Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi immunopatologi oleh karena respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. Alergi atau reaksi hipersensitivitas adalah perubahan spesifik, didapat, pada reaktivitas hospes yang diperantarai oleh mekanisme imunologis dan menyebabkan respons fisiologis yang tidak menguntungkan.

Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV.

Ada beberapa penyebab timbulnya alergi, antara lain obat-obatan, makanan, hirupan (debu dan serbuk sari bunga), dan kontak kulit. Tujuan penulisan laporan ini adalah agar pembaca dapat memahami kasus dalam pemicu terkait dengan reaksihipersensitivitas yang juga sering kita temui dalam kehidupan seharihari. 1.2.Deskripsi Topik Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Dengan adanya penjelasan mengenai hipersensitivitas dan beberapa hal yang berkaitan dengan hipersensitivitas yang terjadi pada kasus, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan ilmu yang dimiliki tersebut pada kehidupan sehari-hari maupun ketika menjadi dokter gigi nantinya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Mekanisme Terjadinya Urtikaria Reaksi alergi terjadi jika seseorang yang telah memproduksi antibodi IgE akibat terpapar suatu antigen (alergen), terpapar kembali oleh antigen yang sama. Alergen memicu terjadinya aktivasi sel mast yang mengikat IgE pada jaringan. IgE merupakan antibodi yang sering terlihat pada reaksi melawan parasit, terutama untuk melawan cacing parasit yang umumnya mewabah pada negara yang masih terbelakang. Namun demikian, pada negara maju, respon IgE terhadap antigen sangat menonjol dan alergi menjadi sebab timbulnya penyakit.

Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi melalui mekanisme imun atau nonimun.Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen (alergen) dengan pembentukan antibodi atau sel yang tersensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe I atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik.1

Mekanismenya : Alergen oleh sel B basofil induksi sel T CD4+ tipe Th2 sekresi IL-4 dan IL-5 produksi IgE

IgE berikatan dengan reseptor Fc berafinitas tinggi pada sel mast dan sel mast dan basofil teraktivasi.

Pada gangguan urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel perivaskular, di antaranya yang paling dominan adalah eosinofil. Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamin, akibat degranulasi sel mast kutan atau subkutan, dan juga leukotrien dapat berperan.

Histamin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit lokal. Cairan serta sel yang keluar

akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal. Pada pasien, terjadi reaksi inflamasi akut yang dimulai dengan vasodilatasi pembuluh darah sehingga volume darah bertambah di kapiler, hal ini ditandai dengan adanya hiperemia. Kemudian diikuti oleh eksudasi, yaitu keluarnya cairan yang kaya protein dari dinding pembuluh darah ke jaringan interstitial. Proses keluarnya cairan dari dinding pembuluh darah ke jaringan interstitial dipengaruhi oleh mediator kimia yang menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat dan endotel berkontraksi membentuk celah.Keluarnya protein dari kapiler dan bertambahnya protein pada jaringan interstitial menyebabkan tekanan osmotik bertambah sehingga menghalangi cairan plasma kembali ke kapiler dan terjadi edema pada jaringan. Mediator yang berperan pada inflamasi akut, yaitu: menyebabkan permeabilitas kapiler o Vaso-aktif amin : mast selt melepas histamin meningkat, platelet melepas serotonin o Vaso-aktif polipeptida : bradikinin endotel. Disamping itu, eksudasi juga menyebabkan viskositas meningkat sehingga aliran lambat, axeal stream, dan plasmatic zone menghilang. Polimorfonuklear leukosit melekat pada endotel dan kemudian beremigrasi. Pergerakannya diatur oleh chemotactic agent, biasanya protein atau polipeptida.1

menyebabkan dilatasi kapiler. menyebabkan vasodilatsi dan kerusakan

2.2.Tipe Hipersensitivitasdan Mekanismenya Anafilaksis adalah suatu respon klinis hipersentivitas yang berat dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersentifitas ini adalah merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau hipersensitifitas tipe 1. Hipersensitifitas tipe 1 adalah reaksi antara antigen spesifik dan antibody spesifik yang terikat pada sel mast. Ketika IgE spesifik terbentuk melawan antigen makanan pada orang yang peka, paparan berikut terhadap antigen mengakibatkan pengaktifan IgE-mediated dari sel mast dan basofil, yang diikuti pelepasan histamin, triptase dan unsur biologis aktip lainnya. Kadangkala mekanisme penyebab anafilaksis tidak diketahui, seperti anafilaksis yang dicetuskan oleh metabisulfit yang digunakan bahan pengawet makanan dan anaphylaxis cotriggered oleh aktifitas. Alergi saat ini mempunyai definisi yang lebih sempit yaitu penyakit yang terjadi akibat respon sistem imun terhadap antigen yang tidak berbahaya. Alergi merupakan salah satu

respon sistem imun yang disebut reaksi hipersensitif. Reaksi hipersensitif merupakan salah satu respon sistem imun yang berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan maupun penyakit yang serius. Oleh Coobs dan Gell reaksi hipersensitif dikelompokkan menjadi empat kelas. Alergi sering disamakan dengan hipersensitif tipe I.

1. Reaksi hipersensitif tipe I atau reaksi anafilaktik. 2. Reaksi hipersensitif tipe II atau sitotoksik. 3. Reaksi hipersensitif tipe III atau kompleks imun. 4. Reaksi hipersensitif tipe IV atau reaksi yang diperantarai sel.

Berdasarkan kecepatan reaksinya, tipe I, II dan III termasuk tipe cepat karena diperantarai oleh respon humoral (melibatkan antibodi) dan tipe IV termasuk tipe lambat. 2

Mekanisme Reaksi imun

Klinis

Waktu reaksi

Kompleks IgE-obat Tipe I (diperantarai IgE)

Urtikaria, angioedema, Menit sampai

berikatan dengan sel mast bronkospasme, muntah, jam setelah melepaskan histamin dan mediator lain diare, anafilaksis paparan

Antibodi IgM atau IgG spesifik terhadap sel Tipe II (sitotoksik) hapten-obat

Anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia

Variasi

Deposit jaringan dari kompleks antibodi-obat Tipe III (kompleks imun) dengan aktivasi komplemen

Serum sickness,

1-3 minggu

demam, ruam, artralgia, setelah paparan limfadenopati, vaskulitis, urtikaria

Presentasi molekul obat oleh MHC kepada sel T Tipe IV (lambat, diperantarai oleh selular) dengan pelepasan sitokin

Dermatitis kontak alergi

2-7 hari setelah paparan

2.3.Flora Normal pada Rongga Mulut Flora normal adalah suatu populasi mikroorganisme yang menghuni pada permukaan kulit dan membran mukosa seorang manusia yang sehat dan normal. Bakteri yang mendominasi Flora normal rongga mulut antara lain Streptococcus viridans, S. mitis, S. mutans, Staphylococcus, Lactobacillus, Actinomyces, Neisseria, dan Veillonella. Jamur dominan sebagai flora normal rongga mulut yaitu Candida Albicans. Jika terjadi gangguan, maka akan menjadi candidiasis oral. Tidak semua flora normal menguntungkan. Flora normal bisa menjadi patogen karena faktor predisposisi seperti : sisa makanan dapat menimbulkan asam dan menyebabkan mineralisasi enamel yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya karies. 3 Terdapat hubungan infeksi dengan flora normal, karena baik S. sanguins maupun S. mutans yang merupakan flora normal rongga mulut menghasilkan polisakaride ekstraselular yang disebut dekstrans yang bekerja seperti perekat, mengikat sel-sel bakteri menjadi satu dan juga melekatkan mereka pada permukaan gigi. Tertahannya bakteri dapat juga terjadi karena terperangkapnya secara mekanis di dalam celah-celah gusi, atau di dalam lubang dan retakan gigi. Hal ini lama kelamaan akan menyebabkan plak, dan pada akhirnya dapat terjadi infeksi (abses akut).

2.4.Hubungan Host dan Infeksi Terjadinya infeksi bergantung dari 3 faktor yaitu antara host, agent, dan lingkungan. Infeksi bisa terjadi karena ketidakseimbangan antara agent dan host. Jika host memang rentan terhadap patogen ,maka sedikit saja terpajan dengan mikroorganisme, akan langsung terjadi infeksi. Tetapi jika host memiliki imunitas yang baik maka akan tidak mudah terkena infeksi. Beberapa faktor kerentanan host terhadap infeksi : keturunan, stress, nutrisi, usia, dll. 6

BAB III LEARNING ISSUE 3.1.Reaksi Obat Seiring pertumbuhan obat-obat baru untuk tujuan diagnosis, terapi, dan pencegahan penyakit maka terjadinya reaksi simpang obat pun meningkat. Reaksi simpang obat didefinisikan sebagai respons yang tidak diinginkan pada pemberian obat dalam dosis terapi, diagnosis, dan profilaksis. Reaksi alergi obat adalah reaksi simpang obat yang mekanismenya melalui reaksi imunologis. Kejadian reaksi alergi obat diperkirakan 6-10% dari reaksi simpang obat. Dalam praktek tidak mudah menentukan sistem imun terlibat. Banyak kejadian yang gejalanya mirip atau serupa dengan gejala alergi, tetapi mekanismenya bukan alergi seperti sesak napas atau angioderma karena aspirin atau anti inflamasi non steroid (AINS), maka diperkenalkan istilah hipersensitivitas obat. Alergi obat perlu dipahami oleh tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan pemberian obat. Hal ini terkait dengan masalah mediko-legal, terutama bila kejadiannya dianggap merugikan pasien, sehingga pasien atau keluarganya dapat menuntut dokter, petugas kesehatan lain atau rumah sakit. Gejala alergi obat sangat bervariasi. Gejala paling sering adalah gejala kulit, mulai dari eritema, urtikaria, pruritus, angioedema, vesikula, bula hingga kulit melepuh. Gejala lain yang lebih jarang, misalnya sesak nafas, pusing hingga pingsan, seperti pada anafilaksis. Dapat juga terjadi anemia, gangguan fungsi hati atau ginjal. Komplikasi alergi obat yang paling berbahaya adalah anafilaksis, disusul dengan Steven Johnson Syndrome, nekrosis epidermal toksik, dan Drug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS). Dapat dilakukan uji diagnosis alergi obat yaitu: tes kulit, tes provokasi obat, dan tes laboratorium.4

3.2.Flora Normal Mikrobe yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal, atau mikrobiota. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 545)

Selain itu juga disebutkan bahwa, flora normal adalah kumpulan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan sehat. Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia adalah dari jenis bakteri. Namun beberapa virus, jamur, dan protozoa juga dapat ditemukan pada orang sehat. Kelembapan yang paling tinggi, adanya makanan terlarut secara konstan dan juga partikelpartikel kecil makanan membuat mulut merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikrobiota mulut atau rongga mulut sangat beragam; banyak bergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu. Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah mikroorganisme sedemikian sehingga di dalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang khas bagi rongga mulut menjadi mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong ke dalam genus Streptococcus, Neisseria, Veillonella, Actinomyces, dan Lactobacillus. Sampai munculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dalam mulut adalah aerob atau anaerob fakultatif. Ketika gigi pertama muncul, anaerob obligat seperti Bacteroides dan bakteri fusiform (Fusiobacterium sp.), menjadi lebih jelas karena jaringan di sekitar gigi menyediakan lingkungan anaerobik. Gigi itu sendiri merupakan tempat bagi menempelnya mikrobe. Ada dua spesies bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi:Streptococcus sanguis dan S. mutans. Yang disebutkan terakhir ini diduga merupakan unsur etiologis (penyebab) utama kerusakan gigi, atau pembusuk gigi. Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat adhesif baik dari glikoprotein liur maupun polisakaride bakteri. Sifat menempel ini sangat penting bagi kolonialisasi bakteri di dalam mulut. Glikoprotein liur mampu menyatukan bakteri-bakteri tertentu dan mengikat mereka pada permukaan gigi.7

3.3.Infeksi Bakteri Oportunistik Dalam tubuh kita terdapat banyak kuman bakteri, protozoa, jamur dan virus.Saat sistem kekebalan kita bekerja dengan baik, sistem tersebut mampumengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasailagi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaatdari lemahnya pertahanan kekebalan tubuh disebut "oportunistik". Kata "infeksi oportunistik" sering kali disingkat menjadi "IO". Sedangkan jika penyebab infeksi oportunistik ini adalah karena bakteri, maka dinamakan infeksi bakteri oportunistik.5

BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Pada kasus dalam pemicu, pasien menderita hipersensitivitastipe I yang ditandai dengan gejala klinis seperti bengkak pada bibir dan gatal pada kulit. Alergen yang dapat memicu reaksi alergi menurut kasus adalah obat-obatan. 4.2.Saran Untuk mencegah terjadinya hipersensitivitas khususnya tipe I seperti pada kasus, kita harus mengetahui apakah kita alergi terhadap suatu obat jenis tertentu, dokter harus menerapkan sacred seven pada pasiennya. Juga untuk menghindari terjadinya infeksi(abses akut) seperti kasus, kita juga harus menjaga kesehatan gigi dan mulut karena gigi dan mulut yang kotor merupakan tempat berkembangnya mikroorganisme penyebab penyakit. Diagnosis penyebab infeksi pada kasus dapat ditegakkan dengan melakukan pengkulturan bakteri, baik secara anaerob maupun aerob. Hasil yang didapat pada pengkulturan berfungsi untuk mengetahui pengobatan dan pemberian jenis obat yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. RifaI M. Alergi dan Hipersensitif. http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/Alergi-hipersensitif-diktat1.pdf. (24 Juni 2013) 2. Putra S P. Reaksi Hipersensitivitas. http://sandurezu.wordpress.com/2010/12/13/reaksi-hipersensitivitas/.(24 Juni 2013) 3. Wijayanti T F. Flora Normal Rongga Mulut. http://www.scribd.com/doc/94953229/Flora-Normal. (24 Juni 2013) 4. Sundaru H.Kenali Berbagai Penyakit Alergi dan Imunologi. http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=169. (24 Juni 2013) 5. Lestari A. Apa itu Infeksi Oportunistik. http://www.scribd.com/doc/54663400/Apa-Itu-Infeksi-Oportunistik. (24 Juni 2013) 6. Saputri K C. Hubungan Host-Agent-Environment. http://www.scribd.com/doc/106937552/Hubungan-Host. ( 24 Juni 2013) 7. Saputri W. Flora Normal Tubuh Manusia. http://oelanakmyu.blogspot.com/2010/11/flora-normal-tubuh-manusia.html. ( 24 Juni 2013)

Anda mungkin juga menyukai