Anda di halaman 1dari 33

Serba Salah

Pemicu 5
Kelompok 10
30 Mei 2016
Kelompok 10
Tutor : dr. Zita
Ketua : Giano F. Rumbay (405150023)
Sekretaris : Regina Cristine M (405150036)
Penulis : Diana Putri Subroto (405150165)
Anggota :
Anastasia Claudya (405150025)
Maisie Thalia (405150034)
Ricky Andhika P (405150080)
Priska Bonnie Widiyanti (405150084)
Andre Jonathan Samuel G (405150098)
Caroline Surjadi (405150123)
Cindy Putri (405150147)
Mila Rizki Adila (405150164)
Diona Ossy Wahyuni (405150188)
Pemicu
Serba Salah
Seorang dokter diancam akan dituntut oleh keluarga pasien yang pernah dirawat inap di
sebuah RS. Keluarga menganggap dokter tidak melakukan tindakan medis apa pun
ketika pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri dan akhirnya meninggal dunia. Pasien
tersebut terdiagnosis kanker lambung sejak 2 bulan sebelum dirawat di RS dan sudah
mengalami metastasis ke organ lain.

Setelah mengetahui penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dalam proses


pengobatan memerlukan banyak biaya, pasien meminta dokter untuk melakukan
eutanasia terhadap dirinya. Dokter menolak melakukannya. Pasien mencoba lagi
dengan meminta dokter untuk tidak melakukan tindakan resusitasi bila suatu saat ia
tidak sadarkan diri. Dokter pun meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan
bila tidak mau diresusitasi. Keluarga pasien yang tidak mengetahui hal tersebut marah
kepada dokter karena dianggap sudah menelantarkan pasien. Dokter kemudian
menjelaskan dan memberikan bukti surat pernyataan dari pasien sendiri. Keluarga
pasien tetap tidak terima dan menuduh dokter membantu pasien melakukan eutanasia.

Apa yang dapat Anda pelajari dari pemicu


Learning Objectives
1. MM. Definisi, Jenis, dan Prosedur Eutanasia
2. MM. Pandangan Agama ttg Eutanasia
3. MM. Pandangan Etika kedokteran ttg Eutanasia
4. MM. Pandangan Hukum ttg Eutanasia
5. MM. Solusi dan penerapan dalam pemicu
LO 1
MM. Definisi, Jenis dan Prosedur
Pengertian Euthanasia
 Dalam bahasa Yunani, eu  baik dan thanatos  kematian.

 Secara terminologi kedokteran, euthanasia  tindakan


memudahkan kematian atau mengakhiri hidup seseorang dengan
sengaja tanpa rasa sakit,karena kasihan untuk meringankan
penderitaan si sakit. Tindakan ini dilakukan kepada penderita
penyakit yang tidak memiliki harapan untuk sembuh.(Setiawan
Budi Utomo, 2003:176).

 Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan


tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam
bukunya “Vita Caesarum” mengatakan bahwa euthanasia berarti
“mati cepat tanpa derita.”

 Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk


penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi
yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter
atau tenaga medis.
Jenis jenis euthanasia
Dilihat dari orang yang membuat keputusan.
Euthanasia dibagi menjadi:

 Voluntary euthanasia: jika yang membuat keputusan


adalah orang yang sakit

 Involuntary euthanasia: jika yang membuat keputusan


adalah orang lain seperti pihak keluarga atau dokter
karena pasien mengalami koma medis.
Menurut cara pelaksanaan
1. Euthanasia aktif:
 Tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.
 Misalnya, memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh
pasien.

2. Euthanasia pasif:
 Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien.
 Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan
dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia
berat, dan melakukan kasus malpraktik.
 Disebabkan ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien, secara tidak langsung medis
melakukan euthanasia dengan mencabut peralatan yangmembantunya untuk
bertahan hidup.

3. Autoeuthanasia:
 Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadaruntuk menerima perawatan medis
dan ia mengetahui bahwa itu akanmemperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan
penolakan tersebut, ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan).
 Autoeuthanasia pada dasarnya adalah euthanasia atas permintaan sendiri (APS).
Menurut Tujuan
1. Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing).
2. Eutanasia hewan.
3. Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah
bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela.
Berdasarkan pemicu

1. Berdasarkan dari sudut cara atau bentuk kasus pada pemicu


termasuk jenis euthanasia pasif & auto-euthanasia karena
disebutkan bahwa pasien meminta dokter untuk tidak melakukan
resusitasi bila suatu saat ia tidak sadarkan diri

2. berdasarkan sudut maksud termasuk euthanasia indirect


karena pasien ingin di euthanasia dengan sebab penyakitnya tdk
dapat di sembuhkan dan dalam proses pengobatan memerlukan
biaya banyak

3. Dari sudut otonomi penderita termasuk incompetent karena


penderita sadar & dapat menyatakan pendapat
4. Dari sudut motif prakarsa termasuk prakarsa dari penderita sendiri
karena penderita sendiri yang meminta agar hidupnya dihentikan

5. Dari sudut pemberian izin termasuk euthanasia secara sukarela


karena dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri
Prosedur Eutanasia Di Belanda

• Negeri Belanda menganut “active Euthanasia” artinya secara hukum


permohonan seseorang yang kompeten untuk mengakhiri hidupnya
dapat dikabulkan.

• Berdasarkan Dutch Penal Codes Article 293, 294 kegiatan euthanasia


atau “assisted suicide” dilindungi oleh hukum dengan beberapa
panduan yang ditetapkan oleh pengadilan di Rotterdam tahun 1981
sbb:
1. Pasien harus dalam kondisi nyeri yang tidak tertahankan. Pasien harus dalam keadaan
sadar.

2. Permintaan mengakhiri hidup harus dilakukan secara sukarela.

3. Pasien harus diberikan alternatif selain euthanasia dan diberi waktu sebelum euthanasia
dilakukan.

4. Tidak ada lagi solusi logis yang bisa dijalani.

5. Kematian pasien tidak menimbulkan penderitaan yang tidak diinginkan bagi yang lain.

6. Harus ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan euthanasia.

7. Hanya dokter yang dapat melakukan euthanasia terhadap pasien.

8. Pendekatan yang baik harus dijalani


LO 2
MM. Pandangan Agama Tentang
Eutanasia
Menurut Agama Islam
• Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak
tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang
dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66;
2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam
meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara
eksplisit melarang bunuh diri.

• "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna


langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan
demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim
lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.

• Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan
tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif
maupun negatif.
Menurut Agama Katolik

• Dalam dokumen Gaudium et Spes (GS art. 27) yang dibuat pada Konsili
Vatikan II dikatakan bahwa Gereja dengan tegas menolak tindakan
eutanasia karena hal itu berlawanan dengan kehidupan itu sendiri.

• Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa euthanasia merupakan


tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu: "Belas
kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung penderitaan
sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya
tidak dapat kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66)
Menurut Agama Kristen
• Iman Kristen, secara tegas menolak euthanasia (entah suntik mati
atau bunuh diri berbantuan).

• Alasannya adalah bahwa Tuhanlah yang memberikan kepada


manusia nafas kehidupan (Kej 2:7), maka Tuhan jugalah yang berhak
memanggilnya kembali.

• Pkh 3:2, Ibr 9:27  ada saatnya ketika penggunaan sarana tidak
alami merupakan penghindaran, bukan pertolongan, kepada proses
kematian alami yang berada di tangan Kedaulatan Allah. Menunda
kematian ketimbang mempertahankan hidup.

• Kej 2:16-17, Rm 5:12  Allah menetapkan kalau semua orang harus


mati

• Mzm 90:10  Dia menyatakan bahwa ada batasan hidup alami

• Upaya yang luar biasa melawan batasan yang ditetapkan Allah atas
kefanaan kita sesungguhnya berarti melawan Allah
Menurut Agama Hindu
• Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran
tentang karma, moksa dan ahimsa.

• Karma adalah suatu konsekuensi murni dari semua jenis kehendak dan
maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau batin dengan
pikiran kata-kata atau tindakan.

• Akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah penghalang


“moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi.

• Ahimsa adalah prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapa pun
juga.

• Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu
sebab perbuatan tersebut dapat menjadi faktor yang mengganggu karena
menghasilkan “karma” buruk. Kehidupan manusia adalah kesempatan
yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam
kelahiran kembali.
Menurut agama Buddha
• Kematian  bukan akhir dari penderitaan, tapi adalah penderitaan itu sendiri.

• 5 syarat perbuatan dikatakan sbg pembunuhan:


1. Adanya makhluk hidup
2. Meengetahui bahwa makhluk itu hidup
3. Berniat membunuh makhluk hidup itu
4. Melakukan tindakan pembunuhan
5. Makhluk hidup itu mati karena tindakan itu

• Eutanasia = membunuh  melanggar Sila pertama Pancasila Buddhis (Aku


bertekad melatih diri menghindari pembunuhan)

• Akibat: Dalam Majjhima Nikaya 135


• “Seorang pria/wanita yang membunuh makhluk hidup, bersikap kejam dan
gemar memukul serta membunuh, tanpa memiliki belas kasihan kpd makhluk
hidup, maka akibat dari perbuatan yang ia lakukan dapat membawanya ke
alam rendah/neraka yang penuh dengan kesedihan & penderitaan. Apabila
terlahir kembali sbg manusia, dimana saja ia bertumimbal lahir, maka umurnya
tidak akan panjang.”
LO 3
MM. Pandangan Etika Kedokteran ttg
Eutanasia
• Euthanasia berdasarkan KODEKI dan LSDI
Euthanasia jika dipandang dari Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) dan Lafal Sumpah Dokter
Indonesia (LSDI) hingga saat ini tidak dapat diterima.
Hal ini berdasarkan pada KODEKI pasal 1 dan pasal
7d, serta dalam LSDI nomor 1, 5, 6, 8, dan 11.
• Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Pasal 1
• Setiap dokter harus menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 7d
• Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Lafal Sumpah Dokter Indonesia (LSDI)
Lafal sumpah Indonesia yaitu sebagai berikut.
saya bersumpah, bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan.
5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya
untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan,
sekalipun diancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insane mulai dari saat
pembuahan.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan social dan
jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
Sumpah Hiprokates:
Saya akan menggunakan pengobatan untuk
menolong orang sakit sesuai kemampuan
dan penilaian saya, tetapi tidak akan pernah untuk
mencelakai atau berbuat salah dengan sengaja.Tidak
akan saya memberikan racun kepada siapa pun bila
diminta dan juga tak akan saya sarankan hal seperti
itu

Dengan demikian, bila dipandang dari aspek KODEKI dan LSDI


maka kasus yang terdapat dalam skenario ini tidak
dibenarkan.
LO 4
MM. Pandangan Hukum tentang
Eutanasia
Hukum di Indonesia

• Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan


yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-
undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359.

• Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dari ketentuan tersebut, ketentuan


yang berkaitna langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344
KUHP.
Pasal 344 KUHP (euthanasia aktif atas permintaan pasien)
• barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
• Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal
dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.

Pasal 338 KUHP (euthanasia aktif tanpa sikap dari pasien)


• barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum
karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP (euthanasia aktif tanpa permintaan pasien)


• Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan
direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-
lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua
puluh tahun.
Pasal 359
• Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang,
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan
selama-lamanya satu tahun.
• Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang
mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati
menghadapi kasus euthanasia.

Pasal 345
• Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk
membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau
memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.
• Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tidakan
euthanasia dalam skenario ini, maka dokter dan keluarga yang
memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat
dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.
Hukum Diberbagai Negara
1. Belanda-legal
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang
mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku
sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara
pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia.

2. Belgia-legal
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada akhir September
2002

3. Amerika negara bagian Oregon-legal


Euthanasia dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini
satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit
mengizinkan pasien terminal (pasien yang tidak mungkin lagi
disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, pada
tahun 1997 (Oregon Death with Dignity Act)

4. Jepang-legal
Keputusan hakim dalam suatu kasus telah membentuk suatu kerangka
hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif
boleh dilakukan secara legal.
5. India-Ilegal
Di India euhtanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai
larangan eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama
pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC)
tahun 1860.

6. Swiss Ilegal
“Membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan
melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri.“

7. Republik Ceko Ilegal


Di Republik Ceko euthanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan
berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari
rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

8. Inggris Ilegal
Saat ini euthanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di
kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda dan Belgia).
Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical
Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk
apapun juga.

9. China Ilegal
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum.
LO 5
MM. Solusi
• Untuk pasien seharusnya bisa memikirkan kembali jalan keluarnya tanpa harus
melakukan auto-euthanasia, bisa dirundingkan kembali bersama keluarga dan dokter.
Pasien perlu juga mengingat akan Tuhan-nya yang merupakan pemberi dan sumber
kehidupan bahwa manusia tidak berhak untuk menentukan hidup dan mati.

• Untuk keluarga seharusnya bisa mengantisipasi adanya euthanasia seperti


memberikan nasihat kepada penderita sebelum terpikirkan adanya perbuatan auto-
euthanasia, lalu memberitahu kepada dokter bahwa jangan melakukan euthanasia
terhadap pasien walaupun dengan bujukan pasien. Jika beban pengobatan di rasa
berat keluarga bisa menyarankan atau mendaftarkan pasien dalam program BPJS
agar meringankan beban pengobatan. Pihak keluarga juga tidak dapat disalahkan atas
penggugatannya kepada pihak dokter karena dari segi etika, hukum, dan agama juga
tidak membenarkan adanya tindakan euthanasia dalam bentuk apapun di Indonesia

• Untuk dokter sebaiknya mempertimbangkan aspek agama, etika, dan hukum dengan
euthanasia. Dokter harus memikirkan dampak kedepan untuk dirinya, pasien serta
keluarga pasien, tidak boleh dengan secara sepihak memutuskan tindakan. Jika dokter
tersebut melakukan euthanasia, dokter bisa saja di tuntut secara hukum oleh pihak
keluarga dengan pasal berlapis karena memang hukum di Indonesia tidak
membenarkan perbuatan euthanasia.
Kesimpulan

Euthanasia (walaupun atas kemauan pasien


ataupun permintaan keluarga pasien) tetap
harus dipertimbangkan dengan matang, dari sisi
agama, etika, hukum, psikologis, ekonomi,
keluarga, dll. Jikapun memang akan dilakukan
euthanasia, harus dilakukan informed consent
pada seluruh anggota keluarga yang
bersangkutan agar nantinya dokter tidak
dituntut.
 Etika Biomedis K. Bertens Seri Filsafat Atma Jaya
: 29 Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam
Tantangan Zaman Chrisdiono M. Achadiat
 Rachels, James. The End of Life: Euthanasia.
New york: Oxford University Press, 1986
 Emanuel, Ezekiel J. 2004. “The History of
Euthanasia debates in the United States and
Britain” in Death and Dying.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai