua minggu yang lalu. Ruang lingkup Puskesmas tersebut merupakan daerah endemis
malaria dengan API > 5 ‰. Dalam upaya mendukung program Kemenkes yaitu Indonesia
bebas daerah endemis tinggi malaria pada tahun 2020, maka dokter tersebut menanyakan
vektor malaria yang berperan di daerah tersebut dan lingkungan yang menjadi tempat
perindukannya. Dokter mendapatkan informasi bahwa program eliminasi malaria dapat
dilakukan antara lain dengan pembagian kelambu insektisida, penyemprotan dinding rumah,
dan penggunaan repellent

KATA SULIT
1. Endemis : Secara tetap terdapat di tempat-tempat atau kalangan orang-orang tertentu
dan terbatas pada mereka saja.
2. Vektor : organisme yang menyalurkan parasit pada manusia/hewan secara aktif.

2
3. Malaria : Penyakit infeksi yang banyak dijumpai di daerah tropis disertai gejala
demam fluktuasi suhu secara teratur,ditularkan nyamuk Anopheles betina.
4. Repellent : jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh dari
nyamuk, bisa berbentuk spray atau lotion
5. Insektisida : Senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi serangga (biasanya
dengan mengusapkan atau menyemprotkan).
6. API : Annual Parasite Incident

MENENTUKAN MASALAH
1. Bagaimana cara penanggulangan malaria?
2. Apa keuntungan dari kelambu insektisida?
3. Apa saja vektor malaria?
4. Apa gejala malaria?
5. Apakah malaria dapat ditularkan selain dengan gigitan nyamuk?

3
6. Apa saja jenis malaria?
7. Apa bentuk infektif dari parasit yang menyebabkan malaria?
8. Bagaimana mekanisme terjadinya malaria?
9. Apa ciri-ciri orang yang terkena malaria?
10. Apa saja plasmodium penyebab malaria?
11. Dimana habitat vektor malaria?
12. Dimana saja daerah endemis tinggi malaria?
13. Bagaimana siklus hidup malaria?
14. Mengapa penyemprotan dilakukan pada dinding rumah?
15. Apa saja kategori API?
16. Bagaimana cara memberantas malaria?

ANALISA MASALAH
1. Insektisida, membersihkan bawah tempat tidur dan sudut ruangan, pakai lotion anti
nyamuk, pakai kelambu insektisida, mendirikan pos malaria desa, penggunaan kawat
kassa nyamuk, menguras kolam dan genangan air.
2. Nyamuk tidak akan hinggap pada tubuh manusia, tidak usah pakai obat nyamuk, angka
malaria menurun.
3. Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles maculatus
4. Demam, menggigil, berkeringat, mual, muntah, sakit kepala, nyeri otot, pegal-pegal.

4
5. Bisa ditularkan melalui transfusi darah.
6. P. vivax → malaria tersiana
P. falciparum → malaria tropica dan malaria cerebral
P. ovale → malaria ovale
P. malariae → malaria quartana
P. knowlesi → terjadi pada primata
7. Bentuk sporozoit.
8. Sporozoit masuk ke hati manusia → tropozoit → skizon → lisis → merozoit → keluar
dari hati.
9. Suhu tubuh > 37oC, telapak tangan pucat, pembesaran limfa dan hati
10. P. vivax, P. falciparum, P. ovale, P. malariae, P. knowlesi.
11. Zona pantai, zona pedalaman, zona kaki gunung.
12. Papua, Papua Barat, NTT, sebagian Kalimantan.
13. Aseksual (di tubuh manusia)
Sporozoit → Schizont → Merozoit → Sel hati akan pecah → Merozoit keluar dari sel
hati → merozoit dapat masuk dan tumbuh lagi dalam sel hati baru.
Merozoit akan masuk dalam aliran darah → siklus eritrositer → trophozoit muda
(bentuk cincin) → trophozoit tua → schizont dengan merozoit → Schizont pecah →
merozoit memasuki eritrosit baru → makrogametosit dan mikrogametosit .
Bila eritrosit yang mengandung gametosit dihisap nyamuk → Dalam lambung
nyamuk → makrogametosit membentuk zigot yang disebut ookinet → Ookinet
menembus dinding lambung nyamuk → ookista → sporozoit → dilepaskan pada
waktu nyamuk menghisap darah manusia → terpapar malaria.
14. Penyemprotan pada dinding lebih efektif, karena dinding merupakan tempat
peristirahatan nyamuk.
15. Rendah < 1 ‰
Sedang 1-5 ‰
Tinggi > 5 ‰
16. Insektisida, membersihkan bawah tempat tidur dan sudut ruangan, pakai lotion anti
nyamuk, pakai kelambu insektisida, mendirikan pos malaria desa, penggunaan kawat
kassa nyamuk, menguras kolam dan genangan air.

HIPOTESIS
Malaria merupakan penyakit endemis yang terdapat di Indonesia bagian timur yang
disebabkan oleh nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit berupa plasmodium
dengan gejala utama demam siklik serta dapat diberantas dan dicegah dengan insektisida,
membersihkan bawah tempat tidur dan sudut ruangan, pakai lotion anti nyamuk, pakai
kelambu insektisida, mendirikan pos malaria desa, menggunakan kawat kassa nyamuk,
menguras kolam dan genangan air.

5
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Plasmodium
1.1. Jenis Plasmodium
a. Plasmodium vivax
Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivaks yang disebut malaria
tersiana. P. vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina,
Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada waktu musim panas,
Amerika Selatan dan Utara. Di daerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur
(Cina, daerah Mekong) dan Selatan (Srilangka dan India), Indonesia, Filipina

6
serta wilayah Pasifik seperti Papua Nugini, kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di
Afrika, terutama Afrika Barat dan Utara, spesies ini jarang ditemukan. Di
Indonesia P.Vivax tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering,
umumnya di daerah endemik mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies
yang lain.
b. Plasmodium falciparum
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria tropika
atau malaria tersiana maligna. Parasit ini ditemukan di daerah tropik, terutama di
Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.
c. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana, karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Dapat
ditemukan di daerah tropic, tetapi frekuensinya cenderung rendah. Di Afrika
terutama ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan di Indonesia dilaporkan
di Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (termasuk Timor Leste) dan Sumatera
Selatan.
d. Plasmodium ovale
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut malaria ovale. P. ovale
terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian Barat, Pasifik Barat dan di
beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi
sebelah Selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.

1.2. Siklus Hidup Plasmodium

a. Skizogoni
Tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk ke peredaran darah
perifer manusia; setelah ±1/2 jam sporozoit masuk ke hati dan tumbuh menjadi
skizon hati (Praeritrosit/eksoeritrosit primer) dan sebagian menjadi hipnozoit.
Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif
kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder.
Skizon hati membentuk ±10.000 merozoit dan masuk ke peredaran darah lalu
menginfeksi eritrosit untuk mulai daur eritrosit (skizogoni darah). Merozoit hati
pada eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin. Kemudian
trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif

7
sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid. Daur eritrosit pada P.vivax
berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron.
Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel
kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit (gametogoni) yang bentuknya
bulat.
b. Sporogoni
Dalam nyamuk terjadi daur seksual yang berlangsung selama 16 hari pada
suhu 20ºC dan 8-9 hari pada suhu 27ºC. Pada suhu di bawah 15ºC
perkembangbiakan secara seksual tidak mungkin berlangsung.
Mikrogametosit yang memiliki 8 filamen dan salah satunya akan membuahi
mikrogametosit lalu menjadi zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet lalu akan
berubah menjadi ookista yang kemudian akan lisis dan menjadi sporozoit yang
akan menuju ke alat tusuk nyamuk (probosis). Nyamuk siap untuk menginfeksi
manusia sehat lainnya.
Siklus hidup pada semua jenis plasmodium sama, perbedaannya hanya pada
hipnozoit. Plasmodium yang dapat membentuk hipnozoit adalah Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale. Sedangkan Plasmodium malariae dan Plasmodium
falciparum tidak membentuk hipnozoit.

2. Memahami dan Menjelaskan Vektor Penyebab Malaria


2.1. Definisi
Vektor malaria adalah serangga atau nyamuk yang termasuk Anopheles spp yang
menularkan malaria.Ilmu yang mempelajarinya adalah entomologi malaria. Spesies
Anopheles dapat menjadi vektor malaria apabila anggota populasi berumur cukup
panjang, kontak dengan manusia cukup tinggi, dan merupakan jenis yang dominan di
lokasi yang bersangkutan.
Vektor merupakan karier, khususnya hewan (biasanya arthropoda) yang
menularkan agen infektif dari satu pejamu ke pejamu lain.

2.2. Morfologi

Telur Anopheles sp berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan
bagian atasnya konkaf dan diletakkan satu per satu di atas permukaan air serta
memiliki sepasang pelampung yang terletak di bagian lateral. Di tempat perindukan,
larva Anopheles mengapung sejajar dengan permukaan air dengan bagian badan
yang khas yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, batu palma pada bagian

8
lateral abdomen, dan “tergal plate” pada bagian tengah setelah dorsal abdomen
(Gambar 1).
Pada stadium pupa terdapat tabung pernafasan yang disebut respiratory
trumpet yang berbentuk lebar dan pendek yang berfungsi untuk mengambil O2 dari
udara. Stadium dewasa Anophelini jantan dan betina memiliki palpi yang hampir
sama dengan panjang probosisnya, hanya pada nyamuk jantan palpi pada bagian
apikal berbentuk gada yang disebut club form sedangkan pada nyamuk betina ruas
itu mengecil. Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip. Kosta dan vena 1 atau
sayap pada bagian pinggir ditumbuhi sisiksisik yang berkelompok sehingga
membentuk belang-belang hitam putih (Safar, 2010).

2.3. Jenis
a. Anopheles aconitus
Tempat perindukan larva pada persawahan dengan saluran irigasi tepi sungai
pada musim kemarau,kolam ikan dengan tanaman rumput di tepinya. Perilaku
nyamuk dewasa yakni zoofilik banyak dari antropofilik menggigit di waktu senja
sampai dini hari.
b. Anopheles farauti
Tempat perindukan larva pada kebun kangkung,kolam genangan air dalam
perahu, genangan air hujan rawa dan saluran air. Perilaku nyamuk dewasa yaitu
antropofilik lebih banyak dari zoofilik menggigit di waktu malam tempat istirahat
tetap didalam dan diluar rumah.
c. Anopheles balanbacensis
Tempat perindukan larva pada bekas roda yang tergenang air, bekas jejak kaki
binatang pada tanah berlumpur yang berair, tepi sungai pada musim
kemarau,kolam atau kali yang berbatu atau daerah pedalaman perilaku nyamuk
dewasa yakni antrofilik lebih banyak dari zoofilik. Menggigit diwaktu malam
hari, tempat istirahat tepat di luar rumah (di sekitar kandang ternak).
d. Anopheles punclutatus
Tempat perindukan larva pada air di tempat terbuka dan terkena langsung
sinar matahari, pantai dalam musim penghujan dan tepi sungai. Perilaku nyamuk
dewasa yakni antrofilik lebih banyak dari zoofilik tempat istirahat tetap di luar
rumah.
e. Anopheles barbirostris
Tempat perindukan larva pada kumpulan air yang permanen atau sementara,
celah tanah bekas kaki binatang tambak ikan dan bekas galian di pantai. Perilaku
nyamuk dewasa yakni antrofilik lebih banyak dari zoofilik, menggigit diwaktu
malam tempat istirahatnya tetap di luar rumah.
f. Anopheles sundaicus
Tempat perindukan di pinggir pantai atau air payau menggigit di waktu malam
hari tempat istirahatnya di luar rumah.

2.4. Siklus Hidup

9
Nyamuk anophelini mengalami metamorphosis sempurna. Telur menetas menjadi
larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit/eksoskelet sebanyak 4 kali; lalu
tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi
dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang
tersedia dan suhu udara. Tempat perindukan anophelini bermacam-macam
tergantung kepada spesies dan dapat dibagi menurut 3 kawasan yaitu kawasan pantai,
pedalaman, kaki gunung dan kawasan gunung.
Di kawasan pantai dengan tanaman bakau di danau pantai atau lagun (lagoon),
rawa dan empang sepanjang pantai, ditemukan Anopheles sundaicus. Selain itu dapat
juga ditemukan An.subpictus di tempat perindukan tersebut terutama danau di pantai
dan empang. Di kawasan pedalaman yang ada sawah, rawa, empang, saluran irigasi
dan sungai ditemukan An.aconitus, An.barbirostris, An.farauti, An.bancrofti,
An.subpictus, An.nigerrimus, dan An.sinensis. Di kawasan kaki gunung dengan
perkebunan atau hutan ditemukan An.balabacensis, sedangkan di daerah gunung
ditemukan An.maculatus.

2.5.Bionomik
A. Habitat
1) Habitat air mengalir
Dapat berupa saluran air (parit atau selokan) yang mengalir lambat,
dan sungai yang alirannya deras maupun lambat. Pada saluran irigasi
biasanya tumbuh tanaman menjalar yang dapat menahan arus air.
Jenis Anopheles sp. yang hidup dalam habitat ini antara lain:
Anopheles palmatus, Anopheles barbumbrosus, Anopheles vagus,
Anopheles hunteri, Anopheles barbirostris, Anopheles sinensis, Anopheles
nigerrimus, Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus, dan Anopheles
maculates (Mattingly, 1969).
2) Habitat air menggenang
a) Habitat Air Tanah
- Tergolong air tanah permanen
Berupa danau, kolam, lagun atau rawa-rawa. Beberapa spesies
Anopheles yang hidup pada habitat ini antara lain Anopheles lesteri,
Anopheles bancrofti, Anopheles stigmaticus, Anopheles kochi,
Anopheles tesselatus, Anopheles vagus, Anopheles aconitus, dan
Anopheles japonicus.
- Tergolong air tanah sementara

10
Berupa comberan atau kobakan, air kubangan serta jejak tapak
kaki manusia atau hewan (Safitri,2009). Beberapa spesies yang
didapat adalah Anopheles barbirostris, Anopheles nigerrimus, dan
Anopheles kochi.
b) Habitat Air Bawah Permukaan Tanah
Berupa sumur/perigi, bekas galian tambang, dan waduk. Beberapa
spesies.Anopheles yang hidup di habitat ini antara lain An. vagus dan
An. Hunter (Safitri, 2009).
B. Aktivitas Terbang
● Jarak terbang
Pada umumnya, nyamuk mampu terbang sejauh 350- 550 meter,
misalnya Anopheles sinensis jarak terbangnya mencapai 200 - 800 meter,
Anopheles barbirostris mencapai 200 sampai 300 meter, tapi dari hasil
beberapa penelitian, ada nyamuk yang bisa mencapai 1 – 2 km.
● Waktu terbang (feeding time)
Pada malam hari nyamuk anopheles aktif menghisap daerah hospes.
Nyamuk anopheles menghisap darah berbeda-beda tergantung spesiesnya.
❖ Nyamuk Anopheles sundaicus : 22.00-01.00
❖ Nyamuk Anopheles maculatus : 21.00-03.00
❖ Nyamuk Anopheles barbirostris : 23.00-05.00
❖ Nyamuk Anopheles tesselatus : 17.00-18.00
❖ Nyamuk Anopheles aconitus, A. annularis, A. kochi, A. sinensis, A. vagus
: sebelum jam 00.00 (20.00- 23.00)
❖ Nyamuk Anopheles farauti, A. koliensis, A. leucosphyrosis, A. untetullatus
: diatas jam 00.00
(Depkes RI, 2004)
● Kebiasaan makan dan istirahat
○ Endofili : suka tinggal di dalam rumah.
○ Eksofili : suka tinggal di luar rumah.
○ Endofagi : mencari makanan (menghisap darah) di dalam rumah.
○ Eksofagi : mencari makanan (menghisap) di luar rumah.
○ Antoprofili : suka menggigit manusia.
○ Zoofili : suka menggigit binatang
● Tempat perkembangbiakan atau tempat perindukan (breeding place)
○ Di persawahan : Anopheles aconitus, Anopheles barbirotris.
○ Di perbukitan dan hutan : Anopheles balabacensis, Anohepeles
punculatus.
○ Di pantai atau aliran sungai : Anopheles minimus, Anopheles sundaicus.

2.6. Upaya Pengendalian Vektor


Pengendalian vektor terbagi menjadi dua :
A. Alami (Natural control)
Faktor ekologi yang bukan merupakan buatan manusia antara lain ;
● Topografi (lautan, danau, gunung, dan sungai)
● Ketinggian (altitude)
● Iklim (musim, curah hujan, dan angin)
● Musuh alami (predator/pemangsa)
● Penyakit serangga
● Suhu udara : semakin tinggi suhu semakin pendek siklus hidup parasit di
dalam tubuh nyamuk, makin rendah suhu makin panjang siklusnya.

11
● Kelembaban udara : kelembaban rendah memperpendek umur nyamuk,
kelembaban tinggi semakin panjang umur nyamuk
● Hujan : Angin, kecepatan angin waktu senja dan pagi sinar matahari,
An.maculatus suka tempat terbuka.
B. Buatan (artificial = applied control) : dilakukan atas usaha manusia
● Lingkungan (environmental management)
○ Modifikasi lingkungan
Secara principal cara ini tidak merusak keseimbangan alam
(lingkungan) dan tidak mencemari lingkungan jika dilakukan secara
berkelanjutan.
Seperti pengaturan sistem irigasi, penimbunan tempat penampungan air
dan sampah, pengaliran air yang tergenang menjadi kering, pengubahan
rawa menjadi sawah, penanaman padi serentak,
○ Memanipulasi Lingkungan (environmental manipulation)
Yaitu pembersihan dan pemeliharaan sarana fisik tempat istirahat serangga.
○ Membersihkan ganggang dan lumut yang mengapung di permukaan air
(tempat pembiakan An.sundaicus)
○ Mengatur kadar garam di lagoon : menekan populasi An. Subpictus dan
An.sundaicus. An.sundaicus tumbuh optimal pada kadar garam 12-18‰ dan
tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40‰.
○ Penanaman dan rehabilitasi kawasan hutan mangrove/bakau di daerah
pantai: Membatasi perindukan An.sundaicus, An.subpictus
○ Pengeringan berkala
Tanaman padi di daerah persawahan (An.aconitus)
○ Penggelontoran sungai secara berkala (An.maculatus)
C. Pengendalian Kimiawi
Dapat berkhasiat sebagai pembunuh serangga (insektisida) dan menghalau
serangga (repellent).
Manfaatnya adalah dapat dilakukan secara cepat dan pada daerah yang luas
serta menekan populasi dalam waktu yang singkat.
Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :
● Menuangkan minyak/solar di permukaan air >> breeding place
● Pemakaian paris-green, temefos & fention untuk membunuh larva nyamuk
● Penggunaan herbisida & zat kimia utk membunuh tumbuhan >>> perindukan
& istirahat nyamuk
● Penggunaan insektisida “residual spray” untuk nyamuk dewasa
D. Pengendalian Fisik
Pengendalian dengan menggunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan,
dan penggunaan sarana alat listrik untuk pengadaan angin, penyinaran cahaya
sehingga dapat membunuh atau menghalau serangga
Contoh : lampu kuning atau hembusan angin keras di pintu masuk hotel,
restoran/supermarket/swalayan.
E. Pengendalian Mekanik
Langsung dengan alat yg dapat membunuh, menangkap, menghalau, menyisir,
& mengeluarkan serangga >>> memasang kawat kasa, memakai baju pelindung.
F. Pengendalian Biologi
Memperbanyak pemangsa/predator/musuh alami serangga vektor/hospes
perantara (nematoda, bakteri, jamur, virus & protozoa) > Bakteri Bacillus
thuringiensis (serotipe H-14) >> Larva Anopheles.

12
Spesies ikan (pengendalian larva nyamuk), seperti Ikan kepala timah (Panchax
panchax), Gambussia affinis, Lebistus reticularis, ikan cere Badan Kesehatan
Dunia (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pun
merekomendasikan ikan cere sebagai pengendali biologis (biokontrol) populasi
nyamuk. Di AS, Iran, dan India, ia dipakai dalam program resmi pengendalian
vektor yg menimbulkan penyakit >>> Pembagian ikan pemakan jentik ke tempat
perindukan nyamuk Cattle barrier (penempatan kandang ternak besar) >> yaitu
pengendalian nyamuk dari antropofilik menjadi lebih zoofilik Sapi / hewan ternak
yang dikandangkan di sekitar rumah)
Beberapa jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai tanaman pengusir nyamuk
seperti : Geranium, Rosemary, Selasih, Zodia, Citrosa Mosquito Fighter, Mintrosa
of lady Diana, Citrosa Queen of Lemon, Tembelekan (Lantana camara L.) dan
Tai Kotok/Marigold (Tagetes patula L). Penyebabnya adalah bau menyengat yang
keluar dari tanaman ini. Bau menyengat inilah yang diduga tidak disukai
serangga.
G. Pengendalian Genetika
(Eksperimental > laboratorium) > mengganti dari populasi vektor >> non
vektor (lebih banyak ke arah perubahan reproduksi)
Sterile male technique release >> pemandulan serangga, spt menggunakan
preparat Tepa/radiasi Cobalt 60 >>> merusak DNA dalam Kromosom b.
Chromosome translocation >> merubah letak kromosom deradiasi c. Cytoplasmic
incompatibility >> mengawinkan strain nyamuk yang dapat menyebabkan
sitoplasma telur tidak dapat ditembus spermatozoa d. Hybrid sterility >>
mengawinkan antar spesies terdekat >> menghasilkan ♂ steril e. Adanya sifat
rentan terhadap insektisida juga dapat digunakan untuk pengendalian secara
genetika.
H. Pengendalian Legislatif (Pengendalian Karantina)
Kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara: manusia, lingkungan,
penyebab penyakit (host, environment & agent) Jika kita tinjau kehidupan
nyamuk ada 3 macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
Mitra Potensial Pengendalian Malaria
DPRD:
- Legislasi, bersama eksekutif, contoh penyusunan Perda “Pengawasan
Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor Wisata.
- penganggaran , dll.
BAPPEDA:
- Perencanaan program
- Penganggaran, dll.
Sektor Pariwisata:
- Penggerakan “resort”, hotel dan institusi di sektor pariwisata untuk
meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-masing,
dll.
Sektor Informasi/Humas:
- Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk
- Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan, dll.
Sektor Kimpraswil:
- Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK
- Program sungai bersih, dll.
Sektor Peternakan:
- Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barrier”, dll.

13
Sektor Pertanian:
- Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll .
Sektor Perikanan & Kelautan:
- Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di kolam, badan air
- Penanaman kembali pohon bakau, dll
Sektor Pendidikan Nasional :
- Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran
Muatan Lokal (MULOK), materi usaha kesehatan sekolah (UKS) dll
Sektor Agama:
- Bersama Sektor pendidikan Nasional upaya pengendalian malaria sebagai
materi pelajaran Muatan Lokal (MULOK)
- Materi penanggulangan malaria disebarluaskan melalui khutbah Jum’at atau
kebaktian Minggu, dll
PKK:
- Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya
pencarian pengobatan, dll
SurfAid International :
- Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE
- Penemuan dan pengobatan malaria, dll
Lintas Sektor/Lintas Program dan Lembaga Swadaya Masyarakat berperan sesuai
TUPOKSI/peran masing-masing yang berdampak positif terhadap pengendalian
malaria, dll.

3. Memahami dan Menjelaskan Malaria


3.1. Definisi Malaria
Malaria merupakan penyakit menular endemic di banyak daerah hangat di
dunia, disebabkan oleh protozoa obligat intraselular genus Plasmodium, biasanya
ditularkan oleh gigitan nyamuk anopheles yang terinfeksi.

3.2. Klasifikasi dan Gejala


a. Malaria Tertiana/Vivax/Benigna
Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari
pertama panas irregular, kadang-kadang remiten atau intermiten, pada saat
tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe
panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi pada waktu sore hari. Kepadatan
parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pada minggu kedua limpa
mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih
membesar dan panas masil berlangsung, pada minggu kelima panas mulai turun
secara krisis. Pada malaria vivaks manifestasi klinik dapat berlangsung secara
berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau
5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan
karena hypoalbuminemia. Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas
tinggi karena seringnya terjadi relapse. Pada penderita yang semiimmune
perlangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja; parsitemia hanya
rendah; serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat.
Resistensi terhadap kloroquin pada malaria vivaks juga dilaporkan di Irian Jaya
dan di daerah lainnya. Relapse sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit
yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun.
b. Malaria malariae/quartana

14
Malaria malariae banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, sebagian
Asia. Penyebarannya tidak seluas P.vivax dan P.falciparum. Masa inkubasi 18-
40 hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria vivax hanya berlangsung lebih
ringan, anemia jarang terjadi, splenomegaly sering dijumpai walaupun
pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada
waktu sore dan parasitemia sangat rendah <1%.
Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi
plasmodium malariae pada anak-anak Afrika. Diduga kompliksi ginjal
disebabkan oleh karena deposit kompleks immune pada glomerulus ginjal. Hal
ini terbukti dengan adanya peningkatan Ig M bersama peningkatan titer
antibodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites, proteinuria yang
banyak, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini
prognosisnya jelek, respon terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong,
diet dengan kurang garam dan tinggi protein, dan diuretic boleh dicoba, steroid
tidak berguna. Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2,5 mg/kg BB
selama 12 bulan tampaknya memberikan hasil yang baik; siklofosfamid lebih
sering memberikan efek toksik. Recrudescense sering terjadi pada plasmodium
malariae, parasite dapat bertahan lama adalah darah perifer, sedangkan bentuk
diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada parasit ini.
c. Malaria ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi
11-16 hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi pada malam hari dan jarang
lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran
dengan plasmodium lain, maka P.ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi
plasmodium yang lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan
malaria vivax, lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih
pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil
jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat teraba.
d. Malaria tropika/falciparum
Malaria tropika merupakan bentuk paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai
perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua
bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri
belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit
ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan
tidak periodic, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40ºC.
Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun
temperature normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diare
menjadi berat diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering
dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai
timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan Kristal
granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.

3.3. Patofisiologi
Merozoit selanjutnya akan menyebar ke dalam aliran darah dan menginfeksi
sel darah merah, pada P.vivax dan P. ovale tidak semua parasit menyebar ke aliran
darah ada yang tetap di hati dan dapat aktif kembali. Merozoit yang menginfeksi
sel darah merah akan berkembang menjadi parasit dengan bentuk cincin karena
adanya vakuola di dalam sel parasit sehingga sel inti berada di tepi (tropozoit).

15
Tropozoit matur bentuknya lebih besar sehingga bentuk cincin terlihat jelas.
Tropozoit kemudian bereplikasi aseksual dengan pembelahan inti menjadi schizont
yang terdiri dari 10-30 inti bergantung species parasitnya.
Schizont yang telah matur akan pecah dan melepaskan banyak merozoit baru
yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya (siklus eritrositer). Siklus replikasi
menyebabkan banyak eritrosit yang pecah dan rusak. Oleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan
pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai
banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia
dari retikulosit diserta peningkatan makrofag9,10 . Pada malaria berat mekanisme
patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga
menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur
dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan
tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi,
sekuestrasi dan resetting 9, 5, 4, 3 . Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan
eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium
venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak
terinfeksi sehingga terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi.
a. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi Pelepasan merozoit
pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang
berdekatan, sehingga parasitemia falciparum mungkin lebih besar daripada
parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang
aktif. Sedangkan Plasmodium falciparum menginvasi semua eritrosit tanpa
memandang umur, Plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan
plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang
cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang
dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falciparum pada anak non imun
dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm.
b. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi
sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam bilirubin
serum, dan pada malaria falciparum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan
hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan
dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis,
perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua

16
eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin
atau primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase herediter-9 . Pigmen yang keluar ke dalam sirkulasi pada
penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa,
dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel
kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan
pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan
pada organ.
c. Kejadian immunopatologi Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia,
pembentukan kompleks imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti
TNF Jurnal Averrous Vol.4 No.2 2018 Bentuk imunitas terhadap malaria
dapat dibedakan atas:
a) Imunitas alamiah non imunologis Berupa kelainan-kelainan genetic
polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria, misalnya:
Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alfa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat
dehidrogenase, golongan darah duffy negative kebal terhadap infeksi
plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap
malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik Sporozoit yang masuk kedalam darah segera
dihadapi oleh respon imun non spesifik yang terutama dilakukan oleh
magrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1,
IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan
parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik). c) Imunitas didapat
spesifik. Merupakan tanggapan sistem imun terhadap infeksi malaria
mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik.

3.4. Tatalaksana
3.4.1. Farmakologi
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan
ditemukannya plasmodium aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa
ditemukan parasit dalam darahnya perlu diobati.
Prinsip pengobatan malaria :
a. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita
malaria berat/ dengan komplikasi.
b. Penderita dengan komplikasi/malaria berat memakai obat parenteral,
malaria biasa diobati dengan peroral. Penderita malaria harus
mendapatkan pengobatan yang efektif terjadi kegagalan pengobatan dan
mencegah terjadinya transmisi dengan pengobatan ACT (Artemisinin
base Combination Therapy)
c. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan pemeriksaan
malaria yang positif dan dilakukan monitoring pengobatan; Pengobatan
malaria klinis/ tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT.
- Golongan Artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam
Bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok
seskuiterpen laktŒl mempunyai beberapa formula seperti : artemisinin,
artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin.
Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut
dalam air, bekerja sebaga obat sizontocidal darah. Karena beberapa

17
penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan terjadinya
rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi
Obat Iain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian
obat. Obat ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada
yang oral, parenteral/injeksi dan suppositoria.
- Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy)
Penggunaan golongan artemisinin monoterapi akan
mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan
petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan
obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base
Combination Therapy (ACT). Kombinasi Obat ini dapat berupa
kombinasi dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-
fixed dose). Kombinasi dosis lebih memudahkan pemberian
pengobatan. Contoh ialah ”Co-Artem” yaitu kombinasi artemeter
(20mg) + lumefantrine (120mg). Coartem 4 tablet 2 x I sehari selama 3
hari. Kombinasi tetap yang lain ialah dihidroartemisinin (40mg) +
piperakuin (320mg) yaitu “Artekin”. Dosis artekin untuk dewasa :
dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam ,
masing-masing 2 tablet.
Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :
● Artesunat + meflokuin Artesunat + amodiakin
● Artesunat + klorokuin
● Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin
● Artesunat + pironaridin
● Artesunat + chlorproguanil-dapson (CDA/Lapdap plus)
● Dihidroartemisinin + Piperakuin + Trimethoprim (Artecom)
● Artecom + primakuin (CV8)
● Dihidroartemisinin + naptokuin
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah
kombinasi artesunate + amodiakuin dengan nama dagang
“ARTESDIAQUINE” atau Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa
yaitu artesunate (50mg/tablet) 200mg pada hari 1-111 (4 tablet). Untuk
Amodiakuin (200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan Il dan 1 1/2 tablet
hari Ill. Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister
dengan aturan pakai tiap blister/ hari (artesunate + amodiakuin)
diminum selama 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 25 -30 mg/kg BB
selama 3 hari.
- Pengobatan Malaria Dengan Obat-obat Non-ACT
Klorokuin Difosfat/SuIfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25
mg basa/kg BB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari Il, 5
mg/kg BB pada hari Ill. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet
hari I & II dan 2 tablet hari Ill. Dipakai untuk P. Falciparum maupun P.
Vivax.
Sulfadoksin-Pirimetamin(SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg
pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (l kali). Atau
dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat ini
hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk
P.vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat
menggunakan SP.

18
Kina sulfat : (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan 3 x 10 mg/
kg BB 7 dapat dipakai untuk R Falciparum maupun P. Vivax. Kina
dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap
klorokuin dan sp. Pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari)
menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai.
Primakuin : ( 1 tablet 15 mg), sebagai Obat pelengkap/ radical
terhadap P. Falciparum maupun P.vivax. Pada P Falciparum dosis nya
45mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan
untuk P Vivax dosisnya 15mg/hari selama 14 hari yaitu untuk
membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps).

3.4.2 Non farmakologi


Cegah hiperpireksi:
Tidak pernah memakai botol panas/selimut listrik
Kompres air/air es/alkohol
Kipas dengan kipas angin/kertas
Baju yang tipis/terbuka
Cairan cukup
Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam.
Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain/gas lembab

3.5. Program Eliminasi


Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria
setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus
malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga
tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.
Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan secara bertahap:
- Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada
tahun 2010
- Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015
- Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau) Provinsi
NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020
- Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan
Provinsi Maluku Utara pada tahun 2030.
A. Tahap Pemberantasan
Tujuan utama pada Tahap Pemberantasan adalah mengurangi tingkat
penularan malaria di satu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga pada
akhir tahap tersebut tercapai SPR < 5 %. Sasaran intervensi kegiatan dalam
Tahap Pemberantasan adalah seluruh lokasi endemis malaria (masih terjadi
penularan) di wilayah yang akan dieliminasi. Untuk mencapai tujuan Tahap
Pemberantasan, perlu dilakukan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut :
a. Penemuan dan Tata Laksana Penderita
- Meningkatkan cakupan penemuan penderita malaria dengan konfirmasi
laboratorium baik secara mikroskopis maupun RDT.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat
ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah, pemantauan kualitas RDT,
dan meningkatkan kemampuan mikroskopis.

19
- Memantau efikasi obat malaria.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
- Melakukan survei vektor dan analisis dinamika penularan untuk
menentukan metode pengendalian vektor yang tepat.
- Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun
integrasi dengan program/sektor lain di lokasi endemis malaria.
- Melakukan penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying) atau
pengendalian vektor lain yang sesuai di lokasi potensial atau sedang
terjadi KLB.
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah
maupun swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan
SKD-KLB.
- Menanggulangi KLB malaria.
- Meningkatkan cakupan dan kualitas pencatatan-pelaporan tentang angka
kesakitan malaria serta hasil kegiatan.
- Melakukan pemetaan daerah endemis malaria dari data rutin dan hasil
survei.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan peran aktif masyarakat antara lain melalui pembentukan
Pos Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil.
- Meningkatkan promosi kesehatan.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM,
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh
masyarakat.
- Integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti
pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
- Menyusun Perda atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung
eliminasi malaria.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Menyelenggarakan pelatihan tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah
sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga
kualitas pemeriksaan sediaan darah.
- Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
- Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
B. Tahap Pra Eliminasi
Tujuan utama pada tahap Pra Eliminasi adalah mengurangi jumlah
fokus aktif dan mengurangi penularan setempat di satu wilayah minimal
kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut tercapai API < 1 per 1000
penduduk berisiko. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pra Eliminasi
adalah fokus aktif (lokasi yang masih terjadi penularan setempat) di wilayah
yang akan dieliminasi. Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Penemuan dan tata laksana penderita
- Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis
di Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan
kesehatan swasta.

20
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat
malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala
menguji kemampuan pemeriksaan mikroskopis.
- Memantau efikasi obat malaria.
- Meningkatkan cakupan penemuan dan pengobatan penderita secara
pasif melalui Puskesmas Pembantu, Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (antara lain Poskesdes, Posyandu, Posmaldes), praktek
swasta, klinik, dan rumah sakit.
- Mengatur dan Mengawasi peredaran penjualan obat malaria selain
ACT (klorokuin, fansidar) di warung-warung obat.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
- Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara
massal maupun secara rutin melalui kegiatan
integrasi dengan program lain dapat mencakup >
80% penduduk di lokasi fokus malaria dengan API ≥
1‰.
- Melakukan penyemprotan rumah dengan cakupan >
90% rumah penduduk di lokasi potensial atau
sedang terjadi KLB dan di lokasi fokus malaria
dengan API ≥ 1‰ yang tidak sesuai dengan
penggunaan kelambu berinsektisida.
- Melakukan pengendalian vektor dengan metode lain yang sesuai untuk
menurunkan reseptivitas, seperti manajemen lingkungan, larvasidasi,
dan pengendalian vektor secara hayati.
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta
(Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB
malaria, dianalisis dan dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
- Menanggulangi KLB malaria.
- Memperkuat sistem informasi kesehatan sehingga semua penderita dan
kematian malaria serta hasil kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan.
- Melaporkan penemuan kasus dengan segera.
- Menginventarisasi dan memetakan fokus malaria.
- Membuat data dasar eliminasi, antara lain secara Geographycal
Information System (GIS) berdasarkan data fokus, kasus, vektor,
genotipe isolate parasit dan intervensi yang dilakukan.
- Membentuk Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Tugas utama Tim tersebut adalah :
a) Membuat data dasar eliminasi.
b) Melakukan penilaian secara objektif dalam menentukan apakah
suatu wilayah kabupaten/kota sudah memenuhi syarat untuk masuk
tahap pra eliminasi atau sudah siap memasuki tahap berikutnya,
berdasarkan :
1) Status penularan malaria di wilayah tersebut.

21
2) Kesiapan dan kemampuan upaya pelayanan kesehatan setempat.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM,
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh
masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan
masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, penemuan dan
pengobatan penderita.
- Mentaati dan melaksanakan Peraturan daerah dan atau peraturan
perundangan lainnya untuk mendukung eliminasi malaria.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik
dan adanya jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan
untuk menghilangkan fokus aktif yang masih ada.
- Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi dan
pusat maupun lembaga donor.
- Menyelenggarakan pertemuan lintas-batas provinsi dan kabupaten/kota
untuk merencanakan dan melakukan kegiatan secara terpadu dalam
Eliminasi Malaria.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi disampaikan kepada
petugas kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam
Eliminasi Malaria agar mereka memahami tujuan eliminasi dan tugas
yang harus dilaksanakan.
- Pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit
pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga
kualitas pemeriksaan sediaan darah.
- Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan
manajemen.
- Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
C. Tahap Eliminasi
Tujuan utama pada tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif
dan menghentikan penularan setempat di satu wilayah, minimal
kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat
(indigenous) nol (tidak ditemukan lagi). Sasaran intervensi kegiatan dalam
Tahap Eliminasi adalah sisa fokus aktif dan individu kasus positif dengan
penularan setempat (kasus indigenous).
Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Penemuan dan tata laksana penderita
- Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis
baik secara pasif (PCD) di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan
swasta, maupun penemuan penderita secara aktif (ACD).
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat
malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan follow up pengobatan penderita malaria falciparum pada
hari ke-7 dan ke-28 setelah pengobatan, sedang penderita malaria
vivax pada hari ke-7, 28 dan 3 bulan setelah pengobatan.

22
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala
menguji kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.
- Memantau efikasi obat malaria.Melibatkan sepenuhnya peran praktek
swasta dan klinik serta rumah sakit swasta dalam penemuan dan
pengobatan penderita.
b) Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Melakukan pengendalian vektor yang sesuai, antara lain dengan
pembagian kelambu berinsektisida (cakupan > 80% penduduk) atau
penyemprotan rumah (cakupan > 90% rumah) untuk menurunkan
tingkat penularan di lokasi fokus baru dan sisa fokus lama yang masih
aktif.
- Bila perlu melakukan larvasidasi atau manajemen lingkungan dilokasi
fokus yang reseptivitasnya tinggi (kepadatan vektor tinggi dan adanya
faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan).
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
- Memberikan perlindungan individu dengan kelambu berinsektisida
kepada penduduk di wilayah eliminasi yang akan berkunjung ke
daerah lain yang endemis malaria baik di dalam maupun di luar
negeri.
c) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta
(Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB
malaria, dianalisis dan dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
- Segera melakukan penanggulangan bila terjadi KLB malaria.
- Melaksanakan surveilans penderita dengan ketat, terutama bila sudah
mulai jarang ditemukan penderita dengan penularan setempat.
- Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus
impor.
- Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif
malaria untuk menentukan asal penularan penderita dengan segera
setiap kasus positif malaria yang ditemukan di unit pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta kepada Dinas Kesehatan secara
berjenjang sampai tingkat pusat.
- Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap fokus malaria untuk
menentukan asal, luas dan klasifikasi fokus tersebut.
- Memperkuat sistem informasi malaria sehingga semua kasus dan hasil
kegiatan intervensi dapat dicatat dengan baik dan dilaporkan.
- Mencatat semua kasus positif dalam buku register secara nasional.
- Melaksanakan pemeriksaan genotipe isolate parasit secara rutin.
- Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus positif, genotipe
isolate parasit, vektor, dan kegiatan intervensi yang dilakukan.
- Memfungsikan Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
d) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM,
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,

23
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh
masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan
masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan
penderita.
- Memfungsikan Perda atau peraturan perundangan lainnya, antara lain
untuk membebaskan biaya diagnosis laboratorium dan pengobatan
malaria di unit pelayanan kesehatan pemerintah, serta melarang
penjualan obat malaria di warung atau kaki lima.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan
politik dan jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan
dalam upaya eliminasi malaria, khususnya menghilangkan fokus aktif
dan menghentikan penularan setempat.
- Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi, dan
pusat maupun lembaga donor.
- Melakukan pertemuan lintas batas antar provinsi dan kabupaten/kota
untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan Eliminasi Malaria
secara terpadu.
e) Peningkatan sumber daya manusia
- Melaksanakan re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan
(pencegahan penularan kembali) disampaikan kepada petugas
kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat eliminasi. Re-
orientasi ini mulai dilaksanakan bila:
I. Surveilans penderita yang ketat sudah mampu memutuskan
penularan malaria setempat secara total atau hampir total
(penderita indigenous sudah sangat jarang ditemukan).
II. Penderita dengan penularan setempat hampir tidak
ditemukan atau sangat jarang.
III. Hampir semua penderita positif yang ditemukan adalah
penderita impor, relaps, induced dan introduced.
IV. Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis
Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit
pelayanan kesehatan swasta terutama di daerah reseptive
untuk menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.
V. Melaksanakan pelatihan tenaga Juru Malaria Desa (JMD)
untuk kegiatan ACD di wilayah yang masih memerlukan.
Tahap Eliminasi sudah tercapai apabila :
Penderita dengan penularan setempat sudah dapat diturunkan
sampai nol dalam periode satu tahun terakhir.Kegiatan surveilans di
unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, mampu mendeteksi
dan menghentikan bila terjadi penularan malaria.
D. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali)
Tujuan utama pada Tahap Pemeliharaan adalah mencegah munculnya kembali
kasus dengan penularan setempat.Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap
Pemeliharaan adalah individu kasus positif, khususnya kasus impor. Pokok-
pokok kegiatan yang harus dilakukan adalah :
a) Penemuan dan tata laksana penderita
- Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang rendah,
penemuan penderita secara dini cukup dengan kegiatan PCD melalui
unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta.

24
- Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi,
penemuan penderita secara dini disamping PCD juga dilakukan ACD
oleh JMD.
- Semua sediaan darah diperiksa ulang di laboratorium rujukan secara
berjenjang di kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat
ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan follow up pengobatan penderita positif falciparum pada
hari ke-7 dan ke-28 setelah pengobatan, untuk penderita positif vivax
pada hari ke-7, 28 dan 90 (3 bulan) setelah pengobatan.
b) Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi,
untuk menurunkan reseptivitas bila perlu dilakukan pengendalian
vektor yang sesuai di lokasi tersebut, seperti larvasidasi atau
manajemen lingkungan.Di lokasi fokus bila ditemukan penderita
dengan penularan setempat dan atau penderita introduced, dilakukan
pengendalian vektor yang sesuai di lokasi tersebut, seperti
penyemprotan rumah atau pembagian kelambu berinsektisida.
c) Surveilance epidemilogi dan penanggulangan wabah
Untuk mencegah munculnya kembali kasus dengan penularan
setempat, dilakukan kegiatan kewaspadaan sebagai berikut:
- Pada tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas rendah dilakukan:
I. Penemuan penderita pasif (PCD) melalui unit pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
II. Penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif untuk
menentukan asal penularan.
III. Follow up pengobatan penderita.
IV. Surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.
- Pada tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas tinggi dilakukan kegiatan-
kegiatan seperti di atas, ditambah kegiatan ACD oleh JMD,
pengendalian vektor yang sesuai untuk menurunkan reseptivitas.
Di samping kegiatan kewaspadaan seperti di atas, masih dilakukan
kegiatan surveilans yang lain seperti :
I. Melaporkan dengan segera semua kasus positif yang ditemukan.
II. Mempertahankan sistem informasi malaria yang baik sehingga
semua kasus dan hasil kegiatan intervensi dapat dicatat dan
dilaporkan.
III. Mencatat semua kasus positif dalam buku register di
kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
IV. Melakukan pemeriksaan genotip isolate parasit.
V. Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap fokus malaria
untuk menentukan asal dan luasnya penularan serta
klasifikasinya.
VI. Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus, genotip isolate
parasit, vektor dan kegiatan intervensi.
d) Peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan untuk mencegah kembalinya
penularan dari kasus impor yang terlambat ditemukan.

25
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha, dan seluruh
masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam kegiatan penurunan
reseptivitas.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik
dan jaminan dalam penyediaan dana minimal untuk pemeliharaan
eliminasi (mencegah penularan kembali).
e) Peningkatan Sumber Daya Manusia
- Melakukan refreshing dan motivasi kepada petugas mikroskopis agar
tetap menjaga kualitas dalam pemeriksaan sediaan darah.

3.6. Epidemiologi Pada Malaria


3.6.1. Istilah
● Angka Parasite (Parasite Rate)
Yaitu persentase orang yang sediaan darahnya
positif pada saat tertentu dan angka ini merupakan
pengukuran malariometik. Pada pengukuran ini
kelompok umur yang diperiksa adalah 2-9 tahun, dan
0-1 tahun disebut infant parasite rate, dan dianggap
sebagai indeks transmisi. Pengukuran angka parasite
dibagi atas penggolongan umur yang terdiri atas 0-
11 bulan (infants babies), 12-23 bulan (small
children), 2-4 tahun (toddlers), 5-9 tahun
(juveniles), 10-14 tahun (adolescent), ≥15 tahun
(adults).
● Berat ringannya infeksi malaria dapat diukur dengan densitas parasit
(parasite density) yaitu jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah
positif.
● Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung
parasit (parasite count) yaitu jumlah parasite dalam 1mm3 darah.
● Slide positivity rate (SPR)
Adalah persentase persediaan darah positif dalam periode kegiatan
penemuan kasus (case detection activities) yang dapat dilakukan secara
aktif (active case detection = ACD) atau secara pasif (passive case
detection = PCD).
Jumlah Sediaan Darah Diperiksa
Jumlah Malaria Positif ×100%
● Annual Parasite Index (API)
Menyatakan jumlah sediaan darah yang positif dari jumlah sediaan
yang diperiksa pertahun, dalam permil.
Jumlah kasus selama satu tahun
API= × 1000 ‰
Jumlah Penduduk
API dikelompokkan sebagai berikut:
- HCI (High Case Incidence) API > 5‰
- MCI (Moderate Case Incidence) API 1 - < 5‰
- LCI (Low Case Incidence) API < 1 ‰
● Annual Malaria Incidence (AMI)

26
AMI adalah Annual Malaria Incidence, yaitu kasus malaria klinis selama
satu tahun di suatu wilayah per 1000 penduduk, dan didapatkan dengan
rumusan berikut:

Jumlah penderita klinis disuatu wilayah per tahun


AMI = ×100 %
Jumlah penduduk dalam wilayahtersebut

AMI diklasifikasikan sebagai berikut:


- HIA (High Incidence Area) → SR < 10%
- MIA (Medium Incidence Area) → SR : 10-50%
- LIA (Low Incidence Area) → SR > 50%
● Annual Blood Examination Rate (ABER)
Menunjukkan jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap malaria per
tahun dibagi jumlah penduduk dalam persen.

Jumlah penduduk yang diamati


Jumlah sediaan darah yang diperiksa x100%

● Di suatu daerah malaria dapat terjadi epidemic (wabah), yaitu jika pada
suatu waktu jumlah penderita meningkat secara tajam.
● Di suatu daerah keadaan malaria disebut stabil (stable malaria) jika di
daerah itu ada transmisi yang tinggi secara terus-menerus. Di daerah
tersebut biasanya kekebalan penduduk tinggi sehingga tidak mudah
terjadi epidemi.
● Di suatu daerah keadaan malaria disebut tidak stabil (unstable malaria),
jika transmisi di daerah itu tidak tetap. Di daerah seperti itu kekebalan
penduduk biasanya rendah sehingga lebih mudah terjadi epidemi.

3.6.2. Indikator
Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka
limpa (spleen rate), angka parasit (parasite rate) dan angka sporozoit
(sporozoite rate), yang disebut angka malariometri.
Angka limpa adalah persentase orang dengan perbesaran limpa dalam
suatu masyarakat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu Hackett dan cara Schüffner. Pembesaran limpa pada malaria diukur
dengan cara Hackett.
Average enlarge spleen (AES) adalah rata-rata pembesaran limpa yang
dapat teraba. Jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa x
pembesaran limpa pada suatu golongan umur disebut sebagai index AES
bertujuan untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan.
- Hipo-endemik : Jika angka limpa kurang atau sama dengan 10% pada
anak berumur 2-9 tahun dan angka parasitnya juga sama dengan atau
kurang dari 10%.
- Meso-endemik : Jika angka limpa 10-50% atau angka parasitnya 15-
50% dan biasanya terdapat di wilayah pedesaan (rural) dengan
penduduk yang terbatas.
- Hiper-endemik : Jika angka limpa melebihi 50% dan angka parasitnya
51-75%. Di wilayah hiper-endemik transmisi malaria meningkat secara
intensif tetapi terjadi secara musiman, imunitas terhadap malaria tidak

27
terdapat pada semua kelompok umur dan angka limpa pada umur
dewasa lebih dari 25%.
- Holo-endemik : Jika angka limpa melebihi 75% atau angka parasit
lebih dari 75% dan angka limpa pada orang dewasa rendah. Di wilayah
ini transmisi malaria terjadi terus-menerus sepanjang tahun dengan
intensitas yang tinggi, derajat imunitas terhadap malaria juga tinggi
dan terdapat pada semua kelompok umur terutama pada umur dewasa.

DAFTAR PUSTAKA
Inge Sutanto, Is Sumariah Ismid, Pudji K. Sjarifudin, Saleha Sungkar. 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
III. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014

Buku Saku Penatalaksanaan Malaria. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Kementrian Kesehatan RI. 2017

Pedoman Surveilans Malaria. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:


275/MENKES/SK/III/2007

https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/modules/malaria_LifeCycle.gif
https://www.enchantedlearning.com/mgifs/Mosquito_bw.GIF

file:///C:/Users/User/Downloads/1039-2313-1-SM.pdf

http://perpustakaan.litbang.kemkes.go.id/lokaciamis/index.php?p=show_detail&id=941

28

Anda mungkin juga menyukai