PENDAHULUAN
piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-
anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong
menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada
tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk
ditemukan di dunia (70% dari kasus impetigo). Impetigo krustosa harus diobati
secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan beberapa komplikasi terutama
impetigo terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi
.
BAB II
ANALISIS KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. G
STATUS
KETERANGAN UMUM
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. G
ANAMNESA
Keluhan Utama :
Anamnesa Khusus
Sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan terdapat benjolan berisi air dan
berukuran seperti tetesan embun yang muncul pertama kali di daerah hidung
kemudian di obati ke puskesmas dan diberikan antibiotik dan salep sehingga luka
tambah melebar.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Tidak ada riwayat alergi
terhadap makanan, obat-obatan, dan debu. Pasien tidak pernah memiliki riwayat
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama seperti
pasien. Pasien berobat ke puskesmas dan diberi obat antibiotik serta salep
RSUD Syamsudin.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kesadaran : komposmentis
Vital Sign
Temperatur : afebris
STATUS DERMATOLOGIKUS
Efloresensi :
Sifat Lesi :
Jumlah : soliter
Ukuran : 2 cm x 2 cm
Susunan : polisiklik
Bentuk : irregular
Penyebaran : konfluens
RESUME
luka pada regio nasalis, sebelumnya seminggu yang lalu luka tersebut awalnya
berbentuk seperti tetesan embun dan diobati ke puskesmas akan tetapi luka
tersebut sekarang melebar Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan lesi makula
USULAN PEMERIKSAAN
serta histopatologi.
DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
a. Dermatitis Atopik
b. Dermatitis Kontak
c. Herpes Simplek
d. Ektima
e. Varisela
f. Drug Eruption
PEMBAHASAN
tahun datang dengan keluhan terdapat luka pada regio nasalis, sebelumnya
seminggu yang lalu luka tersebut awalnya berbentuk seperti tetesan embun dan
diobati ke puskesmas akan tetapi luka tersebut sekarang melebar .Dari hasil
nasalis.
vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul
meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas
secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai
Pada kasus ditemukan lesi makula eritematous, plak, krusta dan erosi di
region nasalis. Hal ini sesuai dengan tempat predileksi dari impetigo krustosa
pada anak-anak yaitu pada sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding berupa :
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik
b. Dermatitis Kontak
c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.
d. Varisela
berbagai stadium).
e. Kandidiasis
g. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa
h. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
i. Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari,
Akan tetapi semua anamnesa pada diagnose banding telah disangkal sehingga
a. Secara Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
Mengurangi kontak dekat dengan penderita
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan
dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan
air mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan
setelah itu mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
-
b. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan
infeksi dan kekambuhan.
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat
o Sefaleksin
o Kloksasilin
b. Pilihan Kedua
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari
2.Terapi Topikal
wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai
7-10 hari.
o Mupirocin
pyogenes.
o Asam Fusidat
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau
krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama
o Bacitracin
subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap
pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9
azitromisin.
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo
krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati
impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta
1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox
N, Griffiths C (eds). Rook’s Text Book of Dermatology. 7 th ed. Turin:
Blackwell. 2004. p.27.13-15.
2. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL,
Rapini RP (eds). Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-
77.
3. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American
Academy of Family Physician. Vol.75. No.6. 2007. p.859-864. Diunduh dari:
http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial
Cutaneous Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.1695-1705.
5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G,
Elston D.M (eds). Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th
Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
6. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical
Dermatology. Part 3rd. 9th Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.
7. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et
all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7 th Ed. New
York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15.
8. Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General
Practice: Double Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British
Medical Journal. 2002. Vol.324. p.203. Diunduh dari:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203
9. Mayo clinic staff. Impetigo. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/impetigo/DS00464/DSECTION=complic
ations.
10. Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi ke 6, 2011.