PEMBAHASAN
4
4. Potensi pertumbuhan juga ditentukan oleh faktor ekstrinsik atau faktor
lingkungan. Faktor lingkungan meliputi semua kondisi lingkung setelah
lahir, seperti nutrisi, penyakit, kegiatan, dan cuaca. Faktor lingkungan
yang menarik perhatian klinisi dental adalah kebiasaan oral,
penyakit/patologi, karies, premature loss gigi, dan penyakit metabolik.
Dengan tidak adanya faktor ekstrinsik yang merugikan, kompleks
dentofasial dapat mencapai potensi pertumbuhan yang maksimum.3
Gambar 2.1 Kurva Scammon pada empat sistem jaringan utama tubuh. Grafik
menunjukkan bahwa pertumbuhan jaringan saraf hampir selesai pada usia 6 atau 7
tahun. Jaringan umum tubuh, meliputi otot, tulang, dan jeroan menunjukkan kurva
berbentuk S dengan pertubuhan yang melambat pada masa kanak-kanak dan
meningkat pada masa pubertas. Jaringan limfoid berproliferasi tinggi pada masa
kanak-kanak menuju remaja dan mengalami involusi bersamaan dengan
meningkatnya pertumbuhan jaringan genital.5
5
Tulang kraniofasial adalah suatu kumpulan bagian yang sangat kompleks
dan mengalami pertumbuhan cukup rumit. Tulang ini terdiri dari berbagai jenis
tulang yang memiliki morfologi dan arah pertumbuhan yang berbeda.5
6
tubuh, melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebra, mandibula
dan maksila. 5
7
usia 13-15 tahun, dapat memberi kontribusi sampai 30% dari total
gerakan maksila anterior. 5
Gerakan makasila ke bawah dan ke depan juga dihubungkan
dengan pembentukan tulang melalui osifikasi intramembranosis da
suatu sirkum-maksi-laris (perpindahan primer). Sutura itu sendiri tidak
mempunyai potensi pertumbuhan intrinsik, tetapi beradaptasi melalui
deposisi tulang terhadap tegangan yang di lewatkan kepadanya.
Terbukti bahwa tulang rawan septum hidung mempunyai beberapa
potensi pertumbuhan bawaansedemikian rupa sehingga memberi gaya
ke bawah dan kedepan pada maksila, yang menciptakan tegangan pada
suturasirkum-maksilaris. Namun, ada kemungkinan matriks fungsional
juga memberikan gaya perpindahan anterior yang signifikan. Gaya
komprensif () atau tarik/Tensile () dapat ditempatkan
melewati sutura dengan headgear atau headgear protrusi. Gaya ini
dapat menghambat atau meningkatkan secara sementara, pembentukan
tulang pada tempat-tempat tersebut. Akan tetapi, pola pertumbuhan asli
akan kembali begitu perawatang ini di hentikan. 5
Pertumbuhan tulang pada sutura midpalatal, khususnya regio
posteriornya, merupakan mekanisme penting untuk pertumbuhan
transversal aktif, dapat diharapkan terjadinya pertumbuhan <1 mm per
tahun. Lebar maksila akan mencapai dimnsi dewasa pada usia 16 tahun.
5
8
ini memberi kontribusi pada pertumbuhan antero-posterior dan
transversal dalam jumlah kecil. Pertumbuhan transversal dari maksila
juga terjadi melalui deposisi permukaan pada regio bukal posterior. 5
Mandibula
Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat mobil dan
merupakan tulang yang sangat penting karena terlibat dalam fungsi vital
antara lain: pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara dan
ekspresi wajah (Moyers, 1988). Mandibula adalah tulang pipih
berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses osifikasi
endokondral dan aposisi periosteal (Osifikasi intramembranous) dan
padanya melekat otot-otot dan gigi. Menurut Proffit dan Fields (2007),
pertumbuhan mandibula ada dua macam: 5
1. Pola pertama, bagian posterior mandibula dan basis kranium tetap,
sementara dagu bergerak kebawah dan depan.
2. Pola kedua, dagu dan korpus mandibula hanya berubah sedikit
sementara pertumbuhan sebagian besar terjadi pada tepi posterior
ramus, koronoid dan kondilus mandibula.
9
maksila dan mandibula. Proses yang terlibat pada pertumbuhan
mandibula mencakup: 5
Osifikasi endokondral
Remodeling permukaan
Perpindahan primer dan sekunder
Tulang rawan kondil adalah tulang rawan sekunder yang secara
histologis berbeda dari sinkondrosis dasar kranium. Tulang rawan ini
memberi permukaan artiular yang lebih tahan tekanan dengan
pertumbuhan adaptif multiarah yang terjadi melalui osifikasi
endokondral. Kondil biasanya bertumbuh ke arah atas dan belakang
(rata-rata=6⁰ ke tepi posterior rumus), tetapi dapat bervariasi pada satu
individu satu ke yang lain, dari jalur yang lebih ke belakang sampai
jalur vertikal. Tulang rawan kondil diperkirakan bereaksi melalui
pertumbuhan adaptasi terhadap perpindahan mandibula ke depan dan ke
bawah yang di sebabkan oleh matriks fungsional. Pada beberapa
individu, pertumbuhan kedua kondil berlangsung dalam besar yang
tidak sama sehingga berbentuk mandibula yang asimetris. 5
Remodeling permukaanpenting untuk relokasi rumus pada arah
posterior dan pemanjangan badan mandibula mengakomodasi gigi-gigi
yang sedang berkembang. 5
Sewaktu mandibula membesar ukurannya, mandibula akan
mengalami perpindahan primer ke arah bawah dan depan. Pada
beberapa individu, fosa glenoid akan mengalami remodeling ke arah
bawaah dan ke belakang sejalan dengan pertumbuhan, yang akan
menyebabkan terjadinya perpindahan sekunder ke bawah dan ke
belakang dari mandibula. Ini secara sebagian akan menetralkan
kenaikan penonjolan dagu yang di bentuk oleh perpindahan primer.
Pertumbuhan vertikal dari fossa kranialis media juga dapat
menyebabkan perpindahan sekunder dari mandibula dengan
5
memengaruhi posisi vertikal dari fosa glenoid.
10
1. Genetik
Faktor intrinsik penting untuk mengontrol diferesiensi
orokraniofasial, bahkan mungkin pertumbuhan tulang intramembranosa.
Meskipun masih diperdebatkan ada tidaknya kontrol gen yang sederhana
pada pembentukkan tulang fasial, namun hasil akhir setelah pembentukkan
gigi dan perkembangan otot nampak adanya filogenik atau multifaktoral .
Dengan demikian , sangatlah tidak tepat bila berbagai komponen skeletal
fasial bersifat keturunan seperti model polygenic, maka akan semakin
besar keterbatasan kemampuan untuk menjelaskan dimensi fasial dari studi
terhadap orang tuanya. Meskipun beberapa karakteristik ditentukan oleh
genetic, tetapi ada kemungkinan besar dimodifikasi oleh satu atau lebih
faktor lingkungan selama pertmbuhannya.2
2. Fungsi
Fungsi normal memegang peranan pada pertumbuhan skeletal.
Dengan tidak adanya fungsi, seperti pada ankylosis temporomandibula,
aglossia, dan gangguan neuromuskuler, akan menghasilkan distorsi pada
morfologi tulang.2
3. Pertumbuhan badan secara umum
Kematangan biologis secara umun semua aspek maturasi individu.
Dimensi yang paling menonjol pada pertumbuhan anak adalah tinggi
badan. Kurva kecepatan tinggi akan berkurang terus menerus mulai dari
lahir kecuali pada dua loncatan kecepatan pertumbuhan periode pubertas,
maka kecepatan pertumbuhan lebih besar dibanding kecepatan pada waktu
manapun. Telah banyak diketahui bahwa maturasi saling berhubungan
dengan kurva tinggi badan. Jadi pertumbuhan somatik dan pertumbuhan
orokraniofasial secara umum berhubungan.2
4. Neurotropism
Aktivitas neural mengontrol aktivitas otot dan pertumbuhan. Saraf
mengontrol pertumbuhan tulang, ini diperkirakan dengan mentransmisi
substansi melalui axon saraf. Ini telah dihipotesiskan sebagai
neurotropism. Neuorotropism dapat bekerja secara tidak langsung dengan
induksi saraf dan mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi jaringan lunak.
Kemudian akan mengontrol atau memodifikasi pertumbuhan dan
morfologi tulang. Hal ini merupakan dasar pemikiran dari hipotesis
11
matriks fungsional moss, bahwa pertumbuhan tulang lebih memberi
respon pada jaringan lunak disekitarnya.2
b.) Faktor disruptif
Faktor disruptive pada pertumbuhan fasial adalah faktor yang tidak
memperbesar variasi normal secara rutin. Tetapi bila ia ada pada seseorang,
maka itu menjadi penting. Faktor yang termasuk dalam faktor disruptif
adalah lingkungan atau bersifat kongenital sebagai berikut:2
1. Tekanan ortodonsi
Dipergunakan untuk mempengaruhi dan mengubah pertumbuhan dan
posisi gigi.2
2. Bedah
Orthognatik atau bedah plastic dilakukan dengan 2 alasan:
mengoreksi anomali orokraniofasial, sebagai contoh celah palatum: atau
untuk memperbaiki estetik dentokraniofasial pada deviasi fasial dari
keadaan normal.2
3. Malnutrisi
Meskipun diperkirakan malnutrisi yang berat akan mempengaruhi
pertumbuhan orokraniofasial pada manusia, hasil penelitian pada binatang,
hanya sedikit informasi yang dapat digunakan.2
4. Malfungsi
Teori matriks fungsional dan hasil penelitian-penelitian memberikan
dukungan kuat terhadap pemikiran bahwa fungsi membantu menentukan
morfologi selama pertumbuhan normal dan perubahan fungsi dapat
mengubah morfologi.2
5. Anomali berat pada kraniofasial
Pasien dengan anomali berat pada kraniofasial menunjukkan tanda-
tanda perubahan kepala dan fasial selama awal organogenesis.2
2.1.4 Periode Gigi-Geligi
12
Gambar 2.2 Kronologi pertumbuhan gigi-geligi manusia3
13
Gambar 2.3 Tabel modifikasi “Kronologi pertumbuhan gigi-geligi manusia”
yang disarankan oleh Lunt dan Law untuk periode kalsifikasi dan erupsi gigi-
geligi sulung3
1. Wajah anak tampak kecil dibandngkan dengan cranium yang lebih besar dan
lebih dewasa di atas dan dibelakangnya. Namun, akan mengalami
perubahan secara signifikan. Pertumbuhan otak akan melambat setelah
sekitar tahun ketiga atau keempat masa kanak-kanak, namun tulang wajah
terus membesar secara nyata selama bertahun-tahun untuk mengakomodasi
pertumbuhan dan fungsi napas dan mastikasi.1
2. Mata lebih cepat matur bersama otak sehingga tampak lebih besar pada
anak. Sebagaimana pertumbuhan wajah berlanjut, regio nasal dan rahang
14
kemudian berkembang secara tidak proporsinal dengan maturasi mata dan
jaringan lunak sehingga, mata pada orang dewasa tampak lebih kecil. 1
3. Telinga pada anak tampak lebih rendah, pada orang dewasa tampak lebih
tinggi karena wajah membesar ke inferior, jadi secara relatif posisi telinga
tampak naik. Pada anak, corpus mandibular dekat dengan auditorius meatus.
Lalu, korpus menurun sebagaimana midface dan ramus memanjang secara
vertical. 1
4. Dahi pada anak bulat dan tegak lurus (upright). Pada dewasa menjadi lebih
sloping (landai). Region pada anak tampak besar dan tinggi karena wajah
dibawahnya masih relative kecil. Dahi anak bertumbuh membesar pada
tahun-tahun awal, tapi wajah membesar lebih lagi, jadi ukuran proporsi
dahi menjadi berkurang. 1
5. Wajah pada anak tampak lebar karena otak dan basiscranium berkembang
pada awal dan cepat dibandingkan keseluruhan wajah. Seiring
perkembangan berlanjut, pertumbuhan wajah secara vertikal (pembesaran
saluran napas, tumbuh gigi) yang mana membuat proporsi wajah lebih
sempit mencirikan orang dewasa, khususnya dolichocephalics dan dinarics. 1
Wajah dewasa lebih dalam secara anteroposterior dan seluruh wajah ditarik ke
berbagai arah. Saat seluruh wajah tumbuh, sinus frontal, maksila, dan
ethmoidal diperbesar untuk menempati ruang yang tidak digunakan secara
fungsional. 1
6. Nasal bridge pada anak cukup pendek dan menjadi lebih prominen
(menonjol) pada orang dewasa. Mata bayi lebar karena nasal bridge sangat
rendah dan juga lebar bridge juga lebar. Sebenarnya, mata orang dewasa itu
tidak jauh seperti anak, karena hidung yang lebih besar, nasal bridge tinggi,
dimensi wajah vertical meningkat, dan pelebaran pipi sehingga mata orang
dewasa tampak dekat. 1
7. Pada anak dan remaja, memiliki hidung lebih pesek, protruded sangat kecil,
dan pendek secara vertical. Hidung bagian bawah orang dewasa jauh lebih
luas dan lebih menonjol. 1
8. Pada anak nasal floor terletak di dekat tepi orbital inferior. Pada orang
dewasa, midface menjadi sangat berkembang, dan nasal floor turun dengan
baik ke bawah orbital floor. Perubahan ini ditandai dengan pembesaran
ruang hidung. 1
15
9. Di bawah orbit, nasal chambers di wajah orang dewasa secara lateral hampir
setengah melintasi orbital floor. Pada anak, luasnya rongga nasal secara
inferior hampir tidak melebihi lebar nasal bridge dan ruang interorbital.
Selama pertumbuhan berlanjut, inferior hidung mengembang secara laterak
jauh lebih besar daripada bagian superior. 1
10. Orbit dan tulang pipi pada anak tampak maju Karena keseluruhan wajah
masih relative flat dan lebar sedangkan, pada orang dewasa cenderung agak
lebar dan pendek. 1
11. Mandibular anak tampak kecil dibandingkan rahang atas dan wajah, dagu
belum terbentuk secara sempurna pada bayi. Setelah terjadi perubahan
remodeling berangsur terjadi sehingga dagu menjadi lebih prominen dari
tahun ke tahun. Sebuah “celah” kadang-kadang terbentuk di dagu orang
dewasa. Mandibular anak tampak meruncing, lebar, pendek, dan berbentuk
V-Shaped. Pada orang dewasa, seluruh rahan bawah menjadi “squared”,
Seiring pertumbuhan bersama dengan pertumbuhan masif pada area lateral
trihedral eminence, erupsi gigi permanen, pembesaran ramusm ekspansi otot
mastikasi, dan melebar daerah gonial, seluruh wajah bagian bawah
membentuk “U-Shaped”. 1
12. Regio premaksilari secara normal lebih menonjol dari mandibular pada
anak dan berada sesuai atau lebih maju dari ujung tulang hidung, ini
memberi kesan prominen rahang atas dan bibit. Pada anak, indeks
topografinya konvex, sedangkan orang dewasa ialah konkaf. 1
13. Saat lahir, rata-rata panjang basiskranium sekitar 60-65% telah selesai,
pada umur 5-7 tahun telah mencapai 90% juga ukuran yang lengkap. Sekitar
85% lebar cranium dewasa tercapai pada tahun kedua hingga ketiga. 1
14. Pada saat lahir, ada enam fontanelles di skull roof, tapi semuanya telah
menjadi sutura pada bulan ke delapan belas. Sutura cranium vault tidak rata
pada bayi dan permukaan luar tulangnya halus. Tekstur tulang kasar
mencirikan permukaan kalvaria dewasa dan garis sutura menjadi lebih
dentate dan interlocking. Sutura ektopik (memisahkan tulang frontalis kanan
dan kiri) biasanya berfusi di tahun kedua dan sutura premaksilari dan
maksilari berfusi pada tahun pertama hingga tahun kedua. Pada tahun ke
tiga, sistem sutura fasial dan kranial yang masih utuh adalah koronal,
lambdoidal dan circumaxillary. Selanjutnya penutupan dimulai sekitar tahun
16
ke 25 hingga tahun 30, biasanya sekuen sagittal, lambdoidal, dan koronal
terikat tulang temporal. 1
17
Kejadian yang mengganggu fusi atau penyatuan sehingga menghasilkan
clefting: 3
a. Cleft pada palatum primer (contoh : bibir, alveolus, dan anterior
palatum hingga foramen insisif) yang disebabkan oleh kerusakan fusi
prosesus nasal medial dan prominen maksila pada minggu ke-6.
b. Cleft pada palatum sekunder (contoh : palate durum atau palatum
mole) yang disebabkan oleh kerusakan elevasi dan/fusi palatal shelves
minggu ke-9.
Cleft of lip and palate dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
komplit atau tidak komplit. Penampakan kondisi clefting dapat
dikategorisasikan menjadi :3
a. Clefting of the lip and alveolus (primary palate)
Palatum primer terbentuk dari anterior ke foramen insisif. Cleft
palatum primer dapat bervariasi dari cleft tidak komplit hingga hanya
sedikit defek pada vermillion border, hingga defek komplit meluas
18
dari vermillion border ke dasar hidung terlibat clefting hidung. Cleft
palatum primer dapat unilateral atau bilateral.
b. Clefting lip and palate
Variasi derajat clefting lip and palate juga ada; komplit hingga tidak
komplit, pada rentang yang lebih luas; uni dan bi-lateral, simetris dan
asimetris. Pada cleft komplit, ada komunikasi langsung antara oral dan
nasal pada sisi cleft.
Bilateral cleft lip and palate bisa simetris atau asimetris. Pada cleft lip
and palate komplit bilateral, kedua rongga hidung berkomunikasi
langsung dengan rongga mulut. Prosesus palatal dibagi menjadi dua
bagian sama dan dengan jelas terpapar ke kedua rongga hidung.
c. Cleft Palate
Cleft palate dapat terlibat hanya palatum mole, kedua palatum mole
dan palatum durum, tapi hampir tidak pernah hanya palatum durum.
Defisiensi mukosa dan tulang adalah tanda utama dari cleft palatum.
Cleft dapat melebar dari uvula ke bervariasi derajat , dari bifid uvula
ke cleft bentuk “V” meluas dari palatum durum ke foramen insisif.3
d. Submucous Cleft Palate
Clefting velum atau palatum mole bisa menjadi “submucous” dimana
membrane mukosa utuh, meskipun clefting muscular.3
Menurut Harkins, untuk menstandarisasi laporan cleft lip and palate,
komite nomenklatur American Association of Cleft Palate Rehabilitation
menunjukkan sistem klasifikasi yang kemudian di adpsi oleh asosiasi cleft
palate. Veau (1931) mengklasifikasi cleft lip sebagai berikut :2
• Class I : membentuk unilateral di vermillion, tidak melibatkan bibir
• Class II : membentuk unilaterak di vemillion border, dengan cleft
melebar ke bibir tapi tidak meliputi dasar hidung
• Class III : clefting unilateral vermilion border pada bibir melebar ke
dasar hidung
• Class IV : Clefting bilateral pada bibir, apakah itu komplit/tidak
komplit clefting
Veau (1931) mengklasifikasikan cleft palate, sebagai berikut :2
• Class I : Hanya palatum mole
• Class II : Soft dan hard palate, tapi tidak prosesus alveolus
• Class III : palatum durum dan mole dan berlanjut melalui alveolus
pada satu sisi area premaksila
• Class IV : Palatum durum dan mole dan berlanjut ke prosesus pada
kedua sisi premaksila.
19
2. Micrognathia
Micronagthia biasanya kongenital, tapi bisa jadi didapat setelah lahir.
Mandibular ialah bagian yang paling sering terkena. Etiologi micronagthia
kongenital tampak heterogen. Kekurangan nutrisi ibu dan injuri intrauterine
menghasilkan tekanan dan trauma, dicurigai penyebab yang paling mungkin.
Micronagthia bisa jadi bagian sekuen robin, yang juga meliputi cleft palate
(khususnya posterior dengan pinggir distal bulat) dan glossoptosis.2
Anak dengan mandibular micronagthia, susah benapas, episode
experience cyanosis. Mereka harus dijaga dalama posisi ventral sebisa
mungkin. Bagian anterior mandibular diposisikan sehingga lidah bisa jatuh ke
belakang menyebabkan obstruksi.2
20
Gambar 2.6 Micronagthia pada anak perempuan umur 1 bulan2
3. Kelainan pada Lidah
a. Macroglossia
Macroglossia disebut lidah yang besar di atas normal dan bisa jadi
kongenital dan didapat. Kongenital macroglossia dapat disebabkan oleh
overdevelopment muscular lidah atau jaringan vascular, yang meningkat
dalam perkembangan anak.2
Lidah besar tidak normal ditandai dengan hypothyroidism, yang
mana kasus lidah berfisur dan bisa keluar dari mulut. Macroglossia juga
diobservasi dengan type 2 glycogen-storage disease, neurofibromatosis
21
type 1, dan beckwith-wiedemaan syndrome. Dapat terkait dan sporadic
(non family) trait atau familia (autosomal-dominant) dan terdapat kaitan
dengan down syndrome.2
Dapat menyebabkan pola pertumbuhan abnormal rahang dan mal
oklusi, melebarkan gigi anterior bawah dan maloklusi class III angle. 2
b. Ankyloglossia (Tongue-Lie)
Pada ankyloglossia, frenum lingual pendek dari ujung lidah hingga
dasar mulut dan ke jaringan gingiva membatasi pergerakan lidah dan
menyebabkan kesulitan bicara. Jika dibiarkan lama tidak dikoreksi dapat
menyebabkan pengelupasan jaringan lingual.2
22
Studi mengenai ankyloglossia nonsindromik menyatakan
pewarisan autosomal dominant dan X-linked, walaupun 47% dari mereka
yang terkena dampak tidak memiliki riwayat keluarga ankyloglossia.
Cleft palate familia dengan atau tanpa ankyloglossia disebabkan oleh
mutase gen TBX22.2
23
Gambar 2.9 Geographic tongue3
d. Coated Tongue
Biasanya terkait dengan faktor lokal. Jumlah coating bervariasi dan
berhubungan dengan oral hygiene dan sifat diet. Coating terdiri dari
debris makanan, mikroorganisme, dan epitel keratin ditemukan di dan
sekitar papillae filiform.2
Anak yang memiliki defisiensi aliran saliva secara kongenital atau
didapat (acquired) dapat menyebabkan coated tongue. Penyakit sistemik
terkait demam dan dehidrasi juga dapat menyebabkan coating yang
biasanya berwarna putih tetapi dapat juga berbercak akibat makanan atau
obat.2
24
merah membesar meluas di atas permukaan halus dan permukaan kusut,
yang memberi kesan stroberi atau rasberi merah. Lidah akan kembali
normal setelah pulih dari kondisi sistemik.2
25
Gambar 2.12 Frenum labial abnormal2
5. Fetal Molding and Birth Injuries
Injuri pada saat lahir terbagi menjadi dua kategori yaitu (1) intrauterine
molding, dan (2) trauma pada mandibular saat proses lahir, terutama
penggunaan forcep pada saat persalinan.4
a. Intrauterine Molding
Tekanan yang diberikan terhadap wajah yang sedang berkembang
secara prenatal dapat menyebabkan distorsi daerah yang tumbuh dengan
cepat. Secara singkat, ini bukan cedera setelah lahir tapi, karena
dampaknya diketahui setelah lahir. 4
Hal yang jarang, saat dirahim, lengan baik bisa saja menekan wajah
bayi sehingga menghambat pertumbuhan mandibular dan dapat juga
terjadi, kepala bayi terlipat mengenai dada bayi sehingga mencegah
pertumbuhan mandibular untuk tumbuh normal. Ini berhubungan dengan
penurunan volume cairan amnion, yang terjadi akibat berbagai sebab,
menghasiklan mandibular yang sangat kecil saat lahir, biasanya disertai
dengan cleft palate karena menghambat pertumbuhan mandibular
sehingga berdampak memaksa lidah ke atas dan mencegah fusi palatas
shelves.4
Defisiensi mandibular yang sangat ekstrem pada lahir disebut
sekuen atau anomaly pierre ronin. Ini bukan sindrom yag memiliki sebab
pasti, banyak penyebab yang memicu urutan-urutan yang sama yang
menghasilkan deformitas. Volume rongga mulut berkurang dapat
menyebabkan kesulitan bernapas.4
Dikarenakan tekanan terhadap wajah yang menyebabkan masalah
pertumbuhan tidak akan ada setelah lahir, ada kemungkinan bisa menjadi
pertumbuhan normal setelahnya dan mungkin akhirnya bisa sembuh
total. Beberapa anak dengan anomaly pierre robin saat lahir memiliki
26
pertumbuhan mandibular yang baik setelahnya. Diperkirakan satu per
tiga pierre robin mengalami defek dalam pembentukan tulang rawan dan
dapat dikatakan memliki sindrom stickler. Jadi tidak mengherankan,
kelompok ini memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas.4
Gambar 2.13 Intrauterine molding face dan pierre robin sequence face.4
b. Birth trauma to mandible
Adapun, pada saat persalinan yang sulit, penggunaan forceps untuk
menarik bayi keluar di kepala dapat merusak salah satu atau kedua sendi
TMJ. Secara teori, tekanan yang berat pada sendi TMJ dapat
menyebabkan pendarahan internal, kehilangan jaringan, dan
perkembangan mandibular yang terganggu. Kondilus mandibular
merupakan pusat pertumbuhan yang penting, sehingga, risiko dari
kerusakan pada daerah yang agak kritis akan tampak jauh lebih besar.4
27
Gambar 2.14 Asimetris Wajah akibat fraktur mandibular dini4
7. Lingual Thyroid
Predileksi pada perempuan. Terdapat tanda klinis berupa massa nodular
dengan permukaan merah muda/muda, permukaan lembut, dapat
menyebabkan dysphagia, dysphania, atau dyspnea. Berada di basis garis
tengah lidah,thyroglossal duct cyst adalah varian yang terjadi di garis tengah
leher.5
Pediatric significance berupa gejala yang berkembang selama pubertas
atau kehamilan. 70% ketiadaan thyroid normal menyebabkan
hyphothyroidism infantile.5
28
Gambar 2.15 Lingual Thyroid7
8. Commisural Lip Pits
Predileksi pada laki-laki. Tanda klinis berupa unilateral atau bilateral
invaginasi, bila ada cairan. Terletak di sudut mulut. Terjadi < 1 % anak,
terkait dengan pits preauricular.5
29
Gambar 2.17 Bifid Uvula3
11. Torus Palatinus (Palatal Torus)
Predileksi pada perempuan temuan klinis. Temuan klinis berupa massa
tulang keras yang ukuran dan bentuk bervariasi, asimptomatik, unless
traumatized, jarang terlihat radiopasitas di radiograf. Lokasi di midline
palatum durum. Berhubungan dengan kelainan autosomal dan pengaruh multi
faktor. 5
12. Torus Mandibularis (Mandibular Torus)
Predileksi pada laki-laki. Temuan klinis berupa massa tulang keras
dengan ukuran dan bentuk bervariasi, asimptomatik, unless traumatized,
radiopacity dapat ditumpangkan di atas gigi-gigi. Terletak di bilateral
mandibular lingual. Berhubungan dengan genetik dan pengaruh lingkungan.5
13. Exostoses
Predileksi pada laki-laki. Temuan klinis berupa massa tulang keras yang
ukuran dan bentuk bervariasi, asimptomatik, unless traumatized, radiopacity
dapat ditumpangkan di atas gigi-gigi, lokasinya di maksila dan mandibular
alveolar ridge fasial aspek. Biasanya bilateral, bisa terjadi di palatum.
Eksostosi yaitu infeksi odontogenic mimic trauma karena lokasi.5
30
Gambar 2.18 Bukal exostoses10
2.2 Ilmu Kedokteran Gigi Anak
a. Crowns3
Panjang mahkota lebih pendek dan lebih panjang akar.
Bagian oklusal gigi molar sulung sempit pada buccolingual dan
lebih sempit pada bagian mesiodostal dibanding gigi permanen.
Ketebalan pada enamel dan dentin gigi sulung sekitar setengah dari
gigi permanen.
Servikal pada mahkota gigi sulung lebih sempit, baik dlm dimensi
mesiodistal maupun fasiolingual.
Molar gigi sulung tonjolan pada servikal bukal jelas.
Buccolingual area titik kontak gigi sulung lebih datar dan luas
dibandig gigi permanen.
Warna mahkota gigi susu lebih putih dr gigi permanen
b. Roots3
Akar gigi M sulung lebih besar, yang mana nantinya mengakomodasi
mahkota premolar untuk pertubuhan gigi permanen.
Mesiodistal akar lebih lebar pd gigi sulung dibanding gigi permanen.
Akar molar gigi sulung lebih panjang dan lebih ramping. Akar gigi M
RB lebih sempit daerah mesiodistal dan palatal lebih sempit,
mesiodistal dan distobukal dari RA Lebih sempit daerah mesiodistal.
31
Ruang pulpa gigi M sulung Rb lebih besar dari RA
Sistem saluran akar dr permukaan gigi sulung sangan berliku-liku
dan kompleks
2.2.2 Kelainan Yang Terjadi Pada Gigi Sulung Dan Gigi Permanen
a. Perkembangan Anomali Pada Gigi
1) Odontoma
Odontoma adalah proliferasi abnormal sel enamel yang dapat
menyebabkan hemartoma odontogenik. Odontoma mungkin terbentuk
dari hasil perkembangan proliferasi dental epitelium dan tunas pada
benih gigi sulung. Odontoma bisa jadi sama dengan beberapa dentikel
atau kompleks yang muncul akibat jaringan terkalsifikasi. 3
32
Gambar 2.20 Gigi Fusi3
3) Gemination
Geminasi gigi harus dibedakan dari fusi gigi. Geminaasi
merupakan pembagian benih gigi tunggal yang terjadi selama tahap
proliferasi selama masa pertumbuhan gigi. Gambaran klinis dari
geminasi gigi terihat sebagai mahkota bifid akar tunggal, mahkota
biasanya lebih besar dari pertumbuhan normal. Anomali ini mungkin
terjadi turun temurun baik pada gigi sulung maupun gigi permanen,
meskipun lebih sering terjadi pada gigi sulung. Treatmen geminasi gigi
permanen dengan mengurangi lebar mesiodistal dari gigi untuk
memungkinkan tempat perkembangan normal dari oklusi.1
4) Dens invaginatus
Dens invaginatus atau gigi dalam gigi merupakan anomali
perkembangan invaginasi lingual dari enamel. Dapat terjadi pada gigi
sulung atau permanen. Anomali ini sering terjadi pada kaninus, molar
33
kedua pada mandibula pada gigi sulung dan insisivus central maksila
pada gigi sulung, paling sering terjadi pada insisiv lateral gigi
permanen maksila dengan adanya pit lingual. Hal ini menunjukkan
adanya pewarisan autosomal dominan, variabel ekspresifikasi dan
penetrasi perkembangan yang abnormal. Karakteritik dens invaginatus
ini ditandai dengan adanya invagination lined dengan enamel serta
foramen caecum, dan memungkinkan keterlibatan cavitas dari
invaginasi dan juga ruang pulpa.3
b. Enamel hypoplasia
Faktor-faktor lokal dan sistemik yang mempengaruhi pembentukan
matrik yang abnormal sehingga menyebabkan gangguan kuantitas gigi.
Faktor-faktor itu diganggu pada tahap kalsifikasi dan maturasi enamel.
Enamel hipokalsifikasi adalah faktor gangguan pada kalsifikasi
pematangan enamel dan adanya gangguan kualitas. Hipoplasia postnatal
pada gigi sulung seperti umumnya hipoplasia pada gigi permanen, hal ini
baisnya ada komplikasi dengan kelahiran prematur.3
1) Hypoplasia resulting from deficiency nutrition.
Penyakit ini berkaitan dengan adanya kekurangan vit A, Vit C, vit
D, kalsium dan fosfor yang banyak ditemukan pada masa anak-anak.3
34
Penelitian Herman dan Mcdonald pada anak dengan kelainan
cerebral spinal 120 anak dengan umur 2,5 tahun dan 10,5 tahun
dibandingkan dengan 117 anak sehat dengan umur yang sama, dari
hasil penelitian anak yang mempunyai kelainan cerebral spinal
mengalami hypoplasi sebanyak 36% dan 6% pada anak sehat. Hal ini
berhubungan dengn faktor kerusakan otak, dan peran waktu yang
menyebabkan cacatnya pada enamel.3
35
Kelainan enamel pada gigi sulung dan adanya beberapa reaksi
alergi, lesi enamelterlokalisasi pada kaninus dan molar pertama gigi
sulung.3
c. Taurodontism
Taurodontism adalah anomali yang dikarekteristik adanya tendencitas
pada struktur gigi mengalami pembesaran dan meluas hingga ke
akar.ruang pulpa membesar dan meluas hingga ke akar. Taurodontism
banya ditemukan 2,5% pada orang dewasa.3
36
Gambar 2.24 Dentinogenesis Imperfecta3
2) Dentin dysplasia
Dentin displasia adalah gangguan yang jarang terjadi pada
pembentukan dentin. Memiliki dua tipe I dan II, baik mengenai gigi
dulung dan pemanen. Dentin displasia tipe I yang diwarsi sebagai difat
autosomal dominan. Secara radiografis akar lebih pendek dan lebih
runcing dari biasanya, biasanya kanal dan ruang pulpa tidak ada
kecuali untuk sisa berbentuk chevron di mahkota. Dentin displasia tipe
II diwariskan sebagai autosoma dominanan, dimana gigi muncul besar
opalescent.3
e. Amelogenesis imperfecta
Amelogenesis imperfecta merupakan kelompk kelainan yang
diturunkan ditandai adanya defect. Terjadi pada satu dari tiga tahap
pembentukan email. Baik pembentukan matriks, mineralisasi dan
maturasi. Dapat terjadi pada gigi sulung dan permanen.12
1) Amelogensis imperfecta hipoplastik tipe I
Kelainan ini ditandai dengan cacat pada email pada tahap pertama
dan terlihat email tipis, tapi mineralisasi terbentuk dengan baik.12
37
3) Amelogensis imperfecta
Dilihat dari ketebalan dan matriks emailnya tampak normal, tetapi
email berwarna coklat madu dan mineralisasi yang tidak sempurna
sehingga terjadi cacat yang tidak terkalisifikasi.12
2) Pewarnaan ekstrinsik
Pewarnaan ekstrinsik berasal dari perlekatan bahan berwarna atau
bakteri pada email gigi. sebagian besar pewarnaan ekstrinsik
terlokalisasi pada sepertiga gingiva dimana terjadi akumulasi bakteri
dan penyerapan zat warna. Bakteri kromogenik menghasilkan warna
hijau hingga coklat. Warna ini berasal dari interaksi bakteri dengan feri
sulfit dan zat besi didalam saliva, cairan di servik gingiva serta
presipitasi kromogen ke dalam pelikel gigi.12
Premature loss gigi sulung merupakan keadaan gigi sulung yang hilang
atau tanggal sebelum gigi penggantinya mendekati erupsi. Tanggal dini gigi
38
sulung dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, yaitu kecelakaan, anak
terjatuh sehingga giginya tercabut, gigi rusak akibat karies yang besar dan
tidak dapat lagi dilakukan perawatan sehingga menjadi sumber infeksi jika
tidak dilakukan tindakan ekstraksi, dan juga oleh karena adanya resorbsi
yang terlalu cepat pada akar gigi sulung.13
Penyebab hilangnya gigi sulung berbeda pada kedua regio. Pada region
anterior, kehilangan gigi terutama dikarenakan trauma dan penyebab lainnya
yaitu karies gigi. Walaupun prevalensi karies gigi menurun, namun sejumlah
anak masih menderita karies botol dan karies rampan. Pada regio posterior
kebanyakan kehilangan gigi dikarenakan karies, jarang disebabkan oleh
trauma.13
b. Pengaruh
39
Saat gigi molar pertama sulung atau gigi kaninus mengalami premature
loss, juga ada kecenderungan ruang kosong bekas gigi tersebut menjadi
tertutup. Hal ini terjadi karena distal drift dari gigi-gigi insisivus, bukan
mesial drift dari gigi-gigi posterior. Dorongan ke arah distal ini disebabkan
oleh: kekuatan dari kontraksi aktif serat transseptal pada gingiva, serta
tekanan dari bibir dan pipi. Dorongan dari serat transseptal kemungkinan
adalah penyebab tetap terjadinya penutupan ruang kosong sedangkan
tekanan dari bibir merupakan faktor tambahan. Jika gigi molar pertama
sulung atau gigi kaninus mengalami premature loss hanya pada satu sisi,
maka gigi permanen akan cenderung bergerak ke arah distal hanya pada sisi
tersebut saja, sehingga berujung pada ketidaksimetrisan oklusi serta
kecenderungan terjadinya crowding.5
Dari deskripsi ini, jelas bahwa premature loss gigi-gigi sulung dapat
menyebabkan crowding dan malalignment pada lengkung gigi. Ini adalah
penyebab utama dari crowding Class I.5
c. Perawatan
1) Space Maintainer
40
pemasangan space maintainer ini dapat diinstruksikan sambil memberi
efek menghilangkan kebiasaan buruk, adanya tanda-tanda
penyempitan ruang dan kebersihan mulut yang baik. Adapun waktu
yang tepat penggunaan space maintainer adalah segera setelah
kehilangan gigi sulung. Kebanyakan kasus terjadi penutupan ruang
setelah 6 bulan kehilangan gigi. 14
Kontraindikasi penggunaan space maintener, antara lain tidak
terdapat tulang alveolar yang menutup mahkota gigi tetap yang akan
erupsi, kekurangan ruang untuk erupsi gigi permanen, ruangan yang
berlebihan untuk gigi tetapnya erupsi, kekurangan ruang yang sangat
banyak sehingga memerlukan tindakan pencabutan dan perawatan
orthodontik dan gigi permanen penggantinya tidak ada. Pada beberapa
keadaan penggunaan space maintainer tidak diaplikasikan pada anak,
yaitu jika gigi yang tanggal sebelum waktunya adalah gigi insisivus
sulung, maka pemasangan space maintainer tidak perlu karena
pertumbuhan daerah ini ke arah transversal sangat laju dan pergeseran
gigi-gigi kaninus ke arah mesial hampir tidak ada. 14
Space maintainer secara umum dikelompokkan menjadi dua
katagori, yaitu lepasan dan cekat. Space maintainer lepasan digunakan
untuk periode yang relatif singkat, biasanya sampai 1 tahun.
Sedangkan space maintainer cekat jika didesain dengan baik, tidak
merusak jaringan rongga mulut dibandingkan dengan space
maintainer lepasan, dan kurang begitu mengganggu bagi pasien. Oleh
karena itu, piranti ini dapat digunakan untuk waktu yang lebih
panjang, biasanya sampai 2 tahun. 14
41
bilateral lebih dari satu, juga digunakan pada kasus tanggalnya gigi
molar kedua sulung sebelum erupsi molar pertama permanen. 14
Space maintainer GTS memiliki konstruksi yang sederhana,
pergerakan fungsional baik dan biaya yang relatif murah.
Pembersihan GTS dan gigi yang tepat penting untuk mengurangi
kemungkinan berkembangnya lesi karies yang baru. Piranti space
maintainer lepasan dari berbagai tipe tidak boleh dianjurkan untuk
pasien anak yang mempunyai masalah karies dan kebersihan mulut
yang jelek. Masalah yang sering adalah ketidaktelatenan
penggunaan piranti tersebut sehingga fungsi space maintainer tidak
tercapai dan piranti jarang dibersihkan sehingga menyebabkan
iritasi jaringan mulut. 14
42
Ada beberapa macam jenis space maintainer cekat yang sering
digunakan dalam klinik, yaitu band and loop, crown-loop, distal
shoe, dan lingual arch. 14
43
restorasi mahkota, gigi abutment pernah mendapat perawatan
pulpa sehingga mahkota perlu dilindungi secara menyeluruh.
Keuntungannya adalah konstruksinya tampak lebih ringan,
ekonomis, memperbaiki fungsi kunyah, tidak menghalangi
erupsi gigi antagonis. 14
Crown-loop space maintainer digunakan saat distal shoe
merupakan kontraindikasi. Perawatan yang dapat dilakukan
yaitu dengan menggunakan piranti lepasan atau cekat yang
tidak memasuki jaringan tetapi memberi tekanan pada ridge
mesial molar permanen yang belum erupsi. 14
44
Gambar 2.28 Space maintainer distal shoe14
45
Gambar 2.29 Space maintainer lingual arch14
2) Space Regainer
Space regainer adalah alat aktif yang digunakan untuk memperoleh
kembali ruangan yang telah menyempit pada lengkung gigi. Fungsi
space regainer tidak menciptakan ruangan yang baru tapi untuk
mendapatkan kembali ruangan yang pernah ada akibat
shifting/drifting gigi yang telah mengalami penyempitan oleh
beberapa sebab, seperti premature loss, menegakkan kembali gigi
permanen yang miring dan maloklusi kelas I tipe 5 (neutroklusi
dengan mesial drifting). 15
Indikasi space regainer adalah apabila untuk mendapatkan kembali
tempat sekitar 3 mm atau kurang atau tidak adanya ruang untuk gigi
permanen yang akan muncul oleh karena pergeseran dari gigi-gigi
tetangganya. 15
Kontraindikasinya adalah adanya ruang untuk erupsi gigi
permanen, apabila gigi pengganti tidak ada dan penutupan ruang
diinginkan, pasien alergi dengan alat space regainer, dan pasien tidak
kooperatif. 15
Waktu penggunaan dari space regainer ini biasanya lebih dari 6
bulan, dikarenakan terkadang pada gigi yang telah tanggal melebihi
46
dari 6 bulan maka akan terbentuk suatu ruang yang lebih sempit dari
ruang yang dibutuhkan untuk tumbuhnya gigi permanen nantinya. 15
Space regainer terdiri dari dua katagori, yaitu lepasan dan cekat. 15
47
berkala secara bukolingual untuk menggerakan gigi. Bagian
aktivator dari split-block pada dasarnya sama dengan yang
dirancang untuk membangun ruang untuk terapi jembatan
tetap. Tipe unilateral yang digunakan untuk orang dewasa tidak
boleh digunakan pada anak karena risiko tertelan. 15
48
bisa digunakan sebagai space maintainer dengan cara
menyolder bagian aktivator pegas ke kawat pemandu pada
posisi pasif, atau dengan mengisi area edentulous dengan
tambahan resin. 15
49
Gambar 2.33 Gerber space regainer15
2.3 Orthodonsia
2.3.1 Oklusi
a. Definisi
Oklusi adalah perubuhan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila
dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir
dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang.16
Oklusi didefinisikan sebagai kontak antara gigi geligi yang saling
berhadapan secara langsung (tanpa perantara) dalam suatu hubungan biologis
yang dinamis antara semua komponen sistem stomatognatik terhadap
permukaan gigi geligi yang berkontak dalam keadaan berfungsi.16
b. Syarat oklusi
Menurut Andrew oklusi normal mempunyai 6 kunci, yaitu:
-
Relasi molar
Posisi mesiobukal cusp molar pertama maksila berada pada sentral fossa
molar pertama mandibula.16
-
Angulasi mahkota (mesio-distal tip)
Axial merupakan sumbu panjang gigi dari insisal atau oklusi gigi hingga
ke apex. Axial pada aspek insisal atau oklusal gigi berada lebih mesial
dari axial pada servikal gigi. 16
-
Inklinasi mahkota (labio-lingual atau bucco-lingual tip)
Insisal permukaan labial gigi anterior berada lebih labial daripada
gingivavpada aspek labial, sedangkan sisanya oklusal dari permukaan
bukal gigi posterior berada lebih lingual dari permukaan gingiva pada
aspel bukal. 16
-
Tidak ada rotasi16
-
Tidak ada diastema16
-
Oklusal plane
50
Oklusal plane dari cusp dan insisal geligi mandibula terlihat datar. 16
2.3.2 Maloklusi
a. Definisi
Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak benarnya
hubungan antar lengkung di setiap bidang spatial atau anomaly abnormal
dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam
pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi yang tidak reguler. Keadaan
ini dikenal dengan istilah maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan
tidak normal sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak
mengganggu fungsi gigi secara signifikan dan termodifikasi pemakaian gigi.
16
b. Penyebab
1. Faktor Ekstrinsik
a) Faktor keturunan atau genetic
Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan
dari orang tuanya atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-
ciri khusus suatu ras atau bangsa misalnya bentuk kepala atau profil
muka sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu tersebut
yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan
prcampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai banyak
maloklusi. 16
b) Kelainan bawaan
Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan
faktor keturunan misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare
lip, celah langit-langit (cleft palate). 16
-
Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga
tidak dapat tegak mengkibatkan asimetri muka. 16
-
Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik
sebagian atau seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini
diikuti dengan terlambatnya penutupan sutura kepala, rahang atas
retrusi dan rahang bawah protrusi. 16
-
Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi
otot yang disebabkan karena luka didalam kepala yang pada
umumnya sebagai akibat kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya
gangguan fungsi pada otot-otot pengunyahan, penelanan,
51
pernafasan dan bicara akan mengakibatkan oklusi gigi tidak
normal. 16
-
Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan
menyebabkan terjadinya kelainan bentuk dan malposisi gigi dari
bayi yang dilahirkan. 16
52
(fused) dengan gigi pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada
umumnya sebuah tapi kadang-kadang sepasang. Gigi supernumery
kadang-kadang tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga
menghalangi tumbuhnya gigi tetap didekatnya atau terjadi kesalahan
letak (malposisi). Oleh karena itu pada penderita yang mengalami
kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu
dilakukan Ro photo. 16
2. Agenese
Agenese dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-
kadang unilateral dengan partial agenese pada sisi yang lain. Lebih
banyak terjadi dari pada gigi supernumerary. Dapat terjadi pada
rahang atas maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang
bawah. Urutan kemungkinan terjadi kekurangan gigi adalah sebagai
berikut : 16
Gigi seri II rahang atas ( I2 )
Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2 )
Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah
Gigi geraham kecil II ( P2 ) rahang bawah
Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya
kelainan bentuk atau ukuran gigi. Misalnya bentuk pasak dari
gigi seri II (peg shaps tooth).
53
membantu mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan
(antagonis), membimbing erupsi gigi tetap dengan proses resopsi.
Akibat premature los fungsi tersebut akan terganggu atau hilang
sehingga dapat mengkibatkan terjadinya malposisi atau maloklusi. 16
7. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delayed eruption)
Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar
gigi sulung atau karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras
sehingga perlu dilakukan eksisi. Kadang-kadang hilang terlalu awal
(premature los) gigi sulung akan mempercepat erupsinya gigi tetap
penggantinya, tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya penulangan
yang berlebihan sehingga perlu pembukaan pada waktu gigi
permanen akan erupsi, sehingga gigi tetap penggantinya dapat
dicegah. 16
8. Kelainan jalannya erupsi gigi
Kelainan jalannya erupsi gigi merupakan akibat lebih lanjut dari
gangguan lain. Misalnya adanya pola herediter dari gigi berjejal
yang parah akibat tidak seimbangnya lebar dan panjang lengkung
rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi atau retensi,
Supernumerary, pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis :
pencabutan, habit atau tekanan ortodonsi, faktor-faktor idiopatik
(tidak diketahui). 16
9. Ankilosis
Ankilosis atau ankilosis sebagian sering terjadi pada umur 6 –
12 tahun. Ankilosis terjadi oleh karena robeknya bagian dari
membrana periodontal sehingga lapisan tulang bersatu dengan
laminadura dan cemen. 16
54
11. Restorasi gigi yang tidak baik
Terutama tumpatan aproksimal dapat menyebabkan gigi
elongasi, sedangkan tumpatan oklusal dapat menyebabkan gigi
ektrusi atau rotasi. 16
c. Klasifikasi Maloklusi
1. Sistem Klasifikasi Angle
Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada
tahun 1899. Klasifikasi Angle ini masih digunakan dikarenakan
kemudahan dalam penggunaannya. 16
Menurut Angle, kunci oklusi terletak pada molar permanen pertama
maksila. Berdasarkan hubungan antara molar permanen pertama maksila
dan mandibula, Angle mengklasifikasikan maloklusi ke dalam tiga klas,
yaitu :
a) Klas I
Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adanya
hubungan normal antar-lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar
permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal dari molar
permanen pertama mandibula. Pasien dapat menunjukkan ketidakteraturan
pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan sebagainya. Maloklusi
lain yang sering dikategorikan ke dalam Klas I adalah bimaxilary
protusion dimana pasien menunjukkan hubungan molar Klas I yang
normal namun gigi-geligi baik pada rahang atas maupun rahang bawah
terletak lebih ke depan terhadap profil muka. 16
b) Klas II
Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan
molar dimana cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila
beroklusi pada groove buccal molar permanen pertama mandibula. 16
Klas II, divisi 1.
Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila
dengan hasil meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi
pada region anterior. Tampilan karakteristik dari maloklusi ini adalah
adanya aktivitas otot yang abnormal. 16
Klas II, divisi 2.
55
Seperti pada maloklusi divisi 1, divisi 2 juga menunjukkan
hubungan molar Klas II. Tampilan klasik dari maloklusi ini adalah
adanya insisiv sentral maksila yang berinklinasi ke lingual sehingga
insisiv lateral yang lebih ke labial daripada insisiv sentral. Pasien
menunjukkan overbite yang dalam pada anterior. 16
c) Klas III
Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp
mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada
interdental antara molar pertama dan molar kedua mandibula. 16
True Class III
Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang
dikarenakan genetic yang dapat disebabkan karena: 16
-
Mandibula yang sangat besar.
-
Mandibula yang terletak lebih ke depan.
-
Maksila yang lebih kecil daripada normal.
-
Maksila yang retroposisi.
-
Kombinasi penyebab diatas.
56
Gambar 2.33 Maloklusi Klasifikasi Angle16
57
Lischer memberikan istilah neutrocclusion, distocclusion, dan
mesiocclusion pada Klas I, Klas II, dan Klas III Angle. Sebagai tambahan,
Lischer juga memberikan beberapa istilah lain, yaitu : 16
- Neutrocclusion : sama dengan maloklusi Klas I Angle.
- Distocclusion : sama dengan maloklusi Klas II Angle.
- Mesiocclusion : sama dengan maloklusi Klas III Angle.
- Buccocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih
ke buccal.
- Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak
lebih ke lingual.
- Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi
diatas batas normal.
- Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi
dibawah batas normal.
- Mesioversion : lebih ke mesial daripada posisi normal.
- Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal.
- Transversion : transposisi dari dua gigi.
- Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi.
- Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang.
