Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan
yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan
berbagai permasalahannya, serta diakhiri dengan kematian. Dari proses siklus
kehidupan tersebut, kematian merupakan salah satu yang masih mengandung
misteri besar dan ilmu pengetahuan belum berhasil menguaknya. Untuk dapat
menentukan kematian seseorang sebagai individu diperlukan kriteria diagnostik
yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan adalah merupakan hak dari
Tuhan. Tak seorangpun yang berhak menundanya sedetikpun, termasuk
mempercepat waktu kematian. Tetapi bagaimana dengan hak pasien untuk mati
guna menghentikan penderitaannya. Hal itulah yang masih menjadi pembahasan
hangat di Indonesia.
Hak pasien untuk mati, yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia,
sudah kerap dibicarakan oleh para ahli. Namun masalah ini akan terus menjadi
bahan perdebatan, terutama jika terjadi kasus-kasus menarik.
Untuk itulah masalah skenario pertama mengenai kasus euthanasia sangat
menarik untuk dibahas.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Euthanasia
2. Untuk mengetahui bagaimana Euthanasia di Indonesia
2. Menambah wawasan tentang isu Euthanasia

C. Manfaat
Mampu menerapkan dan melaksanakan peran sebagai perawat dan apa saja yang
seharusnya dilakukan oleh seorang perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
pengambilan keputusan mengenai masalah Euthanasia.

BAB II
GAMBARAN UMUM

1. PENGERTIAN
Euthanasia berasal dari kata Eu yang artinya baik dan thanatos yang artinya kematian.
Bisa diartikan bahwa Euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia
melalui cara yang tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang
minimal. Biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

2. EUTHANASIA DI INDONESIA
Apakah hak untuk mati dikenal di Indonesia? Indonesia melalui pasal
344 KUHP jelas tidak mengenal hak untuk mati dengan bantuan orang lain.
Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak azasi manusia,
hak yang mengalir dari “hak untuk menentukan diri sendiri” (the right of self
determination/TROS) sehingga penolakan atas pengakuan terhadap hak atas
mati, adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia yang tidak dapat
disimpangi oleh siapapun dan menuntut penghargaan serta pengertian yang
penuh pada pelaksanaannya. Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan
euthanasia dalam tiga arti:
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan,
buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan
memberi obat penenang.
3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri maupun keluarganya.

3. JENIS- JENIS EUTHANASIA


Dari penggolongan Euthanasia, yang paling praktis dan mudah
dimengerti adalah:
a. Euthanasia aktif
Tindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
Merupakan tindakan yang dilarang, kecuali di negara yang telah
membolehkannya lewat peraturan perundangan.
b. Euthanasia pasif
Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak lagi
memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien,
misalnya menghentikan pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu
nafas, atau menunda operasi.
c. Auto euthanasia
Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima
perawatan medis dan dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek
atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah
codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia
pasif atas permintaan.

4. SYARAT-SYARAT DILAKUKANNYA EUTHANASIA


Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:
a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sedang
sakit dan tidak dapat diobati misalnya kanker.
b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil dan
tinggal menunggu kematian.
c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya
hanya dapat dikurangi dengan pemberian morfin.
d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah
dokter keluarga yang merawat pasien dan ada dasar penilaian dari dua
orang dokter spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan
euthanasia.

5. ISU ETIK

Euthanasia masih seringkali dijadikan sebuah topik perdebatan diantara banyak orang,
terutama karena euthanasia sangat bersangkutan dengan etika. Sebagian orang yang pro
kepada tindakan euthanasia berpendapat bahwa euthanasia merupakan tindakan yang mulia
karena dapat mengangkat penderitaan berat yang dialami oleh pasien tersebut.
Secara garis besar, sebagian orang yang pro kepada euthanasia berargumentasi bahwa
euthanasia memberi kesempatan untuk menghormati hak kebebasan untuk membuat sebuah
keputusan serta menghilangkan rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh pasien itu
sendiri. Orang-orang ini berpendapat bahwa pasien seharusnya diberi kebebasan untuk
memilih jalan hidup mereka, yang juga berarti memilih untuk bertahan hidup atau mati.
Menurut etika yang dikaitkan dengan agama, euthanasia jelas tidak sesuai dengan norma-
norma atau aturan yang berlaku. Agama Islam melarang euthanasia atas dasar termasuk
dalam kategori pembunuhan secara sengaja.
Selain dari segi etika agama, sama pentingnya adalah untuk membahas euthanasia dari segi
etika kedokteran. Dapat dikatakan bahwa euthanasia merupakan perilaku yang melanggar
etika kedokteran. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kutipan dari Hippocrates, yang
merupakan salah satu orang yang paling berpengaruh dalam dunia medis dan seringkali
disebut sebagai Bapak Kedokteran.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Euthanasia merupakan menghilangkan nyawa orang atas permintaan dirinya sendiri.
Aturan mengenai masalah ini berbeda- beda di tiap- tiap Negara dan seringkali
berubah seiring dengan perubahan norma- norma budaya. Di beberapa Negara
euthanasia dianggap legal tetapi di Indonesia tindakan euthanasia tetap dilarang
karena tidak ada dasar hukum yang jelas. Sebagaiman tercantum dalam pasal KUHP
338, pasal 340, pasal 344, pasal 355 dan pasal 359.
Euthanasia ini ditentang untuk dilakukan atas dasar etika, agama, moral dan legal dan
juga pandangan bahwa apabila dilegalisir euthanasia dapat disalahgunakan.

- Sebagai perawat berperan dalam memberikan advokasi. serta sebagai counselor


yaitu membela dan melindungi pasien tersebut untuk hidup dan menyelamatkan
jiwanya dari ancaman kematian. Perawat diharapkan mampu memberikan pengarahan
dan penjelasan kepada keluarga pasien bahwa pasien berhak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang optimal dan tidak melakukan euthanasia. Menyarankan
kepada keluarga untuk mencari alternative jalan keluar dalam hal mencari sumber
biaya yang lain, menjadi jembatan penghubung diantara dokter, tenaga kesehatan lain
dan keluarga sehingga keluarga akan mendapatkan informasi yang sejelas- jelasnya
tentang kondisi pasien, seberapa besar kemungkinan untuk sembuh dan berapa besar
biaya yang telah dan akan dikeluarkan. Memberikan pertimbangan- pertimbangan
yang positif pada keluarga dalam hal pengambilan keputusan untuk membawa pulang
pasien Ny. T atau dilakukannya euthanasia pasif. Perawat tetap memberikan
perawatan pada pasien, pemenuhan kebutuhan dasar pasien selama perawatan di ICU.
Dan membantu keluarga dalam hal permohonan atau peringanan biaya perawatan
Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/nabilaathooyaa8029/5d5a9dc60d82303f227f67d2/isu-
kedokteran-euthanasia?page=all

Billy, N. 2008. Aspek Hukum dalam Pelaksanaan Euthanasia di Indonesia.


Tersedia:http//www.hukum_kesehatan.web.id. diakses tanggal 14 Oktober 2011
Fadli, Ahmad. 2000. Euthanasia dalam Medis dan Hukum Indonesia.

Tersedia:Hukum_kesehatan.web.id. teknosehat in biotik dan bio hukum. Diakses tanggal 14


Oktober 2011
Hanafiah, Jusuf dan Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Edisi 3. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai