Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya
bau yang tak sedap sewaktu menghembuskan udara, tanpa melihat apakah substansi bau
berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral.1,2 Halitosis ini sendiri ialah masalah yang
umum dijumpai dalam masyarakat, dan perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap
dilakukan setelah timbul masalah sosial.1
Sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukan bahwa 6-23% dari
populasi penduduk merasa menderita karena bau mulut.3 Rsing dan Walter Loesche
dalam penelitiannya menemukan bahwa halitosis kronis yang sedang ditemukan pada
sekitar sepertiga dari kelompok penelitiannya, sedangkan halitosis parah mungkin
melibatkan kurang dari 5% dari populasi. Hal ini jelas bahwa halitosis adalah masalah.4
Penyebab halitosis belum diketahui sepenuhnya, sebagian besar penyebab yang
diketahui berasal dari sisa makanan yang tertinggal di dalam rongga mulut yang diproses
oleh flora normal rongga mulut. Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu
mendapat perhatian khusus karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar
terhadap timbulnya halitosis pada seseorang, diantaranya adalah saliva, lidah, ruang
interdental dan gigi geligi.2,4
Kondisi mulut yang dapat memicu terjadinya bau mulut ialah kurangnya aliran
saliva, berhentinya aliran saliva, meningkatnya bakteri Gram negatif anaerob,
meningkatnya jumlah protein makanan, pH rongga mulut yang lebih bersifat alkali dan
meningkatnya jumlah sel-sel mati dan sel epitel nekrotik didalam mulut.1
Daerah di antara papila-papila serta dasar lidah merupakan tempat yang paling
disukai bakteri khususnya bakteri anaerob. Ruang interdental merupakan tempat yang
kondusif untuk aktifitas bakteri anaerob, karena ruang tersebut merupakan tempat

akumulasi plak dan kalkulus, serta terdapatnya sulkus gingiva dan kemungkinan
terjadinya poket serta penyakit-penyakit gusi dan periodontal.5,6
Gingivitis dan periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum terjadi
dan dapat memicu terjadinya halitosis yang disebabkan bakteri Gram negatif seperti
Prevotella, Veillonella, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis
tersembunyi di dalam jaringan periodontal yang sakit dan menghasilkan gas yang bau.
Bakteri Porphyromonas gingivalis dapat menjadi salah satu bakteri yang bisa menjadi
penyebab dari terjadinya halitosis.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Salivasi, Gigi dan Mulut


Cavum oris (rongga mulut) merupakan bagian paling awal dari Sistem Digestivus
dan pilihan Sekunder Sistem Respiratorius. Rongga ini mempunyai dinding superior
yaitu palatum, dinding Inferior / Dasar diaphragma oris, dinding Lateralis buccae dan
dinding anterior yaitu labia. Lubang pada bagian posterior cavum oris berhubungan
dengan oropharynx.6,7
Isi dari cavum oris terdiri atas ; dentes superior et inferior, Lingua (2/3 bagian
Anterior = Apex + Corpus lingual), glandula sublingualis, glandula submandibularis
pars profunda, percabangan a. lingualis,n. lingualis, n. hypoglossus, dan ductus
submandibularis.7

Gambar.1. Cavum Oris6


Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan
minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan
sublingual. Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut.
Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva yang bermanfaat untuk membantu

pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan perlindungan pada gigi


terhadap karies serta mempertahankan homeostasis. Kelenjar ini juga tidak terlepas
dari penyakit. Penyakit yang mengenai kelenjar saliva kadang sulit dideteksi karena
strukturnya yang kecil.
1) Kelenjar Saliva Mayor
a.

Kelenjar parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di regio

preaurikula dan berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi sekret yang
sebagian besar berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis
menjadi kelenjar supraneural dan kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya
lebih besar daripada kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada daerah
triangular yang selain kelenjar parotis, terdapat pula pembuluh darah, saraf, serta
kelenjar limfatik.8
Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari
sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini
memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus
maseter, berputar ke medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam
rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan
nervus fasialis cabang bukal.8
b.

Kelenjar submandibula
Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah kelenjar

parotis. Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, berada d isegitiga
submandibula yang pada bagian anterior dan posterior dibentuk oleh muskulus
digastrikus dan inferior oleh mandibula. Kelenjar ini berada di medial dan inferior
ramus mandibula dan berada di sekeliling muskulus milohioid, membentuk huruf C
serta membentuk lobus superfisial dan profunda.8
Lobus superfisial kelenjar submandibula berada di ruang sublingual lateral. Lobus
profunda berada di sebelah inferior muskulus milohioid dan merupakan bagian yang

terbesar dari kelenjar. Kelenjar ini dilapisi oleh fasia leher dalam bagian superfisial.
Sekret dialirkan melalui duktus Wharton yangkeluar dari permukaan medial kelenjar
dan berjalan di antara muskulus milohioid. danmuskulus hioglosus menuju muskulus
genioglosus. Duktus ini memiliki panjang kurang lebih 5 cm, berjalan bersama dengan
nervus hipoglosus di sebelahinferior dan nervus lingualis di sebelah superior,
kemudian berakhir dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di dasar
mulut.8
c.

Kelenjar sublingual
Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva mayor yang paling kecil. Kelenjar

ini berada di dalam mukosa di asar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini yang
mensekresi mukus. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula dan muskulus
genioglosus di bagian lateral, sedangkan di bagian inferior dibatasi oleh muskulus
milohioid.8
2) Kelenjar saliva minor
Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai 1000
kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun
keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga
mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar
ini juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil palatina (kelenjar Weber), pilar
tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga
mulut, begitu juga drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah
rongga mulut.8
Produksi Saliva8
Produksi saliva merupakan suatu proses yang aktif dan terdiri dari dua fase, yakni
fase sekresi primer di mana proses ini terjadi pada sel asiner. Hasil sekresi ini serupa
dengan plasma baik komposisi maupun omolaritasnya. Fase kedua yakni sekresi

duktus, dihasilkan pada suatu cairan saliva yang bersifat hipotonik. Ini juga dihasilkan
pada penurunan kadar sodium dan peningkatan potassium di akhir proses produksinya.
Duktus saliva sangat bergantung pada cotransporter Na / K / 2Cl. Sel-sel duktus
mempertahankan potensial negatif membran saat istirahat, dan sel-sel ini mengalami
hiperpolarisasi sekunder untuk mengeluarkan kalium dan memasukan klorida dengan
stimulasi saraf otonom.Ini tidak biasa, dan disebut sebagai "potensi sekretori", karena
banyak sell yang muda berpolarisasi (bukan hyperpolarize) dengan stimulus.
Kelenjar submandibula dan parotis mempunyai sistem tubuloasiner, sedangkan
kelenjar sublingual memiliki sistem sekresi yang lebih sederhana. Kelenjar parotis
hanya memiliki sel-sel asini yang memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar
sublingual memiliki sel-sel asini mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental.
Kelenjar submandibula memiliki kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret
baik serosa maupun mukoid. Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini
yang memproduksi kedua jenis sekret.
Inervasi Autonom Dan Sekresi Saliva
a.

Sistem saraf parasimpatis


Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva sehingga

menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat persarafan parasimpatis


dari nervus glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis
mendapatkan persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang n. VII).8
b. Sistem saraf simpatis
Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion
servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva.
Serabut saraf simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang
memberikan suplai darah pada kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang
memberikan suplai darah ke kelenjar submandibula, serta bersama dengan arteri
fasialis yang memvaskulari kelenjar sublingualis. Saraf ini menstimulasi kelenjar

saliva untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan kandungan organik dan
anorganik.8
Anatomi dasar gigi terdiri dari bagian mahkota dan akar ter;ihat didalam mulut,
sedangkan bagian akar terbenam didalam tulang rahang dan gusi. Struktur
pendukung gigi terdiri atas; ligamentum periodontal, sementum, dan tulang
alveolar/ proseus alveolar.9

Gambar 2. Anatomi Gigi6

a. Ligamentum Periodontal
Ligamen periodontal terdiri atas pembuluh darah yang kompleks dan serabut
jaringan ikat (kolagen) yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus
alveolar (inner wall of the alveolar bone).6
a) Fungsi ligamentum periodontal.6,9
- Fungsi fisik
i.

Melindungi pembuluh darah dan saraf dari tekanan mekanik

ii.

Menyalurkan tekanan oklusal ke tulang alveolar

iii.

Melekatkan gigi ke tulang alveolar

iv.

