KELOMPOK : A 03
KETUA : Elza Rakhma Octaviaini Permana 1102019067
SEKERTARIS : Alya Nabila 1102019011
ANGGOTA : Annisa Nurul Azrina 1102019025
Azkia Mufidah 1102019039
Data Erdian Mahendra 1102019053
Firda Amanda Putri 1102019081
Indah Cahyani 1102019095
Lulu Fakhiroh 1102019112
Mazaya Yaspinisya Yusuf 1102019122
Hanni Putri Tsania 1102018119
Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI
Tahun Akademik 2019/2020
April 2020
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................... 2
Skenario........................................................................................... 3
Kata Sulit........................................................................................... 4
Pertanyaan........................................................................................... 5
Jawaban........................................................................................... 6
Hipotesis........................................................................................... 8
Sasaran Belajar........................................................................................... 9
1.1 Definisi........................................................................................... 10
1.2 Cara Penularan....................................................................................... 10
1.3 Bentuk-bentuk Infeksi................................................................................ 11
1.4 Siklus Hidup Parasit Zoonosis....................................................................... 12
1.5 Pencegahan........................................................................................... 13
2. Memahami dan Menjelaskan Antraks................................................................. 13
2.1 Definisi........................................................................................... 13
2.2 Etiologi........................................................................................... 13
2.3 Cara Penularan........................................................................................... 14
2.4 Patogenesis........................................................................................... 15
2.5 Manifestasi Klinis........................................................................................... 16
2.6 Cara Mendiagnosis........................................................................................... 17
2.7 Pencegahan........................................................................................... 18
2.8 Tatalaksana........................................................................................... 18
3. Memahami dan Menjelaskan Konsep One Health................................................. 19
3.1 Definisi........................................................................................... 19
3.2 Sejarah........................................................................................... 20
3.3 Tujuan........................................................................................... 21
3.4 Ruang Lingkup Berdasarkan Gibbs............................................................... 21
3.5 One Health dan Zoonosis................................................................................. 23
4. Memahami dan Menjelaskan Syarat Hewan Kurban Berdasarkan Syariat Islam 24
Daftar Pustaka........................................................................................... 27
2
SKENARIO
“Selama pemeriksaan yang kami lakukan di lima kabupaten/kota, tidak kami temukan sapi
maupun domba terjangkit penyakit antraks atau penyakit zoonosis (bisa menular pada manusia)
lainnya,” kata Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian DIY, Sutarno, di Yogyakarta,
Minggu 28 Juli 2019. Sutarno mengatakan, penyakit berbahaya yang dapat menjangkiti hewan
ternak seperti sapi dan domba di antaranya cacing hati atau penyakit antraks. Namun, hasil
pemeriksaan memperlihatkan hewan itu aman untuk dijadikan hewan kurban.
(https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-01316187/pemprov-diy-pastikan-hewan-kurban-
yang-dipasok-ke-jawa-barat-dan-dki-jakarta-bebas-penyakit)
Berita diatas merupakan contoh kolaborasi dan komunikasi interdispliner dalam aspek perawatan
kesehatan untuk manusia, hewan dan lingkungan yang sesuai dengan konsep One Health
3
KATA SULIT
1. Antraks :
Penyakit pada binatang pemamah biak yang menular dan sering berakibat fatal
disebabkan oleh ingesti spora bacillus antrasis di tanah. (dorland)
2. Zoonosis :
Penyakit hewan yang dapat ditularkan secara alamiah kepada manusia. (dorland)
3. Interdisipliner :
Antar disiplin atau bidang studi. (kbbi)
4. Konsep one health :
Strategi untuk memperluas kolaborasi interdisipliner dan komunikasi dalam semua aspek
pelayanan kesehatan bagi manusia, hewan dan lingkungan. (kemenko pmk)
4
PERTANYAAN
5
JAWABAN
6
- Peneliti antraks di laboratorium
- Memiliki pekerjaan sebagai dokter hewan
19. Bulu-bulu bersih, tidak kusam, sinar matanya cerah, tidak ada kotoran di mata, hidung,
dan anus, gerakannya lincah, kuku bersih, telinga, gigi, dan air liurnya bersih
7
HIPOTESIS
Zoonosis adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan secara alamiah kepada manusia salah
satunya antraks yang disebarkan melalui spora dari bakteri bacillus anthracis. Hewan yang
ditularkan biasanya hewan ternak pemakan rumput. Dapat ditularkan melalui 3 cara, kutaneus,
inhalasi, intestinal dengan gejala demam, gangguan pernapasan, terdapat benjolan, gatal-gatal,
nyeri otot. Pencegahan dilakukan dengan lebih sering mencuci tangan menggunakan air mengalir
dan sabun, menggunakan masker, sarung tangan, apron, dan syarat hewan kurban terpenuhi serta
menerapkan konsep One Health dengan tujuan untuk menghimbau peningkatan komunikasi
lintas disiplin dalam berbagai kesempatan, baik itu seminar, konferensi, jurnal, kuliah, maupun
pengembangan jaringan di bidang kesehatan masyarakat.