3. Klasifikasi Bennet.
Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan
etiologinya. 16
a. Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal.
b. Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang
dikarenakan defek perkembangan pada tulang.
c. Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan
bawah, dan antar kedua rahang dengan kontur facial dan berhubungan
dengan formasi abnorla dari kedua rahang.
d. Dampak
1. Masalah estetika
Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat
pentinguntuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan
susunan yang rapi dan senyum yang menawan akan memberikan efek yang
positif terhadap tingkat sosial sedangkan gigi yang tidak teratur dan protrusi
akanmemberikan efek negatif. 17
2. Resiko terhadap karies
Kasus karies dan penyakit periodontal yang ringan pada maloklusi bukan
merupakan penyebab langsung yang utama karena penyebab utama karies
58
dan penyakit periodontal adalah plak. Keadaan gigi yang berjejal dapat
menyebabkan pembersihan gigi kurang adekuat sehingga dapat
menyebabkan karies dan penyakit periodontal. 17
3. Gangguan psikologis
Dampak psikologis akibat maloklusi membuat penderita merasa rendah
diri (susah untuk beradaptasi) mengalami gangguan emosi, tidak percaya
diri) tidak nyaman dalam interaksi sosial) kurang bahagia dan
mempengaruhi perkembangan diri seseorang terutama pada masa remaja)
dimana seseorang senang mencari jati dirinya. 17
4. Resiko terhadap trauma
Gigi-gigi insisif yang terlalu protrusi yang parah memiliki resiko tinggi
terhadap injuri khususnya selama bermain atau terjatuh karena kecelakaan. 17
5. Abnormalitas Fungsi
Kelainan bentuk dan struktur organ bicara yang sering terlihat pada
kelainan lidah dan palatum langit - langit, yang memengaruhi ketelitian
rentang dan kecepatan gerakan lidah yang mengakibatkan kesulitan bicaral
l,t,s dan kesalahan dalam proses penelanan. Kelainan ini sering terjadi
karena adanya kebiasaan buruk seperti mengisap jari, bernapas melalui
mulut, menggigit bibir, menggigit pensil dan kuku, atau adanya tonsil dan
adenoid yang memengaruhi gerakan lidah. 17
e. Kebiasaan buruk
1. Mengisap ibu jari tangan
Menghisap ibu jari adalah kebiasaan menempatkan ibu jari ke dalam
mulut dengan bibir tertutup di sekitar ibu jari. Aktivitas menghisap ibu jari
sangat berkaitan dengan otot-otot di dalam mulut. Kebiasaan menghisap ibu
jari hanya akan benar-benar merupakan masalah jika kebiasaan ini berlanjut
sampai periode gigi geligi tetap. Kebiasaan ini normal 3,5 – 4 tahun
meskipun lebih baik menghentikannya lebih awal. Apabila kebiasaan ini
berlangsung hingga periode gigi geligi tetap, maka akan berdampak pada
gigi maju atau tonggos. 17
2. Menjulurkan lidah
Kebiasaan menjulurkan lidah ke depan adalah menempatkan lidah berada
diantara gigi depan atas dan bawah selama proses menelan, berbicara
maupun sedang istirahat. Gigi yang terdorong oleh desakan lidah dapat
menyebabkan gigi maju dan tidak bertemunya gigi depan atas dan bawah. 17
3. Menggigit kuku
59
Kebiasaan mengigit kuku adalah suatu kebiasaan yang sering terjadi pada
anak-anak dan remaja yang umumnya terjadi pada usia anak 3-4 tahun dan
menngkat pada masa remaja. Biasanya terjadi karena faktor stress yang
meningkat atau kecemasan yang tinggi. Kebiasaan ini dapat menyebabkan
terganggunya posisi gigi dan menyebabkan keretakan pada gigi. 17
4. Menghisap bibir
Menghisap bibir adalah suatu kebiasaan yang dapat dilakukan secara
sadar maupun tidak sadar. Kebiasaan ini biasa dilakukan anak saat butuh
konsentrasi atau berada pada keadaan yang sulit. Menghisap bibir dapat
menyebabkan profil wajah yang pendek. 17
5. Mengunyah satu sisi
Kebiasaan mengunyah satu sisi biasanya terjadi karena kesenangan atau
karena menghindari gigi yang sakit. Sisi yang sering dipakai akan memicu
perkembangan rahang sedangkan sisi yang tidak digunakan menyebabkan
rahang tidak berkembang sehingga terjadi ketidakseimbangan wajah dan
pergeseran garis tengah gigi sehingga tidak harmonis. Selain itu, dapat juga
terjadi kelainan sendi. 17
6. Bernafas melalui mulut
Bernafas melalui mulut adalah keadaan abnormal yang terjadi karena
kesulitan bernafas secara normal melalui hidung yang menyebabkan
kebutuhan pernapasan melalui mulut. Bernafas melalui mulut menyebabkan
mulut selalu terbuka kecuali saat menelan. Kebiasaan ini dapat
menyebabkan mulut terasa kering sehingga terjadi peradangan gusi, gigi
maju, lengkung rahang menyempit dan bibir tidak dapat menutup dengan
rapat. 17
60
mandibula yang normal sehingga menunjukkan keseimbangan wajah
yang bagus.3
2. Dolichofacial
Wajah pasien dengan pola dolichofacial biasanya panjang dan
memiliki otot yang lemah karena kecenderungan pertumbuhan vertikal.
Oklusi molar sering terdapat variasi kelas II divisi I. Adanya gigi
protruded sering menyebabkan ketidaknyamanan. Pengurangan sudut
interinsisal akan menghasilkan profil wajah yang lebih bagus.3
61
Gambar 2.36 Pola brachyfacial3
b. Lengkung Gigi
Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang
menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. Bentuk
lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala misalnya pasien dengan
bentuk kepala brachychepalic cenderung memiliki bentuk lengkung yang
lebar. 18
Menurut Moyers, pada waktu dilahirkan lengkung alveolar cukup lebar
untuk ruangan gigi sulung. Pada waktu berlangsungnya peralihan antara gigi
sulung ke gigi permanen terjadi perubahan ukuran lengkung gigi dan
perubahan oklusi. Selama periode gigi geligi bercampur, lengkung gigi
menjadi bertambah lebar tetapi panjang lengkung bertambah pendek.18
Bentuk Lengkung Gigi
Untuk mengatasi banyaknya variasi lengkung gigi, beberapa klinisi
membuat klasifikasi bentuk lengkung gigi guna memudahkan pekerjaannya.
Model dilihat dari oklusal kemudian diamati bentuk lengkung gigi. Taner dkk
mengkombinasi lima bentuk lengkung gigi dengan persamaan kubik Bezier
menggunakan sistem komputerisasi dan menghasilkan empat template bentuk
lengkung gigi yaitu tapered, ovoid, normal dan narrow tapered. Titik
referensi pada sistem pentamorphic ini adalah titik tengah insisal gigi
insisivus sentral dan lateral, puncak cusp gigi kaninus, puncak cusp bukal gigi
premolar pertama dan kedua, dan puncak cusp mesiobukal gigi molar
pertama.19
Bentuk lengkung gigi yang telah dijabarkan oleh para peneliti pada
dasarnya dikategorikan atas tiga bentuk, yaitu tapered, ovoid, dan square.
Variabel terpenting dalam menentukan ketiga bentuk lengkung gigi ini adalah
62
lebar interkaninus, yang berjarak sekitar 5 mm. Bagian posterior dari ketiga
bentuk lengkung gigi ini pada umumnya hampir sama, dan dapat melebar
atau meyempit sesuai yang dibutuhkan.20
c. Profil Wajah
Profil wajah dapat diperiksa dengan melihat wajah dari samping. Hal
ini untuk membantu dalam mendiagnosis penyimpangan dalam hubungan
maksila dan mandibula. Dalam radiologi sefalometri dapat dilihat dari
menarik garis SNA dan SNB. Dalam profil wajah dapat diketahui dari
jaringan lunak wajah yaitu dengan menarik garis dari titik glabella (G),
labrale superius (Ls) dan soft tissue pogonion (Pog).21
1. Straight profile (lurus)
Dua garis membentuk garis lurus. 21
2. Convex profile (cembung)
Dua garis membentuk sudut cembung terhadap jaringan. Profil ini
diakibatkan maksila prognati atau mandibula retrognatik seperti pada
maloklusi kelas II. 21
3. Concave profile (cekung)
Dua garis membentuk sudut cembung terhadap jaringan. Profil ini
diakibatkan mandibula prognatik atau maksila retrognatik, seperti
pada maloklusi kelas III.
63
Gambar 2.38 Pola Profil Wajah21
d. Bentuk Kepala
Klasifikasi bentuk wajah, yaitu: 21
a. Mesocephaly
Biasanya kepala bayi 1/3 lebih panjang daripada lebar dan membula
dibagian belakang. 21
b. Plagiocephaly
Plagiocephaly berarti kepala miring. Ciri khas dari pola ini adalah: 21
- Kepala datar disatu sisi
- Satu telinga lebih maju dari yang lain
- Satu mata lebih kecil dari yang lain
- Bagian atas kepala menyerupai jajar genjang
64
Gambar 2.40 Bentuk Plagiocephaly21
c. Brachycephaly
Brachycephaly berarti kepala pendek, pada kasus ini bagian kepala
belakang menjadi rata menyebabkan kepala lebih tinggi yang tidak
normal. Karakteristik umum: 21
- Kepala lebih besar dari biasanya
- Tinggi kepala tidak normal
- Bagian belakang kepala rata dan tidak melengkung
- Bagian kepala yang paling lebar berada diatas telinga
- Bentuk kepala menyerupai trspezoid dari atas
d. Dolichocephali
Bentuk kepala tinggi, dan biasanya sering terjadi pada bayi premature.
Karakteristik umum: 21
- Kepala lebih panjang dan sempit dari biasanya
- Kepala lebih tinggi dari biasanya
65
Gambar 2.42 Bentuk Dolichocephali21
66
Gambar 2.43 Tracing sefalometri lateral3
Selain itu gigi insisivus paling anterior maksila dan mandibula, serta
molar permanen pertama juga termasuk. 3
67
Setelah membuat landmark anatomi, tentukan pula titik-titik acuan pada
anatomi kraniofasial tersebut. Titik-titik tersebut, yaitu : 3
Sella turcica (S) titik tengah dari fosa hipopiseal, merupaka area
berbentuk telur pada tulang spenoid yang mengandung kelenjar pituitari
Nasion (N) penghubung eksternal sutura nasofrontal di bidang
median. Jika sutura tidak terlihat makan titik ini berada di cekungan
terdalam dari 2 tulang.
Orbitale (O) titik paling inferior di tepi eksternal orbit.
Condylion (Cd) titik paling superior pada kepala artikular kondilus.
Anterior nasal spine (ANS) tonjolan paling anterior spina nasal
maksila di bidang median.
A point titik terdalam pada lengkungan anterior maksila antara ANS
dan alveolar crest. Menunjukkan titik terdepan maksila
B point titik paling posterior di lengkung terluar prosesus alveolar
mandibula antara alveolar crest dan tulang dagu. Menunjukkan titik
terdepan mandibula di bidang median.
Pogonion (Pg) titik paling anterior di simfisis mandibula
midsagittal.
Menton (Me) titik paling inferior simfisis mandibula.
Gnathion (Gn) titik yang dibentuk dari perpotongan bidang fasial
dan bidang mandibula.
Gonion (Go) bidang yang ditunjukkan oleh perpotongan garis yang
menyinggung margin posterior ramus dan bidang mandibula.
Articulare (Ar) titik perpotongan dari magin posterior ramus dan
margin terluar basis kranii.
Porion (Po) titik paling superior pada meatus akustikus eksternus.
Basion (Ba) titik paling inferior posterior pada tulang occipital yang
berhubungan dengan margin anterior foramen magnum.
Pterigomaxillary fissure (Ptm) fisura berbentuk air mata.
Posterior nasal spine (PNS) ujung dari spina posterior tulang
palatum, menunjukkan batas posterior maksila.
Pt point (Pt) perpotongan tepi inferior foramenrotundum dengan
dinding posterior Ptm.
CF point (center of face) dibentuk oleh perpotongan bidang FH dan
garis tegak lurus melalui Pt.
68
Gambar 2.44 Titik acuan pada sefalometri3
69
PP (palatal plane) terbentuk dari ANS ke PNS, hubungannya
dengan FH berguna untuk evaluasi perubahan perawatan pada maksila.
Maxillary Skeletal 3
SNA sudut antara SN dan titik N-A, batas normal : 82°, batas deviasi :
2°, menetapkan lokasi horizontal maksila.
Maxillary depth sudut perpotongan bidang FH dan titik N-A, batas
normal : 90°, batas deviasi : 3°, menunjukkan posisi horizontal maksila.
Contoh : maloklusi tipe II yang diakibatkan prognatik maksila akan
menunjukkan nilai melebihi 90°
Maxillary length garis dari Cd ke titik A, batas normal : 85mm
(female) 87mm (male), batas devisasi : 6mm, pengukuran ini menentukan
pola skeletal kelas II atau III yang disebabkan oleh panjang atau
pendeknya maksila.
70
ANB perbedaan antara sudut SNA dan SNB, batas normal : +2°, batas
deviasi : 2 derajat, menunjukkan hubungan antara maksila dan mandibula.
Nilai positif berarti maksila lebih di depan mandibula, dan nilai negatif
berarti hubungan skeletal kelas III.
Gambar 2.46 Bidang SNA, maxillary length, maxillary depth, dan ANB3
Maxillary Dental3
71
deviasi 2mm, menunjukan posisi horizontal insisivus maksila. Nilai
melebihi 6mm berarti protrusi gigi anterior, dan nilai kurang atau sama
dengan 1 berarti retrusi.
Upper molar position jarak horizontal dari PTV ke permukaan distal
molar 1 maksila, batas normal : usia kronologi pasien + 3mm, batas
deviasi : 3mm, menentukan apakah maloklusi disebabkan oleh posisi
anteroposterior molar maksila.
Maxillary incisor to upper lip jarak vertikal antara tepi inferior bibir
atas dan tepi insisal insisivus maksila, batas normal : 3mm, batas deviasi :
1mm, sebagai evaluasi jumlah insisivus atas saat istirahat. Nilai 5mm atau
lebih bekaitan dengan kelebihan vertikal maksila. Nilai ini juga harus
dibandingkan dengan panjang bibir atas.
Mandibular Skeletal3
SNB sudut yang terbentuk antara SN dan bidang titik N-B, batas
normal : 80°, batas deviasi : 2°, menunjukkan lokasi horizontal mandibula.
Facial angle (depth) sudut yang terbentuk antara N-Pg dan bidang FH,
batas normal : 87°, batas deviasi : 3°, menentukan posisi horizontal dagu
72
dan menentukan hubungan skeletal kelas II atau III yang disebabkan oleh
retrognatik atau prognatik mandibula.
Mandibular length jarak mutlak antara Cd dan Gn, batas normal :
105mm (9thn) mencapai maksimum 120-130mm, batas deviasi : 6 mm,
menentukan hubungan skeletal kelas II atau III yang disebabkan kecil atau
besarnya mandibula.
Gambar 2.48 Bidang Facial angle, IMPA, mandibular length, dan holdaway ratio3
Mandibular Dental3
73
Mandibular incisor protrusion jarak horizontal dari ujung insisivus
mandibula ke garis A-Pg, batas normal : +2 mm, batas deviasi : 2,3mm,
menetapkan posisi anteroposterior unit gigi mandibula dan mengukur
hubungan timbal balik unit gigi maksila dan mandibula. Tidak hanya
hubungan estetik tapi juga berhubungan dengan analisis panjang rahang
fungsional.
IMPA (incisor mandibular plane angle) sudut dalam antara panjang
aksis insisivus mandibula dan MP, batas normal : 90°, batas deviasi 4°,
memberi evaluasi posisi angular insisivus mandibula dengan tulang basal
mandibula.
Holdaway ratio rasio dari insisivus mandibula dan Pg ke garis titik N-
B, batas normal 1:1, batas deviasi : 2mm, menunjukkan keseimbangan
fasial.
Vertical 3
Posterior facial height jarak linear antara Go dan titik CF, batas
normal : 55mm, batas deviasi : 3,3 mm, mengukur pertumbuhan vertikal
ramus dan memprediksi pola pertumbuhan. Nilai kurang dari 51 mm
berarti pola dolikofasial dan nilai lebih dari 59mm berarti brakifasial.
Mandibular plane angle (FMA) sudut yang terbentuk oleh
perpotongan FH dan MP, batas normal : 26°, batas deviasi 4°, nilai
melebihi 31° berarti pertumbuhan dolikofasial searah jarum jam, dan nilai
kurang dari 21° berarti pola pertumbuhan brakifasial.
Facial axis angle sudut antara FX dan BN, batas normal 90°, batas
deviasi 3,5°, menunjukkan rasio tinggi dan kedalaman wajah dan
mengindikasikan arah pertumbuhan dagu. Nilai melebihi 94° berarti
pertumbuhan berlawanan arah jarum jam, dan nilai kurang dari 85° berarti
pertumbuhan brakifasial dan dolikofasial searah jarum jam.
Facial height hubungan vertikal antara tinggi wajah atas dan bawah
(N-ANS;ANS-M), batas normal : 53mm (atas) 65mm (bawah), mengukur
keseimbangan wajah.
74
Gambar 2.49 Bidang Posterior facial height, facial axis angle, FMA, dan facial
height3
Soft Tissue3
75
Interlabial distance jarak vertikal antara aspek inferior bibir atas dan
permukaan superior bibir bawah saat pasien istirahat, batas normal :
1,9mm, batas deviasi : 1,2mm, nilai yang tinggi berarti bibir tidak
kompeten berkaitan dengan aktivitas berlebih otot dagu. Nilai rendah
berkaitan dengan overclosure.
Lip protrusion jarak horizontal antara bibir bawah dan bidang estetik
(garis yang menghubungkan ujung hidung dengan titik anterior jaringan
lunak dagu), batas normal : -2mm mencapai maksimal -5mm, batas deviasi
: 2mm, mengindikasikan keseimbangan antara bibir dan profil (hidung-
dagu).
76
Gambar 2.50 Bidang nasolabial angle, zero meridian, dan lip protrusion3
77