Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antigen protein alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul
40.000 dalton dan kompleks polisakarida mikrobial. Glikolipid dan lipopotrein dapat
juga bersifat imunogenik, tetapi tidak demikian halnya dengan lipid yang dimurnikan.
Asam nukleat dapat bertindak sebagai imunogenik dalam penyakit autoimun tertentu,
tetapi tidak dalam keadaan normal. Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan
protein yang dibentuk sel plasma (poliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan
antigen. Antibodi ditemukan dalam serum dan jaringan mengikat antigen secara
spesifik. Bila serum protein dipisahkan secara elektroforetik, Ig ditemukan terbanyak
dalam fraksi globulin g meskipun ada beberapa yang ditemukan juga dalam fraksi
globulin a dan b. Semua molekul Ig yang mempunyai 4 polipeptid dasar ysng terdiri
atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik,
dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfida.

(Smelter, Suzanne C, 2001)

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum :
a. Untuk memberikan informasi pada mhasiswa tentang pengetahuan alergi.

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui definisi dari alergi.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan alergi.
c. Mahasiswa mengetahui sebab dan akibat dari alergi.
d. Mahasiswa mengetahui tipe-tipe alergi.
e. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik tentang alergi.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Alergi merupakan respon sistem imun yang tidak dapat dan kerap kali
membahayakan terhadap substansi yang tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan
manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat inreaksi antigen dan antibody. Reaksi
alergi umum akan terjadi ketika sistem imun pada seseorang yang rentan bereaksi
secara agresif terhadap suatu substansi yang normalnya tidak berbahaya (misalnya
debu, tepung sari, bubuk). Produksi mediator kimia pada reaksi alergi dapat
menimbulkan gejala yang bekisar dari gejala yang ringan hingga gejala yang dapat
membawa kematian.

B. Etiologi

Penyebab dari alergi barasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga
timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik, logam, perhiasan atau jam
tangan, dll.

Zat yang paling sering menyebabakan alergi adalah serbuk tanaman, jenis
rumput tertentu, jenis pohon yang berkulit halus dan tipis, serbuk spora, pinishilin,
seafood, telur, kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-kacang
lainnya, susu, jagung dan tepung jagun, sengatan insectan, bulu binatang, kecoa, debu
dan kutu

C. Macam-macam Gangguan Alergi


1. Anafilaksis
Anafilsaksis adalah respons klinis terhadap reaksi imonulogi cepat
(hipersensitivitas tipe I) antara antigen yang spesifik dan antibody.
Tipe-tipe reaksi anafilaktik :
a. Lokal
Reaksi anafilaktik local biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada
tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat
tetapi jarang fatal.

b. Sistemik
Reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah kontak
dalam system organ berikut ini: kardiovaskuler, respiratorius,
gastrointestinal dan integument.
2. Rinithis alergik
Adalah bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkiirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1).
Apabila tidak diobati dapat terjadi banyak komplikasi seperti asma alergi,
obstruksi nasal kronik, otitis kronik dengan gangguan pendengaran, amosnia
(gangguan kemampuan membau), dan pada anak-anak, deformitas dental
orofasial.

D. Tipe-tipe Alergi

1. Hipersensitivitas anafilaksis (tipe I)

Keadaan ini merupakan hipersensitifitas anafilaktif seketika dengan reaksi


yang dimulai dalam tempo beberapa menit jika terjadi kontak dengan anti gen.
Reaksi ini diantarai oleh antibody IgE ( reagin )dan bukan diantarai oleh antibody
IgG dan IgM. Hipersensitifitas tipe I memerlukan kontak sebelumnya dengan
antigen yang spesifik sehinggabterhingga produksi IgE oleh sel plasma. Proses ini
terjadi dalam kelenjar limfe tempar sel sel T helper membantu menggalakkan
reaksi ini. Antibody IgE akan terikat dengan reseptor membran pada sel sel mas.
Pada saat terjadi kontak ulang, antigen akan terikat dengan IgE didekatnya dan
pengikatan ini mengaktifkan reaksi seluler yang memicu proses degranulasi sera
pelepasan mediator histamin ,leukotrin,eosinofil,chemotaktic factor off
anaphilaxis.

Mediator kimia primer bertanggung jawab atas berbagai gejala pada reaksi
hipersensitifitas tipe I karna efeknya pada kulit,paru paru dan traktus
gastrointestinal.gejala klinis ditentukan oleh jumlah alergen mediator yang dilepas
sen sitifitas target organ dan jalur masuknya alrgen.

2. Hipersensitifitas sitotoksik (tipe II)

Hipersentifitas sitotoksik terjadi jika sistem kekebalan secara keliru


mengenali konstituen tubuh yang normal dianggap benda asing. Reaksi ini
mungkin merupakan akibat dari antibody yang melakukan reaksi-silang yang
akhirnya dapat menimbulkan kerusakan sel serta jaringan. Reaksi hipersensitifitas
btipe II meliputi pengikatan antibody IgG atau IgM dengan antigen yang terikat
sel. Akibat pengikatan antigen dan antibody berupa pengaktifan rantai komplemen
dan dekstruksi sel yang menjadi antigen terikat. Reaksi hipersensitifitas tipe II
terlibat dalam penyakit miastenia grafis dimana tubuh secara keliru menghasilkan
antibody terhadap reseptor normal ujung saraf. Contoh lainnyan adalah sindrom
goodppastore yang pada sindrom ini dihasilkan antibody terhadap jaringan paru
dan ginjal sehingga terjadi kerusakan paru dan gagal ginjal.

3. Hipersensitifitas komplek imun (tipe III )

Terbentuk ketika antigen terikat dengan antibody dan dibersihkan dari


dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositic. Kalau komplek ini tertumpuk dalam
jaringan atau endotelium vaskuler terdapat dua faktor yang turut menimbulkan
cidera yaitu peningkatan jumlah komplek imun yang beredar dan adanya
aminafaso aktif. Seabagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
cidera jaringan. Hipersensitifitas tipe III berkaitan dengan SLE,artritis
rematoid,serum sickness,tipe tertentu nefritis dan beberapa tipe nefritis dan
endokarditis bakterialis.

4. Hipersensitifitas tipe-lambat ( tipe IV )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitifitas celuler,terjadi 24-72


jam sesudah kontak dengan alergen.hipersensitifitas tipe IV diperantarai oleh
makrofag dan sel sel T yang sudah tersensitisasi. Contoh reaksi ini adalah efek
penyuntikan intradermal antigen tuberculin atau PPD (puriviet protein derivate ).
Sel sel T yang tersensitisasi akan bereaksi dengan antigen pada atau didekat
tempat penyuntikan. Pelepasan limfokin akan menarik,mengaktifkan dan
mempertahankan sel makrofag pada tempat tersebut. Lisozim yang dilepas sel sel
makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan. Dermatitis kontak merupakan
hipersensitifitas tipe IV yang terjadi akibat kontak dengan alergen sperti
kosmetik,plester,obat obat topikal ,bahan adiktif obat dan racun tanaman. Kontak
primer akan menimbulkan sensitisasi ; kontak ulang menyebabkan reaksi
hipersensitifitas yang tersusun dengan molekul dengan BM rendah atau hapten
yang terikat dengan protein atau pembawa dan kemudian diproses oleh sel sel
langerhans dalam kulit gejala yang terjadi mencakup keluhan gatal gatal ,eritema
dan lesi yang menonjol.

E. Manifestasi klinis

1. Hipersensitivitas tipe 1
Sistemik: angioedema; hipotensi; spasme bronkus, GI atau uterus; stridor,
local; urtikaria.

2. Hipersensitivitas tipe 2
Bervariasi menurut jenis penyakit; dapat mencakup dispnea, hemoptisis,
panas.

3. Hipersensitivitas tipe 3
Urtikaria; ruam multivormis, skarlatinivormis atau morbilivormis; adenopati;
nyeri sendi; panas; sindrom yang menyerupai serum sick ness.

4. Hipersensitivitas tipe 4
Bervariasi menurut jenis penyakit; dapat mencakup panas, eritema dan gatal-
gatal.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hanya memperkuat dugaan adanya penyakit


alergi, dan tidak untuk menetapkan diagnosis. Selain itu, pemeriksaan
laboratorium juga dipakai untuk pemantauan pasien, misal untuk menilai
timbulnya penyakit dan pengobatan.

2. Tes kulit

Tes kulit sebagai sarana penunjaang diagnosis penyakit alergi, telah


dilakukan sejak lebih 100 tahun yang lalu karena cara pelaksnaaannya cukup
sederhana dan terbukti mempunyai korelasi yang baik dengan kadar IgE spesifik
atau dengan tes provokasi. Tujuannya adalah untuk menentukan antibodi IgE
spesifik dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya
antibodi yang serupa pada organ yang sakit. Tes kulit lainnya dilakukan terhadap
alergen atau alergen-alergen lain yang dicurigai merupakan penyebab keluhan
pasien dan terhadap alergen-alergen yang ada pada lingkungan pasien. Dibidang
alergi, cara-cara tes kulit yang dilakukan adalah prick test, scratch test, friction
test, patch test, dan intradermal test. Diantara berbagai tes ini yang lebih disukai
adalah cara prick test, karena mudah melakukannya, murah, spesifik dan aman.
Menurut laporan yang ada di Indonesia tes ini hampir tidak pernah menimbulkan
efek samping. Patch test biasanya dilakukan pada pasien dermatitis kontak.

a. Tes Tusuk (Prick testi)

Mula-mula kulit bagian volar dari lengan bawah dibersihkan


dengan alkohol, biarkan hingga kering. Tempat penetesan alergen ditandai
secara berbaris dengan jarak antara 2-3 cm di atas kulit tersebut. Teteskan
setetes alergen pada tempat yang disediakan, juga kontrol positif (larutan
histamin fosfat 0,1%) dan kontrol negatif (larutan phospatebuffered saline
dengan fenol 0,4%). Dengan jarum disposibel ukuran 26, dilakukan
tusukan dangkal melalui masing-masing ekstrak yang telah diteteskan.
Jarum yang digunakan harus baru pada tiap-tiap tusukan pada masin-
masing tusukan tetesan untuk menjaga supaya alergen jangan tercampur.
Tusukan dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan.

Pembacaan dilakukan setelah 15-20 menit dengan mengukur


diameter bentol dan eritrema yang timbul, juga pseudopoda yang terjadi.
Hasil yang negatif, didapatkan bila hasil tes sama dengan kontrol negatif.
Hasil tes positif dinilai berdasarkan bentol atau eritema dengan penilaian
sebagai berikut:

Hasil negatif = sama dengan kontrol negatif

Hasil +1 = 25% dari kontrol positif

Hasil +2 = 50% dari kontrol positif

Hasil +3 = 100% dari kontrol positif

Hasil +4 = 200% dari kontrol positif

Harus diingat sebelum melakukan tes kulit, pasien diminta


menghentikan konsumsi beberapa obat. Sebagian besar anhistamin
generasi pertama harus dihindari minimal 72 jam sebelum tes, sedangkan
untuk antihistamin generasi kedua harus dihentikan minimal satu minggu
sebelumnya. Pemakaian kortikosteroid sistemik jangka singkat dosis
rendah (<20 mg prednison) dihentikan 3 hari, dosis tinggi harus dihentikan
1 minggu. Sedangkan pemakaian kortikosteroid jangka lama perlu
dihentikan minimal 3 minggu sebelum dapat dilakukan tes. Untuk
kortikosteroid topikal cukup dihentikan 1 hari menjelang tes. Obat lain
juga harus dihindari adalah antidepresan trisiklik (1-2 minggu sebelum tes)
dan beta adrenergik (1 hari sebelumnya). Teofilin, obat-obat
simpatomimetik, dan sodium kromoglikat karena tidak menghalangi reaksi
tes kulit, tidak perlu dilarang.

b. Tes Tempel (Patch test)

Dilakukan dengan cara menempelkan suatu bahan yang dicurigai


sebagai penyebab dermatitis alergi kontak. Jika pada penempelan bahan
kulit menunjukkan reaksi, mungkin pasien alergi terhadap bahan tersebut,
ataupun atau benda lain yang mengandung unsur tersebut.

Bahan dan konsentrasi yang sering digunakan pada tes tempel


adalah benzokain 5%, merkapto benzotiazol 1%, sinamik aldehid 1%,
kolofoni 20%, p.fenilendiamin 1%, imidazolidinil urea 2%, lanolin alkohol
30%, karbamiks 3%, neomisin sulfat 20%, tiuran miks 1%, entilindiamin
dihidroklorid 1%, epoksiresin 1%, quatemium 15,2%, p.tertbutifenol
formaldehid resin 1%, merkapto mix1%, black rubber mix 0,6%, potasium
dikronat 0,25%, balsam of Peru 25%, nikel sulfat 2,5%.
Cara melakukan tes tempel yaitu bahan-bahan yang akan dites
ditaruh pada kertas saring, yang diletakkan di atas lembaran
impemermeabel. Kemudian ditempelkan pada kulit dengan plester.
Tempat pemasangan bisa di punggung.

Pembacaan dilakukan setelah 48 jam. Sesudah plester dilepas


kemudian pasien diminta menunggu selama ½-1 jam, dengan maksud
menghilanakan adanya faktor tekanan pada kulit. Sebaiknya pembacaan
diulangi 96 jam sesudah pemasangan tes karena reaksi alergi muncul lebih
jelas sesudah 96 jam.

0 = tidak ada reaksi

+/- = eritema ringan, meragukan

1+ = reaksi ringan (eritema dengan edema ringan)

2+ = reaksi kuat (papular eritema dengan edema)

3+ = reaksi sangat kuat (vesikel atau bula)

Diantara berbagai tes ini yang lebih disukai adalah cara prick test,
karena mudah melakukannya, murah, spesifik dan aman. Menurut laporan
yang ada di Indonesia tes ini tidak pernah menimbulkan efek samping.
Patch test biasanya dilakukan pada pasien dermatitis kontak.

3. Tes Provokasi

Tes provokasi adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara
langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini haya dilakukan jika
terdapat kesulitan diagnosis dan ketidak cocokan antara gambaran klinis dengan
tes lainnya. Tes provokasi yang dapat dilakukan adalah tes provokasi nasal, tes
provokasi bronchial, tes provokasi koonjungtival, tes eliminasi dan provokasi
terhadap makanan.

4. Tes radioalergosorben.

Tes radioalergosorben atan (RAST) merupakan pemeriksaan


radioimmunoassay yang mengukur kadar IgE spesifik-alergen. Sampel serum
pasien dikenakan dengan sejumlah kompleks artikel allergen yang dicurigai. Jika
terdapat antibody, kompleks ini akan berikatan dengan allergen yang berlabel-
radio-aktif. Sesudah serum pasien dipusing, pemeriksaan radio-immunoessay akan
mendeteksi antibodi IgE yang spesifik-alergen. Hasil tes kemudian dibandingkan
dengan nilai control. Disamping untuk mendeteksi sebuah allergen, pemeriksaan
RAST juga menunjukkan kuantitas allergen yang diperlikan untuk mencetuskan
suatu reaksi alergik. Nilainya dilaporkan pada skala yang berkisar dari 0-5; nilai
2+ atau lebih dianggap sebagai nilai yang signifikan. Keuntungan utama RAST
jika dibandingkan jenis tes yang lain adalah (1) kurangnya resiko untuk terjadinya
reaksi sistemik, (2) Stabilitas antigen, dan (3) Kurangnya ketergantungan pada
reaktivitas kulit yang termodifikasi oleh obat-obatan. Kekurangan utamanya
mencakup (1) keterbatasab pilihan antigen, (2) kurangnya sensitivitas bila
dibandingkan dengan tes kulit intradermal, (3) kurangnya hasil-hasil yang sudah
tersedia, dan (4) biaya.

5. Tes Provokasi Bronkial

Pasien asma umumnya mempunyai kepekaan yang berlebihan terhadap


berbagai rangsangan, baik bersifat alergen maupun non alergen (kegiatan jasmani,
bahan-bahan kimia, perubahan cuaca, dan lain-lain). Untuk melakukan tes
provokasi diperlukan alat-alat yang cukup rumit, tenaga yang berpengalaman dan
sebaiknya dilakukan di rumah sakit untuk menjaga kemungkinan terjadinya
penyulit (obstruksi laring, trakea atau bronkus) dapat diatasi segera.

Banyak cara untuk menimbulkan serangan asma, tetapi yang paling sering
dipakai adalah tes kesehatan jasmani (exercise induced-asthma), tes inhalasi
metakolin dan tes inhalasi histamin:

a. Tes kegiatan jasmani. Kegiatan jasmani dapat menimbulkan serangan


asma. Sutopo dan kawan-kawan (1984) melaporkan 42% pasien asma
memberikan tes kegiatan jasmani positif.
b. Tes inhalasi antigen. Pada tes ini diperlukan alat yang dapat
menyemprotkan larutan yang mengandung anti-gen dalam jumlah yang
tetap pada pasien semprotan (dosimeter) dan besar partikelnya harus
sangat kecil antara 1-3 mikron.
c. Tes inhalasi histamin dan metakolin. Tes inhalasi histamin dan metakolin
banyak dipakai untuk menentukan reaktivitas saluran napas, bahkan
dianjurkan sebagai salah satu kriteria diagnosis asma. Karena lebih 90%
pasien memberikan reaksi yang kuat terhadap tes ini.