8
SASARAN BELAJAR
9
1. Memahami dan Menjelaskan Parasit Penyebab Zoonosis pada Hewan Ternak
1.1 Definisi
Zoonosis adalah infeksi yang secara alamiah ditularkan antara hewan vertebrata dan
manusia. Salah satu jenis zoonosis berdasarkan agen penyebabnya adalah zoonosis
parasitik. Sesuai namanya, zoonosis parasitik disebabkan oleh parasit berupa cacing,
protozoa, maupun ektoparasit (Soejoedono 2005). Beberapa spesies cacing yang umum
menjadi zoonosis adalah Toxocara sp., Taenia sp., dan Echinococcus sp., sedangkan
protozoa berupa Cryptosporidium sp. dan Toxoplasma sp. Ektoparasit zoonosis yang
umum ditemukan adalah Sarcoptes scabiei sebagai penyebab infeksi penyakit skabies.
Zoonosis parasitik umumnya tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, sehingga
seringkali diabaikan. Infeksinya pada hewan juga umumnya tidak menimbulkan
gejala klinis jika masih ringan, walaupun dapat mengakibatkan kematian jika sudah
parah. Penularan zoonosis parasitik erat kaitannya dengan penerapan higiene dan
sanitasi. Cysticercus cellulosae dari T.solium, misalnya, ditularkan melalui konsumsi
daging babi yang tidak dimasak matang (Soejoedono 2005). Toxoplasma sp. dan
S.scabiei juga dapat ditularkan akibat tidak rutin mencuci tangan dengan sabun
setelah berinteraksi dengan hewan.
Zoonosis itu dapat berlangsung di alam hanya dengan satu jenis vertebrata saja dan agen
penyebab penyakit hanya sedikit berubah atau malahan tidak mengalami perubahan sama
sekali selama penularan. Penyebab penyakit ditularkan dari satu induk semang vertebrata
ke induk semang vertebrata lainnya yang peka melalui kontak, wahana (vehicle), ataupun
dengan vektor mekanis. Yang termasuk dalam golongan penyakit ini adalah rabies,
bruselosis, leptospirosis, dan lain-lain.
2. Siklo-zoonosis
Siklus penularan diperlukan lebih dari satu jenis vertebrata, tetapi tidak melibatkan
invertebrata, untuk menyempurnakan siklus hidup agen penyebab penyakit. Contohnya
adalah penularan beberapa zoonosis parasiter seperti pada hidatidosis dan taeniasis.
3. Meta-zoonosis
10
1.3 Bentuk Infeksi
1. Toxoplasma
Sumber infeksi utama adalah ookista parasit yang menginfeksi kucing dan kista yang
terdapat dalam babi atau kambing. Untuk dapat menginfeksi kucing, hewan lain atau
manusia, ookista harus meng- alami sporulasi sehingga menjadi infektif sebagai sumber
penularan lain. Selain melalui ookista infektif, individu dapat terserang toksoplasma
melalui bahan pangan yang terkontaminasi ookista infektif serta daging atau telur yang
mengandung tachizoid atau bradizoit (bentuk lain toksoplasma).
2. Taeniasis
Taeniasis ditularkan secara oral karena memakan daging yang mengandung larva cacing
pita, baik daging babi (Taenia solium) maupun daging sapi (Taenia saginata). Dengan
kata lain, penularan taeniasis dapat terjadi karena mengon- sumsi makanan yang tercemar
telur cacing pita dan dari kotoran penderita sehingga terjadi infeksi pada saluran
pencernaan (cacing pita dewasa hanya hidup dalam saluran pencernaan manusia).
Skabiosis disebabkan oleh tungau Sar- coptes scabiei. Tungau menyerang induk
semangnya dengan cara menginfestasi kulit kemudian bergerak dengan membuat
terowongan di bawah lapisan kulit (stra- tum korneum dan lusidum) sehingga
menyebabkan gatal-gatal, rambut rontok, dan kulit rusak (Urquhart et al. 1989).
Filariasis disebabkan oleh nematoda pa- rasit cacing gelang genus Filaria wuche- rina
bancrofti. Cacing hidup dan ber- kembang biak dalam darah dan jaringan penderita.
Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk yang mengisap darah seseorang yang tertular. Darah
yang terinfeksi dan me- ngandung larva akan ditularkan ke orang lain melalui gigitan.
Gejala yang terlihat berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar
(skrotum), ser- ta keluhan sumbatan pada pembuluh limfe (Yusufs 2008).
5. Myasis
Parasit penyebab myasis adalah Chryso- mya bezziana (Gandahusada et al. 1998).
Patogenesis myasis pada hewan dan manusia sama. Kejadian myasis pada ternak diawali
dengan adanya luka gigitan caplak yang kemudian dihinggapi lalat C. bezziana dan
akhirnya bertelur pada jaringan. Telur menetas menjadi larva dan memakan jaringan
bekas gigitan lalu terjadi borok yang penuh dengan larva lalat tersebut.
11
6. Antraks
Kuman anthraks banyak ditemukan pada penyakit zoonosis, infeksi pada ternak lembu,
kambing, domba, dan babi. Kuman dikeluarkan melalui feses, urin dan saliva binatang
yang terinfeksi dan bertahan hidup di lading dalam bentuk spora untuk waktu yang lama
sekali.
Pada manusia kuman anthraks dapat menyebabkan :
- Infeksi kulit : “ malignant pustule” yang dapat berkembang menjadi toksemia.
Biasanya terjadi pada ternak atau pekerja rumah pemotongan hewan
- Infeksi paru-paru : wool sorters disease yang terjadi karena inhalasi spora dari bulu
domba. Biasanya penyakit ini fatal
- Infeksi pada usus : menyebabkan infeksi pada usus halus yang disertai dengan
gangren . sebabnya adalah karena makan daging yang terinfeksi anthraks
- Infeksi selaput otak setelah bacteremia. Pengobatan ini adalah dengan penisilin,
tetrasiklin, streptomisin
Untuk melangsungan hidup parasit memerkulan hanya satu hospes (hospes definitif) dan
parasit ini biasanya memiliki fase bebas. Contoh cacing Ascaris suum yang menginfeksi
babi, cacing dewasa bertelur dan keluar bersama tinja dan mencemari lingkungan, telur
mengalami perkembangan dimana di dalam telur terbentuk larva stadium 1 dan 2 yang
bersifat infektif dan akhirnya tertelan lagi oleh babi dan berkembang menjadi dewasa.
Disini hanya memerluka satu hospes babi dan perkembangan telur terjadi diluar tubuh
babi (fase bebas).
Untuk kelangsungan hidup parasit membutuhkan satu hospes definitive dan satu atau
lebih hospes intermedier. Contoh cacing hati Fasciola gigantica yang menginfeksi sapi,
cacing dewasa yang berpredileksi didalam kantung empedu bertelur dan keluar bersama
tinja dan mencemari lingkungan, dari dalam telur akan keluar mirasidium yang harus
membutuhkan hospes intermedier siput Lymnaea sp untuk berkembang menjadi
sporokista, redia dan serkaria, serkaria akan keluar dari tubuh siput dan menempel pada
rumput menjadi Metaserkaria infektif dan akhirnya harus tertelan oleh sapi.
12
1.5 Pencegahan
1. Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi hewan yang
positif secara serologis dan melalui vaksinasi.
2. Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peternak.
3. Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau rumah
potong hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil tindakan terhadap
ternak maupun pekerja yang tertular penyakit.
4. Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang, dan
gelatin yang berasal dari sapi dari negara yang belum bebas penyakit menular.
5. Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan.
6. Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kaca mata
pelindung, sepatu boot yang dapat didesinfeksi, dan penutup kepala bila mengurus
hewan yang sakit.
7. Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan setelah
memegang daging mentah, menangani karkas atau mengurus ternak.
8. Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut serta
menghindari mengonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang masak.
9. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau serangga.
10. Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat
menyingkirkan bak pasir yang tidak terpakai.
11. Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas ternak.
Antraks adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman bacillus anthracis,
suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan ke manusia melalui kontak
dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari binatang yang terkontaminasi (Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam)
2.2 Etiologi
Bacillus Anthracis Merupakan basil gram positif berbentuk batang berantai berwarna
biru ujung siku-siku dengan kapsul berwarna merah muda, non motil, non hemolitik,
mempunyai bentuk koloni kasar warna abu-abu. Spora (aerobic endospore) berbentuk
oval dan terletak sentral atau parasentral tapi tidak menjadikan basil membengkak.
Dari lesi yang baru, rantai basil tampak pendek atau tunggal terdiri dari 2 atau 3 basil
yang berkapsul dengan ujungnya membulat. Spora bacillus anthracis membentuk
Kapsul dan toksin untuk mempertahankan diri dan merusak sel tubuh penderita
Kapsul dan toksin merupakan dua faktor virulensi penting yang dimiliki oleh bakteri
bacillus anthracis titik toksin bakteri akan merusak sel tubuh jika telah berada di
dalamnya toksin terdiri dari: Protective Antigen (PA), Edema Factor (EF), Lethal
Factor (LF). Kapsul akan menyebabkan gangguan pada proses fagositosis sedangkan
eksotoksin Kompleks berhubungan dengan gejala yang ditimbulkan. PA akan
13
mengikat reseptor yang selanjutnya diikuti masuknya LF dan EF ke dalam sel.
Sinergi antara PA dengan EF menyebabkan edema sedangkan sinergi antara PA
dengan LF menyebabkan kematian.
Pada hakikatnya anthraks adalah "penyakit tanah", yang berarti bahwa penyebabnya
terdapat didalam tanah, kemudian bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh hewan. Pada manusia infeksi dapat terjadi lewat kulit, mulut atau pernafasan.
Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang lain secara
langsung.
Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang lain secara
langsung. Wabah anthraks pada umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau
berkapur yang alkalis yang menjadi daerah inkubator kuman tersebut. Di daerah-
daerah tersebut spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan
serasi bagi pertumbuhannya, yaitu tersedianya makanan, suhu dan kelembaban tanah,
serta dapat mengatasi persaingan biologik. Bila keadaan lingkungan tetap
menguntungkan, kuman akan berkembang biak dan membentuk spora lebih banyak.
Basil anthraks berkerumunan di dalam jaringan-jaringan hewan penderita, yang
dikeluarkan melalui sekresi dan ekskresi menjelang kematiannya. Bila penderita
anthraks mati kemudian diseksi atau termakan burung-burung atau hewan pemakan
bangkai, maka spora dengan cepat akan terbentuk dan mencemari tanah sekitarnya.
Bila terjadi demikian maka menjadi sulit untuk memusnahkannya. Hal tersebut
menjadi lebih sulit lagi, bila spora yang terbentuk itu tersebar oleh angin, air,
pengolahan tanah, rumput makanan ternak dan sebagainya.
Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis Tabanus dapat bertindak
sebagai pemindah penyakit.
Masa tunas anthraks berkisar antar 1-3 hari, kadang-kadang ada yang sampai 14 hari.
Infeksi alami terjadi melalui :
1. Saluran pencernaan
2. Saluran pernafasan dan
3. Permukaan kulit yang terluka.
Infeksi melalui saluran pencernaan lazim ditemui pada hewan-hewan dengan
tertelannya spora, meskipun demikian cara infeksi yang lainpun dapat saja terjadi.
Pada manusia, biasanya infeksi berasal dari hewan melalui permukaan kulit yang
terluka, terutama pada manusia-manusia yang banyak berhubungan dengan hewan.
Infeksi melalui pernafasan mungkin terjadi pada pekerja-pekerja penyortir bulu
domba (wool-sorter's disease), sedangkan infeksi melalui saluran pencernaan terjadi
pada manusia-manusia yang makan daging asal hewan penderita anthraks.
Antraks kutaneus bermula dari infeksi oleh endospora bakteri melalui lesi kulit
(abrasi, luka, atau gigitan serangga).
Antraks gastrointestinal terjadi setelah mengonsumsi daging yang terkontaminasi.
Antraks inhalasi terjadi setelah manusia menghirup spora.
14
2.4 Patogenesis
Menurut buku ajar ilmu penyakit dalam, spora masuk melalui kulit, saluran nafas,
saluran cerna dan kemudia bertahan hidup didalam makrofag. Virulensi bacillus
anthracis ditentukan oleh 3 eksotoksin (plasmid pX01), yaitu Protective Antigen
(PA), Edema Factor (EF), Lethal Factor (LF) dan yang disebut antiphagocytic
polydiglutamic acid capsule (plasmid pX02). Strain yang hanya mempunyai salah
satu dari kedua plasmid bersifat tidak virulen. PA Mempunyai efek mengikat
reseptor permukaan sel sehingga bisa digunakan oleh EF dan LF untuk masuk ke
sitoplasma.
15
Pada inhalation antraks (lebih jarang terjadi dibanding tipe lainnya) terjadi
inhalasi spora aerosol dengan ukuran partikel kurang dari 5 mikronmeter dimana
spora akan sampai di alveoli, difagosit oleh makrofag dan selanjutnya dibawa ke
kelenjar getah bening mediastinum. Spora yang di tanah akan menggumpal dan
akan susah menjadi aerosol, sehingga tidak menyebabkan inhalation antraks.
Disini terjadi germination, berkembang biak dan pembentukan toksin, sehingga
terjadi limpadenitis dan mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru bisa terkena
yang menyebabkan trombosis dan gagal napas juga bisa terjadi efusi pleura.
Pneumonia terjadi karena infeksi sekunder oleh basil antraks. Dari paru basil bisa
masuk ke aliran darah menyebabkan bakterimia, meningitis hemoragis bisa terjadi
pada keadaan ini. Penyebab kematian dari inhalation antraks adalah gagal napas,
syok dan edema paru. Bila spora masuk melalui mulut setelah makan daging
terkontaminasi maka akan terjadi oropharyngeal atau intestinal antraks.
1. Cutaneous Anthrax
Setelah masa inkubasi 1 sampai 7 hari akan timbul lesi Berbentuk papula kecil
sedikit gatal pada tempat spora masuk (biasanya di lengan, tangan kemudian leher
dan muka) yang dalam beberapa hari berubah jadi bentuk vesikel yang tidak sakit
berisi cairan serosanguineous, tidak purulen dan kemudian menjadi ulkus nekrotik
yang sering dikelilingi vesikel-vesikel kecil. Ukuran Lesi sekitar 1 sampai 3 cm.
Dalam 2 sampai 6 hari akan timbul eschar berwarna hitam seperti batu bara (black
carbuncle) Yang berkembang dalam beberapa Minggu menjadi ukuran beberapa
cm yang kemudian menjadi parut setelah 1 sampai 2 minggu. Dasar kulit dari Lesi
terlihat undurasi, panas, warna merah, non pitting edema yang bisa meluas sampai
di sedemikian luasnya (malignant edema) sehingga terjadi hipotensi. Gambaran
sistemik berupa demam, myalgia sakit kepala, lemah badan dan limfadenopati
lokal.
2. Inhalation Anthrax
Inkubasi 1 sampai 5 hari (tergantung jumlah spora yang masuk). Setelah inkubasi
10 hari timbul gambaran klinik akut yang terdiri dari dua fase (bifasik), yaitu fase
inisial yang ringan berupa demam, lemah, mialgia, batuk kering dan rasa tertekan
di dada dan perut yang pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan ronki. Fase
kedua yang berat atau sering fatal terlihat seperti ada perbaikan fase pertama Fase
ini cepat memburuk berupa panas tinggi, sesak nafas, hipoksia, sianosis, stridor,
dan akhirnya sok dengan kematian dalam beberapa hari. pemeriksaan fisik berupa
gambaran infeksi paru dengan kemungkinan sepsis dan meningitis titik edema
16
leher dan dada bisa ditemukan an-naba dan paruh juga ditemukan ronki basah dan
kemungkinan tanda efusi.
3. Gastrointestinal Anthrax
Riwayat pekerjaan atau kontak dengan binatang yang terinfeksi atau baham
berasal dari binatang tersebut penting dalam anamnesa. Gambaran klinik dari tipe
Antraks yang khas juga akan berguna dalam penegakan diagnosis. Cutaneous
anthrax dibedakan dari karbunkel oleh staflikokus dari adanya rasa nyeri dan
gambaran khas Antraks kulit diatas. Antraks inhalasi sering tidak terdiagnosis
awal, sehingga riwayat paparan dan gambaran radiologi paru diatas sangat
penting.
17
2.7 Pencegahan
Pencegahan dari paparan terhadap spora Antraks bisa dilakukan baik dengan
mencegah kontak dengan binatang atau bahan dari binatang yang terinfeksi atau
makan dagingnya.
Vaksin pertamakali dicoba oleh Louis Pasteur pada tahun 1881 pada binatang.
Pada saat ini yang dianjurkan untuk manusia adalah AVA (Anthrax vaccine
adsorbed) yang terdiri dari nonencapsulated, attenuated strain (Stren strain).
Vaksin lain yanng masih dilakukan trial saat ini (2005) adalah vaksin rekombinan
antigen(cell-free antigen) yang antara lain mengandung LE dan EF. vaksin
diberikan ulang pada minggu ke 2 dan ke 4 dan kemudian pada bulan ke 6,12, dan
18 vaksin bisa diberikan pada pekerja industri atau peternakan atau siapapun yang
punya resiko kontak dengan spora. Vaksin AVA saja tidak bisa digunakan buat
postexposure prophylaxis, sehingga untuk maksud ini digunakan antibiotik
60hari, atau kombinasi dengan vaksin. Oleh karena dikuatirkan terjadi resistensi
terhadap penisilin, maka dianjurkan pemakaian empirik dengan salah satu dari
siprofloksasin(2x500 mg peroral), gatifloksasin )1x400 mg), levoflaksin (1x500
mg) atau doksisiklin (2x100 mg peropral) (buku ajar ilmu penyakit dalam)
Untuk memutus rantai penularan, bangkai ternak tersangka antraks dan semua
material yang diduga tercemar harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
dikubur dalam – dalam serta bagian atas dari lubang dilapisi batu kapur
secukupnya. Area penguburan hendaknya diberi tanda supaya semua
pengembalaan hewan sekitar menjauhi lokasi penguburan
2.8 Tatalaksana
Antraks akan mudah disembuhkan bila cepat dibuat diagnosa dan segera
diberikan antibiotik. Pada cutaneous anthrax, penisilin G (4x4 juta unit) atau
alternatif lain yaitu tetrasiklin, korampenikol dan eritromisin. Beberapa alternatif
kombinasi yang dianjurkan yaitu, siprofloksasin (2x400mg) atau doksisiklin
(2x100mg) ditambah dengan klindamisin (3x900mg) dan atau rifampisin
(2x300mg) yang mula-mula diberikan IV dan selanjutnya ke per oral bila stabil
(switch therapy). Pemberian golongan penisilin untuk terapi harus memikirkan
kemungkinan terjadinya strain antraks yang menghasilkan penicillinase (inducible
18
penicillinase). Obat antibiotik alternatif lainnya yang bisa dipakai adalah
impinem, vancomycin. Salah satu standar yang dianjurkan untuk terapi adalah 7 -
10 hari untuk cutaneous anthrax dan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk bentuk
diseminasi, inhalasi dan gastrointestinal. Untuk toksin antraksnya, sedang diteliti
pembuatan neutralizing monoclonal antibodies. Eksisi dari lesi kulit adalah
kontraindikasi, oleh karena tidak ada pus dan dikhawatirkan terjadi penyebaran.
Terapi topikal untuk lesi kulit tidak bermanfaat tracheotomi mungkin diperlukan
bila terjadi edema leher yang mengganggu jalan pernapasan.
One Health bukanlah sebuah konsep baru, tetapi menjadi lebih penting dalam
beberapa tahun belakangan. Selama 100 tahun lalu, banyak faktor yang
berubah dalam interaksi antara manusia, hewan dan lingkungan. Faktor-
faktor ini, termasuk globalisasi, urbanisasi dan industrialisasi, telah
menyebabkan munculnya dan kemunculan kembali banyak penyakit
(www.cdc.gov).
Menurut (Barrett and Osofsky. 2013) bahwa one health merupakan upaya
kolaboratif dari berbagai disiplin yang bekerja di tingkat lokal, nasional, dan
global untuk mencapai kesehatan yang optimal untuk manusia, hewan, dan
lingkungan kita. Sedangkan menurut (American Veterinary Medical
Association. 2008) one health merupakan upaya integratif dari berbagai
disiplin yang bekerja di tingkat lokal, nasional, dan global untuk mencapai
kesehatan optimal untuk manusia, hewan, dan lingkungan.
Menurut (Barrett and Osofsky. 2013) bahwa one health merupakan upaya
kolaboratif dari berbagai disiplin yang bekerja di tingkat lokal, nasional, dan
global untuk mencapai kesehatan yang optimal untuk manusia, hewan, dan
lingkungan kita. Sedangkan menurut (American Veterinary Medical
Association. 2008) one health merupakan upaya integratif dari berbagai
disiplin yang bekerja di tingkat lokal, nasional, dan global untuk mencapai
kesehatan optimal untuk manusia, hewan, dan lingkungan.
Terlepas dari banyak definisi one health yang digunakan, tema yang umum
adalah kolaborasi antar sektor, sehingga memunculkan suatu pendekatan
untuk merancang dan melaksanakan program, kebijakan, undangundang dan
penelitian di mana banyak sektor berkomunikasi dan bekerja sama untuk
mencapai hasil kesehatan masyarakat yang lebih baik. Bidang kerja di mana
pendekatan Satu Kesehatan sangat relevan meliputi keamanan pangan,
pengendalian zoonosis (penyakit yang dapat menyebar antara hewan dan
manusia, seperti flu, rabies dan Rift Valley Fever), dan melawan resistensi
antibiotik (ketika bakteri berubah setelah terpapar antibiotik dan menjadi
lebih sulit diobati) (WHO. 2017).
19
3.2 Sejarah
Walaupun istilah “One Health” tergolong baru, konsepnya telah lama dikenal
baik secara nasional maupun global. Sejak tahun 1800-an, para ilmuwan telah
menemukan kesamaan dalam proses kejadian penyakit antara hewan dan
manusia, tetapi kedokteran manusia dan kedokteran hewan dipraktikkan
secara terpisah hingga abad ke-20. Beberapa tahun terakhir, melalui dukungan
individu-individu kunci dan peristiwa-peristiwa penting, konsep One Health
telah mendapat pengakuan lebih di komunitas kesehatan masyarakat dan
kesehatan hewan (SEAOHUN. 2014).
Tahun 2009 terbentuk kantor One Health yang dibuka di CDC, USAID
membuat program Emerging Pandemic Threats, Rekomendasi utama untuk
One World, One Health dikembangkan. Tahun 2010: Deklarasi Hanoi, yang
merekomendasikan implementasi One Health lebih luas, disepakati bersama,
Para ahli mengidentifikasi aksi yang jelas dan nyata untuk menggerakkan
20
konsep One Health darivisi menjadi implementasi, Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan Bank Dunia mengusulkan adopsi pendekatan One Health, dan Uni
Eropa menegaskan kembali komitmennya untuk bekerja di bawah payung
One Health.
3.3 Tujuan
Tujuan dari one health yaitu untuk mengurangi risiko dampak tinggi penyakit
pada antarmuka ekosistem hewan-manusia. Ini adalah sebuah pendekatan
untuk menghadapi tantangan yang kompleks pada titik pertemuan antara
hewan, manusia, dan kesehatan lingkungan termasuk penyakit darurat
pandemi, krisis pangan global, dan perubahan iklim; koordinasi yang terpadu
dan diperluas bekerja pada berbagai sektor dan secara profesional untuk
meningkatkan jangka panjang pada kesehatan dan kesejahteraan. Pendekatan
satu kesehatan membawa pada kesempatan untuk berinovasi dan
mengumpulkan pengalaman dari fakultas dan lembaga lainnya. Kesadaran
dalam akademik yang berasal dari kolaborasi multidisiplin sangat penting
untuk mengenali dan menanggapi diversifikasi risiko kesehatan (SEAOHUN,
2014).
Ruang lingkup dari One Health dapat digambarkan oleh Gibbs dengan sebuah
payung, dimana pada payung ini terdapat cakupan yang sangat luas dan
dibawahnya berisikan berbagai disiplin ilmu yang dapat berkontribusi dalam
teori One Health.
21
Beberapa penulis menganggap bahwa pernyataan “One Medicine”, “One
Health” dengan “One World, One Health , One Medicine” memiliki arti yang
sama. Namun hal tersebut masih perlu dipertimbangkan. Ada beberapa hal
yang memiliki tujuan serupa dengan teori One Health dan dapat dikatakan
juga termasuk dalam ruang lingkup One Health sendiri, yaitu One medicine,
Comparative medicine, Translational medicine, Zoobiquity, Evolutionary
medicine.
Berikut adalah beberapa ruang lingkup dalam menangani one health dan
sesuai dalam gambaran Gibbs(SEAOHUN. 2014) :
22
9. Ahli kesehatan lingkungan : menilai kontaminasi lingkungan, sumber
penyakit, perubahan factor-faktor lingkungan
10. Ahli ekologi : hubungan antar organism dan komponen yang berhubungan
di lingkungan
11. Ahli ekonomi : Menilai dampak financial dari penyakit dan biaya dari
rekomendasi pengontrolan atau pemberantasan ; uang dan jumlah sering
menjadi sesuatu yang penting bagi politisi
12. Ahli komunikasi : komunikasi resiko, interaksi dengan media, keterlibatan
dengan komunitas
13. Pekerja layanan darurat : untuk kejadian luar biasa atau bencana akut
14. Teknisi laboratorium : untuk konfirmasi organism yang menyebabkan
penyakit
15. Ahli farmasi : untuk pengobatan penyakit
16. Ahli logistic : logistic dalam merespon kejadian luar biasa
17. Hubungan masyarakat/pemasaran : untuk interaksi media dan public
18. Spesialis bidang teknologi informasi : untuk teknologi informasi, analisis
data, penyimpanan data dan penyebaran data
19. Ilmuwan social : untuk dinamika budaya dan kelompok yang
mempengaruhi risiko, penularan atau pencegahan.
23
Selain mengelola penyakit zoonosis langsung pada hewan, dokter hewan juga
mendiagnosis, menyelidiki, dan mengendalikan zoonosis tidak langsung dan
penyakit menular non-zoonosis yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Contohnya termasuk penyakit West Nile dan coccidioidomycosis di antara hewan
peliharaan, dan leukosis sapi, penyakit kaki dan mulut, unggas, dan banyak
penyakit lain yang mempengaruhi suplai makanan, ekonomi nasional, dan
penghidupan petani negara.
Alquran
1) ة اأْل َ ْن َع ِامWِ َولِ ُك ِّل أُ َّم ٍة َج َع ْلنَا َم ْن َس ًكا لِيَ ْذ ُكرُوا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَى َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن بَ ِهي َم
“Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian
mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa
hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34)
Arti: Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
24
makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu,
mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al Hajj : 36)
3) َ ُوا ٱهَّلل َ ِلَن يَنَا َل ٱهَّلل َ لُحُو ُمهَا َواَل ِد َمٓا ُؤهَا َو ٰلَ ِكن يَنَالُهُ ٱلتَّ ْق َو ٰى ِمن ُك ْم ۚ َك ٰ َذل
۟ ك َس َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّر
ََعلَ ٰى َما هَد َٰى ُك ْم ۗ َوبَ ِّش ِر ْٱل ُمحْ ِسنِين
Hadist
ئ فِىُ ِزW ْ ٌع الَ ُ تجW َلَّ ْم َأرْ بW ِه َو َسW لى َعل ْيW ص
َ ِو ُ ل هللاW ا َ ل َر ُسWWَق: الWWازبْ قW َ Wَع َْن ب
ِ Wرا ِء ْب ِن َعW
ْ ُ َّ ُ ْ ْ ٌ ْ ْ
ضهَا َوال َعرْ َجا ُء البَِّين َ طل ُعهَا َوال َ ك ِسي َْرة التِى َالتنقِى ٌ
ُ ضة ْالبَيِّن َم ِر ْي ُ َ لمر ْي َ ْ ٌ
ِ احى ال َعوْ َرا ُء ْالبَيِّن عَوْ ُرهَا َوا
ِ ض َ
َ األ
25
َ ْذبَحُوWْ Wَلي ُ ك ْم فَت
ًَََعة ِمنWً اج َ ذ ُ ًَة اِاَّل َأ ْ ن يَّعWًَّنW َال تَ ْ ذ بَحُوْ ا إِاَّل ُم ِس: قال َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم:ع َْن َجابِ ٍر قال
ْ َر َعWْس
الضَّأْ ِن
Ulama
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk
kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih
utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa
yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta.
Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling
utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt:
I:315). Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak
berkurban harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan
disembelihnya.
1. Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau
sudah berganti giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu
diperbolehkan.” (Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad:
25826)
2. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
3. Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
4. Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih. (Musthafa Dib al-
Bigha: 1978:241). Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus
dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib
radliyallâhu ‘anh:
ضهَا َو ْال َعرْ َجا ُء بَي ٌِّن ظَ ْل ُعهَا َ ضا ِح ِّي فَقَا َل ْال َعوْ َرا ُء بَي ٌِّن َع َو ُرهَا َو ْال َم ِري
ُ ضةُ بَي ٌِّن َم َر َ َ أَرْ بَ ٌع اَل تَجُو ُز فِي اأْل
َّ ْ
َوال َك ِسي ُر التِي اَل تَ ْنقَى
26
“Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1)
yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas
dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang
(badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-
Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420)
Akan tetapi, ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya
ibadah kurban, yaitu; Hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah
tanduknya. Adapun cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tetap
tidak sah untuk dijadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243).
Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan dagingnya
berkurang (cacat bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan
dagingnya berkurang (cacat fisik).
27
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. EGC. Jakarta.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. 2006. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. 2010. EGC. Jakarta
Buku Ajar Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Suardana, I Wayan, Buku ajar zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia, 2015, PT
Kanisius
28