Anda di halaman 1dari 16

ISU ETIK DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN : EUTHANASIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan kesebelas

Dosen Pembimbing : Ns. Muthmainnah, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

Delfi Suryani 2011312070


Figo Renzio Rizal 2011311003
Fitri Annisa 2011313028
Meisi Rahmahiga 2011313007
Nurlita Sholatul Aini 2011312028
Putri Anisa Fazira 2011312019
Robiatul Adawiyah 2011311006
Sabilla Khairani 2011311039
Salsabila Rahmadani 2011312004
Wulan Umairah 2011312067

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah kepada kita semua sebagai makhluk-Nya, sehingga dengan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah Isu Etik Dalam Keperawatan : Euthanasia dalam
memenuhi tugas topik kesebelas yang dibimbing oleh Ibu Ns. Muthmainnah, S.Kep., M.Kep.
Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang euthanasia

Dalam penyusunan makalah ini, penulis pun juga menyadari kekurangan dalam
penulisan makalah ini, sehingga kami sebagai penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun. Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Etik keperawatan adalah norma – norma yang di anut oleh perawat dalam
bertingkah laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di
suatu pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Perilaku etik akan dibentuk
oleh nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan. Dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien perawat harus mempunyai kode etik
dan moral, dalam menjalankan praktik keperawatan, ada beberapa masalah etik yang
sering dijumpai perawat isu mengenai pasien seperti HIV/AIDS, aborsi , transplantasi
organ, keputusan untuk mengakhiri hidup. Etika dan moral merupakan sumber dalam
merumuskan standar dan prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta
membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua
profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip dasar dan profesi
dalamstandar praktik profesional (Doheny et all, 1982).
Secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau mati
dengan baik tanpa penderitaan. Ada pula yang menyebutkan bahwa euthanasia
merupakan praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang
dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal,
biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian euthanasia,
2. Mengetahui jenis-jenis euthanasia,
3. Memahami syarat dilakukannya euthanasia,
4. Memahami aspek-aspek dalam euthanasia,
5. Mengetahui negara mana saya yang melegalkan dan mengilegalkan praktik
euthanasia.
C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian euthanasia?
2. Apa saja jenis-jenis euthanasia?
3. Apa saja syarat untuk melakukan euthanasia?
4. Apa saja aspek-aspek dalam euthanasia?
5. Negara mana sajakah yang melegalkan dan mengilegalkan euthanasia?
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini, dapat menambah pemahaman dan
mengetahui secara dalam serta dapat mengetahui isu etik dalam praktik keperawatan
dengan fokus pembahasan yaitu euthanasia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EUTHANASIA
Istilah euthanasia berasal dari kata yunani yaitu eu dan thanatos. Kata eu
berarti indah, bagus, terhormat, atau gracefully and dignity, sedangkan thanatos
berarti mati, mayat. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati
dengan baik (a good death). Seorang penulis romawi yang bernama seutonis, dalam
bukunya yang berjudul Vitaceasarum, mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati
cepat tanpa derita”. 
Meminjam istilah Philo, seorang filsuf kenamaan (50-20 SM), euthanasia
merupakan mati dengan tenang dan baik. Sementara dalam analisis St. Thomas,
euthanasia adalah bentuk pengakhiran hidup orang penuh sengsara secara bebas dan
dengan berhenti makan atau dengan minum racun yang membinasakan. Sejak abad
19, terminologi euthanasia dipakai untuk menyatakan penghindaran rasa sakit dan
peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan
pertolongan dokter.
Pemakaian terminologi euthanasia ini mencakup tiga kategori,yaitu : 
a. Pemakaian secara sempit Secara sempit euthanasia dipakai untuk tindakan
menghindari rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian. Dalam hal
ini euthanasia berarti perawatan dokter yang bertujuan untuk menghilangkan
penderitaan yang dapat dicegah sejauh perawatan itu tidak bertentangan dengan
kidah-kaidah hukum, etika, atau adat yang berlaku. 
b. Pemakaian secara lebih luas Secara lebih luas, terminologi euthanasia dipakai
untuk perawatan yang menghindari rasa sakit dalam penderitaan dengan resiko
efek hidup diperpendek 
c. Pemakaian paling luas Dalam pemakaian paling luas ini, euthanasia berarti
memendekkan hidup yang tidak lagi dianggap sebagai side effect, melainkan
sebagai tindakan untuk menghilangkan penderitaan pasien.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum
kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat
oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu :
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien itu sendiri.
B. JENIS-JENIS EUTHANASIA
a. Euthanasia sukarela (voluntary)
Euthanasia sukarela adalah euthanasia yang terjadi ketika pasien meminta,
memberi izin atau menyetujui untuk mengakhiri hidupnya dengan meminta
bantuan professional medis. Pasien pun sepenuhnya memahami apa yang akan
terjadi, dan tidak membuat keputusan tersebut di bawah tekanan atau pengaruh
orang lain.
b. Euthanasia non-sukarela (non-voluntary)
Euthanasia non-sukarela adalah euthanasia yang terjadi ketik keputusan
mengakhiri hidup pasien dibuat oleh pihak lain yang berkompeten atas nama
pasien, utamanya anggota keluarga. Hal ini terjadi karena pasien tak dapat
menyetujuinya sendiri akibat kondisi kesehatannya, misalnya pasien benar-benar
tak sadar atau lumpuh secara permanen.
c. Euthanasia involunter
Euthanasia involunter adalah euthanasia yang terjadi ketika pasien yang
dapat memberi persetujuan , tapi tidak mau melakukannya karena tidak meminta
hal itu ataupun tidak ingin mati. Praktik ini bisa disebut sebagai pembunuhan
karena melawan kehendak pasien.
d. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah euthanasia yang terjadi ketika seseorang
(profesional kesehatan) bertindak secara langsung untuk mengakhiri hidup pasien,
misalnya dengan sengaja memberi dosis obat penenang yang mematikan.
e. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah euthanasia yang terjadi ketika profesional
kesehatan bertindak secara tidak langsung untuk mengakhiri hidup pasien. Ini
umumnya dilakukan dengan menghentikan, menahan atau membatasi perawatan
yang menjaga pasien tetap hidup. Selain itu juga, dengan meresepkan obat-obatan
penghilang rasa sakit yang dosisnya semakin tinggi. Seiring waktu, dosis tersebut
bisa menjadi racun
C. SYARAT DILAKUKANNYA EUTHANASIA
Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama, moral dan
kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun
atas permintaan yang bersangkutan dengan nyata dan sungguh-sungguh adalah
perbuatan yang tidak baik. Di Amerika Serikat, euthanasia lebih populer dengan
istilah “physician assisted suicide”. Negara yang telah memberlakukan euthanasia
lewat undang-undang adalah Belanda dan di negara bagian Oregon-Amerika Serikat.
Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:
a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sedang
sakit dan tidak dapat diobati misalnya kanker.
b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil dan
tinggalmenunggu kematian.
c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya hanya
dapat dikurangi dengan pemberian morfin.
d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah dokter
keluarga yang merawat pasien dan ada dasar penilaian dari dua orang dokter
spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan euthanasia.
D. ASPEK-ASPEK DALAM EUTHANASIA
a. Aspek Hukum.
Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari
dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan
dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja
menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu
pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar
belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan
tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk
mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang
sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat
menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang
tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti
pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam
undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana.
b. Aspek Hak Asasi.
Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan
sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk
mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi
manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung
menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya
hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya
terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri
dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan
yang hebat.
c. Aspek Ilmu Pengetahuan.
Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan
keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau
pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak
ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan
penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak
diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan
sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak
membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam
pengurasan dana.
d. Aspek Agama.
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada
seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama
secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa
dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu
memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan
penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi
putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan
tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat,
tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari
pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha
medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan
berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan
Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya
mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya
memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun
dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal hal
seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal hal yang
menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau
bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada
saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka
dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya.
E. PANDANGAN ETIKA KEPERAWATAN TERHADAP EUTHANASIA
Jika memandang dari segi etika keperawatan, euthanasia merupakan tindakan
illegal yang mana meninjau bahwa seorang perawat berperan sebagai advokat dan
pelindung pasien, dengan melakukan euthanasia maka dianggap tidak etis dan illegal
dalam segi etika keperawatan. Prinsip-prinsip atau pandangan yang perlu dipahami
lainnya yang perlu dipahami antara lain :
a) Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya. Dalam kasus euthanasia, perawat harus paham bahwasanya
keputusan berasal dari pasien atau pihak berwenang tanpa paksaan dari pihak
manapun dan meyakini harus bahwa keputusan yang dibuat adalah keputusan
yang dipertimbangkan oleh pasien secara matang.
b) Beneficience (Berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonom. Pandangan berbuat baik harus benar-benar dipahami
sebagai seorang perawat harus memahami apakah pilihan euthanasia
merupakan pilihan terbaik untuk pasien. Dalam segi kemanusiaan, euthanasia
bukan jalan untuk melindungi dan menghormati pasien, berbuat baik bisa
dijadikan dengan menjadi konselor bagi pasien dan keluarga untuk
mempertimbangkan euthanasia dan mencari jalan terbaik.
c) Nonmaleficience (Tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien. Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan
lebih keras daripada prinsip untuk melakukan yang terbaik. Resiko fisik,
psikologis, maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yang akan
dilakukan hendaknya seminimal mungkin. Perawat harus
mempertimbangkan baik dan buruk dari euthanasia terhadap pasien. Apakah
proses euthanasia merugikan atau mencederai fisik seorang pasien atau tidak.
d) Veracity(Kejujuran)
Prinsip veracity adalah prinsip penuh dengan kejujuran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan
kebeneran kepada setiap pasien. Maka, seorang perawat harus mengarahkan
dan melayani pasien yang mempertimbangkan untuk euthanasia dengan
informasi yang benar dan penuh dengan kejujuran. Hal ini, menujukan pada
rasa saling percaya antara perawat dan pasien.
e) Justice(Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
F. CONTOH KASUS
a. GAMBARAN KASUS
Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan
metasitase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi di bawa ke
IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan dikepala. Laki-laki
tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah
tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu
ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat
laki-laki itu mengubah posisinya. Walaupun klien tampak bisa tidur, namun ia sering
meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan berdasarkan
diagnosa dokter, klien maksimal hanya bertahan beberapa hari saja.
Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi
dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui
Eutanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat-obatan
lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesialis onkologi yang