G. Terapi Medis
Terapi medis yang dapat dilakukan bagi penderita alergi antara lain
adalah imunoterapi atau desensitisasi atau allergy injection therapy.
Ini adalah suatu terapi yang memerlukan proses panjang dari suatu
suntikan yang berulang dari ekstrak alergen yang disuntikkan pada pasien dengan
penyakit alergi, yang jelas faktor alergen pencetusnya, dengan tujuan untuk
mengurangi gejala penyakitnya. Pengobatan ini efektif pada penyakit alergi
derajat ringan dan yang tidak responsif terhadap terapi standar. Imunoterapi
merubah pejalanan penyakit, dan menghambat terjadinya asma pada anak dengan
rinitis alergika. Imunoterapi spesifik masih merupakan pengobatan pilihan untuk
reaksi sistemik pada sengatan tawon dan lebah. Mekanisme yang jelas pada
kegunaan imunoterapi masih belum jelas. Diduga efek pada Sel T regulator,
berkaitan dengan pergeseran sel B dalam produksi IgG4. Efek imunoterapi
memerlukan waktu lama, tetapi begitu tercapai, memberikan perbaikan klinis
yang berlangsung lama, sedangkan farmakoterapi, bermanfaat selagi pemberian
berlangsung. Teknik baru imunoterapi saat ini sedang dikembangkan meliputi
alergen rekombinan, alergen hipoalergenik, vaksin peptida Sel T, stimulan Th1,
dan anti-IgE, yang hasilnya cukup menjanjikan untuk digunakan pada penyakit
alergi. Terapi ini direkomendasikan pada penyakit alergi saluran pernafasan,
terutama asma dan rinitis bersama dengan penghindaran alergen dan penggunaan
obat-obatan.

H. Pathofisiologi

1. Hipersensitivitas tipe 1
Antibodi IgE terikat dengan sel-sel tertentu; pengikatan antigen menyebabkan
pelepasan amina vaso aktif dan mediator lainnya yang mengakibatkan vasodilatasi
peningkatan permeabilitas, kontraksi otot polos serta eosinofil.

2. Hipersensitivitas tipe 2
Antibodi IgG atau IgM terikat dengan antigen eksogenus. Keadaaan ini dapat
menyebabkan mengaktifkan komponen komplemen lewat C3 dengan fagositosis
atau opsonosasi sel atau pengaktifan sistim komplemen yang penuh dengan
sitolisis atau kerusakan jaringan.

3. Hipersensitivitas tipe 3
Kompleks antigen-antibodi IgG atau IgM bertumpu dalam jaringan tempat
kompleks tersebut mengaktifkan komplemen. Reaksi ini ditandai oleh infiltrasi
leukosit polimorfo nuclear dan pelepasan enzim-enzim proteolik, lisosom serta
permeabilitas dalam jaringan yang menimbulkan reaksi inflamasi yang akut.

4. Hipersensitivitas tipe 4
Sel penyampai-antigen akn menyampaikan antigen kepada sel-sel T
dengan adanya MHC. Sel-sel T yang sudah tersensitisasi melepaskan limfokin
yang mengstimulasi makrofag; lisozim dilepaskan; dan jaringan disekitarnya
dirusak.

I. Pathways

J. Pengkajian
Anamnesis :
a. Biodata klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan,
pekerjaan, satus perkawinan, komunikasi yang dipakai, biodata penanggung
jawab, dan factor lingkingan ekonomi serta lingkungannya.

b. Keluhan utama klien.


Keluhan yang paling dirasa memberatkan oleh pasien. , antara lain
sesak napas, gatal-gatal, timbul kemerahan di tubuh, demam.

c. Riwayat penyakit dahulu.


Riwayat penyakit-penyakityang pernah diderita pasien terutama yang
dicurigai ada hubungannya dengan kondisi saat sekarang.

d. Riwayat penyakit sekarang.


Riwayat pasien dari pertama masuk, penata laksanaan yang dilakukan,
kemudian diruang rawat, dan kondisi pasien pada saat pengkajian.

e. Riwayat kesehatan keluarga.


Adakah penyakit keturunan atau menular dalam keluarga. Tuliskan
genogram bila perlu.

f. Personal Hygiene.
Kebersihan diri di lingkingan rumahnya.

2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat dengan perhatian
ditunjukkan terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring
dan paru. Kalau seorang datang dengan keluhan hidung, maka perhatian lebih
lanjut ditunjukkan lagi terhadap pemeriksaan hidung dan kerongkongan, baik dari
luar maupun dari dalam rongga hidung.
a. Kulit
Seluruh kulit harus diperhatiakan apakah ada peradangan kronik
seperti ekskoriasi, bekas daerah garukan terutama pipi atau lipatan-lipatan
kulit daerah fleksor. Kelainan ini mungkin tidak dikeluhkan pasien, karena
tidak dianggap mengganggu ataupun tidak ada hubungannya dengan
penyakitnya. Lihat pula apakah terdapat lesi, urtikaria, angiodema, dermatitis
dan likenefikasi.

b. Mata

Diperiksa terhadap hiperemia konjungtiva: edema, sekret mata yang


berlebihan dan katarak yang sering dihubungkan dengan penyakit atopi, dan
kadang kala disebabkan pengobatan kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka
waktu lama. Pada rinitis alegi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di
bawah palpebra inferor yang menjadi gelap dan bengkak.
c. Telinga

Telinga tengah dapat menjadi penyulin penyakit alergi slauran napas,


perlu dilakukan pemeriksaan membran timpani untuk mencari otitis media.
Demikian juga dengan sinus paranasal berupa sinusitis yang dapat diperiksa
secara palapasi dan transiluminasi.
d. Hidung

Pada pemeriksaan hidung bagian luar dibidang alergi. Ada beberapa


tanda yang sudah baku, walaupun tidak patognomik, misalnya: allergic salute,
yaitu pasien yang menggunakan telapak tangan menggosok ujung hidungnya
ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan;
allergic crease, garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian
allergic facies, terdiri dari pernapasan mulut, allergic shinersi, dan kelainan
geligi-geligi.
Bagian dalam hidung diperiksa dengan menggunakan spekulum
hidung denagn bantuan senter untuk menilai warna mukosa, jumlah dan
bentuk sekret, edema, polip hidung, dan abnormalitas anatomi seperti deviasi
septum.

e. Mulut dan Orofaring


Pemeriksaan ditujukan untuk menilai eritema, edema, hipertrofi tonsil,
post nasal drip. Pada rinitis alergi, sering terlihat mukosa orofaring
kemerahan, edema atau keduanya. Oral trush juga perlu diperhatikan pada
pasien yang menggunakan kortikosteroid inhalasi. Palatum yang cekung ke
dalam, dagu yang kecil, serta tulang maksilar yang menonjol kadang
disebabkan oleh penyakit alergi yang kronik.
f. Dada

Diperiksa secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, baik


terhadap organ paru maupun jantung. Pada waktu serangan asma kelainan
dapat berupa hiperinflasi, penggunaan otot bantu pernapasan dan mengi,
sedangkan dalam keadaan normal mungkin tidak ditemukan kelainan.

3. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Tes Diagnostik
Pengkajian pasien gangguan alergik umumnya mencakup
pemeriksaan darah, sediaan apus sekresi tubuh, tes kulit dan RAST
(radioallergosorbent test). Hasil pemeriksaan darah laboratorium akan
memberikan data-data suportif untuk berbagai kemungkinan diagnosis;
kendati demikian, hasil laboratorium bukan kriteria utama bagi penegakan
diagnosis gangguan alergik. Pemeriksaan awal dapat mencakup pemeriksaan
berikut ini:

b. Hitung Darah Lengkap dengan Hitung Jenis


Hitung sel darah putih biasanya normal kecuali dalam keadaan infeksi.
Eosinofil dalam keadaan normal merupakan 1% hingga 3%dari dari jumlah
total sel darah putih. Tingkat antara 5% dan 15% adalah nonspesifik tetapi
benar-benar menunjukkan reaksi alergik.

c. Jumlah Total Eosinofil


Hitung eosinofil yang akurat dapat dilakukan dengan menggunakan
cairan pengencer khusus yang menimbulkan hemolisis eritrosit dan mewarnai
sel-sel eosinofil.

d. Pemeriksaan Apus Eosinofil


Selama episode simtomatik, sekresi nasal, sekresi konjungtiva dan
sputum dari pasien-pasien atopik b iasanya mengungkapkan sel-sel eosinofil
yang menunjukkan reaksi alergi aktif.

e. Kadar Total Serum IgE


Kadar total serum IgE yang tinggi mengandung diagnosis penyakit
atopik; kendati demikian, kadar IgE yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinan diagnosis gangguan alergi. Kadar IgE tidak sensitif pemeriksaan
PRIST (paper radioimmunosorbent test) dan ELISA (enzym-linked
ommunosorbent assay). Perangkat komersial sudah tersedia untuk pengukuran
IgE. Indikasi pemeriksaan kadar IgE mencakup:
a) Evaluasi imunodefisiensi
b) Evaluasi reaksi obat
c) Pemeriksaan skrining laboratorium awal untuk aspergilosis
bronkopulmoner alergika
d) Evaluasi alergi di antara anak-anak yang menderita bronkiolitis
e) Diferensiasi, ekzema atopik dan nonatopik.
f) Diferensiasi asma dan rinitis atopik dan nonatopik.

K. Analisa data : Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan napas tidak efektif.
b.Nyeri.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
d. Diare.
e. Gangguan integritas kulit.

L. Intervensi
RASIONAL

TINDAKAN/INTERVENSI

1.DIAGNOSA KEPERAWATAN; NYERI


Mandiri

Tutup luka sesegera mungkin kecuali Suhu berubah dan gerakan udara dapat
perawatan luka bakar metode pemajanan menyebabkann nyeri hebat pada pemajanan ujung
pada udara terbuka. saraf.

Tinggikan ekstremitas luka bakar secara Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk
periodik. menurunkan pembentukan edema, setelah
perubahan posisi dan peninggian menurunkan
ketidaknyamanan serta resiko kontraktur sendi.

Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi. Peninggian linen dari luka membantu
menurunkan nyeri.

Tutup jari/ekstremitas pada posisi Posisi fungsi menurunkan deformitas/kontraktur


berfungsi/(menghindari posisi fleksi sendi dan peningkatan kenyamanan. Meskipun posisi
yang sakit) menggunakan babat dan papan fleksi sendi cedera dapat merasa lebih nyaman,
kaki sesuai keperluan. ini dapat mengakinatkan kontraktur fleksi.

Ubah posisi dengan sering dan rentang Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi
gerak pasif dan aktif sesuai indikasi. dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung
pada lokasi dan luas cedera.

Pertahankan suhu lingkungan nyaman, Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar
berikan lampu penghangat, penutup tubuh mayor. Sumber panas eksternal peru untuk
hangat. mencegah menggigil.

Kaji keluhan nyeri, perhatikan Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat
lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10). beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi
biasanya paling berat selama penggantian balutan
dan debridemen. Perubahan
lokasi/karakter/intensitas nyeri dapat
mengindikasikan tterjadinya komplikasi (contoh
iskemis tungkai) atau perbaikan/kembalinya
fungsi saraf/sensasi.

Lakukan penggantian balutan dan Menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi
debridemen setelah pasien diberi obat sehubungan dengan penggantian balutan dan
dan/atau pada hidroterapi. debridemen.

Dorong ekskresi perasaan tentang nyeri. Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi


dan dapat meningkatan mekanisme koping.

Libatkan pasien dalam penentuan jadwal Meningkatkan rasa control pasien dan kekuatan
aktivitas, pengobatan, pemberian obat. mekanisme koping.

Jelaskan prosedur/berikan informasi seiring Dukungan empati dapat membantu


dengan tepat, khususnya selama debridemen menghilangkan nyeri/meningkatkan relaksasi.
luka. Mengetahui apa yang diharapkan memberikan
kesempataan pada pasien pasien untuk
menyiapkan diri dan meningkatkan rasa kontrol.

Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh Meningkatnkan relaksasi, menurunkan tegangan


pijatan pada area yang tidak sakit, otot dan kelelahan umum.
perubahan posisi dengan sering.

Dorong penggunaan teknik manajemen Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan


stress, contoh relaksasi progresif, napas relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol, yang
dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi. dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.

Berikaan aktivitas terapeutik tepat untuk Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang
usia/kondisi. dialami dan memfokuskan kembali perhatian.

Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi
nyeri/kemampuan koping menurun.
Kolaborasi

Berikan analgesik (narkotik/non narkotik) Metode IV sering digunakan pada awal untuk
sesuai indikasi. memaksimalkan efek obat. Masalah pasien adiksi
atau keraguan tentang derajat nyeri yang dialami
tidak abash selama fase perawatn darurat/akut,
tetapi narkotik harus diturunkan sesegera
mungkin sesuai adanya dan perubahan metode
untuk penghilangan nyeri.

Berikan/instruksi penggunaan ADP. ADP memberikan obat tepat waktu mencegah


fluktuasi pada intensitas nyeri, sering pada dosis
total rendah kemudian diberikan dengan metode
konvensional.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN;NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri

Buat tujuan berat badan minimum dan Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat
kebutuhan nutrisi harian. yang menyebabakan depress, agitasi dan
memepengaruhi kognitif pengambilan
keputusan. Perbaikan status nutrisi
menigkatkan kemampuan berpikir dan kerja
psikologis.

Gunakan pendekatan konsisten. Duduk Pasien mendeteksi pentingnya dan dapat


dengan pasien saat makan, sediakan dan beraksi terhadap tekakan. Komentar apapun
buang makanan tanpa persuasi dan/ yang dapat terlihat sebagai pemeriksaan
komentar. Tingkatkan lingkungan memberikan fokus pada makanan. Bila staf
nyamanan dan catat masukan. beresiko secara konsisten, pasien dapat mulai
mempercayai resiko staf. Area tunggal
dimana pasien mempunyai kekuatan malatih
adalah makanan/makan, dan ia mengalami
rasa salah dan berontak bila dipaksakan
makan. Penyusutan makanan dan penurunan
diskusi tentang makan menurunkan kekuatan
upaya pada pasien dan menghilangkan
permainan manipulatif.

Berikan makan sedikit dan makanan kecil Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian
tambahan , yang tepat. makan terlalu cepat setelah periode puasa.

Buat pilihan menu yang ada izinkan pasien Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya
untuk mengontrol pilihan sebanyak dan mampu mengontrol lingkungan lebih
mungkin. suka menyediakan makanan untuk makan.

Sadari pilihan-pilihan makanan rendah Pasien akan mencoba menghindari


kalori/minuman, menimbun makanan, mengambil makanan bila tampak
membuang makanan dalam berbagai tempat mengandung banyak kalori dan mau makan
seperti saku atau kantong pembuangan. lama untuk makan.

Pertahankan jadwal penimbangan berat Memberikan catatan lanjut penurunan dan/


badan teratur, seperti Minggu, Rabu, dan peningkatan berat badan yang akurat. Juga
Jumat sebelum makan pagi pada pakaian menurunkan tentang peningkatan dan/
yang sama, dan gambarkan hasilnya. penurunan.

Timbang dengan timbangan yang sama Meskipun beberapa program memungkinkan


(tergantung pada program protokol). pasien melihat timbangan, ini memaksa isu
kepercayaan pada pasien yang biasanya tidak
mempercayai orang lain.

Hindari pemeriksaan ruangan dan alat Menguatkan perasaan tak berdaya dan
kontrol lain kapanpun mungkin. biasanya tak menolong.

Berikan pengawasan 1-1 dan biarkan pasien Mencegah muntah selama/setelah makan.
dengan bulimia tetap tinggal diruangan Pasien dapat menginginkan makanan dan
tanpa kamar mandi selama beberapa menggunakan sindrom pembersihan pesta
periode (mis, 2 jam) setelah makan, bila untuk mempertahankan berat badan. Catatan:
peerjanjian tak berhasil. pembersihan dapat terjadi pertama kali pada
pasien sebagai respon terhadap pengadaan
program peningkatan berat badan.

Awasi program latihan dan susun batasan Latihan sedang memebantu dalam
aktifitas fisik. Tulis aktivitas/tingkat kerja memepertahankan tonus otot berat badan dan
(jalan-jalan dsb). melawan depresi. Namun pasien dapat
latihan terlalu berlebihan untuk memebakar
kalori.
Pertahankan pernyataan, perilaku tak Persepsi hukuman berakibat buruk pada
menilai bila memberikan makanan kepercayaan diri pasien dan meyakini
perselang, hiperalimentasi, dsb. kemampuan sendiri untuk menontrol tujuan.

Sadari kemungkinan pasien mencabut Perilaku sabotase terjadi pada upaya


selang dan mengosongkan hiperalimentasi mencegah peningkatan berat badan.
bila digunakan. Periksa pengukuran dan
plester selang dengna ketat.

Kolaborasi

Berikan terapi nutrisi dalam program Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa
pengobatan rumah sakit sesuai indikasi. perbaikan status nutrisi. Perawatan di RS
memberikan kontrol lingkungan dimana
masukan makanan, muntah eliminasi, obat,
dan aktivitas dapat dipantau. Ini juga
memisahkan pasien dari orang terdekat
(yang dapat sebagai fektor peberat dan
memberikan pemajanan pada orang lain
dengan masalah yang sama, suasana
lingkungan untuk saling berbagi.

Libatkan pasien dalam Memberikan situasi terstruktur untuk makan


penyusunan/melakukan program perubahan sementara memungkinkan pasien
perilaku. Berikan penguatan untuk mengontrol beberapa pilihan. Perubahan
peningkatan berat badan seoerti dinyatakan perilaku dapat efektif pada kasus ringan atau
oleh penentuan individu, abaikan untuk peningkatan berat badan jangka
penurunan. pendek.

Berikan diet dan makanan ringan dengan Memungkinkan variasi sediaan makanan
tambahan makanan yang disulai bila ada. akan memapukan pasien untuk mempunyai
pilihan terhadap maknaan yang dapat
dinikmati.

Berikan diet cair dan/ makanan Bila masukan kalori gagal untuk memenuhi
selang/hiperalimentasi bila diperlukan. kebutuhan metabolik, dukungan nutrisi
dapat digunakan untuk mencegah
malnutrisi/kematian sementara terapi
lanjutan. Makanan cair tinggi kalori dapat
diberikan sebai obat, pada susunan waktu
terpisah dari makan, sebagai alternatif
peningkatan masukan kalori.

Hancurkan dan beri makan melalui selang Mungkin digunakan bagian program
apapun yang tertinggal pada nampan perubahan perilaku untuk memberikan
setelah perode waktu pemberian sesuai masukan total kalori yang dibutuhkan.
indikasi.

Hindari pemberian laktasif. Penggunaanya berakibat buruk karena


digunakan sebagai penbersih makanan/kalori
tubuh pasien.

Berikan obat sesuai indikasi :

Siprofeptadin (periactin) Antafonis serotonin dan histamine yang


digunakan dalam dosis untuk merangsang
napsu makan, menurunkan penolakan
makanan dan malawan depresi. Tidak
tampak efek samping, meskipun penurunan
mental kesadaran dapat terjadi.

Antidepresan trisiklik, misal : amitriptilin Menghilangkan depresi dan merangsanga


(Alavil,Endep). napsu makan.

Agen antiansietas, contoh alprazola Menurunkan tegangan, cemas/gugup dan


(Xanax). dapat membantu pasien untuk berpartisipasi
dalam pengobatan.

Tranquilizer utama, contoh: klorpromazin Meningkatkan berat badan dan kerja sama
(Thorazine). pada program psikoterapi. Tranquilizer
utama digunakan hanya bila benar-banar
perlu, karena efek samping ektrapiramidal.

Siapkan untuk/bantu ECT bila Pada kasus jarang dan sulit dimana
diindikasikan. Bantu pasien memahami ini malnutrisi berat/mengancam hidup, seri ECT
bukan sebagai hukuman. jangka pendek dapat memampukan pasien
untuk mulai makan dan memungkinkan
dapat mengikuti psikoterapi.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN; BERSIHAN JALAN NAPAS, TIDAK EFEKFIF.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi Penurunan bunyi napas dapat menimblkan
napas, kecepatan, irama dan kedalaman dan atelektasis. Ronkhi, mengi menunjukkan
penggunaan otot acsesori. akumulasi secret/ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan napas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot acsesori
pernapasan dan peningkatan kerja
pernapasan.

Catat kemampuan untuk mengeluarkan Pengeluaran sulit bila secret sangat tebal
mukosa/batuk efektif; catat karakter, (misal; efek infeksi dan/ tidak adekuat
jumlah sputum, adanya hemompitisis. hidrasi). Sputum berdarah kental atau darah
cerah diakibatkan oleh kerusakan(kavitasi)
paru/luka bronchial dan dapat memrlukan
evaluasi/intervensi lanjut.

Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi


Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas paru dan menurunkan upaya pernapasan.
dalam. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan secret
ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.

Bersihkan secret dari mulut dan trakea; Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan


penghisapan sesuai keperluan. dapat diperlukan bila pasien tak mampu
mengeluarkan sekret.

Pertahankan masukan cairan sedikitnya Pemasukan tinggi cairan membantu untuk


2500ml/hari kecuali kontra indikasi. mengencerkan secret, membuatnya mudah
dikeluarkan.
Kolaborasi

Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Mencegah pengeringan membrane mukosa;


membantu pengenceran secret.

Beri obat-obatan sesuai indikasi :

Agen mukolitik, contoh asetilsistein Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan


(mucomyst). perlengketan secret paru untuk memudahkan
pembersihan.

Bronkodilator,contoh okftrifillin (choledyl); Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen


teofilin(theo-dur). percabangan trakeobronkial, sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara.

Kortikosteroid (prednison). Berguna pada adanya keterlibatan luas


dengan dipoksemia dan bila respon inflamasi
mengancam hidup.

Besiap untuk/membantu intubasi darurat. Intubasi diperlukan pada kasus jarang


bronkogenik TB dengan edema laring atau
perdarahan paru akut.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN; DIARE

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Catat frekuensi defekasi, karakteristik, dan Diare sering terjadi setelah memulai
jumlah. diet.

Dorong diet tinggi serat dalam batasan diet, Meningkatkan konsistensi feses.
dengan masukan cairan sedang sesuai diet yang Meskipun cairan perlu untuk fungsi
dibuat. tubuh optimal, kelebihan jumlah
mempengaruhi diare.

Masukan lemak sesuai indikasi. Diet rendah lemal menurunkan resiko


feses cairan dan membatsi efek laksatif
penurunan absorbsi lemak.

Inservasi tanda sindrom dumping, misal: di area Pengosongan cepat makanan dari
cepat, mual, keringat, dan kelemahan setelah lambung dapat mengakibatkan distress
makan. gaster dan mengganggu fungsi usus.

Beri perawatan paringeal sering, gunakan salep Iritasi anal, ekskoriasi dan pruritus
sesuai indikasi. Berikan rendam pada pusaran terjadi karena diare. Pasien sering tak
air. dapat mencapai area yang tepat untuk
mmembersihkan dan dapat membuat
malu meminta bantuan.
Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi, misal: difenoksilat Mungkin perlu untuk mengontrol
dengan Lomotil. frekuensi defekasi sampai tubuh
mengatsi perubahan akibat bedah.

Elektrolit serum. Peningkatan kehilangan gaster potensial


resiko ketidakseimbangan elektrolit,
dimana dapat menimbulkan komplikasi
lebih serius/mengancam.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN; INTEGRITAS KULIT, KERUSAKAN

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Kaji kulit setiap hari. cacat warna, turgor , Menetukan garis dasar dimana perubahan
sirkulasi, dan sensasi. gambarkan lesi dan amati pada status dapat dibandingkan dan
perubahan. melakukan intervensi yang tepat.

Pertahankan/intruksikan dalam higiene kulit, Mempertahankan kebersihan karena kulit


mis., membasuh kemudian mengeringkannya yang kering dapat menjadi barier infeks.
dengan berhati-hati dan melakukan masase pembersihan kulit kering sebagai ganti
dengan menggunakan losion atau krim. menggaruk menurunkan risiko trauma dermal
pada kulit yang kering/rapuh. masase
meningkatkan sirkulasi kulit dan
meningkatkan kenyamanan.

Secara teratur ubah posisi, ganti seprei sesuai Mengurangi stres pada titik tekanan,
kebutuhan. dorong pemindahan berat badan meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
secara periodik. lindungi penonjolan tulang meningkatkan proses kesembuhan.
dengan bantal, bantalan tumit/siku.

Pertahankan seprei bersih, kering dan tidak Friksi kulit disebabkan oleh kain yang
berkerut. berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi
dan potensial terhadap infeksi.

Dorong untuk ambulasi/turun dari tempat tidur Menurunkan tekanan pada kulit dari istirahat
jika memungkinkan. lama ditempat tidur.

Bersihkan area perinial dengan membersihkan Mencegah maserasi yang disebabkan oleh
feses dengan menggunakan air dan air mineral. diare dan menjaga lesi perinial tetap kering.
hindari penggunaan kertas toilet jika timbul
vesikel. berikan krim pelindung, mis., zink
oksida, salep A & D.

Gunting kuku secara teratur. Kuku yang panjang/kasar meningkatkan


risiko kerusakan dermal.

Tutup lukayang terbuka dengan pembalut yang Dapat mengurangi kontaminasi bakteri,
steril atau barier protektif, mis., DuoDerm, sesuai meningkatkan proses penyembuhan.
petunjuk.

Kolaborasi

Berikan natras atau tempat tidur busa/flotasi. Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi
tekanan pada kulit, jaringan dan lesi.

Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka. Mengidentifikasi bakteri patogendan pilihan
perawatan yang sesuai.

Gunakan/berikan obat-obatan topikal/sistemik Digunakan pada perawatan lesi kulit.


sesuai indikasi.

Lindungi lesi atau ulkus dengan balutan basah Melindungi area ulserasi dari kontaminasi
atau salep antibiotik dan balutan nonstick (mis., dan meningkatkan penyembuhan.
Telfa) sesuai petunjuk.

M. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :


1. Memperlihatkan pola pernapasan yang normal.
a. Paru-paru bersih pada auskultasi.
b. Tidak menunjukkan suara pernapasan tambahan (krepitasi, ronkhi, mengi).
c. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
d. Melaporkan tidak terdapatnya gangguan pernapasan (napas yang pendek,
kesulitan pada inspirasi atau ekspirasi).
2. Memperlihatkan pengetahuan tentang alergi dan strategi untuk mengendalikan
gejala.
a. Mengenali alergen penyebab jika diketahui.
b. Menyatakan metode untuk menghindari alergen dan cara mengendalikan
faktor-faktor pemicu di dalam dan di luar rumah.
c. Menguraikan nama, tujuan, efek samping dan metode pemberian obat-obat
yang diresepkan dokter.
d. Mengenali saat harus segera mencari pertolongan medik untuk mengatasi
reaksi alergi yang berat.
e. Menguraikan aktivitas yang mungkin menyebabakan reaksi alergi dan
bagaimana keterlibatannya dapat dimaksimalkan tanpa mengaktifkan reaksi
alergi tersebut.
3. Mengalami peredaan gangguan rasa nyaman dan beradaptasi dengan
ketidaknyamanan reaksi alergi.
a. Menghubungkan aspek-aspek emosional dan reaksi alergi.
b. Menghilangkan barang-barang yang menahan debu dari lingkungan.
c. Menggunakan masker yang sudah dibasahi jika debu atau kapang merupakan
masalah.
d. Megnhindari ruangan yang penuh asap dan debu atu tempat-tempat yang baru
saja disemprot.
e. Menggunakan tempat-tempat ber –AC hampir sepanjang hari.
f. Meminum antihistamin menurut resep dokter, turut serta di dalam program
desensitisasi jika dapat dilakukan.
4. Tidak adanya komplikasi.
a. Tanda-tanda vital tetap berada dalam batas-batas normal.
b. Melaporkan tidak terdapatnya gejala atau kejadian anafilaksis (urtikaria, gatal-
gatal, kesemutan pada bagian perifer, perasaan penuh dalam mulut dan
tenggorok, flushing atau kesulitan menelan) atau batuk-batuk, bersin-bersin
atau kesulitan bernapas.
c. Memperagakan prosedur yang benar dalam pamakaian obat-obat emerjensi
untuk mengatasi reaksi alergi yang berat.
d. Menyatakan dengan benar tanda-tanda dan gejala yang harus dilaporkan
kepada dokter.
e. Menyatakan dengan benar nama, takaran, serta frekuensi pemberian obat,
kerja obat serta efek sampingnya, dan tanda-tanda serta gejala yang harus
dilaporkan kepada dokter.
f. Membahas perubahan gaya hidup yang bisa diterima dan cara-cara
pemecahannya untuk mengenali hambatan yang potensial serta pengobatan
dapat dipastikan.

DAFTAR ISI

Pendahuluan
Latar belakang…………………………………………………………………………1

Tujuan penulisan………………………………………………………………………1

Konsep Dasar

Definisi………………………………………………………………………………...2

Etiologi………………………………………………………………………………...2

Macam-macam gangguan alergi………………………………………………………2

Tipe-tipe alergi………………………………………………………………………...3

Manifestasi klinis……………………………………………………………………...5

Pemeriksaan penunjang………………………………………………………………..6

Terapi medis………………………………………………………………………….11

Pathofisiologi………………………………………………………………………...12

Pathways……………………………………………………………………………...14

Pengkajian……………………………………………………………………………16

Analisa data……………………………………………………………………….

Intervensi………………………………………………………………………….

Evaluasi…………………………………………………………………………….

Penutup………………………………………………………………………………………

BAB III

Penutup
Alergi merupakan respon sistem imun yang tidak dapat dan kerap kali membahayakan
terhadap substansi yang tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan manifestasi cedera
jaringan yang terjadi akibat inreaksi antigen dan antibody.

Penyebab dari alergi barasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul
akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik, logam, perhiasan atau jam tangan, dll.

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo W.,Aru.dkk2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Smelter, Bare.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Ed8.vol2.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai