Anda di halaman 1dari 28

Keperawatan Kritis

Asuhan Keperawatan Trauma Brain Injury

DISUSUN OLEH:

Adi Indra Wahyudi B. R011181321

Safrina Widya Hastuti R011181011

Hismiranda Bakhtiar R011181109

Nirwana R011181025

REGULER A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

TAHUN 2020
Kasus Trauma Brain Injury
A. WOC
B. Pengkajian
1. Pre-Arrival Assesment
a. Identitas Pasien
 Nama : Ny.X
 Usia : 26 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan :-
 Diagnosa : Traumatic Brain Injury (TBI)
b. Riwayat masuk : klien dibawa ke ruang gawat darurat setelah terjadi
tabrakan kendaraan bermotor.
c. Pemeriksaan Fisik
 Neurological/Brain
o GCS : E1M3V2 = 6 (Coma)
o Pupil :
Kanan : 6 mm, reaktif
Kiri : 3 mm di kiri, tidak reaktif
 Respiratory/Breathing
o Terapi oksigen : ventilator
 Cardiovaskuler/Blood
o SBP <90 mmHg (Hipotensi)
o SpO2 < 90 % (Hipoksia)
 Bladder :-
 Bowel :-
 Musculoskeletal/Kulit :-
d. Tindakan dan terapi farmakologi yang diberikan
 Setelah intubasi endotrakeal, pasien diberi manitol 1 g / kg.
e. Pemeriksaan penunjang
 Computed Tomography (CT) otak tanpa kontras

Hasil : hematoma epidural temporoparietal kanan dengan diameter


terbesar 3,5 cm dengan pergeseran garis tengah 1,6 cm.
f. Tindakan Operasi : Craniotomy
 Terapi farmakologi : anestesi umum
 Kraniotomi dilakukan dan bekuan epidural dievakuasi. Flap
tulang kraniotomi diganti.
 Drainase ventrikel eksternal (EVD) sisi kanan dipasang.
g. Pemeriksaan penunjang post craniotomy
 CT pasca operasi menunjukkan dekompresi yang efektif
 CT tulang belakang leher tidak menunjukkan kelainan tulang.
2. Quick Check Assesmet
a. Airway :-
b. Breathing
 Pasien secara mekanis berventilasi dengan mode Assist Control
c. Circulation :-
d. Drugs/Disability
 Kesadaran : GCS 6 (Coma)
 Obat-obatan yang diberikan
o Dosis pemuatan fenitoin
o Dosis pemeliharaan untuk profilaksis kejang.
e. Equipment/Exposure
 Pasien secara mekanis berventilasi dengan mode Assist Control
 Drainase ventrikel eksternal (EVD) sisi kanan
3. Comperhensive Assessment
a. Riwayat Kesehatan yang Lalu
 Klien dibawa ke ruang gawat darurat setelah terjadi tabrakan
kendaraan bermotor.
b. Riwayat Sosial :-
c. Riwayat Psikososial :-
d. Spiritual :-
e. Pengkajian Fisik (B1-B6)
 Brain/Neurological
o Kesadaran : GCS = 6 (Coma)
o Tekanan intrakranial (ICP) = 6 mmHg
 Breathing/Respiratory.
o Pernapasan :-
o Terapi oksigen : Ventilator
o Pola napas :-
 Blood/Cardiovaskuler
o Tekanan Darah : -
o Nadi :-
o Kulit :-
o Irama :-
o Udem :-
 Bladder/Renal
o Kateter urin :-
o Urin :-
o Distensi kandung kemih : -
o Hiperprostat :-
o Kebutuhan cairan :-
 Bowel/Gastrointetinal
o Abdomen :-
o Diet :-
o Eliminasi :-
o Frekuensi BAB :-
 Bone/Muskuloskeletal
o Kodisi kulit secara umum :-
o Ekstremitas :-
o Fraktur :-
o Dekubitus :-
o Luka :-
4. OnGoing Assessment
 Keesokan paginya, pasien terlihat menarik diri dengan sisi kanan dan
sering "menabrak" ventilator.
o GCS : E1M4V1 = 6 (Coma)
o ICP = 28 mmHg (meningkat)
o Terapi IV : Infus propofol dan fentanil
Setelah dimulainya infus obat penenang :
- Tekanan arteri rata-rata (MAP) = 60 mmHg (turun)
- ICP = 18 mmHg (menurun)
- Tekanan perfusi serebral (CPP) 60-18 = 42 mmHg (tidak
normal).
o Infus orepinefrin dimulai untuk mempertahankan CPP >60
mmHg.
o NGT dipasang dan pengisian dimajukan untuk memenuhi
kebutuhan kalori harian selama 48 jam ke depan.
o Heparin 5000 U subkutan 3x sehari dimulai 24 jam pasca
operasi.
 48 jam berikutnya
o ICP = 24 mmHg (meningkat), meskipun telah diberikan sedasi
dan analgesia.
o Kateter ventrikel (EVD) dibuka untuk dikeringkan pada beberapa
kesempatan untuk ICP >20 cm; 3-5 mL cairan serebrospinal
(CSF) dikeringkan setiap kali, diikuti dengan penghentian
drainase.
 Pada hari ke-3 pasca operasi
o ICP = 30 mmHg (meningkat), meskipun drainase CSF intermiten
dan sedasi.
o Terapi farmakologi :
Pasien diberi 0,25 g / kg manitol intravena dan ICP menurun
menjadi 12 mmHg dalam waktu 30 menit.
o Pemeriksaan penunjang :
Pemindaian CT berulang menunjukkan tidak ada hematoma
baru.
o Tingkat set ventilator disesuaikan untuk mempertahankan PaCO 2
30-35 mmHg.
o Selama 24 jam berikutnya, dosis bolus manitol diperlukan setiap
4 jam untuk ICP >20 mmHg, sambil mempertahankan
osmolalitas serum 300–320 mOsm / kg.
 Pada hari ke 4 pasca operasi
o ICP = 30 mmHg
o Pasien dibawa kembali ke OR dan flap kraniotomi diangkat, dura
dibuka dan dilakukan duroplasti.
o Pemeriksaan penunjang : pemindaian CT

Hasil : Flap tulang kraniotomi kanan diangkat dengan


dekompresi yang efektif.
o Pasca operasi
ICP = 6 mmHg dan tetap <20 mmHg selama pasien dirawat di
ICU.
Tidak diperlukan penggunaan manitol lebih lanjut.
 Pada hari ke 7 pasca operasi
o Pasien mengikuti perintah.
o Kekuatan Otot
Kanan : 5/5
Kiri : 2/5 di
o Trakea berhasil diekstubasi dan kateter ventrikel dilepas.
C. Pengkajian (Data Fokus)

Data Objektif Data Subjektif

IGD -

 Klien dibawa ke ruang gawat darurat setelah terjadi


tabrakan kendaraan bermotor.
 GCS : E1M3V2 = 6 (Coma).
 Pupil :
Kanan = 6 mm, reaktif
Kiri = 3 mm, tidak reaktif
 Tindakan dan Terapi farmakologi yang diberikan
Setelah intubasi endotrakeal, pasien diberi manitol 1
g / kg
 Pemeriksaan penunjang
Pemindaian computed tomography (CT) otak tanpa
kontras menunjukkan hematoma epidural
temporoparietal kanan dengan diameter terbesar 3,5
cm dengan pergeseran garis tengah 1,6 cm

Ruang Operasi

 Tindakan : Craniotomy
 Dengan anestesi umum, kraniotomi dilakukan dan
bekuan epidural dievakuasi. Flap tulang kraniotomi
diganti. Drainase ventrikel eksternal sisi kanan
(EVD) dipasang.
 Pemeriksaan penunjang
CT pasca operasi menunjukkan dekompresi yang
efektif dan CT tulang belakang leher tidak
menunjukkan kelainan tulang.

