Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi di bidang medik, kehidupan

seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter dihadapkan

pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak dan jika sudah

terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan.Tugas seorang dokter adalah untuk

menolong jiwa seorang pasien, padahal jika dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa

dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan

seorang pasien. Penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk

euthanasia. Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian

kedalam tiga jenis yaitu Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses

alamiah; Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar, dan Euthanasia,

adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter,

Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan

sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan

penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini

dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga denagn hal demikian akan muncul yang

namanya euthanasia positif dan euthanasia negative.


Lima tahun setelah itu disahkan, eutanasia di Belanda tampaknya menurun dalam

mendukung sedasi paliatif, dimana pasien yang sakit parah disimpan dalam keadaan

koma sementara keputusan yang dapat mempersingkat hidup mereka dibuat, seperti

penarikan cairan. Sekarang lobi euthanasia dan anggota parlemen memperingatkan

bahwa sedasi paliatif, yang tidak melibatkan kewajiban pelaporan yang sama seperti

euthanasia tidak, tidak harus menjadi "jalan pintas" nyaman untuk mengakhiri kehidupan

seseorang yang sedang sekarat. Pemerintah penelitian baru yang disponsori yang

mengevaluasi efek dari hukum euthanasia 2002 menunjukkan bahwa jumlah kasus

euthanasia jatuh dari 3500 (2,6% dari kematian) pada 2001-2325 (1,7%) pada tahun

2005. Sebaliknya jumlah kasus sedasi paliatif meningkat dari 8500 (5,6%) menjadi 9700

(7,1%). Jumlah permintaan untuk bunuh diri dan euthanasia dibantu jatuh 9700-8400.

Hukum Belanda membutuhkan dokter untuk melaporkan euthanasia kepada komite yang

menilai apakah persyaratan hukum telah dipenuhi. Pasien harus mengalami penderitaan

putus asa dan tak tertahankan dan telah membuat permintaan sukarela untuk euthanasia,

dan pendapat kedua harus telah ditemukan.

Para peneliti, yang mempertanyakan dokter tentang lebih dari 5000 kematian,

menyimpulkan bahwa hukum 2002 telah lebih atau kurang mencapai tujuannya untuk

menciptakan kepastian hukum dan transparansi yang lebih besar dan kontrol dan

meningkatkan kualitas pelayanan. Pelaporan kasus telah meningkat tajam, dari 54%

menjadi 80%. Sebagian besar kasus dilaporkan melibatkan penggunaan morfin, dan

dokter tidak menganggap tindakan mereka akan selalu Para peneliti menggunakan
jawaban kuesioner rahasia untuk memperkirakan jumlah kasus tidak dilaporkan "ending

hidup.".

Euthanasia masih  hangat  diperbincangkan sampai saat ini. Mulai dari sudut

pandang etik sampai sudut pandang berbagai agama di Indonesia. Euthanasia menurut

sebagian besar orang masih dianggap tabu dan menyalahi aturan atau etik yang ada. Di

lihat dari sudut pandang agama pun Euthanasia memang masih diperdebatkan oleh para

pemuka agama di Indonesia. Para pemuka agama ini biasanya memperdebatkan tentang

hukum – hukum agama yang berlaku.

Euthanasia sebenarnya di kategorikan menjadi dua jenis yang pertama adalah

Euthanasia Aktif. Euthanasia Aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses kematian,

baik dengan memberikan suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika .

Sedangkan kategori yang kedua di sebut Euthanasia Pasif. Euthanasia Pasif ini adalah

suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma),

karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup,

atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi padanya.

Faktor – faktor  Euthanasia sendiri sebenarnya ada bermacam – macam. Faktor

yang pertama adalah Faktor kemanusiaan . Maksudnya adalah Euthanasia tersebut

dilakukan oleh seorang dokter karena merasa kasihan terhadap penderitaan pasiennya

yang berkepanjangan yang secara medis sulit  untuk disembuhkan. Di sini dokter tersebut

memutuskan sendiri tindakan yang akan dilakukannya menurut pertimbangan kesehatan

pasien. Sedangkan faktor yang kedua adalah Faktor Ekonomi . Maksud dari faktor ini

adalah Euthanasia dilakukan karena faktor ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan
apabila pasien terlalu lama dirawat dirumah sakit. Jadi pada kasus ini keluarga pasien

memang sudah tidak mampu menanggung biaya rumah sakit karena pasien sudah terlalu

lama dalam masa komanya. Pada kondisi ini pihak keluargalah yang meminta agar alat –

alat penyokong kehidupan pasien dicabut.

Euthasia sebenarnya memang merupakan kasus kontroversial yang masih banyak

diperdebatkan oleh berbagai kalangan. Jika dilihat dari dua kategori Euthanasia yang

sudah dijabarkan diatas kita sebagai manusia tentu dapat merasakan bahwa Euthanasia

kategori Euthanasia aktif pasti terdengar lebih kejam daripada Euthanasia Pasif. Di

Euthanasia Aktif ini seorang dokter yang melakukannya bisa dikatakan sebagai

pembunuh oleh sebagian besar orang.  Hal tersebut tentu sangat tidak enak di dengar dan

dapat menurunkan martabat dokter.

Kami sebagai seorang mahasiswa keperawatan tidak menyetujui adanya fenomena

Euthanasia Aktif dikarenakan hal tersebut memang tidak manusiawi, sangat kejam serta

hukumnya haram dalam Agama Islam. kami sebenarnya juga kurang begitu menyukai

Euthanasia Pasif, namun dibandingkan dengan Euthanasia Aktif, kategori ini lebih

manusiawi.  Jika dilihat dari persepsi kami sebagai seorang calon perawat profesional

kami akan lebih memilih merawat pasien dengan baik sampai sembuh atau pun sampai

meninggal dengan tenang dengan cara yang wajar tanpa adanya Euthanasia karena

sampai sekarang pun fenomena Euthanasia masih diperdebatkan.


1.2        Tujuan Penulisan

a.       Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran secara langsung mengenai euthanasia di Indonesia.

b.      Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hukum-hukum euthanasia di Indonesia serta bagaimana tata cara yang

seharusnya dalam menangani kasus ini.

1.3        Manfaat Penulisan

a.       Manfaat untuk Akademi

1.      Menghasilkan lulusan DIII Keperawatan yang mampu menjalankan tugas dan

kewajiban sesuai dengan kompetensi dan moral yang berlaku

2.      Menghasilkan lulusan DII Keperawatan yang mampu menjalankan asuhan keperawatan

dengan tanggungjawab sesuai ketentuan.

b.      Manfaat untuk Profesi

1.      Memiliki pertimbangan atas dilema etik yang dialami dalam melaksanakan asuhan

keperawatan.

2.      Mampu berfikir kritis dan mengadakan suatu perubahan yang logis.

c.       Manfaat untuk Masyarakat

1.      Masyarakat akan dapat mengerti pentingnya pertimbangan atas semua keputusan yang

diambil dengan pertimbangan baik buruknya.

2.      Masayarakat dapat berfikir logis dengan adanya euthanasia dalam ilmu kesehatan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Pengertian Euthanasia

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut

dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak

tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy

killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia

mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,

pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit

yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.

Secara bahasa, euthanasia berasal dari bahasa Yunani, eu yang berarti “baik”, dan

thanatos, yang berarti “kematian”. Sementara dalam fiqh Islam, euthanasia ini diistilahkan

dengan qatl ar-rahmah (membunuh karena kasihan) atau taisir al-maut (mempermudah

kematian).

Adapun secara istilah, maka euthanasia adalah praktik memudahkan kematian seseorang

dengan sengaja tanpa merasakan sakit -karena kasih sayang-, dengan tujuan meringankan

penderitaan si sakit, baik dengan cara positif (aktif) maupun negatif (pasif).

Euthanasia biasa dilakukan dengan alasan bahwa pengobatan yang diberikan kepada

pasien hanya akan memperpanjang penderitaannya. Ditambah bahwa pengobatan itu sendiri

tidak akan mengurangi penyakit yang diderita yang memang sudah parah. Atau menurut
perhitungan medis, penyakit itu sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau si pasien sudah tidak

akan bertahan lama.

Atau bisa juga dengan alasan bahwa pihak keluarga pasien tidak mempunyai kemampuan

finansial untuk membayar pengobatannya sementara walaupun pengobatan dilanjutkan juga

tidak akan membawa hasil positif

2.2        Bentuk-Bentuk Euthanasia

Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu voluntary euthanasia (euthanasia

yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan

dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di

sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil

oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan

permintaannya); involuntary euthanasia (merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa

persetujuannya).

Ada juga euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia Aktif atau Positif adalah

tindakan memudahkan kematian si sakit yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan

instrumen (alat), yang biasanya berupa penyuntikan obat ke dalam tubuh pasien.

Misalnya: Ada seseorang menderita penyakit yang sangat kronis atau sudah sampai pada stadium

akhir, yang disertai dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam

hal ini, dokter yakin jika si pasien tidak akan bertahan lama. Maka dokter kemudian memberinya

obat (morfin atau semacamnya) dengan takaran tinggi (overdosis) yang dapat menghilangkan

rasa sakitnya, akan tetapi sekaligus menghentikan pernapasannya. Sedangkan Euthanasia Pasif

atau Negatif adalah tindakan menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang
secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Dimana penghentian pengobatan ini

berarti mempercepat kematian si pasien.

Penghentian pengobatan biasanya dilakukan dengan mencabut alat bantu pernafasan dari

pasien yang notabene merupakan satu-satunya sebab yang membuat pasien masih hidup.

Misalnya: Ada seorang yang menderita koma dalam jangka lama, di mana otaknya sudah tidak

berfungsi atau sudah mati. Secara medis, orang ini sudah tidak mungkin sembuh dan jika dia

hidup maka itu hanya akan menyiksa dirinya mengingat tubuhnya sudah tidak bisa berbuat apa-

apa. Dan satu-satunya alasan yang membuat dia masih hidup (tentunya setelah izin Allah) adalah

adanya alat bantu pernafasan yang membuat dia masih bisa bernafas. Maka melihat kenyataan

seperti itu, si dokter melepaskan alat bantu pernafasan tersebut sehingga akhirnya pasien

meninggal karena sudah tidak bisa bernafas.

2.3        Hukum Euthanasia

Munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi

komunitas hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah persoalan euthanasia akan bermuara.

Kejelasan tentang sejauh mana hukum (pidana) positif memberikan regulasi/pengaturan terhadap

persoalan euthanasia akan sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan tersebut.

Lebih-lebih di tengah kebingungan kultural karena munculnya pro dan kontra tentang

legalitasnya. Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di

Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan

pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal

344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :


“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun”.

Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas

permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam

konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang.

Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan

“pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut

tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana

bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

2.4 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang

dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai

dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan

bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”.

Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan

kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh

melakukan: Menggugurkan kandungan (abortus provocatus), mengakhiri kehidupan seorang

pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi ( euthanasia ).

Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian di atas adalah:

1.      Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu,

2.      Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien,
3.      Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,

4.      Atas permintaan pasien dan keluarganya,

5.      Demi kepentingan pasien dan keluarganya. 

BAB 3

PENUTUP

3.1        Kesimpulan

Euthanasia adalah praktik memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa

merasakan sakit -karena kasih sayang-, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik

dengan cara positif (aktif) maupun negatif (pasif).

Bentuk-bentuk Euthanasia secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu

voluntary euthanasia (euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena

penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang

diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan,

bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak

sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya); involuntary euthanasia

(merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya). Ada juga Euthanasia

Aktif atau Positif adalah tindakan memudahkan kematian si sakit yang dilakukan oleh dokter

dengan mempergunakan instrumen (alat), yang biasanya berupa penyuntikan obat ke dalam

tubuh pasien. Euthanasia Pasif atau Negatif adalah tindakan menghentikan pengobatan pasien

yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.

Dimana penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian si pasien.


Hukum Euthanasia Aktif (Positif) dengan semua bentuknya adalah haram dan merupakan

dosa besar. Hukum euthanasia pasif adalah tindakan menghentikan pengobatan, karena diyakini

(atau dugaan besar) pengobatan itu sudah tidak bermanfaat dan hanya akan menambah

kesusahan bagi pasien.

3.2        Saran

Saran yang dapat kami berikan yaitu :

1.      Bagi teman-teman janganlah kalian melakukan suntik mati, karena itu dilarang oleh agama

sesuai dengan (Q.S Al-an’am: 151) yang berbunyi : “Dan janganlah kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan

sesuatu (sebab) yang benar”.

2.      Untuk akademik seharusnya lebih dapat memfasilitasi mahasiswa/i dengan

referensi-referensi buku yang terbaru agar pengetahuan yang di dapat juga

terbaru.

3.      Untuk masyarakat setelahnya dapat lebih mengembangkan pengetahuan

yang telah di dalam serta dapat meningkatkan keingintahuan akan suatu

hal.

Anda mungkin juga menyukai