ditelpon saat itu memberikan advist dosis morphin yang rendah dan tidak bersedia
menaikkan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU
yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di
IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?
b. PEMBAHASAN
Pemecahan dilema etis menurut Kozier (2004)
a) Mengembangkan data dasar
(a) Orang yang terlibat :
 Keluarga
 Klien
 Perawat
 Dokter
b) Tindakan yang diusulkan : Euthanasia pasif pada klien
c) Maksud dari tindakan : keluarga tidak tega melihat klien yang kesakitan
d) Konsekuensi tindakan : hilangnya nyawa klien secara perlahan
e) Identifikasi konflik
Tidak disetujuinya euthanasia dengan cara menambah dosis obat karena akan
melanggar UU :
 Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan
yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi
nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum”. Selain itu patut
juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya
Pasal 304 dan Pasal 306 (2).
 Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, “Jika mengakibatkan kematian,
perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal sembilan
tahun”.
 Para dokter di Indinesia dilarang melakukan euthanasia. Di dalam
kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus
mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk
meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien),
tetapi tidak untuk mengakhirinya.
 Alternatif tindakan :
Tetap dilakukannya tindakan pengobatan
sebagaimana mestinya tanpa harus melanggar hukum,
karena Euthanasia di Indonesia tidak diperbolehkan.
 Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :
Pengambil keputusan yang tepat untuk kasus ini
adalah keluarga dari klien, karena keluarga adalah yang
paling berhak atas diri klien.
 Kewajiban perawat :
 Memberikan pengertian kepada keluarga klien bahwa
permintaannya (Euthanasia) adalah perbuatan yang
melanggar hukum dan di negara Indonesia melarang
tindakan tersebut.
 Perawat harus memberikan semangat kepada klien agar
tetap tabah menjalani penyakitnya walau hasil akhirnya
nanti ia tetap meninggal dunia.
 Membuat keputusan
Keputusan yang akan di lakukan adalah tetap
melaksanakan pengobatan/terapi sebagaimana mestinya
tanpa harus mempercepat kematian klien dengan
berbagai alasan, karena akan melanggar hukum yang
telah berlaku di Indonesia.
G. NEGARA YANG MELEGALKAN EUTHANASIA
Negara yang melegalkan euthanasia antara lain.
a. Belanda
Negara pertama di dunia yang melegalkan praktik suntik mati adalah Belanda.
Terhitung sejak 2002, Negeri Kincir Angin telah mengadopsi konsep euthanasia ke
dalam kitab hukumnya. Namun ada batasan usianya, yakni minimal 12 tahun dan
orangtua pasien tetap diposisikan sebagai pengambil keputusan akhir.
Proses persetujuannya juga terbilang ketat. Pemohon haruslah secara sadar
layak meminta disuntik mati. Setelah pasien penyakit kronis itu meninggal, dokter
dan para ahli yang terlibat diwajibkan memberi ulasan terhadap kasus yang ditangani.
b. Luksemburg
Luksemburg ikut menerapkan kebijakan yang sama untuk meringankan beban
penderita penyakit kronis yang tak lagi punya harapan hidup itu pada 2009. Meski
begitu, proses pelegalan suntik mati di negara terkecil Eropa ini memakan proses
yang panjang.
Sebab penentangan terbesar datang dari komunitas medis dalam negerinya.
Setelah dilegalkan pun, persetujuan suntik mati di Luksemburg terbilang ribet karena
ada banyak orang yang dilibatkan. Selain dua dokter yang berbeda, seorang pakar
juga wajib dihadirkan untuk membuat keputusan tentang permintaan sang pasien.
c. Belgia
Selama 10 tahun terakhir dari 2003 dan 2013, jumlah pasien yang disuntik
mati di Belgia meningkat hingga delapan kali lipat. Dari sebelumnya hanya 1.000
orang menjadi 8.752 kasus. Praktik suntik mati di negara beribukotakan Brussels ini
telah dimulai sejak 2014.
d. Swiss
Banyak orang datang ke Swiss untuk mengakhiri hidupnya. Fenomena ini bisa
terjadi karena negara tersebut memang membolehkan orang melakukan bunuh diri
dengan pendampingan. Hukum ini berlaku sejak 1914. Meski begitu, praktik
euthanasia malah sempat dilarang habis-habisan.
Pada intinya, Swiss kemudian mengizinkan suntik mati jika berdasarkan
sepengetahuan dan ada permintaan secara sadar dari pasien. Selumpuh-lumpuhnya
seorang pasien, hukum di negara ini melarang dokter menyuntik mati pasiennya
secara diam-diam walau sudah dengan pertimbangan medis terbaik sekali pun.
e. Jerman
Negara selanjutnya yang memberi hak mati pada pasiennya adalah Jerman.
Caranya adalah dengan dibiarkan meninggal tanpa perawatan atau menandatangani
surat pernyataan yang berisi penolakan terhadap perawatan dari dokter. Sementara
praktik bunuh diri dengan pendampingan dan euthanasia yang diniatkan untuk
mengakhiri nyawa pasien sifatnya masih ilegal.
f. Amerika Serikat
Suntik mati pasif atau dibiarkan meninggal oleh dokter tanpa perawatan
diperbolehkan di AS. Dalam hal ini, pasien menandatangani persetujuan surat
kematiannya. Akan tetapi, menyuntikkan zat kimia mematikan kepada pasien baik
diminta maupun tidak tetap dilarang. Sementara itu, bunuh diri dengan pendampingan
sudah sah di lima negara bagian saja, antara lain Vermount, New Mexico, Oregon,
Washington dan Montana
g. Jepang
Jepang termasuk negara yang berada di wilayah abu-abu soal euthanasia.
Negeri Sakura tidak memiliki hukum tertulis soal itu, tetapi ada kebijakan yang
mengizinkan euthanasia menjadi legal.
Jika memilih melakukan euthanasia secara pasif, harus memenuhi syarat:
a) menderita parah dan tak bisa disembuhkan;
b) pasien bersikeras menolak perawatan;
c) perawatan medisnya dihentikan, seperti mencabut selang pernapasan, tidak
menjalani kemoterapi, tidak melakukan transfusi darah, dsb.
Sementara jika memilih euthanasia aktif, ketentuannya sebagai berikut:
a) menderita sakit teramat sangat dan tak bisa menahannya;
b) kematian tidak terelakkan dan akan terjadi dalam waktu dekat;
c) dibolehkan oleh pihak keluarga; dan
d) tidak ada lagi pengobatan yang bisa menghilangkan penderitaannya.
Aturan yang diterapkan di Jepang pada dasarnya mirip dengan yang diterapkan
di negara lain yang melegalkan praktik mengakhiri hidup sendiri tersebut. Negara-
negara yang menerapkan kebijakan serupa ialah Prancis, Kolombia, Albania dan
Kanada. Akan tetapi, aturannya lebih ketat dari tiga negara pertama yang disebutkan,
karena hanya terbatas pada orang dewasa.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Euthanasia merupakan menghilangkan nyawa orang atas permintaan dirinya
sendiri. Aturan mengenai masalah ini berbeda- beda di tiap- tiap Negara dan
seringkali berubah seiring dengan perubahan norma- norma budaya. Di beberapa
Negara euthanasia dianggap legal tetapi di Indonesia tindakan euthanasia tetap
dilarang karena tidak ada dasar hukum yang jelas. Sebagaiman tercantum dalam pasal
KUHP 338, pasal 340, pasal 344, pasal 355 dan pasal 359. Sehingga pada kasus Ny. T
euthanasia tidak dibenarkan. Euthanasia ini ditentang untuk dilakukan atas dasar
etika, agama, moral dan legal dan juga pandangan bahwa apabila dilegalisir
euthanasia dapat disalahgunakan. Sebagai perawat berperan dalam memberikan
advokasi serta sebagai counselor yaitu membela dan melindungi pasien tersebut
untuk hidup dan menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian. Perawat diharapkan
mampu memberikan pengarahan dan penjelasan kepada keluarga pasien bahwa pasien
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan tidak melakukan
euthanasia. Menyarankan kepada keluarga untuk mencari alternative jalan keluar
dalam hal mencari sumber biaya yang lain, menjadi jembatan penghubung diantara
dokter, tenaga kesehatan lain dan keluarga sehingga keluarga akan mendapatkan
informasi yang sejelas- jelasnya tentang kondisi pasien, seberapa besar kemungkinan
untuk sembuh dan berapa besar biaya yang telah dan akan dikeluarkan.
B. SARAN
Saran kami dari penulis makalah ini adalah perlunya perluasan pemahaman
tentang materi ini, perlunya pengkajian lebih lanjut dan mendalam sehingga kita dapat
memahami dan menentukan langkah tepat demi kenyamanan klien. Mohon adanya
kritik dan saran dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. BAB I PENDAHULUAN. http://scholar.unand.ac.id/26447/35/BAB%20I


%20%28Pendahuluan%29.pdf. 27 Oktober 2020.

Anonim. Euthanasia,Dapatkah Dilakukan di Indonesia?.


https://gc.ukm.ugm.ac.id/2016/05/euthanasiadapatkah-dilakukan-di-indonesia/. Diakses
tanggal 27 Oktober 2020

Quamila, Ajeng. Serba-serbi Euthanasia: Bunuh Diri yang Diawasi Dokter.


https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/apa-itu-euthanasia/#gref. Diakses 27 Oktober
2020

Aya, Vanilla. Etika Keperawatan Euthanasia.


https://www.academia.edu/36417399/Etika_Keperawatan_Euthanasia. Diakses tanggal 11
November 2020

Rusli, Patimah. Etika Keperawatan.


https://www.academia.edu/10188957/Etika_Keperawatan_Euthanasia_. Diakses 11
November 2020

Amirrudin, Muh. PERBANDINGAN PELAKSANAAN EUTHANASIA DI NEGARA


YANG MENGANUT SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL DAN SISTEM
HUKUM ANGLO SAXON.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Jurisprudentie/article/download/3666/5492.
Diakses tanggal 27 Oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai