PENDAHULUAN
Perkembangan bahasa, pada usia bawah lima tahun (balita) akan berkembang
sangat aktif dan pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat
menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di usia sekolah. Anak yang
mengalami keterlambatan bicara dan bahasa beresiko mengalami kesulitan
belajar, kesulitan membaca dan menulis dan akan menyebabkan pencapaian
akademik yang kurang secara menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia
dewasa muda. Selanjutnya orang dewasa dengan pencapaian akademik yang
rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku
dan penyesuaian psikososial.1,2
Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakankan mencapai 5 persen dari
populasi normal dan 70 persen dari kasus tersebut ditangani oleh terapis.
Sedangkan pada usia anak sekolah, terdapat setidakmya 5 hingga 10 persen kasus
gangguan bicara dan berbahasa. 2,3
Hal penting yang menjadi perhatian para klinisi adalah mengenai faktor resiko
yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa. Faktor resiko yang paling
sering dilaporkan adalah adanya riwayat keterlambatan bicara dalam keluarga,
gangguan pendengaran, masalah pre dan perinatal meliputi kelahiran preterm dan
berat badan lahir rendah serta faktor psikososial. 2,3
Mengenali lebih dini faktor resiko pada anak merupakan faktor penting untuk
menjamin bahwa mereka ditempatkan dalam bentuk program remedial yang tepat
untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari faktor resiko tersebut. Deteksi
dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah fisik adalah hal
yang sangat penting.1,2,3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kata bahasa berasal dari bahasa latin lingua yang berarti lidah. Awalnya
pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan sebagai
bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam komunikasi.
American Speech-Language Hearing Association Committee on Language
mendefinisikan bahasa sebagai : suatu sistem lambang konvensional yang
kompleks dan dinamis yang dipakai dalam berbagai cara berpikir dan
berkomunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan
sebagai : suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu
anggota masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasikan
diri. Kamus bahasa Inggris juga memberi definisi yang sama tentang bahasa.4
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan
yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata.
Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu.
Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa
ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual
(menulis, memberi tanda) atau auditorik.5
Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat
mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua kata dengan
baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat mengucapkan sebuah kata
yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat menyusun kata-kata tersebut
dengan benar untuk menyatakan keinginannya. 6
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering
kali tumpang tindih. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi,
suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata,
biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa.6
2.2 EPIDEMIOLOGI
Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun. Pada anak-anak
usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4%
keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6%
keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia
remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua
kali lebih banyak daripada wanita.1,2
Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala
neurologi, sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar
15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah
memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi daripada anak
dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.2
Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah
kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara
dan bahasa. Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta
Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak
yang berusia bawah tiga tahun.2,5
2.3 FISIOLOGI PENDENGARAN
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk
berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang
serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara.
Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem
pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat
respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta
rongga hidung.6,7,8,9
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek
sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk
memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur
laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung
jawab untuk pengeluaran suara.6,7,8,9
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk
melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran
timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga
tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris
untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea
maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak
diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan
dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol
gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita
suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk
oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara
diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ
pendengaran sangat penting.8,9
Proses reseptif Proses dekode
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak
akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana
yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan
selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus Heschls, dimana
sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang
berlawanan.6
Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang masuk.
Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal kiri
untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi, tekanan, irama
dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan pada
area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal membantu
proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan linguistik.
Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit suara
melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada
dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat
pengkodean tersebut.6,8
Proses ekspresif Proses encode
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan
yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus
arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan
tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot
respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan
lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik
yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi.
Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.6,8
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan
atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara
mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan
sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan
menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.6,7,8,9
2.4 PERKEMBANGAN BAHASA
Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi otak. Secara
keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah sangat cepat dalam 2
tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena mielinisasi atau
pembentukan selubung sistem saraf. Proses mielinisasi ini dikontrol oleh hormon
seksual, khususnya estrogen. Hal ini menjelaskan kenapa proses perkembangan
bahasa lebih cepat pada anak perempuan.10,11
Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi lebih aktif.
Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor volusional. Korteks
visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak menjadi lebih fokus pada
benda yang dekat maupun yang jauh. Selama separuh periode tahun pertama
korteks frontal dan hipokampus menjadi lebih aktif. Hal ini menyebabkan
peningkatan kemampuan untuk mengingat stimulasi dan hubungan awal antara
kata dan keseluruhan. Pengalaman dan interaksi bayi akan membantu anak
mengatur kerangka kerja otak.10,11
Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya maturasi
otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama masa prenatal
batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori bertumbuh dengan cepat.
Sesudah lahir serebelum dan hemisfer serebri juga tumbuh bertambah cepat
terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa maturasi visual terjadi relatif
lebih awal dibandingkan auditori. Traktus asosiasi yang mengatur bicara dan
bahasa belum sepenuhnya matur sampai periode akhir usia pra sekolah. Pada
neonatus, vokalisasi dikontrol oleh batang otak dan pons. Reduplikasi babbling
menandakan maturasi bagian wajah dan area laring pada korteks motor. Maturasi
jalur asosiasi auditorik seperti fasikulus arkuatum yang menghubungkan area
auditori dan area motor korteks tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan
sehingga menjadi keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara. Pengaruh
hormon
estrogen
pada
maturasi
otak
akan
mempengaruhi
kecepatan
bagian tubuh
18
21
24
2. Tahap protolinguitik
-
3. Tahap linguistik
-
2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan
perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
mental,
gangguan
pendengaran
dan
keterlambatan
maturasi.
Penyebab
Sosial ekonomi kurang
Tekanan keluarga
Keluarga bisu
Dirumah menggunakan
bahasa bilingual
Emosi
Masalah
pendengaran
Perkembangan
terlambat
Sindrom Down
Cacat bawaan
Kelainan neurouskular
Kelainan sensorimotor
Kerusakan otak
Palsi serebral
Kelainan persepsi
Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena itu harus
dicari dalam keluarganya apakah ada yang mengalami keterlambatan bicara juga.
Disamping itu kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-laki daripada
perempuan. Hal ini karena pada perempuan, maturasi dan dan perkembangan
fungsi verbal hemisfer kiri lebih baik. Sedangkan pada laki-laki perkembangan
hemisfer kanan yang lebih baik, yaitu untuk tugas yang abstrak dan memerlukan
keterampilan.2
2.6 KLASIFIKASI DAN GEJALA
Terdapat bermacam-macam klasifikasi disfasia, tergantung dari cara mereka
memandang. Kebanyakan sistem klasifikasi berdasarkan atas model input-output.
Beberapa telah didefinisikan dengan menggunakan tes yang telah distandarisasi.
Ada yang menggunakan model yang didasari pendengaran ada ada pula yang
berdasarkan patofisiologi terjadinya disfasia.2
9
Klasifikasi kelainan bahasa pada anak menurut Rutter, berdasarkan atas berat
ringannya kelainan bahasa sebagai berikut: 2
Tabel 3. Klasifikasi kelainan bahasa.2
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Dislalia
Disfasia ekspresif
Disfasia reseptif dan tuli
persepsi
Tuli persepsi dan tuli sentral
disfraksia verbal
gangguan leksikal-sintaksis
gangguan semantik-pragmatik
Mereka ini tidak ada gangguan dalam pengertian, tetapi terdapat gangguan defisit
produksi fonologi. 2
Anak yang bicaranya sulit dipahami yang juga menunjukkan adanya gangguan
pemahaman terhadap apa yang dikatakan kepadanya, menunjukkan gangguan
campuran ekspresif-reseptif. Mereka bicara dalam kalimat yang pendek dan
banyak dari mereka yang autistik. Setelah dewasa mereka menjadi afasia (afasia
Broca), hanya sedikit yang diketahui bagaimana hal ini bisa terjadi.2
Beberapa anak mengerti sedikit apa yang dikatakan padanya, walaupun kadangkadang mereka mengikuti suatu pembicaraan dengan cara lain, misalnya dengan
memperhatikan apa yang dilihatnya. Mereka sangat miskin dalam artikulasi katakata. Mereka ini dinamakan disfasia verbal auditori agnosia. Mereka ini termasuk
afasia yang didapat, dimana mereka sebelumnya sering kejang dan kehilangan
kemampuan berbicara setelah periode perkembangan bahasa yang normal
(sindrom Landau Kleffner). Pada EEG anak dengan sindrom ini, akan tampak
bitemporal spike. Anak dengan disfasia jenis ini, memproses suara yang
didengarkan di pusat dengar berbeda dengan anak normal. Stimulasi bahasa akan
memperbaiki keadaan, walaupun hasil akhirnya masih belum pasti.2
Anak
dengan
gangguan
leksikal-sintaksis
mempunyai
kesulitan
dalam
Anak ini pada umumnya menderita gangguan hubungan sosial dan didiagnosis
sebagai gangguan perkembangan pervasif. Mereka punya sedikit teman sebaya
dan tidak pernah mau belajar aturan permainan dan diperlukan psikolog dan ahli
terapi tingkah laku.2
Aram dan Towne mengatakan bahwa seorang anak dapat dicurigai memiliki
gangguan perkembangan kemampuan bahasa apabila ditemukan gejala-gejala
sebagai berikut:2
1. pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya
terhadap suara yang datang dari belakang atau samping
2. pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya
sendiri
3. pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata
jangan, da-da, dan sebagainya
4. pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut sepuluh kata tunggal
5. pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya
duduk, kemari, berdiri)
6. pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh
7. pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri
dari 2 buat kata
8. setelah usia 24 bulan hanya mempunyai pembendaharaan kata yang sangat
sedikit/tidak mempunyai kata-kata huruf z pada frase
9. pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota
keluarga
10. pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat
sederhana
11. pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya
yang sederhana
12. pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar
keluarganya
13. pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untk
cat, ba untuk ban, dan lain-lain)
14. setelah usia 4 tahun tidak lanca berbicarra/gagap
12
2.7 DIAGNOSIS
Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis
adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak normal
mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil
berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan
mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan
perilaku. Untuk menegakkan diagnosa harus dilakukan pengujian terhadap
intelektual nonverbal anak. Pengamatan pola bahasa verbal dan isyarat anak
dalam berbagai situasi dan selama interaksi dengan anak-anak lain membantu
memastikan keparahan bidang spesifik anak yang terganggu juga membantu
dalam deteksi dini komplikasi perilaku dan emosional.1,2,3
Anamnesis
Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai perkembangan bahasa
anak. Autisme setelah berumur 18 bulan dan bicara yang sulit dimengerti setelah
berumur 3 tahunn, paling sering ditemukan. Dokter anak harus curiga bila orang
tua melaporkan bahwa anaknya tidak dapat menggunakan kata-kata yang berarti
pada umur 18 bulan atau belum mengucapkan frase pada umur 2 tahun. Atau anak
memakai bahasa yang singkat untuk menyampaikan.2
Kecurigaan adanya gangguan tingkah laku perlu dipertimbangkan kalau dijumpai
gangguan bicara dan tingkah laku yang bersamaan. Kesulitan tidur dan makan
sering dikeluhkan orang tua pada awal gangguan autisme. Pertanyaan bagaimana
anak bermain dengan temannya dapat membantu mengungkap tabir tingkah laku.
Anak dengan autisme lebih senang bermain dengan huruf balok atau magnetik
dalam waktu yang lama. Mereka dapat saja bermain dengan anak sebaya, tetapi
dalam waktu singkat menarik diri.2
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa
anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain:
Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya dengan
respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh
Mengikuti perintah satu langkah, seperti beri ayah sepatu atau ambil ko
ran.
Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti
mata, hidung, kuping dan sebagainya.
Instrumen penyaring
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring untuk
menilai gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early Language Milestone
Scale (Coplan dan Gleason), atau DDST (pada Denver II penilaian pada sektor
bahasa lebih banyak dari pada DDST yang lama) atau Reseptive-Expresive
Emergent Language Scale. Early Language Milestone Scale cukup sentitif dan
spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara pada anak kurang dari 3 tahun.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari
gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang
berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung,
langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain.2
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan
mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TAKA. Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal apraksia.2
Pengamatan saat bermain
Mengamati saat anak bermain dengan alat permainan yang sesuai dengan
umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku.
Idealnya pemeriksa juga bermain dengan anak tersebut dan kemudian mengamati
orang tuanya saat bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada
ruangan yang ramai. Pengamatan anak saat bermain sendiri, selama pengambilan
anamnesis dengan orang tuanya, lebih mudah dilaksanakan. Anak yang
memperlakukan mainannya sebagai objek saja atau hanya sebagai satu titik pusat
perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya kelainan tingkah laku. 2
14
Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika anak
tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan auditory brainstem responses.2
Pemeriksan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat diagnosis
banding. Bila terdapat gangguan pertubuhan, mikrosefali, makrosefali, terdapat
gejala-gejala dari suatu sindrom perlu dilakukan CT scan atau MRI, untuk
mengetahui adanya malformasi. Pada anak laki-laki dengan autisme dan
perkembangan yang sangat lambat, skrining kromosom untuk fragil-X mungkin
diperluka. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik baru dilakukan kalau
terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan itu sangat mahal. 2
Konsultasi
Pemeriksaan dari psikolog/neuropsikiater anak diperlukan jika ada gangguan
bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes bahasa,
kemampuan kognitif dan tingkah laku. Tes intelegensia dapat dipakai sebagai
perbandingan fungsi kognitif anak tersebut. Masalah tingkah laku dapat diperiksa
lebih lanjut dengan menggunakan instrumen seperti Vineland Social Adaptive
Scale Revised, Child Behavior Checklist, atau Childhood Autism Rating Scale.
Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila ada gangguan tingkah laku yang
berat.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan audiometrik8
Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil
dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu.
Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometrik:
a) Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak
yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi
stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke
15
mainan
yang
berfrekuensi
tinggi.
Penilaian
Keterlambatan
Fungsional
Gangguan
Pendengaran
Redartasi mental
Gangguan
komunikasi
sentral
Kesulitan belajar
Bahasa
reseptif
Bahasa
ekspresif
Kemampuan
pemecahan
masalah
visuo-motor
Kurang
normal
Kurang
normal
Kurang
normal
Kurang
normal
Kurang
normal
Kurang
normal
Kurang
normal
Normal
normal,
Normal
normal,
Normal
Normal
Normal
Kurang normal
Pola perkembangan
Hanya
ekspresif
terganggu
Disosiasi
Keterlambatan global
Disosiasi, deviansi
16
Disosiasi
yang
kurang
normal
kurang normal
Autis
Mutisme elektif
Kurang
normal
normal,
kurang
normal
Normal
Normal
Tampaknya
normal,
normal, selalu
lebih
baik dari bahasa
normal,
kurang normal
Deviansi, disosiasi
2.8 MANAJEMEN
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat
berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan
bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini
menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi
perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada
dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih
sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif.
Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua
untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah1, 2
Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring pertambahan
usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa dilatarbelakangi perawatan primer
orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada masa neonatus, bayi
dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala
usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta member tanda terhadap semua benda
dan kata yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Pola intonasi suara dapat
diperbaiki sejalan dengan respon anak yang semakin mendekati pola orang
dewasa.1,2
Secara umum, anak akan berusaha untuk lebih baik saat orang dewasa merespon
apa yang diucapkannya tanpa menekan anak untuk mengucapkan suara atau kata
tertentu. Sebagai motivasi ketika seorang anak berbicara satu kata secara jelas,
pendengan sebaiknya merespon tanpa paksaan dengan memperluas hingga dua
kata. 1,2
Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak
disesuaikan
dengan
penyebab
kelainan
17
tersebut.
Penatalaksanaan
dapat
melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang
terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Beberapa jenis
gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan
perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan
bicara dapat diberikan pendidikan program khusus. Beberapa sekolah tertentu
menyediakan terapi wicara kepada para murid selama jam sekolah, meskipun
menambah hari belajar.1,2
Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan bahasa
diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan bicaranya dievaluasi
oleh ahli terapi wicara.1,2
2.9 PROGNOSIS
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Dengan
perbaikan masalah medis seperti tuli konduksi dapat menghasilkan perkembangan
bahasa yang normal pada anak yang tidak retardasi mental. Sedangkan
perkembangan bahasa dan kognitif pada anak dengan gengguan pendengaran
sensoris bervariasi. Dikatakan bahwa anak dengan gangguan fonologi biasanya
prognosisnya lebih baik. Sedangkan ganggan bicara pada anak yang
intelegensianya normal perkembangan bahasanya lebih baik daripada anak yang
retardasi mental. Tetapi pada anak dengan gagguan yang multipel, terutama
dengan gangguan pemahaman, gangguan bicara ekspresif, atau kemampuan
naratif yang tidak berkembang pada usia 4 tahun, mempunyai gangguan bahasa
yang menetap pada umur 5,5 tahun.1,2
18
BAB 3
KESIMPULAN
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan
yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan
utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter.
Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan
menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 10% pada
anak sekolah. Kemampuan motorik dan kognisi berkembang sesuai tingkat usia
anak,
demikian
juga
pemerolehan
bahasa
bertambah
melalui
proses
perkembangan mulai dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah di
mana bahasa berperan sangat penting dalam pencapaian akademik anak.
19
Faktor resiko yang dipengaruhi oleh kondisi biologi dan lingkungan ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan. Mengenali
berbagai faktor resiko yang berkaitan dengan disabilitas perkembangan menjadi
perhatian utama, terutama faktor-faktor yang diyakini dipengaruhi oleh kondisi
biologis
dan
lingkungan
pada
fase
awal
dari
suatu
proses
perkembangan. Mengenali lebih dini faktor resiko pada anak merupakan faktor
penting untuk menjamin bahwa mereka ditempatkan dalam bentuk program
remedial yang tepat untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari faktor
resiko tersebut.
Deteksi dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah fisik
adalah hal yang sangat penting. Orang-orang dewasa ini khususnya orang tua,
perawat anak sehari-hari, atau dokter anak sering kali gagal menemukan indikator
awal dari disabilitas. Beberapa anak tidak memperoleh penanganan dengan baik
sampai masalah perkembangan itu menjadi sesuatu yang tidak dapat ditangani
atau berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja; E
disi I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002;
91
2. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang a
nak. Jakarta EGC, 1995 ; 23740
3. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ism
ael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar
ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669
4. Salim P, Salim Y, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi
kedua.Jakarta: Modern English Press;1995.
20
Harold
I.
Gangguan
komunikasi.
Dalam
Made
21