Kelompok
: A-15
Ketua
: Faishal Anwar
(1102013105)
Sekretaris
(1102013122)
Anggota
: Farah Fakhriyah
(1102013106)
Fathinah Zahudan R.
(1102013107)
(1102013109)
Harvien Bhayangkara
(1102013124)
Haya Harareed
(1102013125)
Herwidyandari Permata P.
(1102013126)
(1102013159)
SKENARIO 1
DEMAM SORE HARI
Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih
tinggi sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen,
nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat typhoid
tongue. Pada pemeriksaan widal didapatkan titer anti-salmonella typhi O meningkat. Pasien
tersebut bertanya kepada dokter apa diagnosis dan cara penanganannya.
KATA SULIT
1. Bradikardia
Kelambatan denyut jantug ditadai dengan perlambatan frekuensi denyut jatung kurang
dari 60 kali per menit.
2. Hiperpireksia
Suhu tubuh yang meningkat luar biasa
3. Typhoid tongue
Salah satu tanda terjadinya demam tifoid di mana warna lidah putih kotor kecoklatan
dengan ujung dan tepi hiperemis dan terdapat tremor.
4. Pemeriksaan widal
Merupaka tes imuno-serologi yang berguna untuk mendeteksi adanya antibody yang
spesifek terhadap antigen Salmonella typhi.
5. Titer anti Salmonella typhi O
Jumlah substansi yang dibutuhkan untuk meimbulkan reaksi dengan atau berhubungan
dengan sejumlah substansi lain (antigen Salmonella typhi O).
6. Demam
Salah satu dari tanda-tanda klinis yang paling umum dan ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh diatas normal yang memicu peningkatan tonus otot serta menggigil.
HIPOTESIS
Infeksi Salmonella typhi
Fekal oral
Patofisiologis
Demam Tifoid
Tatalaksana
Non Farmako
Farmako
Infeksi Salmonella typhi yang terjadi secara fekal oral akan menyebabkan reaksi
patofisiologis dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan reaksi pusing, demam, muntah, diare dan
berbagai manifestasi klinik lainnya terhadap tubuh penderita. Kemudian, dalam pemeriksaan
fisik didapatkan kondisi somnolen, bradikardia, suhu tubuh tinggi, dan adanya typhoid tongue.
Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, widal, urine,
tubex, dan kultur empedu. Penderita dinyatakan positif terkena demam tifoid apabila dalam uji
widal ditemukan nilai > dan positif apabila terjadi pengurangan jumlah leukosit (leukopenia).
Setelah penderita didiagnosis sebagai demam tifoid, dilakukan tata laksana non farmako dan
secara farmako untuk mengatasi infeksi bakteri ini.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan bakteri salmonella
1.1 MM definisi
1.2 MM morfologi
1.3 MM klasifikasi
1.4 MM cara penularan
2. Memahami dan menjelaskan Demam
2.1 MM definisi
2.2 MM klasifikasi
2.3 MM etiologi
2.4 MM mekanisme
3. Memahami dan menjelaskan Demam Tifoid
3.1 MM definisi
3.2 MM etiologi
3.3 MM manifestasi
3.4 MM patofisiologis
3.5 MM diagnosis
3.6 MM pencegahan
3.7 MM tatalaksana
Farmako
Non farmako
3.8 MM komplikasi
3.9 MM prognosis
PEMBAHASAN
1. MM bakteri Salmonella
1.1 MM definisi
Bakteri Salmonellosis adalah bakteri yang menular dengan kecepatan luar biasa, dan bisa
memperburuk dalam waktu yang sangat cepat. Infeksi Salmonella, disebabkan oleh bakteri
Salmonellosis, bisa menyebabkan dehidrasi ekstrim dan juga kematian. Salmonellosis disebarkan
kepada orang-orang dengan memakan bakteri Salmonella yang mengkontaminasi dan mencemari
makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan.
Namun sumber dari penyakit baru-baru ini melibatkan makanan-makanan seperti telur-telur
mentah, daging mentah, sayur-sayur segar, sereal, dan air yang tercemar.
Salmonella bersifat host-adapted pada hewan dan infeksi pada manusia biasanya mengenai usus.
Infeksi muncul dala m bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan
organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia
yang mengancam.Organisme ini ditemukan pada hewan dosmetik. Transmisinya melalui fekaloral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi.
1.2 MM morfologi
Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram.
Ukuran Salmonella bervariasi 13,5 m x 0,50,8 m.
Besar koloni rata-rata 24 mm.
Optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 68.
Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.
Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN.
Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa.
Menghasikan H2S.
Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit
polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang
unik. Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh
aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM.
Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya
merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan
dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan
kapsul dengan antiserum spesifik.
Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alkohol.
Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil.
Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi
sekuens asam amino pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri
dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi antigen O.
Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil.
Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang halus menjadi
kasar.
6
http://www.kesehatanmasyarakat.info/
1.3 MM klasifikasi
Super kingdom : Bacteria
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Protobacteria
Class
: Gammaprotobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Salmonell
Spesies
:
Salmonella bongori
Salmonella enterica
Berdasarkan spesivitas induk semang, serotipe yang ada dikelompokkan menjadi :
a. S. typhi, S. paratyphi A, B, dan C penyebab demam enterik (typhoid) pada manusia.
b. S. dublin (menyerang sapi), S. cholera suis (menyerang babi), S. gallinarum dan S.
pullorum (menyerang unggas), S. abortus equi (menyerang kuda) dan S. abortus ovis
(menyerang domba). Salmonella sp. Yang beradaptasi pada jenis hewan tertentu jarang
menyebabkan penyakit pada manusia.
Selain itu, satu sistem klasifikasi utama Salmonella arizonae dibagi menjadi tiga, yaitu
Salmonella typhi (satu serotipe), Salmonella choleraesuis (satu serotipe), dan Salmonella
enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Penentuan serotipe didasarkan reaktivitas antigen O dan
antigen H bifasik. Hampir semua salmonela yang mengakibatkan penyakit pada manusia dapat
diisolasi dari hewan berdarah panas adalah golongan Salmonella Choleraesuis, yang lain
terutama diisolasi dari hewan berdarah dingin dan lingkungan. Salmonela yang sering
diidentifikasi karena penting dalam klinik adalah S. Typhi, S. Choleraesuis, S. Paratyphi A, dan
S. Paratyphi B. Salmonella ini dapat diidentifikasi berdasarkan tes biokimia dan penentuan
serogrup, diikuti dengan penentuan serotipe.
7
2.2 MM klasifikasi
Demam septik: pada tipe demam ini, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang lebih
tinggi sekali ketika malam hari dan turun kembali pada pagi harinya. Sering disertai
keluhan mengigil dan berkeringat. Bila demem tinggi turun ke keadaan yang normal itu
dinamakkan juga demem hektik. Contohnya tuberculosis & abses piogenik.
Demam remiten: pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu yang normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
Demam intermiten: pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam 1 hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan
demam tersebut kuartana.
Demam kontinu: pada tipe demam kontinu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari 1 derajat. Pada tingkat damam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
Demam siklik: pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
9
Disebabkan oleh
Kontinyu
Remitten
Intermiten
Quotidian
Double quotidian
Demam rekuren
2.3 MM etiologi
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
o Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis,
10
11
Fever Pathway
Hipotalamus
Sirkulasi Sitokin
Sel Kupffer/Sirkulasi
Limfosit
Melepaskan Sitokin ke
dalam sirkulasi
IL-1,
IL-6
IL-10
IL-1,
TNF
IL-6
Asam Arachidonat
Hipotalamus
Meningkatkan Set Poin
Behavioral dan
Autonomical Respon
untuk meningkatkan
suhu tubuh
Inhibisi
Syaraf
sensitif
panas
Termoefektor
kehilangan
panas
PGE2
Stimulasi
Syaraf
sensitif
dingin
Termoefektor
produksi
panas
Meningkatkan
Pertahanan Tubuh
S. typhi sampai ke hati, limpa, sum-sum tulang dan gijal. Di organ-organ tersebut S. typhi
difagosit dan disini S. typhi memperbanyak diri tidak terpengaruh oleh antibodi pada penderita.
Setelah periode multiplikasi intraseluler,organisme akan dilepaskan lagi ke aliran darah
(bakterimia kedua) menyebabkan panas tinggi. S. typhi bila masuk ke kantung empedu dan
plaque Peyer akan terjadi radang. Maka terjadi nekrosis jaringan secaraklinik ditandai kholesistis
nekrotikans dan pendarahan. Diagnosis kultur tinja akan positif dan menyababkan carrier kronik.
Masa inkubasi demam tifoid umumnya 1-2 minggu paling singkat 3hari dan paling lama 2 bulan.
Gejalanya demam tinggi pada minggu ke-2 dan ke-3. Gejala lain yang sering ditemukan nyeri
otot, sakit kepela, batuk dan lain-lain. Selain itu dapat dijumpai adanya bradikardia relatif,
pembesaran hati dan limpa, bintik Rose sekitar umbilikus. Kemudian terjadi komplikasi antar
lain hepatitis dan pendarahan pada usus. Terjadi setelah 1-3 minggu setelah pengobatan
dihentikan.
Antigen O (somatik) terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein,
lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.
Antigen H (flagella) terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia
protein.
Antigen K (selaput)
Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi
fagositosis dan berstruktur kimia protein.
3.3 MM manifestasi
13
MINGGU ke-1 :
Demam tinggi 39-40oc, sakit kepala, pusing, anoreksia, mual, muntah, batuk,
dengan nadi cepat lemah, napas cepat, perut kembung, diare dan sembelit silih
berganti.
Suhu berangsur-angsur meningkat setiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari meningkat pada sore atau malam hari
Khas lidah penderita: kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor
Episteksis dapat dialami,
Tenggorokan terasa kering dan meradang
Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ke-7 & terbatas pada abdomen
disalah satu sisi dan tidak merata,
bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang.
MINGGU KE-2 :
MINGGU KE-3 :
MINGGU KE-4 :
Stadium penyembuhan.
Dapat dijumpai pneumonia
3.4 MM patofisiologis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan
yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
15
3.5 MM diagnosis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang tepat dan
meminimalkan komplikasi.
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan yang biasa rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur organism. Saat ini kultur
masih menjadi standar buku untuk penegakan diagnostic. Selain itu ada juga beberapa metode
pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki
sensivitas dan spesifikasi lebih baik antara lain uji TUBEX, thypidot dan dipstik.
Uji widal
Uji ini dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhi. Pada uji widal terjadi suatu
reaksi antiglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibody yang disebut agglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah dilaboratorium. Uji widal untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita
demam tifoid yaitu: Aglutinin O (dari tubuh kuman), Aglutinin H (flagella kuman), Aglutinin Vi
(simpai kuman). Hanya aglutini O dan H yang digunakan untuk diagnostic demam tifoid.
Uji TUBEX
Uji ini merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat dan mudah untuk dikerjakan.
16
Hasil positif uju TUBEX ini menunjukan terdapat infeksi Salmonella serogroup D walau tidak
secara spesifik menunjukan pada S. typhi. Infeksi oleh S.paratyhi akan memberikan hasil
negative.
Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi IgM dan IgG yang terdapat pada rotein membrane luar Salmonella typhi.
Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibody IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD.
Uji IgM dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terdapat S.typhi pada specimen serum.
Uji ini menggunakan strip yang mengandung antibody anti IgM yang dilekati dengan lateks
pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji.
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetpi hasil negative tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sbb: telah mendapat
terapi antibiotic, volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan
mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi
dapat membuat diagnosis pasien tersebut demem tifoid.
3.6 MM pencegahan
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam tifoid. Merebus air
minum dan makanan sampai mendidih juga sangat membantu. Sanitasi lingkungan, termasuk
membuang sampah dan imunisasi, berguna untuk mencegah penyakit. Secara lebih detailnya
yaitu:
Berasal dari sel S. Typhi utuh yang sudah mati setiap 1 vaksin mengandung sekitar 1 miliar
kuman.
17
Dosis untuk anak usia 1-5 thn adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 thn 0,25 cc dan dewasa 0,5 cc.
Dosis ini diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Efek samping dan perlindungan vaksin ini
pendek, jadi vaksin ini sudah tidak beredar lagi.
Vaksin oral yang mengandung S. Typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada anak usia
minimal 6 thn dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Vaksin ini bisa memberikan
perlindungan selama 5 thn.
Valsin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman salmonella. Vaksin diberikan secara parental
dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular pada usia mulai 2 thn dengan dosis ulang setiap 3 thn.
Lama perlindungan sekitar 60-70% vaksin ini yang sering dipakai karena relative paling aman.
Imunisasi rutin oleh vaksin tifoid dianggap kurang bermanfaat, tetap mungkin berguna bagi
mereka yang terpapar oleh carrier.
3.7 MM tatalaksana
Farmako:
Terapi anti mikroba pada infeksi Salmonella invasive adalah dengan ampisilin, trimetoprinsulmetoksazol, sefalosporin generasi ketiga, atau kloramfenikol. Antibiotik yang digunakan
adalah
a. Ciprofloxacin merupakan obat yang digunakan karena adanya strain bakteri yang
resisten terhadap chloramphenicol, ampicillin, dant rimethroprim. Namun telah
ditemukan sekitar 80% dari S. typhidansekitar 70% S. paratyphi yang berukuran
kelemahannya terhadap fluoroquinolon.
b. Pasien yang tidak stabil dalam klinik diberikan ceftriaxone secara intravena apabila
infeksi terjadi seperti di Asia. Apabila infeksi yang terjadi hampir sama dengan yang
terjadi di Afrika, Amerrika Selatan, Atau Amerika Serikat, ciprofloxacin masih bisa
digunakan. (Kurangdari 4% infeksi yang terjadi di Inggris dari Afrika resisten
fluroquinolon). Antibiotik seharusnya diganti apabila tersedia antibiotik lain yang
sensitif.
c. Azithromycin dan beberapa fluroquinolon jenis baru sepertiga tifloxacin cocok sebagai
alternative pengganti ciprofloxacin padapasien yang stabil.
d. Kloramfenikol adalah Kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya sangat pahit.
Untuk pengobatan demem tifoid diberikan dosis 4x500 mg sehari sampai 2 minggu bebas
demem. Bila terjadi relaps, biasanya dapat diatasi dengan memberikan terapi ulang.
Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis
selama 10 hari. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena itu ester ini tidak
dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
e. Tiamfenikol, Dosis dan efektivitas pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia
aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosisnya 4x500 mg
18
3.8 MM komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa kompliksai yang dapat terjadi
pada demam tifoid yaitu :
Komplikasi Intestinal
1. Perdarahan intestinal: pada usus yang terinfeksi akan terbentuk luka yang berbentuk
lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus, jika luka tersebut menembus lumen
usus, hingga kemudian mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi perdarahan
usus (perdarahan intestinal). Jika perdarahan terus terjadi, maka harus segera dilakukan
difusi darah. Karena bila transfusi darah terlambat dilakukan akan berakibat kematian.
2. Dan jika luka pada usus tersebut terus memanjang hingga menembus dinding
usus, maka akan terjadi perforasi usus.
Komplikasi Ekstra&Intestinal
1. Hematologi
Pada saat infeksi, endotoksin pada pembuluh darah akan mengaktifkan system biologic,
koagulasi, dan fibrinolisis.
19
Kemudian, akan terjadi pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamine di pembuluh darh. Hal-hal
ini akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, yang kemudian akan merusak endotel
pembuluh darah dan mengakibatkan koagulasi intravaskuler diseminta kompensata dan
dekompensata. Saat proses infeksi, akan terjadi penurunan jumlah trombosit dikaarenakan
peningkatan destruksi trombosit dan penurunan pembentukan trombosit yang kemudian
mengakibatkan trombositopenia.
2. Hepatitis tifosa
Merupakan pembengkakan hati ringan. Hanya 5% penderita demam tifoid yang mengalami
hepatitis tifosa.
3. Pankreatitis tifosa
Pancreatitis tifosa terjadi karena pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat
farmakologik
4. Miokarditis
Miokarditis biasanya terjadi tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada,
gagal jantung kongesif, aritimia, atau syok kardiogenik.
5. Neuropsikiatrik
Manifestasinya berupa delirium dengan atau tanpa kejang-kejang, semi-koma aytau koma hingga
sindrom atak akut.
3.9 MM prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya,
dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka
mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan
pada orang dewasa 7,4%, atau rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal
penderita cepat diberi obat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Kematian
berhubungan dengan perforasi usus, pneumonia dan coma. Kecacatan dapat terjadi apabila
terjadi komplikasi yang berhubungan dengan kondisi mental atau menyerang bagian otak.
Prognosis berdasarkan kesembuhannya
Sembuh total
Sembuh dengan efek samping (cacat)
Tidak sembuh
Meninggal
20
KESIMPULAN
Demam Tifoid Infeksi merupakan akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Salmonella typhi yang bisa masuk ke
dalam tubuh melalui beberapa cara. Namun, cara penularan yang banyak terjadi adalah secara
fekal oral, di mana Salmonella yang keluar bersama feses bisa menular ke orang lain apabila
mengkontaminasi makanan. Makanan yang tidak matang juga dapat mengakibatkan infeksi
bakteri ini. Demam Tifoid memiliki pola demam yang berbeda-beda, seperti pada minggu
pertama terjadi demam septik, kemudian demam pada minggu kedua terjadi pola demam kotinyu.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Manifestasi klinik yang dapat terjadi adalah bradikardia, typhoid tongue, somnolen, dan demam.
Kemudian, pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah dengan tes widal. Apabila
positif, angka menunjukkan > , maka pasien positif terkena demam tifoid. Selain itu, masih
ada tes penunjang lain yang bisa digunakan sebagai acuan, seperti tes tubex, kultur empedu dan
tes darah.
Tatalaksana yang paling sering digunakan untuk mengatasi demam tifoid terbagi menjadi
dua, yaitu Non-farmako, seperti istirahat yang cukup, diet yang lunak dan bernutrisi. Sedangkan
untuk terapi farmako, pemberian ciprofloxacin dianjurkan karena banyaknya resistensi terhadap
chloramphenicol. Untuk ibu hamil, diberikan seftriaxone sebagai antibiotik yang aman.
Prognosis dari demam tifoid ini bisa dikataan baik, apabila pasien segera dirawat dan dilakukan
terapi. Namun, dapat menjadi buruk apabila terjadi komplikasi dan gangguan pada otak, seperti
retardasi mental yang menimbulkan kecacatan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Christopher J. Gordon. 2005 Temperature and Toxicology: An Integrative, Comparative, and
Environmental Approach. USA : CRC Press
Davey Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Soeharsono. 2002. Zoonosis: penyakit menular dari hewan ke manusia. Vol.1. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Sudoyono, A.W. Setiyohadi, B. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya
Edisi.2. Jakarta:Erlangga
http://www.jevuska.com
http://www.patient.co.uk/doctor/typhoid-and-paratyphoid-fever
http://www.forumsains.com
http://aufalactababy.com/tag/pantangan-makanan/
22