Anda di halaman 1dari 40

UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA

HYPERSENSIVITIES
(ALERGI)
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

JONATHAN ABE - 2051024 27 FEBRUARI 2022 | 10.00


RUSMITA SITORUS - 2051007 ZOOM
SABATINI SL - 20151033

SISTEM IMUN
Sistem imun : semua mekanisme yg digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya
yg dapat ditimbulkan berbagai bahan dlm lingkungan hidup.

Imunitas : adalah merupakan jawaban reaksi tubuh terhadap bahan asing


secara molekuler maupun seluler.

Antobodi/Imunoglobulin
I.
Reaksi Hipersensitivitas
dan
Alergi
PENDAHULUAN
Tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat
non-spesifik dan imunitas spesifik.

Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang


secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang
memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM,
IgD dan IgE)

Sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel


limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu
mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat
limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk
menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka
tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen
tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah
keadaan imun.

Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh


menjadi rusak, maka terjadilah reaksi
hipersensitivitas atau alergi
DEFINISI
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan
tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif
dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya non-imunogenik. Dengan kata lain,
tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan
atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau
berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut allergen.
4 tipe
Reaksi hipersensitivitas
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Hipersensitivitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas
langsung atau anafilaktik.
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal
Waktu reaksi berkisar antara 15-30
menit setelah terpapar antigen,
namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga
10-12 jam.
Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE).
Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau
basofil. -- Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah,
neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi
hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan
ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk
melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai.
Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi
akibat hipersensitivitas.
Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas
tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin.
Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan
reaksi yang di mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak
dengan antigen.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstraseluler.

Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan
dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe
dari hipersensitivitas tipe II adalah:
a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal).
b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk
produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan
menyebabkan lisis sel darah merah),
c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal).
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen
membentuk kompleks imun.
Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang
dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan
lokal.
Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. 
Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes
simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T
atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka
(sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan
menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang
ditemukan pada reaksi penolakan pasca keratoplasti,
keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan
keratitis diskiformis.
Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas
seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak dengan
allergen.
ETIOLOGI
Faktor Internal
1. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsifungsi :
asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi
imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi
makanan tertentu.
2. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan
dan norma kehidupan setempat.
3. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
Fakor Eksternal
Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan
dapat menimbulkan reaksi alergi.
Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya.
PATOFISIOLOGI
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh
seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah
terkena alergi.
Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi
pada kulit orang tersebut.
Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali
alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T
tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (
Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast
yang dikeluarkan oleh basofil.
Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang
sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan
eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat
mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala
alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini
ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak
ditangani segera dapat menyebabkan kematian
TANDA DAN GEJALA
Adapun Gejala klinisnya :
1. Pada saluran pernafasan : asma
2. Pada saluran cerna:mual,muntah,diare,nyeri perut.
3. Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam, gatal
4. Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala
adanya urtikaria, angioderma, pruritus dan pembengkakan pada bibir.
Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan.
Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udaraatau cairan.
Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena
pada oarng yang menderita alergibunyi usunya cencerung lebih
meningkat).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya denganalergen


hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput,
atau alergen makanan sepertisusu, telur, kacang, ikan).
Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong padaalergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai
umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya
menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imunseluler.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
terpajan allergen
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
infalamasi dermal,intrademal sekunder
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
( allergen,ex: makanan)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Berikan oksigen tambahan
Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic.
Berikan kompres /mandi hangat; hindari penggunaan alcohol.
Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).
Monitor intake dan output cairan.
Berikan bedak talek pada kulit.
Kolaburasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
Hentikan penyebab alergil
IMPLEMENTASI

Sasaran bagi pasien dapat mencakup pemulihan


pernapasan ke pola yang normal, pengetahuan
tentang penyebab serta pengendalian gejala alergi,
perbaikan cara mengatasi Masalah dengan
perubahan serta modifikasi dan tidak adanya
komplikasi.
EVALUASI
1. Memperlihatkan pola pernapasan yang normal.

paru – paru bersih pada aulkutasi


Tidak menunjukkan suara pernapasan tambahan.
Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif.
Melaporkan tidak terdapat nya gangguan pernapasan.
2. Memperlihatkan pengetahuan tentang alergi dan strategi untuk mengendalikan gejala.

