Oleh
Nurmala Ita
NIM 20170610141
i
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tajdid dalam gerakan Muhammadiyah?
2. Bagaimana Model Tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah?
3. Bagaimana Tantangan Gerakan Tajdid Muhammadiyah pada Agenda Kedepan?
iii
BAB II
PEMBAHASAN
iv
v
Proses Islamisasi yang dilakukan Muhammadiyah tidak henti-hentinya
menderukan gerakan dakwah. Muhammadiyah melakukan bentuk rasionalisasi
Islam maupun Jawaisme. Pada waktu itu banyak sekali kepercayaan masyarakat
yang mendekati syirk, bahkan syirk terang-terangan. Kebiasaan masyarakat
Islam tradisional berupa meminta-minta restu pada makam-makam keramat,
sihir memelihara jin, dan menggunakan berbagai bentuk jimat tidak sesuai
dengan gagasan kemurnian Islam. Kepercayaan masyarakat Jawa waktu itu
berupa mbaurekso tempat-tempat keramat berupa gunung, sungai, mata air,
pohon, batu, dan gua. Begitu juga kepercayaan pada lelembut penjaga desa,
kuburan, rumah, sawah, dan tempat-tempat lain. Orang jawa juga percaya pada
bermacam primbon. Demikian pula bermacam-macam ajian, petung (hari baik-
buruk), jampi-jampi, dan perdukunan. Semuanya itu adalah bentuk dari
penyimpangan-penyimpangan ajaran Islam.
vi
puritanisasi itu. Begitu juga pemberantasan syirk yang berupa keyakinan-
keyakinan masyarakat desa seperti konsep mengenai ‘'sing mbau rekso" juga
mulai mengguncang tertib masyarakat desa karena keyakinan pada kekuatan-
kekuatan supernatural semacam itu sangat berkaitan dengan konsep-konsep
mengenai ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan desa.4
vii
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” Qs.3:110.5
2. Pembaruan (modernisasi/reformasi)
viii
diri Rasulullah. Dengan perkataan lain, tidak ada otoritas yang sama bobot dan
statusnya dalam soal memahami setiap ajaran yang berasal dari wahyu dengan
otoritas Muhammad sebagai Rasul terakhir. Konsekwensi dari pandangan ini
ialah bahwa otoritas siapapun di bidang penafsiran terhadap Al-Qur'an dengan
bantuan sunnah dan sejarah difahami secara putus terhadap masalah yang
dipersoalkan.
ix
yang menangani masalah sosial-keagamaan. Isu-isu sosial-budaya, dialog
agama, gender, perburuhan, dan sebagainya adalah bidang garap
Muhammadiyah sekarang. Pengembangan pemikiran Muhammadiyah semakin
meluas jangkauannya. Sehingga yang dikembangkan oleh Muhammadiyah
adalah memadukan antara dimensi "normativitas" wahyu dengan "historisitas"
pemahaman wahyu. Jadi wilayah al-ruju' ila al-Qur'an wa al-
Sunnah, dan Tajdid atau Ijtihad10 berjalan sealur dan seirama.
Tajdid, yang muncul dalam berbagai ragam gerakan pembaharuan dalam sejarah
Islam, merupakan salah satu bentuk implementasi nilai ajaran Islam setelah
meninggalnya Nabi. Gerakan tajdid muncul sebagai jawaban terhadap tantangan
kemunduran yang dialami dan, atau jawaban terhadap tantangan kemajuan yang
dicapai oleh kaum Muslimin. Misi Tajdid Muhammadiyah sebenarnya diarahkan
untuk membangun kembali watak dan karakter masyarakat. Ada komponen penting
yang menjadi sumber terbentuknya peradaban utama.
Pertama, Islam sebagai sumber pokok ajaran yang berkaitan dengan nilai
keadilan, kebebasan, persamaan, toleransi, dan pluralitas. Kedua, apresiasi Islam
terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga, warisan tradisi klasik Islam yang telah
melahirkan berbagai ragam pemikiran yang sampai sekarang menjadi khazanah
penting sumber kajian Islam. Keempat, Bahasa Arab serta bahasa kawasan Islam.
Kelima, tegaknya aturan dan hukum yang mampu membentuk prilaku seseorang dan
10
x
menjamin kebebasan berekspresi. Keenam, terciptanya tatanan masyarakat plural
yang menjunjung tinggi nilai-nilai seperti yang disebutkan di atas.
1. Bidang keagamaan
11
HerySucipto, 2005, Tajdid Muhammadiyah dari Ahmad Dahlanhingga A. SyafiiMaarif, Jakarta,
Grafindo, hlm.21
xi
Berziarah ke makam orang-orang suci dan minta didoakan. Begitu pula orang
sering kali meminta nasehat dan bantuannya kepada petugas agama di desa
(seperti modin, rois, kaum) dalam hal-hal yang berhubungan dengan takhayul,
misal untuk menolak pengaruh penyakit, yang untuk itu biasanya mereka diberi
atau dibacakan doa-doa dalam bahasa Arab, yang di antara doa tersebut tidak
jarang bagian-bagian yang berbau Agama Hindu atau animisme dari zaman
kuno, dan sebagainya.
Terhadap tradisi dan kepercayaan di atas banyak orang Islam yang
menganggap bahwa hal tersebut termasuk amalan-amalan keagamaan, atau
setidak-tidaknya hal tersebut tidak bertentangan. Untuk itu Muhammadiyah
berusaha meluruskan kembali dengan memberantas segala bentuk bid’ah dan
khurafat sepeti bentuk di atas.Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan
keyakinan umat Islam Indonesia, ialah Muhammadiyah telah mengenalkan
penelaahan kembali dan pengubahan drastis, jika diperlukan, menuju penafsiran
yang benar terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits. Usaha pemurnian tersebut antara
lain dapat disebut :
a. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam bersembahyang, sebagai kebalikan
dari kebiasaan sebelumnya, yang menghadap tepat ke arah Barat.
b. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir
bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan
oleh petugas agama.
c. Menyelenggarakan sembahyang bersama di lapangan terbuka pada hari raya
Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti dari sembahyang serupa dalam
jumlah jama’ah yang lebih kecil, yang diselengarakan di Masjid. Hal ini
dilakukan dengan tujuan lain agar para wanita yang sedang haid dapat bisa
bergabung bersama (walaupun tidak ikut sholat) karena hal ini tidak
mungkin dapat dilakukan apabila di dalam Masjid.
d. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan korban pada hari raya tersebut
di atas, oleh panitia khusus.
e. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah, sebagai ganti dari penyampaian
khutbah dalam bahasa Arab.
xii
f. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan,
perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat
politheistis darinya.
g. Penyerderhanaan makam, yang semula dihiasi secara berlebihan. Dari Jabir -
Radhiyallaahu ‘anhu-, dimana dia berkata: “Rasulullah -Shallallaahu
‘alaihi wasallam- telah melarang menembok kuburan, duduk di atasnya, dan
membuat bangunan di atasnya!”.(Hadits Riwayat Muslim, Ahmad, An-
Nasa’i dan Abu Dawud).12
h. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali).
i. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki
oleh para kyai/ulama tertentu, dan pengaruh ekstrim dari pemujaan terhadap
mereka.
j. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan
perempuan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.
2. Bidang pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan, Muhammadiyah mempelopori dan
menyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata.
Muhammadiyah telah memiliki 13 ribu sekolah dari jenjang Pendidikan TK, SD,
SLTP, SMU, madrasah diniyah serta pondok pesantren.13 Pembaharuan
pendidikan ini meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik pengajaran.
a. Segi cita-cita
Segi cita-cita yang dimaksud ialah ingin membentuk manusia muslim yang
baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah
ilmu keduniaan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
b. Teknik pengajaran
Adapun teknik, adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara
penyelenggaraan pengajaran. Gagasan pendidikan Muhammadiyah adalah
untuk mendidik sejumlah banyak orang awam dan meningkatkan
pengetahuan masyarakat
12
13
xiii
3. Bidang sosial masyarakat
Di bidang sosial dan kemasyarakatan, Muhammadiyah merintis bidang
sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit, poliklinik, panti asuhan,
rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara
individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.
xiv
Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan
multikulturalisme. Agama-agama yang selama ini mapan dengan dirinya, ternyata
mengalami problematika ketika berhadapan dengan realitas luar yang makin
kompleks dan plural. Untuk itu, maka, harus ada redefinisi terhadap makna dan
orientasi agama, sehingga agama senantiasa relevan dengan peradaban manusia.
xv
dihayati, dirasakan dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil alamin. Oleh
Alasan tersebut Muhammadiyah disebut sebagai gerakan Islam.
xvi
persatuan, menegakkan keadilan, melakukan kebijaksanaan, menguatkan tanwir,
mengadakan musyawarah, memusyawaratkan putusan, mengawasi gerakan
kedalam dan memperhubungkan gerakan keluar. Dengan lahirnya konsep ini maka
Muhammadiyah tumbuh menjadi paham dan kekuatan sosial-keagamaan dan
sosial politik tertentu di Indonesia.
Pada tahun 1942-1953 dibawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo
dirumuskan konsep idiologi Muhammadiyah secara lebih sistematik yaitu ditandai
dengan lahirnya Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah berisi pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Hidup manusia harus berdasar Tauhid, hidup manusia bermasyarakat, hanya ajaran
Islam satu-satunya ajaran hidup yang dapat dijadikan sendi pembentuk pribadi
utama dan mengatur ketertiban hidup bersama menuju hidup bahagia sejahtera yang
hakiki di dunia dan akhirat, berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam untuk mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diredhai Allah
SWT adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah dan berbuat ihlah dan ihsan
kepada sesama manusia, perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam hanyalah akan berhasil bila dengan mengikuti jejak perjuangan para nabi
terutama perjuangan nabu Muhammamd SAW. Perjuangan mewujudkan pokok-
pokok pikiran seperti diatas hanya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan
akan berhasil bila dengan cara berorganisasi, dan seluruh perjuangan doarahkan
tercapainya tujuan Muhammadiyah, yaitu terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
Pada tahun 1968 dalam muktamar Muhammadiyah ke 37 di Yogyakarta
perumusan idiologi Muhammadiyah semakin mengental, ditandai dengan lahirnya
Matan Keyakinan dan Citra-cita Hidup Warga Muhammadiyah, yang berisi pokok-
pokok pikiran sebagai berikut; pertama; Muhammadiyah adalah Gerakan yang
berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, kedua; Muhammadiyah adalah berkeyakinan bahwa Islam
ada;ah Agama Allah yang diwahyukan kepada mulai Nabi Adam smpai kepada
Nabi Muhammad SAW. Ketiga; Muhammadiyah dalam mengamalkan ajaran Islam
berdasarkan Al Qur’a, dan Sunnah Rasul, keempat; Muhammadiyah bekerja untuk
xvii
terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang Aqidah, Akhlak,
Ibadah dan Muamalat Diniawiyat dan yang kelima; Muhammadiyah mengajak
segenap lapisan bangsa Indonesia untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu
Negara yang adil makmur dan diridhai Allah SWT.
Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau kultur sosial
masyarakat lokal. Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan,
berhadapan dengan sistem nilai yang datang dari tradisi atau adat masyarakat
setempat. Sistem nilai itu lahir dari kearifan lokal yang secara turun temurun
dipegang oleh sebuah masyarakat sebagai suatu ajaran yang harus dijunjung tinggi.
Dialektika antara agama dan budaya (kearifan) lokal ini juga sering memicu
ketegangan, konflik dan perpecahan.
Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam
aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya
aktualisasi ideologi medernisme-reformasi Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid
gelombang kedua yang diperlukan Muhammadiyah. melalui potensi dan modal
sebagai gerakan pencerahan, Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk
pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam
kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
xviii
inovatif. Dengan demikian transformasi dakwah dan tajdid, yakni melakukan
perubahan-perubahan pandangan dan strategi dakwah dan tajdid lebih mendasar
sebagai alternatif. Benni Setiawan, www.muhammadiyahstudies.blog)
Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy atau kolektif, tetapi tentu saja
memerlukan etos ijtihad dan sistem yang lebih dinamis agar tidak mengalami
kelambanan dan tidak terperangkap pada posisi statis. Sedangkan berbagai variasi
dan pengembangan wacana pemikiran sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar
agar tradisi pemikiran terus berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan
memiliki pertanggungjawaban intelektual yang tinggi.
xix