Anda di halaman 1dari 38

SKENARIO 2

GATAL DAN BENTOL MERAH DI SELURUH TUBUH

Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan


demam dan sakit menelan sejak 2 minggu yang lalu. Dokter memberikan
antibiotika golongan penisilin. Setelah minum antibiotika tersebut timbul gatal dan
bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada
kelopak mata dan bibir. Ia memutuskan untuk kembali berobat ke dokter. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir, dan urtikaria di
seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat antihistamin dan
kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum
obat.

1
I. IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. ANTIBIOTIKA : zat kimiawi biasanya dihasilkan mikroorganisme atau


secara semisimetris yang punya kemampua membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain.

2. HIPERSENSITIVITAS : peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap


antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

3. PENISILIN : kelompok antibiotika β-lactams yang digunakan dalam


penyembuhan penyakit infeksi bakteri.

4. ANGIOEDEM : reaksi vascular pada dermis bagian dalam: jaringan


subkutan dan submucosa

5. URTIKARIA : reaksi vaskular pada dermis bagian atas biasanya sementara


terdiri dari edema lokal yang disebabkan oleh dilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan pembentukan bentukan bentol atau urtikaria.

6. ANTI HISTAMIN : zat yang mengurrangi efek histamine dala tubuh

7. KORTIKOSTEROID : suatu kelompok hormone steroid yang dihasilkan di


kulit adrenal, obat anti histamine yang digunakan untuk mengurangi gejala
pembengkakakn, kemerahan, dan gatal-gatal.

8. ALERGI : reaksi tubuh yang menimbulakan gejala-gejala seperti ruam-ruam,


gatal, yang disebabkan oleh masuknya alergen ke dalam tubuh.

2
II. BRAINSTORMING

Pertanyaan :

1. Apa saja tipe-tipe hipersensitivitas?

2. Mengapa pasien diberi obat antihistamin?

3. Mengapa bisa terjadi angioedema dan urtikaria?

4. Gejala apasaja yang ditimbulkan alergi obat penisilin?

5. Mengapa angioedema muncul di sekitar mata dan bibir?

6. Apa saja bentuk obat antihistamin?

7. Mengapa dokter mengatakan pasien mengalami hipersensitivitas tipe cepat?

8. Antibody apa yang meningkat pada kasus ini?

9. Apa yang harus diperhatikan sebelum mengkonsumsi obat?

Jawaban :

1. -Menurut waktu timbulnya reaksi : Cepat, Intermediet, Lambat

-Menurut Gell&Coombs : hipersensitivitas tipe 1,2,3, dan 4

2. Untuk mengobati angioedema yang disebabkan oleh histamin yang


dikeluarkan oleh sel mast

3. Karena pembuluh darah mengalami dilatasi dan intraseluler ke ekstraseluler


dan permeabilitas kapilernya naik. Ada juga mediator factor seperti
histamine yang menyebabkan tumbuhnya bentol.

4. Gejala ringan: kulit merah, gatal kering, dan bengkak

Gelaja berat : reaksi anafilaksis (sesak nafas, detak jantung meningkat,


kesemutan, dan pingsan)

3
5. Karena angioedema menyerang jaringan mukosa dan submucosa yang
merupakan jaringan ikat longgar.

6. Topikal -obat luar- (seperti gel, krim, semprotan), tablet kunyah, permen,
kapsul, dan cairan.

7. Karena reaktivitas pasien yaitu reaksi alergi meningkat secara cepat

8. Ig M, karena timbulnya pada fase akut

9. Gejala sakitnya, dosis, waktu pemberian, efeksamping, kadaluarsa obat,


riwayat alergi

4
III. HIPOTESIS

Obat-obatan antibiotika seperti penisilin dapat menimbulkan alergi pada


beberapa orang. Reaksi alergi ini dapat berupa gejala ringan yaitu kulit merah, gatal,
kering, bengkak, dan dapat pula berupa gejala berat yaitu reaksi anafilaksis sesak
nafas, detak jantung meningkat, kesemutan, pingsan.

Alergi obat dapat disebut dengan reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas


menurut waktu yaitu hipersensitivitas cepat, intermediet, dan lambat. Sedangkan
menurut Gell & Coombs hipersensitivitas terdiri dari beberapa tipe yaitu
hipersensitivitas tipe 1,2,3, dan 4. Penatalakasanaan pada seseorang yang
mengalami hipersensitivitas yaitu dengan diberikan obat anti histamin dan
kortikosteroid.

5
IV. SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas


1.1 Definisi dan Etiologi
1.2 Klasifikasi

2. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1


2.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1
2.2 Mediator Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1

3. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe 2


3.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 2
3.2 Manifestasi Klinis Reaksi Hipersensitivitas Tipe 2

4. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3


4.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3
4.2 Manisfestasi Klinis Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3

5. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe 4


5.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 4
5.2 Manifestasi Klinis Reaksi Hipersensitivitas Tipe 4

6. Memahami dan Menjelaskan Anti histamine dan Kortikosteroid


6.1 Farmakokinetik dan Farmakodinamik dari Anti Histamin dan Kortikosteroid
6.2 Efek Samping dari Anti Histamin dan Kortikosteroid

7. Memahami dan Menjelaskan pandangan Islam mengenai Mengkonsumsi dan


Pemilihan Pengoban

6
V. PEMBAHASAN

1. Memahani dan Menjelaskan Reaksi Hipersensistivitas

1.1 Definisi Dan Etiologi

1.1.1 Definisi

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap


antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

1.1.2 Etiologi

Hipersensitivitas Tipe I (tipe cepat)

Terjadi karena pembentukan ikatan silang IgE di membran basophil darah atau sel
mast jaringan oleh antigen. Pengikatan silang ini menyebabkan sel mengalami
degranulasi, membebaskan bahan-bahan seperti histamin, leukotrien, dan faktor
kemotaktik eosinophil, yang memicu anafilaksis, asma, hay fever, atau urtikaria
(biduran) pada orang yang terkena.

Hipersensitivitas Tipe II (sitotoksik atau sitolitik)

Hipersensitivitas tipe II terjadi karena pembentukan kompleks antigen-antibodi


antara antigen asing dan immunoglobulin IgM atau IgG. Hipersensitivitas tipe II
juga dapat dipicu oleh obat dan dapat terjadi selama pemberian penisilin (sebagai
contoh).

Hipersensitivitas Tipe III (tipe kompleks imun)

Hipersensitivitas Tipe III terjadi karena adanya peningkatan kadar kompleks


antigen-antibodi dalam darah yang akhirnya mengendap di membran basal di
jaringan dan pembuluh darah. Pengendapan kompleks imun mengaktifkan
komplemen untuk menghasilkan komponen-komponen dengan aktivitas

7
anafilatoksik dan kemotaktik yang meningkatkan permeabilitas vaskular dan
merekrut neutrophil ke tempat kompleks mengendap.

Hipersensitivitas Tipe IV (tipe lambat)

Hipersensitivitas Tipe IV diperantarai oleh sel, dan respons terjadi 2-3 hari setelah
pajanan ke antigen pemeka.

1.2 Klasifikasi

A. Menurut waktu timbulnya reaksi


 Reaksi cepat

Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2


jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast
menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat
berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal.

 Reaksi intermediet

Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang


dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG
dan kerusakan jaringan melalui komplemen dan atau sel NK/ADCC .
Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu
yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.
Manifestasi reaksi intermediet berupa:
1. Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik
autoimun).

2. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis


nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).

8
 Reaksi lambat

Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan


dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin
yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang
menimbulkan kerusakan jaringan.
Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.
Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

B. Menurut Gall and Combs


I. Hipersensitivitas tipe I (reaksi IgE)
Ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan
basofil melepas mediator vasoaktif.
Manifestasi khas : anafilaksis sistemik dan lokal seoerti
rinitis, asma,urtikaria, alergi makanan dan ekze.

II. Hipersensitivitas tipe II (reaksi sitotoksik)


Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi
sel dengan bantuan komplemen atau ADCC
Manifestasi khas : reaksi transfusi,eritroblastosis fetalis,
anemia hemolitik autoimun.

III. Hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)


Kompleks Ag-Ab mengaktfikan komplemen dan respons
inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil
Manifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik
seperrti serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis,
glomerulonefritis, AR dan LES.

IV. Hipersensitivitas tipe IV (reaksi seluler)

9
Sel Th-1 yang disensitasi melepas sitokin uang mengaktifkan
makrofag atau sel Tc yang berperan dalam kerusakan jaringan. Sel
Th-2 dan Tc menimbulkan respons sama
Manifestasi Khas : dermatitis kontak, lesi tuberkulosis dan
penolakan tandur

Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi salam beberapa subtipe lagi


: IV a, IV b, IV c dan IV d

2. Memahani dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1

2.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1

Urutan kejadian reaksi tipe I:

1. Fase Sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembenttukan IgE


sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel
mast/basophil
2. Fase Aktivasi yaitu waktu yang dibutuhkan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spsifik dan sel mast/basophil melepas isinya yang berisikan
granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silan antara
antigen dan Ig E
3. Fase Efektor yaitu waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi)
sebagai edek mediator yang dilepas sel mast/basophil denan akticiras
farmakologik

10
Pajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang
dilepas diikat Fcε-R1 pada sel mast dan basophil.

Ikatan silang antara Fcε-R1 dan IgE pada permukaan sel mast memacu aktivasi
Syk(Spleen Tyrosine Kinase). Sinyal Syk dengan cepat ditransduksi yang
menimbulkan degranulasi, produksi LT (Leukotrin) dan transkripsi den
sitokin/kemokin.

Pajanan kedua dengan allergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan
IgE yang diikat sel mast, memacu pengelepasan mediator farmakologis aktif
(amin vasoaktif) dari sel mast dan basophil. Pengelepasan mediator inflamasi
tersebut berperan dalam gejala akut dan kronis penyakit alergi. Mediator-
mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meingkatkan
permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.

11
2.2 Mediator Reaksi Hipersensitivitas 1

Sel mast mengandung banyak mediator primer atau preformed antara lain
histamine yang disimpan dalam granul. Sel mast juga yang diaktifkan dapat
memproduksi mediator baru atau sekunder atau newly generated seperti
leukotrin dan prostaglandin.

a. Histamin
Histamin merupakan komponen utama granul sel mast dan sekitar 10%
dari berat granul. Histamin yang merupakan mediator primer yang
dilepas akan diikat oleh reseptornya. Ada 4 reseptor histamine (H1, H2,
H3, H4) dengan distribusi yang berbeda dalam Jaringan dan bila
berikatan dengan histamin, menunjukkan berbagai efek.
b. Prostaglandin dan Leukotrin
Prostaglandin dan leukotrin merupakan mediator sekunder yang
kemubian dibentuk dari metabolisme asam arakidonat atas pengaruh
fosfolipase A2. Efek biologisnya timbul lebih lambat, namun lebih
menonjol dan berlangsung lebih lama disbanding dengan histamin.
Leukotrin berperan pada bronkokonstriksi, pengikatan permeabilitas
vaskular dan produksi mukus. PGE2 menimbulkan bronkokonstriksi.
c. Sitokin
Berbagai sitokin dilepas sel mast dan basophil seperti IL-3, IL-4, IL-5,
IL-6, IL-10, IL-13, GM-CSF, dan TNF-𝛼. Beberapa diantaranya
berperan dalam manifestasi klinis reaksi Tipe I. Sitokin-sitokin tersebut
mengubah lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi
seperti neutrofil dan eosinofil. IL-4 dan IL-13 meningkatkan produksi
IgE oleh sel B. IL-5 berperan dalam pengerahan dan aktivasi eosinofil.
Kadar TNF-𝛼 yang tinggi dan dilepas sel mast berperan dalam renjatan
anafilaksis.

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe I:

12
Mediator Efek

Histamin H1: permeabilitas vaskular meningkat, vasodilatasi,


konstriksi otot polos

H2: sekresi mukosa gaster, aritmia jantung

H3: SSP

H4: eosinofil

Protease Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh


(triptase, kimase darah, pembentukan produk pemecahan komplemen

ECF Kemotaktik untuk eosinofil

NCF Kemotaktik untuk neutrofil

Hidrolase Asam Degradasi matriks ekstraseluler

PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

NCA Kemotaksis neutrofil

BK-A Kalikrein: kininogenase

Proteoglikan Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan: mencegah


komplemen yang menimbulkan koagulasi

Enzim Kimase, triptase, proteolisis

Mediator sekunder utama pada hipersensitivitas Tipe I:

