Anda di halaman 1dari 18

ISSUE-ISSUE ETIK DALAM KEPERAWATAN

MATA KULIAH KDK (KONSEP DASAR KEPRAWATAN )

Oleh :
Kelompok 11

Riska R011181303
Sahrina Abduh R011181307
KhafifahAulia R R011181343
Rahmawati Syam R011181503

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………....i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

A. LatarBelakang………………………………………………………………...1
B. RumusanMasalah……………………………………………………………..2
C. TujuanPenulisan………………………………………………………………2
D. ManfaatPenulisan……………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….3

A. Eutanasia....……………………………………………....................................3
B. Aborsi.............................................................................…………………........5
C. Transplansi Organ...............................................................……………...........7
D. Supporting device......................................................………...........................13

BAB III PENUTUP……………………………………………………................16

A. Kesimpulan…………………………………………………………..............16
B. Saran…………………………………………………………………….........16

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………....…........17
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebab karena limpahan rahmat, hidayah,
dan anugerah dari-Nya sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan
judul “Issue-issue Etik Dalam Keperawatan”.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin, tapi kami menyadari sepenuhnya
masih banyak kekurangan baik dari segi tata bahasa maupun susunan kalimatnya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah kami kedepannya.

Kami berharap semoga dengan adanya makalah kami ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan wawasan bagi para pembaca.

Makassar, 27 September 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Pelayanan keperawatan yang bermutu adalah pelayanan yang dapat memuaskan setiap
klien yang pelaksanaannya sesuai dengan standar kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Semua perawat tentunya berupaya untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
guna untuk menyembuhkan dan memelihara kesehatan para pasiennya. Dalam
melakukan praktek keperawatan perawat tentunya langsung turun tangan dalam
menghadapi para pasiennya, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal
yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu profesi
keperawatan harus memperhatikan standar profesi keperawatan yang didasari oleh ilmu
pengetahuan yang dimilikinya. Dengan danya standar praktek profesi keperawatan ini
dapat dilihat perawat yang melakukan pelanggaran praktek baik itu pelanggaran yang
terkait dengan etika ataupun pelanggaran terkait dengan masalah hukum yang ada.
Dapat delihat pelanggaran etik yang biasa terjadi dalam keperawatan yaitu tentang
euthanasia, aborsi, transplantasi organ, dan supporting device. Masalah ini semua sudah
ada sejak sejak dulu. Euthanasia adalah melepas kehidupan seseorang agar terbebas dari
penderitaan atau dengan kata lain mati secara baik, aborsi adalah pengguran kandungan
dengan dikeluarkannya janin atau embrio sebelum melakukan kemampuan untuk
bertahan hidup diluar rahim sehingga mengakibatkan kematian,transplansi organ adalah
pemindahan organ tubuh manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila
hanya diobati dengan tekhnik dan cara biasa. Dan terakhir supporting device adalah
perangkat tambahan yang digunakan dalam dunia kesehatan pada para perawat dalam
melakukan praktek dan akan dijelaskan lagi secara lengkap di dalam makalah ini.

B. RumusanMasalah
1. Memahami apa yang dimaksud eutanasia?
2. Memahami apa yang dimaksud aborsi?
3. Memahami apa yang dimaksud transplansi organ?
4. Memahami apa yang dimaksud supporting device?
C. TujuanPenulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui issue etik yang terjadi dalam
praktik keperawatan seperti eutanasia, aborsi, transplansi organ dan supporting device.
D. ManfaatPenulisan
Untuk mengetahui dan mengambil pelajaran terhadap permasalahan yang biasa terjadi
dalam etik keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eutanasia
Eutanasia berasal dari bahasa Yunani “euthanantos”, yang terbentu dari kata eu dan
thanatos yang masing-masing berarti “baik” dan “mati”. Jadi, eutanasia artinya
membiarkan seseoran mati dengan mudah dan baik. Kata ini juga didefinisikan
sebagai “Pembunuhan dengan belas kasih” terhadap orang sakit luka-luka, atau
lumpuh yang tidak memiliki harapan sembuh dan didefinisikan pula sebagai
pencabutan nyawa dengan sebisa mungkin tidak menimbulkan rasa sakit seseorang
pasien yang menderita penyakit parah dan mengalami kesakitan yang sangat
menyiksa. Ada pula yang menyebutkan bahwa eutanasia merupakan praktek
pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dengan cara memberikan suntikan
yang mematiakan.
A. Klasifikasi Eutanasia
Dengan demikian eutanasia dapat dibagi menjadi:
1. Kematian dengan cara memasukkan obat dengan atau tanpa permintaan
eksplisit dari si pasien.
2. Keputusan untuk menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup
pasien dengan tujuan mempercepat kematiannya
3. Penanggulangan rasa sakit dengan cara memasukkan obat bius dalam dosis
besar, dengan mempertimbangkan timbulnya resiko kematian, tetapi tanpa ada
niatan eksplisit untuk menimbulkan kematian kepada si pasien.

Eutanasia pada hakikatnya adalah pencabutan nyawa dengan sengaja dan tidak
melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja
melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang
pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri. Eutanasia masih
menimbulkan problem keagmaan, hukum, dan moral di semua budaya dan tradisi
keagamaan.

Jenis-jenis Eutanasia
Eutanasia dapat tergolong menjadi beberapa jenis seperti:
a. Eutanasia pasif
Eutanasia pasif merupakan perbuatan menghentikan segala tindakan atau
pengobatan yang berlangsung untuk mempertahankan hidup pasien. Tindakan
ini dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis
seperti tidak memberikan obat-obatan penahan rasa sakit, alat bantu untuk
bertahan hidup dan lain sebagainya. Pelanggaran etik eutanasia pasif biasa
dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga pasien itu sendiri. Keluarga
pasien biasanya melakukan eutanasia pasif dengan berbagai alsan, misalnya
untuk mengurangi penderitaan yang dialami oleh pasien ataupun karena sudah
tidak mampu membayar biaya pengobatan pasien.
b. Eutanasia aktif
Eutanasia aktif merupakan perbuatan yang dilakukan secara medik dan cara
sengaja melalui intervasi aktif oleh seorang dokter atau tenaga kesehatan
dengan tujuan untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup pasien. Eutanasia
aktif ini dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian dengan secara
sengaja melalui obat-obatan atau dengan cara lain sehingga pasien tersebut
meninggal. Eutanasia aktif ini dibedakan atas eutanasia aktif lansung yaitu
melakukan tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan
mengakhiri atau memperpendek hidup pasien sedangkan eutanasia aktif tidak
langsung yaitu saat dokter atau tenaga kesehatanmelakukan tindakan medis
untuk meringankan penderitaan yang dialami pasien namun mengetahui
adanya resiko yang akan terjadi.
B. Aborsi
AborsiadalahMenggugurkankandunganataudalamduniakedokterandikenaldengan
istilah “abortus” yang berartipengeluaranhasilkonsepsi
(pertemuanseltelurdanselsperma) sebelumjanindapathidup di luarkandungan
(Wikipedia, 2009,Agustinus, 2012). Samahalnyadengan yang
diungkapkanolehHawari (2006),
bahwaaborsimerupakanpenggugurankandunganatauterminasi (penghentian)
kehamilan yang disengaja (abortusprovocatus), yaitu, kahamilan yang
diprovokasidenganberbagaimacamcarasehinggaterjadikeguguran.
MenurutHerianto (2011), kasusaborsiilegalmasihbanyakdilakukan di negaraini,
berdasarkan data yang dikumpulkanolehlitbangKompas, selamatahun 2011
terdapat 5 tenagakesehatan yang terdiridaridokterdanbidan yang
ditangkapkarenamelaksanakanpraktekaborsiilegal.
Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi :
Sutiana (21), warga dusun Gageran, Desa atau Kecamatan Sukorejo, Ponorogo,
Jawa Timur tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya.
Korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan puskemas. Peristiwa
naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil
hubungannya dengan Santoso (38), warga desa Tempurejo, Kecamatan Mates,
Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang
sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Navila dan Santoso (Wasono,
2008).
Angka kejadian aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun, atau 43
aborsi untuk setiap 100 kehamilan (Prawiroharjo, 2006). Angka kejadian aborsi
legal selama tahun 2011 mencapai 2,1 juta kasus (Heriyanto, 2012). Sedangkan
menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur angka kejadian aborsi ilegal di provinsi
Jawa Timur (2011), pada tahun 2011 yang terungkap adalah 36.000 kasus.
Sedangkan data aborsi di Kota Kediri pada tahun 2011 diperkirakan mencapai
767 kasus.
Jumlah kasus pengguguran kandungan di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3
juta, dan 30% diantaranya dilakukan oleh remaja. Aborsi dapat membawa dampak negatif
yang cukup signifikan baik secara fisik dan psikologis. Terdapat dua macam resiko kesehatan
wanita yang melakukan aborsi yaitu resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik yaitu
sebagaimana oleh Edmundson (2009) yang meyatakan bahwa aborsi memiliki dampak yang
potensial yaitu memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang
wanita. Ada beberapa resiko yang akan dihadapi oleh seorang wanita, antara lain kematian
mendadak karena pendarahan yang hebat,Kematian karena pembiusan yang gagal, infeksi
serius disekitar kandungan, rahim yang sobek kandungan, rahim yang sobek (uterine
peoration), kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya, kanker payudara, kanker indung telur, kanker leher rahim (cervical cancer),
kanker hati, kelainan placenta, kemandulan, infeksi panggul, infeksi rongga dan infeksi pada
lapisan rahim. Selain dampak fisik, wanita yang melakukan aborsi juga akan mengalami
resiko berupa gejala psikologis yang dikenal sebagai “Post-Abotion Syndrome” (PAS) yang
dikarakteristikkan dengan perasaan bersalah yang mendalam dan dalam jangka waktu yang
lama, depresi, dan mengakibatkan ketidakberfungsian secara sosial dan seksual (Coleman,
Rue & Spenser, 2007. Edmundson, S. 2009).

Kurangnya pengetahuan tentang resiko hubungan seks pra nikah serta


permasalahan yang dihadapi setelah pelaksanaan aborsi mendorong remaja tetap
melaksanakan hubungan seksual pra nikah dan cenderung untuk melaksanakan aborsi saat
mengalami permasalahan kehamilan di luar lembaga pernikahan (Azhari, 2007).

Menurut Azwar (2005) bahwa faktor pendidikan juga ikut memengaruhi pembentukan
sikap seseorang. Mereka yang berpendidikan tinggi seperti mahasiswa memiliki wawasan
pengetahuan yang komprehensif, besar kemungkinan akan dapat menilai aborsi dari sudut
pandang yang lebih luas, me-reka yang berpandangan positif akan menilai aborsi sebagai
pilihan perempuan, mereka dapat lebih bertoleransi dengan keputusan perempuan untuk
melakukan aborsi bahkan ada yang akan mendukung atau mensupport teman yang
aborsi(Fitri, Zakiyatul. 2009).

C. Transplantasi Organ danJaringanTubuh

Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang
sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat.Ini adalah
terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik utuk menolong pasien dengan
kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan terapi
konservatif.Tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus
dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral.
Kendala lain yang dihadapi di Indonesia dalam menetapkan terapi transplantasi adalah
terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah.
Karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hukum,
kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat), dengan pemerintah dan swasta.

a. JenisJenisTransplantasi
Hinggawaktuinitelahdikenalbeberapajenistransplantasiataupencangkokan,
baikberupasel, jaringanmaupun organ tubuhyaitusebagaiberikut :
1. Autograft, yaitupemindahandarisatutempatketempat lain dalamtubuhitusendiri.
2. Allograft, yaitupemindahandarisatutubuhketubuh lain yang samaspesiesnya.
3. Isograft, yaitupemindahandarisatutubuhketubuh lain yang identik,
misalnyapadagambaridentik
4. Xenograft, yaitupemindahandarisatutubuhketubuh lain yang tidaksamaspesiesnya.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang
hidup atau dari jenazah yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi meninggal adalah
mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari donor hidup adalah kulit,
ginjal, sumsum tulang dan darah (transfuse darah). Organ/jaringan yang diambil dari jenazah
adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru, dan sel otak.Dalam 2 dasawarsa
terakhir ini telah pula dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamalia
interna dalam operasi lintas coroner oleh Goerge E. Green, dan transplantasi sel-sel
substansia nigra dari bayi yang meninggal kepada pasien penyakit Parkinson.Semua upaya
dalam bidang transplantasi tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan peninjauan
dari hukum dan etik kedokteran.

b. AspekHukumTransplantasi

Dari segi hukum, transpantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu
usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterahkan manusia, walaupun ini adalah
suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan.Tetapi
karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material,
maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.

Dalam PP No. 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan
transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi
sebagai berikut :
Pasal 1

a. Alattubuhmanusiaadalahkumpulanjaringan-jaringantubuh yang
dibentukolehbeberapajenisseldanmempunyaibentuksertafungsitertentuuntuktubuhterseb
ut.
b. Jaringanadalahkumpulansel-sel yang menpunyaibentukdanfungsi yang
samadantertentu.
c. Transplantasiadalahrangkaiantindakankedokteranuntukpemindahandanataujaringantubu
hmanusia yang berasaldaritubuh orang
laindalamrangkapengobatanuntukmenggantikanalatdanataujaringantubuh yang
tidakberfungsidenganbaik.
d. Donor adalah orang yang menyumbangalatataujaringantubuhnyakepada orang
lainuntukkeperluankesehatan.
e. Meninggalduniaadalahkeadaaninsani yang diyakiniolehahlikedokteran yang
berwenangbahwafungsiotak, pernafasan, danataudenyutjantungseseorangtelahberhenti.

Ayat diatas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam
seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam
SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988yang disusul dengan SK PB IDI No.
231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan mati, bila
fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Selanjutnya dalam PP tersebut diatas terdapat pasal-pasal berikut:

Pasal 10

Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus
dengan persetujuan tertulis pada penderita dan/atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia.

Pasal 11

1. Transplantasialatdanataujaringantubuhmanusiahanyabolehdilakukanolehdokter yang
ditunjukolehMenteriKesehatan.
2. Transplantasialatdanataujaringantubuhtidakbolehdilakukanolehdokter yang
merawatataumengobati donor yang bersangkutan.

Pasal 12

Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak
ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Pasal 14 dan Pasal 15
dibuat diatas kertas bermaterai dengan 2orang sanksi.

Pasal 14

Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank
Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis
keluarga yang terdekat.

Pasal 15

1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan
oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberi tahu oleh dokter
yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya dan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
2. Doktersebagaimanadimaksuddalamayat (1) harusyakinbenar, bahwacalon donor yang
bersangkutantelahmenyadarisepenuhnyaartidaripemberitahuantersebut.

Pasal 16

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17

Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18

Dilarang mengrim dan menerima alat atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked
an dari luar negeri.
Sebagai penjelasan Pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh
manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah sepantasnya
dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia
ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penetilian ilmiah, kerjasama dan saling
menolong dalm keadaan tertentu.

Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa


pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 33

1. Dalampenyembuhanpenyakitdanpemulihankesehatandapatdilakukantransplantasi organ
danataujaringantubuh, tranfusidarah, implant obatdanataualatkesehatan, sertabedah plastic
danrekonstruksi.
2. Transplantasi organ danataujaringantubuhsertatranfusidarahsebagaimanadimaksuddalamayat
(1) dilakukanhanyauntuktujuankemanusiaandandilaranguntuktujuankomersial.

