Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modernitas muhammadiyah lahir sebagai respon atas sejarah, bukan spontanitas.

Ketika rakyat tenggelam dalam kemiskinan dan kebodohan semasa rezim kolonial,

muhammadiyah lahir dengan banyak respon; pendidikan modern dan mengembangkan spirit

PKO ( Pertolongan Kesengsaraan Oemoem) ketika masyarakat terlena dalam tradisional dan

mencampuradukan ajaran agama, muhammadiyah memberikan wacana dan spirit baru, tajdid

dan purifikasi.

Muhammadiyah sebagai gerakan islam merumuskan gerakan pembaharuannya dalam

bentuk purifikasi dan dinamisasi. Purifikasi didasarkan pada asumsi bahwa kemunduran umat

islam terjadi karena umat islam tidak mengembangkan aqidah islam yang benar, sehingga

harus dilakukan purifikasi dalam bidang aqidah-ibadah dengan teori “ segala sesuatu dalam

ibadah madlah dilaksanakan bila ada perintah dalam Al-Qur’an dan Hadist” sedangkan

dinamisasi dilakukan dalam bidang muamalah, dengan melakukan gerakan modernisasi

sesuai dengan teori “ segala sesuatu boleh dikerjakan selama tak ada larangan dala Al-qur’an

dan Hadist”.

Muhammadiyah dalam gerakan pembaharuannya di lakukan bersamaan antara

gerakan purifikasi dengan gerakan muamalah. Purifikasi dalam bidang aqidah yang dilakukan

oleh muhammadiyah adalah aqidah yang memiliki keterkaitan dengan aspek sosial

kemasyarakatan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian tajdid dan tajrid ?

2. Bagaimana watak Muhammadiyah sebagai gerakan Tajrid dan Tajdid ?

3. Bagaimana Model tajrid dan tajdid Muhammadiyah ?

4. Bagaimana Model gerakan keagamaan Muhammadiyah ?

5. Apa Makna gerakan keagamaan Muhammadiyah ?

6. Bagaimana gerakan Tajdid pada 100 tahun pertama ?

7. Apa Gerakan tajdid pada 100 tahun kedua ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mampu menjelaskan pengertian tajrid dan tajdid.

2. Mampu menjelaskan watak Muhammadiyah sebagai gerakan Tajrid dan Tajdid.

3. Mampu menjelaskan model tajrid dan tajdid Muhammadiyah.

4. Mampu memahami model dan makna gerakan keagamaan Muhammadiyah.

5. Mampu menjelaskan gerakan tajdid pada 100 tahun pertama.

6. Mampu menjelaskan gerakan tajdid pada 100 tahun kedua.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tajdid dan Trajid

1. Pengertian Tajdid

Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada-yujaddidu-tajdiidan, yang berarti

memperbarui atau menjadikan baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti

pembaruan, modernisasi atau restorasi. Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna

pembaharuan dan pelakunya disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian

istilah (terminology), tajdid berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam

bentuk pemikiran ataupun gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal

maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk: 1998:1).

Dalam pengertian lain, tajdid adalah upaya untuk memperbaharui interpretasi-

interpretasi atau pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, atas

dasar bahwa ajaran tersebut sudah tidak relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

Oleh karena itu, tajdid adalah usaha yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan

beinteraksi dengan historisitas kehidupan manusia.

Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran

al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali kepadanya. Adapun

yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif Muhammadiyah adalah seperti

diuraikan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar basyir

menyebutkan bahwa Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah

dari praktek-praktek takhayul, bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik.

Dengan kata lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung Islam murni (Lihat Azhar

Basyir: 1993: 255-257). Kedua Syafi’i Ma’arif menyebutkan bahwa Muhammadiyah

3
mentahbihkan dirinya sebagai gerakan non-mazhab, dinamisasi di tengah-tengah arus utama

umat Islam yang terkungkung dalam belenggu mazhab (Syafi’i Ma’arif 1997: 133). Dan

Ketiga, K. H. Suja inti dari pendirian Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-

Maun yang dikaitkan dengan pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR

1990: 43)

Apa yang dimaksud dengan tajdîd dalam Muhammadiyah dan bagaimana

perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis

berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar, perkembangan

tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase, yakni pase aksi-reaksi,

konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi. Ketika Muhammadiyah didirikan, para tokoh

Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional

dan teoritis tentang apa yang akan dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk

secara praktis dan pragmatis menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan

tuntunan Rasulullah. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan

yang dilakukan masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah

di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya kristen, yang kebetulan

disebarkan oleh penjajah negeri iniAdapun rumusan tajdîd yang resmi dari Muhammadiyah

itu adalah sebagai berikut:

Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdid memiliki dua

arti, yakni: a. pemurnian; b. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna

dengannya. Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran

Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah.

Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid

dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap

berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.

4
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan aktualisasi

akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam.

Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.

Yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui atau

mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur”an maupun al-Hadis. Dengan kata lain, yang

diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadis tersebut.

2. Pengertian Tajrid

Istilah Tajrid berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan, pengungsian,

pengupasan, Pelepasan atau pengambil alihan (Atabik Ali, 1999:410). Sedangkan tajrid

dalam bahasa Indonesia berarti pemurnian. Istilah ini, tidak sepopuler ketika menyebut istilah

tajdid, sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat khusus. Dalam

ibadah kita tajrid, hanya mengikuti Nabi Muhammad saw dan tidak ada pembaharuan.

Sedang dalam muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.

B. Watak Muhammadiyah sebagai gerakan Tajrid dan Tajdid

Dalam Muhammadiyah kekuatan tajdidnya terletak pada upaya menjaga

keseimbangan (tawazun) antara purifikasi dan dinamisasi, sesuai dengan bidangnya. Kalau

kesimbangan ini goyah, maka tajdid menjadi kurang sempurna dan sulit disandingkan dengan

perkembangan zaman. Selama ini Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan modern yang

telah melakukan perubahan dalam kehidupan keagamaan, sosial, budaya, dan politik. Selain

itu, tajdid dalam pandangan Muhammadiyah merupakann salah satu bentuk implementasi

nilai ajaran Islam setelah meninggalnya Nabi. Munculnya Gerakan tajdid sebagai jawaban

terhadap tantangan kemunduran yang dialami dan atau tantangan terhadap kemajuan oleh

kaum muslimin. Juga didasarkan pada landasan teologis yang menyebutkan perlunya

pembaruan setiap seratus tahun.

5
C. Model Tajdid dan Tajrid muhammadiyyah

1. Model tajdid muhammadiyah

Pertama; kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan, hasilnya

kongkrit dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia dan umat

manusia di seluruh dunia. Suburnya amal saleh di lingkungan aktivis Muhammadiyah

ditujukan kepada komunitas Muhammadiyah, bangsa dan kepada seluruh umat manusia di

dunia dalam rangka rahmatan lil alamin.

Kedua; tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari keterbukaan tersebut,

Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan di sekitar kita. Dari sekian

amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun.

Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau

Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi dan usaha atau jasa, maka yang menjadi

nasabah, partner dan komsumennya pun bisa siapa saja yang membutuhkan.

Ketiga; tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita

Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang berkemajuan, juga Islam

yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah masalah-masalah (problem solv),

temasuk masalah kesehatan,pendidikan, dan masalah sosial ekonomi.

Dengan Demikian model Tajdid dibagi dalam tiga bidang, yaitu :

1). Bidang keagamaan

Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip

dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin

menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran

tambahan lain. Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau

mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik yang

menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang sebagai mana

6
diperintahkan dalam Al-Qur’an dan as sunah. Dalam masalah akidah muhammadiyah bekerja

untuk tegaknya akidah islam yang murni, bersih dari gejala kemusyrikan, bid’ah dan curafat

tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut islam. Sedangkan dalam ibadah,

muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan

Rasullah tanpa perubahan dan tambahan dari manusia. Usaha permurnian yang dilakukan

muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak dari serapan berbagai unsur

kebudayaan yang ada di indonesia yaitu Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang

sebelumnya mengarah tepat ke arah barat.

2. Bidang pendidikan

Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah

pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti

yang penting dalam penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman

tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi kegenerasi.

Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu

a. Segi cita-cita

Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama,

luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersidia berjuang untuk

kemajuan masyarakatnya.

b. Segi teknik pengajaran

Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara penyelenggaraan pengajaran.

Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan barat dan sistem

pendidikan tradisonal, muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri.

Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama didalamnya, sekolah agama

dengan menyertakan perlajaran umum.

7
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah juga telah

mempebaharui pendidika tradisional non formal yaitu pengajian. Dimana yang semula

pengajarnya hanya mengajar ngaji dan ibadah oleh muhammadiyah diperluas dan pengajian

di sistematiskan dan diarahkan pada masalah kehidupan sehari-hari.

Begitupula muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan dan penyuluhan agama

dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi.

3. Bidang sosial masyarakat

Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah

sakit, piklinik, panti asuhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual

sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan dalam bidang sosial

kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoen (PKO)di

tahun 1923. Perhatian terhadap kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim,

sebagai perwujudan tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf dan juga sebagai

bentuk pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma;un 107: 1-7

Yang artinya

“ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang yang menghardik anak

yatim dan tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi

orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang berbuat riya

dan enggan(menolong dengan) barang berguna.”.

2. Model-model Tajrid Muhammadiyah.

Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid’ah.

Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Hanya

ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul karena ingin

memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan

8
adalah bukan dari ajaran Islam. Misalnya selamatan dengan kenduri dan tahlil dengan

menggunakan lafal Islam.

Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara selamatan, dalam berbagai

peristiwa, seperti kelahiran, khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti nama,

dan sejenisnya. Namun, diantara macam-macam selamatan yang paling menonjol adalah

selamatan kematian, yaitu terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,seratus hari, dan kahul.

Selamatan ini selalu diringi dengan membaca tahlil sebagai cara mengirim do’a kepada si

mayit. Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa adalah penghormatan kuburan

orang-orang suci, sambil meminta do’a restu, jimat, benda-benda pusaka dianggap

mempunyai kekuatan ghaib yang mampu melindungi.

Realitas sosio-agama yang dipraktikkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad

Dahlan melakukan pemurnian melalui organisasi Muhammadiyah. munawir Syazali

mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pemurnian yang menginginkan

pembersihan Islam dari semua unsur singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya.

D. Model gerakan keagamaan Muhammadiyah

Seperti yang dituliskan di awal bahwa dalam konstitusi Muhammadiyah, terdapat tiga

model gerakan yang mewujud menjadi modal gerakan yaitu: Pertama: Muhammadiyah

sebagai gerakan Islam. Kedua: sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan

ketiga: Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.

Pada dasarnya, Muhamadiyah telah menggagas mengenai penguatan basis gerakan,

sejak awal berdirinya. Bahkan dalam Muktamar pada tahun 1970-an telah diputuskan untuk

menggalang jama’ah dan dakwah jamaah (GJDJ). Hanya saja, gagasan tersebut belum ter-

implementasi secara maksimal dalam aktivistas gerakan organisasi.

9
Kesadaran yang sama muncul pada Muktamar ke 46 Yogyakarta dengan adanya

program revitalisasi cabang dan ranting serta pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang

dan Ranting (LPCR), sebagai respons atas kondisi global dan tantangan yang dihadapi.

Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan kelanjutan

dari spirit perubahan formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan kesadaran sosial, politik,

ekonomi dan ideologi, -kini terkooptasi oleh kecenderungan kapitalistik, birokrasi, politisasi

yang berlangsung secara massif pasca Orde Baru. Dan terakhir, beberapa dekade yang lalu,

telah di rumuskan pembinaan Jamaah, keluarga sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk

memperkuat basis gerakan.

1. Gerakan Jamaah dan Dakwah (GDJD)

Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka terhadap

lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah kumpulan keluarga muslim

yang berada dalam suatu lingkungan tempat tinggal. Ajakan warga aktif merupakan landasan

gerakan Muhammadiyah yang menuntut adanya komunitas yang solid dan terorganisir untuk

memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang segala macam keburukan. Orientasi dari

gerakan ini adalah membangun basis kehidupan dakwah bil halal di bidang pendidikan,

sosial, ekonomi dan kesehatan.

KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan beberapa sahabatnya sangat

peduli terhadap pembinaan jamaah. Beliau melakukan perjalanan keliling Jawa untuk

melakukan pembinaan hingga ke Banyuwangi, Jakarta dan Jawa Tengah. Itu artinya,

penguatan jamaah sudah menjadi platform dari berdiri dan pengembangan gerakan

Muhamaadiyah.

2. Langkah Penguatan Jama’ah

Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting akan memberi

kontribusi bagi penguatan kohesi sosial /solidaritas antar warga di tengah meluasnya paham-

10
paham radikal yang cenderung anarkis belakangan ini. Ledakan bom di Pesantren Umar Bin

Khattab Bima NTB, dapat menjadi bukti betapa rapuhnya kohesi sosial warga. Komunitas

kecil jauh di Bima saja, terdapat tindakan kekerasan terhadap ummat Islam. oleh karena itu,

memperkuat kembali identitas lokal melalui gerakan jamaah, dipandang perlu dalam

kerangka penguatan potensi dan basis gerakan untuk hal-hal yang produktif.

Langkah yang dapat dilakukan untuk menggiatkan cabang dan ranting Muhammadiyah

melalui gerakan jamaah dan dakwah jamaah antara lain:

1. Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa atau komunitas

atau ranting.

2. Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar sesuai dengan

kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis.

3. Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan menggerakkan

cabang dan ranting.

4. Melakukan pendampingan dakwah jamaah.

5. Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting) sebagai ujung

tombak gerakan dakwah jamaah.

Untuk mensinergiskan langkah-langkah diatas, diperlukan adanya keterlibatan

berbagai lembaga amal Muhammadiyah, seperti: sekolah, rumah sakit ataupun masjid dari

seluruh daerah di Indonesia. Pelibatan lembaga amal itu dalam mempercepat proses

pengembangan cabang dan ranting sebagai sentral untuk mengembangkan Muhammadiyah

sebagai organisasi yang bercorak community based. Agar nantinya tidak hanya memperkuat

infrastruktur Muhammadiyah, tetapi juga memperkuat infrastruktur masyarakat, sehingga

terbentuk masyarakat khairah ummah sebagaimana cita-cita Muhammadiyah.

11
D. Makna gerakan keagamaan Muhammadiyah

Secara harfiah ada perbedaan antara kata “gerak, “gerakan”, maupun “pergerakan”.

Gerak adalah perubahan sesuatu materi dari tempat yang satu ke tempat lainnya[2], gerakan

adalah perbuatan atau keadaan bergerak, sedangkan pergerakan adalah usaha atau kegiatan.

Pergerakan identik dengan kegiatan dalam ranah sosial. Dengan demikian, kata gerakan atau

pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi yang dinamis tidak statis.

Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah di tuntut

untuk selalu bergerak dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi dari surat Al-Imran ayat

104. Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-keagamaan yang biasa. Tetapi sebagai gerakan

Islam, pergerakan organisasi terkait erat dengan perkembangan agama Islam di Nusantara.

Tidak hanya bergerak, karena setiap dakwah yang disampaikan dan disebarkan harus

berdasarkan bingkai petunjuk ajaran agama Islam: Islam tidak terbangun sebagai asas formal

(teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari, mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan

dan menjadi pusat orientasi dan tujuan. Tidak sekadar meng-Islam KTP, menjadikannya

slogan dan simbolik belaka, tetapi menjadikannya jalan dan ruh kehidupan.

Inilah Islam yang modern, Islam yang melintasi batas-batas kaku tradisional dan

budaya, Islam yang senantiasa melangkah maju ke depan. Sebagaimana semangat dasar

gerakan Muhammadiyah dalam menyebarkan panji-panji agama Islam dan menghadapi

pergolakan arah global dunia.

Oleh karena itu, aktor-aktor gerakan dakwah wajib masuk dalam lingkaran organisasi

agar dapat terorganisir dan memiliki power yang kuat. Sehingga, kelelahan dan keteteran

dalam menyebarkan nilai-nilai ke-Islam-an dapat teratasi sejak dini dan secara organisatoris.

Dalam hal ini, para pendahulu Muhammadiyah memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma

layatim al-wajib Illa bihi da huma wajib.” Artinya: organisasi menjadi wajib adanya, karena

keniscayaan dakwah memerlukan perangkat-perangkat organisasi

12
Di sisi lain: Muhammadiyah bertujuan untuk mencetak ummat terbaik atau ummat

yang unggul. Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Disebutkan bahwa: “organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-

baiknya.” Ciri-cirinya adalah: a) Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan

masyarakat semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya; b) Lincah (dinamis), maju

(progresif), selalu dimuka dan militan; c) Revolusioner; d) Mempunyai pemimpin yang kuat,

cakap, tegas dan berwibawa; dan e) Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan

selalu tepat atau up to date (PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah, 2000; 19-

30).

E. Gerakan Tajdid pada 100 Tahun Pertama

Pada permulaan abad XX umat Islam Indonesia menyaksikan munculnya gerakan

pembaharuan pemahaman dan pemikiran Islam yang pada esensinya dapat dipandang sebagai

salah-satu mata rantai dari serangkaian gerakan pembaharuan Islam yang telah dimulai sejak

dari Ibnu Taimiyah di Siria, diteruskan Muhammad Ibnu Abdul Wahab di Saudi Arabia dan

kemudian Jamaluddin al Afghani bersama muridnya Muhammad Abduh di Mesir.

Munculnya gerakan pembaharuan pemahaman agama itu merupakan sebuah fenomena yang

menandai proses Islamisasi yang terus berlangsung. Dengan proses Islamisasi yang terus

berlangsung -meminjam konsep Nakamura- dimaksudkan suatu proses dimana sejumlah

besar orang Islam memandang keadaan agama yang ada, termasuk diri mereka sendiri,

sebagai belum memuaskan. Karenanya sebagai langkah perbaikan diusahakan untuk

memahami kembali Islam, dan selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap

sebagai standard Islam yang benar.

Peningkatan agama seperti itu tidak hanya merupakan pikiran-pikiran abstrak tetapi

diungkapkan secara nyata dan dalam bentuk organisasi-organisasi yang bekerja secara

terprogram. Salah satu organisasi itu di Indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh

13
KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H bertepatan dengan 18 Nopember 1912

M.KH. Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya bernama Muhammad Darwis dilahirkan di

Yogyakarta tahun 1968 atau 1969 dari ayah KH. Abu Bakar, Imam dan Khatib Masjid Besar

Kauman, dan Ibu yang bernama Siti Aminah binti KH. Ibrahim penghulu besar di

Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan kemudian mewarisi pekerjaan ayahnya menjadi khatib

masjid besar di Kauman. Disinilah ia melihat praktek-praktek agama yang tidak memuaskan

di kalangan abdi dalem Kraton, sehingga membangkitkan sikap kristisnya untuk

memperbaiki keadaan.

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh Dahlan pada mulanya bersifat lokal,

tujuannya terbatas pada penyebaran agama di kalangan penduduk Yogyakarta. Pasal dua

Anggaran Dasarnya yang asli berbunyi (dengan ejaan baru):

Maka perhimpunan itu maksudnya :

a. Menyebarkan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi

Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residentie Yogyakarta.

b. Memajukan hal Agama Islam kepada anggota-anggotanya.

Berkat kepribadian dan kemampuan Dahlan memimpin organisasinya, maka dalam

waktu singkat organisasi itu mengalami perkembangan pesat sehingga tidak lagi dibatasi

pada residensi Yogyakarta, melainkan meluas ke seluruh Jawa dan menjelang tahun 1930

telah masuk ke pulau-pulau di luar Jawa.

Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid)

pemahaman agama. Adapun yang dimaksudkan dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah

ialah yang seperti yang dikemukakan M. Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata “tajdid”

14
(bahasa Arab) yang artinya “pembaharuan” adalah mengenai dua segi, ialah dipandang dari

pada/menurut sasarannya :

1. Pertama : berarti pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada

keasliannya/kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip

perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah.

2. Kedua : berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu

sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik

perjuangan, dan lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan

dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu.

Tajdid dalam kedua artinya, itu sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran

Islam itu sendiri dalam perjuangannya.Dapat disimpulkan bahwa pembaharuan itu tidaklah

selamanya berarti memodernkan, akan tetapi juga memurnikan, membersihkan yang bukan

ajaran. Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan yang bertujuan menegakkan agama Islam

ditengah-tengah masyarakat, sehingga terwujud masyarakat Islam sebenar-benarnya.

Islam sebagai agama terakhir, tidaklah memisahkan masalah rohani dan persoalan

dunia, tetapi mencakup kedua segi ini. Sehingga Islam yang memancar ke dalam berbagai

aspek kehidupan tetaplah merupakan satu kesatuan suatu keutuhan. Pembaharuan Islam

sebagai satu kesatuan inilah yang ditampilkan Muhammadiyah itu sendiri. Sehingga dalam

perkembangan sekarang ini Muhammadiyah menampakkan diri sebagai pengembangan dari

pemikiran perluasan gerakan-gerakan yang dilahirkan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai karya

amal shaleh.

F. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua

Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan

berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah agama, tajdid

15
dimaknai sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah kehidupan manusia yang

progresif Islam seringkali dimaknai penganutnya sebagai agama yang “rahmatan lil alamin”,

agama yang senantiasa sesuai di setiap tempat dan zaman. Untuk mengejawantahkannya,

seringkali dihadapkan pada dilema antara normativitas teks dengan realitas sosial. Dalam

menghadapi dilema ini, maka yang harus diubah adalah cara pandang terhadap teks al-Qur’an

dan al-Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid dilakukan secara konprehensif yang mengarah

kepada future oriented. (Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, 1998: 10).

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigma dalam

membaca teks yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga paradigma ini diharapkan mampu

menjawab dilema antar teks dan konteks sehingga menghasilkan Islam yang rahmatan lil

alamin.

Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasa berubah dan berkembang seiring

dengan perkembangan zaman. Sebagai bagian dari narasi besar ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu

keislaman pun mengalami pergeseran paradigmatik. Hal ini terjadi karena ilmu-ilmu yang

lahir tidak lepas dari bingkai sosial yang mengkonstruk realitas. Bingkai sosial inilah yang

selalu mengalami perubahan seiring dengan pperkembangan peradaban manusia. Oleh karena

itu, pergeseran paradigma merupakan tuntutan sejarah.

Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan

multikulturalisme. Agama-agama yang selama ini mapan dengan dirinya, ternyata mengalami

problematika ketika berhadapan dengan realitas luar yang makin kompleks dan plural. Untuk

itu, maka, harus ada redefinisi terhadap makna dan orientasi agama, sehingga agama

senantiasa relevan dengan peradaban manusia.

Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau kultur sosial masyarakat lokal.

Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan, berhadapan dengan sistem nilai

yang datang dari tradisi atau adat masyarakat setempat. Sistem nilai itu lahir dari kearifan

16
lokal yang secara turun temurun dipegang oleh sebuah masyarakat sebagai suatu ajaran yang

harus dijunjung tinggi. Dialektika antara agama dan budaya (kearifan) lokal ini juga sering

memicu ketegangan, konflik dan perpecahan.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, meninjau ulang paradigma yang selama ini

dipegang merupakan suatu keharusan. Misalnya, sikap Muhammadiyah terhadap persoalan

budaya lebih bersifat monolitik. Kecendrungan ini bisa dilihat dari identitas yang melekat

dalam Muhammadiyah yakni gerakan Islam yang murni, di samping sebagai gerakan

modernisme.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, diharapkan mampu melangkah dengan pandangan

dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan visi dan

tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni

terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam aktualisasi

gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya aktualisasi ideologi

medernisme-reformasi Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang

diperlukan Muhammadiyah. melalui potensi dan modal sebagai gerakan pencerahan,

Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta

mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi

seluruh alam.

Selain transformasi dalam aktualisasi gerakan, juga transformasi di bidang pemikiran,

pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan,

Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan inovatif. Dengan demikian

transformasi dakwah dan tajdid, yakni melakukan perubahan-perubahan pandangan dan

strategi dakwah dan tajdid lebih mendasar sebagai alternatif. (Benni Setiawan,

www.muhammadiyahstudies.blog)

17
Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi terhadap

gerakan tajdid yang diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah menawarkan formulasi Tauhid

Sosial sebagaimana gagasan Dr. M. Amien Rais sebagai blueprint(cetak biru) tajdid

Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii Maarif menawarkan Muhammadiyah sebagai

gerakan ilmu untuk melangkah ke depan di tengah pergulatan pemikiran Islam dan tantangan

besar yang demikian kompleks saat ini.

Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar gerakan-gerakan Islam

modernis seperti Muhammadiyah memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran agar

“kunci” metodologis yang selama ini kuat dimiliki dilengkapi dengan kekayaan materi

pemikiran baik yang bersifat pemikiran Islam klasik maupun kontemporer.

Tawaran-tawaran pemikiran tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan Islam

modern seperti Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya amal tetapi kering

pemikiran, dan kehilangan daya transformasionalnya di tengah perubahan dan perkembangan

zaman yang sarat kompleksitas masalah dan tantangan sebagaimana kritik kaum

noemodernisme terhadap modernisme.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan tawaran

bahwa kini tajdid Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari paradigma tajdid juz’i-

‘alami (pembaruan praksis amaliah) ke tajdid usuli-nazari (pembaruan pemikiran yang lebih

mendasar).Dalam konteks ini secara sistemik tentu saja keseluruhan pengembangan

pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai dan legalitas organisasi, bukan bersifat

perseorangan kecuali untuk wacana dan pengembangan wawasan pemikiran.

Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy atau kolektif, tetapi tentu saja memerlukan

etos ijtihad dan sistem yang lebih dinamis agar tidak mengalami kelambanan dan tidak

terperangkap pada posisi statis. Sedangkan berbagai variasi dan pengembangan wacana

pemikiran sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar agar tradisi pemikiran terus

18
berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan memiliki pertanggungjawaban intelektual

yang tinggi.

Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100 tahun kedua,

karena potensi dan modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan pencerahan. Melalui gerakan

pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang membebaskan, memberdayakan,

dan memajukan kehidupan di tengah dinamika abad modern yang sarat tantangan.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah

mengalami perubahan yang sangat berarti. Tajdid dalam Muhammadiyah pada tataran

praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi

terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam.

Model model Tajdid dalam Muhammadiyah digolongkan dalam tiga bidang

diantaranya (a) bidang keagarmaan yaitu Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah

penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu

lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan

tertutup oleh kebiasan dan pemikiran tambahan lain. (b) bidang pendidikan yaitu

Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi

yang lebih nyata dimana bidang pendidikan dipandang sangat penting dalam penyebaran

ajaran agama islam. (c) bidang sosial masyarakat Muhammadiyah merintis bidang sosial

kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti

jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui

amal usahanya dan bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.

B. Saran

Tajdid atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam Muhammadiyah memang

perlu terus dilakukan oleh kader–kader Muhammadiyah. Hal ini untuk melindungi ajaran–

ajaran agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern yang berkembang di

masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki budaya baru yang lebih bebas

cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang sebenarnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Metodologi dan Aplikasi,(

Jokyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, Cet I )

Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, 1998: 10.

Badan pendidikan Kader PP. Muhammadiyah, Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, (

Jogyakarta : BPK PP.Muhammadiyah,Oktober 1994, Cet I )

Benni Setiawan,( www.muhammadiyahstudies.blog).

http://rafhaulfa.blogspot.com/2016/08/makalah-muhammadiyah-sebagai-gerakan.html

http://sariasriani.blogspot.co.id/2012/05/tajdid-dan-purifikasi.html

Majlis Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buku

Panduan Munas Tarjih ke 26 , (Jokyakarta : MTPPI PP Muhammadiyah, 2003)

M. Syamsul Anwar. 2005. Manhaj Ijtihad/Tajdid dalam Muhammadiyah. dalam Mifedwil

Jandra & Safar Nasir. Editor. Tajdid Muhammadiyah untuk Pencerahan Peradaban.

Yogyakarta. UAD Press. H. 71

Wikepedia,arti tajdid secara harfiah:id.wikepedia.org/tajdid

21

Anda mungkin juga menyukai