Anda di halaman 1dari 55

I REALLY LOVES MY WIFE

Pemicu 5 Humaniora

Kelompok 5
Kelompok 5
Tutor : dr. Linda
Ketua : Sandra Sudargo 405140165
Sekretaris : Arrum Anggraeni 405140255
Penulis : Vinnie Charlita Leonardo 405140192
Anggota : Melani Nugraha405140036
Jessica Djaja Saputera 405140062
Sopaka udakadharma 405140068
Elon Julian Emus Akasian405140074
Jatinder Pall Sigh 405140155
Jonathan Roganda Timothy 405140189
John Jordan 405140197
Jefta Benjamin Joseph M 405140199
Yulianto Haryono 405140253
UNFAMILIAR TERMS
Palliative care: Tahap perawatan untuk orang sekarat, yakni untuk
meringankan beban penyakit.
Euthanasia: Praktik penyabutan nyawa dengan cara tidak menimbulkan rasa
sakit ; Pembunuhan dalam segi medis yang disengaja, dengan aksi
penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya di dapatkan oleh pasien.
PEG (Percutaneous Endoscope Gastronomy): Selang PEG berfungsi
menyalurkan makanan dan cairan
Dimentia: Penurunan fungsional yang disebabkan oleh terjadinya kelainanan
pada otak, gejala utamanya pikun
Parkinson's Desease: Gangguan pada sel darah pada otak bagian tengah yang
berfungsi untuk mengatur pergerakan tubuh.
Voluntary Euthanasia: Suatu tindakan yang dilakukan karena permintaan
pasien sendiri.
RUMUSAN MASALAH & CURAH
PENDAPAT
1.Bagaimana praktik euhanasia menurut agama? memperbolehkan atau tidak?
◦dilarang; pelanggaran berat terhadap hukum tuhan. hal ini disebabkan karena
euthanasia merupakan pembunuhan secara sengaja & secara moral tidak dapat
dibenarkan; Mensia-siakan pemberian tuhan untuk hidup; manusia tidak punya hak untuk
mengambil nyawa orang lain, karena tuhan yang menciptakan dan hanya tuhan yang
punya hak untuk mengambil nyawa seseorang.

2.Pandangan etika kedokteran tentang euthanasia?


◦Melanggar sumpah dokter dan melanggar HAM

3.Apakah euthanasia boleh dilakukan & kapan waktu yang tepat untuk
euthanasia?
◦Tergantung.

4.Faktor apa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan euthanasia?


◦faktor ekonomi; rasa sayang/peduli; tindakan medis yang dilakukan tidak bisa
menolong pasien.
RUMUSAN MASALAH & CURAH
PENDAPAT
5.Bagaimana pandangan hukum terhadap euthanasia? Boleh/tidak?
◦Euthanasia pasif bisa dipertimbangkan; euthanasia aktif merupakan suatu
pembunuhan berencana karena dokter sebagai pelaku utama

6.Voluntary euthanasia atas persetujuan siapa saja agar bisa dilakukan?


◦Pasien; keluarga; tim medis/dokter

7.Apakah hukuman/sanksi bagi pelaku euthanasia?


◦berdasarkan KUHP pasal 344 disanksi 12 thn penjara walaupun dengan
permintaan pasien(untuk euthanasia aktif)

8.Apakah tindakan dokter jika diminta untuk melakukan euthanasia?


◦menolak (mempertimbangkan dari segi etiak, moran dan agama); menyarankan
ke keluarga pasien untuk tidak melakukan euthanasia; mencari alternatif lain
MIND MAP
LEARNING OBJECTIVES
1. MM Konsep dasar euthanasia (definisi, jenis, faktor)
2. MM Definisi euthanasia menurut agama
3. MM Aplikasi dari euthanasia menurut ajaran agama
4. MM Euthanasia dari sudut pandang etika kedokteran
5. MM Euthanasia & sudut pandang hukum
6. MM Oknum / orang yang beperan dalam tindakan
euthanasia
7. MM Peran dokter yang etis dan beragama terhadap kasus
euthanasia
8. MM Solusi / pandangan yang dianggap tepat terhadap
pemicu
LO 1
Konsep dasar euthanasia
(definisi, jenis, faktor)
DEFINISI
• Menurut Perdebatan Etis atas Euthanasia, 2008
Tindakan yg dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja untuk
mempermudah / meringankan kematian seorang pasien yg
tingkat kesembuhannya kecil agar tidak merasakan penderitaan
yg berkepanjangan / untuk memperpanjang hidupnya dan hal ini
dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri

• Bahasa Yunani (Euthanatos)


Eu : baik, tanpa penderitaan Mati dengan baik atau mati
Thanastos : mati tanpa penderitaan
JENIS EUTHANASIA
Berdasarkan permintaan

Dalam pemicu tindakan


euthanasia yang dilakukan
dapat digolongkan ke dalam
euthanasia involuntir sebab
tindakan tsb dilakukan atas
dasar rasa kasihan suaminya
JENIS EUTHANASIA
Berdasarkan cara pelaksanaannya
1. Euthanasia pasif Contoh : memberhentikan alat bantu
pernapasan (alat respirator) maka
◦ Menghentikan / mencabut segala secara otomatis pasien meninggal
tindakan pengobatan yg sedang
berlangsung untuk 2.Euthanasia aktif
mempertahankan hidupnya ◦Dilakukan dgn sengaja secara
◦ Menolak memberikan pertolongan medis melalui intervensi / tindakan
seperti menghentikan / mencabut aktif oleh petugas medis untuk
segala pengobatan yg menunjang mengakhiri hidup pasien
hidup si pasien ◦Contoh : memberikan obat
◦ Pihak dokter menghentikan segala bertakaran tinggi (over dosis) atau
menyuntikkan obat dgn dosis yg
obat yg diberikan kepada pasien, dapat menyebabkan kematian
kecuali obat untuk mengurangi
rasa sakit atas permintaan pasien
JENIS EUTHANASIA
Dari sudut maksud

1.Euthanasia langsung (direct), artinya tujuan tindakan diarahkan


langsung pada kematian.
2.Euthanasia tidak langsung (indirect), artinya tujuan tindakan tidak
langsung untuk kematian tetapi untuk maksud lain misalnya
meringankan penderitaan.
JENIS EUTHANASIA
Dari sudut motif dan prakarsa
1. Prakarsa dari penderita sendiri
◦ artinya penderita sendiri yang meminta agar hidupnya dihentikan
entah karena penyakit yang tak tersembuhkan atau karena sebab lain.

2. Prakarsa dari pihak luar


◦artinya orang lain yang meminta agar seorang pasien dihentikan
kehidupannya karena berbagai sebab. Pihak lain itu misalnya keluarganya
dengan motivasi untuk menghentikan beban atau belas kasih. Bisa juga,
prakarsa itu datang dari pemerintah karena ideologi tertentu atau
kepentingan yang lain.  PEMICU

DALAM PEMICU : dari cara pelaksanaan nya aktif dan menurut


dari permintaan izinya involunter dari sudut motif nya prakarsa
dari pihak luar
Faktor Euthanasia

Faktor Kemanusiaan
Dilakukan oleh seorang dokter baik atas permintaan pasien atau
keluarganya atau kehendak dokter itu sendiri. Hal ini dilakukan oleh
seorang dokter karena merasa kasihan terhadap penderitaan
pasiennya yang berkepanjangan yang secara medis sulit untuk
dismebuhkan. Dengan demikian seorang dokter mengabulkan
permintaan pasiennya.
Faktor Ekonomi
Euthanasia pasif banyak dilakukan atas permintaan keluarga penderita
yang tidak sampai hati melihat keluarganya terbaring berlama-lama di
rumah sakit. Oleh karena itu mereka memilih membawa pulang pasien
dengan harapan biarlah ia meninggal di tengah familinya
Faktor Euthanasia
Faktor Sosial
Merasa telah membebani keluarga & masyarakat.
Faktor Psikologi
Untuk meringankan penderitaan pasien.
Kurangnya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Faktor finansial
Biaya medis yang tinggi.
LO 2
Definisi euthanasia menurut agama
Sumber

Euthanasia dalam http://www.bbc.c


o.uk/ethics/eutha
Pandangan Agama Hindu nasia/

Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran


tentang karma, moksa dan ahimsa.
Karma adalah suatu konsekuensi murni dari semua jenis kehendak dan
maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau batin
dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah penghalang
“moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi.
Ahimsa adalah prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapa
pun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran
Hindu sebab perbuatan tersebut dapat menjadi faktor yang
mengganggu karena menghasilkan “karma” buruk. Kehidupan manusia
adalah kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang
lebih baik dalam kelahiran kembali.
Sumber

Euthanasia dalam http://www.bbc.c


o.uk/ethics/eutha
Pandangan Agama Budha nasia/

Dalam sudut pandang Buddhis, kasus euthanasia seharusnya tidak boleh


dilakukan karena merupakan suatu pembunuhan yang menyebabkan karma
buruk. Kita harus merawat keluarga kita dengan sekuat tenaga
Melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis
( Panatipata Veramani sikkhapadam samadiyami /bertekad akan melatih
diri menghindari pembunuhan makhluk hidup)
Euthanasia dalam
Pandangan Agama Islam
Euthanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir
al-maut (Aeuthanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan
kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit,
karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si
sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif,
menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti
melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain.
Euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat
khusus, yaitu keadaan dimana seseorang yang tergantung oleh
alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih
dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat
peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Euthanasia dalam
Pandangan Agama Kristen
Pemimpin gereja Kristen mengakui bahwa apabila tindakan
mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf
untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun
bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka
atas pengobatan.
Euthanasia tidak dibenarkan karena menyia-nyiakan pemberian
Tuhan tentang kekudusan hidup.
Dalam alkitab tertulis “Jangan membunuh” (Keluaran 20 : 13)
Seperti yang dikatakan Ayub, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang
mengambil” (Ayub 1 : 21), jadi Tuhan yang menciptakan hidup
manusia (Kejadian 1:27) dan Tuhan juga yang berhak untuk
mengambilnya (Ibrani 9:27), sedangkan manusia tidak berhak atas
nyawa manusia.
Euthanasia dalam
Pandangan Agama Katolik
Gereja tidak akan menolerir tindakan euthanasia dalam
bentuk apapun. Euthanasia, yang secara harfiah
diterjemahkan sebagai kematian yang baik atau
kematian tanpa penderitaan, adalah “Tindakan atau
pantang tindakan yang menurut hakikatnya atau
dengan maksud sengaja mendatangkan kematian, untuk
dengan demikian menghentikan setiap rasa sakit”.
(Declaratio de Euthanasia).
Euthanasia dalam
Pandangan Agama Katolik
Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Euthanasia dalam artinya
yang sesungguhnya dimengerti sebagai sebuah tindakan atau
pengabaian yang dilakukan dengan tujuan untuk menyebabkan
kematian, dengan maksud untuk meniadakan semua
penderitaan…. Sesuai dengan pengajaran Magisterium dari para
pendahulu saya, dan dalam persekutuan dengan para uskup
Gereja Katolik, saya menegaskan bahwa euthanasia adalah
pelanggaran yang berat terhadap hukum Tuhan, sebab hal
tersebut merupakan pembunuhan seorang manusia secara
disengaja dan secara moral tidak dapat dibenarkan. Ajaran ini
berdasarkan hukum kodrat dan sabda Allah yang tertulis, yang
diteruskan oleh Tradisi Suci Gereja, dan diajarkan oleh
Magisterium Gereja” (Evangelium Vitae 65).
LO 3
Aplikasi dari euthanasia menurut
ajaran agama
Aplikasi dari euthanasia menurut
ajaran agama
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak
ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk
memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.
Pernyataan menurut ahli ahli agama secara tegas melarang
tindakan euthanasia, apapun alasannya.
Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan
kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang
menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan
bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan
Tuhan.
Kesimpulan:

Semua agama melarang tindakan euthanasia.


Islam  Euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang
sangat khusus, yaitu keadaan dimana seseorang yang tergantung
oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih
dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat
peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
LO 4
Euthanasia dari sudut pandang
etika kedokteran
Euthanasia aktif & pasif dilihat dalam
Kode Etik kedokteran Indonesia
 Euthanasia aktif merupakan suatu tindakan yang dilarang sesuai dengan
Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012
◦ Pasal (11): “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani.”
◦ Pasal (2) : “Seorang dokter dilarang terlibat atau melibatkan diri ke
dalam abortus, euthanasia, maupun hukuman mati yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan moralitasnya.”

Euthanasia pasif dibolehkan jika dapat dibuktikan dengan tepat


dan akurat berbagai ketentuan yang ada.
◦ contoh: penyakit tersebut memang tidak dapat disembuhkan lagi
(upaya medis tidak ada gunanya lagi jika pengobatan itu diteruskan).

Sumber:
Lafal Sumpah Dokter Indonesia (LSDI)
◦Lafal sumpah Indonesia yaitu sebagai berikut.
◦Demi Allah saya bersumpah, bahwa:

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan


perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang
terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat
dan tradisi luhur profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena keprotesian saya.
5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter
saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan
perikemanusiaan, sekalipun diancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insane mulai dari
saat pembuahan.
Lafal Sumpah Dokter Indonesia (LSDI)
Lafal sumpah Indonesia yaitu sebagai berikut.
Demi Allah saya bersumpah, bahwa:

7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan


memperhatikan kepentingan masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
gender, politik, kedudukan social dan jenis penyakit dalam menunaikan
kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan member kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan
terimakasih yang selayaknya.
10.Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara sekandung.
11.Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
12.Saya akan ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya.
NASKAH SUMPAH HIPPOKRATES ASAS ETIKA MEDIS
1 Saya akan menetapkan aturan diet untuk kebaikan yg sakit -Asas berbuat baik
sesuai dgn dan penilaian saya; saya akan menjaga mereka -Asas tdk menimbulkan
thdp cidera dan ketidakadilan mudharat
2 Saya tdk akan memberikan obat yg mematikan kpd Asas menghormti hidup
siapapun jika diminta,sy juga tdk akan mengajukan saran manusia
ttg itu.
Demikian jg sy tdk akan memberikan kpd perempuan obat
utk tjdnya keguguran. Dalam kemurnian dan kesucian sy
akan menjaga hidup dan seni saya
3 Saya tdk akan menggunakan pisau, jg tdk pd penderita Asas menyadari
batu, tp sy menarik diri dan menyerahkan pekerjaan kpd keterbatasan diri sendiri
org-org yg memang bisa melakukannya
4 Di rumah manapun sy berkunjung, sy dtg utk kebaikan yg Asas
sakit, menjauhkan diri dari semua ketidakadilan yg beneficence,berakhlak
disengaja, dari semua perbuatan jahat dan khusus dan berbudi luhur
hubungan kelamin dgn perempuan maupun laki-laki,
apakah mereka org-org bebas atau budak belian
5 Apapun yg sy lihat atau dengar selama menjalankan Asas menjaga
pengobatan atau yg berhubungan dgn hidup orang, yg dgn kerahasiaan pasien
alasan apapun tdk boleh diumumkan, akan sy simpan utk
sy sendiri karena hal-hal itu memalukan utk dibicarakan
LO 5
Euthanasia dari sudut pandang
hukum
Indonesia
Euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum.
Peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344
Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa
"Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata
dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun".
Pengaturan pasal-pasal 338, 340, dan 359 KUHP yang juga dapat
dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan
eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku
di Indonesia tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa
pun.
◦KUHP 338 : “Barang siapa dengan sengaja merampas
nyawa orang lain,diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama 15 tahun”.

◦KUHP 340 : “Barang siapa dengan sengaja dan dengan


rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama 20 tahun”.

◦KUHP 359 : “Barang siapa karena kesalahannya


(kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun atau pidana kurungan paling
lama 1 tahun”.
Kasus Hasan Kusuma
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada
tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami
bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya
yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama
2 bulan dan di samping itu ketidakmampuan untuk menanggung
beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan
ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah
satu contoh bentuk eutanasia yang di luar keinginan pasien.
Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi
terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan
dalam pemulihan kesehatannya.
Belanda
10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan
eutanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1
April 2002  negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik
eutanasia.
Pasien-pasien yg mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan,
diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia"
dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67,
November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap
dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan
dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah
ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan
rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan
dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat
pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan
bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama.
Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut
"Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal).
Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan
Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga
harus ditarik kembali.
Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di
Amerika.
Satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara
eksplisit mengizinkan pasien terminal (ps yg tdk mungkin lagi
disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian
Oregon, yg pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan
dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang
kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act).
Lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup
Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung
dilakukannya eutanasia.
Amerika
Syarat-syarat yg diwajibkan:
◦Ps terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh
diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan
◦Keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali
secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara
tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan
keluarga dengan pasien).
◦Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit
dan prognosis serta memastikan bahwa ps dlm mengambil keputusan itu tidak
berada dalam keadaan gangguan mental.
◦Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk
mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang
dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga
simpanan hari tuanya.
Kasus Seorang Wanita New Jersey
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada
tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu
pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan
zat psikotropika secara berlebihan. Oleh karena tidak tega melihat
penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter
menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan
ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama
permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding
permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31
Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat
bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan
tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal
akibat infeksi paru-paru (pneumonia).
Belgia
Negara ketiga yang melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan
negara bagian Oregon di Amerika).
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir
September 2002.
Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan
salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut
menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara
jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak
penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan
saat-saat akhir hidupnya.
Swiss
Obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga
negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan
memintanya sendiri.
Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan
sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa
"membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan
suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata
untuk kepentingan diri sendiri."
Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin
untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang
dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.
Kasus BBC
Seorang warga Swiss bunuh diri dibantu medis atau euthanasia. Disaksikan
keluarganya, ia menenggak obat mematikan di satu klinik di Swiss. Proses menuju
kematian itu, disiarkan oleh televisi BBC. Kontroversi pun sontak merebak. Nama pria
itu adalah Peter Smedley berusia 71 tahun dan sedang sakit parah yang tak mungkin
disembuhkan lagi. Pemilik hotel ini pun memutuskan untuk mengakhiri penderitaan
itu dengan cara meminum obat mematikan. Niatnya itu bisa terlaksana karena di
negaranya, Swiss, euthanasia tidak terlarang. Ia pun meminta dokter di satu klik
bernama Dignitas memberikan obat mematikan, barbituates. Entah bagaimana dia
memberikan izin kepada Sir Terry Pratchett, pembawa acara Terry Pratchett: Choosing
To Die, untuk merekam momen terakhirnya saat meminum racun. Itu terjadi sebelum
Natal tahun lalu. Dalam gambar yang ditayangkan di BBC, sang pasien, Smedley,
didampingi dokter dari klinik dan istrinya Christine. Dalam hitungan detik, ia
meninggal di kursinya. Segera setelah tayangan itu, debat panas muncul di Twitter,
media sosial lainnya serta media cetak membuat BBC dijuluki 'pemandu sorak'
euthanasia. Warga pun menulis pengaduannya pada Dirjen Mark Thompson dan
Kepala BBC Lord Patten mengenai acara itu. Warga menganggap acara ini 'tak pantas'.
Jepang
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian
pula Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur
mengenai eutanasia tersebut.
Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962
yang dapat dikategorikan sebagai "eutanasia pasif" ( 消 極 的 安 楽 死 , shōkyokuteki
anrakushi)
Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai university pada tahun
1995 yang dikategorikan sebagai "eutanasia aktif " ( 積 極 的 安 楽 死 , sekkyokuteki
anrakushi)
Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka
hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh
dilakukan secara legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua
kasus tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang
melakukannya akan dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya.
Oleh karena keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka
keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi,
namun meskipun demikian saat ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara
guna melaksanakan eutanasia.
Korea
Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia
di Korea, namun telah ada sebuah preseden hukum (yurisprudensi)yang di
Korea dikenal dengan "Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter
yang didakwa mengizinkan dihentikannya penanganan medis pada seorang
pasien yang menderita sirosis hati (liver cirrhosis) atas desakan keluarganya.
Polisi kemudian menyerahkan berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut
dengan diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan tidak
bersalah. Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata
dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif.
Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada kasus tertentu dari
penghentian penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan
eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien terminal meminta
penghentian dari perawatan medis terhadap dirinya.
LO 6
Oknum / orang yang beperan dalam
tindakan euthanasia
Yang Berhak Memberikan Persetujuan Terhadap
Tindakan Medis Dokter
Pasal 8 Permenkes No. 85/1989

1. Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam


keadaan sadar dan sehat mental
2. Pasien dewasa sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah
yang telah berumur 21 tahun atau telah menikah
3. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai
orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir, persetujuan
(Persetujuan Tindakan Medis) atau Penolakan Tindakan Medis
diberikan oleh mereka yang menurut urutan hak sebagai
berikut:
a) Ayah/ ibu adopsi
b) Saudara-saudara kandung
c) Induk semang
Selanjutnya Pasal 9 Permenkes No. 585/1989,
Menyatakan:
1. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan
(curatele) persetujuan diberikan:
a. Wali
b. Curator

2. Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental.


Persetujuan Tindakan Medis atau Penolakan Tindakan
Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut:
a. Ayah/ ibu kandung
b. Wali yang sah
c. Saudara-saudara kandung
3. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua,
persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan
oleh mereka menurut urutan hal tersebut
a. Suami/ isteri
b. Ayah/ ibu kandung
c. Anak-anak kandung
d. Saudara-saudara kandung
LO 7
Peran Dokter yang Etis &
Beragama Terhadap Kasus
Euthanasia
Berikut ini adalah beberapa penanganan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi masalah euthanasia :
1. Penelitian yang berkelanjutan pada pasien koma atau
kritis
2. Melakukan tindakan medis dengan treatment yang
tepat
3. Penanganan profesional terus dilakukan
4. Mempertimbangkan nilai-nilai moralitas, pasien
merupakan manusia yang bermartabat yang perlu ditangani
secara manusiawi
5. Pelayanan manusiawi secara emosional dan spiritual.
LO 8
Solusi / pandangan yang
dianggap tepat terhadap
pemicu
Solusi
Untuk dokter
Mengajukan peringanan biaya perawatan rumah sakit,
menyarankan keluarganya agar meminta surat keterangan
miskin, dsb.
Memberikan saran kepada keluarga agar pasien tetap
dirawat di Rumah Sakit dengan menganjurkan mencari
bantuan terhadap pihak-pihak terkait
Melakukan Komunikasi, Memberikan Informasi dan Edukasi
terhadap keluarga pasien mengenai keadaan pasien
Konsultasi dengan teman sejawat mengenai apa yang harus
dilakukan pada pasien dan meminta keluarga pasien
mencari second opinion dari dokter lain
Untuk pihak keluarga pasien
Pihak keluarga meminta bantuan atau keringanan kepada
pihak-pihak terkait :
1.Rumah Sakit
2.Pemerintah daerah (surat keterangan tidak mampuh)
3.Jamkesmas
4.Mencari donatur sukarela (dokter dan masyarakat umum)
Keluarga perlu diberi dorongan secara psikologis sehingga
keluarga dapat memilih jalan terbaik bagi anggota
keluarganya yang sedang sakit. Dorongan psikologis ini
dapat diberikan oleh dokter maupun tokoh agama
Untuk pasien
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa
Tidak mudah menyerah dalam menghadapi cobaan
hidup
Tidak berfikir sebagai beban keluarga & masyarakat
Kesimpulan
Telah dipeljari definisi dan jenis euthanasia, contoh-
contoh kasus euthanasia, pandangan agama, hukum,
etika kedokteran tentang euthanasia, faktor penyebab
euthanasia
Menurut pandangan Agama, Hukum, etika, euthanasia
aktif dilarang
Euthanasia diperbolehkan di negara tertentu seperti
Belanda, belgia, swiss, luksemburg, beberapa negara
bagian di Amerika (Oregon dan Washington)

54
Daftar Pustaka
Kartono Muhammad, Euthanasia dipandang dari etika
kedokteran, (Jakarta: SInar Harapan, 1984), hal. 6
Syamsul Hadi, SH. EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN
ETIKA KEDOKTERAN
http://www.katolisitas.org/12744/apa-pandangan-gereja-katolik-tentang-euthanasia
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2235/pengaturan-euthanasia-
di-indonesia
http://www.katolisitas.org/12744/apa-pandangan-gereja-katolik-tentang-
euthanasia
https://deaherfianagustin.wordpress.com/2012/12/21/eutanasia/
http://repository.uin-suska.ac.id/2676/4/BAB%20III.pdf
Akademi Kepausan untuk Hidup: Hormat Terhadap Martabat Orang yang Sedang
Meninggal (Seri Dokumentasi Gerejawi no. 74) diterjemahkan oleh Piet Go. Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005

Anda mungkin juga menyukai