Pasal 34

1. Transplantasi organ danataujaringantubuhhanyadapatdilakukanolehtenagakesehatan yang


mempunyaikeahliandankewenanganunutkitudandilakukan di saran kesehatantertentu.
2. Pengambilan organ danataujaringantubuhdariseorang donor harusmemperhatikankesehatan
donor yang bersangkutan da nada persetujuanahliwarisataukeluarganya.
3. Ketentuanmengenaisyaratdantatacarapenyelenggaraantransplantasisebagaimanadimaksuddala
mayat (1) danayat (2) ditetapkandenganPeraturanPemerintah.

Apabila diperhatikan kedua pasal diatas, isi dan tujuannya hamper sama dengan yang
diatur dalm Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah
mayat antomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh dan tranfusi darah hanya dapat
dilakukan untuk tujuan kemanusiaan , dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari
keuntungan, jula beli dan komersialisasi bentuk lain.

c. AspekEtikTransplantasi

Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan
fungsi salah satu organ tubuhnya. Daris segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jka
ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalm KEDOKI, yaitu :
Pasal 2

Seorang dokter harus senatiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertingggi.

Pasal 10

Setiap dokter harus senatiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentinganpenderita.

Bertitik tolak dari pasal-pasal diatas, maka para dokter harus menguasai, mengembangkan
dan memanfaatkan iptek transplantasi untuk kemasalahatan pasien dan keluarganya.

Pasal-pasal tentang transplantasidalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah


mencakup aspek etik, terutama mengenai dilarangnya memperjual belikan alat atau jaringan
tubuh untuk tujuan transplantasi ataupun meminta kompensasi material lainnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penetuan saat
mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi. Ini berkaitan dengan
keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ atau jaringan bertambah baik
hasilnya, namun jangan sampai terjadi pemyimpangan, dimana pasien yang hampir
meninggal tetapi belum meniggal telah diambil organ tubuhnya. Penetuan saat meninggal
seseorang di rumah sakit modern dilakukan dengan pemeriksaan elekroensefalografi dan
dinyatakan meninggal jika telah terdapat mati batang otak dan secara pasti tidak terjadi lagi
pernafasan dan denyut jantung secata spontan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh para dokter
lain yang bukan pelaksana transplantasi, agar benar-benar objektif.

D. SUPPORTING DEVICES

a. PengertianSupportingDevices

Supporting devices adalah perangkat tambahan atau pendukung.Jika ditinjau dari segi
keperawatan, maka dapat kita simpulkan kalau supporting devices itu adalah perangkat
tambahan yang digunakan dalam dunia kesehatan pada para perawat dalam melakukan praktik
b. KlasifikasiSupporting Devices

1. Alat bantu
Teknologi medis yang canggih merupakan alat atau perkakas untuk para dokter, dan
alat bantu akan mengurangi beban perawat. Kemajuan dalam layanan medis, termasuk alat
medis dengan sistem komputerisasi yang canggih, melindungi jiwa banyak orang. Produk
THK memenuhi standar reabilitas tertinggi yang diperlukan untuk alat medis.

2. Peralatansinar X
Pemandu LM danCincin Roller Lintangdigunakanuntukpergerakanreseptorsinar x.
Inimemungkinkanmesinsinar X untukmenggerakkan unit transmiterdanpenerimasinar kea
rah manapundanmengambilgambardarisudutmanapun,
tanpabergantungpadaposisipasien.Sinar X
mampumelakukanpenetrasikedalamtubuhpasien.

3. Peralatananalisisotomatishematologikal
Splina bola dapatmenekangetaran di ujunginjektorsaatdihentikan,
danmurperubahsekrupgesermemungkinkanterciptanyamekanismepengumpulandengankec
epatantinggidansangatmulus.

4. Pemindai CT sinar X medis


Pemindai CT sinar X merupakanperangkattunggal yang
memindaikeseluruhantubuhpasiendanterdiridaripemindai CT
danperalatanangiografi.Padaperangkatini, pemandu LM THK digunakan di bagiangerakan
longitudinal yang menggerakkanpasien yang terbaring di tempattidurselama proses
pemindaian.
Karenapemandutersebutdapatmengurangigetarandansuaraselamagerakansistem,
komponeninidapatmenghilangkankekhawatiranpasien.

