Anda di halaman 1dari 13

LI 1.

Memahami dan menjelaskan parasit penyebab zoonosis (penyakit bias menular pada manusia)
pada hewan ternak

LO 1.1 Definisi + Klasifikasi

 Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah di antara hewan
vertebrata dan manusia.
 Berdasarkan hewan penularnya, zoonosis dibedakan menjadi zoonosis yang berasal dari
satwa liar, zoonosis dari hewan yang tidak dipelihara tetapi ada di sekitar rumah, seperti tikus
yang dapat menularkan leptospirosis, dan zoonosis dari hewan yang dipelihara manusia.

PENGGOLONGAN ZOONOSIS:
1. Zoonosis yang Disebabkan oleh Bakteri
 Tuberkulosis (TBC)
 Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang 14 m.
 Gejala yang ditimbulkan berupa gangguan pernapasan, batuk
berdarah, badan menjadi kurus dan lemah. Bakteri ini berpindah dari
saluran pernapasan melalui percikan dahak, bersin, tertawa atau
berbicara, kontak langsung, atau dari bahan pangan dan air minum
yang tercemar.

 Bruselosis
 Bruselosis disebabkan oleh bakteri Brucella, yaitu bakteri berbentuk
batang dan bersifat gram negative.
 Masa inkubasi bruselosis pada manusia berkisar antara 12 bulan,
kemudian penyakit dapat bersifat akut atau kronis.
 Bruselosis akut ditandai dengan gejala klinis berupa demam undulant
secara berselang, berkeringat, kedinginan, batuk, sesak napas, turun
berat badan, sakit kepala, depresi, kelelahan, artalgia, mialgia,
orkhitis pada laki-laki, dan abortus spontan pada wanita hamil.
 Wanita hamil yang terinfeksi bruselosis dapat menularkan kuman
Brucella ke janin melalui plasenta sehingga mengakibatkan abortus
spontan dan kematian fetus intrauterine pada kehamilan trimester
pertama dan kedua (Gholami 2000)

 Salmonelosis
 Penyebab salmonelosis adalah bakteri Salmonella serovar typhi.
Bakteri ini berkembang biak dalam makanan yang terbuat dari daging, susu,
atau telur dalam kondisi suhu dan kelembapan yang cocok sehingga
menimbulkan sakit bila dikonsumsi manusia (Purnomo 1992).
 Gejala yang ditimbulkan setelah infeksi adalah demam, diare disertai lendir,
kadang berdarah. Hewan yang terkena salmonela tidak boleh dipotong.
 Antraks
 Penyebab antraks adalah bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini berbentuk
batang dan termasuk kelompok gram positif dan bersifat patogenik. Di alam,
bakteri membentuk spora yang sulit dimusnahkan dan dapat bertahan hingga
puluhan tahun di dalam tanah sehingga bisa menjadi sumber penularan pada
hewan dan manusia.
 Serangan antraks pada manusia umumnya termanifestasi pada kulit, berupa
ulkus borok yang sulit sembuh. Ada pula penderita yang mengalami gangguan
pencernaan berupa diare (Harjoutomo dan Poerwadikarta 1996).
 Pada manusia dikenal tiga bentuk penyakit antraks berdasarkan cara
penularannya, yaitu:
1) melalui kulit atau kontak langsung dengan bakteri antraks,
terutama pada kulit yang terluka,
2) melalui inhalasi, yaitu terisapnya spora antraks sebagai
aerosol, dan
3) melalui intestinal atau usus yang terjadi karena penularan
secara oral melalui konsumsi daging mentah atau daging
yang mengandung antraks yang dimasak kurang matang.
 Q. fever
 Penyebab Q. fever adalah bakteri Coxiella burnetii. Q. fever dapat
menular melalui kontak langsung dengan sumber penular yang
terinfeksi, juga partikel debu yang terkontaminasi agens penyebab.
 Hewan mamalia yang terinfeksi umumnya akan mengeluarkan
bakteri pada urine, feses, susu, dan plasenta dari fetus yang
dilahirkan (Baca dan Paretsky 1983). Pada manusia, penularannya
dapat terjadi melalui transfusi darah maupun luka pada kulit.
 Gejala klinis Q. fever pada hewan umumnya bersifat subklinis, sering
ditandai dengan penurunan nafsu makan dan gangguan pernapasan
dan reproduksi, berupa abortus.
 Gejala klinis pada manusia yaitu demam mirip gejala influenza dan
sering kali diikuti dengan radang paru.
 Penyakit Q. fever sering kali bersifat menahun dan menimbulkan
kondisi yang fatal, yaitu kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang
otak, gangguan pembuluh darah, dan peradangan jantung
(endokarditis), yang berakibat pada kematian (Rice dan Madico 2005;
Setiono 2007).
 Leptospirosis
 Penyebab leptospirosis adalah bakteri Leptospira sp. yang berbentuk
spiral dan mempunyai 170 serotipe. Sebagian nama serotipe diambil
dari nama penderita
 Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet, luka atau
selaput mukosa. Pada hewan, Leptospira menyebabkan ikteus
(kekuningan) ringan sampai berat dan anemia, hepar membesar dan
mudah rusak, serta ginjal membengkak.
 Pada manusia terjadi hepatomegali dengan degenerasi hepar serta
nefritis anemia, ikteus hemolitik, meningitis, dan pneumonia
(Widarso dan Wilfried 2002 ).
2. Zoonosis yang Disebabkan oleh Virus
 Flu Burung
 Flu burung (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
AI jenis H5N1. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan
transportasi unggas yang terinfeksi. V
 irus menular melalui cairan/lendir yang berasal dari hidung, mulut,
mata (konjuntiva), dan kotoran (feses) dari unggas yang sakit ke
lingkungan; kontak langsung dengan ternak sakit; melalui aerosol
(udara) berupa percikan cairan/lendir dan muntahan cairan/lendir,
air, dan peralatan yang terkontaminasi virus AI.
 Gejala klinis flu burung pada unggas yaitu jengger, pial, dan kulit perut
yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan (sianosis), borok
pada kaki, kadang-kadang terdapat cairan dari mata dan hidung,
pembengkakan pada muka dan kepala, pendarahan di bawah kulit
(subkutan), pendarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki dan
telapak kaki, batuk, bersin, ngorok, diare, dan akhirnya menyebabkan
kematian.
 Gejala klinis pada manusia ditandai dengan demam suhu 38°C, batuk,
nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia,
infeksi mata, dan nyeri otot.
 Masa inkubasi pada unggas berlangsung 1 minggu, sedangkan pada
manusia 13 hari setelah timbul gejala sampai 21 hari.

 Flu babi (swine flu)


 Penyebab flu babi adalah virus H3N1, termasuk virus influenza tipe A
subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, yang merupakan satu genus
dengan virus flu burung H5N1.
 Virus keluar melalui ingus dan menular dari babi ke babi lain melalui
kontak langsung atau mengirup partikel-partikel kecil dalam air yang
mengandung virus.
 Gejala utama flu babi mirip gejala influenza pada umumnya, seperti
demam, batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan, penurunan nafsu
makan dan mungkin diikuti mual, muntah, dan diare.
 Gejala klinis masa inkubasi 13 hari. Babi yang terinfeksi tidak mampu
berjalan bebas dan cenderung bergerombol, terjadi radang hidung,
pengeluaran ingus, bersin-bersin, dan konjungtiva.
 Babi yang terinfeksi menderita batuk paroksismal (serangan batuk
yang berselang) disertai punggung melengkung, pernapasan cepat,
sesak, apatis, anoreksia, rebah, tengkurap, dan suhu tubuh
meningkat 41,5°C.

 Rabies
 Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi yang menyerang
susunan syaraf pusat, terutama menular melalui gigitan anjing dan
kucing.
 Penyakit ini bersifat zoonosik, disebabkan oleh virus Lyssa dari famili
Rhabdoviridae. Infeksi pada manusia biasanya bersifat fatal
(mengakibatkan kematian).
 Gejala dan tanda klinis utama meliputi:
a. nyeri dan panas (demam) disertai kesemutan pada bekas luka
gigitan,
b. tonus otot aktivitas simpatik meninggi dengan gejala
hiperhidrosis (keluar banyak air liur), hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan dilatasi pupil, dan
c. hidrofobia. Sekali gejala klinis timbul biasanya diakhiri
dengan kematian. Masa inkubasi pada manusia bervariasi
dari beberapa hari sampai bertahuntahun, bergantung pada
jauh dekatnya tempat gigitan dengan otak. Makin dekat
tempat gigitan dengan otak, masa inkubasinya semakin cepat
(Bell et al. 1988)
 Untuk mencegah infeksi rabies pada suatu daerah, perlu dilakukan
penangkapan dan vaksinasi anjing liar serta anjing peliharaan.
3. Zoonosis yang Disebabkan oleh Parasit
 Toksoplasmosis
 Taeniasis
 Skabiosis (penyakit kudis)
 Filariasis (penyakit kaki gajah)
 Myasis
4. Zoonosis yang Disebabkan oleh Jamur
 Kurap (ringworm/tinea)
 Penyakit kurap/kadas/ringworm disebabkan oleh cendawan
dermatofita yang biasa tumbuh di daerah lembap dan hangat.
Penyakit kurap biasanya menyerang rambut (Tinea ceapitis), kulit
(Tinea corponis), sela jari kaki (Tinea pedis) atau athlete foot, dan
paha (Tinea curis) atau jock itch karena cendawan ini mampu hidup
di bagian tubuh T. ceapitis yang mempunyai zat kitin.
 Gejala klinisnya berupa cincin melingkar pada tempat yang terinfeksi
dan kebotakan bulu dan rambut pada bagian yang terserang dan
bagian tubuh yang mengandung karatin.
 Gejala yang ditimbulkan adalah bercak merah, bernanah, dan bulu
rontok, terutama pada kulit bagian muka, leher, dan punggung.
Penularannya melalui kontak langsung.

1.2 Bentuk-bentuk infektif parasite

 Zoonosis dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara, yaitu kontak
langsung dengan hewan pengidap zoonosis dan kontak tidak langsung melalui vektor atau
mengonsumsi pangan yang berasal dari ternak sakit, atau melalui aerosol di udara ketika
seseorang berada pada lingkungan yang tercemar (Suhar- sono 2002; Nicholas dan Smith
2003). Penyakit yang diderita ternak selama pemeliharaan dapat menular ke manusia melalui
konsumsi bahan pangan asal ternak tersebut.
 Berdasarkan cara penularannya, zoonosis digolongkan menjadi empat jenis, yaitu zoonosis
langsung, siklozoonosis, metazoonosis, dan saprozoonosis. Zoonosis langsung seperti
rabies dan leptospirosis ditularkan oleh satu inang vertebrata ke inang vertebrata lain
melalui kontak langsung ataupun vektor mekanis. Penularan siklozoonosis membutuhkan
lebih dari satu inang vertebrata untuk menyempurnakan siklus hidup agen penyakit
(Soejoedono 2005). Zoonosis parasitik sebagian besar termasuk dalam siklozoonosis, seperti
penularan taeniasis yang membutuhkan manusia sebagai salah satu inangnya.
 Infeksi zoonosis yang disebabkan arbovirus termasuk dalam jenis metazoonosis karena
membutuhkan inang vertebrata maupun invertebrata. Tripanosomiasis yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk juga termasuk dalam metazoonosis. Berbeda dengan jenis lainnya,
saprozoonosis membutuhkan benda mati seperti tanah, tumbuhan, dan sampah organik
sebagai tempat perkembangan sebelum mampu menginfeksi inangnya. Beberapa contoh
saprozoonosis adalah histoplasmosis dan blastomikosis (Soejoedono 2005).

1.3 Siklus hidup parasit

1.4 Pencegahan penularan

 Salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis adalah dengan meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit zoonosis
strategis melalui sosialisasi.

Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia meliputi:


 Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi hewan yang positif
secara serologis dan melalui vaksinasi.
 Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peternak.
 Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau rumah potong
hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil tindakan terhadap ternak maupun
pekerja yang tertular penyakit.
 Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dengan menerapkan sistem karantina yang ketat,
terutama dari negara tertular.
 Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang, dan gelatin yang
berasal dari sapi dari negara yang belum bebas penyakit menular.
 Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan.
 Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kaca mata pelindung,
sepatu boot yang dapat didesinfeksi, dan penutup kepala bila mengurus hewan yang sakit.
 Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan setelah memegang
daging mentah, menangani karkas atau mengurus ternak.
 Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut serta menghindari
mengonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang masak.
 Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau serangga.
 Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat menyingkirkan bak
pasir yang tidak terpakai.
 Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas ternak.
 Jika tergigit anjing atau kucing, segera mencuci luka bekas gigitan dengan sabun di bawah
kucuran air mengalir selama 1015 menit agar dinding virus yang terbuat dari lemak rusak
oleh sabun.
 Segera ke dokter atau ke rumah sakit untuk mendapat vaksinasi.

1.5 Penanganan (pada hewan yang terinfeksi)


LI 2. Memahami dan menjelaskan antraks (Bacillus anthracis)

LO 2.1 Definisi

 Antraks adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh spora yang dibentuk oleh bakteri
Bacillus anthracis, yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas, termasuk manusia.
Penyakit antraks pada manusia terjadi setelah paparan ke jaringan pada tubuh dari hewan
terinfeksi.
 Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dan
termasuk salah satu penyakit zoonosis. Penyakit antraks kebanyakan menyerang mamalia dan
beberapa spesies burung, terutama herbivora. Hewan ternak yang sering terkontaminasi yaitu
sapi, kerbau, kambing, domba dan babi.
 Penyakit antraks dapat menginfeksi dari hewan ke manusia melalui kontak dengan lesi,
ingesti/makan daging hewan terkontaminasi dan inhalasi dari spora B. anthraci

2.2 Morfologi

 Antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yaitu bakteri berbentuk batang, dengan
ujung berbentuk persegi dan sudutsudut yang tampak jelas, tersusun berderet sehingga
tampak seperti ruas-ruas bambu. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang mempunyai
ukuran 1-1,2 um X 3-5 um serta dapat membentuk spora, non motil dan kapsul.
 Kapsul dan toksin merupakan dua faktor virulen penting yang dimiliki oleh bakteri Bacillus
anthracis. Toksin bakteri akan merusak sel tubuh jika telah berada di dalamnya. Toksin ini
terdiri dari: Protective antigen (PA)/Antigen pelindung; Edema factor (EF)/Faktor edema dan
Lethal factor (LF)/Faktor letal. Kapsul akan menyebabkan gangguan pada proses fagositosis
sedangkan exotoksin komplex berhubungan dengan gejala yang ditimbulkan. Protective
Antigen akan mengikat receptor yang selanjutnya diikuti masuknya Lethal Factor dan Edema
Factor ke dalam sel. Sinergi antara PA dengan EF akan menyebabkan edema sedangkan sinergi
antara PA dengan LF akan menyebabkan kematian.

2.3 Siklus hidup

 Siklus hidup anthrax terdiri atas dua fase, yaitu fase vegetatif dan fase spora.
 Fase Vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora
antraks memasuki tubuh inang(manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan
lingkunganyang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentukvegetatif, kemudian
memasuki fase berkembang biak. Sebeluminangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif
bakteri antraksmemenuhi darah. Bentuk vegetatif biasa keluar dari dalamtubuh melalui
pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya. Ketika inangnya mati dan
oksigen tidaktersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur(dorman/tidak
aktif). Jika kemudian dalam fase tertidur itu berkontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri
antraksmembentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Bentukvegetatif juga dapat terbawa
oleh nyamuk atau serangga pengisap darah yang menggigit korban yang berada pada
faseakhir. Bisa juga terbawa serangga yang memakan bangkaikorban. Serangga ini kemudian
dapat menularkan bakteri itu keinang lainnya, hingga menyebabkan antraks kulit.
 Fase Spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer.Selama fase ini bakteri dalam
keadaan tidak aktif (dorman),menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi
bentukvegetatif dan memasuki inangnya. Hal ini dapat terjadi karenadaya tahan spora antraks
yang tinggi untuk melewati kondisi takramah--termasuk panas, radiasi ultraviolet dan ionisasi,
tekanantinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia. Hal itu terjadiketika spora menempel
pada kulit inang yang terluka, termakan,atau--karena ukurannya yang sangat kecil--terhirup.
Begituspora antraks memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.

2.4 Faktor patogenitas

 Infeksi dimulai dengan masuknya endospora ke dalam tubuh. Endospora dapat masuk melalui
abrasi kulit, tertelan atau terhirup udara pernapasan. Pada antraks kulit dan saluran cerna,
sebagian kecil spora berubah menjadi bentuk vegetatif di jaringan subkutan dan mukosa usus.
Bentuk vegetatif selanjutnya membelah, mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya
edema dan nekrosis setempat.
 Endospora yang di fagositosis makrofag, akan berubah jadi bentuk vegetatif dan dibawa ke
kelenjar getah bening regional tempat kuman akan membelah, memproduksi toksin, dan
menimbulkan limfadenitis hemorhagik, seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:

 Kuman selanjutnya menyebar secara hematogen dan limfogen dan menyebabkan septikemia
dan toksemia. Dalam darah, kuman dapat mencapai sepuluh sampai seratus juta per
millimeter darah. Sebagian kecil bisa mencapai selaput otak menyebabkan meningitis. Pada
antraks pulmonal, terjadi edema paru akibat terhalangnya aliran limfe pulmonal karena
terjadinya limfadenitis hemorhagik peribronkhial. Kematian biasanya akibat septikemia,
toksemia, dan komplikasi paru dan umumnya terjadi dalam kurun waktu satu sampai sepuluh
hari pasca paparan. Reaksi peradangan hebat terjadi terutama akibat toksin letal. Toksin letal
kuman menyebabkan pelepasan oksigen antara reaktif (reactive oxygen intermediates) dan
pelepasan tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin1 (Jawetz,2010).

2.5 Cara penularan

 Pada hewan, penularan terjadi dengan menelan, menghirup spora atau masuk melalui lesi
kulit. Herbivora biasanya terinfeksi saat menelan cukup banyak spora di tanah atau pada
tanaman di padang rumput. Wabah anthrax sering dikaitkan dengan hujan deras, banjir atau
kekeringan. Hewan karnivora biasanya terinfeksi setelah memakan daging yang
terkontaminasi. Burung pemakan bangkai dan lalat dapat menyebarkan antraks secara
mekanis. Spora antraks dapat bertahan selama puluhan tahun di tanah atau produk hewani
seperti kulit kering atau olahan dan wol. Spora juga bisa bertahaning selama dua tahun dalam
air, 10 tahun dalam susu dan sampai 71 tahun pada benang sutera.
 Gejala klinis antraks pada hewan diawali dengan suhu tubuh tinggi sekitar 41-42 °C,
kehilangan nafsu makan yang mengarah kepada terhentinya produksi susu pada sapi perah,
edema di sekitar leher, hidung, kepala dan scrotum, selain itu hewan terlihat sempoyongan,
gemetar dan kemudian mati. Hewan yang lemah biasanya mati dalam waktu 1 - 3 hari. Pada
babi dan kuda umumnya lebih tahan, gejala penyakit berjalan secara kronis dan menyebabkan
pembengkakan pada daerah tenggorokan.
 Penyakit antraks pada manusia berkembang setelah jaringan tubuh terpapar spora B.
anthracis dari hewan yang terinfeksi. Di sebagian besar negara, antraks manusia jarang terjadi
dan tersebar sporadis, terutama pada kalangan dokter hewan, pekerja peternakan, pertanian
dan pekerja yang mengolah produk kulit, rambut, wol dan tulang. Manusia dapat terinfeksi
melalui salah satu dari ketiga kemungkinan yaitu melalui kulit, melalui inhalasi atau melalui
ingesti.
 Manifestasi klinis pada manusia tergantung dari jalan masuknya endospora Bacillus anthracis
ke dalam tubuh host. Antraks kutaneus merupakan manifestasi klinis terbanyak pada
manusia, dinyatakan sekitar 95% dari kejadian antraks dan jarang berakibat fatal jika diobati
antibiotik. Bentuk gastrointestinal kurang umum namun lebih serius, dan bisa terjadi pada
wabah daging yang terkontaminasi. Antraks inhalasi adalah bentuk yang paling serius, dan
memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi bahkan saat diobati.

2.6 Cara pencegahan

 Pencegahan yaitu dengan menghindari mengonsumsi daging ternak yang kurang matang dan
pada peternak untuk melakukan pengecekan berkala kepada hewan ternak. Obati hewan
yang terkontaminasi menggunakan penisilin, tetrasiklin, dan preparat sulfa. Apabila pengaruh
obat sudah hilang, lakukan vaksinasi sebab pengobatan dapat mematikan endospora yang
terkandung dalam vaksin. Selain itu untuk memutus rantai penularan, bangkai ternak
tersangka anthrax dan semua material yang diduga tercemar misalnya karena pernah
bersinggungan dengan hewan penderita harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
dikubur dalam-dalam serta bagian atas dari lubang kubur dilapisi batu kapur secukupnya. Area
penguburan hendaknya diberi tanda supaya semua pengembalaan hewan di area sekitar
menjauhi lokasi penguburan.

LI 3. Memahami dan menjelaskan konsep One Health

LO 3.1 Definisi

 Menurut (Barrett and Osofsky. 2013) bahwa one health merupakan upaya kolaboratif dari
berbagai disiplin yang bekerja di tingkat lokal, nasional, dan global untuk mencapai kesehatan
yang optimal untuk manusia, hewan, dan lingkungan kita. Sedangkan menurut (American
Veterinary Medical Association. 2008) one health merupakan upaya integratif dari berbagai
disiplin yang bekerja di tingkat lokal, nasional, dan global untuk mencapai kesehatan optimal
untuk manusia, hewan, dan lingkungan.

3.2 Tujuan

 Tujuan dari one health yaitu untuk mengurangi risiko dampak tinggi penyakit pada antarmuka
ekosistem hewan-manusia. Ini adalah sebuah pendekatan untuk menghadapi tantangan yang
kompleks pada titik pertemuan antara hewan, manusia, dan kesehatan lingkungan termasuk
penyakit darurat pandemi, krisis pangan global, dan perubahan iklim; koordinasi yang terpadu
dan diperluas bekerja pada berbagai sektor dan secara profesional untuk meningkatkan
jangka panjang pada kesehatan dan kesejahteraan. Pendekatan satu kesehatan membawa
pada kesempatan untuk berinovasi dan mengumpulkan pengalaman dari fakultas dan
lembaga lainnya. Kesadaran dalam akademik yang berasal dari kolaborasi multidisiplin sangat
penting untuk mengenali dan menanggapi diversifikasi risiko kesehatan (SEAOHUN, 2014).

3.3 Ruang lingkup

 Beberapa penulis menganggap bahwa pernyataan “One Medicine” “One World, One Health ,
One Medicine” memiliki arti yang sama. Namun hal tersebut masih perlu dipertimbangkan.
Ada beberapa hal yang memiliki tujuan serupa dengan teori One Health dan dapat dikata g
lingkup One Health sendiri, yaitu One medicine Health dengan bekerja bersama dokter, ahli
lingkungan, dan dokter hewan asyarakat. Kami melaksanakan hal tersebut dengan
mempelajari bagaimana penyakit menyebar dapat digambarkan oleh Gibbs dengan sebuah
payung, dimana pada payung ini terdapat cakupan yang sangat luas dan dibawahnya berisikan
berbagai disiplin ilmu yang dapat berkontribusi dalam teori One Health
Umbrella”,dikembangkan oleh “One Health Medicine”, “One memiliki arti yang sama. Namun
hal tersebut masih perlu dipertimbangkan. Ada beberapa hal yang dan dapat dikatakan juga
One medicine, 11 Comparative medicine, Translational medicine, Zoobiquity, Evolutionary
medicine.
 Berikut adalah beberapa ruang lingkup dalam menangani one health dan sesuai dalam
gambaran Gibbs(SEAOHUN. 2014) :
1. Dokter hewan : Untuk isu kesehatan hewan dan keamanan pangan,
epidemiologi penyakit pada hewan
2. Dokter : Untuk isu kesehatan manusia, epidemiologi penyakit pada manusia
3. Perawat : Untuk isu kesehatan manusia/komunitas
4. Ahli kesehatan masyarakat : Untuk isu kesehatan komunitas, strategi
pencegahan penyakit, epidemiologi, pengetahuan tentang penyakit menular
5. Ahli epidemiologi : Epidemiologi, pengontrolan penyakit, surveilans, desain
kuesioner
6. Ilmuwan kemargasatwaan : Ekologi kemargasatwaan, zoology
7. Pengobat tradisional : isu kesehatan komunitas, memahami metode
pengobatan tradisional
8. Pemimpin/politisi local : Penting untuk aksi dan dukungan dalam komunitas
local
9. Ahli kesehatan lingkungan : menilai kontaminasi lingkungan, sumber
penyakit, perubahan factor-faktor lingkungan
10. Ahli ekologi : hubungan antar organism dan komponen yang
berhubungan di lingkungan
11. Ahli ekonomi : Menilai dampak financial dari penyakit dan biaya dari
rekomendasi pengontrolan atau pemberantasan ; uang dan jumlah sering
menjadi sesuatu yang penting bagi politisi
12. Ahli komunikasi : komunikasi resiko, interaksi dengan media,
keterlibatan dengan komunitas
13. Pekerja layanan darurat : untuk kejadian luar biasa atau bencana akut
14. Teknisi laboratorium : untuk konfirmasi organism yang menyebabkan
penyakit
15. Ahli farmasi : untuk pengobatan penyakit
16. Ahli logistic : logistic dalam merespon kejadian luar biasa
17. Hubungan masyarakat/pemasaran : untuk interaksi media dan public
18. Spesialis bidang teknologi informasi : untuk teknologi informasi,
analisis data, penyimpanan data dan penyebaran data
19. Ilmuwan social : untuk dinamika budaya dan kelompok yang
mempengaruhi risiko, penularan atau pencegahan.

3.4 Kaitan One Health dengan zoonosis

 Diagnosis, Surveilans, Epidemiologi, Pengendalian, Pencegahan, dan Penghapusan Penyakit


Zoonosis :
 Sebagian besar praktisi veteriner swasta berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat
selama latihan rutin. Baik praktisi hewan besar maupun kecil menjadi ahli diagnosa yang
terampil untuk penyakit hewan akut dan kronis yang dapat mempengaruhi pemilik dan
keluarga mereka dan masyarakat sekitar. Contoh spesifik dari kegiatan kesehatan masyarakat
meliputi melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, mempertahankan rejimen imunisasi,
menerapkan program pengendalian parasit, memberikan saran mengenai risiko kontak
hewan untuk orang dengan kekebalan tubuh yang immunocompromised, yang memfasilitasi
penggunaan anjing pemandu dan layanan untuk penyandang cacat, dan mempromosikan
manfaat dari ikatan manusia-hewan untuk orang cacat dan lansia, serta veteran perang dan
lainnya yang menderita gangguan stres pasca-trauma. Masyarakat paling baik dilayani saat
dokter hewan mendekati masalah kesehatan kolektif dengan perspektif "kesehatan
kawanan", menerapkan prinsip epidemiologis yang relevan. Selain layanan langsung ini,
praktisi veteriner melaporkan kejadian dan tren penyakit ke badan kesehatan dan peraturan
negara bagian, berkolaborasi dengan rekan medis manusia mengenai penyakit zoonosis, dan
memberi saran kepada dewan kesehatan setempat dan komisi. Hubungan ini tidak akan ada
jika tidak untuk hubungan yang tak terpisahkan antara kesehatan hewan dan manusia.
 Selain mengelola penyakit zoonosis langsung pada hewan, dokter hewan juga mendiagnosis,
menyelidiki, dan mengendalikan zoonosis tidak langsung dan penyakit menular non-zoonosis
yang mempengaruhi kesehatan manusia. Contohnya termasuk penyakit West Nile dan
coccidioidomycosis di antara hewan peliharaan, dan leukosis sapi, penyakit kaki dan mulut,
unggas, dan banyak penyakit lain yang mempengaruhi suplai makanan, ekonomi nasional, dan
penghidupan petani negara.
 Banyak faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya kerentanan ternak terhadap
penyakit menular. Ini termasuk peningkatan intensitas dan konsentrasi pertanian produksi,
konvergensi genetik dari banyak spesies penghasil makanan, aksesibilitas ternak terhadap
kontak eksternal (walaupun dilakukan langkah-langkah biosekuriti yang ketat), skala dan
frekuensi transportasi hewan (domestik dan internasional), peningkatan ukuran pakan ternak,
kekurangan kekebalan terhadap penyakit hewan asing, sifat perbatasan nasional yang relatif
keropos, dan kekurangan yang signifikan dari diagnostik penyakit hewan asing yang terlatih
dan ahli epidemiologi. Meskipun banyak penyakit signifikan yang ditularkan oleh hewan
penghasil makanan (misalnya, brucellosis, tuberkulosis, coxiellosis / Q fever, dll) telah
diberantas atau dikendalikan di Amerika Utara dan Eropa dengan pasteurisasi dan
pemeriksaan saat pembantaian, masih banyak yang lain terlihat di mana-mana (misalnya,
listeriosis, salmonellosis, staphylococcosis, dll) dan menyebabkan sebagian besar beban
nasional morbiditas dan mortalitas bawaan makanan. Setiap tahun di Amerika Serikat,
dilaporkan ada sekitar 20.000 penyakit bawaan makanan, 4.200 rawat inap, dan 80 kematian,
yang sebagian besar disebabkan oleh patogen hewani.
LI 4. Memahami dan menjelaskan syarat sah hewan kurban

LO 4.1 Sudut pandang medis

Untuk mengetahui hewan sehat atau sakit adalah dengan mediagnosa (klik: cara diagnosa)
hewan bagi dokter atau paramedik, sedang untuk orang awam dapat dilakukan melalui berbagai
cara diantaranya dengan bertanya, melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan membau. Berikut
ini berbagai cara (tips) yang bisa digunakan bagi masrakat umum /awam untuk mengetahui
(memeriksa /memilih) bagaimana status kesehatan hewan:

1. Memeriksa Dengan Melihat Sejarah Hewan (anamnesa).


Tanyakan pada pemilik /penjual: Berapa umurnya, dari jenis sapi, domba atau kambing apa,
bagaimana nafsu makannya, apakah sehat, apakah pernah sakit, asalnya dari mana, datangnya
kapan dll.
Keterangan yang meragukan adalah indikasi ketidak beresan.

2. Memeriksa Dengan Melihat (inspeksi):


a. Kondisi badan.
Apakah hewan gemuk, sedang atau kurus?
Hewan yang badannya proporsional adalah terbaik, hewan yang terlalu gemuk kalaupun tidak
sakit karena infeksi barangkali dagingnya terlalu banyak lemaknya atau ada kemungkinan
diberi perlakuan tertentu (feed aditif atau hormon tertentu) sehingga perlu dihindari. Hewan
yang diberi hormon atau feed additif perlu perlakuan tertentu untuk penyembelihannya.

b. Sikap berdiri dan cara berjalan.


Bagaimana sikap berdiri hewan? Kaki kakinya mampu bertumpu dengan baik? Jalan tidak
pincang? Hewan sehat sikap berdiri dan berjalannya normal. Hewan yang menyendiri, tidak
mampu berdiri, lemah atau sebentar sebentar duduk, sebagian atau salah satu kakinya diangkat
atau diangkat-angkat, pincang adalah indikasi hewan sakit.

c. Reflek terhadap rangsang luar.


Apakah hewan lagi makan? Dekati dan beri makan apakah hewan mau makan? Apakah
telingan bisa bergerak gerak (reflek) apakah ekornya bisa bergerak gerak (reflek) mengusir
lalat atau serangga lain, apakah masih bisa terkejut (reflek)? Adanya reflek yang baik terhadap
rangsangan luar (pemberian makan dll) adalah petunjuk bahwa hewan dalam keadaan sehat.
Hewan yang tidak peka terhadap rangsang adalah indikasi hewan sakit.

d. Kulit dan bulu.


Perhatikan kulit dan bulu dari kepala, leher, badan, kaki sampai ekor apakah kulit keriput,
kering? Apakah ada luka, bisul, borok, abses, keropeng, atau ada penyakit kulit tertentu? Bulu
bersih, kusam atau halus mengkilat? Bulu bersih, halus dan mengkilat adalah indikasi hewan
sehat. Bila hewan terdapat luka, abses, bisul atau penyakit kulit tentu akan membuat
penampilannya tidak menarik, selain itu ada penyakit menular tertentu (athrax tipe kulit) yang
ditandai dengan adanya keropeng dan penyakit kulit menular yang lain yang bisa
membahayakan manusia.
e. Moncong (permukaan luar mulut – hidung)
Moncong atau cermin hidung harus basah, namun tidak mengeluarkan nanah atau leleran dari
rongga hidung (ingus , pilek), tidak ada luka, radang atau keropeng. Keadaan ini berarti hewan
sehat. Bila cermin hidung kering ada indikasi hewan tidak mau makan atau minum, keluar
ingus atau nanah dari hidung ada indikasi pernafasan terganggu sehingga dapat diduga hewan
sakit. Banyak penyakit infeksi yang ditandai dengan adanya luka radang atau keropeng di
bagian moncong atau rongga mulut.

f. Mata.
Tidak ada tahi mata (bersih), tidak ada parasit (cacing) dalam kelopak mata, warna selaput
lender mata pada sapi yang normal adalah pink adalah tanda bahwa hewan sehat. Mata terlalu
merah bisa terjadi sakit pada matanya itu sendiri atau hewan batuk batuk dalam waktu yang
panjang karena infeksi pernafasan. Mata juga dapat terinfestasi parasite tertentu (cacing).
Warna selaput lendir mata yang pucat adalah gejala anemia.

g. Telinga.
Pastikan telinganya bersih tidak ada leleran maupun pasit luar (ektoparasit) yang mengganggu
hewan.

h. anus.
Pastikan anus dan sekitarnya tidak ada kotoran (tahi, mencret, diare) yang menempel. Hewan
yang sehat feses /tahinya (kotorannya) tidak mengotori anus dan sikitarnya.

i. Feses /tahi atau kotoran


Feses berbentuk agak padat (bisa agak encer tergantung pakan dan hewannya), tidak encer
tidak berdarah menunjukkan hewan sehat. Kenali feses yang normal, feses yang tidak normal
adalah petunjuk bahwa hewan sakit.

j. Urine /air kencing.


Air kencing jernih (bisa agak kuning tergantung pakan atau sedang dalam pengobatan), tidak
berbusa adalah normal.

3. Meraba (Palpasi)
Raba apakah kelenjar kelenjar lymfe (lgl) di daerah leher dan bagian bagian lain yang terdapat
kelenjarnya mengalami kebengkaan. Apakah kesakitan bila diraba, apakah suhu /panas
tubuhnya terasa naik (lebih panas dari biasanya), bila ada lakukan dengan thermometer (suhu
sapi normal 37,5 – 39 derajad C, kabing 38 – 39,9 derajad C, domba 38 – 39 derajad C) Adanya
kebengkaan dan suhu tubuh yang melebihi panas dari normal adalah indikasi bahwa hewan
sedang sakit.

4. Memeriksa Dengan Membau (mencium).


Bau kotoran hewan yang sakit berbeda dengan hewan sehat, apalagi hewan yang sedang
terkena penyakit yang diiringi gejala diare berdarah.

Apabila dari hasil pemeriksaan menunjukkan semua organ normal maka didapat kesimpulan
awal bahwa hewan tersebut sehat. Pemeriksaan hendaknya dilakukan dengan urutan yang
benar agar membuat hewan tenang, hewan yang yang terganggu atau stress akibat dari
pemeriksaan akan mengganggu hasil pemeriksaan itu sendiri.
4.2 Sudut pandang Islam

Menurut Ustadz Ammi Nur Baits, 2014. Kriteria syahnya hewan kurban adalah:
1. Hewan dimiliki dengan cara kepemilikan yang halal. Sehingga tidak sah berkurban dengan
binatang hasil merampas, hewan curian, atau dimiliki dengan akad yang haram, atau dibeli
dengan uang yang murni haram, seperti riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tidak menerima kecuali yang baik…” (HR. Muslim)

2. dari jenis hewan yang sesuai dengan ketentuan syariat. Hewan yang boleh untuk kurban
adalah dari jenis bahimatul an’am, yang meliputi: unta, sapi, kambing, dan domba.

Allah berfirman: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka…(QS. Al Haj: 34)

3. Hewan kurban memiliki usia minimal yang telah ditetapkan. Usia minimal hewan kurban
agar bisa digunakan untuk berkurban adalah sebagai berikut: Domba minimal berumur 6 bulan,
masuk bulan ketujuh; Kambing genap 1 tahun, masuk tahun kedua; Sapi genap 2 tahun, masuk
tahun ketiga; Unta genap 5 tahun, masuk tahun keenam

Menurut hadis dari Mujasyi’ bin mas’ud radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya domba usia 6 bulan nilainya sama dengan kambing usia 1
tahun.” (HR. Abu daud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan dishahihkan Al-Albani).

4. Bersih dari cacat yang menyebabkan tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Ada empat
cacat hewan yang menyebabkan tidak sah untuk dijadikan hewan kurban: buta sebelah matanya
dan jelas butanya, sakit dan jelas sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus
sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.

Dari Al Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda sambil berisyarat dengan tangannya demikian (empat jari terbuka): “Ada empat cacat
yang tidak boleh dalam hewan Kurban: buta sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas
sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum
tulang.” Al Barra’ mengatakan, “Apapun ciri binatang yang tidak kamu sukai maka
tinggalkanlah dan jangan haramkan untuk orang lain. (HR. An-Nasa’i, Abu Daud dan
dishahihkan Al-Albani)

5. Jika pengadaan hewan kurban dari hasil urunan, maka peserta urunan tidak boleh melebihi
batas maksimal. Untuk sapi maksimal 7 orang, dan Unta maksimal 10 orang. Sedangkan untuk
kambing, tidak boleh ada urunan.

Anda mungkin juga menyukai