ICU

 GCS : E1M3V2 = 6 (Coma)


 Tekanan intrakranial (ICP) 6 mmHg.
 Terapi Oksigen :
Secara mekanis berventilasi dengan mode Assist
Control.
 Terapi farmakologi
o dosis pemuatan fenitoin
o dosis pemeliharaan untuk profilaksis kejang.
 Keesokan paginya, klien terlihat menarik diri dengan
sisi kanan dan sering "menabrak" ventilator.
o GCS : E1M3V2 = 6 (Coma)
o ICP = 28 mmHg. (meningkat)
 Terapi IV
o Infus propofol dan fentanil.
Setelah dimulainya infus obat penenang :
Tekanan arteri rata-rata (MAP) = 60 mmHg
(turun)
ICP =18 mmHg (menurun)
Tekanan perfusi serebral (CPP) 60-18 = 42
mmHg (abnormal).
o Infus orepinefrin dimulai untuk
mempertahankan CPP >60 mmHg.
 Terapi Nutrisi
o NGT dipasang dan pengisian dimajukan untuk
memenuhi kebutuhan kalori harian selama 48
jam ke depan.
 Heparin 5000 U subkutan 3x sehari dimulai 24 jam
pasca operasi.
 48 jam berikutnya
ICP = 24 mmHg (meningkat)
 Kateter ventrikel (EVD) dibuka untuk dikeringkan
pada beberapa kesempatan untuk ICP >20 cm; 3-5
mL cairan serebrospinal (CSF) dikeringkan setiap
kali, diikuti dengan penghentian drainase.
 Pada hari ke-3 pasca operasi
o ICP = 30 mmHg (meningkat)
o Terapi farmakologi : 0,25 g / kg manitol
intravena
o ICP = 12 mmHg (menurun dalam waktu 30
menit).
o Pemindaian CT berulang menunjukkan tidak
ada hematoma baru.
o Tingkat set ventilator disesuaikan untuk
mempertahankan PaCO2 30-35 mmHg. Selama
24 jam berikutnya, dosis bolus manitol
diperlukan setiap 4 jam untuk ICP >20 mmHg,
sambil mempertahankan osmolalitas serum
300–320 mOsm / kg.
 Pada hari ke 4 pasca operasi
o ICP = 30 mmHg, meskipun telah digunakan
osmoterapi.
o Pasien dibawa kembali ke OR dan flap
kraniotomi diangkat, dura dibuka dan dilakukan
duroplasti
o Flap tulang kraniotomi kanan diangkat dengan
dekompresi yang efektif.
 Pasca operasi
o ICP = 6 mmHg (menurun) dan tetap <20 mmHg
selama pasien dirawat di ICU.
o Tidak diperlukan penggunaan manitol lebih
lanjut.
 Pada hari ke 7 pasca operasi
o Pasien mengikuti perintah.
o Kekuatan otot
Kanan : 5/5
Kiri : 2/5
o Trakea berhasil diekstubasi dan kateter
ventrikel dilepas.
 Klien dipindahkan dari ICU 24 jam kemudian.

D. Analisa Data

Data Fokus Diagnosa Keperawatan

DO : Penurunan kapasitas adaptif


- GCS = 6 (E1M3V2). intrakranial b.d trauma cerebral
- Pupil = 3 mm di kiri, tidak
reaktif, dan 6 mm di kanan,
reaktif.
- Hematoma epidural
temporoparietal kanan dengan
diameter terbesar 3,5 cm dengan
pergeseran garis tengah 1,6 cm
- ICP = 28 mmHg.
- Tekanan perfusi serebral (CPP)
42 mmHg.
- Pada hari ke-3 pasca operasi ICP
= 30 mmHg
DS : -

DO : Gangguan persepsi sensori b.d


- GCS = 6 (E1M3V2). Penurunan kesadaran
- Pupil = 3 mm di kiri, tidak
reaktif, dan 6 mm di kanan,
reaktif.
- Hematoma epidural
temporoparietal
DS : -
DO : Risiko ketidakefektifan perfusi
- Hematoma epidural jaringan otak b.d peningkatan tekanan
temporoparietal kanan dengan intrakranial (TIK)
diameter terbesar 3,5 cm dengan
pergeseran garis tengah 1,6 cm
- ICP = 28 mmHg.
- Pada hari ke-3 pasca operasi ICP
= 30 mmHg
- Tekanan perfusi serebral (CPP)
42 mmHg.
- Tingkat set ventilator
disesuaikan untuk
mempertahankan PaCO2 30-35
mmHg.
DS : -
DO : Hambatan mobilitas fisik b.d
kerusakan saraf motorik
Pada hari ke 7 pasca operasi
- Kekuatan otot 5/5 di sisi kanan
dan kekuatan 2/5 di sebelah kiri.
DS : -

E. Prioritas Masalah
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d trauma cerebral
2. Gangguan persepsi sensori b.d Penurunan kesadaran
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan saraf motorik
F. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Rasional

1. Penurunan Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Manajemen pemantauan tekanan


kapasitas adaptif diharapkan kapasitas adaptif Intrakranial Intrakranial
intrakranial b.d dapat teratasi dengan kriteria hasil: • Peningkatan tekanan
darah sistemik yang
trauma cerebral diikuti dengan penurunan
(D.0066) Kapasitas adaptif Intrakranial
Observasi: tekanan darah diastolik
• Tingkat kesadaran meningkat merupakan tanda
• Respon pupil membaik • Monitor tanda/gejala peningkatan TIK peningkatan TIK
• Tekanan Intrakranial membaik (mis., peningkatan tekanan darah, • Agar icp pasien selalu
(Kategori : tekanan nadi melebar, bradikardi, pola
• Tekanan darah normal dalam pantaauan
fisiologis, napas ireguler, penurunan kesadaran. • Agar cpp pasien selalu
Subkategori : • Monitor ICP (Intrakranial pressure), dalam pantauan
Neurosensori, hal jika tersedia • Agar intake dan output
149) • Monitor CPP (Cerebral Perfusion caitan pasien selalu
Pressure) dalam pantauan sehingga
• Monitor gelombang ICP perawat bisa
• Monitor intake dan output cairan mengoptimaklan cairan
pasien sesuai kebutuhan

Terapeutik:
• Agar pasien merasakan
• Meminimalkan stimulus dengan refleks dan
menyediakan lingkungan yang tenang. meningkatkan
• Cegah terjadinya kejang kenyamanan dan
• Berikan posisi semi fowler ketenangan pasien
Edukasi : - • Untuk mencegah
terjadinya kejang pada
Kolaborasi: pasien
• Untuk mengoptimalkan
• Kolaborasi pemberian sedasi dan perfusi serebral
antikonvulsan, jika perlu. • Untuk mengoptimalkan
pemberian sedasi dan
antikovulsan dengan
tepat

Pemantauan tekanan Intrakranial

Observasi:

• Monitor peningkatan TD
• Monitor penurunan tingkat kesadaran
• Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil
• Monitor tekanan perfusi serebral
• Monitor jumlah, kecepatan, dan • Agar peningkatan TD
karakterisitik drainse cairan pasien tetap terpantau
serebrospinal • Agar penurunan tingkat
• Monitor efek stimulus lingkungan kesadaran pasien selalu
terhadap TIK dalam pantaun
• Agar perlambatan dan
ketidaksimetrisan respon
Terapeutik: pupil pasien selalu
terpantau
• Pertahankan posisi kepala dan leher • Agar tekanan perfusi
netral serebral selalu terpantau
• Atur interval pemantauan sesuai • Agar jumlah kecepatan,
kondisi pasien dan karasteristik drainase
• Pertahankan strerilitas sistem cairan serebral selalu
pemantauan tetpantau
Edukasi : - • Agar efek stimulasi
lingkungan terhadap TIK
Kolaborasi : - selalu terpantau
• Untuk mengoptimalkan
• Untuk mengoptimalkan
pemantauan kondisi
pasien
2. Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Minimalisasi rangsangan
sensori b.d diharapkan status neurologis membaik
Penurunan dari (skor 1) menurun menjadi (skor 5)  Untuk mengetahui status
mental, status sensori dan
kesadaran membaik Observasi tingkat kenyamanan
dengan kriteria hasil pasien sehingga dapat
 Periksa status mental, status sensori dilakukan tindakan sesuai
dan tingkat kenyamanan ( mis. Nyeri) kebutuhan
(Kategori : yang diharapkan:
Psikologis
Subkategori : Terapeutik
Integritas Ego, hal
190) Status Neurologis  Diskusikan tingkat toleransi terhadap  Agar tindakan yang
beban sensori (mis. Bising) dilakukan tepat sehingga
 Batasi stimulus lingkungan (mis. perawat dapat
Cahaya, suara dan aktivitas) meminimalkan beban
Kriteria hasil : sensori
 Kombinasikan prosedur atau tindakan
dalam satu waktu sesuai kebutuhan  Untuk meningkatkan
 Tingkat kesadaran membaik
kenyamanan dan
 Kontrol motorik pusat membaik ketenangan pasien
 Fungsi sensorik kranial Edukasi  Untuk mengoptimalkan
membaik prilosedur atau tindakan
 Fungsi sensorik spinal membaik  Ajarkan meminimalisasi stimulus  Agar pasien dapat
 Fungsi motorik spinal membaik meminimalisir stimulus
 Fungsi motorik kranial  Agar tindakan yang
membaik Kolaborasi
dilakukan tepat dan untuk
 Fungsi otonom membaik mengoptimalkan

Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur atau tindakan
prosedur/tindakan
 Agar tidak salah dalam
 Kolaborasi pemberian obat yang
pemberian obat
mempengaruhi persepsi stimulus
3. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen tekanan intrakranial (TIK)  Agar penyebabnya dpat
ketidakefektifan diharapkan perfusi jaringan: serebral diketahui sehingga lebih
perfusi jaringan mudah menemukan dan
otak b.d dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
melakukan penanganan
yang tepat.
peningkatan Perfusi jaringan: serebral  Agar kesadaran pasien
tekanan  Identifikasi penyebab peningkatan
dan tekanan darah pasien
intrakranial (TIK)  Tekanan intrakranial membaik. intrakranial (TIK)
 Tidak ada penurunan tingkat  Monitor tanda/gejala peningkatan TIK selalu terpantau.
(Domain 4, kelas 4, kesadaran. (mis. Kesadaran menurun, tekanan  Agar icp pada pasien
hal 235) darah meningkat) yang menggunakan icp
 Monitor ICP (intra cranial pressure), selalu dalam pantauan.
jika tersedia  Agar cpp pasien selalu
 Monitor CPP (cerebral perfucion terpantau.
pressure)  untuk mengoptimalkan
 Monitor gelombang ICP stimulus pasien dan
Teraupetik menciptakan
kenyamanan pasien dan
 Menimalkan stimulus dengan perawat.
menyediakan lingkungan yang tenang.  untuk mengoptimalkan
 Berikan posisi semi fowler. pekfusi serebral.
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal.  untuk mengoptimalkan
Kolaborasi PaCo2.
 Agar dokter dapat

Beritahu dokter untuk peningkatan TIK mengoptimalkan
yang tidak bereaksi sesuai peraturan peningkatan TIK dengan
perawatan. tepat.
4. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Mekanika Tubuh
mobilitas fisik b.d diharapkan keterbatasan gerak pasien
kerusakan saraf Observasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
motorik
- Monitor perbaikan postur - Untuk memantau
Koordinasi Pergerakan
(Domain 4, kelas 2, (tubuh)/mekanika tubuh pasien perkembangan perbaikan
hal 217)
- Kontraksi kekuatan otot pasien tidak Terapeutik postur tubuh pasien
terganggu - Kaji kesadaran pasien tentang - Untuk mengetahui kondisi
- Keseimbangan pergerakan pasien abnormalitas muskuloskeletalnya dan efek perkembangan bagian yang
membaik yang mungkin timbul pada jaringan otot abnormal
- Pasien dapat bergerak ke arah yang dan postur
di inginkan - Bantu untuk mendemonstrasikan posisi - Agar pasien merasa nyaman
- Pasien dapat bergerak dengan tidur yang tepat dengan posisi yang tepat
ketepatan yang diinginkan Edukasi

-
Kolaborasi :

- Kolaborasikan dengan fisioterapis dengan - Agar tindakan yang


mengembangkan peningkatan mekanika dilakukan pada pasien dapat
tubuh, sesuai dengan indikasi dilakukan dengan tepat dan
sesuai dengan yang di
butuhkan pasien

Relaksasi Otot Progresif (1460)


Observasi :

- Monitor indicator akan tidak adanya


kondisi rileks, misalnya pergerakan,
pernafasan yang sulit, nafas sulit, bicara
dan batuk - Untuk mengetahui
Terapeutik : perkembangan yaitu kondisi
rileks yang di alami pasien
- Pilih setting (lingkungan) yang tenang
dan nyaman
- Skrining terhadap peningkatan tekanan
- Agar pasien merasa nyaman
intracranial, kerapuhan kapiler,
dan tenang
kecendrungan perdarahan, atau kondisi
- Untuk mendeteksi secara dini
lain di mana tegangan otot mungkin
mengenai tekanan
menyebabkan adanya cenderung fisiologi,
intracranial, kerapuhan
dan modifikasi teknik tersebut dengan
kapiler, kesendrungan
tepat
perdarahan atau kondisi
- Regangkan otot kaki tidak lebih dari 5
lainnya
detik untuk menghindari kram
- Cek pasien secara periodic dalam rangka
menjamin agar kelompok otot menjadi
rileks
- Tegangkan kelompok otot pasien lagi,
jika relaksasi tidak terjadi
- Berikan waktu pada pasien untuk
mengespresikan perasaannya

Edukasi :

- - Untuk mencegah terjadinya


Kolaborasi : kram pada pasien

-
- Untuk memastikan dan
menjamin kelompok otot
pasien selalu rileks
- Untuk mengoptimalkan
relaksasi pasien
- Agar pasien mampu
mengespresikan perasaanya
G. Evidence Based

Judul Artikel : Elevation of the head during intensive care management in people
with severe traumatic brain injury (Peninggian kepala selama manajemen
perawatan intensif pada orang dengan cedera otak traumatis yang parah)

Penulis : Jose D Alarcon , Andres M Rubiano, David O


Okonkwo, Jairo Alarcón, Maria José Martinez-Zapata, Gerard Urrútia, Xavier
Bonfill Cosp

Judul jurnal : Cochrane Database of Systematic Reviews

Tahun : 2017

Posisi terapeutik kepala (head-of-bed elevation (HBE)/derajat


elevasi kepala tempat tidur yang berbeda) telah diusulkan sebagai cara
sederhana dengan biaya rendah untuk mencegah cedera otak sekunder
pada pasien traumatic brain injury. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk
mengevaluasi bukti yang terkait dengan efek klinis dari posisi sandaran
kepala yang berbeda pada hasil klinis yang penting atau, jika tidak
tersedia, hasil pengganti yang relevan (Alarcon et al., 2017).

Berdasarkan penelitian ini (Alarcon et al., 2017) mengemukakan


bahwa penelitian yang melibatkan total 20 peserta (11 dewasa dan 9 anak-
anak) dengan TBI parah, tidak menemukan cukup bukti tentang head-of-
bed elevation (HBE) selama penatalaksanaan perawatan intensif orang
dengan TBI. Kurangnya konsistensi antara studi, kelangkaan data dan
tidak adanya bukti yang menunjukkan korelasi antara pengukuran
fisiologis seperti ICP, CCP dan hasil klinis, berarti bahwa kami tidak
yakin tentang efek HBE selama manajemen perawatan intensif di orang
dengan TBI parah.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pramesti &
Kristinawati, 2020) yang mengemukakan bahwa peningkatan tekanan
intrakranial dilakukan dengan meliputi posisi yang tepat ketinggian head-
of-the-bed sampai 30 derajat, untuk mencegah cedera kulit ada efek yang
signifikan dari posisi head-up 30° pada perubahan tekanan intrakranial,
khususnya di tingkat kesadaran dan tekanan arteri rata-rata pada pasien
dengan cedera kepala. Ini merekomendasikan bahwa bagi petugas
kesehatan untuk memberikan pengetahuan mengenai intervensi ini untuk
mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
Daftar Pustaka

Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia

Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

Herdman, T. H. (2018). NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Pramesti, A. P., & Kristinawati, B. (2020). PENINGKATAN TEKANAN


INTRAKRANIAL PADA PASIEN KRITIS DI. University Research
Colloqium, 131–138.

Alarcon, J. D., Rubiano, A. M., Okonkwo, D. O., Alarcón, J., Martinez-Zapata,


M. J., Urrútia, G., & Bonfill Cosp, X. (2017). Elevation of the head during
intensive care management in people with severe traumatic brain injury. The
Cochrane database of systematic reviews, 12(12), CD009986.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD009986.pub27

Anda mungkin juga menyukai