5. Handheld
Handheld adalahsuatualat yang
membantuperawatdalammelakukanasuhankeperawatankepadaklien, melaluipengumpulan
data, berkomunikasidenganpasien,
berkonsultasidengansesamaperawatmaupuntenagamedislainnya,
mencariliteraturterkaitinteraksiobatdaninfus, sampaimenganalisishasillaboratorium.Handheal
yang digunakandalamkeperawatandisebut Personal Digital Assistansts (PDAs).

6. Handheld Device
Handheld Device adalahmempermudahperawatuntukmengaksessumber-sumberklinik,
pasiendansejawatmelaluisuarasertapesanteks,
sertamempermudahakseskejaringaninformasisehinggapenentuankeputusansecaradesentrali
sasidapatdilakukan yang akanmeningkatkanotonomiperawat.
7. Wireless Communication
Wireless Communication
jugamemudahkanperawatuntukmemperolehhasilpemeriksaanlaboratorium,
ketikamasihberada di kamarpasientanpaahruskembalikeruangperawatterlebihdahulu.

c. FungsiKlasifikasi Supporting Devices

 Fungsisinar X yaituuntukmelihatkondisitulangserta organ


tubuhtanpamelakukanpembedahanpadatubuhpasien.
 Fungsianalisisotomatishematologikalyaituuntuktransportasi vertical
injektorreagendalamperalatanteshematologikal.
 Fungsi CT sinar X medisyaituuntuk diagnosis sistemsirkulasi.
 Fungsi handheld
yaitumulaimeningkatkankemampuanuntukberfikirkritisterkaittindakankeperawatan
yang diberikankepadapasiensesuaidengankondisidanpenyakit yang
dideritaolehpasientersebut.
 Fungsi handheld device
yaitudigunakandalampemberianasuhankeperawatankepadapasienmelaluikemampuan
mengaksesinformasi, mmepermudahpenghitungan, danmemperlancarkomunikasi.
 Fungsi wireless communication
yaituuntukmemperolehhasilpemeriksaanlaboratoriumpasienataumelakukanperubahan
pesanankelaboratorium
SIMPULAN

Ada banyak issue-issue etik yang terjadi di dlam keperawatan yang sampai sekarang
menjadi perdebatan oleh masyarakat dan hukum. Seperti eutanasia melepas kehidupan
seseorang agar terbebas dari penderitaan dengan kata lain mati secra baik, aborsi
pengguguran kandungan dengan dikeluarkannya janin atau embrio yang belum mampu
untuk bertahan hidup diluar rahim sehingga mengakibatkan kematian, transplansi organ
adalah menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik
apabila hanya diobati dengan cara biasa dan yang terakhir supporting device merupakan
perangkat tambahan yang digunakan dalam dunia kesehatan pada para perawat dalam
melakukan praktek, inilah kesimpulan dari pelanggaran etik yang terjadi di dunia
kesehatan.

SARAN

Dari kesimpulan di atas dapat disimpulkan bahwa kita sebagai calon perawat masa depan
pasti ingin menjadi perawat yang berkualitas dengan cara tidak melakukan pelanggaran
etik yang telah ditetapkan. Agar tidak ada lagi permasalahan yang terjadi kedepannya
karena kitalah yang akan meneruskan keperawatan yang akan datang. Dan marilah kita
berlomba-lomba lagi untuk mencari dan mengambil pelajaran apa yang telah terjadi
sekarang di dalam dunia kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Electronic Theses & Dissertations (ETD) Gadjah Mada University “Penelitian Detail” 30
September 2018 http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod-penelitian-detail-
PenelitianDetail&act-view&typ-html&buku_id-87119&obyek_id-4

Dr. Fadl Abdul “Kloning Eutanasia Transfusi Darah, Transplantasi Organ dan Eksperimen
pada Hewan” 29 September 2018

Amri dan M. Hanafiah Jusuf “Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan” 29 September 2018

Anda mungkin juga menyukai