Memelihara hubungan jaringan gingiva ke gigi

v.

Sebagai peredam tekanan oklusal (shock absorption)

- Fungsi Formative dan remodelling

i.

Ligamen periodontal dan sel-sel tulang alveolar terkena beban fisik

ii.

dalam merespon pengunyahan, bicara, dan pergerakan gigi (orto).


Sel-sel ligamen periodontal berpartisipasi dalam pembentukan dan
resorpsi sementum dan tulang dalam pergerakan gigi fisiologis,
dalam mengakomodasi jaringan periodonto terhadap beban oklusal,
dan repair of injuries.

- Fungsi nutrisi dan sensori


i.

Menghantarkan tekanan taktil dan sensasi nyeri melalui jalur


trigeminal

ii.

Mensuplai nutrisi ke sementum, tulang dan gingiva melalui aliran


darah dan limfe.

b. Sementum9,10
Sementum adalah struktur terkalsifikasi (avaskuler mesenchymal) yang
menutupi permukaan luar anatomis akar, terdiri atas matriks terkalsifikasi yang
mengandung serabut kolagen.
c. Tulang Alveolar6
Tulang alveolar (prosesus alveolar) adalah bagian tulang rahang (maksila
dan mandibula) yang membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi.

Gambar.3. Tulang Alveolar6

2. Definisi

Halitosis merupakan satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bau nafas
yang tak sedap atau bau mulut yang tidak menyenangkan yang disebabkan faktorfaktor fisiologis atau patologis yang dapat berasal dari mulut atau sistemik. Halitosis
bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu gejala dari adanya suatu kelainan
atau penyakit yang tidak disadari atau hanya sekedar merupakan keluhan saja.
Halitosis ini sendiri ialah masalah yang umum menyerang 50% dari populasi orang
dewasa.1,2
Halitosis ini dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: true halitosis dan
halitophobhia. Pada true halitosis penderita terkadang sadar bahwa ia menderita
keadaan ini tetapi dapat juga tak menyadari keadaan ini. Sedangkan istilah
halitophobia dipakai untuk penderita tanpa halitosis tetapi mengeluh halitosis saja.2
Halitosis dapat mengganggu kehidupan seseorang maupun orang disekitarnya.
Akibat-akibat yang dapat ditinjau dari penderita yang menyadarinya adalah akibatakibat yang sifatnya psikososial seperti; malu atau rendah diri, menghindari pergaulan
sosial, bicara tidak bebas, tidak ada rasa percaya diri.7

Gambar 4. Kurangnya kebersihan mulut menyebabkan halitosis6

3. Epidemiologi1,2,4

Terdapat anggapan bahwa 90% bau mulut itu berasal dari rongga mulut itu
sendiri. Istilah oral halitosis dipakai secara spesifik untuk menjelaskan halitosis yang
berasal dari rongga mulut.
Hampir sebagian orang dewasa mengalami masalah bau mulut yang tidak
menyenangkan ketika bangun di pagi hari dan hanya bersifat sementara. Hal ini
dihubungkan dengan gejala fisiologis, yaitu terjadinya penurunan aliran saliva selama
tidur.
4. Klasifikasi
A Yaegaki dan Coil (2000) mengklasifikasikan halitosis menjadi tiga kategori,
yaitu:1,4
1. Genuine Halitosis
Genuine halitosis disebut juga halitosis sejati. Genuine halitosis dibagi
menjadi halitosis fisiologis dan halitosis patologis.
a. Halitosis Fisiologis
Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak
membutuhkan perawatan. Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi
patologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya adalah morning breath, yaitu
bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan berkurangnya aliran
saliva selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva
dan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat
gigi, atau berkumur.
Halitosis fisiologis juga terjadi melalui proses pencernaan makanan di
saluran pencernaan, misalnya bawang putih atau makanan pedas, atau melalui
proses pembusukan yang normal di dalam rongga mulut. Halitosis fisiologis ini
tidak terkait dengan penyakit sistemik atau keadaan patologis.
b. Halitosis Patologis

10

Halitosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak


dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja, tetapi membutuhkan
suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis.
Karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama halitosis patologis.
Selain itu, penyakit sistemik seperti diabetes, gagal ginjal, dan gangguan hati
juga dapat menimbulkan bau nafas yang khas.

Gambar 5. Karies6

2. Pseudohalitosis
Pseudohalitosis digambarkan sebagai suatu kondisi dimana pasien
merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun tidak dapat terdeteksi
dengan tes ilmiah. 4
3. Halitophobia.
Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine
halitosis maupun telah mendapat konseling pada kasus pseudohalitosis, pasien
masih khawatir dan terganggu oleh adanya halitosis, padahal setelah dilakukan
pemeriksaan yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan tubuh
lainnya ternyata baik, dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan
dengan halitosis. Diperlukan pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah
kejiwaan yang melatar belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh
seorang ahli seperti psikiater ataupun psikolog.1,4

5. Etiologi Dan Patogenesis

11

Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu mendapat perhatian khusus
karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar terhadap timbulnya halitosis
pada seseorang, diantaranya adalah saliva, lidah, ruang interdental dan gigi geligi.
Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis, hal ini terjadi karena
adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degenerasi protein menjadi
asam-asam amino oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan VSCs yang mudah
menguap dan sehingga dapat terjadi halitosis.1
Pembentukan VSCs dimungkinkan oleh suasana saliva yang alkali (pH basa),
sebaliknya pada suasana asam (pH rendah) pembentukan VSCs terhambat. Permukaan
lidah terutama bagian posterior yang sukar dijangkau dengan sikat (lapisan keputihan
lidah) merupakan tempat yang ideal bagi pengumpulan sel epitel mulut yang
mengalami deskuamasi, sisa-sisa makanan, bakteri dan deposit dari poket periodontal
sehingga merupakan tempat utama aktivitas dan perkembangbiakan bakteri. Daerah di
antara papila-papila serta dasar lidah tersebut merupakan tempat yang paling disukai
bakteri khususnya bakteri anaerob.1,4,5
Ruang interdental merupakan tempat yang kondusif untuk aktifitas bakteri
anaerob, karena ruang tersebut merupakan tempat akumulasi plak dan kalkulus, serta
terdapatnya sulkus gingiva dan kemungkinan terjadinya poket serta penyakit-penyakit
gusi dan periodontal.1
Gingivitis dan periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum terjadi
dan memicu terjadinya halitosis disebabkan bakteri Gram negatif seperti Prevotella,
Veillonella, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis tersembunyi di
dalam jaringan periodontal yang sakit dan menghasilkan gas yang bau.1
Tindakan penting untuk mengurangi halitosis adalah menghilangkan penyakit
periodontal serta mempertahankan kesehatan jaringan periodontal. Pada kasus gigi
berlubang, sisa makanan akan terkumpul di antara gigi sehingga dapat menimbulkan
bau busuk. Gigi yang jarang disikat dapat menyebabkan sisa makanan tertinggal di
celah gigi dan akan meningkatkan perkembangbiakan bakteri anaerob sebagai

12

penyebab halitosis. Debris merupakan substansi yang ideal bagi bakteri anaerob untuk
menghasilkan gas yang bau.1
5.1. Volatile-Sulfur Compounds (VSCs)
Volatile-Sulfur Compounds (VSCs) merupakan unsur utama penyebab halitosis.
VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri anaerob di dalam mulut
yang berupa senyawa yang berbau tidak sedap dan mudah menguap sehingga
menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain di sekitarnya. Halitosis
dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal di dalam permukaan lidah dan dalam
kerongkongan.1,2
Bakteri secara normal ada karena bakteri membantu proses pencernaan manusia
dengan cara memecah protein. Spesies bakteri yang terdapat pada permukaan oral
dapat bersifat sakarolitik, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi.
Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteolitik, yaitu; menggunakan protein, peptida
atau asam amino sebagai sumber utamanya. Kebanyakan bakteri gram positif bersifat
sakarolitik dan bakteri gram negatif bersifat asakarolitik atau proteolitik. Bakteri gram
negatif merupakan penghuni utama plak supragingival termasuk plak yang menutupi
lidah dan permukaan mukosa lainnya. Porphyromonas gingivalis dan provotella
intermedia (bentuk Bacteroides intermedius) secara normal terdapat dalam plak
supragingival dan sangat efektif dalam pembentukan halitosis.1,5
Didalam aktivitasnya didalam mulut bakteri anaerob beraksi dengan proteinprotein yang ada, protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang
mengandung protein sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun
sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Disamping itu, didalam saliva sendiri
terdapat substrat yang mengandung protein.1
Didalam mulut banyak terdapat bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif.
Kebanyakan bakteri Gram positif adalah bakteri sakarolitik artinya di dalam aktivitas
hidupnya banyak memerlukan karbohidrat, sedangkan kebanyakan bakteri Gram

13

negatif adalah bakteri proteolitik di mana untuk kelangsungan hidupnya banyak


memerlukan protein. Protein akan dipecah oleh bakteri menjadi asam-asam amino.
Terdapat tiga asam amino utama yang menghasilkan VSCs yaitu cysteine
menghasilkan H2S, methionine menghasilkan CH3SH dan cistine menghasilkan
(CH3)2S. Ketiga macam VSCs di atas menonjol karena jumlahnya cukup banyak dan
sangat mudah. sekali menguap sehingga menimbulkan bau. Sedangkan VSCs lain
hanya berpengaruh sedikit seperti indole, skatole, amonia, cadaverin dan putrescine. 1,2
Oleh karena faktor-faktor utama penyebab halitosis yang bersumber dari mulut
ialah sesuatu yang normal dalam arti faktor-faktor penyebabnya seperti bakteri dan
protein senantiasa ada pada semua orang, maka pada dasarnya halitosis ialah masalah
semua orang hanya mempunyai derajat yang berbeda-beda. Halitosis yang disebabkan
oleh faktor-faktor di dalam mulut dapat dialami oleh semua orang baik tua, muda,
wanita, pria, golongan sosio-ekonomi rendah ataupun tinggi. Ada orang-orang yang
mempunyai kondisi halitosis ringan bahkan sangat ringan sehingga sama sekali tidak
mengganggu orang-orang di sekitarnya, sementara orang lain mempunyai kondisi
yang berat sehingga dalam jarak cukup jauh sudah mengganggu orang disekitarnya.
Setelah ditemukannya VSCs banyak sekali studi dan penelitian dilakukan sampai
sekarang dimana tujuannya tidak hanya mengatasi halitosis akan tetapi juga
bagaimana pengaruh serta akibat dari adanya VSCs. Beberapa studi telah
membuktikan bahwa VSCs juga mempunyai efek destruksi pada jaringan mukosa
mulut khususnya jaringan-jaringan penghubung seperti jaringan periodontium. VSCs
dianggap mempunyai peranan penting pada etiologi penyakit periodontal.1

14

6. Diagnosis
Diagnosis halitosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pertanyaan-pertanyaan yang digali dari anamnesis untuk mengarahkan kita
pada diagnosis halitosis adalah;3
- Bagaimana anda tahu, anda memiliki napas yang bau?
- Kapan anda pertama kali mengetahuinya?
- Apakah anda seorang perokok?
- Apakah anda peduli dengan bau napas anda?

15

- Apakah anda pernah berusaha melakukan berbagai cara untuk menghilangkan


bau napas anda (seperti membersihkan mulut, mengunyah permen karet dan
mint)?
- Pernahkah anda mengonsultasikan ini dengan dokter? Dan ke dokter mana
anda mengkonsultasikan keluhan ini (dokter gigi, dokter keluarga, THT,
internist, dan lain-lain).
- Apa tindakan yang dilakukan oleh dokter (pemeriksaan mulut, tenggorokan,
sinus, darah,endoskopi, pengobatan gigi dan lain-lain).
- Terapi apa yang diberikan oleh dokter?
- Apakah ada diet khusus?
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya periodontitis, ginggivitis, kita juga
perlu melakukan pemeriksaan lain bila dicurigai berasal dari organ lain seperti
telinga, hidung, maupun tenggorokan. Paling sering penyebab extra oral bau ini
berasal dari sinusitis.1,2,9
Secara umum, diagnosis halitosis dapat dilakukan dengan identifikasi kadar
bahan volatil yang dihasilkan dan identifikasi mikroba penyebab halitosis.
Penggunaan halimeter yang berfungsi mengukur kadar sulfida volatil, tes BANA
(N-benzoyl-DL-arginine-2- naphthylamide) yang mengukur kadar sulfida sulkus
gingiva, kromatografi gas, pengukuran dengan organoleptik, electronic nose,
pemeriksaan kadar salivary -galactosidase, metoda ninhydrine (kadar amin
saliva), inkubasi saliva, cysteine challenge testing merupakan beberapa cara
identifikasi kadar bahan volatil penyebab halitosis.1,8
Cara identifikasi mikroba penyebab halitosis antara lain dilakukan dengan
spesifik untuk bakteri tertentu. Tehnik kultur mikroba penyebab halitosis,
sepertinya tidak dapat digunakan karena sekitar 50% mikrobiota oral tersebut
tidak dapat dikultur.1

16

Tabel.1. diagnosis halitosis dikelompokkan menjadi identifikasi bahan volatil dan identifikasi
mikroba.1

7. Terapi
Untuk mengatasi halitosis intraoral, dapat dilakukan kontrol terhadap
kebersihan mulut, kesehatan jaringan lunak dan keras, faktor-faktor pendukung
timbulnya halitosis. Upaya menghilangkan faktor lokal dapat dilakukan secara;
a. Mekanis dengan cara penyikatan lidah dan gigi, dan
b. Kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; serta
sistemik, kontrol diet dan terapi biologis dengan menggunakan probiotik.
Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis bertujuan untuk mengurangi jumlah
mikroba patogen dari biofilm dan tongue coating, sehingga pembentukkan karies
dihambat, kadar halitosis menjadi rendah dan risiko penyakit sistemik dapat
berkurang.1,3,4
Secara kimiawi, penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga
memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis. Bahan lain yang juga
dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc chloride dan sodium
chloride22, TCF (triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release device,
oxohalogen oxidant (campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) serta minyak
esensial.1
Kombinasi terapi mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki
kondisi halitosis oral, ditandai dengan penurunan kadar komponen sulfur volatil
dan organoleptik. Contohnya, pada pasien dengan gigi tiruan, penyikatan gigi
tiruan saja ternyata tidak dapat mengurangi halitosis, tetapi penyikatan gigi yang
disertai perendaman gigi tiruan dalam larutan antiseptik, ternyata jauh lebih
efektif. Dahulu permen karet sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut,

17

tetapi ternyata permen karet tidak bergula justru akan meningkatkan kadar metil
merkaptan. Rasa mint dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi metil
merkaptan, tetapi hanya menutupi malodor oral saja.1
Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat dilakukan dengan
mengurangi diet protein. Adanya keseimbangan diet protein dan karbohidrat akan
mengurangi pembentukan bahan odor. Daging yang masih berdarah, daging ikan,
susu fermentasi, dapat meningkatkan metabolisme protein sehingga bahan odor
yang terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang banyak mengandung mineral
sulfat, juga dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian, jika makanan
yang banyak mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka akan
mengurangi jumlah mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya.1
Probiotik pertama kali digunakan dalam bidang kedokteran, sebagai terapi
atau pencegahan terhadap diare akibat antibiotik. Terapi antibiotik biasanya akan
membunuh bakteri penyebab penyakit dan bakteri normal Bakteri normal
intestinal berfungsi dalam menjaga keseimbangan saluran pencernaan normal.
Beberapa bakteri bersifat lebih resisten terhadap antimikrobial tertentu, sehingga
bakteri tersebut akan mendominasi gastrointestinal dengan cepat jika kompetitor
(bakteri yang dihambat oleh antimikrobial) berkurang jumlahnya. Hal ini
menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi yang memudahkan timbulnya
infeksi

dan

imunoinflamasi.

Probiotik

berfungsi

untuk

mengembalikan

keseimbangan mikroflora secara optimal sehingga dapat mencegah dan


memperbaiki kondisi penyakit1,3,4
Berdasarkan definisi WHO, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
jika diberikan dalam jumlah tertentu dapat memberikan dampak sehat bagi host.
Sekarang diketahui bahwa mekanisme toleransi probiotik adalah meregulasi
respon imun terhadap fragmen makanan potensial antigenik dan menghilangkan
adhesi bakteri patogen dan menggantikannya dengan bakteri non-patogen.1

18

Gambar.6. Efek bakteri probiotik terhadap sel epitel tubuh, yaitu sekresi asam organik, surfactans,
bahan antimikrobial (bacteriocin dan hidrogen peroksida). Probiotik juga akan berkompetisi
dengan patogen melalui adhesi dan pertukaran stimulus dengan reseptor sel epitel sehingga terjadi
sekresi sitokin yang akan menghambat patogen dan virus.1

Bakteri normal mulut yang telah dicoba digunakan sebagai probiotik


antara lain Lactococcus lactis, Lactobacillus acidophilus, Streptococcus
thermophilus, Streptococcus mutans, dan Streptococcus salivarius. Dari semua
spesies, S. Salivarius merupakan kandidat probiotik yang sangat baik, dapat
menempati lingkungan biofilm dengan jumlah dominan pada lidah. Bakteri ini
dapat menghasilkan sangat sedikit komponen sulfur volatil dan tidak berimplikasi
terhadap karies gigi maupun penyakit infeksius lainnya. 1,3
Saat kini, S. salivarius K12 sudah banyak ditemukan dalam pasaran dan
dikemas dalam bentuk bubuk, lozenges, dan permen karet. Kemasan bubuk dapat
digunakan untuk terapi halitosis dengan cara ditambahkan air dan dikumur selama
30 detik dan gargle selama 5detik kemudian dibuang.1,10

19

Gambar.7. Jenis kemasan probiotik Streptococcus salivarius K12 yang tersedia di


pasaran; A sediaan lozenges; B sediaan obat kumur; C sediaan permen karet; dan D
sediaan bubuk.1

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

20

Halitosis merupakan satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bau


nafas yang tak sedap atau bau mulut yang tidak menyenangkan yang disebabkan
faktor-faktor fisiologis atau patologis yang dapat berasal dari mulut atau sistemik.
Halitosis bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu gejala dari adanya
suatu kelainan atau penyakit yang tidak disadari atau hanya sekedar merupakan
keluhan saja.
Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu mendapat perhatian
khusus karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar terhadap timbulnya
halitosis pada seseorang, diantaranya adalah saliva, lidah, ruang interdental dan
gigi geligi. Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis, hal
ini terjadi karena adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya
degenerasi protein menjadi asam-asam amino oleh mikroorganisme, sehingga
menghasilkan VSCs (Volatile-Sulfur Compounds) yang mudah menguap dan
sehingga dapat terjadi halitosis.
Diagnosis halitosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Namun, secara umum diagnosis halitosis dapat dilakukan
dengan identifikasi kadar bahan volatil yang dihasilkan dan identifikasi mikroba
penyebab halitosis.
Tujuan diberikan terapi pada kasus ini adalah untuk menghilangkan faktor
lokal yang dapat dilakukan secara; Mekanis dengan cara penyikatan lidah dan
gigi, dan Kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; serta
sistemik, kontrol diet dan terapi biologis dengan menggunakan probiotik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indrayadi Gunardi dkk. Oral Probiotik: Pendekatan Baru Terapi Halitosis. Jakarta:
indonesian Journal of dentistry. 2009. h. 64-71

21

2. Widagdo Yanuaris, Suntya Kristina. Volatile Sulfur Compounds Sebagai


Penyebab Halitosis. Denpasar 2011. h. 1-41
3. Zahnmed Schweiz. Finding, Diagnosis And Result Of A Halitosis Clinic Over A
Seven Year Periode. Vol. 122. Zwitzerland: Departement Of Oral Surgery, Oral
Radiology, And Oral Medicine. 2012. h. 205-11
4. Kuchenbecker Lassiano, Walter Loesche. Halitosis:

An

Overview

Of

Epidemiology, Etiology, And Clinical Management. Brazil. 2011. h. 466-71


5. Yaegahi Ken, Coil Jeffrey. Examination, Classification And Treatment Of
Haalitosis, Clinical Prespectives. Vol. 66. Journal Of The Canadian Dental
Association. 2000. h. 257-61
6. Berkovitz BKB. Oral Anatomi, Histology, And Embriology. 4 th Ed. London:
Mosby Elserier. 2009
7. PPL Lee, Mark WY. The Etiology And Treatment Of Oral Halitosis. Vol. 10.
Hongkong: Hospital Road. 2004. h. 10; 414-8
8. Quinn B. F. Anatomy and Physiology Of The Salivary Glands. Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology. 2001. h. 1-12
9. Endang Mangunkusumo, dkk. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Ed.
6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010. h. 153
10. Loesche WJ, Kazor C. Microbiology and treatment of halitosis.
Periodontol 2000. 2002 Apr;28:256-79.

22

Anda mungkin juga menyukai