Mediator Efek

LTR (SRS-A) Peningkatan permeabilitas vaskular, vasodilatasi, sekresi


mukus, kontraksi otot polos paru, kemotaktik neutrofil

13
PG Vasodilatasi, kontraksi otot polos paru, agregasi trombosit,
kemotaktik neutrofil, potensiasi mediator lainnya

Bradikinin Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi


otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

IL-1 dan TNF-𝛼 Anafilaksis, peningkatan ekskresi CAM pada sel endotel
venul
Peningkatan produksi IgE

TGF-𝛽 dan GM- Aktivasi monosit, eosinofil, demam


CSF

IL-4, PMN, Fibrosis


demam

Inhibitor Protease Mencegah kimase

Lipoksin Bronkokonstriksi

Leukotrin (LTC4, Kontraksi otot polos (jangka lamas), meningkatkan


LTD4, LE4) permeabilitas, kemotaksis

Leukortin B4, 15- Sekresi mukus


HETE

PAF Kemotaksis (terutama eosinofil), bronkospasme

3. Memahani dan Menjelaskan Hipersensistivitas Tipe 2

3.1 Mekanisme Hipersensitivitas Tipe 2

Reaksi hipersensitivitas Tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau


sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap
antigen yang merupakan bagian sel panjamu. Reaksi diawali oleh reaksi
antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari
membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan

14
metabolisme sel dilibatkan. Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi
terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik. Antibodi tersebut dapat
mengaktifkan sel yang memilki reserptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat
berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC.

REAKSI YANG BERGANTUNG PADA KOMPLEMEN

Sel normal terinfeksi oleh antigen → IgG berikatan dengan antigen


→ Sel diopsonisasi agar mudah di fagosit → Pengaktifan komplemen yang
menghasilkan C3B dan C4B yang dapat meningkatkan fagositosis → Sel
yang diopsonisasi dikenali oleh Fc receptor → Sel di fagositosis oleh
makrofag dan neutrofil

Antibodi terikat pada jaringan ekstraseluler (membrane basal atau


matriks) → Pengaktifan komplemen → Menghasilkan C5a dan C3a C5a
menarik neutrofil dan monosit → Leukosit aktif melepaskan bahan perusak
→ Kerusakan Jaringan

Saat antibodi terikat pada jaringan ekstraselular (membran basal dan


matriks), kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari inflamasi, bukan
fagositosis/lisis sel. Antibodi yang terikat tersebut akan mengaktifkan
komplemen, yang selanjutnya menghasilkan terutama C5a (yang menarik
neutrofil dan monosit). Sel yang sama juga berikatan dengan antibodi
melalui reseptor Fc. Leukosit aktif, melepaskan bahan-bahan perusak
(enzim dan intermediate oksigen reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan
jaringan. Reaksi ini berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection
dalam organ grafts.

15
REAKSI YANG BERGANTUNG PADA ADCC

Pertama, sel target mengekspresikan protein asing atau antigen. Lalu


antigen ditangkap oleh limfosit b. Selanjutnya, limfosit B aktif dan berubah
menjadi sel plasma.Lalu sel plasma menghasilkan antibody. Antibody akan
berikatan dengan sel killer yang memiliki reseptor antibody. Sel killer
bersana dengan antibody yang menempel di permukaannya selanjutnya
menyerang sel target yang memasang antigennya di permukaannya.
Antibody berikatan dengan antigen di permukaan dan selanjutnya
menyebabkan sel target tersebut lisis

DISFUNGSI SEL AKIBAT ANTIBODI

Merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau


inflamasi. Contohnya yaitu pada penyakit miastenia gravis, antibodi
terhadap reseptor asetilkolin dalam motor end-plate otot-otot rangka
mengganggu transmisi neuromuskular disertai kelemahan otot. Jadi
antibodi mem-block reseptor asetikolin yang berfungsi dalam kontraksi
otot. Contoh lainnya yaitu yang terjadi pada Graves disease. Graves disease
adalah penyakit yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang
memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Akibatnya, Sel tiroid akan
memproduksi hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme).

3.2 Manifestasi klinik Hipersensitivitas Tipe 2

Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik


autoimun .
 Reaksi transfusi
- Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi
oleh berbagai gen.

16
- Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi
transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B
yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif
intravascular. Reaksi dapat cepat atau lambat.

Reaksi cepat :
Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh
IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam
plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria.
Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi
bersifat toksik.
Gejala khas : Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah,
nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria.

Reaksi lambat:
Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang
kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain.
Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu
pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah,
tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy

 Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir


Ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu
dengan golongan darah rhesus – dan janin dengan rhesus (+).

 Anemia hemolitik
- Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin
dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang
membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa.

17
- Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya
mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen
menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

4. Memahani dan Menjelaskan Hipersensistivitas Tipe 3

4.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3

Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut
oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit
dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh
makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III
adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian
mengendap di pembuluh darah atau jaringan.

1. Komleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah

Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks


imun. sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan
yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:

 Agregasi trombosit

 Aktivasi makrofag

 Perubahan permeabilitas vaskuler

 Aktivasi sel mast

 Produksi dan pelepasan mediator inflamasi

 Pelepasan bahan kemotaksis

 Influks neutrofil

18
2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan

Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah


ukuran

kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut

terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

19
4.2 Manifestasi klinik Hipersensitivitas Tipe 3

Manifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik seperti serum
sickness, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES .

 Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus


Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang
di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada
kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di
tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk
reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus
dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebagai berikut :


- Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke
jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul
yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah
merah (eritema) sampai nekrosis.
- C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a
dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik
neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini
kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.
- Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas
bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan
vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan
perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

 Reaksi Sistemik atau Serum Sickness


Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan
mekanisme sebagai berikut :

20
- Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a
dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
- Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan
darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus,
bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata).
- Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang
membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-
bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.
- Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun.
Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan
kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell)
sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan.
- Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan
mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak
jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum asing
akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa
sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa
vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut
dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

5. Memahani dan Menjelaskan Hipersensistivitas Tipe 4

5.1 Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 4

Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV:


a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan
antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC

21
(sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen
dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk
dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1
(umumnya).

b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga
mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan :

1) Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin


(makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul
nampak 24 jam setelah kontak kedua.
2) Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular,
bermigrasi ke jaringan sekitar.
3) Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel
efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan
menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang
teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi
dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.

5.2 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas tipe 4

A. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan
bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan
berbahaya seperti formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam
cat rambut yang menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1

B. Hipersensitivitas tuberkulin

Hipersensitivitas tuberkulin adalah bentuk alergi bakteri spesifik terhadap produk


filtrat biakan M.tuberkulosis yang bila disuntikkan ke kulit, akan menimbulkan

22
reaksi lambat Hipersensitivitas tipe 4. Yang berperan dalam reaksi inni adlaah sel
limfosit CD4+ T.

C. Reaksi Jones Mote

Reaksi hipersensitivitas tipe 4 terhadap antigen protein yang berhubungan dengan


infiltrasi basofil mencolok di kulit dibawah dermis. Reaksi ini diseut juga
Hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini adlah lemah dan nampak beberapa hari
setelahh pajanan dengan protein jumlah kecil.

6. Memahami dan menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid

6.1 Farmakokinetik & Farmakodinamik, Efek samping Antihistamin

Generasi I CTM (klorfeniramin)

Terfenadin, Astemizol,
AH1 Generasi II
Antihistamin Loratadin, Akrivastin,
Setirizin

AH2

1. Simetidin
2. Ranitidin
3. Famotidin

23
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin
(penghambatan saingan). Antagonis Reseptor Antihistamin dibedakan
menjadi 2 yaitu AH1 dan AH2.

A. Antagonis Reseptor H1 (AH1)

 FARMAKODINAMIK
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam
otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin
endogen berlebihan. Obat AH1 dibedakan menjadi 2 yaitu AH1 generasi
pertama dan AH2 generasi kedua. Obat AH1 generasi pertama adalah
klorfeniramin (CTM). AH1 generasi kedua tidak menyebabkan efek samping
karena tidak menembus sawar otak sehingga tidak menyebabkan efek pada
SSP seperti kantuk, inkoordinasi, dll. Contoh obat AH1 generasi kedua adalah
terfenadin, astemizol, loratasin, akrivastin, dan setirizin. Obat antihistamin
yang digunakan untuk anestesi local adalah prometazin dan pirilamin.

 FARMAKOKINETIK
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral
dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar
tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati.
AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk
metabolitnya. Meminum obat saat makan akan mengurangi efek samping.
 INDIKASI

24
- Untuk alergi debu yang tidak parah
- Mengatasi urtikaria akut, dermatitis atopic, dermatitis kontak dan gigitan
serangga
- Untuk anti muntah pasca bedah atau hamil dan setelah radiasi
- Untuk paralisis agintans (Parkinson)
- Untuk mabuk perjalanan
- Kontraindikasi untuk pasien penderita penyakit hati.
 EFEK SAMPING
- Mengentalkan sekresi bronkus sehingga menyulitkan ekspektorasi
(sehingga tidak efektif untuk penderita asma
- Sedasi (mengantuk parah). Namun ada obat non-sedasi yaitu Astemizol,
Terfenadin, Loratadin
- Vertigo, Insomnia, Tremor, Nafsu makan menurun, inkoordinasi,
pandangan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, lemah, penat, mulut kering,
disuria, hipotensi, sakit kepala, dll.
- Astemizol yang berlebihan menyebabkan gemuk
- Pemberian astemizol, terfenadin yang diberikan bersama makrolida
(eritromisin) seperti ketokonazol, itrakonazol akan menyebabkan keadaan
fatal yaitu aritmia ventrikel.

Tabel

Golongan dan Dosis Dewasa Masa Kerja Aktivitas Antikolinergik


Contoh Obat

ANTIHISTAMIN GENERASI I

Etanolamin

-Karbinoksamin 4-8 mg 3-4 jam +++

25
-Difenhidramin 25-50 mg 4-6 jam +++

-Dimenhidrinat 50 mg 4-6 jam +++

Etilenediamin

-Pirilamin 25-50 mg 4-6 jam +

-Tripelenamin 25-50 mg 4-6 jam +

Piperazin

-Hidroksizin 25-100 mg 6-24 jam ?

-Siklizin 25-50 mg 4-6 jam -

-Meklizin 25-50 mg 12-24 Jam -

Alkilamin

-Klorfeniramin 4-8 mg 4-6 jam +

-Bromfeniramin 4-8 mg 4-6 jam +

Derivat Fenotiazin

-prometazin 10-25 mg 4-6 jam +++

Lain-Lain

-siprogeptadin 4 mg ± 6 jam +

-mebhidrolin 50-100 mg ± 4 jam +


napadisilat

ANTIHISTAMIN GENERASI II

-astemizol 10 mg < 21 jam -

-faksofenadin 60 mg 12-24 jam -

26
Lain-Lain

-loratadin 10 mg 24 jam -

-setirizin 5-10 mg 12-24 jam

Kontraindikasi :

 Bagi wanita hamil atau sedang menyusui, sesuaikan jenis dan dosis
antihistamin dengan anjuran dokter.
 Bagi anak-anak, penggunaan tiap-tiap jenis obat antihistamin berbeda-beda
dan disesuaikan dengan usia.
 Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, gangguan hati, tukak
lambung, obstruksi usus, infeksi saluran kemih, pembengkakan prostat, dan
glaukoma.
 Apabila Anda diresepkan obat antihistamin golongan pertama, hindari
mengonsumsi zat alkohol atau minuman beralkohol karena dapat
memperparah efek rasa kantuk.
 Jangan menggunakan antihistamin bersamaan dengan obat-obatan lainnya
termasuk produk herba tanpa petunjuk dari dokter karena dikhawatirkan
dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan (misalnya dosis
yang berubah menjadi sangat tinggi apabila kita mengonsumsi salah satu
jenis antihistamin berbarengan dengan dekongestan, parasetamol, atau jenis
antihistamin lainnya).
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis saat menggunakan suatu jenis obat
antihistamin, segera temui dokter.

A. Antagonis Reseptor H2 (AH2)

AH2 menghambat sekresi asam lambung. AH2 dibedakan menjadi 4


golongan yaitu

27
1. Simetidin

2. Ranitidin

3. Famotidin

4. Nizatidin

1. SIMETIDIN DAN RANITIDIN

 FARMAKODINAMIK

Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan


reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan
ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

 FARMAKOKINETIK

Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan


bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek
pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di
hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan
metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Masa
paruh simetidin adalah 2 jam sedangkan masa paruh ranitidine adalah 1,75-3
jam dan bisa makin lama pada orang tua, pasien gagal ginjal dan pasien yang
mempunyai penyakit hati.

 INDIKASI

Efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat


penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan

28
mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan
refluks lambung-esofagus.

Untuk melakukan pencegahan digunakan dosis yang lebih kecil, sedangkan


untuk mencegah kekambuhkan dosis nya setengah.

 EFEK SAMPING

Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti


nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit,
pruritus, kehilangan libido dan impoten.

2. FAMOTIDIN

 FARMAKODINAMIK

Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam


lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin.
Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten
daripada simetidin.

 FARMAKOKINETIK

Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah
penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama
adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh
eliminasi dapat melibihi 20 jam.

 INDIKASI

29
Efektifitas Obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks
esofagitis, dan untuk pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison.

 EFEK SAMPING

Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing,
konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

3. NIZATIDIN

 FARMAKODINAMIK

Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

 FARMAKOKINETIK

Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa
paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi
melalui ginjal.

 INDIKASI

Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama
8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.
 Kontraindikasi : Kehamilan & Ibu menyusui

 EFEK SAMPING

Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik.

30
6.2 Farmakokinetik & Farmakodinamik, efek samping Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah hormon kelas steroid yang dihasilkan di korteks adrenal.


Kortikosteroid terlibat dalam berbagai sistem fisiologis seperti respon stres, respon
imun dan regulasi inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme protein, kadar
elektrolit darah, dan tingkah laku.Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi
kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran
plasma secara difusi pasif.

 FARMAKODINAMIK
- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal,
otot lurik, sistem saraf dan organ lain.
- Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan
besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
 Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan
glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.
Contohnya adalah kortisol.
 Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan
air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada
penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Contohnya
adalah aldosteron atau desoksikortikosteron.
- Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan
massa kerjanya.
 Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari
12 jam.
 Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36
jam.
 Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36
jam.

31
- Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis,
makin besar dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat.
Mekanismenya adalah melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein
yang mengubah respons jaringan terhadap hormon lain.

 FARMAKOKINETIK
 Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan
absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi
afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
 Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi
cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan
secara IV, untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya
diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat
mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja
karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan
protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah
menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.
 Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva
dan ruang
 sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang
luas dapat
 menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

 INDIKASI
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini
digunakan :
1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus
ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu
ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

32
2. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak
berbahaya.
3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan
dosis sangat besar.
4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari
hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan
efek letal potensial akan bertambah.
5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid
bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya
bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.
6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang
dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang
hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

 Short Acting

1. Cortisone
Cortisone adalah jenis steroid yang diproduksi secara alami oleh
kelenjar dalam tubuh yang disebut kelenjar adrenal. Cortisone berfungsi untuk
meredakan inflamasi. Efek samping yang biasa ditimbulkan adalah rasa nyeri.

2. Hydrocortisone
Hydrocortisone adalah kostikosteroid topical yang mempunyai efek
anti-inflamasi, anti alergi dan antipruritus pada penyakit kulit. Indikasi pemberian
obat ini adalah untuk penderita dermatitis atopi, dermatitis alergik, dermatitis
kontak, pruritus anogenital dan neurodermatitis. Hydrocortisone tidak boleh
diberikan kepada penderita yang hipersensitif, herpes simplex, varicella dan infeksi
jamur. Efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat ini adalah rasa terbakar,
gatal, kekeringan, atropi kulit dan infeksi sekunder

33
 Intermediate Acting
1. Prednisolone
Prednisolone diberikan untuk pasien penekanan jangka pendek
peradangan pada gangguan alergi dan pengobatan jangka pendek peradangan pada
mata . Efek samping yang ditimbulkan adalah mual, dyspepsia, malaise,
cegukan, reaksi hipersensitifitas termasuk anafilaksis, dll.

2. Triamcinolone
Triamcinolone mempunyai efek antiinflamasi dan pembentukan
glikogen yang lebih besar, dan berkurangnya efek samping retensi garam. Efek
samping yang dapat timbul adalah fraktur spontan, ulkus peptik/tukak lambung,
perubahan cushingoid, purpura, flushing, sering berkeringat, jerawat, striae,
hirsutisme, vertigo, sakit kepala, tromboembolisme, nekrosis aseptik, pangkreatitis
akut, kelemahan otot, esofagitis ulseratif, peningkatan tekanan intrakranial,
papiledema, katarak subkapsular.

3. Methylprednisolone
Methylprednisolone adalah suatu obat glukokortikoid alamiah
(memiliki sifat menahan garam (salt retaining properties)), digunakan sebagai
terapi pengganti pada defisiensi adrenokortikal. Methylprednisolone
dikontraindikasikan pada infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersentitif
terhadap komponen obat.

4. Fludrocortisone
Fludrocortisone merupakan mineralokortikoid yang paling banyak
digunakan. Mempunyai aktivitas retensi garam yang kuat dan efek anti-inflamasi
yang berarti walaupun digunakan dalam dosis yang sedikit.
 Long Acting

1. Dexamethasone

34
Obat ini digunakan sebagai glucocorticoid khususnya untuk Anti
inflamasi, Pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen lainnya, Alergi
dermatitis, Penyakit kulit, dll. Pengobatan yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan protein, osteoporosis, dan
penghambatan pertumbuhan anak. Penimbunan garam, air dan kehilangan
potassium jarang terjadi bila dibandingkan dengan glucocorticoid lainnya.
Penambahan nafsu makan dan berat badan lebih sering terjadi.

2. Betamethasone
Betamethasone digunakan untuk meringankan inflamasi dari
dermatosis yan responsive terhadap kortikosteroid. Penggunaan kostikosteroid
topical dapat menyebabkan efek samping local seperti kulit kering, gatal-gatal, rasa
terbakar, iritasi, hipopigmentasi, dermatitis alergi, dll.

7. Pandangan Islam Mengenai Mengkonsumsi dan Memilih Obat


 Maslahah
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan
tentang al-maslahahyaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran
untuk mengabil manfaat ataumenghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang
kami maksudkan, sebab meraih manfaat danmenghindarkan kemudaratan terseut
bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapaimaksudnya. Yang kami
maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.
 Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk
kemaslahatan, yaitu Kemasalahatan menurut manusia, dan
 Kemaslahatan menurut syari at. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah
dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka diperang Uhud. Rasulullah pun

35
memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah, lalubersabda,
“Obatilah dia.”Dalam riwayat lain ada seorang sahabat
bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah adakebaikan dalam ilmu
kedokteran?” Rasullah menjawab, “Ya,”Begitu pula yang diriwayatkan dari
Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakitdi zaman Rasulullah.
Mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Panggilkan dokter.” Lalu
Hilalbertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu
untuknya?” “Ya,” jawabbeliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu
Abi Syaibah dalam Mushannaf: V/21)Hilal meriwayatkan bahwa
Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, “Panggilkandokter!”
kemudian ada yang bertanya, “Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai
Rasulullah?”“Ya,” jawab beliau.Berdasarkan pemaparan di atas, tampak
jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kitauntuk berobat dan berusaha
menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kitajuga
ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah
bersabda, “Seorangmukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah
daripada mukmin yang lemah.” (HRMuslim (34) dan Ahmad: II/380)Di
antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari
Usamah binSyuraik menuturkan,”Aku berada bersama Nabi lalu datanglah
sekelompok orang Badui danbertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita
boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, wahaihamba Allah,
berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali
Allahmenciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit.’ Mereka
bertanya,’Apa itu?’ Rasulullahmenjawab,’Penyakit tua’.”(HR Ahmad
dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))Nabi
bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada
penyakitnya makaia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim:
I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah
menurunkan panyakit kecualimenurunkan obatnya.”(HR Bukhari:
VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal,
minum madu, pisaubekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku

36
menyengatkan api.” (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini
dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untukkemaslahatan
artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-
hukumnyaadalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna
masholihi adalah : jamak dari maslahatartinya : manfaat dan
kebaikan.Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat
(bahayanya) lebih besar daripada manfaatnya, sebagaimana dikatakan
dalam QS : Al-Baqorah :219

37
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaya K G. 2018. Imunologi Dasar. Edisi ke 12. Jakarta : Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 6. Jakarta : Departemen dan Terapeutik


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S., 2016, Imunologi Dasar Abbas: Fungsi
dan Kelainan Sistem Imun, Edisi Kelima, ELSEVIER, Halaman 15- 18.

Sastra, I Made. 2017. Hipersensitivitas : Proses Imun Yang Menyebabkan Cedera


Jaringan. Denpasar: Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP
Sanglah.

http://www.nu.or.id/post/read/101581/mengenal-kitab-ushul-fiqh-al-mustashfa-
karya-imam-al-ghazali

38

Anda mungkin juga menyukai