PENDAHULUAN
seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter dihadapkan
pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak dan jika sudah
menolong jiwa seorang pasien, padahal jika dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa
dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan
kedalam tiga jenis yaitu Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses
alamiah; Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar, dan Euthanasia,
adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter,
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini
dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga denagn hal demikian akan muncul yang
mendukung sedasi paliatif, dimana pasien yang sakit parah disimpan dalam keadaan
koma sementara keputusan yang dapat mempersingkat hidup mereka dibuat, seperti
bahwa sedasi paliatif, yang tidak melibatkan kewajiban pelaporan yang sama seperti
euthanasia tidak, tidak harus menjadi "jalan pintas" nyaman untuk mengakhiri kehidupan
seseorang yang sedang sekarat. Pemerintah penelitian baru yang disponsori yang
mengevaluasi efek dari hukum euthanasia 2002 menunjukkan bahwa jumlah kasus
euthanasia jatuh dari 3500 (2,6% dari kematian) pada 2001-2325 (1,7%) pada tahun
2005. Sebaliknya jumlah kasus sedasi paliatif meningkat dari 8500 (5,6%) menjadi 9700
(7,1%). Jumlah permintaan untuk bunuh diri dan euthanasia dibantu jatuh 9700-8400.
Hukum Belanda membutuhkan dokter untuk melaporkan euthanasia kepada komite yang
menilai apakah persyaratan hukum telah dipenuhi. Pasien harus mengalami penderitaan
putus asa dan tak tertahankan dan telah membuat permintaan sukarela untuk euthanasia,
Para peneliti, yang mempertanyakan dokter tentang lebih dari 5000 kematian,
menyimpulkan bahwa hukum 2002 telah lebih atau kurang mencapai tujuannya untuk
menciptakan kepastian hukum dan transparansi yang lebih besar dan kontrol dan
meningkatkan kualitas pelayanan. Pelaporan kasus telah meningkat tajam, dari 54%
menjadi 80%. Sebagian besar kasus dilaporkan melibatkan penggunaan morfin, dan
dokter tidak menganggap tindakan mereka akan selalu Para peneliti menggunakan
jawaban kuesioner rahasia untuk memperkirakan jumlah kasus tidak dilaporkan "ending
hidup.".
Euthanasia masih hangat diperbincangkan sampai saat ini. Mulai dari sudut
pandang etik sampai sudut pandang berbagai agama di Indonesia. Euthanasia menurut
sebagian besar orang masih dianggap tabu dan menyalahi aturan atau etik yang ada. Di
lihat dari sudut pandang agama pun Euthanasia memang masih diperdebatkan oleh para
pemuka agama di Indonesia. Para pemuka agama ini biasanya memperdebatkan tentang
Euthanasia Aktif. Euthanasia Aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses kematian,
Sedangkan kategori yang kedua di sebut Euthanasia Pasif. Euthanasia Pasif ini adalah
suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma),
karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup,
dilakukan oleh seorang dokter karena merasa kasihan terhadap penderitaan pasiennya
yang berkepanjangan yang secara medis sulit untuk disembuhkan. Di sini dokter tersebut
pasien. Sedangkan faktor yang kedua adalah Faktor Ekonomi . Maksud dari faktor ini
adalah Euthanasia dilakukan karena faktor ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan
apabila pasien terlalu lama dirawat dirumah sakit. Jadi pada kasus ini keluarga pasien
memang sudah tidak mampu menanggung biaya rumah sakit karena pasien sudah terlalu
lama dalam masa komanya. Pada kondisi ini pihak keluargalah yang meminta agar alat –
diperdebatkan oleh berbagai kalangan. Jika dilihat dari dua kategori Euthanasia yang
sudah dijabarkan diatas kita sebagai manusia tentu dapat merasakan bahwa Euthanasia
kategori Euthanasia aktif pasti terdengar lebih kejam daripada Euthanasia Pasif. Di
Euthanasia Aktif ini seorang dokter yang melakukannya bisa dikatakan sebagai
pembunuh oleh sebagian besar orang. Hal tersebut tentu sangat tidak enak di dengar dan
Euthanasia Aktif dikarenakan hal tersebut memang tidak manusiawi, sangat kejam serta
hukumnya haram dalam Agama Islam. kami sebenarnya juga kurang begitu menyukai
Euthanasia Pasif, namun dibandingkan dengan Euthanasia Aktif, kategori ini lebih
manusiawi. Jika dilihat dari persepsi kami sebagai seorang calon perawat profesional
kami akan lebih memilih merawat pasien dengan baik sampai sembuh atau pun sampai
meninggal dengan tenang dengan cara yang wajar tanpa adanya Euthanasia karena
Untuk mengetahui hukum-hukum euthanasia di Indonesia serta bagaimana tata cara yang
1. Menghasilkan lulusan DIII Keperawatan yang mampu menjalankan tugas dan
2. Menghasilkan lulusan DII Keperawatan yang mampu menjalankan asuhan keperawatan
1. Memiliki pertimbangan atas dilema etik yang dialami dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
2. Mampu berfikir kritis dan mengadakan suatu perubahan yang logis.
1. Masyarakat akan dapat mengerti pentingnya pertimbangan atas semua keputusan yang
2. Masayarakat dapat berfikir logis dengan adanya euthanasia dalam ilmu kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut
dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak
tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy
killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia
mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,
pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit
yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.
Secara bahasa, euthanasia berasal dari bahasa Yunani, eu yang berarti “baik”, dan
thanatos, yang berarti “kematian”. Sementara dalam fiqh Islam, euthanasia ini diistilahkan
dengan qatl ar-rahmah (membunuh karena kasihan) atau taisir al-maut (mempermudah
kematian).
Adapun secara istilah, maka euthanasia adalah praktik memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit -karena kasih sayang-, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif (aktif) maupun negatif (pasif).
Euthanasia biasa dilakukan dengan alasan bahwa pengobatan yang diberikan kepada
pasien hanya akan memperpanjang penderitaannya. Ditambah bahwa pengobatan itu sendiri
tidak akan mengurangi penyakit yang diderita yang memang sudah parah. Atau menurut
perhitungan medis, penyakit itu sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau si pasien sudah tidak
Atau bisa juga dengan alasan bahwa pihak keluarga pasien tidak mempunyai kemampuan
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu voluntary euthanasia (euthanasia
yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan
dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di
sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil
oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan
persetujuannya).
Ada juga euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia Aktif atau Positif adalah
tindakan memudahkan kematian si sakit yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan
instrumen (alat), yang biasanya berupa penyuntikan obat ke dalam tubuh pasien.
Misalnya: Ada seseorang menderita penyakit yang sangat kronis atau sudah sampai pada stadium
akhir, yang disertai dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam
hal ini, dokter yakin jika si pasien tidak akan bertahan lama. Maka dokter kemudian memberinya
obat (morfin atau semacamnya) dengan takaran tinggi (overdosis) yang dapat menghilangkan
rasa sakitnya, akan tetapi sekaligus menghentikan pernapasannya. Sedangkan Euthanasia Pasif
atau Negatif adalah tindakan menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang
secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Dimana penghentian pengobatan ini
Penghentian pengobatan biasanya dilakukan dengan mencabut alat bantu pernafasan dari
pasien yang notabene merupakan satu-satunya sebab yang membuat pasien masih hidup.
Misalnya: Ada seorang yang menderita koma dalam jangka lama, di mana otaknya sudah tidak
berfungsi atau sudah mati. Secara medis, orang ini sudah tidak mungkin sembuh dan jika dia
hidup maka itu hanya akan menyiksa dirinya mengingat tubuhnya sudah tidak bisa berbuat apa-
apa. Dan satu-satunya alasan yang membuat dia masih hidup (tentunya setelah izin Allah) adalah
adanya alat bantu pernafasan yang membuat dia masih bisa bernafas. Maka melihat kenyataan
seperti itu, si dokter melepaskan alat bantu pernafasan tersebut sehingga akhirnya pasien
Munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi
komunitas hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah persoalan euthanasia akan bermuara.
Kejelasan tentang sejauh mana hukum (pidana) positif memberikan regulasi/pengaturan terhadap
persoalan euthanasia akan sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan tersebut.
Lebih-lebih di tengah kebingungan kultural karena munculnya pro dan kontra tentang
legalitasnya. Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di
Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan
pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun”.
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas
permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam
konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang.
Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan
“pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut
tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang
dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai
dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan
bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”.
Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan
kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh
pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi ( euthanasia ).
2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien,
3. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
merasakan sakit -karena kasih sayang-, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik
voluntary euthanasia (euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena
penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang
diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan,
bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak
(merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya). Ada juga Euthanasia
Aktif atau Positif adalah tindakan memudahkan kematian si sakit yang dilakukan oleh dokter
dengan mempergunakan instrumen (alat), yang biasanya berupa penyuntikan obat ke dalam
tubuh pasien. Euthanasia Pasif atau Negatif adalah tindakan menghentikan pengobatan pasien
yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.
dosa besar. Hukum euthanasia pasif adalah tindakan menghentikan pengobatan, karena diyakini
(atau dugaan besar) pengobatan itu sudah tidak bermanfaat dan hanya akan menambah
3.2 Saran
1. Bagi teman-teman janganlah kalian melakukan suntik mati, karena itu dilarang oleh agama
sesuai dengan (Q.S Al-an’am: 151) yang berbunyi : “Dan janganlah kamu
terbaru.
hal.