Anda di halaman 1dari 14

LI 1 M&M DEMAM 1.1 DEFINISI Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal.

Bila diukur pada rektal >38C (100,4F), diukur pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui aksila >37,2C (99F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38 C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3 C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan rangsangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. Demam pada mamalia dapat memberi petunjuk bahwa pada suhu 39 C, produksi antibodi dan poliferasi sel limfosit-T meningkat sampai 20 kali dibandingkan dengan keadaasn suhu normal. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang berasal dari mikroorganisme atau hasil dari reaksi imunologik yang tidak berdasarkan infeksi. Pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelapasan asam arakidonat yang mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang dapat menyebakan pireksia. Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan vaokontriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun lalu merasa demam. Patokan suhu tubuh di hipotalamus dapat naik karena peran prostaglandin. Prostaglandin timbul akibat induksi pirogen endogen (sitokin). Sitokin dihasilkan oleh sel-sel sistem kekebalan tubuh karena adanya infeksi atau adanya cedera pada jaringan. Sampai saat masih belum jelas benar bagaimana suatu infeksi atau cedera pada suatu jaringan bisa menginduksi reaksi kenaikan set-point suhu tubuh. Sebagian besar obat turun panas bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin dalam tubuh. 1.2 ETIOLOGI Etiologi demam umumnya akibat dari gangguan hipotalamus. Penyebab lainnya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Infeksi saluran pernapasan Infeksi virus Infeksi bakteri Pneumonia Gangguan imunologi Penyakit tertentu yang berkaitan dengan paparan panas

7. Beberapa kanker tertentu ada yang mempunyai gejala awal demam, seperti pada leukemia & penyakit Hodgkin. 8. Selain itu, ada beberapa sebab lain yang juga dapat menyebabkan sedikit kenaikan pada suhu tubuh, seperti misalnya sehabis imunisasi (meskipun tidak terjadi pada semua anak) & saat anak tumbuh gigi

Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukositmelepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. Produksi panas pada demam meningkatkan pemakaian oksigen, produksi karbondioksida, dan curah jantung.

Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania familial)

1.3 PATOFISIOLOGI Endoktosin/Peradangan / Rangsangan pirogenik lain Monosit/Makrofag/Sel kupffer sitokin

Daerah praoptik hipotalamus Prostaglandin Demam Peningkatan titik patokan suhu

-1 dan TNF-

-6 dan IFN

dikelilingi oleh porsio medial dam lateral pada pre-optic nucleus, hipotalamus anterior dan septum pallusolum Mekanisme sirkulasi sitokin di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan neural masih belum jelas. hipotesanya adanya kebocoran di sawar darah otak di level OVLT menyediakan sistem saraf pusat untuk merasakan adanya pirogen endogen. Mekanisme pencetus tambahan termasuk transport aktif sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi reseptor sitokin di sel endotel di neural vasculature, yang mentranduksi sinyal ke otak. OVLT mensintesa prostaglandin, khususnya prostaglandin E2, yang merespons pirogen endogen. PG E2 bekerja secara langsung ke sel pre-optic nucleus untuk menurunkan rata pemanasan pada neuron yang sensitif pada hangat dan ini salah satu cara menurunkan produksi pada arachidonic acid pathway. Kejadian yang lebih luas pada cyclooxygenase-2 (COX-2) di neural vasculature yang penting pada

formasi febris. Induksi pada respons febris oleh lipopolisakarida, TNFkenaikan COX-2 mRNA pada cerebral vasculature pada beberapa model eksperimental febris. Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada banyak sel efektor pada respons imun. Demam menginduksi terjadinya respons syok panas. Pada respons syok panas terjadi reaksi kompleks pada demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus lain. Hasil akhir dari reaski ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas protein krusial untuk penyelamatan seluler. -10 dan substansi lain s Fase-fase demam: a. Chill: pusat suhu meningkat lalu mencapai set-point suhu yang baru

Manifestasi klinisnya vasokonstriksi kutaneus, peningkatan produksi panas akibat aktivitas otot b. Fever: terjadi keseimbangan antara produksi dan pengeluara pada peningkatan set-point

Manifestasi klinis: set point kembali normal, tubuh mempersepsikan dirinya menjadi terlalu hangat c. Flush: mekanisme pembuangan panas diinisiasi menyebabkan vasodilatasi kutaneus dan diaforesis Manifestasi klinis: haus, kulit memerah Hipotalamus dapat dikatakan sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat reseptor (penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal dengan nama termoreseptor (termo = suhu). Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di dalam tubuh kita. Kandungan panas didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5-37,5C. Bila pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat ini akan memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang berlebih ke lingkungan luar tubuh salah satunya dengan mekanisme berkeringat. Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha menyeimbakan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk berkontraksi(bergerak) guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi otot-otok rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya, seperti saat kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh kita manakala tubuh kita mengalamiperubahan suhu. Lain halnya bila tubuh mengalami proses patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksis (racun) yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racunyang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam) 1.4 POLA POLA Tipe-tipe demam : 1. Demam septik

Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat dia atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan kenaikan suhu tidak sebesar demam septik.

3.

Demam intermiten

Suhu bdan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana , dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Contohnya malaria. 4. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi disebut hiperpireksia. 5. Demam siklik

Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Demam belum terdiagnosis Suatu keadaan demam yang terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan dia atas 38,3C dan belum ditemukan penyebabnya walaupun sudah diteliti. Demam yang belum terdiagnosis atau Fever Unknown Origin (FUO) dibagi kedalam 4 kelompok : 1. FUO klasik

Demam yang lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan diagnostik non-invasif maupun invasif selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam. 2. FUO nonsokomial

enderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di umah akit dan kemudian menderita demam lebih dari 38C dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas. 3. FUO neutropenik

enderita yang memiliki jenis neutrofil lebih dari 500 ul dengan demam lebih dari 38,3C dan sudah diusahakan pemeriksaan selama 3 hari tanpa hasil yang jelas. 4. FUO HIV

enderita yang menderita demam lebih dari 38,3C selama 4 minggu pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya. LI 2 M&M tentang salmonella 2.1 jenis - jenis Menjelaskan definisi bakteri Sallmonela enterica. Salmonella bersifat host-adapted pada hewan dan infeksi pada manusia biasanya mengenai usus. Infeksi muncul dala m bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam. Organisme ini ditemukan pada hewan dosmetik. Transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi.

Klasifikasi kuman Salmonella sp. sangat kompleks, biasanya diklasifikasikan : 1. Menurut dasar reaksi biokimiaserotipe yang diidentifikasi menurut struktur antigen O, H dan Vi yang spesifik 2. Menurut reaksi biokimianya, Salmonella sp.dapat diklasifikasikan menjad tiga spesies yaitu S. typhi, S. enteritidis, S.cholerasuis, disebut bagan kauffman-white 3. Berdasarkanserotipenya di klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A(Serotipe group A), S. paratyphi B (Serotipe group B), S. paratyphi C (Serotipe group ), dan S. typhi dari Serotipe group D 2.2 morfologi Siklus Hidup Salmonella typhi 1. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (host). 2. Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. 3. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembus sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, serta menyerang membran yang menyelubungi otak. 4. Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. 5. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada fesesnya terdapat kumpulan S. typhi yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 6. Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

2.3 transmisi

LI 3 M&M Tentang demam tifosa 3.1 definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi menular akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, dan gangguan kesadaran). Meurut Butler dala Soegijanto, S (2002), demam tifoid adalah suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, splenomegali serta kadang kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus.

3.2 etiologi Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.

3.3 patofisiologi

biak dan di fagosit oleh makrofag

2. masuk kembali menembus usus

3.4 diferensial diagnosis 1. Paratiphoid.

2. Malaria.

3. TBC millier.

4. Influenza.

5. Dengue.

6. Rheumatic fever.

7. Sistemic lupus erimatosus.

8. Hepatitis.

LI 4 M&M penatalaksanaan demam tifoid (klorofenikol) 4.1 farmakodinamik


Mekanisme:menghambat sintesis protein kuman. Masuk ke sel bakteri melalui diffusi terfasilitasi.

Mekanisme resistensi : inaktivasi obat oleh asetil trensferase yang diperantarai olehfactor R. Resistensi terhadap P. aeruginosa, Proteus dan Klebsielaterjadi karenaperubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuk nya obat ke dalamsel bakteri
4.2 farmakokinetik A. Absorbsi Diabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%. Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug, Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri.

Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga menghambat perkembangan sel hewan & manusia. Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-soluble.

B. Distribusi Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta. Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid). Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan aqueous dan vitreous humors.

C. Metabolisme Metabolisme : hati dan ginjal Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin. Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; pasien sirosis dan pada bayi. D. Eliminasi Rute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme hepar ke inaktif glukuronida. 4.3 efek samping

1. Reaksi Hematologik Terdapat dua bentuk reaksi:


1. Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Berhubungan dengan d osis,progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. 2. Prognosisnya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat ireversibel. Timbulnyatidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan.

2. Reaksi Alergi Kemerahan pada kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.

Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demamtyph

oid. 3. Reaksi Saluran Cerna Mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.

4. Syndrom Gray Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kgBB). 5. Reaksi Neurologis Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optikdapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama. 6. Interaksi dengan Obat Lain Kloramfenikol menghambat enzim sitokrom P450 irreversibel memperpanjang T (dicumarol, phenytoin, chlorpopamide, dan tolbutamide).

Mengendapkan berbagai obat lain dari larutannya, merupakan antagonis kerjabakterisidal penisilin dan aminoglikosida. Phenobarbital dan rifampin mempercepat eliminasi dari kloramfenikol.
4.4 kontra indikasi

Pemeriksaan Laboratorium

1. pemeriksaan darah rutin : isolasi organisme dari spesimen darah atau sumsum tulang penderita. Hal ini dikarenakan kasus karier tifoid dapat memberikan hasil positif palsu. Pada pasien yang belum diobati, kultur darah menunjukkan hasil positif pada 40-60% kasus, terutama jika kultur dilakukan pada awal perjalanan penyakit. Kultur dari sediaan sumsum tulang menunjukkan hasil positif yang lebih tinggi, mencapai 90%.Pada pasien dewasa, dibutuhkan sejumlah 10-15 ml darah, sedangkan pada pasien anak hanya dibutuhkan 2-4 ml darah karena derajat bakteremia yang lebih tinggi pada pasien anak. 2. uji widal : Prinsip uji widal adalah pemeriksaan reaksi antara antibodi agglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatic (O) dan flagella (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. 3. uji tubex : Uji tubex mendeteksi adanya antibody anti-S typhi 09 pada serum pasien. Antigen 09 bersifat imunodominan dan dapat merangsang imun secara independen. Karena sifatnya itu respon terhadap antigen 09 tergolong cepat sehingga deteksi bisa dilakukan lebih dini yaitu pada hari ke 4-5 pada infeksi primer dan hari ke 2-3 pada infeksi sekunder. Uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG jadi gak cocok buat lihat infeksi masa lampau. Pada uji tubex digunakan 2 reagen. - Reagen A adalah partikel magnetic yang diselubungi oleh antigen S typhi 09 sedangkan - reagen B adalah partikel lateks warna biru yang diselubungi antibody spesifik untuk antigen 09. Cara kerjanya dengan memasukkan satu tetes serum pasien suspek DT ke tabung dan campur dengan 25uL reagen A (1 tetes). setelah itu beri 2 tetes reagen B. konsepnya, jika dalam serum pasien tidak ada antibody terhadap salmonella typhi 09 reagen B akan bereaksi dengan reagen A, dan ketika diletakkan pada rak yang mengandung medan magnet komponen reagen A akan tertarik ke dasar dan membawa serta reagen B yang berwarna biru. Sebagai akibatnya tabung akan berwarna merah karena warna merah adalah warna serum yang lisis. Sebaliknya bila serum mengandung antibody salmonella T 09, antibody pasien akan berikatan dengan reagen A dan menyebabkan reagen B tetap di tengah tidak tertarik ke dasar sehingga larutan berwarna biru. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa uji ini memiliki sensitivitas sebesar 75-80% dan spesifisitas sebesar 75-90%. 4. uji typhidot : Thypidot merupakan suatu uji serologi yang didasarkan pada deteksi antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap Salmonella Thypi . Dalam tes ini antibodi IgM dan IgG tidak aktif sebelum tes dimulai. Tes menggunakan suatu membran nitroselulosa yang diisi 50 KDa spesifik protein dan antigen kontrol. Deteksi antibodi IgM menunjukkan tahap awal infeksi pada demam tipoid akut sedangkang adanya peningkatan IgG menandakan infeksi yang lebih lanjut. Pada metode Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terha dap Ig M spesifik.

5. uji IgM dipstick : mendeteksi IgM dengan dipstick khusus. Uji ini menunjukan positif pada 1 minggu setelah gejala muncul. Pada kultur darah, bila biakan positif menunjukan demam tifoid, namun biakan negative belum tentu menentukan tidak adanya demam tifoid, karena adanya terapi antibiotik, sampel darah kurang, pengambilan darah saat aglutinin meningkat dan adanya riwayat vaksinasi. Selain dari kultur darah, kultur Salmonella dapat dilakukan juga pada kultur feses, dan kultur urin.

1. 2. 3. 4. -

Tatalaksana Istirahat cukup Menjaga kebesihan tempat tidur, pakaian, lingkungan Diet Tirah baring selama demam (2minggu) hingga normal, meminum antibiotik yang tepat (cloramfenikol) Cloramfenikol : Bekerja dengan menghambat enzim peptidil transferase dari ribosom 50S bakteri. Memiliki efek samping, yaitu depresi sumsum tulang belakang, reaksi saluran cerna, dan sindrom gray pada neonatus. Obat ini diberi dengan dosis 4x500 mg/hari per oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas. Penurunan demam ratarata setelah 7 hari atau 5 hari. Obat ini kurang efektif pada bakteri multi drug resistance. Kontraindikasi terhadapa wanita hamil, karena dapat menyebabakan partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome Tiamfenikol Struktur dan mekanisme mirip dengan kloramfenikol. Obat ini umumnya lebih tidak aktif daripada kloramfenikol, namun memiliki efek samping yang lebih ringan dari kloramfenikol. Dosisnya adalah 4x500 mg/ hari, dan demam biasa turun pada hari ke-5 sampai ke-6. Kontaraindikasi pada wanita hamil. Kotrimoksazo, mengambat reaksi enzimatik obligat pada 2 tahap, sehingga lebih efektif. Efek samping biasa tidak ada, bila diberikan sesuai dengan dosis, namun bisa terjadi anemia, megaloblastis, leukopenia, atau trombositopenia. Pada pengobatan demam tifoid diberikan 2x2 tablet(1 tablet:400mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim) selama 2 minggu. Ampisilin dan amoksissilin Merupakan obat golongan penisilin bersprektrum luas, bekerja dalam menghambat pembentukan dinding sel mikroba. Efek samping, bisa muncul berbagai reaksi alergi pada orang-orang tertentu, dan juga memiliki efek toksis jika diberi dosis berlebih. Kemampuan menurunkan demam kurang disbanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurakan berkisar 50-150mg/kgBB selama 2 minggu. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatana demam tifoid pada wanita hamil

Sefalosporin generasi ketiga Mekanisme kerja mirip dengan golongan beta laktam lain, yaitu menghambat sintesis dinding sel. Sefalosporin generasi ketiga umumnya bekerja kurang aktif terhadap bakteri gram positif, namun sangat efektif terhadapa Enterobactericae. Efek samping berupa efek alergi, nefrotoksik, dan diare. . Obat ini dapat digunakan dalam pengobatan demam tifoid pada wanita hamil Florokuinon Bekerja dengan menggangu enzim DNA girase, sehingga menggangu proses replikasi dan transkripsi bakteri. Efek samping dari obat golongan kuinolon adalah kelainan saluran cerna, susunan saraf pusat, hepatotoksik, kardiotoksik, disglikemia, fototoksik, dan lain-lain. Untuk terapi demam tifoid, dapat diberikan norfloksasin dosis 2x 400 mg/hari selama 14 hari, atau siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari, atau ofloksasin dosis 2x 400 mg/hari selama 7 hari, atau perfloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari, atau fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari. Kontraindikasi kepada wanita hamil. Golongan obat ini merupakan paling efektif dalam pengobatan demam tifoid. Azitromisin Bekerja dalam menghambat sintesis protein, yaitu dengan mengikat secara reversible ribosom 50S dari bakteri. Obat ini dapat mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap. Selain itu obat ini dapat mengungi angka relaps dibanding seftriakson.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Komplikasi Sebagian besar pasien sembuh sempurna Jika tidak di obati dapat mengalami pendarahan usus Perforasi usus, yang menyebabkan nyeri perut Pneumonia Infeksi kantung kemih & hati Infeksi darah

Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal

penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti: 1. Panas tinggi (hiperpireksia) febris continual. 2. Kesadaran menurun sekali. 3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis 4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

Anda mungkin juga menyukai