Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi

piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-

anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong

tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat

menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi

seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada

tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk

Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling banyak

ditemukan di dunia (70% dari kasus impetigo). Impetigo krustosa harus diobati

secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan beberapa komplikasi terutama

glomerulonefritis akut.5 Terapi antibiotik topikal merupakan pilihan pertama

impetigo terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi

sementara terapi sistemik dipertimbangkan bila diperlukan.

.
BAB II

ANALISIS KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. G

 Usia : 1 tahun 5 bulan

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Alamat : Kartaraharja, Cikembar, Sukabumi

 Tgl Periksa : 13 November 2013

STATUS

KETERANGAN UMUM

 IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. G

 Usia : 1 tahun 5 bulan

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Alamat : Kartaraharja, Cikembar, Sukabumi

 Tgl Periksa : 13 November 2013

ANAMNESA

 Keluhan Utama :

Terdapat luka di regio nasalis.

 Anamnesa Khusus
Sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan terdapat benjolan berisi air dan

berukuran seperti tetesan embun yang muncul pertama kali di daerah hidung

kemudian di obati ke puskesmas dan diberikan antibiotik dan salep sehingga luka

tambah melebar.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Tidak ada riwayat alergi

terhadap makanan, obat-obatan, dan debu. Pasien tidak pernah memiliki riwayat

penyakit yang sama sebelumnya.

 Riwayat Keluarga & Pengobatan

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama seperti

pasien. Pasien berobat ke puskesmas dan diberi obat antibiotik serta salep

kortikosteroid. Setelah mendapat pengobatan tersebut, pasien mengaku tidak ada

perbaikan malah luka menjadi tambah melebar. Pasien kemudian berobat ke

RSUD Syamsudin.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

 Kesadaran : komposmentis

 Vital Sign

Tek. Darah : tidak diperiksa

Nadi : tidak diperiksa

Laju Nafas : tidak diperiksa

Temperatur : afebris
STATUS DERMATOLOGIKUS

 Distribusi: terlokalisir dengan pola karakteristik asimetris

 Lokasi : regio nasalis

 Efloresensi :

 Efloresensi Primer : makula eritematous, plakat

 Efloresensi Sekunder : Krusta

 Sifat Lesi :

 Jumlah : soliter

 Ukuran : 2 cm x 2 cm

 Susunan : polisiklik

 Bentuk : irregular

 Penyebaran : konfluens

RESUME

Seorang anak perempuan berusia 1 tahun datang dengan keluhan terdapat

luka pada regio nasalis, sebelumnya seminggu yang lalu luka tersebut awalnya

berbentuk seperti tetesan embun dan diobati ke puskesmas akan tetapi luka

tersebut sekarang melebar Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan lesi makula

eritematous, Plak, krusta di regio nasalis.

USULAN PEMERIKSAAN

Laboratorium : pewarnaan gram, biakan bakteri (culture bacteri), tes serologi

serta histopatologi.
DIAGNOSIS

Diagnosis Banding

a. Dermatitis Atopik

b. Dermatitis Kontak

c. Herpes Simplek

d. Ektima

e. Varisela

f. Drug Eruption

Gambar 1. Pasien Impetigo Krustosa


BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaan

yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan seorang anak perempuan berusia 1

tahun datang dengan keluhan terdapat luka pada regio nasalis, sebelumnya

seminggu yang lalu luka tersebut awalnya berbentuk seperti tetesan embun dan

diobati ke puskesmas akan tetapi luka tersebut sekarang melebar .Dari hasil

pemeriksaan fisik didapatkan lesi makula eritematous, plak, krusta di regio

nasalis.

Diagnosis ditegakkan jika ditemukan tanda-tanda yakni lesi diawali dengan

munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk

vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul

tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan

menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat

meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas

secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas

dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.

Pada kasus ditemukan lesi makula eritematous, plak, krusta dan erosi di

region nasalis. Hal ini sesuai dengan tempat predileksi dari impetigo krustosa

pada anak-anak yaitu pada sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan

ekstremitas.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding berupa :

a. Dermatitis Atopik

Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik

dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.

b. Dermatitis Kontak

Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.

c. Herpes Simpleks

Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.

Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.

d. Varisela

Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel

dinding tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke

wajah dan ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi

berbagai stadium).

e. Kandidiasis

Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di

daerah selaput lendir atau daerah lipatan.

f. Diskoid lupus eritematous

Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.

g. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa

minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.

h. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

i. Skabies

Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari,

gatal pada malam hari.

Akan tetapi semua anamnesa pada diagnose banding telah disangkal sehingga

didaptkan diagnose kerja yaitu impetigo krustosa.

Penatalaksanaan pada kasus impetigo dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Secara Umum
 Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
 Mengurangi kontak dekat dengan penderita
 Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan
dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan
air mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan
setelah itu mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
-
b. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan
infeksi dan kekambuhan.
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat

lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1

a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin+ Asam klavulanat

Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

o Sefaleksin

Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.

o Kloksasilin

Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.

b. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

o Eritromisin

Dosis 30-50mg/kgBB/hari.

o Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari

ke-2 sampai hari ke-4.

2.Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada

wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai

profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas


disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama

7-10 hari.

o Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari

Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat

sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase

sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus

dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk

pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus

pyogenes.

o Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.

Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau

krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama

efektif dengan mupirocin topikal.

o Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain

Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis

dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid

pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus

dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri

superfisial kulit seperti impetigo.


o Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan

subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap

Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA)

pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9

bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten

terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin,

azitromisin.

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo

krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati

impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta

menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis,

atau bakteriemi. Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

(SSSS) pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau

gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis

anak- anak lebih baik daripada dewasa.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox
N, Griffiths C (eds). Rook’s Text Book of Dermatology. 7 th ed. Turin:
Blackwell. 2004. p.27.13-15.
2. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL,
Rapini RP (eds). Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-
77.
3. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American
Academy of Family Physician. Vol.75. No.6. 2007. p.859-864. Diunduh dari:
http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial
Cutaneous Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.1695-1705.
5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G,
Elston D.M (eds). Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th
Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
6. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical
Dermatology. Part 3rd. 9th Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.
7. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et
all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7 th Ed. New
York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15.
8. Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General
Practice: Double Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British
Medical Journal. 2002. Vol.324. p.203. Diunduh dari:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203
9. Mayo clinic staff. Impetigo. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/impetigo/DS00464/DSECTION=complic
ations.
10. Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi ke 6, 2011.

Anda mungkin juga menyukai