Kelompok A- 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
Jl. Letjen. Suprapto, RT. 10 / RW. 5, Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, 10510
Telp. +62 21 4206675 Fax. +62 21 4243171
Daftar Isi
Daftar Isi…………………..………………………………………………………………………2
Skenario 1………………..………………………………………………………………………..3
Kata Sulit………………..……………………………………………………………………….4
Pertanyaan......…………………………………………………………………………………... 5
Jawaban…..….…………………………………………………………………….........……..
Hipotesis………………..…………………………………………………...…………………...8
Sasaran Belajar…………………….……………………...……………………………………..9
1. Memahami dan Menjelaskan Demam.............................…………...………………..……….10
1.1.Definisi Demam……………………………...…………………………………………....... 10
1.2 Jenis Demam……………………………………………………………………………....... 10
1.3 Etiologi Demam...................................................................................................…………... 11
1.4 Mekanisme Kenaikan Suhu.........................……………………………………….….......... 11
1.5 Tatalaksana Demam.......……………...……………………………………………….…..... 13
1.6 Pencegahan Demam.................................................................................................…..…..... 15
1.7 Dampak Demam Terhadap Tubuh...............................................................................…..…. 15
2. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Laboratorium Untuk Demam............................... 15
2.1 Pemeriksaan Darah Lengkap......................................................................................…........ 15
3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Keringanan Berwudhu................. 15
Daftar Pustaka………………………………………………………………………
SKENARIO 1
DEMAM
Seorang anak laki-laki, 12 tahun, dibawa ibunya ke Puskesmas dengan keluhan 1 hari
demam. Demam sepanjang hari dan nafsu makan menurun. Buang air kecil dan besar tidak ada
keluhan. Pemeriksaan fisik diperoleh hasil nadi 96 kali per menit, suhu 39℃, frekuensi
pernapasan 20 kali per menit, thorak dan abdomen tidak ada kelainan, serta tidak terdapat tanda-
tanda perdarahan pada kulit. Dokter memberikan obat penurun panas dan menyarankan bila
demam tidak sembuh dalam 3 hari, pasien diminta datang kembali untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Ibu pasien bertanya ke dokter, apakah pasien boleh berwudlu karena sedang panas
tinggi.
KATA SULIT
1. Demam : Peningkatan temperatur tubuh di atas normal, setiap penyakit
yang ditandai oleh peningkatan suhu tubuh di atas 37,2℃.
3. Perdarahan pada kulit : Perdarahan yang terjadi di bawah kulit diakibatkan pecahnya
pembuluh darah sehingga muncul petechiae.
5. Hasil nadi 96 kali per menit : Frekuensi nadi dalam batas normal tinggi (sudah mendekati
takikardi).
6. Thoraks : Bagian tubuh antara leher dan diafragma yang dibungkus oleh
iga.
7. Abdomen : Bagian tubuh yang terletak di antara thoraks dan pelvis, dan di
dalamnya terdapat rongga abdomen dan visera.
PERTANYAAN
Demam bisa disebabkan oleh faktor dari pirogen eksogenik seperti patogen, bakteri,
virus, infeksi, alergi, dehidrasi, keganasan, dan kelelahan.
2. Kemungkinan penyakit yang diderita pasien jika demam tidak turun dalam 3 hari antara
lain :
Malaria
Demam Berdarah (DBD)
Tifoid
Alergi
Dehidrasi
3. Demam dapat mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Kemungkinan ada radang ataupun
gangguan pencernaan yang menyebabkan nafsu makan pasien menurun.
5. Pasien boleh berwudhu saat demam namun dengan air hangat. Jika demam terlalu tinggi,
dianjurkan tayammum karena dalam Islam sudah terdapat keringanan.
6. Jenis obat penurun panas yang dapat diberikan dokter antara lain :
Paracetamol
Ibuprofen
Sanmol
Asam salisilat
Metampiron
7. Gejala lanjutan yang dapat timbul setelah demam tidak turun-turun adalah kejang,
dehidrasi, perdarahan, mimisan, sakit kepala, dan menggigil.
8. Penanganan pertama yang dapat dilakukan bila terjadi demam selain memberi obat
penurun panas adalah :
Kompres dengan air hangat
Diberi banyak air putih dan minuman hangat
Diberi pakaian tebal
Tidur yang cukup
Pemeriksaan suhu tubuh secara berkala
9. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan jika demam tidak turun dalam 3 hari
adalah pemeriksaan darah lengkap yang terdiri dari :
Pemeriksaan trombosit
Pemeriksaan hemoglobin
Pemeriksaan eritrosit
Pemeriksaan leukosit
Laju Endap Darah (LED)
Titer tifoid menggunakan widal
11. Pencegahan yang dapat dilakukan supaya tidak terjadi demam antara lain :
1) Menghindari infeksi
2) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara :
Istirahat yang cukup
Melakukan aktivitas fisik
Mengonsumsi makanan yang sehat
Minum air putih yang cukup
HIPOTESIS
Demam terjadi akibat adanya patogen (bakteri, virus, dan lain-lain). Apabila tidak
ditangani bisa terjadi kejang, dehidrasi, perdarahan, munculnya petechiae, mimisan, sakit kepala,
dan menggigil. Demam bisa ditangani dengan diberikan kompres hangat, diberi banyak air putih
dan minuman hangat, tidur yang cukup, serta dapat diberikan obat penurun panas. Apabila panas
tetap tidak turun dalam 3 hari, bawalah ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium. Pada pasien demam dibolehkan berwudhu dengan air hangat.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Demam
1.1 Definisi Demam
1.2 Jenis Demam
1.3 Etiologi Demam
1.4 Mekanisme Kenaikan Suhu
1.5 Tatalaksana Demam
1.6 Pencegahan Demam
1.7 Dampak Demam Terhadap Tubuh
2. Demam remiten, karakteristik demam remiten ditandai dengan demam naik turun lebih
dari 1º C tetapi tidak mencapai suhu normal. Salah satu penyebab demam remiten
adalah infeksi endokarditis, demam jantung rematik, tifoid fase awal dan berbagai
penyakit virus.
3. Demam intermiten atau siklik, karakteristik demam ini ditandai dengan naik turunnya
suhu tubuh dari demam menjadi suhu normal kemudian menjadi demam kembali
dalam periode waktu tertentu. Penyebab demam intermiten adalah malaria,
Plasmodium falciparum atau Plasmodium knowlesi dapat menyebabkan demam
dengan periode 24 jam, Plasmodium vivax atau Plasmodium ovale dapat menyebabkan
demam dengan periode 48 jam sekali, Plasmodium malariae dapat menyebabkan
demam dengan periode 72 jam sekali.
4. Demam bifasiq, demam ini dikarakteristikan dengan demam yang tinggi kemudian
hilang dan akan kembali meningkat. Penyebab demam bifasiq antara lain virus demam
berdarah, dan leptospirosis.
5. Demam septik atau hektik, terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
6. Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yaitu demam
yang timbul kembali dengan interval irregular suatu penyakit. Biasanya disebabkan
oleh spesies Borrelia (dr. Herlina, 2019).
7. Demam intermiten hepatik (demam Charcot), dengan episode dema yang sporadis,
terdapat penurunan temperatur yang jelas dan kekambuhan demam. Hal ini adalah
pola yang sering te rjadi dan dapat dipercayai pada kolangitis, biasanya terkait dengan
kolelitiasis, ikterik, leukositosis, dan adanya tanda-tanda toksik.
8. Demam Pel-Ebstein, ditandai oleh periode demam setiap minggu atau lebih lama dan
periode afebril yang sama durasinya disertai dengan berulangnya siklus. Keadaan ini
terjadi pada penyakit Hodgkin, bruselosis dari tipe Brucella melitensis.
9. Factitious fever atau self induced fever, mungkin merupakan manipulasi yang
disengaja untuk memberi kesan adanya demam (IDAI, 2008).
Coccidioidomycosis
Demam berdarah (kurang umum)
Gangguan diare
Hantavirus
Histoplasmosis
Penyakit legiuner
Malaria
Infeksi Rickettsial (mis. Tifus kutu Afrika,
demam berbintik Mediterania)
Berpergian ke daerah Bakteri yang resistan terhadap beberapa obat
endermis Wabah
Tularemia
Demam tifoid
Hepatitis virus
Infeksi virus Zika, chikungunya, Ebola,
rabies, campak, dan demam kuning
Kutu: Rickettsiosis, ehrlichiosis,
anaplasmosis, penyakit Lyme, babesiosis,
tularemia
Nyamuk: Arboviral encephalitis
Hewan liar: Tularemia, rabies, infeksi
hantavirus
Paparan vektor (di AS) Kutu: Wabah
Hewan peliharaan: Brucellosis, penyakit
gores kucing, demam Q, toksoplasmosis
Burung: Psittacosis
Reptil: infeksi Salmonella
Kelelawar: Rabies, histoplasmosis
Virus: Virus Varicella-zoster atau infeksi
Immunocompromise
sitomegalovirus
Bakteri: Infeksi akibat organisme yang
dienkapsulasi (mis., Pneumokokus,
meningokokus), Staphylococcus aureus,
bakteri gram negatif (mis., Pseudomonas
aeruginosa), Nocardia sp, atau Mycobacteria
sp
Jamur: Infeksi karena Candida, Aspergillus,
Histoplasma, atau Coccidioides sp;
mikrosporidia, Pneumocystis jirovecii; atau
jamur yang menyebabkan mucormycosis
Parasit: Infeksi akibat Toxoplasma gondii,
Strongyloides stercoralis, Cryptosporidium
sp, atau Cystoisospora (sebelumnya Isospora
belli)
Amfetamin
Kokain
Methylenedioxymethamphetamine (MDMA,
Obat-obatan yang dapat atau Ekstasi)
meningkatkan produksi Antipsikotik
panas Anestesi
Antibiotik beta-laktam
Obat belerang
Fenitoin
Carbamazepine
Obat yang bisa memicu
Procainamide
demam
Quinidine
Amfoterisin B
Interferon
Pengendalian vektor
Global vector control response (GVCR) 2017–2030 yang disetujui oleh Majelis
Kesehatan Dunia (2017) memberikan panduan strategis bagi negara-negara dan mitra
pembangunan untuk penguatan mendesak pengendalian vektor sebagai pendekatan
mendasar untuk mencegah penyakit dan menanggapi wabah. Untuk mencapai hal ini
diperlukan penyelarasan program pengendalian vektor, didukung oleh peningkatan kapasitas
teknis, peningkatan infrastruktur, penguatan sistem pengawasan dan pengawasan, dan
mobilisasi masyarakat yang lebih besar. Pada akhirnya, ini akan mendukung implementasi
pendekatan komprehensif untuk pengendalian vektor yang akan memungkinkan pencapaian
tujuan nasional dan global spesifik penyakit dan berkontribusi pada pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan dan Cakupan Kesehatan Universal.
Sekretariat WHO menyediakan panduan strategis, normatif dan teknis untuk negara-
negara dan mitra pembangunan untuk memperkuat pengendalian vektor sebagai pendekatan
mendasar berdasarkan GVCR untuk mencegah penyakit dan menanggapi wabah. Secara
khusus WHO menanggapi penyakit yang ditularkan melalui vektor dengan:
memberikan panduan berbasis bukti untuk mengendalikan vektor dan melindungi
orang dari infeksi
memberikan dukungan teknis kepada negara-negara sehingga mereka dapat secara
efektif mengelola kasus dan wabah
mendukung negara-negara untuk meningkatkan sistem pelaporan mereka dan
menangkap beban sebenarnya dari penyakit
memberikan pelatihan (peningkatan kapasitas) tentang manajemen klinis,
diagnosis dan pengendalian vektor dengan beberapa pusat kerja sama di seluruh dunia
mendukung pengembangan dan evaluasi alat-alat baru, teknologi dan pendekatan
untuk penyakit bawaan vektor, termasuk pengendalian vektor dan teknologi manajemen
penyakit.
Elemen penting dalam penyakit yang ditularkan melalui vektor adalah perubahan
perilaku. WHO bekerja sama dengan mitra untuk memberikan pendidikan dan
meningkatkan kesadaran sehingga orang tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri dan
komunitas mereka dari nyamuk, kutu, serangga, lalat dan vektor lainnya.
Untuk banyak penyakit seperti penyakit Chagas, malaria, schistosomiasis dan
leishmaniasis, WHO telah memulai program pengendalian dengan menggunakan obat-
obatan yang disumbangkan atau disubsidi.
Akses ke air dan sanitasi adalah faktor yang sangat penting dalam pengendalian dan
eliminasi penyakit. WHO bekerja sama dengan berbagai sektor pemerintah untuk
mengendalikan penyakit ini1
Atau dengan cara melakukan 3M yaitu :
1. menutup
2. menguras
3. mengubur
ditambah dengan kegiatan pencegahan lain berupa
1. fogging rutin 1 bulan sekali
2. menggunakan lotion anti-nyamuk
3. menggunakan kelambu saat tidur (baik siang/malam)
4. menanam tanaman pengusir nyamuk (lavender)
5. memelihara ikan untuk memakan jentik nyamuk dalam bak mandi
6. mengatur ventilasi cahaya masuk dalam rumah
7. memberikan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yg sulit dibersihkan2
1
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/vector-borne-diseases
2
126104-ID-relantionship-between-knowledge-of-vector.pdf
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya
ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi
akibat mikro organisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen
endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini
bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya
pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber
pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain. Kemampuan anak untuk beraksi
terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur.
Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set point dan
memproduksi panas (Ismoedijanto, 2000).
Pirogen Eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar.
Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk
merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen
eksogen (misalnya endotoksin) beke rja langsung pada hipotalamus untuk mengubah
pengatur suhu. Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan
demam dengan efek langsung pada hipotalamus.
Pirogen Mikrobial
1. Bakteri Gram-negatif
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonella) disebabkan
adanya heat-stable factor yaitu endoktosin, suatu pirogen eksogen yang pertama kali
ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida.
Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-
related). Endotoksin Gram-negatif tidak selalu merangsang terjadinya demam; pada bayi
dan anak infeksi Gram-negatif akan mengalami hipotermia.
2. Bakteri Gram-positif
Pirogen utama bakteri Gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan
dinding sel. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini
menerangkan perbedaan prognosis lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri
Gram-negatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan
infeksi pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi
eksotokin oleh basil Gram-positif pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan Gram-positif piogenik atau bakteri Gram-negatif lainnya.
3. Virus
Telah diketahui secara klinis bahwa virus menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam
setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain
dengan cara melakukan invasi langsung kedalam makrofag, reaksi imunologik terhadap
komponen virus termasuk di antaranya pembentukan antibodi, induksi oleh interferon,
dan nekrosis sel akibat virus.
4. Jamur
Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pirogen eksogen yang akan
merangsang terjadinya demam. Demam umumnya timbul ketika mikroba berada dalam
peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai
demam yang berhubungkan dengan neutropenia mempunyai risiko tinggi untuk terserang
infeksi jamur invasif.
Pirogen Non-Mikrobial
1. Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk
tejadinya demam dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune
haemolytic anemia).
2. Kompleks Antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat
reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau
oleh antigen yang diaktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya akan
merangsang monosit dan makrofag untuk melepas IL-1. Contoh demam yang disebabkan
oleh immunologically mediated di antaranya lupus eritematosus sistemik dan reaksi obat
yang berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih
mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit
dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
3. Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik
androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan IL-1. Ethiocholanolon memproduksi
demam hanya bila disuntikkan secara intramuskular (bukan intravena), maka diduga
demam tersebut diakibatkan oleh pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis pada tempat
suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap tejadinya demam pada pasien
dengan sindrom adrenogenital dan demam yang tidak diketahui penyebabnya (fever of
unknown origin).
4. Sistem Monosit-Makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi IL-1 dan tejadinya demam.
Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam
memproduksi IL-1 oleh karena demam dapat tirnbul dalam keadaan agranulositosis. Sel
mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer juga tersebar
dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus lirnfatik, plasenta, ruang
peritoneum, dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-
monocyte colony- forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki
peredaran darah untuk tinggal beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau
bermigrasi ke dalam jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag
yang berumur beberapa bulan. Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh
termasuk di antaranya merusak dan engulfing mikroba, mengenal antigen dan
mempresentasikannya untuk menempel pada lirnfosit, aktivasi limfosit-T, dan desatruksi
sel tumor (Tabel 1). Keadaan yang berhubungan dengan perubahan fungsi sistem
monosit-makrofag di antaranya bayi baru lahir, kortikosteroid dan terapi imunosupresi
lain, lupus eritematosus sistemik, sindrom Wiskott-Aldrich, dan penyakit granulomatosus
kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah JL-1 dan TNF.
5. Interleukin -1 (IL-1)
Interleukin-1 (Gambar 1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel
sekretori dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui
membran sel ke dalam sirkulasi. Interleukin-1 dianggap sebagai hormon oleh karena
mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran IL-1 terutama dilakukan di ginjal.
Interleukin-1 terdiri atas tiga struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu dua
agonis (IL-1 alfa dan IL-I beta) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor
antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1 alfa dan IL-1 beta untuk berikatan dengan
reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit
akan mempengaruhi reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai
sumber utama produksi IL-1, sel Kupffer di hati, keratinosit, sel Langerhans pankreas,
serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit
diduga berperan dalam respons imun dalarn susunan saraf pusat (SSP) dan demam
sekunder terhadap perdarahan SSP.
Interleukin-1
8.
Interferon (INF)
Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk merintangi replikasi virus di
dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan K-1 dan TNF, INF diproduksi oleh
limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat tiga jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas
biologik dan urutan asam aminonya, yaitu INF-alfa, beta, dan gama. Interferon-alfa
dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas, dan makrofag)
sebagai respons terhadap infeksi virus, sedang sintesis INF-gama dibatasi oleh
limfosit-T.
Interferon-gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan
menstimulasi sel-B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi IFN-gama sebagai
pirogen endogen dapat secara tidak langsung pada makrofag untuk melepas IL-1
(macrophage-activating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF,
serta meningkatkan efisiensi sel NK. Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian
sistem INF dengan berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek antivirus dan
bereaksi pada berbagai fase siklus replikasi virus. Interferon juga memperlihatkan
aktivitas antitumor baik secara langsung dengan cara mencegah pembelahan sel
melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara tidak langsung dengan
mengubah respons imun. Aktivitas antivirus dan antitumor INF terpengaruhi oleh
meningkatnya suhu. Interleukin-4 (K-4), yang menginduksi sintesis imunoglobulin igE
dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil, atau sel limpa manusia sehat dan pasien
alergi, dihalangi oleh INF-gama dan INF-alfa, berarti limfokin ini beraksi sebagai
antagonis IL-4.
Interferon melalui kemampuan bilogiknya, dapat digunakan sebagai obat pada
berbagai penyakit. Interferon-alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai
infeksi virus, seperti hepatitis B, C, dan delta. Efek toksik preparat INF di antaranya,
demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen, dan
muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien yang mendapat INF sampai
mencapai 40°C. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian parasetamol dan
prednisolon. Efek samping berat di antaranya, gagal hati, gagal jantung, neuropati, dan
pansitopenia.
9. Interleukin-2 (IL-2)
Interleukin-2 merupakan limfokin penting yang kedua (setelah INF) yang dilepas
oleh limfosit-T yang teraktivitasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2
mempunyai efek penting pada perturnbuhan dan fungsi sel-T, sel NK, dan sel-8. Telah
dilaporkan adanya kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan efek penting
pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, sel NK, dan sel B. Interleukin-2 memperlihatkan
sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar, dan paru) sebagai hasil
aktivasi spesifik sel NK (lymphokine-activated killer cells atau LAK) yang memiliki
aktivitas sitotoksik terhadap proliferasi sel tumor. Respons neuroblastoma tampaknya
cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya terapi imun IL-2 dapat
menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti peningkatan
kerentanan terhadap innfeksi pada pasien yang menerimanya. Efek samping lainnya di
antaranya lemah badan, demam, anoreksia, dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol
dengan parasetamol. Interleukin-2 menstirnulasi pelepasan sitkokin lain, seperti IL-I,
TNF, dan INF-alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel endotel, mendahului
bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan edema paru dan retensi
cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2 di antaranya
lupus eritematosus sistemik, diabetes melitus, luka bakar berat, dan beberapa bentuk
keganasan.
10. Granulocyte-macrophage coloby-stimulating factor (GM-CSF)
Granuloyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin
lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast
mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF
menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan
dalam pengobatan di antaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia
aplastik, dan efek mielotoksik pada pengobatan keganasan serta transplantasi.
Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam, yang dapat diharnbat
dengan pemberian obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen.
1.4 Mekanisme Kenaikan Suhu
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan
tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang (Sherwood,
2001). Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel
kupfer mengeluarkan sitokin yang berperan sebagai pirogen endogen (IL-1, TNF-α, IL-6,
dan interferon) yang 13 bekerja pada pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2
melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan
peningkatan suhu tubuh. Hipotalamus akan mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru
dan bukan suhu normal (Ganong, 2002; Nelwa, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal afferen
nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-
1), suatu kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan
demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh
antipiretik (Nelwa, 2006). Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi
panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi
pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian,
pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang
dialami dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).
Tubuh akan memiliki mekanisme penurunan temperatur bila suhu terlalu panas. Sistem
pengaturan temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas
tubuh yaitu :
1) Vasodilatasi.
Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah mengalami dilatasi dengan kuat.
Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokonstriksi. Vasokontriksi penuh akan meningkatkan kecepatan
pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.
2) Berkeringat.
Efek dari peningkatan temperatur yang menyebabkan berkeringat. Peningkatan
temperatur tubuh 1°C menyebabkan keringat yang cukup banyak untuk membuang 10
kali lebih besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukan panas tubuh.
3) Penurunan pembentukan panas.
Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan, seperti menggigil
dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat (Guyton & Hall, 1997).
Tubuh melepaskan panas melalui empat cara, yaitu radiasi, penguapan, konveksi, atau
konduksi. Kegagalan dalam melepas panas dianggap sebagai penyebab heat stroke, yang
sering menyebabkan kematian. Secara umum, enarn puluh persen panas dilepas secara
radiasi, yaitu transfer dari permukaan kulit melalui permukaan luar dengan gelombang
elektromagnet. Seperempat bagian lainnya dilepas melalui penguapan dari kulit dan paru,
dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas, 243 kj (58 kkal) dilepaskan
untuk setiap 100 mL air. Konveksi adalah pemindahan panas melalui pengerakan udara atau
cairan yang menyelimuti permukaan kulit, sedangkan konduksi adalah pemindahan panas
antara dua objek secara langsung pada suhu berbeda. Dibandingkan dengan posisi berdiri,
anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih luas akan melepas panas lebih
banyak melalui konduksi. Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respons
perubahan suhu. Pelepasan panas pada bayi sebagian besar disebabkan oleh permukaan
tubuhnya yang lebih luas daripada anak besar. Kegagalan pelepasan panas terjadi pada
displasia ektodermal anhidrotik dan kelebihan dosis penggunaan obat antikolonergik.
1.5 Tatalaksana Demam
Suhu yang dibahas dalam buku panduan ini merupakan suhu rektal, kecuali bila
dinyatakan lain. Suhu mulut dan aksilar lebih rendah, masing-masing sekitar 0.5° C dan 0.8°
C.
Demam bukan merupakan indikasi untuk pemberian antibiotik, bahkan dapat membantu
kekebalan tubuh melawan penyakit. Namun demikian, demam yang tinggi (>39° C) dapat
menimbulkan efek yang mengganggu seperti:
• berkurangnya nafsu makan.
• membuat anak gelisah.
• menyebabkan kejang pada beberapa anak yang berumur antara 6 bulan - 5 tahun.
• meningkatkan konsumsi oksigen (misalnya pada pneumonia sangat berat, gagal
jantung atau meningitis).
Semua anak dengan demam harus diperiksa apakah ada tanda atau gejala yang melatar-
belakanginya dan hal ini harus ditangani sebagaimana semestinya.
Pada tahap tertentu demam dapat menguntungkan pasien dalam arti dapat meningkatkan
fagositas dan menurunkan viabilitas kuman, meskipun penelitian yang ada belum
mendukung manfaat klinisnya. Namun kecemasan orang tua dan keraguan dokter
mendorong tindakan menurunkan demam, meskipun tindakan itu dapat mengaburkan gejala
dan obat yang dipakai belum tentu aman dari risiko sindrom Reye, intoksikasi salisilat, dan
gangguan hati. Penurunan demam harus sesuai dengan klasifikasi penyebabnya, apakah
perlu menurunkan set-point atau dengan cara lain.Tata laksana anak dengan demam terdiri
dari tatalaksana fisis, dan pengobatan baik simtomatik maupun etiologik.
Ibuprofen
Ibuprofen adalah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan
antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID
(non steroid anti inflammato y drug), ibuprofen beraksi dengan memblok
sintesis PGE, melalui penghambatan siklooksigenase. Obat ini diserap dengan
baik oleh saluran cema, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam.
Kadar efek maksimal untuk antipiretik (sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan
dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh 2°C selama 3-4 jam.
Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi
demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Awitan
antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang
lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak
dipakai setelah parasetamol oleh karena sifat efikasi antipiretiknya, tersedia
dalam sediaan sirup dan keamanan serta tolerabilitasnya.
Salisilat
Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosis
setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yang sama
tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgesik. Kekurangan utama aspirin adalah
tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk
tablet) dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol. Adapula peningkatan
insidens interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan
peningkatan risiko perdarahan), metoklopromid dan kafein (menyebabkan
peningkatan daya serap), serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya
metabolisme natrium valproat).
lndikasi Pemakaian Aspirin :
1. Sebagai antipiretik/analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15
mg/kgBB memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5
kali/hari oleh karena waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.
2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik,
dosis awal 80 mg/kgBB dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan
untuk mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh
karena akhir-akhir ini dilaporkan adanya sindrom Reye pada kasus artritis
reumatoid yang mendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada
pengobatan artritis reumatoid.
3. firomboxane A, merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet
aggregation agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus
siklooksigenase. Aspirin menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai
aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik dalam dosis rendah, direkomendasikan
bagi anak dengan penyakit Kawasaki, penyakit jantung bawaan sianotik, dan
penyakit jantung koroner dewasa.
Antipiretik Steroid
Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat pengobatan steroid
jangka panjang akan mengalami penurunan demam atau bebas demam dalam
respons terhadap infeksi, seperti sepsis. Umumnya penekanan demarn berlagsung
sampai 3 hari setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan
pengurangan produksi Interleukin-1 (IL-1) oleh makrofag (menyebabkan
terhambatnya respons fase akut proses infeksi yang sedang berjalan), supresi
aktivitas lunfosit dan respons inflamasi lokal, serta menghambat pelepasan
prostaglandin.
Obat lainnya
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama karena
dikaitkan dengan sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius
yang menyerang hati dan otak. Hindari memberi aspirin pada anak yang
menderita cacar air, demam dengue dan kelainan hemoragik lainnya.
Obat lain tidak direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif
(dipiron, fenilbutazon) atau mahal (ibuprofen).
1) Mikroskop
2) Minyak imersi
3) Apusan-darah tipis yang dipulas dengan pewarna Romanowsky
4) Kertas
5) Pensil.
Pemeriksaan mikroskopik
Periksa apakah leukosit sudah terdistribusi merata pada apusan, dengan objektif
x100 (memakai minyak imersi). Pada apusan yang jelek, neutrofil biasanya terkonsentrasi
pada ujung apusan. Ikuti langkah-langkah pelaporan tiap-tiap jenis leukosit berikut ini.
Buatlah tabel yang terdiri dari: 5 kolom (N, E, B, L, dan M), dan 10 baris
Setiap kali Anda menemukan jenis sel tertentu, buat turusnya pada tiap-tiap baris
tabel tersebut; kalau sudah tercapai 10 turus pada sebuah baris, lanjutkan ke baris
berikutnya. Jadi, kalau kesepuluh baris sudah terisi, Anda berarti sudah memeriksa 100
leukosit. Selanjutnya, hitung jumlah turus total per kolom.
Jumlah tersebut menunjukkan persentase tiap-tiap jenis leukosit. Konversikan
angka ini menjadi fraksi desimal, dengan menggeser tanda koma ke kiri dua kali dan
tambahkan angka nol di depannya. Dengan demikian, 59 menjadi 0,59, 8 menjadi 0,08, 1
menjadi 0,01, 28 menjadi 0,28, dll, seperti yang tercantum pada baris terakhir tabel.
Fraksi-fraksi desimal ini menunjukkan fraksi jumlah tiap-tiap jenis leukosit dan
merupakan nilai yang harus dilaporkan (kalau memakai sistem satuan SI).
Kisaran normal
Tabe19.12 menyajikan kisaran-normal fraksi jumlah jenis leukosit pada berbagai
kelompok usia.
Normalnya, distribusi jenis-jenis leukosit menunjukkan dua pola utama:
• Pola pertama, predominan limfosit (pada bayi dan anak di bawah 10 tahun).
• Pola kedua, predominan neutrofil (pada bayi barn lahir, anak di atas 10 tahun,
dan dewasa).
Fraksi jumlah tiap-tiap jenis leukosit juga dapat dilaporkan dalam konsentrasi
jumlahnya (yi., jumlah sel per liter). Konsentrasi jumlah inisama dengan fraksi jumlah
jenis leukosit tertentu dikali konsentrasi jumlah leukosit total.
Contoh:
konsentrasi jumlah leukosit total = 5 x 109/1
fraksi jumlah neutrofil = 0,42
konsentrasi jumlah neutrofil = 0,42 x 5 x 109 = 2,1 x 108/1.
Temuan-temuan yang abnormal:
• Neutrofilia, yaitu peningkatan fraksijumlah neutrofil (>0,65), lazim ditemukan
pada infeksi.
• Eosinofilia, yaitu peningkatan fraksi jumlah eosinofil (>0,05). Ditemukannya
eosinofilia hampir selalu dianggap berkaitan dengan infeksi prasit jaringan
(mis, skitosomiasis, filariasis, cacing tambang, askariasis). Eosinofil juga dapat
disebabkan oleh alergi.
• Limfositosis, yaitu peningkatan fraksi jumlah limfosit (> 0,35 pada dewasa dan
>0,45 pada anak-anak), ditemukan pada infeksi viral tertentu (mis., campak),
infeksi kronis tertentu (mis., malaria, tuberkulosis), dan beberapa kondisi
toksik.
• Monositosis, yaitu,peningkatan fraksijumlah monosit (>0,06), ditemukan pada
infeksi bakterial tertentu (mis., demam tifoid, mononukleosis infeksiosa) dan
infeksi parasit tertentu (mis., malaria, kala-azar [leishmaniasis visceral].
•Neutropenia, yaitu penurunan jumlah neutrofil, dapat terjadi pada infeksi
tertentu (mis., sepsis) dan beberapa penyakit lainnya.
• Limfopenia, yaitu penurunan jumlah limfosit, dapat terjadi pada AIDS.
“Artinya : Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah
serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu” [At-Taghabun : 16]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya din ini mudah” [1]
Beliau juga bersabda.: “Jika saya perintahkan kalian dengan suatu urusan maka kerjakanlah
semampu kalian” [2]
Berdasar kaidah dasar ini maka Allah memeberi keringanan bagi orang yang mempunyai
udzur dalam masalah ibadah mereka sesuai dengan tingkat udzur yang mereka alami, agar
mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa kesulitan, dan segala puji bagi Allah Subhanahu wa
Ta’ala.