Disusun Oleh :
Putri Permata Indah (20170610045)
Talitha Trisna Ramadhan (20170610056)
Sekar Ayu Rahmadanti (20170610063)
Febyona Rindang Syahfitri (20170610085)
Nindiya Sukmawati (20170610140)
Nurmala Ita (20170610141)
Engla Atervina (20170610171)
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu euthanasia?
2. Apa saja jenis-jenis euthanasia?
3. Bagaimana “Euthanasia” ditinjau dari ilmu kedokteran ?
4. Bagaimana pengaturan euthanasia dalam hukum di Indonesia?
5. Bagaimana tindak pidana dalam praktik kedokteran dan delik euthanasia?
6. Pertannggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pelaksana Tindak Pidana
Euthanasia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Euthanasia
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medik, kehidupan
seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter
dihadapkan padasebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak dan
jika sudah terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan. Tugas seorang dokter
adalah untuk menolong jiwa seorang pasien, padahal jika dilihat lagi hal itu sudah
tidak bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah
penderitaan seorang pasien. Nah, penghentian pertolongan tersebut merupakan salah
satu bentuk euthanasia. Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan
membedakan kematian kedalam tiga jenis:
1. Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses alamiah;
2. Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar;
3. Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak
dengan pertolongan dokter.1
Istilah Euthanasia secara etimologis, berasal dari kata Yunani yaitu eu dan
thanatos yang berarti “mati yang baik” atau “mati dalam keadaan tenang atau
senang”. Dalam bahasa inggris sering disebut Marc Killing, sedangkan menurut
“Encyclopedia American mencantumkan Euthanasia ISSN the practice of ending life
in other to give release from incurable sufferering”. Di Belanda disebutkan bahwa
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan suatu usaha (nalaten) untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan
khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri.2 Suetonis dalam bukunya Vita
Ceasarum merumuskan bahwa euthanasia adalah mati cepat tanpa derita. Pada
perkembangan selanjutnya, istilah euthanasia diartikan sebagai pengakhiran
kehidupan karena belas kasihan (mercy killing) dan membiarkan seseorang untuk
1
Muhammad Ikhsan, 2009, Euthanasia Persepetif Medis Dan Hukum Pidana Indonesia,
https://www.scribd.com/document/11639357/Euthanasia-Persepetif-Medis-Dan-Hukum-Pidana-Indonesia.
2
HR, Ferdiana, 2017, Tindakan Euthanasia sebagai Tindak Pidana dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran, http://repository.unpas.ac.id/28620/4/F.BAB%20II%20TINJAUAN%20EUTHANASIA.pdf.
mati (mercy death). Kemudian, ada juga yang mengartikannya sebagai a good or
happy death.3
Mahoney dkk., dalam bukunya Euthanasia and Clinical Practice, sebagaimana
dikutip oleh Syamsul Anwar, mendefinisikan euthanasia sebagai tidak melakukan
secara sengaja sesuatu perbuatan untuk memperpanjang atau secara sengaja
melakukan suatu perbuatan untuk mengakhiri hidup seorang pasien yang
kesemuanya dilakukan semata-mata untuk kepentingan pasien itu sendiri.
Berdasarkan definisi ini, Syamsul Anwar lebih lanjut menjelaskan bahwa euthanasia
berbeda dengan bunuh diri (suicide) karena bunuh diri tidak dilakukan dalam
konteks perawatan penyakit dan sering dilakukan tanpa bantuan orang lain,
sementara euthanasia dilakukan dalam konteks medis dan atas bantuan orang lain.
Euthanasia dibedakan juga dengan bunuh diri atas bantuan dokter (assited suicide)
di mana dalam kasus bunuh diri atas bantuan dokter ini fasilitas untuk bunuh diri
disediakan oleh dokter, sedang kematian dirinya dilakukan oleh yang bersangkutan
sendiri.4
Menurut istilah kedokteran, Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan
kesakitan atau penderitaan yang dialami oleh seseorang yang akan meninggal, juga
berarti mempercepat kematian seseorang yang berada dalam kesakitan dan
penderitaan yang hebat menjelang kematiannya. Kode etik kedokteran Indonesia
menggunakan Euthanasia dalam tiga arti, yaitu :
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan;
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan
memberi obat penenang;
3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri atau pihak keluarga.
Berdasarkan penjelasan medis, Euthanasia menurut Dr. Kartono Muhammad
adalah membantu mempercepat kematian seseorang agar terbebas dari
penderitaan. Menurut Dr. Med Ahmad Ramli dan K.St. Pamuncak Euthanasia
adalah usaha dokter untuk meringankan penderitaan sakaratul maut. Menurut
Anton M. Moeliono dan kawan-kawan, pengertian Euthanasia adalah suatu
3
Abd. Halim, 2012, Euthanasia dalam Perspektif Moral dan Hukum, http://ejournal.uin-
suka.ac.id/syariah/almazahib/article/view/1346/1168
4
Abd. Halim, 2012, Euthanasia dalam Perspektif Moral dan Hukum, http://ejournal.uin-
suka.ac.id/syariah/almazahib/article/view/1346/1168
tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan mahluk (orang ataupun hewan)
yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas
dasar perikemanusaiaan.5
B. Jenis-Jenis Euthanasia
Ada beberapa jenis euthanasia yang semuanya memiliki definisi yang berbeda-
beda. Pendapat dari Dr. R. Soeprono (dalam Prakoso, 1984:54) yang membagi
euthanasia empat jenis yaitu:
1. Euthanasia sukarela (Voluntary euthanasia). Pasien meminta, memberi ijin atau
persetujuan untuk menghentikan atau meniadakan perawatan yang
memperpanjang hidup.
2. Euthanasia terpaksa (Invulunturv eulfzunusiu) Membiarkan pasien mati tanpa
sepengetahuan si pasien sebelumnya dengan cara menghentikan atau meniadakan
perawatan yang memperpanjang hidup.
3. Mercy Killing sukarela (Volunturi Mercy Killing)
Dengan sepengetahuan dan persetujuan pasien diambil tindakan yang
menyebabkan kematian.
4. Mercy Killing terpaksa (Involunlari A1ercv Killing) Tindakan sengaja di ambil
tanpa sepengetahuan si pasien untuk mempercepat kematian.6
7
LP Yudaningsih, 2015, TINJAUAN YURIDIS EUTHANASIA DILIHAT DARI ASPEK HUKUM PIDANA,
https://media.neliti.com/media/publications/43316-ID-tinjauan-yuridis-euthanasia-dilihat-dari-aspek-hukum-pidana.pdf
8
HR, Ferdiana, 2017, Tindakan Euthanasia sebagai Tindak Pidana dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran, http://repository.unpas.ac.id/28620/4/F.BAB%20II%20TINJAUAN%20EUTHANASIA.pdf.
itu, dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan “Barang siapa dengan sengaja dan
dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.15”.
Dalam ketentuan Pasal 340 KUHP menjelaskan bahwa “Barang siapa merampas
nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati, diancam dengan pidana paling lama 12tahun penjara”
Selain itu, dalam Pasal 345 KUHP menyatakan bahwa “Barang siapa dengan
sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu
atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun kalau orang tersebut jadi bunuh diri”.
Dan dalam pasal 259 KUHP menjelaskan bahwa “Barang siapa dengan
kesalahannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun”.
Hubungan hukum dokter-pasien dapat pula dikaji dari sudut perdata, yakni
berkaitan dengan perjanjian/perikatan yang diatur dalam pasal-pasal 1313, 1314,
1315, 1319, dan 1320 KUHP Perdata. Pasal 1320, misalnya, mengatur mengenai
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain: kemauan (yang bebas tentunya)
dari kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Selain itu, harus diingat pula
adanya pasal 351 KUHP. Dalam pengertian pasal ini, suatu tindakan yang dilakukan
terhadap pasien tanpa izin, dapat dikategorikan sebagai penganiayaan.
Apabila seorang dokter bertindak dengan memenuhi unsur-unsur yang
disebutkan dalam pasal-pasal KUHP di atas (khususnya pasal 344), maka dokter itu
telah melakukan euthanasia dan sebagaimana telah dibahas di atas, menurut hukum
merupakan tindak pidana.9
E. Tindak Pidana Dalam Praktik Kedokteran Dan Delik Euthanasia
Istilah tindak pidana dalam praktik kedokteran sebenarnya merupakan istilah
yang asing dalam berbagai disiplin ilmu hukum. Tindak pidana praktik
kedokteran merupakan gabungan dua istilah, yaitu tindak pidana yang berarti
perbuatan atau tindakan yang menimbulkan hukuman atau sanksi pidana.
Sedangkan praktik kedokteran atau profesi kedokteran berdasarkan Undang-
9
Abd. Halim, 2012, EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF MORAL DAN HUKUM, http://ejournal.uin-
suka.ac.id/syariah/almazahib/article/view/1346/1168
Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diartikan sebagai suatu
tindakan kedokteran atau pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan
suatu keilmuan dan kompetensi. Dapat disimpulkan bahwa tindak pidana praktik
kedokteran tidak lain adalah tindakan (medik) yang salah atau kekeliruan yang
dilakukan oleh profesi kedokteran yang buruk serta menimbulkan akibat hukum
atas perbuatan yang dilakukan.
Pakar menggunakan beberapa istilah lain dalam tindak pidana praktik
kedokteran yaitu Medical MalpracticeI yang dalam bahasa Indonesia disebut juga
sebagai kelalaian medik. sedangkan Gonzales dalam bukunya Legal Medicine
Pathology and Toxilogy menggunakan istilah Criminal Malpractice dan Civil
Malpractice. Menurut Hermein Hadiati Koeswadji, memberikan definisi
malpraktik adalah suatu bentuk kesalahan professional yang dapat menimbulkan
luka-luka pada pasien sebagai akibat langsung dari suatu perbuatan atau kelalaian
dokter.
12
Marusaha Simatupang, 2017, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA DITINJAU DARI
ASPEK MEDIS DAN HUKUM PIDANA, https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jmpk/article/view/17674.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau penderitaan yang
dialami oleh seseorang yang akan meninggal, juga berarti mempercepat
kematian seseorang yang berada dalam kesakitan dan penderitaan yang hebat
menjelang kematiannya.
2. Beberapa jenis euthanasia:
a. Euthanasia sukarela (Voluntary euthanasia)
b. Euthanasia terpaksa (Invulunturv eulfzunusiu)
c. Mercy Killing sukarela (Volunturi Mercy Killing)
d. Mercy Killing terpaksa (Involunlari A1ercv Killing)
3. Ditinjau dari segi medis yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
yang telah diperbaharui dalam Pasal 11, prinsip Euthanasia jelas tidak dianut
oleh dokter-dokter Indonesia, disamping melanggar sumpahnya juga
melanggar moral, etika dan norma hukum di Indonesia. masalah ini penting
dikaji untuk medapatkan solusinya sebab sebagai Negara hukum, tentu saja
ada konsekuensi pertanggungjawaban terhadap suatu perbuatan yang
dijalankan oleh setiap warga Negara atas dasar profesinya.
4. Bila merujuk dari apa telah diuraikan di atas, dapatlah di ambil suatu
kesimpulan, bahwa Euthanasia ataupun pengakhiran kehidupan dengan suatu
permintaan di Indonesia ini tetap dilarang. Larangan ini terdapat Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang tindak pidana
terhadap nyawa yang terdapat dalam pasal 334 KUHP.
5. Dapat disimpulkan bahwa tindak pidana praktik kedokteran tidak lain adalah
tindakan (medik) yang salah atau kekeliruan yang dilakukan oleh profesi
kedokteran yang buruk serta menimbulkan akibat hukum atas perbuatan yang
dilakukan. Sedangkan Kualifikasi delik dari perbuatan Euthanasia ini
berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
adalah merupakan jenis delik Commissionis.
6. Sebagai tenaga profesional dalam dunia medis maka Dokter bertanggung
jawab dalam setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Begitu
juga halnya yang melekat pada seorang diri dokter, khususnya dalam tindakan
pengakhiran kehidupan atau Euthanasia yang dibebani oleh
pertanggungjawaban pidana, etik, dan profesi.
DAFTAR PUSTAKA