Mengenali alergen penyebab jika diketahui.


Menyatakan metode untuk mengindari alergi dan cara mengendalikan faktor- faktor pemicu
diluar maupun di dalam rumah
Menguraikan nama, tujuan, efek samping dan metode pemberian obat- obatan yang
diresepkan dokter.

Mengenali saat harus segera mencari pertolongan medik untuk mengatasi reaksi alergi yang
hebat.
Menguraikan aktivitas yang mungkin menyebabkan reaksi alergi dan bagaimana keterlibatan
dapat dimaksimalkan tanpa mengaktifkan Reaksi ergi tersebut.
3. Mengalami peredaan gangguan rasa nyaman dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan karena
alergi.

menghubungkan aspek-aspek emosional dan reaksi alergi.


menghilangkan barang barang yang menahan debu dari lingkungan .
Mengenakan masker yang sudah dibasahi jika debu atau kapang merupakan masakan
Menghindari ruangan penuh asap dan debu
Mengunakan tempat- tempat ber AC sepanjang hari.
TERAPI
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar :
1. Menghindari alergen
2. Terapi farmakologis

a.Adrenergik
Yang termasuk obat-obatan Adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin,
isoproterenol, biloterol) dan nonkaletomin (efedrin, albuterol, metaprotenol, salmeterol,
terbutalin) inshalasi dosis tunggal dapat menimbulkan bronkodulataso sedikitnya
selama 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen
dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.

b. Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di berbagai jaringan.
Karena histamin berperan Sebagai antagonis kompepitif meremas lebih efektif dalam mencegah daripada
melawan kerja histame.

c. Kromolim sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1-3 bis 3- hidroksipropan. Zat ini merupakan analog kimia obat
khelin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator
karena obat ini tidak efektif untuk pengobatan asma akut.
3. Imunoterapi
Imunoterapi di indikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang
diperantarai IgE atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat
menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen
E ragweerd in virro. Leukosit individu yang diobati Memerlukan pemaparan
terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan
histamin dalam jumlah yang Sama seperti yang mereka lepaskan sebelum
terapi.

4. Profilaksis
Profiklasi dengan stenoid anabolik atau plasmin inhibitor seperti
traneksamat sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angiodema.
KOMPLIKASI
• Anafilaksis
• Gangguan pernapasan
• Reaksi yang merugikan terhadap obat
• Ketidak patuhan terhadap pengobatan terapi.
Pendidikan kesehatan
Pendidikan pasien dan pencegahan :
Pencegahan merupakan aspek tunggal yang terpenting dalam penatalaksanaan anafilaksis. Orang yang
sensitif terhadap gigitan dan sengatan Serangga yang pernah mengalami Reaksi terhadap makanan serta obat
tertentu dan yang pernah mengalami reaksi anafilatik yang indiopatik atau yang ditimbulkan oleh latihan fisik
harus selalu membawa kotak emerjensi yang berisi epinefrin.
Pencegahan
1. Mencoba mempertahankan lingkungan yang bebas debu, khususnya tempat tidur :
Mengurangi isi kamar sampai sediki mungkin, tanggalkan gorden serta tirai dan
gantikan dengan skrin yang ditarik.
Keluarkan karpet ; cuci lantai dan papan alas rumah, bersihkan debunya dan

gunakan alat vakum setiap hari, lantai dari kayu atau keramik lebih disukai
daripada karpet atau permadani.
Gantikan perabotan yang sarat hiasan kayu sehingga mudah berdebu
Hindari sprei berbulu,mainan berbulu, bantal atau guling kapuk ; gantikan
dengan bahan katun yang mudah dicuci.
2. Di dalam rumah sebagai satu kesatuan kurangi debu dengan mengikuti
praktik berikut ini :
Gunakan uap pas atau air panas untuk pemanasan ketimbang udara
panas.
gunakan alat penyaring udara atau pengatur suhu udara.
Kenakan masker jika membersihkan rumah.

3. Untuk pasien yang sensitif terhadap tepung sari kurangi kontak dengan
cara :
Menentukan saat pollen mencapai jumlah tertinggi ; kurangi kontak pada
saat- saat ini.
Menghindari gudang jerami, gulma, dedaunan kering dan rumput yang
dipotong
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai