Pembaharuan
di Dunia Islam
A. Pengertian Tajdid
Tajdid secara kebahasaan (lughawi) berarti pembaharuan,
yakni proses memperbaharui sesuatu yang dipandang usang atau
rusak. Adapun secara isthilahi, sebagaimana ditegaskan oleh
Imam al-Syatibi, seperti dikutip oleh Syaikh Alawi, tajdid berarti
menghidupkan ajaran Quran dan Sunnah yang telah banyak
ditinggalkan umatnya, dan memurnikan pemahaman dan
1
PEMBAHARUAN DI DUNIA
pengamalan agama Islam dari hal-hal yang tidak berasal dari
Islam (Alawy bin Abdul Qadir As-Saqaf, 2001: 22).
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamar Tarjih ke
XXII, 1989 di Malang merumuskan makna tajdid sebagai
berikut :
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan; dan dari segi
istilah, tajdid memiliki dua arti, yakni: (1) Pemurnian, dan (2)
Peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna
dengannya.
Pemurnian sebagai arti tajdid yang pertama, dimaksudkan
sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan
bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Shahihah (Maqbulah).
Sedangkan arti peningkatan, pengembangan, modernisasi
dan yang semakna dengannya, tajdid dimaksudkan sebagai
penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan
tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah Shahihah.
Untuk melaksanakan tajdid dengan pengertian di atas,
diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta
akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Dalam hal
ini Muhammadiyah berpendirian, tajdid adalah merupakan salah
satu watak dari ajaran Islam. Pengertian atau batasan makna
tajdid ala Muhammadiyah tersebut sesuai dengan pesan yang
terkandung dalam hadits Rasulullah yang berbunyi :
2
B. Tujuan Tajdid
STUDI
Tajdid dengan
KEMUHAMMADIYAHAN
pengertian seperti itu, bertujuan untuk
memfungsikan Islam sebagai hudan, furqan dan rahmatan
Iil'alamin, termasuk mendasari dan membimbing perkembangan
kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknobgi.
Dengan demikian, tajdid, bagi Muhammadiyah, harus
senantiasa berpijak dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah, dan
selanjutnya juga bermuara pada implementasi atas nilai-nilai
ajaran Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Artinya, betapapun
Muhammadiyah mengadopsi berbagai model pembaharuan
dalam aspek pengembangan sumberdaya manusia, manajemen
organisasi, strategi dakwah dan kebudayannya, tetapi
Muhammadiyah selalu menunjukkan konsistensinya untuk
kembali kepada spirit Al-Qur'an dan Al-Sunnah.
C. Dimensi Tajdid
Dimensi tajdid dalam Muhammadiyah meliputi: (1)
Pemurnian aqidah dan ibadah, serta pembentukan akhlak mulia
(alakhlaq al-karimah); (2) Pembangunan sikap hidup dinamis,
kreatif, progressif, dan berwawasan masa depan; dan (3)
Pengembangan kepemimpinan organisasi dan etos kerja dalam
Pesyarikatan Muhammadiyah Putusan Muktamar Tarjih ke
XXII, 1989 di Malang di atas menjadi pijakan Muhammadiyah
dalam merespon perubahan masyarakat yang semakin kompleks,
baik di bidang nilai-nilai kehidupan, sosial budaya, sosial
ekonomi, politik dan sebagainya, dengan pesan pengarahan
risalah Islam, yang dipahami secara dinamis dan konsisten
terhadap pemurnian ajaran Islam. Dalam konteks tugas khusus
Majelis Tarjih dan Tajdid yang membidangi pendalaman
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam serta pengembangan
pemikiran Islam, konsep tajdid di atas menjadi pijakan dalam
mengawal perkembangan pemikiran keislaman baik bagi internal
Muhammadiyah maupun dalam merespon perkembangan
pemikiran Islam seeara umum.
3
D. Makna Tajdid dalam Sejarah Islam
PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
Dalam perkembangan sejarah Islam, tajdid juga dipahami
sebagai pembaharuan dalam kehidupan keagamaan, baik
berbentuk pemikiran maupun gerakan, sebagai reaksi atau
tanggapan terhadap tantangan internal maupun eksternal yang
menyangkut keyakinan dengan urusan sosial umat Islam. Istilah
tajdid atau pembaharuan juga sering digunakan dalam konteks
gerakan Islam modern. Istilah ini juga mempunyai akar yang
kuat pada Islam klasik (pra modern). Tajdid pada masa klasik
biasanya dihubungkan dengan upaya purifikasi untuk
memperbaharui iman dan praktik Muslim. Tajdid mempunyai
makna memperkuat dimensi spiritual iman dan praktik, seperti
terlihat dalam karya al-Ghazali Ihya' 'Ulum al-Din dan karya
Ibnu Taimiyah al-Radd 'ala al-Hululiyah wa al-Ittihadiyah. Pada
masa modern, tajdid adalah upaya para salafi dan modernis
Islam untuk memperkenalkan pengaruh Islam dalam kehidupan
Muslim. Dengan demikian, ada dua kecenderungan di sini, yakni
kecenderungan salafi dan reformis modernis (Khalil, 1995: 431).
Pertama, kecenderungan gerakan salafi (seperti Muhammad
Ibn Abdul Wahhab). Gerakan salafi sama sekali tidak berkaitan
dengan pengaruh Barat. Gerakan ini lebih mengutamakan upaya
pemurnian aqidah Islam dari bahaya tahayul dan khurafat; juga
pemurnian ibadah dari bahaya bid'ah. Gerakan ini berusaha
membersihkan praktik dan pemikiran keagamaan dari unsur-
unsur asing dengan menekankan pada tauhid. Ziarah dan
pensucian atas para wall atau makam mereka ditolak karena
mengandung kemusyrikan. Islam harus menjadi petunjuk hidup
Muslim. Gerakan ini belum melihat kebutuhan untuk
mereinterpretasi Islam agar sesuai dengan kehidupan modern,
karena orientasinya pada masalah-masalah aqidah dan ubudiyah
(Khalil, 1995: 432).
Kedua, kecenderungan gerakan reformis/modernis (seperti:
Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh). Gerakan ini
memandang masyarakat muslim gagal menangkap spirit
kemajuan dan perkembangan dalam seluruh aspek kehidupan
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
yang telah dicapai Eropa. Para reformis tidak bermaksud
mengundang westernisasi. Mereka justru mengkritik kebutaan
dunia Muslim dalam melihat cara-cara Barat memperoleh
kemajuan, mereka berusaha memperbaiki martabat kebesaran
Muslim, dan Arab melalui peremajaan pemikiran dan praktik
Islam (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993: 42). Dengan
demikian, gerakan reformis/modernis berkaitan erat dengan
Barat; berusaha merespon tantangan sebagai akibat kontak
dengan Barat. Umat Islam sadar akan keterbelakangan dan
stagnasi budaya dunia Islam. Mereka tidak hanya yakin bahwa
Islam sesuai dengan sains, bahkan percaya bahwa kemajuan
Eropa adalah hasil kontribusi peradaban Islam/Arab, mengakui
peran akal bahkan menolak bahwa akal tidak sesuai dengan
iman. Pembaharuan akan gagal jika ulama Muslim terus
menganjurkan taqilid. Taqlid ditolak karena merupakan.faktor
terbesar stagnasi budaya di dunia Islam/Arab dan menyebabkan
orang beriman tergantung pada tafsir-tafsir lama. Pembaharuan
di mata reformis/ modernis adalah memperbaharui agama itu
sendiri (lihat misalnya penggunaan definisi ini pada judul karya
M. Iqbal, Reconstruction of Religious Thought in Islam, New
Delhi, 1985) bukan karena Islam sudah tidak memadai, tetapi
karena interpretasi dan reinterpretasi Islam adalah proses
berkesinambungan. Mereka menganjurkan ijtihad, karena
dengan ijtihad, problem modemitas dapat direspon dengan
jawaban modern.
Perhatian utama para reformis berkaitan dengan upaya
perbaikan pendidikan, status perempuan dalam masyarakat,
politik, nasionalisme dan upaya modernisasi seluruh aspek
kehidupan lainnya. Perbaikan pendidikan meliputi penyerapan
sains; dan temuan-temuan baru ke dalam kurikulum institusi
belajar Islam; modernisasi pendidikan sipil dengan tujuan untuk
member! kontribusi bagi kemajuan bangsa. Untuk mendudukkan
perempuan pada posisi yang adil, reformis menolak anggapan
inferioritas mereka dalam bidang sosial dan hukum.
Ketertindasan perempuan di dunia Islam adalah hasil dari
kebodohan dan salah tafsir terhadap teks-teks Islam.
Reformis juga memandang keyakinan bahwa ulama tidak
harus tunduk pada penguasa politik, kecuali dalam hal-hal yang
5
PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
berbahaya bagi kepentingan Muslim. Ulama hanya tunduk pada
Tuhan dan bukan pada penguasa demi upah atau hadiah. Ulama
harus berpikir independen dan tahan terhadap tekanan politik.
Akhirnya, para reformis juga mengkaitkan upaya pembaharuan
dengan kesadaran nasionalisme bangsa-bangsa Muslim untuk
menentang penjajahan Eropa dan mendirikan negara-bangsa
yang berdaulat. Dengan demikian, pambaharuan meliputi
dimensi internal dan eksternal, dan kedua dimensi ini harus
didekati secara simultan.
Berikut ini adalah contoh tokoh-tokoh utama yang
melakukan gerakan pembaharuan Islam klasik dan modern, baik
salafi maupun reformis.
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ia tidak mempertentangkan antara akal dengan naqi (al-
Qur'an dan hadits) yang sahih. la menolak logika sebagai
metode berpikir deduktif yang tidak dapat digunakan untuk
mengkaji materi keislaman secara hakiki.
Materi keislaman empiris hanya dapat diketahui melalui
eksperimen dan pengamatan langsung (Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam, 1993: 169). Adapun beberapa upaya
pembaharuannya antara lain sebagai berikut.
Pertama, sebagian besar aktivitasnya diarahkan untuk
memurnikan paham tauhid. Ia menentang segala bentuk
bid'ah, takhayid dan khurafat. Menurutnya, aqidah tauhid
yang benar adalah aqidah salaf, aqidah yang bersumber dari
teks al-Qur'an dan Hadits, bukan diambil dari dalildalil
rasional dan filosofis. Dalam menjelaskan sifat-sifat Allah, ia
mengemukakan bahwa sifat-sifat Allah secara jelas
termaktub dalam al-Qur'an dan hadits. Pendapat yang
membatasi sifat Allah pada sifat dua puluh dan pendapat
yang menafikan sifat-sifat Allah, bertentangan dengan
aqidah salaf. Walaupun ia menetapkan adanya sifat-sifat
Allah, ia menolak mempersamakan sifat-sifat Allah dengan
sifatsifat makhluk. Ibnu Taimiyah menetapkan sifat-sifat
Allah tanpa tamtsil (menyamakan sifat-sifat Allah dengan
sifat-sifat makhluk) dan tanzih (menafikan sifat-sifat Tuhan).
Ia juga gigih menentang penggunaan ta'wil dalam
menjelaskan sifat-sifat Allah. Ta'wil kata "yad" (tangan)
dengan kekuasaan tidak dapat diterimanya. Ia tetap
mempertahankan arti "yad" dengan tangan. Demikian pula
dengan ayat-ayat mutasyabihat lainnya. Inilah yang ia sebut
al-aqidah al-wasithiyah.
Kedua, ia menggatakkan umat Islam agar bergairah
kembali menggali ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits, serta
mendorong mereka melakukan ijtihad dalam menafsirkan
ajaran-ajaran agama. Menurutnya, metode penafsiran al-
Qur'an yang terbaik adalah tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an.
Jika tidak didapati dalam al-Qur'an, baru dicari dalam hadits.
Jika penjelasan ayat tidak dijumpai dalam hadits, dicari dari
perkataan shahabat. Kalau juga tidak didapati, maka dicari
dalam perkataan tabi'm. Ayat al-Qur'an harus ditafsirkan
7
PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
menurut bahasa al-Qur'an dan hadits. Di sini tampak bahwa
Ibnu Taimiyah adalah pembaharu yang mempergunakan
metode berpikir kaum salaf.
Ketiga, karena untuk kembali pada al-Qur'an dan hadits
diperlukan ijtihad, maka ia menentang taklid. Ia menolak
sikap umat Islam yang mengekor pada para mujtahid yang
telah mendahului mereka, sementara pokok persoalan sudah
berubah. Taqlid adalah sikap yang membuat umat Islam
mundur, sebab taqlid berarti menutup pintu ijtihad, membuat
otak menjadi beku. Pahadal sudah sangat lama umat Islam
berada dalam kegelapan akibat pintu ijtihad dinyatakan
tertutup. Menurutnya, ijtihad terbuka sepanjang masa, karena
kondisi manusia selalu berubah. Perubahan itu harus selalu
diikuti oleh perubahan hukum yang sumbernya dari wahyu.
Di sinilah fungsi ulama membimbing perubahan
masyarakatnya sesuai dengan petunjuk wahyu.
Keempat, di dalam berijitihad tidak terikat pada
madzhab atau imam. Menurut Ibnu Taimiyah, pendapat
siapa saja yang lebih tepat dan kuat argumennya, itulah yang
diambil. Pengambilan pendapat dan argumen itu bukan
didasarkan atas kemauan nafsu. Semua pendapat harus
mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kelima, dalam bidang hukum Islam, Ibnu Taimiyah
menawarkan suatu metode baru. la tidak mendasarkan
keputusan hukum berdasarkan pada 'illat, tetapi berdasarkan
hikmah. Penerapan hukum Islam hendaknya
mempertimbangkan aspek-aspek hikmah dalam keputusan
hukum tersebut. Di sinilah sesungguhnya letak relevansi
sekaligus keluwesan Ibnu Taimiyah dalam merumuskan
ushul fiqh yang menjadi ijtihadnya.
PEMBAHARUAN DI DUNIA 23
ISLAM
Taimiyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaluddin al-
Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dalam hal
pemurnian, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia banyak
diilhami oleh Ibnu Taimiyah dan Muhammad ibn Abdul
Wahhab; gerakan pendidikan dipengaruhi oleh Muhammad
Abduh; sedangkan gerakan politik dipengaruhi oleh
Jamaluddin al-Afghani. Buku ini bukan tempatnya
menunjukkan pengaruh langsung atau tidak langsung dari
gerakan-gerakan tersebut.
Organisasi pembaharuan pertama yang didirikan di
Indonesia adalah Jami'atul Khair, pada 15 Juli 1905.
Pendirinya bernama Sayid Muhammad al-Fateh ibn
Abdurrahman al-Masjhur, Sayid Muhammad ibn Abdullah
ibn Sjihab, Sayid Idms ibn Ahmad ibn Sjihab dan Sayid
Sjehan ibn Sjihab. Meskipun organisasi ini mayoritas
anggotanya adalah orang-orang Arab, tetapi terbuka untuk
aetiap Muslim tanpa diskriminasi. Kegiatan yang menjadi
perhatian organisasi ini meliputi dua bidang; pendirian dan
pcmbinann sekolah pada tingkat dasar dan pengiriman anak-
anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Pentingnya Jami'atul Khair terletak pada kenyataan
bahwa organisasi inilah yang memulai organisasi modern
dalam masyarakat Islam (yaitu dengan adanya anggaran
dasar, daftar anggota tercatat, dan rapat-rapat berkala) dan
mendirikan sekolah yang menerapkan sistem modern
(adanya kurikulum, sistem klasikal, dan perlengkapan kolas).
Namun demikian, umur organisasi ini tidak panjang
Setelah kedatangan Ahmad Soorkati dan kawan-kawannya
sebagai guru di sekolah Jami'atui Khair, di samping
mengajarkan pelajaran-pelajaran umum, juga menekankan
daya kritik dan pemikiran kembali kepada Al-Qur'an dan Al-
Hadits. Mereka memperkenalkan ide-ide mengenai
persamaan sesama Muslim. Ide yang terakhir inilah yang
menyebabkan kedudukan para Sayid merasa terancam. Dari
sinilah benih perpecahan mulai muncul. Akhirnya Ahmad
Soorkati keluar dari Jami'atul Khair dan merintis berdirinya
organisasi al-Irsyad.
24 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Al-Irsyad sendiri merupakan organisasi Islam yang
secara resmi menekankan perhatian pada bidang pendidikan,
terutama pada masyarakat Arab meskipun anggotanya ada
dari non-Arab. Secara lebih luas sikap dan tujuan organisasi
ini adalah: Menjalankan dengan sungguh-sungguh agama
Islam sebagaimana ditetapkan Al-Qur'an dan sunnah;
memajukan hidup dan kehidupan secara Islam dalam arti
kata luas dan dalam; dan membantu menghidupkan
semangat untuk bekerja. sama di antara berbagai golongan
dalam setiap kepentingan bersama (Pengurus Besar AJ-
Irsyad, 1938: 3-7).
Al-Irsyad berjasa dalam mendirikan banyak lembaga
sekolah dari tingkat dasar hingga sekolah guru. Ada juga
sekolah takhasus dengan spesialisasi dalam bidang agama,
pendidikan atau bahasa. Al-Irsyad juga memberikan
beasiswa untuk beberapa lulusannya guna belajar ke luar
negeri, terutama ke Mesir. Organisasi ini juga
mempergunakan tabligh dan pertemuan-pertemuan sebagai
cara untuk menyebarkan pahamnya. Ia juga menerbitkan
buku-buku dan pamflet-pamflet.
a. Sarekat Islam
Sarekat Islam (SI) berdiri di Solo pada tanggal 11
Nopember 1912. Sarekat Islam tumbuh dari organisasi
yang mendahuluinya, bernama Sarekat Dagang Islam
atau disingkat dengan SDI. Organisasi ini didirikan oleh
K.H. Samanhoedi, M. Asmodimedjo, M. Kertotaruno,
M. Sumowerdojo dan M.Hadji Abdulradjak. SDI
terkenal dipimpin Samanhoedi, sedangkan Sarekat Islam
(SI) terkenal di tangan H. Oemar Said Cokroaminoto.
Pada awalnya, organisasi ini lahir karena adanya
kompetisi yang meningkat dalam perdagangan batik
terutama dengan golongan Cina, dan sikap superioritas
orang Cina terhadap orang Indonesia sehubungan
dengan berhasilnya revolusi Cina pada 1911. Organisasi
ini juga dimaksudkan untuk menjadi benteng bagi orang-
orang Indonesia yang umumnya terdiri dari pedagang-
pedagang batik Solo terhadap orang Cina dan para
PEMBAHARUAN DI DUNIA 25
ISLAM
bangsawan (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993:
115-116).
Dengan perubahan nama menjadi Sarekat Islam,
organisasi ini mengubah haluan menjadi organisasi yang
bergerak di bidang politik. Organisasi ini perjuangannya
dalam melawan penjajah tidak lagi menggunakan
pendekatan kooperatif, tetapi dengan pendekatan non-
kooperatif. SI berkeyakinan bahwa agama Islam itu
membuka pemikiran tentang persamaan derajat manusia
sambil menjunjung tinggi negeri. Mereka tidak
mengakui suatu golongan berkuasa di atas golongan
lainnya. Oleh karena itu, segala bentuk penindasan oleh
kapitalisme dan kolonialisme harus dienyahkan. SI
menuntut perbaikan nasib rakyat di bidang agraria dan
pertanian dengan menghapuskan undang-undang
kolonial tentang pemilikan tanah, pajak-pajak hendaknya
ditarik secara proporsional. Di samping itu, SI juga
mempunyai perhatian di bidang pendidikan. SI menuntut
penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan
penerimaan murid-murid di sekolah-sekolah; ia
menuntut pelaksanaan wajib belajar untuk semua
penduduk, serta perbaikan lembaga-lembaga pendidikan
pada semua tingkat. Sedangkan di bidang agama, SI
menuntut penghapusan segala macam undang-undang
dan peraturan yang menghambat tersebarnya Islam,
pembayaran gaji bagi kyai dan penghulu, subsidi
lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan pengakuan
hari-hari besar Islam.
Meskipun akhirnya SI tidak begitu terdengar
gaungnya dalam perjalanan sejarah, paling tidak ia telah
memberi kontribusi bagi perjuangan politik bangsa
Indonesia. Kini Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII)
muncul kembali dalam bentuk partai Islam meskipun
meraih suara yang sangat kecil dalam pemilu.
b. Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persia) didirikan di Bandung, 17
September 1923 oleh KH. Zamzam, seorang ulama asal
26 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Palembang. Persatuan Islam bertujuan mengembalikan
kaum Muslimin kepada pimpinan Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi, dengan jalan mendirikan madsarah-madrasah,
pesantren dan tabligh melalui ceramah-ceramah,
menerbitkan majalah, brosur dan buku. Majalah yang
menonjol terbitan Persis adalah "Pembela Islam" dan
majalah al-Muslimun, yang banyak membahas masalah-
masalah hukum agama.
Seperti kedua saudaranya yang telah lahir lebih
dahulu (Al-Irsyad dan Muhammadiyah), Persis sangat
getol dalam usahanya memberantas segala bentuk
takhayul, bid'ah dan khurafat (TBC). Kegetolannya
memberantas TBC semakin menonjol setelah Persis
dipimpin oleh A. Hasan. Perjuangan A. Hasan dalam
memberantas TBC dengan cara yang radikal dan tidak
tanggung-tanggung. Di bawah kepempinan A. Hasan,
Persis berkembang pesat terutama di Jawa Barat dan
Jawa Timur. Di antara kader hasil tempaan pendidikan
Persis, adalah ulama terkemuka Dr. Muhammad Natsir,
yang pernah menjadi Perdana Menteri RI dan
menduduki jabatan penting dalam lembaga Islam
Internasional, seperti Rabithah Alam Islami dan
Muktamar Alam Islami.
c. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan
pada tanggal 8 Dzulhyjah 1330 Hijriyah bertepatan
dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Kota
Yogyakarta. Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi
yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan
pemikiran Islam di Indonesia, memberantas TBC,
mengusahakan umat Islam kembali kepada Al-Qur'an
dan Sunnah, dan bergerak di berbagai bidang kehidupan
umat.
PEMBAHARUAN DI DUNIA 27
ISLAM
Kesimpulan
28 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bab 2
Muhammadiyah :
Latar Belakang Berdiri dan Tujuannya
29
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
pribadi Ahmad Dahlan, sedang faktor kedua berkait dengan
kondisi internal dan eksternal bangsa Indonesia. Kondisi internal
menyangkut implementasi Islam di Indonesia, sedang kondisi
eksternal menyangkut pengaruh-pengaruh asing.
Berbeda dengan pendapat M. Jindar Tamimi, Saifullah
(1997 : 27), dalam sebuah tests masternya, menyebutkan ada
empat faktor. Pertama, faktor aspirasi pendiri, yakni Ahmad
Dahlan. Kedua, faktor realitas sosio-agama di Indonesia. Ketiga,
faktor realitas sosio-pendidikan di Indonesia, dan keempat,
faktor realitas politik Islam Hindia-Belanda.
Perbedaan penyebutan faktor di atas, nampak dengan jelas
tidak berkait dengan substansi tetapi berkait dengan redaksional
semata. Bahkan, Saifullah sebetulnya mencoba membahasakan
ulang hal yang sudah dijelaskan oleh M. Jindar Tamimi.
Pembahasan tentang latar belakang Muhammadiyah didirikan
akan mengikuti pola pikir seperti yang dikembangkan oleh
Saifullah.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tidak secara
kebetulan, tetapi didorong oleh aspirasinya yang besar tentang
masa depan Islam Indonesia. Aspirasi ini dapat dilacak dari
perjalanan intelektual, spiritual, dan sosial Ahmad Dahlan dalam
dua fase dari biografi kehidupannya, yaitu fase pertama, setelah
menunaikan ibadah haji yang pertama (1889); dan fase kedua,
setelah menunaikan ibadah haji yang kedua tahun 1903
(Saifullah, 1997; 27-28).
Pada ibadah haji perfcama, Ahmad Dahlan masih berusia 20
tahun. Motivasi berhaji lebih didorong oleh upaya peningkatan
spiritual pribadinya, dengan cara menunaikan rukun Islam yang
kelima, yaitu ibadah haji. Peningkatan spiritualitas ini dilakukan
oleh karenaAhmad Dahlan dengan sengaja akan dipersiapkan
ayahnya untuk menjadi penggantinya di kemudian hari. Di
samping motivasi spiritual, ibadah haji kali ini juga
dimanfaatkan oleh Ahmad Dahlan untuk menimba ilmu-ilmu
keislaman. Dalam tradisi waktu itu, agar anaknya bisa menjadi
seorang 'alim, biasanya disuruh menunaikan ibadah haji
sekaligus belajar Islam di sana. Seperti diketahui bahwa
menunaikan ibadah haji waktu itu tidak sesingkat seperti
sekarang ini, tetapi ditempuh dalam waktu yang agak lama.
30
STUDI
Dalam kaitan ini, Ahmad Dahlan diharapkan kualitas spiritual
dan intelektual ilmu keislamannya bisa lebih meningkat dengan
menunaikan ibadah haji.
Di pusat studi Islam ini, Ahmad Dahlan menemukan banyak
hal tentang studi Islam yangjarang ditemui di Indonesia.
Menurutnya, Islam tidak hanya dipahami secara kognitif semata,
tetapi ada kewajiban untuk menerjemahkan ke dalam bentuk aksi
sosial sebagai wujud perbaikan masyarakafc. Dalam bahasa
sekarang, seseorang yang mendalami Islam tidak hanya dituntut
mempunyai kesalehan individual semata, tetapi juga perlu
memiliki kesalehan sosial yangjustru merupakan suatu keharusan
untuk dilakukan sebagai bukti kedalaman iman yang dimilikinya
(Tamimi, 1990: 4).
Sepulangnya dari ibadah haji pertama ini, Ahmad Dahlan
mulai merasa gelisah ketika menyaksikan kehidupan keagamaan
umat Islam Indonesia yangjauh dari cita-cita ajaran Islam.
Padahal, Islam sebagai agama, seperti ditunjukkan Nabi
Muhammad, mampu melakukan transformasi sosial masyarakat
Arab, sementara Islam sebagai agama yang dipeluk umat Islam
Indonesia tidak mampu melakukan transformasi, baik secara
vertikal maupun horizontal terhadap umat Islam. Kesenjangan
ini selalu menjadi kegelisahan intelektual Ahmad Dahlan untuk
dicari solusinya (Tamimi, 1990: 5).
Hasil kongkrit dari studinya di Mekah setelah menunaikan
ibadah haji pertama ini, dapat dilihat dalam aktivitas keagamaan
Ahmad Dahlan, misalnya, pembenahan arah kiblat (1897),
masalah pemberian garis shaf untuk shalat (1897), renovasi
pembangunan mushalla Ahmad Dahlan, namun kemudian
dibakar masyarakat (1898) dan perluasan pembangunan dan
pengembangan pesantren milik ayahnya (Sjoeja', dalam Saifullah
dan Musta'in, ed., 1995: 24-43).
Dalam rentang waktu 14 tahun (1889-1903) sampai ia akan
menunaikan ibadah haji kedua, nampaknya fokus aktivitas kajian
Ahmad Dahlan lebih pada tataran purifikasi ajaran Islam.
Metodologi pemahaman yang efektif yang menuju pemikiran
pembaharuan Islam diperolehnya pada pasca melaksanakan
ibadah haji yang kedua (Saifullah, 1990: 29).
31
Pada haji yang kedua sebagai awal fase kedua dari perjalanan
biografinya, Ahmad Dahlan menemukan metodologi untuk
memahami Islam yang sebenarnya. Pada haji yang kedua ini,
Ahmad Dahlan memasuki usia 34 tahun. Di samping bermaksud
menunaikan haji sebagai pelaksanaan rukun Islam yang kelima
MUHAMMADIYAH
untuk yang kedua kalinya, Ahmad Latar Dahlan juga
Belakang berdiri bermaksud
dan tujuannya
memperdalam Islam lebih dalam lagi, Karena itu, untuk maksud
kedua ini, setelah selesai menunaikan rukun Islam yang kelima,
ia memutuskan untuk bermukim di Mekah selama 20 bulan.
Selama berada di tanah haram ini, Ahmad Dahlan
memperdalam studi Islam tradisional kepada ulama termasyhur,
baik kepada ulama kelahiran Indonesia maupun ulama setempat
yang telah menjadi syaikh di sana. Misalnya, untuk fikih, ia
berguru kepada KH. Mahful (Tremas, Pacitan, Jawa Timur), KH.
Muhtaram (Banyumas, Jawa Tengah), Syaikh Bafadhal, Syaikh
Sa'id Yamani dan Syaikh Said Babasel; untuk hadits pada Mufti
Syafi'i; untuk ilmu astronomi pada KH. Asy'ari Bawean
(Gresik); dan untuk ilmu qira'ah kepada Syaikh Ali Mukri
(Mekah) (Asrafi, 1983: 25).
Ahmad Dahlan juga membaca karya-karya tokoh pembaharu
Islam kontemporer dari Timur Tengah, misalnya Ibn Taimiyah,
Ibn Qayyim, Muh. ibn. Abd. Wahab, Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muh. Rasyidi Ridha, Farid Wadjdi dan
Rahmatullah al-Hindi (Salam, 1968: 8). Dalam menelaah kitab-
kitab tersebut, Ahmad Dahlan menggunakan metode
perbandingan dan mendiskusikannya dengan ulama lokal dan
internasional, antara lain: Syaikh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi, Syaikh Ahmad Nawawi al-Bantani, KH. Mas
Abdullah dari Surabaya dan KH. Faqih Maskumambang dari
Gresik (Tamimi, 1990: 45).
Adapun tokoh perubahan kontemporer yang pernah diajak
diskusi dengan Ahmad Dahlan adalah Muhammad Rasyid Ridha,
seorang tokoh pembaharu Islam ternama waktu itu. Ahmad
Dahlan bisa berdiskusi dengan Ridha karena waktu itu sedang
berada di Mekah. Pertemuan langka ini berkat jasa keponakan
Ahmad Dahlan sendiri yang sejak tahun 1890 menjadi mukimin
di Mekah. Kedua tokoh ini terlibat intens dalam mendiskusikan
32
kondisi umat Islam yang terpuruk (Hadikusuma, t.th.: 66; dan
Tamimi, 1990: 6).
Diskusi secara intens yang dilakukan dengan tokoh-tokoh
tersebut, baik langsung maupun melalui karya-karya mereka,
banyak memberikan wawasan keislaman Ahmad Dahlan untuk
menjawab kegelisahannya tentang praktek keislaman masyarakat
STUDI
muslim Indonesia. Di sinilah, nampak secara signifikan pengaruh
KEMUHAMMADIYAHAN
pembaharuan Timur Tengah terhadap diri Ahmad Dahlan.
Seperti yang dikemukakan oleh pembaharu, untuk keluar dari
krisis yang melanda dunia Islam, umat Islam harus kembali
kepada Al-Qur'an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Pemahaman
terhadap kedua sumber ajaran Islam ini, menurut Ahmad Dahlan,
penggunaan akal dan hati menjadi sesuatu yang tidak bisa
ditolak. Dengan cara demikian, akan ditemukan Islam yang
sebenar-benarnya (Tamimi, 1990: 6). Pemahaman seperti ini
yang membuat seorang Mas Mansur terkesan terhadap cara
Ahmad Dahlan yang selama ini jarang ia temukan dilakukan
oleh ulama zamannya (Saifullah, 1997: 31).
Untuk mewujudkan obsesinya tentang masa depan Islam
Indonesia, Ahmad Dahlan berpendapat perlunya rekonstruksi
menyeluruh atas masyarakat muslim Indonesia, mulai etos kerja,
keilmuan sampai metodologi pemahaman Islam yang tepat.
Untuk rekonstruksi yang terakhir ini merupakan persoalan yang
paling mendasar dan strategis untuk diperbaiki oleh karena
metodologi pemahaman Islam mempunyai implikasi yang jauh
dalam perilaku keagamaan umat Islam dalam menjawab
tantangan modernitas.
Maksud rekonstruksi di atas, Ahmad Dahlan mengajukan
metodologi pemahaman yang rasional-fungsional. Rasional
adalah menelaah sumber utama ajaran Islam dengan kebebasan
akal pikiran dan kejernihan akal nurani (hati), sekaligus
membiarkan al-Qur'an berbicara tentang dirinya sendiri. Adapun
yang dimaksud dengan fungsional dalam konteks pemahaman
Ahmad Dahlan adalah keharusan merumuskan pemahaman ke
dalam bentuk aksl sosial. Artinya pemahaman ayat-ayat al-
Qur'an harus bisa mentransformasikan kondisi riil masyarakat
menjadi lebih baik (Saifullah, 1997: 33). Metode seperti ini
sangat dikagumi Ahmad Syafi'i Ma'arif, ketua PP
33
Muhammadiyah periode 2000-2004 (Ma'arif, dalam Amir
Hamzah, 1986: xxii-xxiii).
Model pemahaman Ahmad Dahlan dalam memahami Islam
yang langsung merujuk kepada sumber ajaran Islam (al-Qur'an
dan Sunnah), merupakan metode yang masih asing, oleh karena
para ulama Indonesia waktu itu dalam memahami Islam
MUHAMMADIYAH
langsung merajuk kepada kitab madzhab tertentu.
Latar Belakang berdiri danCara seperti
tujuannya
ini, jelas membuat ajaran Islam yang dirumuskan mengandung
bias, oleh karena kitab-kitab yang dirujuk itu ditulis bukan untuk
seluruh negeri muslim, bahkan rumusan ajaran Islamnya banyak
dipengaruhi situasi sosial penulisnya.
Berdasarkan kajian atas al-Qur'an secara tematik dan
telaahnya atas karya dan tulisan pembaharu Islam kontemporer,
Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa hakikat Islam itu adalah
konsepsi hidup yang dalam bahasa al-Qur'an disebut risalah
Allah. Tujuan Allah memberikan konsepsi Islam ini bagi
manusia sebagai konsekuensi bahwa Allah menciptakan manusia
di dunia ini secara serius, mempunyai tujuan tertentu dan tidak
main-main. Melalui risalah itu, Allah memberikan pesan-pesan
ilahiyah kepada manusia untuk dijadikan sebagai pedoman
dalam mempola hidup dan kehidupannya di dunia ini sesuai
dengan yang dikehendaki-Nya. Dengan berpedoman pada risalah
ini, Nabi Muhammad mampu membawa masyarakat Arab
menuju masyarakat yang berperadaban (Tamimi, 1990: 5).
Risslah Islam memberikan pedoman kepada manusia tentang
cara beribadah kepada Allah sepanjang hayat di dunia ini. Itu
sebabnya, tujuan Muhammadiyah didirikan, seperti yang
tertuang dalam Anggaran Dasar pada awal berdirinya, adalah
mewujudkan dan menggembirakan kehidupan sepanjang
kemauan ajaran Islam kepada lid-lid (anggota-anggotanya).
Hakikat risalah yang dipahami Ahmad Dahlan tersebut menuntut
pengamalan kongkrit.
Karena Islam sebagai konsepsi hidup, maka pengamalan
risalah tidak cukup untuk seorang diri, tetapi diharuskan untuk
disampaikan kepada masyarakat. Dengan demikian, kehadiran
Islam akan bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Untuk
itu, diperlukan organisasi atau institusi sebagai alat perjuangan
yang mampu mengorganisasi secara efesien, yang oleh Ahmad
34
STUDI
Dahlan institusi ini diberi nama Muhammadiyah. (QS. Ali
'Imran/3:104). Jadi, Muhammadiyah merupakan alat semata
yang dirasa sangat efektif untuk menerjemahkan dan
membumikan ajaran Islam kepada masyarakat (Tamimi, 1990:5-
6).
MenurutA. Mukti Ali, Ahmad Dahlan mencita-citakan
masyarakat sebagaimana halnya Muh. Abduh dan Ahmad Khan,
yaitu ingin membentuk masyarakat sekarang ini dengan
mengislamkan aspek-aspek kehidupan yang belum Islam.
Nampak bahwa Ahmad Dahlan mempunyai visi ke depan
tentang masyarakat muslim Indonesia. Masyarakat yang akan
dibangun tidak seperti masyarakat klasik, juga tidak masyarakat
barn sama sekali, tetapi melalui Muhammadiyah ini, Ahmad
Dahlan ingin menggembirakan umat Islam Indonesia untuk
beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu,
Ahmad Dahlan menemukan indikasi-indikasi aspek yang belum
Islam antara lain adalah dalam sistem pendidikan. Dalam sistem
pendidikan yang ingin dikembangkan oleh Ahmad Dahlan
adalah sistem model Barat dan pesantren. Melalui model
pendidikan ini, umat Islam tidak hanya mempunyai ghirrah
keislaman, tetapi juga wawasan kontemporer. Ahmad Dahlan
juga mempunyai perhatian khusus tentang masa depan wanita.
Dalam hal ini, menurut Ahmad Dahlan, wanita harus diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk memasuki dunia pendidikan
(Ali, dalam Sujarwanto, 1990: 338-350).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah
menunaikan ibadah haji pertama dan kedua, Ahmad Dahlan
mempunyai obsesi besar tentang masa depan Islam yang mampu
membebaskan masyarakat seperti yang diperankan Rasulullah
dan para salafiyun. Islam harus dipahami dari sumber utamanya,
yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Dalam memahami sumber ajaran
Islam, Ahmad Dahlan mengajukan metodologi pemahaman yang
rasional-fungsional. Untuk keperluan ini, digunakanlah akal
pikiran yang bebas dan akal nurani yang jernih serta membiarkan
al-Qur'an berbicara sendiri dalam memecahkan problem. Dalam
perspektif pemahaman ini, pemahaman terhadap ayat al-Qur'an
tidak sekedar pada tataran kognifnif, tetapi menuntut aktualisasi
nyata sehingga masyarakat dapat merasakan perubahan yang
35
lebih baik. Dengan cara demikian, risalah Islam sebagai hudan
dan rahmat lial-'alamm terjadi di dalam masyarakat.
36
STUDI
kepercayaan bahwa setiap benda yang ada, seperti sungai
yang mengalir, air bah, matahari, pohon beringin, gunung-
gunung yang tinggi dan sebagainya mempunyai kekuatan
ghaib. Sedang animisme adalah kepercayaan tentang arwah
nenek moyang mereka. Arwah mereka pada suatu saat masih
akan menjumpamya. Adapun totemisme adalah kepercayaan
tentang adanya orang yang telah meninggal yang kemudian
menjelma menjadi harimau, babi, dan sebagainya yang
kesemuanya itu diyakini sebagai penjelmaan orang yang
baru meninggal dunia. Dinamisme, animisme, dan
totemisme ini dalam banyak hal senafas dengan pandangan
Hindu dan Budha yang belakangan masuk ke Indonesia
(Saifullah, 1997: 37-38).
Pengaruh agama Hindu dan Budha terhadap masyarakat
Indonesia sangat kental, khususnya masyarakat Jawa tempat
Muhammadiyah didirikan. Hindu dengan kekuatan
politiknya telah menanamkan akar-akar kebudayaannya ke
dalam masyarakat Jawa. Bahkan dalam tingkat tertentu
agama Hindu menjadi agama kerajaan, dan kerajaan
Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) merupakan kerajaan
yang paling dalam terkena pengaruh Hindu (Benda, dalam
Abdullah, 1974; 35-36). Dalam rentang waktu 7 (tujuh)
abad, dari abad XIII sampai akhir abad XIX, proses masuk
dan berkembangnya Islam di Jawa mengalami dialog
pergumulan budaya yang panjang. Corak Islam yang murni
tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jawa dan
singkretisasi dengan kepercayaan pra-Islam atau Hindu.
Tradisi Hindu tidak dikikis habis, padahal dalam beberapa
hal tradisi tersebut bertentangan dengan paham
monoteismeyang' dibawa Islam.Tindakan yang dilakukan
oleh para wah', ag-aknya merupakan pilihan yang terbaik.
Tanpa berbuat demikian, seperti dikatakan Benda,
kemungkinan sekali Islam tidak akan menemukan tempatnya
di Nusantara (Benda, dalam Abdullah,1974:41).
Bila dicermati, para wait dalam mengislamkan Jawa
dilakukan dengan mengg-unakan dua pola. Pola pertama,
melalui pengg-unaan lambang-lambang- dan simbol budaya
Jawa. Dalam pola ini, para wali langsung ke daerah-daerah
37
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
pedesaan dengan menggunakan metode akulturasi dan
singkretisasi. Cara demikian ditempuh karena
memperhatikan situasi waktu itu. Pilihan itu ditempuh
dengan maksud memperoleh dua sasaran, yaitu menjinakkan
objek yang menjadi sasaran sekaligus Islam menjinakkan
dirinya sendiri. Dengan penjinakan model demikian, muncul
Islam dengan corak tersendiri, yang oleh Hamka disebut
dengan Islam yang memuja kubur, wali, dan sebagainya
(Hamka, 1983:237). Corak Islam yang demikian biasa
disebut dengan Islam kejawen, yaitu pengamalan dengan
cara melakukan sinkretisasi antara Islam tarekat dan
kepercayaan Hindu. Dalam prakteknya, penganut Islam
kejawen ini biasanya mengaku Islam tetapi tidak
menjalankan ritual-ritual Islam, ritualnya cukup eling saja.
Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya
menjadi khurafat dan bid'ah. Khzurafat adalah kepercayaan
tanpa pedoman yang sah dan al-Qur'an dan Sunnah, hanya
ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid'ah
biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual tetapi
pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan
adalah sebenarnya bukan bersumber pada ajaran Islam,
Bentuk khurafat misalnya, mohon kepada yang mbaurekso,
sementara contoh bentuk bid'ah adalah selamatan dengan
kenduri dan tahlil yang menggunakan lafal Islam (Majlis
Pustaka, 1993:13). Selamatan dalam tradisi Jawa adalah
suatu upacara kultural untuk memenuhi suatu hajat yang
berhubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati.
Maksud upacara ini adalah agar kelak mereka yang
mengadakan selamatan atau yang diselamati itu menjadi
selamat (Saifullah, 1997: 41).
Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara
selamatan dalam berbagai peristiwa, seperti kelahiran,
khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti
nama, dan sejenisnya. Namun, di antara macam-macam
selamatan itu yang paling menonjol adalah selamatan
kematian, yang terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,
seratus hari. pendak pisan, pendak pindo nyewu (seribu) dan
khaul. Selamatan ini selalu diiringi dengan membaca tahlil
38
STUDI
sebagai cara mengirim doa kepada si mayit. Prosesi tahlilan
ini dimulai dengan membaca Surah al-Fatihah kepada
keluarga Nabi dan sahabatnya, dilanjutkan dengan Surah al-
Ikhlas tiga kali, al-Falaq, al-Nas, al-Fatihah kembali,
permulaan Surah al-Baqarah, ayat kursi, beberapa doa dari
ayat al-Qur'an, kemudian membaca dzikir, istighfar, tasbih
dalam jumlah tertentu, dan diakhiri dengan doa yaag
dibacakan oleh pemimpin tahlilan (Saifullah, 1997:32).
Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa
adalah penghormatan kuburan orang-orang suci. Bentuknya
bisa berziarah ke kuburan sambil meminta do'a restu atau
pertolongan dari ruh orang yang telah meninggal dunia.
Islam mengajarkan cara berziarah ini dengan dua sasaran,
yaitu: (1) mendoakan orang yang sudah meninggal, dan (2)
menyadarkan orang yang berziarah bahwa kelak mereka
demikian, dalam. pelaksanaan ziarah sering dilakukan
dengan meminta pertolongan kepada orang yang telah
meninggal dunia. Bila ini yang dikerjakan, maka cara
demikian sudah di luar yang diajarkan tentang ziarah dalam
Islam. Inilah bentuk sinkretisme dalam masyarakat Jawa.
Ada juga sinkretisme yang berkembang, misalnyajimat. Di
kalangan Kraton, benda-benda pusaka dianggap mempunyai
kekuatan ghaib yang mampu melindungi. Di pedesaan,
biasanya benda-benda tersebut dianggap mempunyai daya
ghaib meskipun dia beragama Islam (Saifullah, 1997: 42).
Dakwah dengan pendekatan akulturasi dan sinkretisme
memang cepat memberi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat yang sebelumnya kental dengan budaya Hindu-
Budha. Memang secara kuantitatif bertambah, sehingga
jumlah penduduk yang beragama Islam bertambah dan
menjadi mayoritas di Jawa. Namun, seeara kualitatif,
intensitas beribadah mereka masih kurang mantap.
A. Rifa'i, seperti dikutip Majlis Pustaka (1993: 13-14),
menyimpulkan bahwa pengamalan Islam yang dilakukan
orang Jawa banyak yang menyimpang dari ajaran aqidah
Islamiyah dan harus diluruskan. Akibat dari praktek-praktek
ini, ajaran Islam tidak murni, tidak beriungsi sebagaimana
39
mestinya, dalam arti tidak memberikan manfaat kepada
pemeluknya.
Realitas sosio-agama yang dipraktekkan masyarakat
inilah yang mendorong Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya baru
dilakukan pada tahun 1916, empafc tahun setelah
Muhammadiyah berdiri, saat Muhammadiyah mulai
MUHAMMADIYAH
berkembang ke luar kota Yogyakarta. Dalam
Latar Belakang berdirikonteks realitas
dan tujuannya
sosio-agama ini, tidaklah berlebihan apa yang dikatakan oleh
Munawir Sjadzali (1995), bahwa Muhammadiyah adalah
gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam
dari semua unsur sinkretis dan daki-daki tidak Islami
lamnya.
41
Ada tantangan dari misi Kristen yang sangat dirasakan
oleh kaum Muslim Indonesia, sebuah tantangan yang harus
mereka hadapi dan lawan dengan segala cara jika mereka
ingin menjaga keutuhan agama mereka. Keberhasilan luar
biasa kerja misi ini dan capaiannya di segala bidang mau
tidak mau menjadi wanti-wanti yang sangat serius bagi kaum
Muslim. Banyak pemimpin Muslim yang merasa bahwa
harus segera mengambil tindakan. Keberhasilan kerja misi di
MUHAMMADIYAH
atas membuat hampir semuaLatarMuslim khawatir
Belakang berdiri akan
dan tujuannya
keberlangsungan agama mereka.
Kaum Muslim di Yogyakarta sangat merasakan
gentingnya situasi di atas dan terpanggil untuk mendirikan
sebuah organisasi yang akan membantu mengatasi situasi
krisis tersebut. Secara perlahan namun pasti, misi Kristen
berhasil, sedangkan pengaruh Islam makin merosot. Kaum
Muslim Yogyakarta merasa berkewajiban menghentikan,
atau setidaknya membatasi merebaknya misi-misi Kristen.
Muhammadiyah didirikan padawaktu itu untuk menawarkan
suatu cara mempertahankan diri dari pengaruh misi Kristen.
Dilihat dari sini, berdirmya Muhammadiyah adalah
perkembangan logis untuk menghadapi kegiatan misi Kristen
yang diberi dukungan dan kekuatan luar biasa oleh para
penguasa kolonial Belanda. Kristen pada umumnya dianggap
sedang bersaing dengan Islam yang menguasai Indonesia.
Mengutip yang dikatakan Addison, gerakan-gerakan
keagamaan di Indonesia selama "empat ratus tahun bisa
dianggap sebagai satu pertarungan antara Kristen dan Islam".
Untuk memperkuat teori di atas, terdapat data yang
memberikan beberapa petunjuk tambahan di sekitar motif-
motif didirikannya Muhammadiyah. Adapun yang paling
penting dalam hal ini adalah berbagai pemyataan dan
tindakan Ahmad Dahlan di depan publik dalam
hubungannya dengan misi Kristen ini. Penelusuran lebih
dalam terhadap hal yang tampak dari pernyataan Ahmad
Dahlan tentang hal yang mesti dilakukan kaum Muslim,
mengungkapkan hal yang sangat mungkin menjadi ancaman
aktual yang dihadapi kaum Muslim pada masanya. Salah
satu pernyataannya, Ahmad Dahlan memperingatkan kaum
42
STUDI
Muslimin bahwa jika mereka tidak bertindak segera dan
membiarkan situasi dewasa ini terus beriangsung tanpa
melakukan tindakan apa pun, maka situasinya akan makin
memburuk dan hal ini tidak akan bisa diperbaiki lagi
nantinya. Ahmad Dahlan berkata: "... Meskipun Islam tidak
akan pernah lenyap dari muka bumi, kemungkinan Islam
lenyap di Indonesia tetap terbuka." Pernyataan ini
mengesankan bahwa optimismenya tentang kekuatan nilai-
nilai Islam di Jawa telah digoyang keras oleh posisi misi
Kristen yang semakin kuat.
Ahmad Dahlan dikenal bersikap toleran terhadap para
misionaris Kristen dan cenderung bersikap tidak bermusuhan
dengan para pengnasa kolonial Belanda, hal itu tidak dapat
dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa dia telah
mengkompromikan dan "menjual" prinsip-prinsipnya.
Meskipun secara lahirlah dia tampak bertindak sangat lunak,
dengan alasan untuk melindungi keberadaan dan masa depan
organisasinya, pada dasarnya dia sangat kukuh dalam
pendiriannya menghadapi ancaman Kristen terhadap Islam.
Ahmad Dahlan tidak pernah lalai terhadap ancaman ini.
Sepanjang hidupnya, dia telah melakukan usaha-usaha dan
banyak berkorban untuk menjamin komitmen
Muhammadiyah terhadap tujuan di atas (Alwi Shihab, 1998 :
141-145).
C. Realitas Sosio-Pendidikan
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia,
yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan Barat. Pendidikan
yang disebut pertama ini mengajarkan studi keislaman
tradisional, misalnya ilmu kalam, ilmu fikih, tasawuf, bahasa
Arab berikut variasinya, ilmu hadits, ilmu fcafsir, dan lain-lain.
Studi ini banyak diminati orang-orang yang dalam kategori
Geertz disebut dengan santri. Proses belajar-mengajar di
lembaga pendidikan ini juga masih tradisional. Banyak alumni
lembaga pendidikan ini memiliki pola pikir yang menjauh dari
perkembangan modern. Pandangan Ahmad Dahlan; ada problem
mendasar berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan
43
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
umat Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren. Problem
itu berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum, dan
materi pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, sistem yang
dipakai masih menggimakan sorogan dan weton, guru dianggap
sehagai sumber kebenaran yang tidak boleh dikritisi. Kondisi ini
membuat pengajaran nampak tidak demokratis. Fasilitas-fasilitas
modern yang sebetulnya baik untuk digunakan dilarang untuk
dipakai karena menyamai orang kafir. Umat Islam waktu itu
mengganggap bahwa hal yang sama dengan orang kafir, maka ia
termasuk golongan kafir juga.
Sedangkan materi dan kurikulum yang disajikan masih
berkisar pada studi Islam klasik, misalnya; fikih, tasawuf, teologi
atau ilmu kalam, dan sejenisnya. Ilmu-ilmu ini wajib syar'i untuk
dipelajari. Sementara ilmu modern tidak diajarkan karena itmu
itu termasuk ilmu Barat yang haram hukumnya bagi orang Islam
untuk mempelajari. Ilmu-ilmu selain studi Islam klasik tersebut
dianggap bukan ilmu Islam. Oleh karena itu, hukumnya tidak
wajib untuk dipelajari (ghair al-syar'-iyah). Padahal, kalau
diteliti, ilmu-ilmu yang berkembang di Barat itu merupakan
pengembangan lebih lanjut dari ilmu yang sudah dikembangkan
oleh Islam pada saat zaman keemasan Islam.
Sementara itu, pendidikan yang disebut kedua hanya
mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di dunia Barat. Metode
pengajaran sudah menggimakan metode modern. Pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial ini tidak
mengajarkan iimu-ilmu yang diajarkan di pesantren. Kebanyakan
siswa yang bisa masuk dalam pendidikan yang disebut terakhir
ini adalah orang-orang yang dalam kategori Geertz disebut
dengan abangan.
Pendidikan Barat ini dikelola pemerintah kolonial di Jawa.
Dalam pendidikan ini, materi yang diajarkan seperti materi yang
diajarkan di Eropa. Lembaga pendidikan yang dikelola
pemerintah ini disebut pendidikan umum (Koentjaraningrat,
1984:69). Lembaga pendidikan ini didirikan lebih dimaksudkan
sebagai upaya untuk mencetak kader pribumi untuk menjadi
pegawai pemerintah kolonial. Siswa-siswa yang belajar di
pendidikan Barat ini adalah siswa yang berlatar belakang
abangan. Dengan masuknya siswa dengan latar belakang ini,
44
diharapkan alumni yang nanti menjadi pegawai pemerintah tidak
melakukan perlawanan (Said dan Mansur, 1959 : 46).
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan pendidikan sekolah
umum pertama kali di Batavia pada tahun 1617, namun
dikhususkan bagi anak-anak Belanda. Sedangkan sekolah bagi
anak-anak orang Jawa baru didirikan pada tahun 1849. Meski
demikian, pada awal dibolehkannya orang Jawa memasuki
pendidikan Barat, dalam kenyataannya sangat sedikit sekali yang
STUDI
bisa masuk di dalamnya. Sedikitnya siswa dari orang Jawa ini
KEMUHAMMADIYAHAN
karena persyaratan yang diajukan sulit dipenuhi, misalnya;
pemerintah kolonia! mempertimbangkan latar belakang keluarga
calon murid, status sosial orang tua murid dalam masyarakat,
keadaan lingkungan keluarga calon murid, uang sekolah dan
penguasaan bahasa Belanda (Saifullah, 1997: 49; Arifin, 1987;
94).
Pada tahun 1848, muncul gagasan untnk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pendidikan bagi pribumi. Para Gubernur
diinstruksikan untuk mendorong berdirinya sekolah-sekolah
pribumi. Namun, dalam prakteknya, sekolah-sekolah yang
dibangun mayoritas dipenuhi oleh orang Eropa, dan kalaupun
ada yang lain, siswa-siswa itu berasal dari keluarga dengan latar
belakang Kristen. Bahkan banyak lembaga pendidikan yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang akan
bekerja di kantor dan perkebunan pemerintah kolonial Belanda
(Arifin, 1987: 195).
Pada tahun 1864, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan
peraturan baru tentang kebolehan putra-putri bupati untuk
memasuki dunia pendidikan yang dikelola pemerintah.
Kemudian diangkat penilik sekolah yang dimaksudkan untuk
mengawasi siswa-siswanya. Agar pengawasan ini bisa efektif,
maka pada tahun 1867 dibentuk departemen khusus pendidikan
(Arifin, 1987: 195).
Pada tahun 1871, kebijakan pemerintah kolonial Belanda
tentang pendidikan, ditetapkan bahwa jumlah sekolah guru perlu
ditambah; sekolah tingkat dasar terutama ditujukan untuk
mendidik putra-putri bangsawan; jumlah sekolah dasar perlu
ditambah; pengajarannya dengan menggunakan bahasa daerah
setempat (Melayu); pelajaran-pelajaran dasar yang diajarkan,
45
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
selain membaca dan menulis, adalah berhitung, ilmu bumi,
sejarah, ilmu alam, ilmu hayat, pertanian, menggambar,
menyanyi, dan bahasa Belanda; biaya sekolah dikurangi karena
ada subsidi pemerintah; dan pendidikan ini bersifat sekuler,
karena agama tidak diajarkan sebagai mata pelajaran pada
sekolah pemerintah (Saifullah, 1997 : 51).
Sejak tahun 1889, pemerintah kolonial Belanda mengubah
kebijakan tentang pendidikan, khususnya setelah terjadinya
pergantian penasihat urusan Islam dan pribumi di Indonesia dan
K.F. Holle ke C. Snouck Hurgronje. Kebijakan Snouck dalam
persoalan pendidikan dapat dipilah menjadi dua, yaitu politik
asosiasi dan politik etis. Politik asosiasi adalah bagian dari
politik de-Islamisasi Belanda yang diciptakan oleh Snouck, yang
dilakukan dengan cara mendirikan banyak sekolah yang
bertujuan menjauhkan siswa-siswa Muslim dari keyakinan
agama Islam. Politik ini menyangkut perhubungan peradaban
antara yang memerintah dan yang diperintah. Anak-anak Islam
diberikan pendidikan Barat yang-menjauhkan mereka dari
agamanya, sehingga terlepas dari gengg-aman Islam. Snouck
yakin bahwa bilamana politik ini berhasil, tidak akan ada lagi
yang menyusahkan pemerintah dalam hubungannya dengan
kaum Muslimin (Saifullah, 1997: 51). MenurutAkib Suminto,
politik asosiasi ini harus dilihat dalam konteks memperkokoh
dan pelestarian penjajahan yang dilakukan kolonial Belanda di
bumi Indonesia (Suminto, 1985: 41-42).
Sedang yang dimaksud dengan politik etis adalah kebijakan
pemerintah kolonial Belanda untukbalas budi kepada yang
dijajah. Di sini, kebijakan yang' dikedepankan lebih bermuatan
etika, yaitu ingin menolong. Folitik etis ini muncul ke
permukaan setelah pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina
menyampaikan tentang periunya pemerintah kolonial
mempunyai tanggung jawab moral atas pendidikan rakyat di
Hindia Belanda. Namun dalam pelaksanaannya, politik ini
bertujuan menghantam sistem pendidikan pesantren.
Latar belakang politik ini bermula dari perekonomian
Belanda yang menunjukkan kemajuan setelah menguras sumber
daya alam Indonesia. Sumber daya alam yang diambil melalui
sistem kerja paksa dengan cara tidak manusiawi ini diolah
46
STUDI
sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk-produk bernilai
tinggi. Namun, Belanda mempunyai problem tentang pasar dari
produk-produknya. Dalam analisisnya, Belanda melihat bahwa
Indonesia sebagai negara jajahan mempunyai potensi yang besar
sebagai pasar dari produk-produk Belanda. Di pihak lain, daya
belt rakyat Indonesia sangat rendah akibat pembodohan yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda sendiri. Untuk itu, harus ada
upaya peningkatan pendidikan untuk meningkatkan daya belt mi
(Saifullah, 1997: 52).
Politik etis baru berjalan secara efektif, setelah Menteri
Urusan Tanah Jajahan dijabat oleh D. Fock menggantikan A.W
K. Idenburg pada tahun 1905. D. Fock tampaknya banyak
dipengaruhi oleh Hurgronje. Baginya, untuk mengikis peran
pesantren, diperlukan pendidikan model Barat bagi pribumi
kalangan atas, sehingga pengaruh budaya Barat akan dapat
menetralisasi peran pesantren melalui westernisasi dan
sekularisasi. Tidak hanya westernisasi dan sekularisasi yang
dikembangkan, tapi juga kristenisasi digalakkan melalui lembaga
pendidikan. Kristenisasi melalui dunia pendidikan ini digagas
oleh Idenburg ketika menjabat kembali sebagai Menteri Urusan
Tanah Jajahan setelah partainya "Partai Liberal" berkoalisasi
dengan "Partai Kristen" memenangkan di Parlemen Belanda
(Sutherland, 1983: 86).
Pada tahun 1914 didirikan Hollandsch Inlandsche School
(HIS), yang sebetulnya merupakan perubahan dari sekolah kelas
tiga, empat dan lima. Pada tahun yang sama didirikan sekolah
lanjutan tingkat pertama, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO) dan sekolah guru yang disebut Normaal School, yang
menerima murid dari lulusan sekolah kelas sebelumnya yang
lebih rendah tingkatnya. Berdiri pula sekolah lanjutan tingkat
atas yang disebut dengan Algemeene Middlebare School (AMS).
Kemudian berdiri sekolah tinggi kedokteran, teknik dan hukum
(Benda, 1980: 80).
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda di atas,
diselenggarakan sangat sekuler, dalam arti pelajaran agama atau
semangat agama tidak diberikan. Bahkan pelajaran umum,
misalnya sejarah dan ilmu bumi, bermuatan Belanda sentris,
terlepas dari kebudayaan Indonesia. Akibatnya, sekolah-sekolah
47
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
tersebut merupakan masyarakat sendiri yang terlepas dari
kehidupan batin bangsa Indonesia. Sekolah-sekolah itu
melahirkan golongan baru yang disebut golongan intelek.
Golongan ini umumnya berpandangan negatifterhadap Islam,
dan alam pikirannya tercerabut dari bangsanya sendiri. Inilah
hasil dari politik asosiasi Hurgronje dan poilitik etis Van
Deventer. Bahkan alumni sekolah-sekolah ini menjadi antek-
antek Belanda (Tamimi, 1990: 9).
Kondisi internal pendidikan pesantren di satu pihak, model
penyelenggaraan, karakter, dan produk alumni model pendidikan
ala Barat di pihak lain, seperti dijelaskan di atas, mendorong
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Melalui
Muhammadiyah, Ahmad Dahlan ingin mendirikan lembaga
pendidikan yang mengajarkan yang memadukan dua karakter
dari dua model lembaga pendidikan yang berkembang waktu itu,
yaitu mengajarkan semangat Islam dan semangat modern.
Dengan demikian, umat Islam tidak hanya fasih berbicara
tentang Islam, seperti alumni pesantren, tetapi juga berwawasan
luas tentang perkembangan modern.
Seperti dituturkan oleh Umniyah A. Wardi (Amir, 1985 : 70-
71), murid langsung Ahmad Dahlan, bahwa Ahmad Dahlan
mempunyai cita-cita pendidikan yang akan dibangun nanti
melahirkan ulama Kyai yang maju, dan jangan mengenal lelah
dalam bekerja untuk Muhammadiyah (dadiyo Kyai sing
kemajuan, lan aja kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo
Muhammadiyah). Ulama yang maju adalah ulama yang dapat
mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, ulama harus
melengkapi dirinya dengan ilmu pengetahuan, di samping ilmu
agama yang dimiliki. Adapun yang dimaksud dengan ungkapan
bekerja untuk Muhammadiyah dalam pernyataan Ahmad Dahlan
adalah bekerja untuk masyarakat luas karena Muhammadiyah
waktu itu bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat
berdasarkan agama Islam.
48
STUDI
Dalam tataran teoritis, politik Islam Hindia Belanda sebetulnya
ingin menerapkan kebijakan netralitas terhadap agama, tidak
memihak kepada agama tertentu dan tidak memandang agama
tertentu pula sebagai sesuatu yang berbahaya (Saifullah,
1997:56). Namun, dalam tataran realitas, netralitas yang
didengungkan itu hanya omong kosong. Kebijakan netralitas itu
hanya strategi semata untuk mengelabuhi umat Islam agar umat
Islam bisa menerima kehadirannya sebagai penjajah. Bahkan
justru sebaliknya, untuk maksud kehadirannya, pemerintah
Hindia Belanda harus membuat kebijakan tertentu yang bisa
secara efektif mencegah perlawanan umat Islam terhadap
penjajah.
Kebohongan publik itu harus dilakukan karena pemerintah
Hindia Belanda mempunyai kepentingan untuk melanggengkan
eksistensi kolonialismenya di bumi Nusantara ini selama
mungkin, sementara pemerintah Hindia Belanda menyadari
bahwa negara yang dijajah mi adalah masyarakat Indonesia,
yang mayoritas beragama Islam. Karena itu, bila tidak
melakukan kebohongan publik, eksistensi sebagai penjajah tidak
berlangsung lama. Dari sini, Belanda mulai menerapkan
kebijakan-kebijakan politik yang dapat menurunkan semangat
perlawanan yang diyakini bersumberkan dari ajaran, yakni ajaran
Islam. Asumsi pemerintah kolonial di atas tidak salah oleh
karena dalam tataran empiris, perlawanan penduduk terhadap
kolonial, seperti perang Paderi (1821), perang Diponegoro
(1825-1830), perang Aceh (1873-1903), dan lain-lain, tidak lepas
dari ajaran Islam (Suminto, 1985: 9). Islam sering tampil sebagai
simbol perlawanan terhadap pemerintah asing yang dinilainya
kafir. Dengan kenyataan tersebut, pemerintah kolonial Belanda
melihat bahwa keberhasilan menguasai masalah Islam
merupakan faktor kunci untuk tetap bisa eksis sebagai penjajah
(Suminto, 1989:345).
Setidaknya dapat dibagi menjadi dua periode dalam melihat
politik Islam Hindia Belanda. Pertama, periode sebelum
kedatangan Snouck Hurgronje dan kedua, periode setelah
Snouck Hurgronje manjadi penasehat Belanda untuk urusan
Pribumi di Indonesia.
49
Periode pertama, Belanda hanya berprinsip agar penduduk
Indonesia yang beragama Islam tidak membrontak. Untuk
memenuhi prinsip ini, Belanda menerapkan dua strategi, di yaitu
pihak, Belanda membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya
membendung, misalnya memantau dan mcmbatasi berbagai
kegiatan pengamalan ajaran Islam, dan di pihak lain, Belanda
melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia. Dalam
pelarangan pengamalan ajaran Islam, pada periode ini Belanda
MUHAMMADIYAH
tidak membedakan aspek-aspek ajaran Islamberdiri
Latar Belakang mana yang harus
dan tujuannya
dilarang. Pokoknya, kegiatan-kegiatan keislaman harus
dieliminir sedemikian rupa, sehingga dapat mengurangi
perlawanan.
Di antara pengamalan Islam yang dibatasi Belanda adalah
ibadah haji. Persoalan haji ini oleh pemerintah Hindia Belanda
sangat dibatasi dengan berbagai aturan. Tujuan dari pembatasan
itu sebetulnya untuk mengurangi banyaknya orang Islam yang
akan menunaikan ibadah haji. Pembatasan ini harus dilakukan
didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang yang telah
menunaikan ibadah haji diyakini sebagai sumber pusat
perlawanan sehingga semakin banyak yang pergi haji maka
sumber perlawanan semakin banyak (Suminto, 1989: 10).
Meskipun dipersulit, namun hal itu tidak menjadi hambatan
bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah haji. Berdasarkan
laporan residen Batavia pada tahun 1825, setiap tahun jumlah
haji terus meningkat (Saifullah, 1997: 57). Hal ini dikarenakan
ibadah haji merupakan suatu rukun yang harus dilaksanakan
sebagai bentuk kesempurnaan Islam seseorang. Oleh karenanya,
betapapun sulitnya, tetapi harus dilaksanakan bagi yang telah
mampu untuk melaksanakan. Pelarangan seperti ini justru kontra
produktif bagi Belanda sendiri karena telah menjadi sumber
pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena
menghalangi kesempurnaan Islam seseorang.
Periode kedua, kebijakan pemerintah Belanda terhadap Islam
banyak mengalami perubahan setelah penasehat urusan pribumi
dijabat oleh Snouck Hurgronje. Dalam hal ini, tidak seluruh
kegiatan pengamalan Islam harus dihalangi, bahkan dalam hal-
hal tertentu harus didukung. Kebijakan ini didasarkan atas
pengalaman Snouck, terutama pengalaman dari kunjungannya ke
50
STUDI
Mekah. Dia menetap selama tujuh bulan di sana (Februari hingga
Agustus 1885), dengan menyamar sebagai seorang Muslim
bernama Abdul Ghaffar. Di Mekah, Snouck sebanyak mungkin
bergabung dengan masyarakat Indonesia dan mempelajari
banyak hal mengenai lembaga dan kegiatan keagamaan mereka
(Shihab, 1998: 83; Bakri, 1990; 52).
Secara umum, kebijakan Islam yang disarankan Hurgronje
didasarkan atas tiga prinsip utama (Shihab, 1998: 85-S7).
Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan, misalnya
ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya.
Logika dibalik kebijakan ini adalah membiarkan munculnya
keyakinan dalam pikiran banyak orang bahwa pemerintah
kolonial tidak ikut campur dalam masalah keimanan mereka. Ini
merupakan wilayah yang peka bagi kaum Muslimin karena hal-
hal itu menyentuh nilai-nilai keagamaan mereka yang paling
dalam. Dengan berbuat demikian, pemerintah akan berhasil
merebut hati banyak kaum Muslim, menjinakkan mereka dan
sejalan dengan itu, akan mengurangi, jika tidak menghilangkan
sama sekali pengaruh perlawanan kaum Muslim fanatik terhadap
pemerintah kolonial.
Prinsip kedua, bahwa sehubungan dengan lembaga-lembaga
sosial Islam, atau aspek mu'amalah dalam Islam, seperti
perkawinan, waris, wakafdan hubungan-hubungan sosial lainnya,
pemerintah harus bempaya mempertahankan dan menghormati
keberadaannya. Meskipun demikian, pemerintah harus berusaha
menarik sebanyak mungkin perhatian orang Indonesia terhadap
berbagai keuntungan yang dapat diraih dari kebudayaan Barat.
Hal itu dilakukan dengan harapan agar mereka bersedia
menggantikan lembaga-Iembaga sosial Islam di atas dengan
lembaga sosial Barat. Diharapkan bahwa perlahan-lahan,
sembari berasosiasi dengan orang Belanda, orang Indonesia akan
menyadari keterbelakangan lembaga-lembaga sosial Islam milik
mereka dan menuntut digantikannya lembaga itu dengan
lembaga-Iembaga sosial model Barat. Dan akhirnya, hubungan
yang lebih erat antara penguasa Belanda dan rakyat Hindia
Belanda akan berkembang dengan sendirinya.
Prinsip ketiga, dan paling penting, bahwa dalam masalah
politik, pemerintah dinasehatkan untuk tidak menoleransi
51
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
kegiatan apa pun yang dilakukan oleh kaum Muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-lslamisme atau
menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang
pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah harus melakukan
kontrol ketat terhadap penyebaran gagasan apa pun yang dapat
membangkitkan semangat kaum Muslim di Indonesia untuk
menentang pemerintah kolonial, Pemaksaan gagasan seperti ini,
akan memunculkan pengaruh aspek-aspek Islam yang bersifat
politik, yang menjadi ancaman terbesar terhadap pemerintahan
kolonial Belanda. Lagi-lagi, dalam hal ini Hurgronje
menekankan pentingnya kebijakan asosiasi kaum Muslim
dengan peradaban Barat. Pendidikan Barat harus dibuat terbuka
bagi rakyat pribumi, agar asosiasi ini berjalan dengan baik dan
tujuannya tercapai. Sebab, hanya dengan penetrasi pendidikan
model Baratlah pengaruh Islam di Indonesia bisa disingkirkan
atau dikurangi.
Visi Hurgronje mengenai Indonesia yang lebih baik, yakni
yang berasosiasi dengan negara induk Belanda secara damai dan
berjangka panjang, memperkuat visi mengenai perlunya
meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia secara
keseluruhan, yang secara sosial dan kultural ditata menurut
model Barat. Hurgronje tampak berkeyakinan bahwa
peningkatan seperti ini pada akhirnya akan mempersempit jurang
yang makin lebar antara masyarakat Indonesia "yang
terbelakang" dan masyarakat Belanda yang "modern". Setiap
upaya harus diambil untuk menghilangkan jarak kultural ini, agar
kekuasaan Belanda dapat dipertahankan terus secara damai
(Shihab, 1998: 87).
S. Hurgronje sangat menekankan pendidikan Barat terutama
untuk para bangsawan dan kaum aristokrat Indonesia. Mereka
memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dibanding rakyat
pribumi, karena kuatnya pengaruh Barat serta posisi mereka
yang relatif "bersih" dari pengaruh Islam. Para bangsawan dan
aristokrat Indonesia adalah kelompok sosial yang paling cocok
untuk pertama-tama ditarik masuk ke dalam orbit kebudayaan
Barat dan dijadikan sebagai rekanan. Dalam skenario ini, secara
periahan namun pasti, dibayangkan bahwa masyarakat Indonesia
secara keseluruhan, yang berakar kuat pada adat istiadat, akan
52
STUDI
mengikuti jalan yang ditempuh oleh para pemimpin tradisional
mereka, yakni kelompok aristokrat dan bangsawan. Hal ini
didasarkan atas hasil observasi Hnrgronje bahwa sebagian besar
rakyat lebih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi lokal dibandingkan
dengan pengaruh Islam, dan bahwa kelompok bangsawan
tampaknya memiliki wewenang dan pengaruh lebih besar
dibandingkan para pemimpin santri. Karena itu, tambah
Hurgronje, para bangsawan Indonesia yang terdidik sebagian
besar adalah kaum Muslim "yang sedang-sedang saja", mereka
akan menjauh dari Islam dan akan memainkan dan
mengantarkan Indonesia menuju dunia model Barat. Pandangan
Snouck ini sangat berpengaruh dan menjadi salah satu alasan
disediakannya berbagai fasilitas pendidikan dalam skala besar-
besaran oleh pemerintah setelah tahun 1900 (Shihab, 1998: 87-
88).
Meskipun cukup sukses, kebijakan Islam yang dirancang
Hurgronje juga menemukan banyak kegagalan. Salah satu
kesalahan Hurgronje adalah pandangan yang menyepelekan
kemampuan Islam sebagai sebuah kekuatan yang dinamis dalam
melakukan reformasi dan modernisasi diri. Pandangan bahwa
Islam di Indonesia dapat direduksi hanya menjadi sebuah agama
ritual saja, yang terpisah dari aspek-aspek sosial dan politiknya,
sepenuhnya keliru. Bahwa keberhasilan modernisasi Islam
disebabkan oleh salah satunya adalah aspek ritualnya, yakni
pelaksanaan ibadah haji ke Mekah, yang dinasehatkan Hurgronje
agar dibiarkan bebas dari campur tangan pemerintah. Ia hanya
menunjukkan kekeliruan pandangan di atas. Padahal ibadah haji
ke Mekah, tempat kaum Muslim dari seluruh dunia saling
berinteraksi dan bertukar gagasan dan pengalaman, adalah
sumber pokok gagasan-gagasan Islam yang modern dan
revolusioner di Indonesia pada abad XX (Shihab, 1998;88).
Pada masa berlangsungnya kebijakan Islam yang dirancang
Hurgronje, Indonesia mengalami serangkaian perubahan sosial
yang penting. Perubahan-perubahan ini tidak disebabkan oleh
para penggagasnya atau merupakan hasil langsung dari sebuah
perencanaan, tetapi sebagian besar berlangsung karena pengaruh
tidak langsung kebijakan di atas. Akibat tidak langsung yang
tidak terduga, tetapi juga sangat penting, adalah muneulnya
53
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
sekelompok kecil elit terdidik yang mampu menyuarakan frustasi
massa. Yang mengagetkan Belanda adalah kelompok kecil elit
yang dipengaruhi kebudayaan Barat ini, namun belakangan
tampil sebagai pemimpin gerakan nasionalis yang sadar diri
(Shihab, 1998: 8). Tidak kalah penting adalah tumbuhnya
banyak gerakan modernis yang dipelopori oleh para sarjana
Muslim sebagai respon atas kebijakan kolonial Belanda dalam
bidang pendidikan. Kebijakan dalam bidang pendidikan ini,
menurut partai-partai sosialis Belanda, adalah kebijakan yang
dicirikan oleh "Kristenisasi yang dipaksakan", dan dipandang
merupakan pemanfatan berbagai fasilitas pemerintah untuk
mengkristenkan kaum pribumi dengan diserahkannya
pengelolaan bidang ini kepada sekolah-sekolah misi kristen.
Mereka menekankan bidang pendidikan dalam rangka
menjalankan kebijakan mereka mengenai Islam, pemerintah
kolonial Belanda harus menyerahkan pengelolaan bidang ini
kepada sekolah-sekolah misi untuk mendukung program mereka.
Dalam pandangan pemerintah, pekerjaan memberikan
pendidikan kepada penduduk pribumi adalah pekerjaan yang
sangat besar untuk ditangani sendiri. Karena itu pemerintah
memandang secara bijaksana untuk menerima dengan gembira
dan rasa syukur semua bantuan yang dapat diberikan oleh
sumber-sumber swasta. Penjelasan paling gamblang mengenai
langkah ini adalah pandangan mengenai sekolah-sekolah misi.
Dalam pandangan ini, sekolah-sekolah tersebut dinilai sebagai
sarana yang cocok dan berpengaruh untuk memajukan
masyarakat pribumi. Dengan memberikan subsidi kepada
sekolah-sekolah misi ini, pemerintah dimungkinkan untuk
memberikan layanan pendidikan kepada lingkup masyarakat
yang lebih luas dibandingkanjika mereka mengurusnya sendiri
(Shihab, 1998: 88-89).
Hal di atas juga disebabkan oleh alasan lain yang mungkin
tidak cukup kuat tetapi penting dicatat, yakni terbatasnya dana
pemerintah untuk bidang pendidikan. Membangun sekolah baru
tentunya membutuhkan upaya-upaya yang lebih besar dan dana
yang lebih besar, dibandingkan bila begitu saja mendukung
sekolah missi yang didirikan oleh berbagai masyarakat
missionaris. Meskipun anggaran pemerintah untuk bidang
54
pendidikan pada periode ini sebenarnya relatifmeningkat, toh
secara keseluruhanjumlahnya tidak besar. Mengingat kenyataan
ini, pemanfaatan lembaga-lembaga seperti ini adalah pilihan
yang masuk akal (Shihab, 1998: 89).
Kebijakan pendidikan ini, yang diletakkan sebagai bagian
integral kebijakan Islam pemerintah kolonial Belanda dan
dirancang untuk meningkatkan standar intelektual kaum pribumi,
STUDI
sangat berpengaruh terhadap rakyat. Dengan mengesampingkan
KEMUHAMMADIYAHAN
faktor-faktor lain, kaum Muslim bereaksi secara negatif terhadap
penetrasi missi Kristen yang dibawa masuk melalui kerja sama
antara pemerintah dan sekolah missi Kristen. Kaum Muslim
benar-benar merasa khawatir karena dapat mengakibatkan
merosotnya pengaruh nilai-nilai Islam. Kaum Muslim menuntut
agar pemerintah menarik dukungan terhadap tujuan kristenisasi
di negara yang mayoritas penduduknya beragama non-Kristen
ini. Kaum Muslim melihat bahwa subsidi besar-besaran yang
diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah missi, di sebuah
negara yang 90 persen penduduknya Muslim, sementara pada
saat yang sama mengabaikan lembaga-lembaga milik kaum
Muslim, merupakan keanehan. Hal itu dipandang sebagai
kebijakan yang bertentangan dengan semua konsepsi modern
mengenai hubungan yang pas antara agama dan negara. Dekade
pertama abad ke-20 ini ditandai oleh ketidak-puasan di kalangan
kaum Muslim terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda
mengenai Islam. Kebijakan ini, yang diklaim sebagai tengah
menyuarakan "netralitas dalam masalah agama", terbukti omong
kosong belaka. Dengan latar belakang inilah berbagai gerakan
reformis di wilayah ini mulai tumbuh. Akhirnya, gerakan-
gerakan reformis ini, baik yang bercorak nasionalis maupun
religius, terbukti merupakan ancaman serius bagi rezim kolonial
(Shihab. 1998: 89-90).
Pemerintah mengembangkan sikap ganda terhadap gerakan
rasionalis ini, pada mulanya toleransi dan represi. Pada awalnya
diyakini bahwa tumbuhnya kesadaran politik merupakan
konsekuensi logis kebijakan pendidikan mereka. Meskipun
demikian, karena gerakan-gerakan itu mulai menunjukkan
giginya, pemerintah mengambil sikap lebih keras terhadap
mereka. Manifestasi nyata gerakan nasionalis ini adalah
55
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908. Organisasi ini segera
disusul oleh sebuah organisasi politik yang lebih merakyat dan
berkecenderungan Islam yang kuat, yaitu Sarekat Islam. Hampir
bersamaan dengan itu, berdiri pula Muhammadiyah. Pada masa
ini, untuk menarik masa, seruan atas nama Islam disuarakan
sebagai ikatan bersama dalam kehidupan orang-orang Jawa.
Sementara Budi Utomo membatasi kegiatannya pada bidang
kebudayaan. Sarekat Islam lebih memfokuskan kegiatan
ekonomi dan politik. Sementara itu, Muhammadiyah
menfokuskan upayanya untuk mempertahankan Islam pada masa
umumnya (Shihab, 1998: 90).
56
Kedudukan Ahmad Dahlan di Budi Utomo ini, menurut
Sjoedja (1995: 51-52) dimanfaatkan untuk belajar tentang dua
hal, pertama, belajar ilmu organisasi; dan kedua, sebagai sarana
aktualisasi ajaran Islam. Ahmad Dahlan berkeyakinan bahwa
untuk mendirikan Muhammadiyah diperlukan manajemen
organisasi yang baik. Dorongan perlunya membentuk organisasi
yang rapi ini diilhami dari Al-Qur'an, surat Ali Imran/3: 104.
Dari Budi Utomo ini, seperti dituturkan Sjoedja', bahwa Ahmad
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Dahlan memperoleh ilmu tentang cara membentuk persyarikatan,
menyusun anggota-anggota penguruan dan lain-lain yang
bersangkutan dengannya.
Adapun sasarannya kedua, adalah melakukan sosialisasi
ajaran Islam. Sasaran ini memperoleh ruang gerak yang luas,
setidaknya pada dua unsur yang mempengaruhi perubahan
masyarakat dan negara, yang tercermin dalam kepengurusan
Budi Utomo yang kebanyakan pegawai pemerintah Hindia
Belanda dan guru-guru sekolah yang dalam jangka panjang akan
mewarnai kedewasaan dan kecerdasan masyarakat yang kelak
akan mewarnai jalannya pemerintahan. Sosialisasi ajaran Islam
ini diterima para cendekiawan Budi Utomo yang sebelumnya
takut dengan Islam. Bahkan guru-guru Kweekschool
menyarankan kepada Dahlan untuk menularkan kepada siswa-
siswanya. Penerimaan ini tidak bisa dilepaskan dari penguasaan
dan kedalaman ilmu keislaman serta metodologi baru yang tidak
seperti metode-metode lain yang dipakai dalam menerangkan
Islam.
Melihat metodologi dalam menyampaikan ajaran Islam,
Ahmad Dahlan diperkenankan mengajar Islam kepada siswa-
siswa Kweekschool dengan metode baru dan waktunya setiap
Sabtu sore. Atas inisiatif para siswa, pertemuan itu dilanjutkan
pada Ahad pagi di rumah Ahmad Dahlan, kauman Yogyakarta
(Sjoedja', 1995: 67-68).
Pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
rakyat, yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah, yang menggabungkan dua sistem pendidikan, yaitu
sistem pesantren dan sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan
yang disebut terakhir ini masih asing khususnya mata pelajaran
yang diajarkan, yaitu pengetahuan umum. Pemberian
57
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
pengetahuan umum ini untuk memajukan dan mencerahkan
masyarakat Islam Indonesia. Pentingnya ilmu-ilmu modern ini
diajarkan, setelah Ahmad Dahlan berkenalan dengan gagasan
pembaharuan Timur Tengah. Jadi, bagi Ahmad Dahlan, sistem
pendidikan Islam perlu ada orientasi segar untuk bisa bersaing
secara signifikan dengan pendidikan model Barat (Sjoedja',1995:
45-47; Saifullah, 1997: 73).
Dengan memadukan dua sistem pendidikan yang
berkembang waktu itu, Ahmad Dahlan berharap bisa mencairkan
pembagian masyarakat yang selama ini terpilah secara
dikotomis, misalnya, masyarakat abangan dan santri. Pembagian
dikotomis seperti ini merupakan warisan politik asosiasi kolonial
yang sejak semula dimaksudkan untuk memecah belah
masyarakat Indonesia demi kepentingan kolonialismenya.
Masyarakat abangan biasanya berpendidikan Belanda yang sama
sekali tidak atau sedikit pernah menerima pendidikan Islam.
Melalui lembaga pendidikan ini, diharapkan melahirkan individu
dengan basis keilmuan Islam mendalam seperti yang dimiliki
produk pesantren dan basis keilmuan modern yang dimiliki
produk lembaga pendidikan Barat.
Jumlah murid pertama di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah hanya sembilan orang, itu pun dari keluarga sendiri.
Dalam tempo setengah tahun, jumlah murid menjadi dua puluh,
terdiri dari putra dan putri. Memasuki bulan ke tujuh, sekolah
tersebut memperoleh bantuan guru, bernama Khalil, dari Budi
Utomo. Guru tersebut bertugas sementara, kcmudian bergantian
dengan guru yang lain. Waktu pergantian kadang satu bulan,
kadang satu setengah bulan, atau dua bulan (Sjoedja',1995:66).
Model sekolah yang baru didirikan Ahmad Dahlan ini
mendapat reaksi minor dari masyarakat sekitar karena dianggap
menyimpang dari pakem, bahkan menyimpang dari ajaran Islam
yang selama ini berkembang di kalangan kaum Muslim. Reaksi
ini tidak hanya datang dari masyarakat umum, tetapi juga datang
dari keluarga sendiri dengan memboikot hubungan perdagangan
yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Ahmad
Dahlan. Meskipun demikian, reaksi tersebut tidak menyurutkan
nyalinya untuk melanjutkan gagasan-gagasannya karena setiap
perbaikan selalu ada reaksi. Reaksi negatif seperti ini, bagi
58
STUDI
Ahmad Dahlan bukan yang pertama, sebab peristiwa kiblat
Masjid Besar Kauman, shaf tempat salat Masjid, pembongkaran
surau, dan lain-lain, semuanya menunjukkan bahwa Ahmad
Dahlan sudah terlatih menerima tuduhan dan cacian.
Setiap Ahad pagi, setelah memberikan pengajian umum,
Ahmad Dahlan didatangi para siswa Kweekschool Jetis yang
dididiknya setiap Sabtu sore. Latar belakang keagamaan mereka
bervariasi, ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, teosofi,
dan lain-lain. Forum Ahad pagi ini dijadikan sebagai moment
yang tepat untuk menyampaikan gagasan-gagasannya tentang
Islam. Dalam penjelasan-penjelasannya, Ahmad Dahlan banyak
memberikan informasi yang bisa diteruna akal pikiran, oleh
karena mereka terbiasa berbicara yang rasional, bahkan mereka
tidak akan mau menerima informasi yang tidak rasional.
Pengedepanan rasional ini dapat dimaklumi karena mereka
didikan sekolah Barat (Sjoedja', 1995: 67-68).
Suatu kali, dalam salah satu pengajian Ahad pagi, Ahmad
Dahlan ditanya oleh salah seorang peserta pengajian tentang tiga
hal. Pertama, apakah tempat pengajian ini sekolahan?
Pertanyaan ini muncul karena peserta ini melihat adanya
perangkat sekolah seperti yang dilihatnya di sekolah yang
diadakan Belanda, misalnya: bangku, dingklik, dan papan tulis.
Ahmad Dahlan menjawab: "0, nak ini Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah untuk member! pelajaran agama Islam dan
pengetahuan umum bagi anak-anak Kauman". Kedua, siapa yang
memegang sekaligus guru yang mengajar di sini? Dahlan
menjawab: ya, saya sendiri. Ketiga, apakah tidak lebih baik
sekolahan ini tidak dipegang Kyai sendiri? Sebab, setiap tahun
akan ada penerimaan siswa dan kenaikan kelas, sehingga siswa
akan bertambah, ini akan menyulitkan Kyai sendiri. Bahkan, jika
Kyai wafat, dan keluarga Kyai tidak mampu melanjutkan,
sekolah ini akan bubar. Dengan bubarnya sekolah ini berarti
gagasan Islam seperti disampaikan Kyai akan selesai sampai di
situ. Melihat pengelolaan dan kenyataan bahwa tidak sedikit
sekolahan yang bubar bersamaan dengan wafatnya Kyai. Maka
peserta pengajian ini mengusulkan kepada Ahmad Dahlan
tentang perlunya pengelolaan sekolah dikelola oleh sebuah
59
organisasi supaya bisa hidup terus selama-lamanya meskipun
pendirinya telah wafat (Sjoedja', 1995:68).
Setelah selesai pengajian, usulan peserta pengajian ini
menjadi pikiran Ahmad Dahlan. Dalam benaknya, apa yang
diusulkan tersebut memang sangat rasional dan benar, karena itu
harus secepatnya ditindaklanjuti. Namun, Ahmad Dahlan
MUHAMMADIYAH
menyadari betui bahwa untuk Latar merespon usulan
Belakang berdiri tersebut
dan tujuannya
diperlukan sumber daya manusia, sementara daya dukung yang
dimiliki Ahmad Dahlan sangat tidak memadai. Untuk mengatasi
kondisi objektif ini, Ahmad Dahlan melakukan STUDIlima langkah
sebagai persiapan untuk mewujudkan organisasi yang
KEMUHAMMADIYAHAN
dikemudian hari organisasi ini diberi nama Muhammadiyah
(Saifullah,1997: 75-80).
Langkah pertama, Ahmad Dahlan menemui dan berdiskuai
dengan Budihardjo dan R. Dwijosewojo, guru Kweekschool di
Guperment Jetis. Ini dilakukan setelah ia mengadakan pertemuan
dengan para santrinya, yang menyetujui berdirinya persyarikatan
dengan melibatkan juga sumber daya manusia dari kalangan
cendekiawan. Hasil perbincangan dengan kedua guru dan tokoh
Budi Utomo itu meliputi enam hal: (1) Siswa Kweekschool tidak
boleh duduk dalam pengurus perkumpulan karena dilarang oleh
inspektur kepala sekolah; (2) Calon pengurus diambil dari orang-
orang yang sudah dewasa; (3) Apa nama perkumpulan tersebut
belum ada, dan sepertinya Ahmad Dahlan sedang
menyiapkannya; (4) Tujuannyajuga belum ada; (5) Tempat
perkumpulan adalah Yogyakarta; (6) Untuk merealisasikan
sampai tuntas, Budi Utomo membantunya dengan syarat harus
diusulkan/dimintakan setidaknya oleh tujuh orang anggota baru
Budi Utomo.
Langkah kedua, Ahmad Dahlan mengadakan pertemuan
dengan orang-orang dekat, dan memikirkan bakal berdirinya
organisasi tersebut. Agenda dalam pertemuan membahas tentang
nama perkumpulan, maksud dan tujuan, serta tawaran siapa yang
bersedia menjadi anggota. Untuk nama perkumpulan, Ahmad
Dahlan memberi nama "Muhammadiyah". Nama ini diambil dari
nama Nabiyullah, Muhammad SAW dengan mendapat tambahan
"ya* nisbah". Maksudnya secara perseorangan, siapa saja yang
menjadi warga dan anggota Muhammadiyah dapat
60
STUDI
menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
ber-tafaul. Organisasi Muhammadiyah ini sebagai organisasi
pada akhir zaman, seperti Muhammad SAW yang menjadi Nabi
dan Rasul akhir zaman. Tujuan orang yang bersedia menjadi
anggota Budi Utomo, untuk mengusahakan berdirinya
Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia-Belanda, adatah H.
Sarkowi, H. Abdul Ghani, HM. Sjoedja', HM. Hisyam, HM.
Fachruddin, HM. Tammimy, dan KH. Ahmad Dahlan. Tidak
lama setelah ketujuh orang ini mengusulkan diri menjadi anggota
Budi Utomo, Hoofdbestuur menerimanya dengan memberi kartu
anggota,
Langkah ketiga, Ahmad Dahlan dan keenam anggota baru
Budi Utomo itu mengajukan permohonan kepada Hoofdbestuur
Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya Muhammadiyah
kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada 18 November 1912
bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
permohonan dikabulkan. Penentuan tanggal tersebut sesuai usul
Ahmad Dahlan dan kawan-kawannya setelah melalui
pertimbangan rasional dan spiritual lewat musyawarah dan salat
istikharah.
Permohonan berdirinya Muhammadiyah kepada pemerintah
Hindia-Belanda lewat Hoofdbestuur Budi Utomo ditanggapi
secara serius dan hati-hati oleh pemerintah Hindia-Belanda,
setelah menerima surat permohonan itu, meminta pertimbangan
dan advis empat penguasa lembaga terkait, yaitu residen
(gubernur) Yogyakarta; Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII;
Pepatih Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII; dan Hoodfd
(ketua) penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaluddiningrat.
Dalam rapat dewan agama dan hukum Keraton yang diketuai
oleh penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaluddiningrat,
permohonan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan ditolak. Ini
disebabkan karena peserta rapat dan terutama ketuanya tidak
memahami persoalan umum mengenai isi dan istilah yang
dibicarakan. Namun demikian, penyebab utamanya adalah
persoalan pribadi antara ketua penghulu dan Ahmad Dahlan. la
antipati kepada Ahmad Dahlan karena masih teringat peristiwa
kontra-aksi masalah kiblat dan shaf Masjid Besar Kauman
Yogyakarta. Istilah presiden yang dipergunakan Ahmad Dahlan
61
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
untuk menyebut ketua, sebagaimana tertulis dalam surat
permohonan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan disalah-tafsirkan
oleh HM. Kholil Kamaluddiningrat. Istilah tersebut disamakan
dengan residen, padahal keduanya berbeda. Residen adalah
kepala pemerintahan sedang presiden itu kepala golongan
tertentu (Saifullah, 1997: 77).
Setelah menolak, penghulu lalu menyerahkan hasil
penolakan rapat itu ke lembaga atasnya, yaitu Pepatih Dalem Sri
Sultan Hamengkubuwono VII. Dalam analisisnya. Pepatih justru
mehhat positifkehadiran Muhammadiyah di tengah-tengah
masyarakat, bahkan kehadirannya bisa membantu tugas
penghulu dalam mengajarkan dan mendakwahkan ajaran Islam.
Sejak itu, penghulu merubah sikapnya dengan menerima surat
permohonan Ahmad Dahlan, dan meneruskannya ke Sri Sultan.
Dalam persetujuannya, Sri Sultan hanya memberikan
rekomendasi berdirinya Muhammadiyah untuk kawasan
Yogyakarta. Selanjutnya, Sri Sultan mengirimkannya ke
gubernur jendral, lalu oleh gubernurjendral dikirimkan ke
Hoofdbestuur Budi Utomo, dan diserahkan kepada Ahmad
Dahlan (Saifullah,1997: 77-78).
Susunan pengurus Muhammadiyah yang pertama
sebagaimana tercantum dalam surat izin itu, sebagai berikut
(Majlis Pustaka,1993: 29):
Presiden/ketua : K.H.Ahmad Dahlan
Sekretaris : H. Abdullah Siradj
Anggota : H. Ahmad
: H. Abdur Rahman
: H. Muhammad
: RH. Djailani
: H. Anies
: H. Muhammad Fakih
63
Rumusan ketiga terjadi pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945). Pemerintahan fasis ini mengharuskan merubah
redaksional maksud dan tujuan Muhammadiyah sesuai dengan
kehendaknya, sehingga rumusannya adalah "Sesuai dengan
kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh
Asia Timur Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang
diperintahkan oleh Tuhan Allah maka perkumpulan ini :
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup
yang selaras dengan tuntunannya, MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum,
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.
Rumusan keempat terjadi setelah Muktamar
Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta tahun 1950. Adapun
rumusannya adalah: menegakkan dan menjunjzing tinggi agama
Islam sehingga dapat mewujzi-dkan masyarakat Islam yang
sebenar-benamya. Rumusan initampaknya dimaksudkan untuk
mengembalikan rumusan terdahulu agar sesuai dengan jiwa dan
gerak Muhammadiyah yang sebenarnya.
Rumusan kelima ini diubah pada Muktamar
Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta tahun 1959. Perubahan ini
hanya pada redak-sional semata atas rumusan hasil Muktamar
ke-31, darikata "dapat mewujudkan"menjadi "terwujudnya",
sehingga rumusan resminya adalah "Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya".
Rumusan keenam terjadi pada Muktamar Muhammadiyah
ke-41 di Surakarta tahun 1985. Pada tahun itu Muhammadiyah
harus merubah maksud dan tujuan serta azasnya, oleh karena
kehadiran Undang-undang nomor 8 tahun 1985 tentang
kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non-agama untuk
mencantum asas Pancasila. Adapun rumusan maksud dan tujuan
hasil Muktamar ke 41 itu adalah Menegakkan dan menjunjung
tinggi agama, Islam sehi'ngga tenvzijzid masyarakat utama, adil
dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Rumusan ketujuh terjadi pada Muktamar ke-44 di Jakarta
pada tahun 2000. Muktamar ini mengembalikan Islam sebagai
asas Persyarikan Muhammadiyah seperti rumusan sebelumnya.
64
STUDI
Hanya saja perubahan asas ini tidak dalam satu pasal tersendiri
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, melainkan dimasukkan
dalam pasal 1 ayat 2, yang berbunyi: Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasaskan
Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan al-Sunnah".
Perubahan ini disebabkan oleh dicabutnya Undang-Undang
nomor 8 tahun 1985 oleh MPR, dan ormas diperbolehkan untuk
memilih asasnya sesuai dengan yang dikehendaki dengan catatan
tidak bertentangan dengan dasar negara. Karena itu, rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah sekarang ini sama persis
seperti rumusan yang dihasilkan Muktamar ke-34 di Yogyakarta,
yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
65
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
Kesimpulan :
67
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
BAB 3
Muhammadiyah :
Identitas, Landasan Normatif
dan Operasional
68
Muhammadiyah
c. Visi dan Misi
Muhammadiyah
4. Kepulusan-Keputusan
Muhammadiyah
َو َمن َيْبتَ ِغ َغْي َر اْ ِأل ْس الَِم ِدينًا َفلَن يُ ْقبَ َل ِمْن هُ َو ُه َو يِف اْألَ ِخ َر ِة
ِ ِمن اخْل
اس ِريْ َن َ َ
69
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia di
akherat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali 'Imran/3:
85).
ت َعلَْي ُك ْم نِ ْع َميِت ِ
ُ ت لَ ُك ْم دينَ ُك ْم َوأَمْتَ ْم
ُ الَْي ْو َم أَ ْك َم ْل...
... ِدينًا يت لَ ُك ُم اْ ِإل ْسالَ َم ِ
ُ َو َرض
... Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agama-mu,
dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah
Kuridlai Islam itu menjadi agama bagimu...
(QS. Al-Maidah/5:3).
2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah
MUHAMMADIYAH
Identitas, Landasan Normatif dan Operasional
Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan keyakinan,
Muhammadiyah melakukan dakwah Islam, yaitu seruan dan
ajakan kepada seluruh umat manusia untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam. Dakwah ini dilakukan melalui
amar ma'ruf nahi mungkar, dengan hikmah kebijaksanaan,
yang mengacu antara lain pada ayat-ayat berikut :
ِ ولْت ُكن ِّمنْ ُكم أ َُّمةُُ ي ْدعو َن إِىَل اخْل ِ وي أْمروْ َن بِالْمعر
وف ُْ َ ُ ُ َ َ َرْي ُ َ ْ ََ
ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن
َ ِ َوأ ُْوالَئَو َيْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمن َك ِر
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang
menyuruh kepada kebajikan, menyurzih kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali Imran/3: 104)
ِ َّاس تَأْمرو َن بِالْمعر ِ ُكنتم خي ر أ َُّم ٍة أُخ ِرج
وف َوَتْن َه ْو َن ُْ َ ُ ُ ِ ت للن ْ َ ْ َ َْ ْ ُ
ِ ِع ِن الْمن َك ِر و ُت ْؤ ِمنُو َن ب
... اهلل َ ُ َ
Kamu adalah ummat yang terbaik, yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.
(QS. Ali Imran/3:110).
70
احْلَ َس نَ ِة َو َج ِادهْلُ ْمْم ِة َوالْ َم ْو ِعظَ ِة ِ ِ َ ِّاُْدع إِىَل س بِي ِل رب
َ ك باحْل ك َ َْ ُ
عن س بِْيلِ ِه َ ك ُه َو أ َْعلَ ُم مِب َ ْن َ َّ إِ َّن َرب َح َس ُن
ِ
َ ْ َ ض َّل ْ بِالَّيِت ْ ه َي أ
... َو ُه َو أ َْعلَ ُم بِالْ ُم ْهتَ ِديْ َن
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik, serta bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat darijalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (QS. An-Nahl/16:125).
Sasaran dakwah Muhammadiyah ditujukan kepada
STUDIperseorangan dan masyarakat. Dakwah untuk perseorangan
KEMUHAMMADIYAHAN
ditujukan kepada yang telah beragama Islam (bersifat
pemurnian) dan yang belum beragama Islam (bersifat seruan
dan ajakan untuk memeluk agama Islam). Sedangkan
dakwah untuk masyarakat dilakukan dalam rangka perbaikan
hidup, bimbingan serta peringatan untuk selalu melakukan
yang ma'ruf dan menjauhi yang munkar.
71
... Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka merubah diri mereka sendiri....
(QS. al-Ra’d/13:ll).
72
Muhammadiyah yang menampakkan gejala menurun
sebagai akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi;
(c) Semakin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran
dari luar, yang langsung atau tidak langsung berhadapan
dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah;
dan (d) Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-
Undang Dasar RI tahun 1945.
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
(MADM) merupakan rumusan konsepsi yang
bersumberkan AI-Qur'an dan Al-Sunnah Eentang
pengabdian manusia kepada Allah, amal, dan perjuangan
setiap manusia muslim. MADM ini menjiwai dan
menghembuskan semangat pengabdian dan perjuangan
ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi
STUDI
Muhammadiyah. Dengan demikian, MADM juga
KEMUHAMMADIYAHAN
menjiwai Anggaran Dasar Muhammadiyah.
73
lempang; jalan orang-orang yang telah Engkan beri
kenikmatan; yang tidak dimzirkai dan tidak tersesat".
(Al-Qur'an Surat al-Fatihah).
ًاهلل َربًّا َوبِا ِإل ْسالَِم ِد ْينًا َومِبَ َح َّم ٍد نَبِيَّا َو َر ُس ْوال
ِ ِر ِضيت ب.
ُْ َ
Saya ridla ber-Tuhan kepada Allah, beragama kepada
Islam dan bernabi kepada Muhammad Rasulullah
Shallallahzi 'alaihi wasallam.
74
STUDI
ummat Islam, Limmat yang percaya akan Allah dan hari
kemudian, wajibiah mengikuti jejak sekalian Nabi yang
suci, beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-
giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan
menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di
dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas
karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan
karunia Allah dan ridla-Nya belaka, serta mempunyai
rasa tanggung jawab di hadlirat Allah atas segala
perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal
bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau
kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang
menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
akan perlindungan dan pertolongan Allah yang Maha
Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang
demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah
didorong oleh firman Allah dalam Qur'an :
ِ ولْت ُكن ِّمنْ ُكم أ َُّمةُُ ي ْدعو َن إِىَل اخْل ِ وي أْمروْ َن بِالْمعر
وف ُْ َ ُ ُ َ َ َرْي ُ َ ْ ََ
ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن
َ ِ َوأ ُْوالَئَو َيْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمن َك ِر
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang
mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah dari pada keburukan. Mereka
itulah golongan yang beruntnng berbahagia (QS. Ali
Imran :104)
75
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan
kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan
mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW
guna mencapai karunia dan ridla-Nya, di dunia dan
akherat, untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan
bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang
melimpah, sehingga merupakan:
ب َغ ُف ْوٌر
ٌّ َب ْل َدةٌ طَيِّبَةٌ َو َر
Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di
bawah perlindungan. Tuhan yang Maha Pengampun
(QS. As-Saba':15).
2. Kepribadian Muhammadiyah
a. Sejarah Perumusan Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian adalah ciri dan sifat-sifat khas
Muhammadiyah yang merupakan manifestasi dari jiwa
dan semangat Muhammadiyah, yang mewarnai setiap
gerak dan langkah perjuangan Muhammadiyah, harus
dimiliki dan dipelihara oleh setiap warga
Muhammadiyah.
Upaya penggalian dan perumusan Kepribadian
Muhammadiyah berawal dari suatu Kursus Pimpinan
yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah pada bulan Ramadhan 1381 H, yang
diikuti oleh utusan-utusan dari seluruh Pimpinan
Muhammadiyah Daerah (sekarang Pimpinan Daerah
Muhammadiyah) se-Indonesia. Salah satu pembicara
dalam kursus itu adalah KH Fakih Oesman,
menyampaikan materi tentang "Apakah Muhammadiyah
itu?" Dari sinilah muncul kesadaran akan kebutuhan
persyarikatan terhadap Rumusan Kepribadian
76
STUDI
Muhammadiyah yang dapat dijadikan sebagai pedoman
perjuangan Muhammadiyah. Oleh karena itu PP
Muhammadiyah meminta kepada beberapa anggotanya
untuk membuat rancangan rumusan kepribadian
Muhammadiyah. Di samping KH. Fakih Oesman,
beberapa anggota PP Muhammadiyah yang diminta
tersebut adalah Prof. KH. Faried Ma'ruf, Djarnawi
Hadikusuma, M. Djindar Tamimy, Dr. Hamka, K. Mh.
Wardan, dan M. Saleh Ibrahim. Melalui proses yang
cukup panjang, dari pembentukan panitia perumusan
Kepribadian Muhammadiyah, dan hasil kerja panitia
disampaikan dalam sidang pleno PP Muhammadiyah,
kemudian dibawa dalam sidang Tanwir (25-28 Agustus
1962) dan dilanjutkan dalam Muktamar ke-35 di Jakarta.
Dalam Muktamar tersebut, rancangan rumusan
Kepribadian Muhammadiyah dapat diterima dengan
beberapa catatan penyempurnaan. Setelah
disempurnakan kemudian dibawa lagi dalam sidang
pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 29 April 1963
dan disahkan sebagai "Matan Rumusan Kepribadian
Muhammadiyah".
b. Matan Rumusan Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian Muhammadiyah memuat 4 (empat)
hal yaitu :
1) Apakah Muhammadiyah Itu?
2) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
3) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan
Muhammadiyah; dan
4) Sifat Muhammadiyah.
Isi dan masing-masing keempat hal tersebut akan
diuraikan dalam paparan berikut.
1) Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang
merupakan gerakan Islam. Maksud geraknya adalah
dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar yang
ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan
masyarakat. Dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar
pada bidang yang pertama terbagi kepada dua
77
golongan, kepada yang telah Islam bersifat
pembaharuan (tajdzd), yaitu mengembalikan kepada
ajaran-ajaran Islam yang asli murni. Yang kedua
kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan
untuk memeluk agama Islam. Adapun dakwah dan
amar ma'ruf nahi munkar kedua, ialah kepada
masyarakat, bersifat perbaikan dan bimbingan serta
peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan bersama
dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan
mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah dan amar
ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing
yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan
masyarakat menujutujuannya, yaitu: terwujudnya
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah SWT.
2) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan
Identitas, Landasan usahanya
Normatif dan Operasional
menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya dimana kesejahteraan, kebaikan
dan kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah
mendasarkan gerak dan amal usahanya atas prinsip-
prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah, yaitu :
a) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah
dan taat kepada Allah;
b) Hidup manusia bermasyarakat;
c) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan
berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-
satunya landasan kepribadian dan ketertiban
bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat;
d) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada
kemanusiaan;
e) Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi
Muhammad SAW; dan
78
f) Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi.
3) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan
Muhammadiyah
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka
pada apapun yang diusahakan dan bagaimanapun
cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai
tujuan tunggalnya harus berpedoman: "Berpegang
teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak
membangun di segenap bidang dan lapangan dengan
menggunakan cara serta menempuh jalan yang
diridlai Allah."
4) Sifat Muhammadiyah
Memperhatikan uraian tersebut di atas tentang:
(a) Apakah Muhammadiyah Itu?, (b) Dasar Amal
Usaha Muhammadiyah, dan (c) Pedoman Amal
Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah, maka
Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara
STUDI
sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini :
KEMUHAMMADIYAHAN
a) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan
kesejahteraan;
b) Memperbanyak kawan dan mengamalkan
ukhuwah Islamiyah;
c) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang
teguh ajaran Islam;
d) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;
e) Mengindahkan segala hukum, undang-undang,
peraturan serta dasar dan falsafah negara yang
sah;
f) Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala
lapangan serta menjadi contoh teladan yang
baik;
g) Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan
maksud: ishlah pembangunan sesuai dengan
ajaran Islam;
h) Kerjasama dengan golongan Islam manapun
juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan
agama Islam, serta membela kepentingannya;
79
i) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan
golongan lain dalam memelihara dan
membangun negara untuk mencapai masyarakat
adil dan makmur yang diridlai Allah; dan
j) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar
dengan bijaksana.
81
tersebut sebenarnya merupakan kesadaran beragama dan
berbangsa di kalangan Muhammadiyah.
1. AD/ART Muhammadiyah
Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah merupakan
anggaran pokok yang menyatakan dasar, maksud dan tujuan
organisasi Muhammadiyah, peraturan-peraturan pokok dalam
menjalankan organisasi, dan usaha-usaha yang harus
dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.
Penjelasan AD dicantumkan dalam Anggaran Rumah Tangga
(ART). MUHAMMADIYAH
Adapun maksud danIdentitas, Landasan Normatif dan Operasional
tujuan yang akan dicapai oleh
persyarikatan Muhammadiyah sebagaimana yang
dicantumkan dalam AD pasal 2, berbunyi: "menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
Sedang usaha-usaha yang harus dilakukan untuk
mencapai maksud dan tujuan tersebut meliputi 17 sub-sistem
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3, yaitu :
a. Menyebarluaskan Agama Islam terutama dengan
mempergiat dan menggembirakan tabligh;
b. Mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam
untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya;
c. Memperteguh iman, mempergiat ibadah meningkatkan
semangat jihad, dan mempertinggi akhlaq;
d. Memajukan dan memperbarui pendidikan dan
kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni serta mempergiat penelitian menurut
tuntunan Islam;
82
e. Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk
berwakaf aerta membangun dan memelihara tempat
ibadah;
f. Meningkatkan harkat dan martabat manusia menurut
tuntunan Islam;
g. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga
menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa,
dan bangsa;
h. Membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan
dan mengembangkan ekonomi sesuai dengan ajaran
Islam;
i. Memelihara, melestarikan, dan memberdayakan
kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat;
j. Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang
kecil, dan buruh untuk meningkatkan taraf hidupnya;
k. Menjalin hubungan kemitraan dengan dunia usaha;
l. Membimbing masyarakat dalam menunaikan zakat,
infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf;
m. Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-
STUDI
menolong dalam kebajikan dan taqwa dalam bidang
KEMUHAMMADIYAHAN
kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan
keluarga sejahtera;
n. Menumbuhkan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah
dan kekeluargaan dalam Muhammadiyah;
o. Menanamkan kesadaran agar tuntunan dan peraturan
Islam diamalkan dalam masyarakat;
p. Memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa serta peran
serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; dan
q. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan
Persyarikatan.
86
a. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai
dengan ajaran Allah SWT, yang dibawa oleh Rasul
Allah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh AS hingga Nabi
Muhammad SAW
b. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran
sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan
menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang
bersifat duniawi.
c. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada
Al-Qur'an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat
manusia dan Sunnah Rasul.
d. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan
pribadi, keluarga, dan masyarakat.
4. Keputusan-Keputusan Muhammadiyah
Keputusan-keputusan Muhammadiyah meliputi
banyak hal, dari keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah
Wilayah (Musywil), Musyawarah Daerah (Musyda),
Musyawarah Cabang (Musycab), sampai Musyawarah
STUDI
Ranting (Musyran). Di samping itu, masih ada keputusan-
KEMUHAMMADIYAHAN
keputusan lain sebagai kebijakan pimpinan pada masing-
masing tingkat.
Keputusan Mukfcamar merupakan acuan utama dalam
pelaksanaan program selama satu periode, sebagai kelanjutan
dan rangkaian program periode sebelumnya serta menjadi
dasar bagi penyusunan program periode berikutnya. Dengan
demikian ada kesinambungan program antara suatu periode
dengan periode berikutnya. Program-program hasil dari
keputusan Muktamar kemudian diterjemahkan secara lebih
operasional dalam Tanwir. Adapun keputusan-keputusan
Musywil mengacu pada keputusan-keputusan Muktamar
yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi Wilayah
masing-masing. Keputusan Musyda mengacu pada
keputusan-keputusan Musywil yang dikembangkan dan
disesuaikan dengan kondisi Daerah masing-masing.
Keputusan Musycab mengacu pada keputusan-keputusan
Musyda yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi
Cabang masing-masing. Sedang keputusan Musyran
87
mengacu pada keputusan-keputusan Musycab yang
dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi Ranting
masing-masing. Dengan demikian, ada kesinambungan
program-program dari tingkat ranting sampai pusat, dan di
level bawahlah sebenarnya yang merupakan tangan panjang
bagi pelaksanaan program atau keputusan-keputusan
Muhammadiyah.
MUHAMMADIYAH
Kesimpulan
Identitas, Landasan Normatif dan Operasional
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bab 4
Sistem Gerakan dan
Organisasi Muhammadiyah
Isi: Tujuan Pembelajaran :
Pengertian Pembaharuan Agar Warga Belajar dapat :
1. Ideologi Gerakan 1. Memahami idelogi gerakan,
2. Sistem Gerak Organisasi sistem gerak organisasi dan
3. Struktur Organisasi Struktur organisasi
4. Majelis-Majelis Muhammadiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid Majelis 2. Menguraikan sejarah dan
Tabligh, Majelis Pendidikan
perkembangan Majlis-Majlis
Tinggi, Majelis Pendidikan Dasar
dilingkungan Muhammadiyah.
dan Menengah, Majelis
Pendidikan Kader, Majelis 3. Mampu berkiprah dalam Majlis-
Pelayanan Kesehatan Umum, Majlis di lingkungan
Majelis Pelayanan Sosial, Majelis Muhammadiyah sesuai dengan
Ekonomi dan Kewirausahaan, keahliannya masing-masing.
Majelis Wakaf dan 4. Menguraikan sejarah dan
89
Kehartabendaan, Majelis perkembangan organisasi otonom
Pemberdayaan Masyarakat, Muhammadiyah
Majelis Hukum dan HAM, 5. Menjelaskan kiprah Ortom
Majelis Lingkungan Hidup dan Muhammadiyah dalam kehidupan
Majelis Pustaka dan InFormasi. beragama, berbangsa dan
5. Lembaga-lembaga bernegara.
Lembaga Pengembangan Cabang
dan Ranting, Lembaga Pembina
dan Pengawas, Keuangan,
Lembaga Penelitian dari
Pengembangan, lembaga
Penanggulangan Bencana,
Lembaga Zakat, Infaq dan
Shadaqah, Lembaga Hikmah dan
Kebijakan Publik, Lembaga Seni
Budaya dan Olahraga, Lembaga
Hubungan dan Kerjasama
Internasional
6. Organisasi Otonom
a. Aisyiyah
b. Pemuda Muhammadiyah,
c. Nasyiatul Aisyiyah,
d. lkatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
e. Ikatan Remaja MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah (IRM),
f. Tapak Suci Putra
Muhammadiyah,
g. Hizbul Watnon
A. Ideologi Gerakan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam bukan sekadar
organisasi, lebih-lebih organisasi dalam pengertian adminiatrasi
yang bersifat teknis. Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah
merupakan gerakan agama (religions movements), yang
didalamnya terkandung sistem keyakinan (belie/system),
pengetahuan (knowledge), organisasi (organization), dan praktik-
praktik aktivitas (practices activity) yang mengarah kepada
tujuan (goal) yang dicita-citakan.1
1
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah. 2006), hlm. v.
90
Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai landasan konstitusi
tertinggi menegaskan bahwa "Muhammadiyah adalah gerakan
Islam, dakwah amar mahruf nahi munkar dan tajdid, bersumber
pada al-Quran dan al-Sunnah. Muhammadiyah berasas Islam". 2
Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwuijud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.3 Guna mencapai tujuan tersebut,
Muhammadiyah menetapkan beberapa usaha yang selanjutnya
diwujudkan dengan bentuk amal usaha (badan usaha), program
kerja, dan kegiatan Persy arikatan.4
Di sini organisasi menjadi salah satu unsur penting dalam
Gerakan Muhammadiyah. Itulah sebabnya Muhammadiyah
sering menyebut dirinya dengan istilah Persyarikatan, yakni
suatu berserikat yang memiliki seperangkat idealisme dalam satu
sistem gerakan baik berkaitan dengan wadahnya (jam'iyyah),
anggota (Jama'ah'), maupun kepemimpinannya (imamah') untuk
mencapai tujuannya. Sedemikian penting adanya organisasi,
maka kelahiran Muhammadiyah soring dihubungkan dengan
pesan suci Q.S. Ali Imran (3): 104, yang dipahami sebagai
perintah berhimpun dalam suatu organisasi yang menjalankan
5
.dakwah Islam dan amar ma'ruf serta nahi munkar
ِ ولْت ُكن ِمْن ُكم أ َُّمةٌ ي ْدعو َن إِىَل اْخل ِ وي أْمرو َن بِالْمعرو
ف ْ ُْ َ
STUDI ْ ُ ُ َ َ َرْي ُْ َ ْ ْ َ َ
)18( ك ُه ُم اْمل ْفلِ ُح ْو َن
َ ِ َوأ ُْولئَو َيْي َه ْو َن َع ِن اْملْن َك ِر
KEMUHAMMADIYAHAN
ُ
Dan kendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
ُ
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.6
2
PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah (hab II
pasal 4) (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005), hlm. 9.
3
Ibid. (bab III pasal 6).
4
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. hlm. v
5
Ibid. hlm. v-vi
6
Al-Quran wa Tarjamatu Maanihi Ha al-Lughah al-Indunisiyyah (Madina : Mujamma' al-
Malik Fahd Li Tiba'at al-Mushaf. 1424), him. 93, dalam kitab ini disebutkan bahwa : ma'ruf:
segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
91
Dengan demikian, adanya organisasi bagi Muhammadiyah
merupakan tuntutan shar'i, di samping tuntutan praktis dan
pragmatis. H.M. Djindar Tamimy, seorang tokoh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah tahun 1960-1990,7 sering menyatakan bahwa
kedudukan organisasi bagi persyarikatan Muhammadiyah
sebagai kaidah ushul fikih yang menyatakan:
ِ ِِ ِ ماالَ يتِ ُّم اْلو ِاج
ٌ ب إالَّ به َف ُه َو َواج
ب ُ َ َ َ
"Suatu kewajiban yang tidak sempu-ma kecuali dengan "sesuatu
unsur", maka "wisur" itu menjadi wajib adanya.8
7
Pernyataan ini beberapa kali penulis dengar langsung dari beliau di beberapa forum kajian. di
antaranya pada kuliah Kemuhammadiyahan di Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah
Shabran, antara tahun 1984-1986. forum Pengajian Pimpinan Muhammadiyah di Kantor PP
Muhammadiyah Jl. K.H.A. Dahlan 103 Yogyakarta. Pernyataan ini juga dikutip oleh Haedar
Nashir. Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. hlm. vi.
8
"Kaidah ini dapat dirujuk pada Ali bin Muhammad al-Amidiy. Al-Ihkam fi Ushul
al-Ahkam (Beirut: al-Maktab al-Islami. t.th). Juz I hlm. 110. Juz III, hlm. 171.
92
Kedua, dapat mengikat kesadaran kolektif (ukhuwah
gerakan, sebagaimana konsep 'asabiyah-nya Ibnu Khaldun),
yang berfungsi untuk mempertahankan ikatan ke dalam untuk
menghadapi tantangan hingga ancaman dari luar.
Ketiga, dapat membentuk karakter orang Muhammadiyah
secara kolektif sebagaimana diatur dalam Kepribadian
Muhammadiyah dan Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah, yang mengandung berbagai sifat dan pola
tindak yang hams dimiliki dan diimplementasikan dalam
kehidupan warga Muhammadiyah.
Keempat, dapat menyusun strategi dan langkah-langkah
perjuangan sebagaimana khittah yang selama ini menjadi
acuannya, sehingga gerakan Muhamamdiyah menjadi lebih
sistematis dan terarah.
Kelima, dapat mengorganisasikan dan memobilisasi anggota,
kader, dan pimpinannya dalam satu sistem gerakan untuk
melaksanakan usaha-usaha dan mencapai tujuannya daiam
barisan yang kokoh, tidak berjalan sendiri-sendiri dan tidak
centang perenang.9
9 viii
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, hlim. vi- .
10
A. Rosyad Sholeh. Manajemen Dakwah Muhamadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammad)
yah. 2005). him, 70.
93
Menurut A. Rosyad Sholeh,11 bangunan organisasi
Muhammadiyah saat ini terdiri atas tiga komponen, yaitu
Pimpinan. Unsur Pembantu Pimpinan, dan Organisasi Otonom.
Komponen-komponen tersebut mencerminkan distribusi tugas dan
kegiatan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi.
Komponen Pimpinan (inti pimpinan, yang terdiri atas
Ketua Umum, Ketua-ketua, Sekrefcaris Umum, Sekretaris-
sekretaris, Bendahara dan beberapa anggota) bertugas
melaksanakan kegiatan kepemimpinan (managerinal activity),
yaitu kegiatan yang mempunyai hubungan tidak langsung
dengan pencapaian tujuan, tetapi sangat menentukan
efektivitasnya, baik kegiatan teknis maupun kegiatan pelayanan.
Dalam melaksanakan kegiatan kepemimpinannya, pimpinan
mempunyai tugas menetapkan kebijakan umum dan
mengendalikan selunih gerak usaha Muhammadiyah.
Komponen Badan atau Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom sebagian berhubungan dengan pelaksanaan
kegiatan pokok atau kegiatan teknis (technical activity) dan
sebagian berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pelayanan
(auxiliary activity). Kegiatan pokok atau kegiatan teknis
yangdisebutnya kegiatan operasional adalah kegiatan yang
mempunyai hubungan langsung dengan pencapaian tujuan.
Adapun kegiatan pelayanan SISTEMadalah kegiatan
GERAKAN yang tidak
DAN ORGANISASI
berhubungan secara langsung tetapi MUHAMMADIYAH
sangat menunjang
keberhasilan kegiatan pokok atau teknis.
Dalam menjalankan fungsinya, Badan Pembantu Pimpinan
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dan amal usaha
Muhammadiyah sesuai dengan dan terikat oleh kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh pimpinan, Sementara, Organisasi Otonom
diberi hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, mempunyai
11
Tokoh yang satu ini merupakan sosok yang cukup lama bertahan dalam anggota ini
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. dimulai Muktamar Muhammadiyah ke-39 tahun 1975 di
Padang hingga saat itu, Dua kali menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah periode 1985-
1990 dan 2005-2010. beberapa kali menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah dan sejak
Muktamar Muhammadiyah 39 di Padang hingga Muktamar ke-45 di Malang selalu terpilih
menjadi Ketua Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat Muharnmadiyah. Dengan pengalaman
tersebut sangat layak apabila disertasi ini merujuk kepadanya dalam mengkaji sistem dan
metode gerakan Muhammadiyah, tentu akan diperkaya dengan bahan-hahan lainnya.
94
tugas membina bidang-bidang tertentu dalam rangka pencapaian
tujuan Muhammadiyah.12
Pimpinan merupakan dewan atau sekelompok pengurus inti
yang melaksanakan tugas secara kolegial. Masing-masing
anggota pimpinan tidak mempunyai wewenang sendiri dalam
mengambil kebijaksanaan dan mengendalikan gerak organisasi
(persyarikatan), jabatan-jabatan yang ada dalam komponen
pimpinan bukan merupakan dan tidak mencerminkan pembagian
wewenang. Keputusan-keputusan pimpinan ditetapkan dan
diambil dalam rapat-rapat pimpinan yang dilaksanakan secara
berkala.
Prinsip kolegialitas dan inusyawarah tersebut merupakan
implementasi dari ideologi gerakan yang mengacu pada matan
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yang di
antaranya berbunyi:
".. .suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama
'MUHAMMAD IYAH' yang disusun dengan Majelis-Majelis
(Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti peredaran zaman serta
berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau Muktamar."13
STUDI
C. KEMUHAMMADIYAHAN
Struktur Organisasi Muhammadiyah
Dalam rangka menjalankan usaha-usaha baik dalam tataran
konseptual maupun operasional sebagai gerakan Islam, dan
dakwah amar makruf nahi munkar, Muhammadiyah telah
membangun struktur organisasi, baik struktur vertikal maupun
horisontal. Struktur vertikal adalah susunan organisasi dan
kepemimpinan dari bawah ke atas atau sebaliknya. Dalam pasal
9 Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa susunan
organisasi Muhammadiyah secara vertikal terdiri atas:
a) Ranting adalah kesatuan anggota dalam satu tempat atau
kawasan
b) Cabang adalah kesatuan ranting dalam satu tempat
12
A. Rosyad Sholeh. Manajemen Dakwah Muhamadiyah. hlm. 70-71.
13
PP Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah. hlm. 7.
95
c) Daerah adalah kesatuan cabang dalam satu kota atau
kabupaten
d) Wilayah adalah kesatuan daerah dalam satu propinsi
e) Pusat adalah kesatuan wilayah dalam negara14.
Adapun struktur horisontal adalah susunan organisasi
berdasarkan bidang-bidang kerja dan tugas yang menjadi
konsentrasi gerakan Muhammadiyah yang ada di setiap level
organisasi dan kepemimpinan, dalam bentuk badan atau unsure
pembantu pimpinan dan organisasi otonom. Nomenklatur atau
nama Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan dalam
Muhammadiyah periode 2010-2015 ditetapkan oleh Keputusan
Pimpinan Pusat atas amanah Muktamar untuk melengkapi
kepengurusannya.15
14
Ibid., hlm. 11
15
SK PP Muhammadiyah No. 170/KEP/I.O/B/2010, tentang penetapannomenklatur
unsur pembaantu pimpinan persyarikatan periode 2010-2015.
96
Dalam surat keputusan tersebut struktur horisontal dalam
kepemimpinan Muhammadiyah berupa Unsur Pembantu
Pimpinan yang terdiri majelis-majelis dan lembaga-lembaga.
Majelis adalah Adapun majelis-majelis terdiri atas:
1. Majelis Tarjih dan Tajdid,
2. Majelis Tabligh,
3. Majelis Pendidikan Tinggi,
4. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5. Majelis Pendidikan Kader,
6. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum,
7. Majelis Pelayanan Sosial,
8. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan,
9. Majelis Wakafdan Kehartabendaan,
10. Majelis Pemberdayaan Masyarakat,
11. Majelis Hukum dan HAM,
12. Majelis Lingkungan Hidup,
13. Majelis Pustaka dan Informasi,
Adapun lembaga-lembaga yang dibentuk yaitu:
STUDI
1. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting,
KEMUHAMMADIYAHAN
2. Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan,
3. Lembaga Penelitian dan Pengembangan,
4. Lembaga Penanggulangan Bencana,
5. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah,
6. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Pubhk,
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga,
8. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional. 16
16
Ibid.
97
Sistem gerakan dan organisasi Muhammadiyah di atas
dikembangkan dengan langkah-langkah sistematis sebagai
berikut:
Pertama, melembagakan Sistem Nilai Ideal, yakni
memantapkan nilai-nilai ideal yang menjadi landasar, bingkai,
purat orientasi dan kompas penunjuk arah gerakan menuju
tujuannya. Dalam hal ini paham keislaman yang menjadi
pandangan dunia (worldmew) Muhammadiyah harus terus
ditanamkan, diajarkan, dipahamkan, disosialisasikan dan
diinternalisasikan ke dalam seluruh kehidupan warga dan
institusi Muhammadiyah secara menyeluruh. Paham keislaman
yang dimaksud adalah paham keislaman yang berwawasan
tajdid, dengan dimensi pemurnian (purifikasi) yang
diintegrasikan dengan orientasi pembaharuan (dinamisasi),
sehingga menghasilkan peneguhan sekaligus pembaruan ke arah
kemajuan.
Kedua, memantapkan jam'iyah. Sebagai persyarikatan
(jam'iyah), Muhammadiyah harus benar-benar kokoh, kuat,
rapih, solid sekaligus maju dan senantiasa bergerak sesuai
dengan jiwa gerakannya selaku gerakan Islam. Dalam hal ini
pemberdayaan dan dinamisasi Cabang dan Ranting serta
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
menghidupkan koordinasi antara Pusat, Wilayah dan Daerah
MUHAMMADIYAH
menjadi sangat vital.
Ketiga, memperkokoh imamah. Kepemimpinan dalam
Muhammadiyah adalah bagaikan imamah dalam salat jamaah.
Imam harus lebih dari yang lain dan menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya. Imam harus menjadi teladan dan panutan
serta penggerak persyarikatan sesuai dengan posisi dan
fungsinya. Memimpin umat (makmum) agar benar-benar
mengikuti gerak persyarikatan, Apabila melakukan kesalahan
siap dikoreksi, segera menyadari dan kembali kepada kebenaran.
Kokohnya imamah dalam Muhammadiyah adalah juga
dibuktikan dengan berjalannya mekanisme organisasi yang
bertumpu pada musyawarah, karena kepemimpinan dalam
Muhammadiyah bersifat jama'i (kolektif-kolegial).
Keempat, membina jamaah. Jamaah adalah representasi
atau gambaran dari umat, baik umat ijabah maupun umat
dakwah. Warga Muhammadiyah perlu ditingkatkan dari
98
umatawam menjadi inti jamaah, yang mampu memposisikan diri
menjadi umat yang berdaya, sekaligus menjadi penggerak
jamaah. Pembinaan jamaah dapat dilakukan dengan
memperbanyak pengajian, silaturrahim, dan berbagai bentuk
pemberdayaan yang membuat umat dan jamaah menjadi lebih
paham agama, dewasa dalam bersikap, dan meningkat taraf
hidupnya.17
D. Majelis-majelis
Majelis sebagai unsur pembantu pimpinan persyarikatan
memiliki ketentuan sebagai berikut: (1) Majelis bertugas
menyelenggarakan amal usaha, program dan kegiatan pokok
dalam bidangtertentu, (2) Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang di
tingkat masing-masing sesuai kebutuhan.
Adapun Majelis yang dibentuk oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah hasil Muktamar ke 46, 2010 adalah sebagai
berikut:
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1. Majelis Tarjih dan Tajdid
Majelis Tarjih adalah suatu lembaga dalam
Muhammadiyah yang membidangi masalah-masalah
keagamaan, khususnya hukum bidang fiqih, Majelis ini di
bentuk dan disahkan pada kongres Muhammadiyah XVII
tahun 1928 di Pekalongan, dengan KH. Mas Mansur sebagai
ketua yang pertama. Majelis ini didirikan pertama kali untuk
menyelesaikan: persoalan-persoalan khilafiyat, yang pada
waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah. Kemudian
Majelis Tarjih itulah yang menetapkan pendapat mana yang
dianggap paling kuat, untuk diamalkan oleh warga
Muhammadiyah. Dalam perkembangan selanjutnya Majelis
ini tidak sekedar mentarjihkan masalah-masalah khilafiyat,
akan tetapi mengarah pada penyelesaian persoalan-persoalan
baru atau kontemporer. Oleh karena itu, tidak heran kalau
banyak anggota lajnah tarjih menuntut agar Majelis Tarjih
17
Ibid., hlm 85-88
99
diubah namanya menjadi Majelis Ijtihad. Namun
berdasarkan kesejarahan namanya tetap Majelis Tarjih.
Perkembangan selanjutnya bahwa kehidupan modern
industrial di abad ke-21 membawa pengaruh terhadap corak
kehidupan keagamaan. Isu spiritualitas keagamaan digemari
oleh generasi muda yang sudah mulai terkena ekses
perubahan sosial yang tercermin dalam budaya hedonistik-
materialistik. Dalam merespon problem modernitas, banyak
corak pemikiran keagamaan kontemporer yang muncul ke
permukaan seperti faham modernisme, fundamentalisme,
mahdisme, tradisionalisme dan lain-lain. Masing-masing
pemikiran saling mencermati dan saling melakukan kritik.
Respon keagamaan yang bersifat pluralistik-majemuk
terhadap modernitas tersebut perlu dicermati oleh
Muhammadiyah. Karena itu aspek pemikiran keagamaan
perlu lebih serius ditekuni oleh warganya dan
Muhammadiyah tidak boleh lepas tangan dari problem
modernitas dalam kaitannya dengan kehidupan spiritualitas
keagamaan.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Berdasarkan hal-hal tersebut maka pada Muktamar
MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah ke-43 yang dilangsungkan pada tanggal 8-
12 Shafar 1416 H bertepatan tanggal 6-10 Juli 1995 M di
Banda Aceh, nama Majelis ini berubah menjadi Majelis
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, dan
perkembangan berikutnya pada Muktamar Muhammadiyah
ke 45, 2005 di Malang diubah menjadi Majelis Tarjih dan
Tajdid.
Tugas dan fungsi Majelis Tarjih dan Tajdid:
1) Mendampingi dan membantu pimpinan persyarikatan
dalam hal membimbing anggota melaksanakan ajaran
Islam, menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan
kepemimpinan, dan mempersiapkan serta meningkatkan
kualitas ulama dalam persyarikatan Muhammadiyah;
2) Membimbing umat, memberikan arah, menyampaikan
fatwa keagamaan dan memberikan sesuatu dasar
pembenaran keagamaan yang dapat dipahami umat
dalam suatu konsep yang terpublikasi secara terencana
dan meluas agar masalah dan tantangan yang tumbuh
100
bisa dimengerti dan dijawab dengan semangat rahmat lil
'alamm;
3) Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam
dalam rangka mengembangkan ciri pelaksanaan tajdid
dan mengantisipasi perkembangan yang tumbuh dalam
masyarakat; dan
4) Memperluas bidang tugas sesuai kebutuhan akan
jawaban terhadap tantangan dan permasalahan dunia
global.
Peran Majelis Tarjih dan Tajdid:
1) Bertanggung jawab mengambil kepntusan ketarjihan.
2) Mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan
dalam keislaman dan menampung aspirasi baru yang
tumbuh dikalangan umat.
2. Majelis Tabligh
STUDI
KH. Ahmad
KEMUHAMMADIYAHAN Dahlan tampil kemuka sebagai mujaddid
dan mujahid besar Islam, beliau ingin mengembalikan umat
Islam kepada kemurnian cita ajaran Islam yang bersumber
kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Jiwa dan semangat KH.
Ahmad Dahlan itu dijabarkan dan dicanangkan oleh lembaga
yang bernama Majelis Tabligh atau Majelis Dakwah, pada
waktu Muktamar ke-38 di Ujung Pandang tahun 1971
ditetapkan program umum sebagai berikut "Mewujudkan
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, amar
ma'ruf nahi munkar, yang berkesanggupan menyampaikan
ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan Sunnah
Rasul SAW, kepada segala golongan dan lapisan masyarakat
dalam seluruh aspek kehidupannya, sebagai kebenaran dan
hal yang diperlukan".
Majelis Tabligh ini oleh KH. Ahmad Dahlan dan
pimpinan-pimpinan sesudahnya dibentuk dan diadakan
terus-menerus sampai dewasa ini. Majelis ini diadakan dan
digerakkan dengan berpedoman pada firman Allah surat Ali
'Imron ayat 102,103 dan 104 yang artinya: Hai orang-orang
yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
101
taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu, mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan
berpeganglah kamu semuanya kepadatali. agamaAllah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dafwiu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu
menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di. antara kamu
segoiongan umat yang menyerzi kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Sesuai SK PR Muhammadiyah tentang Qaidah Majelis
Tabligh Bab I Pasal 2 bahwa Majelis Tabligh mempunyai
tugas pokok memimpin dan molakukan program yang jelas
meliputi seluruh aspek kegiatan dakwah yang tidak termasuk
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
dalam bidang tugas Majelis lainnya. MUHAMMADIYAH
Pasal 3; untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut
pada pasal 2, Majelis Tabligh mempunyai fungsi:
1) Memberikan pertimbangan kepada
pimpinan persyarikatan untuk digunakan sebagai bahan
dalam menyusun kebyaksanaan persyarikatan dalam
bidang tabligh;
2) Pembinaan dan peningkatan kemampuan
serta pengkoordinasian kegiatan dan gerak mubaligh
dalam menyiarkan ajaran Islam kepada anggota, umat
dan korp mubaligh Muhammadiyah di tingkat Pusat,
Wilayah, Daerah dan Cabang;
3) Penggerak pengajian dan pengembangan
pengamalan ajaran Islam, serta menggembirakan
kegiatan ibadah anggota perayarikatan dan masyarakat
dalam kelompok jamaah, sehingga memiliki kemampuan
penyelesaian persoalan hidupnya sebagai orang Islam
dalam kehidupan masyarakat, bangsa yang selalu
berubah dan berkembang, guna meningkatkan mutu
kehidupannya sepanjang ajaran Islam;
102
4) Penggerak dan pembimbing
penyelenggaraan, pemeliharaan dan pengelolaan wakaf,
masjid, mushola, langgar dan surau serta sejenisnya
sebagai ibadah dan sarana peningkatan mutu kehidupan
anggota dan masyarakat sepanjang ajaran Islam dalam
kerangka kehidupan berbangsa;
5) Penggerak dan pembimbing pelaksanaan
serta pengembangan kegiatan pengajian pimpinan dan
anggota serta khutbah-khutbah dengan
memanfaatkanjasa iptek;
6) Penyelenggaraan pendidikan clan kaderisasi
mubaligh dan khatib sehingga memiliki kemampuan
profesional serta kemandirian dalam menjalankan
tugasnya dalam kehidupan masyarakat dan bangsa yang
selalu berubah dan berkemhang;dan
7) Penyelenggaraan penelitian dakwah dan
perikehidupan anggota umat dan masyarakat.
3. Majelis Pendidikan Tinggi
STUDI
Majelis ini merupakan pecahan dari Majelis Pendidikan,
KEMUHAMMADIYAHAN
Pengajaran dan Kebudayaan yang semula membawahi
seluruh amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan sejak
pendidikan dasar, menengah hingga pcrguruan tinggi. Mulai
tahun 1985 setelah Muktamar ke-41 di Surakarta,
didirikanlah Majelis Diktilitbang, dengan ketua pertamanya
Drs. H. Muhammad Djazman al-Kindi, MBA. Majelis ini
mengemban dua tugas sekaligus, yaitu mengembangkan
kualitas dan kuantitas Perguruan Tinggi Muhammadiyah,
dan menyelenggarakan aktivitas penelitian dalam konteks
pengembangan Persyarikatan.
Dengan semakin pesatnya perkembangan amal usaha
pendidikan, khususnya pendidikan tinggi di lingkungan
Muhammadiyah, diperlukan majelis khusus yang
mengkonsentrasikan diri untuk menangani perkembangan
dan pengembangan pergurnan tinggi di Muhammadiyah.
Untuk itu, sejak pasca Muktamar Muhammadiyah ke-41
Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dipecah
menjadi dua majelis, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan
103
Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi
Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang).
Dengan terbentuknya Majelis ini, pengembangan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dapat
dikendalikan dan diseimbangkan antara kuantitas dan
kualitasnya. Di samping itu, persoalan-persoalan pelik yang
muncul di berbagai PTM dapat diselesaikan dengan lebih
baik.
Secara umum program pokok Majelis Diktilitbang,
meliputi:
1) Pengembangan PTM, yang mencakup: peningkatan
kualitas pendidikan PTM, pengembangan jaringan kerja
sama internal dan eksternal, penanganan masalah-
masalah kemahasiswaan, pengembangan organisasi dan
kelembagaan, serta penyusunan dan penyempurnaan
Qaidah PTM.
2) Penelitian dan pengembangan, mencakup program
penelitian dan pengembangan PTM, dan penelitian
pengembangan Muhammadiyah.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Dari program pokok di atas kemudian dijabarkan ke
MUHAMMADIYAH
dalam empat bidang, yaitu:
1) Bidang peningkatan kualitas PTM:
a) Supervisi PTM yang diselenggarakan sekaligus
dengan Temu Regional PTM
b) Mengintensifkan kunjungan ke PTM kecil sebagai
supporting bagi peningkatan kualitas pengelolaan
PTM.
c) Workshop pengembangan kurikulum PT
d) Workshop persiapan akreditasi PTM
e) Pelatihan manajemen PTM
f) Pelatihan metodologi penelitian tingkat lanjut.
g) Kompetisi penelitian dosen PTM dengan sistem
Hibah Kompetisi
h) Mengaktifkan Pusat Pengembangan (Pusbang) PTM
2) Bidang Penelitian dan Pengembangan:
a) Pengembangan database dan pusat informasi
Persyarikatan
104
b) Pengembangan kerja sama lembaga penelitian di
lingkungan Persyarikatan
c) Peningkatan kualitas penelitian di PTM
3) Bidang kerja sama dan kemahasiswaan:
a) Kerja sama dengan badan pendidikan
Muhammadiyah (baik majelis maupun ortom) dalam
pengembangan kurikulum.
b) Kerja sama dengan pihak luar dalam peningkatan
kualitas pendidikan dan penelitian.
c) Kerja sama antar PTM dalam peningkatan kualitas
SDM dan fasilitas pendidikan.
d) Jaringan internet antar PTM
e) Mengupayakan beasiswa bagi AMM dan kader
persyarikatan dalam PTM
f) LKTI mahasiswa PTM
g) Temu olah raga dan seni mahasiswa PTM
4) Bidang Organisasi dan Kelembagaan:
Konsolidasi organisasi
STUDI
Rapat Kerja Majelis Dikti
KEMUHAMMADIYAHAN
Rapat Rutin Majelis
Forum rektor PTM pembina
Pertemuan Regional PTM
Rakernas Bidang Pendidikan Muhammadiyah
Penyempurnaan Qaidah PTM
Di bawah kordinasi Majelis Diktilitbang PP
Muhammadiyah pertumbuhan PTM sangat pesat, bahkan
melampaui target. Ketika awal dibentuknya Majelis
Diktilitbang, tahun 1985, jumlah PTM se-Indonesia
sebanyak 75 buah, dan pada tahun 2005 berkembang
menjadi 166 buah, terdiri atas Universitas (36 buah), Sekolah
Tinggi (73 buah), Akademi (74 buah) dan Politeknik (4
buah).
106
6) Mengusahakan alat kelengkapan pengajaran dan
pendidikan serta alat-alat administrasi sekolah, madrasah
dan pesantren;
7) Membuka dan menyelenggarakan sekolah/madrasah/
pesantren dan sebagainya di tempat yang penting
(strategis), di mana cabang-cabang yang bersangkutan
tidak atau belum mungkin menyelenggarakan sendiri;
8) Mengurus dan menyelenggarakan sekolah-sekolah,
madrasah, pesantren percontohan atau teladan; dan
9) Menyelenggarakan dan memimpin musyawarah kerja
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan
qoidah-qoidah yang ada.
5. Majelis Pendidikan Kader
Majelis Pendidikan Kader merupakan kesinambungan
dari Badan Pendidikan Kader (1990) dan Majelis
Pengembangan Kader dan Sumberdaya Insani (2000),
Adapun fungsi dan tugas Majelis Pendidikan Kader
sebagai berikut :
1) Menyusun konsep perkaderan dan mengoperasionalisasi-
STUDI
kannya secara simultan (menyeluruh) dan terpadu di
KEMUHAMMADIYAHAN
lingkungan pendidikan, keluarga, dan organisasi otonom
Muhammadiyah dalam satu kesatuan Sistem Perkaderan
Muhammadiyah yang mampu menghasilkan sumber
daya kader yang berkualitas guna menyongsong
pernbahanperubahan baru dalam kehidupan umat dan
bangsa yang melibatkan kerja sama, terutama antara
Badan Pendidikan Kader, Majelis Pendidikan, Aisyiyah,
dan Organisasi Otonom (ortom) Muhammadiyah;
2) Memprioritaskan pengembangan studi lanjut dalam
mengembangkan kualitas suinberdaya kader
Muhammadiyah yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dan terlembaga;
3) Menyelenggarakan Darul Arqam, Baitui Arqam, Up-
Grading, Refreshing, Job-Training, PUTM (Pendidikan
Ulama Tarjih Muhammadiyah), pengajian Mubaligh,
pengajian Ramadhan dan kegiatan-kegiatan perkaderan
lainnya yang dilahirkan secara terpadu di seluruh
107
lingkungan Persyarikatan termasuk Amal Usaha sesuai
dengan kepentingan dan sasaran yang dikehendaki;
4) Mengintensifkan dan memprioritaskan penempatan
kader dan proses seleksi yang mempertimbangkan aspek
kekaderan, komitmen, dan pengalaman aktivitas
bermuhammadiyah yang dipadukan dengan
kemampuan-kemampuan objektif dalam penempatan
personil, pengelola, dan pimpinan di lingkungan
kepemimpinan Persyarikatan, Majelis, Badan, Lembaga,
Organisasi Otonom, dan Amal Usaha Muhammadiyah
dengan kepentingan kelangsungan misi Persyarikatan;
5) Mengintensifkan pendataan kader dan aspek-aspek yang
terkait lainnya guna kepentingan pengembangan kader
Muhammadiyah di berbagai struktur di lingkungan
Persyarikatan;
6) Menerbitkan publikasi dan pedoman-pedoman yang
berkaitan dengan kepentingan pengembangan kader
Muhammadiyah dalam berbagai aspek;
7) Mengembangkan kerja sama penyelenggaraan
pendidikan khusus, seperti pendidikan nonformal untuk
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
pengembangan SDM Persyarikatan;MUHAMMADIYAH
8) Menyelenggarakan forum Ideopolitor (Ideologi,
Organisasi, Politik, dan Organisasi) sebagai program
refreshing (penyegaran) khusus anggota Pimpinan
Persyarikatan di berbagai tingkat struktur yang
mengembangkan metode dialogis;
9) Mengoptimalkan dukungan fasilitas, sarana, prasarana,
dan dana untuk pengembangan kualitas kader dan
sumberdaya manusia di lingkungan Muhammadiyah;
10) Mengintensifkan pembinaan siswa di Madrasah
Mu'allimm, Mu'allimat, pondok pesantren, dan sekolah-
sekolah/madrasah-madrasah khusus Muhammadiyah
sebagai wahana khusus pembentukan kader
Persyarikatan;
11) Mengembangkan pembinaan kader melalui Hizbul
Wathan Muhammadiyah yang disusun secara sistematik
dan terprogram; dan
108
12) Mengembangkan pusat studi, pendidikan dan pelatihan
Muhammadiyah yang dilaksanakan secara sistematik.
Visi Pengembangan:
Berkembangnya fungsi pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan yang unggul berbasis Penolong Kesengsaraan
Oemoem (PKO) sehingga mampu meningkatkan kualitas
dan kemajuan hidup masyarakat khususnya kum dhu'afa
sebagai aktualisasi Dakwah Muhammadiyah
109
1) Menguatnya sistem gerakan Muhammadiyah yang
maju, professional dan modern.
2) Menguatnya pemahaman ideolog dan visi gerakan
Muhammadiyah
Meningkatkan sistem penyelenggaraan/ pengelolaan
Amal
Usaha Kesehatan yang unggul berbasis PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemoem) Al-Ma'un dengan manajemen
terpadu, tatakelola, pengawasan standar dan mutu dan
pengelolaan IPO (Input-Proses-Output) yang berkualitas
utama sehingga mampu bersaing dan menjangkau
masyarakat luas
Kegiatan:
1) Perintisan Amal Usaha Kesehatan di Daerah-daerah
2) Sosialisasi Sosialisasi Visi dan Misi Program
kesehatan Muhammadiyah
3) Penyusunan dan pengelolaan Data Base Amal Usaha
Kesehatan Muhammadiyah
4) Sosialisasi Pedoman penyelenggaraan Amal Usaha
Kesehatan (seminar/workshop)
5) Asessement, Workshop dan pelatihan Peningkatkan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
klasifikasi RS Muhammadiyah/MUHAMMADIYAH
Aisyiyah
6) Peningkatan pengelolaan dan pelayanan kesehatan
sebagai fungsi da'wah dan sosial diAUMKES
(workshop bagi RS, BI? RB dan MPKUI Daerah)
b. Kepemimpinan dan Organisasi
1) Menguatnya sistem managemen Organisasi
Muhammadiyah yang dinamis dan Produktif
2) Menguatnya sistem kepemimpinan kolektif kolegial
yang trasformatif yang mampu memberikan
keteladanan, memobilisasi potensi, memproyeksikan
masa depan, mengagendakan perubahan
Kegiatan:
1) Penyelenggaraan Monitoring dan Evaluasi program
melaui permusyawaratan dalam pengelolaan
organisasi dan kepemimpinan
110
2) Perumusan berbagai panduan terkait dengan
mekanisme kerja organisasi, dan keuangan di
lingkungan MPKU
c. Jaringan
1) Menguatnya peran jaringan Keummatan kebangsaan
universal
2) Menguat dan meluasnya jaringan amal usaha,
kegiatan dan Perangkat persyarikatan.
Mengoptimalkan jaringan amal usaha bidang
kesehatan (AUMKES) melalui berbagai model
pengembangan konsorsium, kerjasama internal dan
eksternal teknologi informasi, pengembangan
koperasi, konsep satelit klinik, konsep Central
Purchasing, dan bentuk-bentuk jejaring lainnya yang
membawa pada keunggulan secara kolektif
3) Menguatnya hubungan dan kerjasama internasional
Meningkatkan program kesehatan dengan lembaga-
lembaga kesehatan di ASEAN (Dan lembaga
Internasional lainnya) dalam mengantisipasi ASEAN
Charter dan pergeseran pusat geo-politik, geo-
ekonomi, dan geososial budaya ke China, yang
dilaksanakan secara tersistem dengan kebijakan
Persyarikatan
STUDI
Kegiatan:
KEMUHAMMADIYAHAN
1) Pembentukan dan pengembangan jaringan program
pengembangan kesehatan masyarakat (hingga skala
nasional dan internasional, meliputi: Promosi
Kesehatan, Desa Siaga (Qoryah Thayyibah), Sadar
Gizi, Kespro dan Family Planning, Tobacco Control,
Penyakit Menular (Flu Burung, HIV Aids, Malaria,
TB, dsb), PHBS.
2) Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan berskala Regional
3) Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan berskala nasional
4) Pembentukan Koperasi Sekunder AUMKES
Regional
5) Pembentukan Koperasi Induk AUMKES Nasional
111
6) Penyelenggaraan Teaching Hospital Utama di setiap
Lembaga pendidikan Kesehatan Muhammadiyah /
Aisyiyah (workshop)
7) Pertemuan Organisasi kesehatan Internasional
d. Sumberdaya
Terlaksananya Pembinaan dan pembebrdayaan anggota
Muhamamadiyah sebagai subjek gerakan secara
konsisten
dan berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas sumber daya amal usaha bidang
kesehatan (AUMKES) melalui peningkatan kapasitas
tenaga AUMKES, pendidikan, promosi, daya dukung
fasilitas, dan berbagai skill yang mengembangkan
keunggulan.
Kegiatan:
1) Seminar dan pelatihan peningkatan kompetensi
Pimpinan AUMKES
2) Membangun Kerjasama dengan Lembaga
Pendidikan untuk pendidikan Manajemen RS
3) Seminar dan pelatihan Staff AUMKES terkait Isu
Kesehatan masyarakat dan Promosi Kesehatan
4) Pelatihan penanggulangan Bencana bagi Tim
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
"tanggap Darurat di LingkunganMUHAMMADIYAH
RS
5) Workshop Sistem Kompetensi SDI
6) Pelatihan Sosialisasi Sistem Kompetensi SDI
7) Pengiriman pendidikan dokter spesialis dari RS
Muhammadiyah
8) Peningkatan pengalaman kerja SDI Aumkes
dengan pengiriman kerja ke Luar Negeri
9) Workshop dan Sosialisasi Pendayagunaan Lulusan
Perguruan Tinggi Kesehatan Muhammadiyah di
Amal Usaha Kesehatan
10) Pembentukan Ikatan Karyawan Kesehatan
Muhammadiyah dan Aisyiyah
e. Aksi Pelayanan
1) Terbangunnya sinergi pelayanan public sebagai
wahana untuk menumbuhkembangkan Islamic Civil
Society
112
Meningkatkan stand arisasi pelayanan warga
asuh dilingkungan AUMKES
Meningkatkan keterpaduan dan kesiapan
AUMKES dalam penanggulangan bencana,
peningkatan kualitas tanggap darurat (response
time dan mobilisasi), peningkatan kualitas
manajemen dan pengadaan logistik tanggap
darurat, serta advokasi dan rehabilitasi pasca
bencana.
Kegiatan:
a) TOT Fasilitator dan Pelatihan
GJDJ bagi Pelayanan Dasar sbg penggerak dan
penguat cabang/ranting Muhammadiyah
/Aisyiyah di lingkungannnya
b) Pelatihan Manjemen
Penagananan Bencana (HOPE) di lingkungan
AUMKES
2) Terlaksananya Pelayanan Publik melalui amal usaha,
program, dan kegiatan Muhamamdiyah yang
berkualitas
Mengoptimalkan standar pelayanan kesehatan
STUDI melalui standarisasi pelayanan AUMKES,
KEMUHAMMADIYAHAN
pengembangan rumah sakit dengan layanan
unggulan di setiap daerah, optimalisasi
pelayanan AUMKES terhadap permasalahan
kesehatan masyarakat dan penanggulangan
bencana, dan peningkatan jumlah AUMKES
sebagai Satelit Klinik Rumah Sakit
Muhammadiyah dan 'Aisyiyah di daerah
pedalaman terpencil.
Mengembangkan jenis-jenis/model pelayanan
kesehatan bam yang langsung menyentuh
kehidupan masyarakat di akar rumput yang
bersinergi dengan AUMKES Muhammadiyah
sebagai wujud gerakan al-Ma'un/PKO.
113
Kegiatan:
1) Workshop dan Sosialisasi Pengembangan
AUMKES berstandar ISO dan Akreditasi
Kemenkes
2) Assessemnt, Workshop dan Sosialisasi
Pengembangan Rumah Sakit dengan layanan
Unggulan
3) Seminar, Workshop dan Sosialisasi
kesehatan masyarakat oleh AUMKES
4) Pembuatan dan pengembangan standar-
standar promosi kesehatan
5) Pengembangan sistem Asuh RS - BP
dengan pola pelayanan kesehatan satelit
(workshop)
6) Membuat pilot project dan penghargaan
"Model AUMKES" sebabagi percontohan
3) Terlaksananya mngsi advokasi dalam pelayanan dan
kebijakan publik dari gerakan Muhammadiyah
Mengoptimalkan penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat (Flu burung, Flu Babi,
Malaria, TBC, HIV/AIDS, dan sebagainya),
kampanye kesadaran hidup sehat dan bersih,
kampanye dan penyuluhan kesehatan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
reproduksi, serta kampanyeMUHAMMADIYAH
dan penyuluhan anti
narkoba.
Kegiatan:
1) Sosialisasi dan advokasi isu-isu/masalah
kesehatan di lingkungan internal, lokal, regional,
national dan internasional (seperti akreditasi dan
sertifikasi di PT bid.kesehatan, pencapaian
MDG's, dsb)
2) Penelitian yang terintegrasi dengan program
pengembangan kesehatan masyarakat yang
sedang berjalan
3) Seminar Hasil penelitian pengembangan
Kesehatan masyarakat
114
4) Penyelenggaraan pilot project program
pemberdayaan masyarakat terkait isu kesehatan
masyarakat (Malaria, HIV/AIDS, Dsb)
5) Melakukan berbagai kajian Hukum, Undang-
Undang, Peraturan pemerintah terkait dengan
AUMKES dan program - program Kesehatan
(seminar / workshop)
6) Sosialisasi, komunikasi dan Koordinasi kepada
berbagai pihak terkait dengan Badan Hukum
Amal Usaha Kesehatan Muhamamdiyali dan
Aisyiyah (workshop)
7) Pembuatan dan pengembangan standar-standar
promosi kesehatan (workshop)
7. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
Berdiri bersamaan dengan berdirinya Muhammadiyah,
pada pada tahun 1912 dengan nama Bagian Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO). Adapun aktivitas PKO,
dalam bidang kesehatan. Mendirikan Rumah Sakit dan
Klinik. Bidang Sosial, mendirikan Panti Asuhan dan Rumah
Miskin.
Pada tahun 1956 Majelis Penolong Kesengsaraan
Oemoem berubah nama menjadi Majelis Pembina
Kesejahteraan Umat (Majelis PKU). Kemudian tahun 1990
Majelis Pembina Kesejahteraan Umat berubah nama menjadi
STUDI
Majelis Pembina Kesehatan. Dilanjutkan pada tahun 2000
KEMUHAMMADIYAHAN
Majelis Pembina Kesehatan berubah nama menjadi Majelis
Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM).
Pada tahnn 2008, dalam rangka mengoptimalkan
pelayanan dibidang pelayanan sosial. Majelis Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat mendirikan kelompok kerja
bernama Forum Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiah
(FORPAMA).
Pada tahun 2009, FORPAMA berubah nama dari
Forum Panti Sosial menjadi Forum Perlindungan Anak dan
Lansia Muhammadiyah-Aisyiyah. Pada Tahun 2010 dalam
Rapat Kerja Nasional FORPAMA di Denpasar, FORPAMA
merekomendasikan kepada Majelis Kesehatan dan
115
Kesejahteraan Masyarakat, agar dibentuk Majelis khusus
yang menangani program pelayanan sosial.
Akhirnya pada tahun 2010, pasca Muktamar 1 Abad
Muhammadiyah di Kampus Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan
pembentukan Majelis Pelayanan Sosial sebagai pemekaran
dari MKKM, menyertai disahkannya Majelis Pelayanan
Kesehatan Umum,
Visi
Berkembangnya fungsi pelayanan sosial yang unggul
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup
masyarakat khususnya kaum dhu'afa sebagai aktualisasi
Dakwah Muhammadiyah
Misi
1. Menggerakan dan menyatukan seluruh potensi
Muhammadiyah untuk meningkatkan profesionalitas
dalam pelayanan sosial
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan kelembagaan
sosial di lingkungan Muhammadiyah
3. Mengembangkan kemitraan dan jejaring pelayanan
sosial
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
MUHAMMADIYAH
Program Kerja
1. Pelayanan dan perlindungan anak dan Lansia berbasis
keluarga, komunitas dan institusi pelayanan sosial
2. Pengembangan usaha kecil dan menengah untuk institusi
pelayanan sosial
3. Database online
4. Peningkatan kapasitas untuk pengasuh (pekerja sosial)
anak dan pengurus institusi pelayanan sosial
5. Keterampilan hidup untuk anak
6. Donasi untuk anak. Biaya pendidikan, pemenuhan gizi,
kesehatan.
116
7. Donasi untuk institusi pelayanan sosial. Operational, gaji
tenaga pengasuh, fasilitas pelayanan.
Sasaran
1. Anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak
terlantar, anak cacat. anak korban bencana alam, anak
korban eksploitasi seksual dan ekonomi, anak korban
trafiking, anak korban kekerasan, anak berkonflik
dengan hukum)
2. Kelompok Lansia
3. Masyarakat Miskin
118
2) Memberi bimbingan kepada cabang-cabang tentang cara
mengurus dan memelihara serta memanfaatkan barang
wakaf dan hak milik Persyarikatan;
3) Mengurus barang wakaf yang langsung dikuasai oleh
pimpinan Persyarikatan serta hak milik Persyarikatan;
4) Memecahkan kesulitan dan persoalan barang wakaf yang
dikuasai oleh Peryarikatan; dan
5) Menyelenggarakan musyawarah kerja dan memberikan
bimbingan praktis bidang wakaf dan harta pusaka.
119
2) Pembentukan Qoryah Thayyibah di sejumlah wilayah
pendampingan sebagai wadah yang memfasilitasi upaya-
upaya pemberdayaan dan pendampingan lingkungan
BTN (buruh, tani dan nelayan), terutama di basis-basis
Muhammadiyah.
3) Pembentukan lembaga advokasi dalam melindungi dan
membela hak-hak masyarakat dampingan.
4) Pelatihan untuk Muhammadiyah Community Organizer
sebagai konsultan umat di sejumlah Qaryah Thayyibah.
120
mu'amalah antar sesama warga dan pimpinan
persyarikatan, serta perlindungan hak-hak hukum bagi
warga Muhammadiyah.
Majelis ini memiliki program-program kegiatan dalam
empat divisi, yaitu: (1) divisi pendidikan dan sosialisasi
hukum, (2) divisi pemberdayaan SDM dan HAM, (3) divisi
pembinaan dan pemberdayaan pranata hukum, (4) divisi
advokasi, bantuan dan konsultasi hukum.
121
13. Majelis Pustaka dan Informasi
Majelis ini mengalami beberapa pergantian nama.
Semula di masa KH. Ahmad Dahlan didirikan Majelis
Taman Pustaka, kemudian menjadi Majelis Pustaka dan
sejak Muktamar 45 di Malang dirubah menjadi Lembaga
Pustaka dan Informasi.
Kemudian pada tahun 2010, pasca Muktamar Satu
Abad diubah kembali menjadi Majelis Pustaka dan
Informasi, dengan tugas dan fungsi untuk melaksanakan
kegiatan-kebiatan sebagai berikut:
1) Pengadaan perpustakaan yang memadai di kantor
wilayah dan daerah, terutama bahan pustaka yang berisi
dokumen-dokumen Persyarikatan (buku, skripsi, tesis,
disertasi, hasil penelitian, dll) sehingg-a mudah menjadi
rujukan publik.
2) Penulisan sejarah Muhammadiyah dan tokoh-tokohnya
di tingkat wilayah dan daerah agar masing-masing
daerah memiliki sejarah perkembangan Muhammadiyah
di daerahnya.
3) Mendorong warga untuk mengembangkan minat baca
sebagai pengamalan perintah iqro' sekaligus sebagai
upaya memperluas SISTEM
wawasan denganDAN
GERAKAN mengadakan kajian
ORGANISASI
MUHAMMADIYAH
buku keislaman dan kemuhammadiyahan, serta secara
terus-menerus mengikuti perkembangan Persyarikatan
dengan berlangganan Suara Muhammadiyah. Sedangkan
bagi lembaga pendidikan harus memiliki sarana
perpustakaan yang memadai yang difungsikan secara
optimal sebagai pusat kegiatan keilmuan.
4) Mengoptimalkan pemanfaatan dan pelayanan kepada
media massa (cetak dan elektronik), serta mengaktifkan
web site sebagai sarana penyebaran infomasi dan syiar
kegiatan Muhammadiyah
5) Pelatihan tenaga public relation di tingkat wilayah dan
daerah agar dapat mengomunikasikan kegiatan
Muhammadiyah kepada masyarakat luas.
6) Menyelenggarakan pelatihan tentang kepustakaan dan
jaringan informasi.
122
7) Membangun data base dan sistem infonnasi
Muhammadiyah, bekerjasama dengan lembaga
penelitian dan pengembangan di lingkungan PTM.
E. Lembaga-lembaga
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa:
(1) Lembaga adalah unsur Pembantu Pimpinan yang diserahi
tugas dalam bidang tertentu, (2) Lembaga dibentuk hanya oleh
Pimpinan Pusat, (3) PimpinanWilayah dan Pimpinan Daerah,
apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu
dengan persetujuan Pimpinan Persyarikatan setingkat di atasnya.
Adapun lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah hasil Muktamar satu abad 2010 yaitu:
123
Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi
Islam yang lain, maupun dalam perjumpaan dengan
organisasi sosial yang lain.
Keempat, duta Persyarikatan di masyarakat. Kelima,
ujung tombak dalam membela kepentingan umat.
Kondisi Aktual Cabang Dan Ranting secara kuantitas
jumlah Cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah masih
terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia,
baru 3.221 yang memiliki Cabang Muhammadiyah atau
sekitar 61%. Sementara di tingkat Ranting kondisinya lebih
parah, karena barn ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari
62.806 jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-
angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas
Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas
organisatorisnya. Secara kualitas, meskipunjika dibanding
dengan beberapa ormas Islam yang lain Muhammadiyah
jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga
Muhammadiyah sendiri.
Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih
banyak Cabang dan Ranting yang belum memiliki
kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan
tertib organisasi, dalam hal adiministrasi, keuangan, maupun
kegiatan.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Kedua. belum adanya tertib organisasi menyebabkan
MUHAMMADIYAH
kepengurusan Cabang dan Ranting rentan konflik internal,
terutama terkait dengan pengelolaan amal usaha.
Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan menunggu
instruksi dari atas.
Keempat, kondisi di atas diperparah oleh fakta bahwa
SDM pimpinan Cabang dan Ranting masih banyak
didominasi oleh kalangan usia lanjut
Kelima, akibatnya Cabang dan Ranting Muhammadiyah
cenderung monoton dalam mengadakan kegiatan, serta
kurang mampu merespon perkembangan dan tuntutan
lokalitas.
Keenam, kondisi di atas akhirnya membuat organisasi di
tingkat Cabang dan Ranting memiliki daya saing yang
rendah dibanding organisasi Islam baru yang banyak
124
bermunculan, yang telah banyak "mengambil alih" jamaah
maupun amal usaha Muhammadiyah.
Amanat Muktamar 46 Tentang Revitalisasi Cabang dan
Ranting Kondisi aktual Cabang dan Ranting telah
menimbulkan keprihatinan di lingkungan pimpinan clan
warga Persyarikatan. Muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang
Jawa Timur menetapkan revitalisasi Cabang dan Ranting
sebagai salah satu prioritas Program KonsoUdasi Organisasi.
Komitmen ini dilanjutkan lagi pada Muktamar ke 46 tahun
2010 di Yogyakarta, untuk melakukan pengembangan
Cabang dan Ranting secara kuantitatif terbentuknya PCM di
70%. jumlah kecamatan, dan terbentnknya PRM di 40%
jumlah desa; dan juga seeara kualitatif dengan
menghidupkan kepengunisan Cabang dan Ranting yang
mati, serta mengaktifkan Cabang dan Ranting yang belum
aktif.
Untuk tujuan di atas, Muktamar ke 46 mengamanatkan
pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
(LPCR). Sebenarnya tugas pembinaan Cabang dan Ranting
adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah
dan Pimpinan Daerah. Namun karena sedemikian urgennya
pembinaan Cabang dan Ranting maka dibenfcuklah sebuah
STUDI
lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang
KEMUHAMMADIYAHAN
Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan bahkan
mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat Wilayah dan
Daerah.
Visi
"Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan
Ranting yang lebih kuat, dinamis, dan berkernajuan sesuai
dengan prinsip dan cita-cita gerakan Muhammadiyah menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya."
127
kecil yang terjangkau dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dengan pendekatan GJDJ.
Tujuan Strategis
Tujuan strategis yang dianggap sebagai prioritas utama
yang harus diselesaikan oleh MDMC dalam jangka waktu 3
(tiga) sampai 5 (lima) tahun ke depan adalah:
1) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan MDMC untuk
kerja-kerja Kemanusiaan dalam isu Bencana.
129
2) Penguatan Jaringan dan Mendorong Partisipasi
Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana
Visi
Menjadi Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh di kota
Surabaya yang amanah, transparan dan profesional dalam
rangka pemberdayaan masyarakat miskin & mustadh'afin
sesuai dengan tujuan Muhammadiyah,
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Misi
a) Meningkatkan kesadaran ummat untuk membayar zakat
sebagai salah satu rukun Islam.
b) Mengintensifkan pengumpulan ZIS pada seluruh lapisan
masyarakat.
c) Mendayagunakan ZIS secara optimal untuk
pemberdayaan kaum miskin melalui amal-amal sosial &
kemanusiaan.
d) Mengelola zakat, infaq dan shadaqah secara
professional, transparan & akuntabel.
133
5) Mengkoordinir kerja sama danjaringan kader
Muhammadiyah yang tersebar di berbagai negara
dengan membentuk cabang-cabang khusus (istimewa)
Muhammadiyah di manca negara.
d. Keluarga Sakinah
1) Pengertian Keluarga Sakinah
Istilah keluarga sakinah terdiri dari kata
keluarga dan kata sakinah. Dalam kehidupan sehari-
hari kata keluarga dipakai dengan pengertian, antara
lain (a) sanaksaudara, kaum kerabat; (b) orang
rumah, anak istri, batih; (c) orang-orang di bawah
naungan organisasi (dan yang sejenisnya), seperti
keluarga Nahdhatul Ulama, keluarga
Muhammadiyah, dan lain-lain. Dalam tulisan ini
kata keluarga dipakai dengan pengertian orang seisi
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
rumah (masyarakat terkecil), yang terdiri dari ayah,
MUHAMMADIYAH
ibu, dan anak. Selanjutnya kata "sakinah" dalam Al-
Qur'an dijumpai antara lain dalam surat Al-
Baqarah/2: 248; Al-Tawbah/9: 26; Al-Fath/48:
4,18, dan 26, dengan makna "ketenangan".
Zainuddin Hamidy menerjemahkan kata sakinah
kadang dengan "ketenangan" (Al-Tawbah/9:26),
tetapi kadang dengan hal yang memuaskar hati (Al-
Baqarah /2: 248).
Dalam istilah keluarga sakinah, kata
"sakinah" dipakai sebagai kata sifat dengan arti
"tenang, tenteram", yaitu untuk menyifati atau
menerangkan kata keluarga. Selanjutnya, kata itu
masih ditafsirkan dengan "mengandung makna
bahagia dan sejahtera". Itulah sebabnya kata
"sakinah" sering digunakan dengan pengertian
tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera lahir batin.
136
Munculnya istilah keluarga sakinah
dimaksudkan sebagai penjabaran firman Allah
dalam surat Al-Rum/30: 21, yang menyatakan bahwa
tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah
untuk mencari ketentraman atau ketenangan dengan
dasar mawaddah wa rahmah, yaitu saling mencintai
dan penuh kasih sayang (QS. Al-Rum/30: 21).
ِ ِ ِ ِ
ً َوم ْن آَيَاتِه أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم م ْن أَْن ُفس ُك ْم أ َْز َو
اجا
لِتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع ل َبْينَ ُك ْم َم و َّدةً َو َرمْح َ ةً إِ َّن يِف
َ
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN َ
ات لَِق ْوٍم َيَت َف َّك ُرو َنٍ ك آلي ِ
َ َ ذَل
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah,
Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
137
sebagai kata sifat. Maka Keluarga Sakinah dapat
didefinisikan sebagai keluarga yang dibentuk
berdasar perkawinan yang sah, mampu memberikan
kasih sayang pada anggota keluarganya sehingga
mereka memiliki rasa aman, tenteram, damai serta
bahagia dalam mengusahakan tercapainya
kesejahteraan dunia akhirat.
Untuk membina rumah tangga atau keluarga
sakinah sebagai tujuan perkawinan seperti yang
disyaratkan Allah dalam Al-Rum/30: 21 tersebut di
atas, Rasulullah memberi persyaratan-persyaratan
manusia yang akan membinanya, yaitu calon
pasangan suami istri. Persyaratan yang dimaksud
secara singkat adalah calon pasangan suami istri
sebaiknya seimbang (kufu’), baik rupa, keturunan,
maupun kekayaan. Namun, syarat yang utama
adalah keduanya harus seagama dan taat beragama.
Seagama dan taat beragama menjadi syarat
utama pasangan calon pembina keluarga sakinah,
karena syarat inilah
SISTEMyang betul-betul
GERAKAN akan menjadi
DAN ORGANISASI
sumber ketenangan keluarga. Pasangan suami istri
MUHAMMADIYAH
yang taat beragama tentu keduanya dapat
mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah yang
baik. Apa pun wujudnya perintah dan larangan serta
hak kewajiban yang datang dari Allah dan Rasul-
Nya akan disambut dengan ucapan sami'na wa
atha'na kami dengar dan kami taati). Ketaatannya
bukan ketaatan terpaksa, melainkan ketaatan yang
didasari rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian, ketaatannya itu sungguh-sungguh
dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
kegembiraan.
Di dalam keluarga sakinah, setiap anggotanya
merasa dalam suasana tenteram, damai, aman,
bahagia, dan sejahtera lahir batin. Sejahtera batin
ialah bebas dari kemiskinan iman, bebas dari rasa
takut dalam menghadapi kehidupan dunia dan
akhirat serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai
138
keagamaan dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Di samping itu, suasana keluarga
sakinah memberikan kemungkinan kepada setiap
anggotanya untuk dapat mengembangkan
kemampuan dasar fitrah kemanusiaan, yaitu fitrah
sebagai hamba Allah yang baik (ibadah) dan fitrah
sebagai khalifa'tullah filardhi.
Dua kemampuan dasar fitrah kemanusiaan itu
dalam keluar sakinah berkembang menjadi bentuk
tanggungjawab manusia dalam hubungannya dengan
Allah dan dalam hubungannya dengan sesama
manusia serta lingkungan alamnya. Dalam hubungan
dengan Allah, fitrah itu mekar menjadi kemampuan
manusia mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah
yang baik, sedangkan dalam hubungannya dengan
sesama manusia serta lingkungan alamnya, fitrah itu
berkembang menjadi kesadaran manusia memiliki
rasa tanggung jawab untuk menciptakan
STUDI
kesejahteraan
KEMUHAMMADIYAHAN sejenisnya dan lingkungan alamnya.
2) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Manusia Taqwa
Keluarga sakinah sebagai suatu keluarga terpilih
akan menjadi lahan yang subur untuk tumbuh
kembangnya anak, yang merupakan amanat Allah
SWT bagi setiap orang tua. Amanat Allah atas
penciptaan manusia adalah terciptanya manusia
taqwa serta terciptanya masyarakat sejahtera.
Amanat ini dapat terwujud apabila setiap orang
terbentuk menjadi pribadi muslim seutuhnya. Pribadi
muslim seutuhnya di sini dimaksudkan pribadi yang
unsur-unsurnya bernafaskan rasa pengabdian kepada
Allah SWT dan yang bentuk perilakunya serta
aktivitas kehidupannya merupakan perwujudan rasa
pengabdian kepadaAllah SWT. Pribadi yang
demikian itulah wujud manusia taqwa, yang pada
perkembangan selanjutnya akan dapat mewujudkan
masyarakat taqwa yang mendapatkan kesejahteraan
hidup dunia akhirat. Taqwa adalah nilai hidup yang
tertinggi bagi manusia di hadirat Allah SWT,
139
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-
Hujurat/49:13.
َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَ ا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُْنثَى ُ يَا أَيُّ َها الن
ائِل لَِت َع َارفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم
َ ََو َج َع ْلنَ ا ُك ْم ُش عُوبًا َو َقب
.ٌيم َخبِري ِ ِ ِ ِ
ٌ عْن َد اهلل أَْت َقا ُك ْم إ َّن اهللَ َعل
Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Tanda-tanda ketaqwaan
SISTEM GERAKANseseorang antara lain
DAN ORGANISASI
difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah/2:177,
MUHAMMADIYAH
sebagai berikut :
وه ُك ْم قِبَ َل الْ َم ْش ِر ِق َ س الْرِب َّ أَ ْن تُ َولُّوا ُو ُج
َ لَْي
اهلل َوالَْي ْوِم اْآلخِ ِر
ِ والْم ْغ ِر ِب ولَ ِك َّن الْرِب َّ من آَمن بِا
ََ َْ َ َ َ
ال َعلَى ِ ََوالْ َمالَئِ َك ِة َوالْ ِكت
َ اب َوالنَّبِيِّْي َن َوآَتَى الْ َم
ُحبِّ ِه ذَ ِوي الْ ُق ْرىَب َوالْيَتَ َامى َوالْ َم َس اكِيْ َن َوابْ َن
الصالَةَ َوآَتَىَّ اب َوأَقَ َام ِ َني ويِف ال ِرّق ِِ َّ الس بِيْ ِل و
َ َ الس ائل َ َّ
ِ َّ اه ُدوا و ِ ِِ ِ
َ الص اب ِر
ين َ َ الز َك ا َة َوالْ ُموفُ و َن ب َع ْه ده ْم إ َذا َع َّ
ئِك الَّ ِذيْ َن
َ َني الْبَ أْ ِس أُول ِ ِ َّ يِف الْبأْس ِاء و
َ الض َّراء َوح َ َ َ
.ك ُه ُم الْ ُمَّت ُقو َنَ ِص َدقُوا َوأُولَئ
َ
140
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, Hari Kemudian malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-mmta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan memmaikan zakat; dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa.
143
Dengan kondisi seperti dilukiskan di atas,
masyarakat sejahtera merupakan tempat bernaung
manusia taqwa yang telah dilahirkan oleh keluarga
sakinah. Dalam masyarakat sejahtera, manusia
taqwa dapat mewujudkan rasa ketaqwaannya secara
baik, yaitu menjadi hamba Allah yang selalu taat dan
dapat mengembangkan dorongan rasa sosial secara
wajar, yaitu dorongan untuk mensejahterakan
masyarakat.
Bagi seorang muslim, memiliki usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan
keharusan. Tanpa keinginan meningkatkan
kesejahteraan orang miskin, shalat yang merupakan
perbuatan terpuji dapat berubah menjadi perbuatan
munafik, seperti di firman Allah dalam Surat Al-
Ma'un/107:1-7.
Melalui masyarakat sejahtera akan tercapai
tujuan kehidupan manusia di bumi, yaitu untuk
selalu beribadat kepada Allah dan mengusahakan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
kesejahteraan umat manusia. MUHAMMADIYAH
Usaha mewujudkan
masyarakat sejahtera dapat tercapai apabila setiap
keluarga merupakan keluarga sakinah. Keluarga
sebagai unsur terkecil masyarakat berperan penting
dalam mewujudkan masyarakat sejahtera. Sebagai
lembaga keluarga yang mempunyai persyaratan
yang menyangkut kehidupan dunia akhirat, keluarga
sakinah akan sanggup melahirkan manusia taqwa
yang mampu bertanggungjawab atas kesejahteraan
manusia lain dan sanggup mewujudkan terbentuknya
masyarakat sejahtera. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa keluarga sakinah memiliki peran
ganda, yaitu di samping dapat melahirkan manusia
taqwa, keluarga sakinah dalam jumlah besar akan
melahirkan masyarakat sejahtera.
144
Berbagai studi telah dilakukan untuk memetakan
berbagai faktor yang menghambat proses pemberdayaan
perempuan. Dari studi yang dilakukan secara lintas
negara, lintas budaya, dan lintas etnik disimpulkan
bahwa persoalan perempuan bukan terletak pada diri
perempuan semata, tetapi berkaitan erat dengan
kompleksitas relasi sosial yang dipayungi ideologi
kultural yang membentuk cara pandang terhadap
eksistensi laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu,
membahas masalah perempuan sesungguhnya adalah
membahas persoalan relasi dan interaksi sosial, baik
secara individual antara perempuan dengan laki-laki
maupun antara perempuan dengan ketuarga, komunitas,
dan negara.
Persoalan perempuan dan agama makin marak
berkembang seiring dengan kesadaran baru kaum
perempuan untuk mempertanyakan sejauh manakah
agama mampu memberikan rasa aman dan segala bentuk
tekanan, ketakutan, dan ketidakadilan. Saat ini agama
mendapat tantangan baru karena dianggap sebagai salah
STUDI
satu unsur yang melanggengkan ketidakadilan terhadap
KEMUHAMMADIYAHAN
perempuan. Oleh karena itu para agamawan, baik
individual maupun secara kelompok dituntut untuk
secara jeli melihat, apakah ketidakadilan tersebut inheren
dalam agama itu sendiri ataukah persoalan terletak pada
tafsir keagamaan, bisa jadi, terpengaruh oleh bias
kultural tertentu.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang
cukup besar dan berpengaruh terhadap perkembangan
Islam di Indonesia, harus ikut menyumbangkan
pemikirannya dalam masalah pemberdayaan perempuan
ini, sesuai dengan pesan-pesan ajaran Islam. Tuntutan
keterlibatan Muhammadiyah dalam persoalan ini
sebenarnya sejalan dengan semangat tajdid (pemurnian
dan pembaharuan) yang dicanangkan oleh Kyai Haji
Ahmad Dahlan.
Pendirian beliau yang keras terhadap taqlzd dan
keterbukaan terhadap perubahan menjadikan
145
Muhammadiyah sebagai organisasi yang dinamis dan
akomodatif, tetapi juga memberi arah atas perubahan
selaras dengan pandangan Islam. Dengan semboyan
kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits, KH. Ahmad
Dahlan bersikap keras terhadap aspek-aspek kultural
yang disebut bid'ah dan sikap taqlid, karena hal itu dapat
membelenggu umat Islam pada hal-hal yang tidak
bermanfaat. Penyederhanaan upacara kematian
merupakan salah satu contoh KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan umat Islam untuk berhemat tanpa
menghilangkan unsur-unsur esensial yang diajarkan
Islam.
Di sisi lain, semboyan ini juga memungkinkan
Muhammadiyah untuk secara fleksibel dan terbuka bag!
unsur-unsur inovasi baru yang membawa maslahat, dan
tidak bertentangan dengan prinsip-prmsip kedua sumber
di atas. Hal tersebut tercermin dari keterbukaan KH.
Ahmad Dahlan untuk mengadaptasi berbagai bentuk
pemikiran dan institusi yang berasal dari kolonial Barat,
seperti sistem pendidikan, kurikulum, pakaian, panti
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
asuhan, dan rumah sakit. MUHAMMADIYAH
Dalam sekolah Muhammadiyah para murid
diajarkan ilmu-ilmu modern yang dipadukan dengan
ilmu-ilmu keislaman. Adaptasi tersebut berlawanan
dengan pendapat para tokoh Islam tradisional pada
zaman itu yang cenderung mengambil jarak dengan hal-
hal yang dianggap tradisi orang "kafir". Muhammadiyah
progresif meningkatkan posisi perempuan melalui
pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. Lebih dari
langkah yang dilakukan Kartini, sekolah puteri yang
diprakarsai hanya untuk mempersiapkan kaum
perempuan menjadi isteri dan ibu yang mandiri, KH
Ahmad Dahlan memberikan kesempatan yang sama bagi
anak laki-laki dan perempuan untuk belajar ilmu-ilmu
modern di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Kesempatan ini telah memberikan jalan bagi kaum
perempuan memasuki jenjang pendidikan yang sama
dengan laki-laki.
146
Di samping itu, bersama isteri, beliau memprakarsai
berdirinya Aisyiyah sebagai organisasi perempuan di
lingkungan Muhammadiyah. ' Aisyiyah termasuk
sebagai pioneer organisasi perempuan, yang turut
membidani lahirnya KOWANI pada tahun 1928.
Kemudian disusul dengan pendirian "Madrasah
Muallimat" sebagai sekolah agama khusus untuk murid
puteri.
Sebagai kelanjutan dari proses pemberdayaan
terhadap posisi perempuan, Aisyiyah dan
Muhammadiyah secara bersama-sama mengeluarkan
buku pedoman "Menjadi Isteri yang Berarti" pada
Muktamar tahun 1937. Meskipun buku tersebut lebih
banyak menekankan cara perempuan dapat berperan
sebagai istri dan ibu yang baik, namun secara ,kultural
sudah merespon tuntutan global bagi hak-hak perempuan
untuk menerima pendidikan dan membebaskan mereka
dari bias kultural yang mengesahkan kesewenangan
suami seperti yang digambarkan oleh Kartini.
Kesewenangan laki-laki ini dapat dihilangkan
STUDI
dengan mencantumkan kewajiban dan tanggung jawab
KEMUHAMMADIYAHAN
suami terhadap isterinya, termasuk kewajiban suami
untuk berbuat baik kepada isteri. Sedangkan secara
politis buku tersebut menjadi imbangan dan pemerintah
kolonial yang mendukung penyebaran agama Kristen
dengan menyediakan sekolah-sekolah keputrian.
TVijuan dari pendirian sekolah keterampilan keputrian
adalah untuk mempersiapkan mereka menjadi isteri para
birokrat lokal yang sebagian besar berpindah agama
Kristen. Seperti ditulis oleh Kumari Jayawardena (1986:
16) bahwa peran isteri sebagai pendamping suami yang
setia sangat ditekankan sebagai upaya untuk mencegah
mereka berbalik pada agama sebelumnya (Islam).
Buku "Menjadi Isteri yang Berarti" mengalami revisi
setelah digunakan selama 40 tahun. Tepatnya pada tahun
1972 dengan menggantinya dengan Adabul Mar'ahfil
Islam. Masa 40 tahun merupakan masa yang cukup
panjang bagi suatu perubahan visi di tengah intensitas
147
148
digunakan untuk mengkritisi berbagai ketimpangan
sosial yang berbasis jender.
Ketimpangan tersebut terjadi karena adanya bias
pemikiran yang meletakkan jender pada dataran given
(kodrati). Sesungguhnya jender merupakan konstruksi
sosial budaya terhadap laki-laki dan perempuan
termasuk citra diri: maskulin dan feminin, pola relasi,
posisi dan pembagian kerja dalam masyarakat. Jadi,
jender berbeda dari jenis kelamin (sex) yang bersifat
kodrati. Pembedaan antara jenis kelamin dan jender
adalah bahwa jenis kelamin (sex) bersifat universal,
menetap serta tidak bisa dipertukarkan seperti fungsi
organ-organ reproduksi. Sementara jender bersifat
particular dan khas dari satu budaya dari budaya yang
lain, berubah-ubah sesuai dengan perubahan
suprastuktur, struktur dan techno environment tertentu,
serta bisa dipertukarkan, seperti citra diri yang lemah
lembut atau keras dan rasional yang dapat terjadi, baik
pada diri laki-laki maupun perempuan. Demikian pula
dengan pembagian kerja domestik dan publik, hal itu
bukan merupakan bagian kodrati tetapi dikonstruksi
STUDI
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
KEMUHAMMADIYAHAN
Analisis jender adalah perangkat analisis yang
ditujukan untuk mengkritisi berbagai ideologi kultural
yang dirasakan merugikan perempuan di masa di mana
techno-environmet tidak mejadikan lagi aspek
kodratinya sebagai hambatan. Secara keras analisis
jender mempertanyakan ideologi kultural ketidak-adilan
ini. Secara umum persoalannya terletak pada budaya
patriarkhi yang dibangun di atas asumsi superioritas laki-
laki.
Namun, sebagai gerakan Islam yang berintikan
dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar, Muhammadiyah
melandasi wacana dan analisis jender yang ada dengan
prinsip-prinsip Islam. Artinya jender yang merupakan
konstruks sosial budaya tentang relasi dan peran laki-laki
dan perempuan harus berangkat dari risalah Islamiyah,
sebagaimana diyakini oleh Muhammadiyah.
149
Landasan risalah Islamiyah dalam merumuskan
kajian jender dapat mengelimimr sisi-sisi negatif dari
wacana dan analisis jender ala Barat Sekuler, yang
menganut liberalisme, relativisme, free sex, aborsi dan
anti-rumah tangga. Dengan demikian, Muhammadiyah
dalam melakukan islamisasi atas wacana jender yang
ada. Selanjutnya Muhammadiyah dapat memfasilitasi
kesadaran peran sosial perempuan muslimah yang
selaras dengan perkembangan jaman, namun dengan
pandangan hidup Islami.
2. Pemuda Muhammadiyah
Berasal dari berdirinya "Hizbul Wathon" yaitu tentara
tanah air yang dipelopori KH. Muhtar tahun 1920,
Anggotanya adalah angkatan muda dan remaja yang dididik
keterampilan kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan dan
sosial kependidikan. Hizbul Wathon (HW) terdiri atas dua
tingkat, yaitu tingkat anak-anak, dinamakan Panda Athfal:
dan tingkat remaja, dinamakan Pandu Penghela HW Athfal
dan HW Penghela pada saat itu dipimpin oleh dua tokoh KH.
Muhctar dan KH. Raden Hajid yang disebut Padvinder
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Muhammadiyah oleh orang Belanda. MUHAMMADIYAH
Dalam perkembangannya, tahun 1932 atas keputusan
konggres ke-21 di Makasar ditetapkan berdirinya "Pemuda
Muhammadiyah", dan baru diberi otonomi penuh sejak
Muktamar ke37 di Yogyakarta tahun 1968.
Pemuda Muhammadiyah Persyarikatan Muhammadiyah
diberi tugas sebagai berikut:
a. Menanamkan kesadaran dan pentingnya peranan putra
putri Muhammadiyah sebagai pelangsung gerakan
Muhammadiyah serta kesadaran organisasi.
b. Mendorong terbentuknya organisasi/gerakan pemuda
sebagai tempat bagi putra-putri Muhammadiyah yang
berdiri sendiri dalam pengayoman Muhammadiyah yang
berbentuk pengkhususan. (Pemuda, Pelajar, Mahasiswa,
Olah Raga, Kebudayaan dan sebagainya).
150
c. Memberi bantuan bimbingan dan pengayoman kepada
organisasi-organisasi tersebut serta menjadi penghubung
aktif secara timbal balik.
d. Memimpin dan menyelenggarakan musyawarah kerja.
Dalam perkembangannya tahun 1966, Muktamar
Pemuda Muhammadiyah IV di Jakarta tanggal 18-24
Nopember 1966 menetapkan dalam Muqaddimah AD
Pemuda Muhammadiyah bahwa Pemuda Muhammadiyah
memiliki fungsi sebagai: Pelopor, Pelangsung, Penyempurna
amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.
3. Nasyiatul Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul Aisyiyah bermula dari ide
Somodirjo dalam usahanya untuk memajukan
Muhammadiyah dengan mengadakan perkumpulan yang
anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri Standar
Scholl Muhammadiyah dengan nama Siswa Praja (SP) pada
tahun 1919. Thjuan terbentuknya Siswa Praja adalah:
a. Menanamkan rasa persatuan;
b. Memperbaiki Akhlak; dan
c. Memperdalam agama,
Siswa Praja memiliki ranting-ranting di sekolah-sekolah
Muhammadiyah yang ada, yaitu: Suronatan, Karangkajen,
STUDI
Bausasran dan Kota Gede. Siswa Praja Wanita (SPW),
KEMUHAMMADIYAHAN
pimpinannya diserahkan pada Siti Wasilah sebagai Ketua.
Tempat mengadakan kegiatan SPW di rumah Haji Irsyad
(musholla Aisyiyah Kauman Yogyakarta sekarang) dengan
bentuk pengajian, berpidato, jama'ah shalat dan kegiatan
keputrian.
Pada tahun 1923 secara organisatoris SPW
menjadiurusan Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan
nyata; pada tahun 1931 nama SPW diganti dengan Nasyiatui
'Aisyiyah (Nasyiah). Tahun 1938 pada konggres
Muhammadiyah ke-26 diYogyakarta diputuskan "simbol
padi" menjadi simbol Nasyiah. Bapak Achyar Anies
kemudian mengarang nyanyian simbol padi dan dijadikan
sebagai lagu "Mars Nasyiah".
151
Revolusi percaturan politik telah mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Organisasi-organisasi termasuk
Muhammadiyah, Aisyiyah dan Nasyiah mengalami
kemacetan pada masa revolusi tersebut. Baru setelah
Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1950, saat
itu Aisyiyah menjadi otonom, maka peran Nasyiah semakin
diperhatikan.
Ketika Muktamar di Jakarta tahun 1962, Nasyiah mulai
diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah sendiri.
Pada tahun 1963 dalam sidang Tanwir disepakati untuk
memberi status otonom kepada Nasyiah di bawah pimpinan
Majelis Bimbingan Pemuda.
Dengan didahului konferensi di Solo, maka pada tahun
1965 di Bandung, Nasyiah berhasil mengadakan Munasnya
yang pertama bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah
dan Aisyiyah. Munas diikuti oleh 33 daerah dan 1666
cabang. Mulai saat itu, Nasyiah mendapatkan status sebagai
organisasi otonom Muhammadiyah. Secara organisatoris
lepas dari Aisyiyah, namun secara kekeluargaan Aisyiyah
tetap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Nasyiah.
Nasyiatui Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader
Muhammadiyah, yang merupakan gerakan putri Islam,
bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
keputrian. Maksud gerakan putri IslamMUHAMMADIYAH
ialah menggerakkan
putri-putri Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran
Islam, serta mengajak dan mengarahkan orang lain sesuai
dengan tuntunan Al-Qur'an dan as-Sunnah, menuju
terbentuknya putri Islam yang berakhlak mulia.
Dalam melaksanakan usahanya menuju terbentuknya
pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, bangsa dan
negara, serta menjalankan fungsinya sebagai kader umat,
kader persyarikatan dan kader bangsa, Nasyiah mendasarkan
usaha dan perjuangannya di atas prinsip-prinsip yang
terkandung di dalam Anggaran Dasarnya, yaitu:
a. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat
kepada Allah SWT;
b. Menunaikan kewajiban terhadap agama, bangsa dan
negara serta rumah tangga, agar terwujud masyarakat
152
yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah lindungan
Tuhan yang Maha Pengampun;
c. Berakhlak mulia, memurnikan agama, suka dan ikhlas
bekerja karena Allah serta senantiasa berjuang dengan
gembira;
d. Melancarkan dakwah Islam amor ma'ruf nahz munkar',
dan
e. Melancarkan amal usaha dan perjuangan, serta
meningkatkan fungsi dan peran Nasyiatui 'Aisyiyah
sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna
perjuangan Muhammadiyah/'Aisyiyah.
153
organisasi mahasiswa Islam adalah HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam).
Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di
Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan
tinggi Muhammadiyah mengadakan konggres mahasiswa
Muhammadiyah di Yogyakarta. Dalam Konggres tersebut,
upaya membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa
Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15
Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya
Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs.
Muhammad Djazman, dan kemudian dikoordinasi oleh Ir.
Margono, dr. Soedibyo Markoes dan Drs. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi
mahasiswa ini juga datang dari mahasiswa Muhammadiyah
yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z.
Suherman, M. Yasif, dan Sutrisno Muhdam. Dengan
banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda
Muhammadiyah waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua
Umum dan M. Djazman Al-Kindi sebagai Sekretaris Umum
mengusulkan kepada PP Muhammadiyah yangwaktu itu
diketuai oleh KH. Ahmad Badawi untuk mendirikan
organisasi khusus bagi mahasiswa dengan nama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Usulan itu disetujui
oleh PP Muhammadiyah, yang kemudian diresmikan pada
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawal 1384MUHAMMADIYAH
H).
Peresmian berdirinya IMM diadakan di gedung Dinoto
Yogyakarta dengan ditandai penandatangan "Lima
Penegasan IMM" oleh KH Ahmad Badawi yang berbunyi;
a. Menegaakan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa
Islam;
b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah
landasan perjuangan IMM;
c. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah organisasi
mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala
hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan
falsafah Negara;
d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal
adalah ilmiah; dan
154
e. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta'ala dan
senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Kedua, faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor
ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan
berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi
kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan
organisasi-organisasi mahasiswa.
Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih
banyak dipenuhi oleh tradisi, paham dan keyakinan yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Keyakinan dan praktik keagamaan umat Islam termasuk di
dalamnya mahasiswa banyak bercampur baur dengan
takhayyul, bid 'ah dan khurafaf.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI),
keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan konflik
kekuasaan antar golongan dan partai politik. Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) pada masa ini, kendati telah
berusaha menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bagian dari
kekuatan revolusioner, namun HMI tetap menjadi sasaran
PKI untuk dibubarkan seperti halnya organisasi-organisasi
mahasiswa yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa HMI
pada mulanya didirikan dan dibesarkan oleh orang-orang
Muhammadiyah untuk mengembangkan ideologi
STUDI
Muhammadiyah.
KEMUHAMMADIYAHAN Maka berdirinya IMM ikut membantu dan
mempertahankan HMI dari upaya pembubaran oleh PKI.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah merupakan gcrakan mahasiswa
Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan
dan kemahasiswaan, memiliki fungsi:
a. Sebagai organiasi kader, senantiasa bempaya melakukan
proses untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan
potensi manusiawi anggota ikatan sesuai dengan fitrah
yang diberikan Allah SWT. Yakni sebagai kader
persyarikatan, umat dan bangsa;
b. Sebagai organisasi da'wah, senantiasa berupaya untuk
menginternalisasikan dan mensosialisasikan agama
Islam ke dalam segenap dimensi kehidupan,
155
menyadarkan dan meyakinkan anggotanya bahwa ia
berada dalam kaitan dari tanggungjawab sebagai
khalifatiullah fil ardli, pengemban misi Robbani; dan
c. Sebagai eksponen mahasiswa Islam dalam
Muhammadiyah, IMM merupakan bagian dari mata
rantai perjuangan dan gerakan Mahasiswa Islam
Indonesia yang berada dalam Muhammadiyah yang
berusaha memadukan kompetensi aqidah dan intelektual.
156
IPM di Medan yang diganti menjadi Muktamar terbatas di
Yogyakarta.
Dalam Konpiwil (Konferensi Pimpinan Wilayah) IPM
tahun 1992 di Yogyakarta, Menpora RI. Ir. Akbar Tanjung
secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada
IPM untuk melakukan penyesuaian dalam tubuh organisasi.
Konpiwil PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir
direktori organisasi dengan disertai catatan untuk merubah
nama IPM.
Dengan berbagai pertimbangan pada tanggal 18
Nopember 1992 nama IPM resmi diganti menjadi Ikatan
Remaja Muhammadiyah (IRM). Setelah perubahan nama
IPM menjadi IRM, Muktamar IRM yang pertama
dilaksanakan pada tanggal 3-7 Agustus 1993.
Setelah berlalu pemerintahan yang represif dan dengan
bangkitnya gerakan reformasi, juga melalui perdebatan yang
cukup lama akhirnya Muktamar IRM VI di Solo, Jawa
Tengah pada tanggal 23-28 Oktober 2008, kata "remaja"
pada IRM dikembalikan kepada khittahnya, yaitu PELAJAR,
sehingga JRM kembali menjadi IPM (Ikatan Pelajar
Muhammadiyah).
158
Tapak Suci Putra Muhammadiyah lahir dan berkembang
untuk menjadi pelopor pengembangan pencak silat yang
metodis dan dinamis dengan dasar;
a. Membina pencak silat yang berwatak serta
berkepribadian Indonesia, bersih dari ilmu sesat dan
syirik;
b. Mengabdi perguruan untuk perjuangan agama serta
bangsa dan negara;dan
c. Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus
merupakan tindakan-tindakan kesucian,
Tapak Suci Putra Muhammadiyah mengajarkan pencak
silat sebagai olah ragawi yang menyeimbangkan antara lahir
dan batin dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Jadi,
iman dan akhlak anak didik Tapak Suci merupakan sumber
kekuatan yang berasal dari Allah dan sama sekali bukan
berasal dari manusia itu sendiri.
160
2) Sukarela, artinya tidak ada paksaan atau perintah
untuk menjadi anggota.
3) Nasional, artinya diperuntukkan bagi bangsa
Indonesia, bergerak di bumi Indonesia dalam rangka
mencerdaskan bangsa.
4) Islami, sebagai salah satu dari organisasi otonom
Muhammadiyah, yang mengemban misi dan visi
Persyarikatan.
c. Ciri khas Kepanduan Hizbul Wathon
Ciri khas Kepanduan HW ditandai dengan prinsip dasar
dan metode pendidikan:
1) Prinsip Dasar yang harus dipatuhi adalah:
a) Pengamalan aqidah islamiyah.
b) Pembentukan dan pembinaan akhlak mulia
menurut ajaran Islam.
c) Pengamalan Kode Kehormatan Pandu.
d) Pendidikan di luar lingkungan keluarga dan
sekolah.
e) Satuan dan kegiatan terpisah antara putera dan
puteri.
f) Tidak terkait dan berorientasi kepada partai
politik atau golongan tertentu.
2) Metode Pendidikan yang diterapkan adalah:
a) Kegiatan dilakukan di alam terbuka.
b) Pendidikan dengan metode yang menarik,
STUDI
menyenangkan dan menantang.
KEMUHAMMADIYAHAN
c) Pemberdayaan anak didik dengan penerapan
sistem beregu.
d) Penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda
kecakapan.
Kesimpulan
161
1. Muhammadiyah menetapkan unsur pembantu penyelenggara
amal usaha dalam tugas khusus. Dan lainnya, berupa Majelis dan
Lembaga.
2. Majelis-majelis terdiri atas: Majelis Tarjih dan Tajdid, Majelis
Tabligh dan Dakwah Khusus, Majelis Pendidikan Tinggi
Penelitian dan Pengembangan, Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah, Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat,
Majelis Ekonomi dan, Kewirausahaan, Majelis Wakaf dan Zakat
Infaq, Shadaqah (ZIS), Majelis Pendidikan Kader, dan Majelis,
Pemberdayaan Masyarakat.
3. Lembaga-lembaga yang dibentuk yaitu; Lembaga, Hikmah dan
Kebijakan Publik, Lembaga Hubungan dan Kerjasama Luar
Negeri, Lembaga Hukum, Lembaga Lingkungan Hidup,
Lembaga Pustaka dan Informasi, Lembaga Pembinaan dan
Pengawas Keuangan, dan Lembaga Seni dan Budaya, Lembaga
Pengembangan Pondok, Lembaga Dakwah Khusus.
4. Muhammadiyah juga memiliki beberapa ortom, yaitu 'Aisyiyah
(sebagai ortom khusus, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatui
'Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, Tapak Suci Putra Muhammadiyah, dan Pandu
Hizbul Wathon.
162
Sosial Budaya 2.
3. Muhammadiyah dan Muhammadiyah dalam
Ekonomi mencerdaskan bangsa
4. Muhammadiyah dan 3.
Politik Muhammadiyah dalam bidang
5. Muhammadiyah dan sosial budaya
Tantangan Ghazwul Fikri 4.
ekonomi Muhammadiyah dalam
kehidupan riil.
5.
para pemimpin
Muhammadiyah terdahulu
6.
Islam kontemporer.
164
Merauke, dengan jejang yang sangat beragam, mulai dari Taman
Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.
Dalam buku Islamic Movement in Indonesia, yang
diterbitkan Pengurus Pusat Muhammadiyah, diungkapkan
jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah dari TK sampai
Perguruan Tinggi tidak kurang dari 9.500 unit. Selain selumh
jenjang pendidikan telah dirambah, lembaga pendidikan
Muhammadiyah pun amat beragam mulai dari sekolah umum,
sekolah al-Qur'an sampai kejuruan. Jumlah maupun ragam
lembaga pendidikan Muhammadiyah diperkirakan akan terus
bertambah, seperti yang dilaporkan oleh Pimpinan Daerah
Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dalam
Muktamar ke-43 di Jakarta bahwa daerah-daerah akan
mengusulkan pendirian sekolah-sekolah menengah dan
Perguruan Tinggi baru.
Menurut database Persyarikatan, lembaga
Muhammadiyah terdistribusi sebagai berikut;
No Jenis Amal Usaha Jumlah
1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.252
3 Sekolah Menengah Pcrtama (SMP)/MTs 1.111
4 Sekolah Menengah Atas (SIMA)/SMK/MA 1.291
5 Pondok Pesantren 67
6 Perguruan Tinggi Muhammndiyah 171
7 Rumah Sakit. Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 2.119
8 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga. dll. 318
9 Panti jompo 54
STUDI
10 Rehabilitasi Cacat
KEMUHAMMADIYAHAN 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) 71
12 Masjid 6.118
13 Musholla 5.080
14 Tanah 20.945.504 m2
167
Berbagai pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam
forum Pengajian Malam Jum'at, di kemudian hari menjadi latar
belakang berdirinya dan dibentuknya berbagai Badan Pernbantu
Pimpinan yang sekarang dikenal dengan Majelis atau Bagian,
seperti Korps Mubaligh Keliling mendorong terbentuknya
Majelis Tabligh. Penyantunan dan perbaikan kehidupan
mendorong dibentuknya Majelis Pembina Kesejahteraan Umat
(PKU) yang mempunyai tugas: (1) penyantunan fakir miskin dan
anak-anak yatim-piatu serta anak gelandangan; dan (2)
menyantuni orang-orang yang sakit (kesehatan). Setelah mampu
mendirikan Rumah Sakit pada tahun 1938, pembebasan beaya
pengobatan bagi fakir-miskin diusahakan, di samping
membangun rumah fakir-miskin.
Pada Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta,
peningkatan penyantunan kaum dhu'afa menjadi tema
Muktamar, setelah diketahui bahwa rakyat Indonesia masih ada
27 juta yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam Muktamar
disepakati bahwa yang dimaksud dengan kaum dhu'afa adalah
kaum lemah, fakir-miskin yang tidak mempunyai penghasilan,
tidak mampu karena lanjut usia, cacat mental dan fisik yang
memerlukan santunan secara terus-menerus. Secara khusus,
pengertian dhu'afa juga mencakup kaum yang mempunyai
penghasilan, tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidup yang layak
sehingga memerlukan bantuan modal, pendidikan keterampilan,
managemen dan teknologi untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya.
Pendidikan kaum dhu'afa yang selama ini telah
dilaksanakan oleh Muhammadiyah perlu ditingkatkan dan
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
diitensifkan yang ditujukan kepada prinsipKEMASYARAKATAN
"memberi kail, bukan
memberi ikan" terbadap individu dan atau kelompok masyarakat
dengan mengusahakan faktor-faktor produksi yang terdiri dari:
(1) lahan, (2) modal, (3) managemen, dan (4) teknologi.
170
Warga Muham-madiyah yang disahkan dalam Muktamar ke-
44 tahun 2000 di Jakarta disebutkan sebagai berikut:
a. Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi
ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia.
Islam bahkan menyalurkan, mengatur dan mengarahkan
fitrah manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan
manusia sebagai makhluk Allah;
b. Rasa sent sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri
manusia merupakan salah satu fitrah yang
dianugerahkan Allah yang hams dipelihara dan
disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa
dan ajaran Islam;
Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995
ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh)
selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad
(kerusakan), diarar (bahaya), Isyyan (kedurhakaan), dan
ba'id 'anillah (terjauhkan dari Allah); maka pengembangan
kehidupan seni dan budaya di kalangan Muhammadiyah
harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam
sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut Di samping itu juga
diungkapkan bahwa:
a. Seni rupa yang objeknya makhluk bernyawa seperti
patung, hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana
pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah;
b. Serta menjadi haram bita mengandung unsur yang
STUDI
membawa isyydn (kedurhakaan) dan kemusyrikan;
KEMUHAMMADIYAHAN
c. Seni suara, baik seni vokal maupun instrumental, seni
sastra, dan seni pertunjukan pada dasarnya, mubah
(boleh) serta menjadi terlarang manakala seni tersebut
menjurus pada pelanggaran nonna-norma agama dalam
ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual
maupun visual;
d. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana
171
mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau
sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang
berperadaban;
e. Menghidupkan sastra Islam bagian dari strategi
membangun peradaban dan kebudayaan muslim.
Dengan keputusan tersebut Muhammadiyah telah
merespon perkembangan seni dan budaya kontemporer. Hal
ini sekaligus menjawab kritikan terhadap Muhammadiyah
yang dikatakan sebagai gerakan yang tidak apresiatif
terhadap seni dan kebudayaan.
175
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)".
182
dari orang-orang yang berpikir sempit dalam menghadapi
hidup ini.
Sementara di pihak lain, menyikapi istilah Ghazwul
Fikri. adalah benar adanya. Hal itu disebabkan oleh sebuah
pandangan bahwa pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari
pandangan hidupnya. Pandangan hidup adalah refleksi
kehidupan manusia yang bersumber dari kultur, agama,
kepercayaan, filsafat, ras dan sebagainya. Dengan pandangan
fcersebut, seorang Muslim memiliki pandangan hidup
(worldview) yang berbeda dengan pandangan hidup lain,
misalnya pandangan hidup Barat-Sekuler. Muhammadiyah
adalah merupakan gerakan Islam yang memandang bahwa
Dinul Islam adalah satu-satunya agama yang diterima oleh
Allah, satu-satunya jalan hidup yang wajib diikuti oleh umat
manusia untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. "Islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada para Rasul, sebagai hidayah dan rahmah
Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin
kesejahteraan hidup material dan spiritual, duniawi-ukhrawi.
Agama Islam, yakni agama yang dibawa Nabi Muhammad
sebagai Nabi akhir zaman, ialah agama yang diturunkan
Allah yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi
yang Shahih (Sunnah Maqbulah), berupa perintah-perintah,
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
larangan-larangan, dan petunjuk-pctunjuk untuk kebahagiaan
hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat
kaffah, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-
pisahkan, yang meliputi bidang-bidang aqiclah, akhlak,
ibadah dan mudmalah dunyawiyyah (Baca pula QS. al-
Syu'ra/42:13, Kitab Masalah Lima, dan MKCH
Muhammadiyah).
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata
kepada Allah, agama semua Nabi, agama yang sesuai dengan
fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk manusia,
mengatur hablun minnallah zva habhm minannas, agama
rahmah bagi semesta alam, merupakan satu-satunya agama
yang diridhai Allah, dan agama yang sempurna. (QS. Ali
lmron/3: 19 dan 112).
183
Dengan beragama Islam, setiap Muslim memiliki
landasan tawhidullah, dan menjalankan peran dalam hidup
berupa ibadah (pengabdian vertikal) dan khilafah
(pengabdian horisontal) dan bertujuan meraih ridha dan
karunia Allah. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi
kenyataan dalam kehidupan duniawi, apabila benar-benar
diimani, dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh
Muslimin secara totalitas (kaffah) (QS. Al-Fath/4S: 29, Al-
Baqarah/2:208).
Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan
sungguh-sungguh, akan melahirkan manusia yang memiliki
kepribadian Muslim, kepribadian Mukmin, kepribadian
Muhsin dan kepribadian Muttaqin. Setiap Muslim yang
memiliki kepribadian di atas dituntut memiliki aqidah
berdasarkan al-tawhid al-khalis (tauhid yang bersih) dan
istiqamah, terhindar dari kemusyrikan, bid'ah dan khurafat.
(baca: Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah).
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam pandangan
Muhammadiyah realitas plural pemikiran dan pandangan
hidup manusia meniscayakan terjadinya ghazwul fikri.
Kenyataan ghazwul fikri, juga diakui oleh para pemikir
Barat, seperti Huntington dengan istilah Clash of
Civilization (benturan peradaban), Peter Berger dengan
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
Collision of consciousness (tabrakan persepsi) (Zarkasyi,
KEMASYARAKATAN
Hamid Fahmi, 2005:1).
Gambaran tentang ghazwul fikri, atau benturan
peradaban merupakan skenario yang tidak menyenangkan
banyak pihak, namun ia memiliki unsur-unsur kebenaran
yang dapat dimengerti. Realitas menunjukkan bahwa umat
manusia terkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban.
Karena masing-masing peradaban memiliki karakter yang
berbeda-beda, sudah tentu cara berpikir manusia dalam
masing-masing peradaban itu pun berbeda pula. Jika eara
berpikir, cara pandang terhadap sesuatu, nilai-nilai moralitas
dan sebagainya diimpor oleh atau diekspor kepada
peradaban lain, maka dijamin pasti akan mengakibatkan
pergolakan pada salah satunya. Pada tingkat social akan
mengakibatkan kekagetan budaya (culture shock) dan
184
pergolakan pemikiran. Pada tingkat individu akan
mengakibatkan kerancuan dan kebingungan (confusion)
konseptual, dan pada tingkat peradaban akan mengakibatkan
clash of civilization atau lebih tepatnya clash of worldview
(Zarkasyi, Hamid Fahmi, 2005:1).
2. Benturan Peradaban Barat dan Islam
Skenario clash of civilisation dari Samuel Huntington
merupakan mata rantai dari upaya hegemoni peradaban dan
pandangan hidup Barat atas peradaban Timur, termasuk dan
terutama Islam. Semakin menguatkan hegemoni Barat
tersebut pada abad ini, menunjukkan bahwa yang terjadi saat
ini adalah perang pemikiran antara peradaban Islam dan
kebudayaan Barat, atau pandangan hidup Islam dan
worldview Barat. Tests dan skenario Huntington adalah
merupakan pengakuan dan legitimasi bahwa antara
peradaban Barat dan Islam terdapat perbedaan. Jadi
perbedaan yang diasumsikan mengakibatkan ketegangan,
benturan, konflik, atau pun peperangan di masa depan,
sebenarnya telah terjadi di masa lalu dan masa kini. Ia
bukan sekedar ramalan dan khayalan, tetapi realitas konkret
yang perlu diantisipasi atau setidaknya direduksi
dampaknya. Eksposisi Huntington yang mengatakan bahwa
konflik yang terjadi bukanlah konflik agama dan ideologi,
STUDI
tetapi konflik kultur dan peradaban. Akan tetapi, harus
KEMUHAMMADIYAHAN
disadari bahwa konflik peradaban adalah konflik pandangan
hidup (worldview). Maka istilah ghazwul fikri adalah lebih
relevan, karena saat ini peradaban Barat dengan worldview-
nya. begitu gencar mempengaruhi, menyerang atau
menghegemoni peradaban Islam dengan seluruh seginya.
Perbedaan paradigma pandangan hidup Islam dan Barat
dapat digambarkan sebagai berikut :
185
PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM DAN
BARAT
187
negara, sehingga
pemusuhan agama dan
negara tidak
membahayakan iman,
bahkan menguatkan
karena banyak persoalan
politik yang bisa
mengotori agama
STUDI 189
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pokok-pokok Pikiran Liberalisasi Pemikiran Islam
Bangunan utama pemikiran Islam terdiri dari konsep dan
terminologi Islam, sumber-sumber pemikiran Islam,
persoalan metodologis mengenai masalah al-tsawabit
(masalah-masalah agama yang baku) dan al-mutaghayyirat
(masalah-masalah agama yang dinamis), dan hubungan
dengan keyakinan dan agama yang berbeda (pluralitas dan
pluralisme agama).
Konsepsi dan terminologi Islam telah menjadi komoditas
yang begitu menarik bagi kaum liberalis untuk menyebarkan
virus-virus pemikiran yang membahayakan bagi aqidah dan
keyakinan Islam. Upaya tersebut dilancarkan dengan
melakukan reduksi pemahaman terhadap terminologi Al-
Islam dan mengaburkan antara konsep "islam" dengan "Al-
Islam". Reduksi ini diawali dengan membawa terminologi
Al-Islam menjadi "islam" dan mengalihkan makna
terminologis menjadi makna generik-etimologis.
Dengan demikian Al-Islam dianggap sama saja dengan
'islam' yang hanya bermakna "kepasrahan" kepada Allah.
Dan pengertian generik itulah yang diangkat sebagai makna
substantif Islam. Dengan pengertian tersebut, seseorang
dapat mengabaikan aspek-aspek aqidah dan syari'ah, yang
dipandang sebagai aspek-aspek artifisial dari agama. Dan
ujungnya adalah semua umat beragama selama memiliki
kepasrahan kepada Tuhan yang diyakininya adalah Islam.
Dengan demikian, ayat yang berbunyi inna al-dina
indallah Al-Islam bukan untuk menyatakan bahwa al-Islam
adalah satu-satunya agama Allah, tetapi semua agama dan
pemeluk agama adalah memiliki dan mengandung makna
Islam, yang implikasi berikutnya tidak boleh ada truth claim.
Sorotan berikutnya ditujukan kepada sumber-smnber
ajaran Islam, yakni al-Qur'an dan al-Sunnah. Generasi
Muslim liberal, termasuk beberapa oknum dalam tubuh
Muhammadiyah mencoba untuk melepaskan dan
membebaskan diri dari ikatan-ikatan kaidah dalam
memahami sumber ajaran Islam sebagai dirintis oleh
Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in, serta ulama-ulama
berikutnya, baik salaf maupun khalaf. Modus operandi yang
190 MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
KEMASYARAKATAN
dilakukan, misalnya dengan mencoba membongkar ittifaq
al-ulama' dan ijma' al-ummah, seperti bahwa al-Qur'an
adalah yang mutlak kebenarannya, dan otentik eksistensinya.
Mereka dengan merujuk berbagai pandangan orientalis
kuffar, menyatakan bahwa otentisitas al-Qur'an sebagai
kalamullah perlu diuji ulang, sehingga kebenaran yang
dikandungnya pun perlu digugat ulang.
Kesepakatan umat Islam akan keabsahan mushhaf
Utsmani mulai digugat dan dimunculkan ide al-Qur’an Edisi
Kritis, yang ingin merevisi dan menyunting ulang mushhaf
Utsmani. Ide ini, sudah barang tentu tidak merupakan
pemikiran orisinal pemikiran kaum Islam Liberal, tetapi hasil
"kulakan" dan adopsi atas pemikiran orientalis, terutama
dengan tokohnya Arthur Jeffrey dan tokoh orientalis lainnya.
Kalau al-Qur'an sebagai sumber pertama dan utama
ajaran Islam telah digugat eksistensinya, terlebih-lebih al-
Hadits al-Nahawi, yang "hanya" merupakan sumber
sekunder. Mereka berpandangan bahwa terlalu banyak
nashnash hadits yang harus dibuang sebagai sampah, karena
hanya mempersempit gerak hidup manusia. Penolakan itu
dilakukan dengan berbagai macam dalih dan isu, misalnya
isu gender, HAM, demokratisasi, wacana pluralisme
multikulturalisme dan sebagainya.
Isu penting berikutnya, yang disoroti adalah persoalan
metodologi pumikiran dan pemahaman Islam. Akhir-akhir
ini wacana trntang metodologi pemikiran Islam, termasuk
sebagian kecil di kalangan Muhammadiyah, menggugat
masalah al-tsawabit (masalah-masalah baku) dan masalah
al-mutaghayyirat (masalah-masalah yang berubah), sehingga
yang terjadi adalah kekaburan tentang mana yang terma-suk
dalam masatah-masalah al-din al-mahdhi al-tawqifi, yang
baku, dan mana yang termasuk masalah-masalah yang
bersifat ijtihddiyah yang selalu berkembang.
Misahiya gugatan terhadap keyakinan bahwa Al-Islam
adalah satu-satunya agama yang diterima oleh Allah, yang
selanjutnya dimunculkan aqidah pluralisme, multifaith dan
sejenisnya. Juga munculnya gugatan tentang batas-batas
STUDI 191
KEMUHAMMADIYAHAN
aurat wanita, yang sudah baku batas-batasnya berdasarkan
sabda Rasulultah SAW dalam hadits Bukhari-Muslim.
Isu penting yang tidak kalah menariknya dalam
liberalisasi pemikiran Islam adalah wacana pluralisme
agama, Tema utama yang diangkat dalam masalah ini adalah
pandangan tentang kebenaran agama, keselamatan dan
kebahagiaan dalam kehidupan akhirat. Kecenderungan
pluralisme adalah membawa manusia untuk memandang
bahwa semua agama adalah sama. Sama benarnya, sama
selamatnya. Perbedaan agama satu dengan yang lain
hanyalah pada tataran lahir saja, semenfcara esensi semua
agama hanya satu, sama yakni penghambaan kepada Tuhan.
Munculnya paham pluralisme saat ini mengemuka
dengan dua model. Yang pertama, yang bernuansa
spiritualisme sufistik yang dikenal dengan konsep
transcendent unity of religion, kesatuan agama-agama, yang
dalam dunia tasawuf dikenal dengan konsep wahdat al-
adyan, yaitu karena Tuhan itu satu, maka esensi agama
adalah satu.
Manusia yang telah mencapai maqam haqiqat, maka ia
akan melampaui segala agama. Ia tidak perlu terikat aturan-
aturan syariat. Di kalangan pemikiran Barat Orientalis,
paham ini diusung oleh WC. Smith, yang muaranya akan
membawa pemeluk agama untuk tidak terlalu terikat pada
pendekatan legal-formal dari suatu agama. Sedangkan model
kedua, yang lebih diwarnai oleh perubahan sosial sebagai
akibat dari globalisasi dan globalisme, muncullah konsep
world theology atau global theology. Konsep yang diusung
oleh John Hick ini memandang dengan adanya arus
globalisasi dan paham globalisme tidak ada lagi sekat-sekat
budaya, ideologi, termasuk agama. Semuanya harus
berkumpul dalam rumah pluralisme. Budaya, ideologi dan
agama tidak boleh mengikat manusia secara eksklusif. Demi
kebersamaan dan keterbukaan diperlukan kebersediaan
untuk melepaskan ikatan primordial budaya, ideologi,
termasuk agama.
STUDI
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam,
yang berdasar kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta
pemahaman salafal-shalih, (2) modemisasi dan
pembahaman bidang manajemen dan gerakan keumatan
dengan tetap berlandaskan orisinalitas ajaran Islam,
mestinya tetap tegak dan tegar di tubuh Muhammadiyah,
dengan dipelopori oleh elite kepemimpinannya.
Konsistensi dalam bidang diniyah ini meniscayakan
Muhammadiyah untuk membentengi diri dari unsur-
unsur yang mengotori pemahaman, pemikiran,
penghayatan dan pengamalan agama, baik yang
bernuansakan TBC (takha-yyul, bid'ah, dan khurafat)
klasik, seperti paham paganisme, tasawuf wihdatul
adyan dan wihdatul wujud, maupun TBC modern seperti
paham Islam liberal-sekular, yang mencoba mengadopsi
berbagai metodologi pemikiran yang datang dari luar
Islam tanpa kritik, yang implikasi berikutnya berbentuk
berbagai penyimpangan dan penyakit sosial, seperti
korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme, yang
melanda negeri ini, termasuk dalam tubuh
Muhammadiyah.
Sekiranya konsistensi ini tetap terjaga di
Muhammadiyah, sudah semestinya tidak perlu gamang
menghadapi kritik tentang kebekuan dan kejumudan
pemikiran Muhammadiyah. Karena kritik itu banyak
dilontarkan oleh kaum pragmatis liberal dan sekular,
meskipun ada juga sedikit kritik yang positif dan
konstruktif. Namun, kalau disimak lebih mendalam,
sebenarnya terlalu banyak kritik yangjustru ingin
mengobrak-abrik tatanan Muhammadiyah bahkan
tatanan Islam, dengan mengaburkan dan
mencampuradukkan masalah-masalah al-tsawabit (hal-
hal baku dalam agama) dan masalah-masalah al-
mutagha-yyirat (hal-hal yang memungkinkan terjadinya
perubahan).
Prinsip Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian
pemahaman, pemikiran, penghayatan dan pengamalan
ajaran Islam merupakan prinsip yang baku yang hams
196
STUDI
Pemikiran Islam. Yang terjadi tidak menyemangati
pemikiran Islam dalam rangka memandu umat, justru
sebaliknya menimbuikan kontroversi, karena
memisahkan antara pemikiran dengan penghayatan dan
pengamalan, memisahkan antara wacana dan fatwa.
Padahal semestinya, kesemuanya itu adalah satu
kesatuan yang tak terpisahkan, dengan landasan sumber
ajaran Islam yang otentik, dengan tetap memahami
realitas umat untuk didekati dan dibawa menuju otentitas
dan orisinalitas Islam ideal. Kontroversi itu muncul dari
produk wacana pemikiran yang ditawarkan seperti Tafsir
Tematik Hubungan Antar Agama, yang kental dengan
paham pluralisme, juga lontaran personil pimpinan
Majelis Tarjih yang mengatakan jilbab tidak wajib dan
aurat perlu didefinisi ulang, dan seterusnya. Kontroversi
inijelas, secara akademik tidak memiliki manfaat
signifikan, dan dari sudut keagamaan justru mengarah
kepada pendangkalan aqidah dan pengaburan syariat.
b. Konsistensi Sosial Politik
Berkali-kali, Muhammadiyah menegaskan dirinya
sebagai organisasi dakwah, yang bergerak dalam bidang
sosial pendidikan dan kesejahteraan sosial, serta sebagai
organisasi kemasyarakatan, yang tidak berafiliasi kepada
partai politik tertentu, tidak merupakan kendaraan untuk
meraih kekuasaan, dan seterusnya.
Namun, karena goyahnya keistiqomahan
kepemimpinan Muhammadiyah, berulangkalijuga,
Muhammadiyah terjebak dalam arus politik kekuasaan,
yang seringkali hampir menanggalkan khittahnya
sebagai gerakan dakwah Islam. Kalau Muhammadiyah
konsisten dan istiqomah dengan Khittah dan
Kepribadiannya, tidak akan tergiur untuk terseret dan
menyeret diri dalam arus politik praktis dan politik
kekuasaan. Gerakan politik Muhammadiyah adalah
politik untuk dakwah, sehingga Muhammadiyah
memang harus aktif dan proaktif memberikan kontribusi
pemikiran strategis-Islami bagi pengembangan dan
pembangunan bangsa, tanpa harus terjebak pada politik
198
STUDI
hujatan bahwa gerakan purifikasi dalam Muhammadiyah
telah menggusur potensi kultur lokal, tanpa memahami
persoalan dan konteks budaya lokal tersebut jika
dikaitkan dengan aqidah, akhlak dan mu'amalah Islam.
Akibat lanjut dari kegamangan ini adalah kecenderungan
warga dan pimpinan Muhammadiyah yang pennisif
terhadap berbagai budaya lokal dan global, tanpa
memperdulikan aspek-aspek munkarat yang terjadi.
Konsistensi Muhammadiyah dalam bidang Sosial
Budaya, harus dijaga dan diperkuat dengan prinsip
pemumian budaya Islam dari pengaruh TBC dan
kemusyrikan, nilai hedonistik, dan syahwat duniawi.
Penguatan konsistensi dan visi sosial budaya yang
bertumpu pada prinsip purifikasi, tidak mesti dimaknai
sebagai pengembangan budaya monolitik dan anti
perbedaan. Perbedaan (al-zkhtilafat wal khilafiyat) dan
kemajemukan-keragaman (al-tanaurwwi'-i'yyat) adalah
realitas yang mesti diterima oleh siapapun sebagai
bagian dari sunatullah. Segala potensi budaya baik
budaya lokal maupun budaya global, selama sejalan dan
tidak bertenfcangan dengan prinsip ajaran Islam (al-
ma'rifat), pasti diterima, bahkan dikukuhkan sebagai
khazanah budaya Islam. Sebaliknya potensi budaya yang
bertentangan bahkan merusak prinsip ajaran Islam (al-
munkarat), tidak ada jalan lain, kecuali
membersihkannya. Ini sejalan prinsip yang terdapat
dalam kalimah syahadat yang diucapkan oleh setiap
Muslim dan orang yang akan memeluk Islam.
200
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
Kesimpulan KEMASYARAKATAN
201
STUDI
DAFTAR
KEMUHAMMADIYAHAN PUSTAKA
202
Arifin, M. T. 1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah.
Jakarta: Pustaka Jaya.
DAFTAR
PUSTAKA
203
Bakri, Hasbullah. 1990. Pandangan Islam tentang Kristen di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdau.
Daud, Abu. t.th. Sunan, Vol. IV. No. 4291, Beirut: Darul Fikr.
DAFTAR 205
PUSTAKA
Ridwan, Kafrawi et.al. 1993. Ensiklopedia Islam, Vol. F.Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.
206 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Suminto,Akib. 1985. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES.
DAFTAR 207
PUSTAKA
Lampiran 1
Keputusan
Muktamar Muhammadiyah Ke-44
Tanggal 8 s/d 11 Juli Tahun 2000 di Jakarta
208
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
KEPUTUSAN MUKTAMAR MUHAMMADIYAH
TAHUN 2000
Bagian Pertama
PENDAHULUAN
A. Pemahaman
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah
seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al-
Qur'an dan Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku laku
warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari
sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup
pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal
usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan
bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan
budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan
yang baik).
210 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
D. Sifat
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memiliki
beberapa sifat/kriteria sebagai berikut :
1. Mengandung hal-hal yang pokok/prinsip dan penting dalam
bentuk acuan nilai dan norma.
2. Bersifat pengayaan dalam arti memberi banyak khazanah
untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan
tindakan.
3. Aktual, yakni memiliki keterkaitan dengan tuntutan dan
kepentingan kehidupan sehari-hari.
4. Memberikan arah bagi tindakan individu maupun kolektif
yang bersifat keteladanan.
5. Ideal, yakni dapat menjadi panduan umum untuk kehidupan
sehari-hari yang bersifat pokok dan utama.
6. Rabbani, artinya mengandung ajaran-ajaran dan pesan-pesan
yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan.
7. Taisir, yakni panduan yang mudah difahami dan diamalkan
oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.
E. Tujuan
Terbentuknya perilaku mdividu dan kolektif seluruh anggota
Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswak hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
F. Kerangka
Materi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
dikembangkan dan dirumuskan dalam kerangka sistematika
sebagai berikut:
1. Bagian Umum : Pendahuluan
2. Bagian Kedua : Islam dan Kehidupan
3. Bagian Ketiga : Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
a. Kehidupan Pribadi
b. Kehidupan dalam Keluarga
c. Kehidupan Bermasyarakat
d. Kehidupan Berorganisasi
212 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bagian Kedua
PANDANGAN ISLAM
TENTANG KEHIDUPAN
18
Q.S. Asy-Syura/42:13.
19
Q.S. An-Nisa/4: 125
20
Q.S. Al-Baqara/2 : 136
21
Q.S. Ar-Rum/30 : 30
22
Q.S. Al-Baqara/2 : 185
23
Q.S. Ali Imran/3 : 112
24
Q.S. Al-Anbiya/21: 107
25
Q.S. Ali Imran/3 : 19
26
Q.S. Al-Maidah/5 : 3
27
Q.S. Al-Ikhlash/112 : 1-4
28
Q.S. Adz-Dzariyat/51 : 56
29
Q.S. Al-Baqarah/2 : 30, Al-An’am/6 : 165; Al-Araf/7 : 69,74, Yunus/10 : 14,74,
As-Shad/38 : 26
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 213
MUHAMMADIYAH
bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT 30. Islam
yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan
di dunia apabila benar-benar diimani, difahami, dihayati, dan
diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam)
secara total atau kaffah31 dan penuh ketundukan atau penyerahan
diri32. Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-
sungguh itu maka terbentuk manusia muslimin yang memiliki sifat-
sifat utama; a. Kepribadian Muslim 33, b. Kepribadian Mu'min34, c.
Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia 35, dan d.
Kepribadian Muttaqin136.
Setiap muslim yang berjiwa mu'min, muhsin, dan muttaqin,
yang paripuma itu dituntut untuk memiliki akinan (aqidah)
berdasarkan tauhid yang istiqamah bersih dari syirk, bid'ah, dan
khurafat; memiliki berpikir burhani, bayani dan irfani dan perilaku
serta tindakan yang senantiasa dilandasi oleh dan mencerminkan
akhlaq al karimah yang menjadi rahmatan lil-'alamin.
Dalam kehidupan di dunia ini menuju kehidupan di akhirat
nanti pada hakikatnya Islam yang serba utama benar-benar dapat
dirasakan, diamati, ditunjukkan, dibuktikan, dan membuahkan
rahmat bagi semesta alam sebagai sebuah manhaj kehidupan (sistem
kehidupan) apabila sungguh-sungguh secara nyata diamalkan oleh
para pemeluknya. Dengan demikian Islam menjadi sistem keyakinan,
sistem pemikiran, dan sistem tindakan yang menyatu dalam diri
30
Q.S. Al-Fath/48 : 29
31
Q.S. Al-Baqarah/2 : 208
32
Q.S. Al-An-am/6 : 161-163
33
Q.S. Al-Baqarah/2 : 112,133,136,256; Ali Imran/3 ; 19,52,82,85; An-Nisa/4 :
125,165,170; Al-Maidah/5 : 111; An-An’am/6 : 163; Al-Araf/7 : 126; At-Taubah/9 :
33; Yunus/10 : 72,84,90; Hud/11 : 14; Yusuf/12 : 101; An-Nahl/16 ; 89,102; Asy-
Syuura/42: 13; Ash-Shaf/61 : 9; Al-Mu’minun/23/1-11
34
Q.S.Al-Baqarah/2: 2-4,213 s/d 214, 165, 285; Ali Imran/3: 122 s/d 139; AnNisa/4:
76; At-Taubah/9: 5171; Hud/11: 112 s/d 122; Al-Mu’minun/23 : 1 s/d 1 : A-
Hujurat/49 : 15
35
Q.S. Al-Baqarah/2 : 58,112; An-Nisa/4 : 125; Al-An’am/6 : 14; An-Nahl/16 :
29,69,128, Luqman/31 : 22; ash-Shaffat/37 : 113; Al-Ahghaf/46: 15.
36
Q.S. Al-Baqarah/2 : 2 s/d 4, 177, 183; Ali Imran/3 : 17,76,102,133 s/d 134; Al-
Maidah/5 : 8; al-Araf/7 : 26, 128, 156; Al-Anfal/8 : 34; At-Taubah/9 : 8; Yunus/10 :
62 /d 64; An-Nahl/16 : 128; Ath-Thalaq/65 : 2 s/d 4; An-Naba/78 : 31.
214 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
setiap muslim dan kaum muslimin sebagaimana menjadi pesan
utama risalah da'wah Islam.
Da'wah Islam sebagai wujud menyeru dan membawa umat
manusia ke jalan Allah37 pada dasarnya hams dimulai dari orang-
orang Islam sebagai pelaku da’wah sendiri (ibad binafsika) sebelum
berda'wah kepada orang/pihak lain sesuai dengan seruan Allah: "Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
siksa neraka .....,"38. Upaya mewujudkan Islam dalam kehidupan
dilakukan melalui da'wah itu ialah mengajak kepada kebaikan (amar
ma'rif/), mencegah kemunkaran (nahyu munkar), dan mengajak
untuk beriman (tu'mimina billah) guna terwujudnya umat yang
sebaik-baiknya atau khoiru ummah39.
Berdasarkan pada keyakinan, pemahaman, dan penghayatan
Islam yang mendalam dan menyeluruh itu maka bagi segenap warga
Muhammadiyah merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk
melaksanakan dan mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan
dengan jalan mempraktikkan kehidupan Islami dalam lingkungan
sendiri sebelum menda'wahkan Islam kepada pihak lain.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam maupun warga
Muhammadiyah sebagai muslim benar-benar dituntut
keteladanannya dalam mengamalkan Islam di berbagai lingkup
kehidupan, sehingga Muhammadiyah secara kelembagaan dan
orang-orang Muhammadiyah secara perorangan dan kolektif sebagai
pelaku da'wah menjadi rahmatan lil 'alamm dalam kehidupan di
muka bumi ini.
37
Q.S. Yusuf/112 : 108
38
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
39
Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 215
MUHAMMADIYAH
Bagian Ketiga
KEHIDUPAN PRIBADI
WARGA MUHAMMADIYAH
A. Kehidupan Pribadi
1. Dalam Aqidah
1.1. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip
hidup dan kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah
Subhanahu Wata'alaz40 yang benar, ikhlas, dan penuh
ketundukan sehingga terpancar sebagai Ibadar-rahman41
yang menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi
mu'min, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
1.2. Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman 42
dan tauhid43 sebagai sumber seluruh kegiatan hidup,
tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid
itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirk, tahayul,
bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid
kepada Allah Subhanahu Wata'ala44.
2. Dalam Akhlaq
2.1. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani
perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlaq mulia45,
sehingga menjadi uswah hasanah46 yang di teladani oleh
sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
2.2. Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal
dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada
niat yang ikhlas47 dalam wujud amal-amal shalih dan
40
Q.S. Al-Ikhlas/112 : 1 s/d 4
41
Q.S. Al-Furqan/25 : 63-77
42
Q.S. An-Nisa/4 : 136
43
Q.S. Al-Ikhlas/112 : 1 s/d 4
44
Q.S. Al-Baqarah/2 : 105,221; An-Nisa/4:48; Al-Maidah’5 : 72; Al-An-am/6:14,22
s/d 23,101,121; At-Taubah/9: 6,28,33; Al-Haj/23:31; Luqman/31 s/d 15
45
Q.S. Al-Qalam/68 : 4
46
Q.S. Al-Ahzab/33 : 21
47
Q.S. Al-Bayinah/98: 5, Hadits Nabi Riwayat Bukhari-Muslim dari Umar bin
Kattab.
216 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya',
sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan kemunkaran.
2.3. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk
menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq al-karimah)
sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan din dari
akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang
membuat dibenci dan dijauhi sesama.
2.4. Setiap warga Muhammadiyah di manapun bekerja dan
menunaikan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari
harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan
korupsi dan kolusi serta praktik-praktik bumk lainnya
yang merugikan hak-hak publik dan membawa
kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.
3. Dalam Ibadah
3.1 Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa
membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi
yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan
menjauhkan diri dari jiwa/nafsu yang buruk48, sehingga
terpancar kepribadian yang shalih 49 yang menghadirkan
kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
3.2 Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah
mahdhah dengan sebaik-baiknya dan menghidup
suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan
tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman
yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus
sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku
yang terpuji.
4. Dalam Mu'amalah Duniawiyah
4.1. Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari
dirinya sebagai abdi50 dan khalifah di muka bumi 51,
sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia
secara aktif dan positif52 serta tidak menjauhkan diri dari
48
Q.S. Asy-Syams/91 : 5-8
49
Q.S. Al-Ashr/103: 3, Q.S. Ali Imran/4 : 114
50
Q.S. Al-Baqarah/2
51
Q.S. Al-Baqarah/2 : 30
52
Q.S. Shad/38 : 27
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 217
MUHAMMADIYAH
pergumulan kehidupan53 dengan landasan iman, Islam,
dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah54.
4.2. Setiap warga Muhammadiyah senantiasa berpikir secara
burhani, bayani, dan irfani yang mencerminkan cara
berpikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-
karya pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan
keterpaduan antara orientasi habluminallah dan
habhiminannas serta maslahat bagi kehidupan umat
manusia55.
4.3. Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos
kerja Islami, seperti: kerja keras, disiplin, tidak menyia-
nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk
mencapai suatu tujuan56.
218 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Muhammadiyah yang dapat menjadi pelangsung dan
penyempurna gerakan da'wah dikemudian hari.
2.2 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah
dituntut keteladanan ('uswah hasanah) dalam
mempraktikan kehidupan yang Islami yakni tertanamnya
ihsan/kebaikan dan bergaul dengan ma'ruf 58, saling
menyayangi dan mengasihi59, menghormati hak hidup
anak60, saling menghargai dan menghormati antar
anggota keluarga, memberikan pendidikan akhlaq yang
mulia secara paripurna61, menjauhkan segenap anggota
keluarga dari bencana siksa neraka62, membiasakan
bermusyawarah dalam menyelesaikan urusan 63, berbuat
adil dan ihsan64, memelihara persamaan hak dan
kewajiban65, dan menyantuni anggota keluarga yang
tidak mampu66.
3. Aktifitas Keluarga
3.1 Ditengah arus media elektronik dan media cetak yang
makin terbuka, keluarga-keluarga di lingkungan
Muhammadiyah kian dituntut perhatian dan kesungguhan
dalam mendidik anak-anak dan menciptakan suasana
yang harmonis agar terhindar dari pengaruh-pengaruh
negatif dan terciptanya suasana pendidikan keluarga yang
positif sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
3.2 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut
keteladanannya untuk menunjukkan penghormatan dan
perlakuan yang ihsan terhadap anak-anak dan perempuan
serta menjauhkan diri dari praktik-praktik kokerasan dan
menelantarkan kehidupan terhadap anggota keluarga.
58
Q.S. An-Nisa/4: 19,36,128; Al-Isra/17: 23; Luqman/31: 14
59
Q.S. Ar-Rum/30 : 21
60
Q.S. Al-An’am/6 : 151; Al-Isra/17 : 31
61
Q.S. Al-Ahzab/33 : 59
62
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
63
Q.S. At-Talaq/65 : 6; Al-Baqarah/2 : 233
64
Q.S. Al-Maidah/5 : 8; An-Nahl/16 : 90
65
Q.S. Al-Baqarah/2 : 228, An-Nisa/4 : 34
66
Q.S. Al-Isra/17 : 26; Ar-Rum/30: 38PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
MUHAMMADIYAH
219
3.3 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu
memiliki kepedulian sosial dan membangun hubungan
sosial yang ihsan, ishlah, dan ma'ruf dengan tetangga-
tetangga sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang
lebih luas di masyarakat sehingga tercipta qaryah
thayyibah dalam masyarakat setempat.
3.4 Pelaksanaan shalat dalam kehidupan keluarga harus
menjadi prioritas utama, dan kepala keluarga jika perlu
memberikan sanksi yang bersifat mendidik.
C. Kehidupan Bermasyarakat
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin
persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan
tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-
masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan
sesame muslim maupun dengan non-muslim, dalam
hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian
sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai
tetangga yang h;irus dipelihara hak-haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus
menunjukkan keteladanan dalam bersikap baik kepada
tetangga67, memelihara kemuliaan dan memuliakan
tetangga68, bermurah-hati kepada tetangga yang ingin
menitipkan barang atau hartanya69, menjenguk bila tetangga
sakit70, mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi
keluarga/diri sendiri71, menyatakan ikut bergembira/senang
hati bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan
memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga
mengalami musibah atau kesusahan, menjenguk/melayat bila
ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana
hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan
lemah lembut bila tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki
67
HR. Bukhari dan Muslim
68
HR. Bukhari dan Muslim
69
HR. Bukhari dan Muslim
70
HR. Bukhari dan Muslim
STUDI
71
HR. Bukhari dan Muslim
KEMUHAMMADIYAHAN
220
keburukan-keburukan tetangga, membiasakan memberikan
sesnatu seperti makanan dan oleh-oleh kepada tetangga,
jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang
dada; menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela,
berkunjung dan saling tolong menolong, dan melakukan
amar ma'ruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan
bijaksana.
3. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga
diajarkan untuk bersikap baik dan adil 72, mereka berhak
memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga 73,
memberi makanan yang halal dan boleh pula menerima
makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan
memelihara toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang
diajarkan Agama Islam.
4. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap
anggota Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga,
maupun jama'ah (warga) dan jam'iyah (organisasi) haruslah
menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atasprinsip
menjunjung tinggi nilai kehormatan manusias 74, memupuk
rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan 75, mewujudkan
kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir
dan batin76, memupuk jiwa toleransi77, menghormati
kebebasan orang lain78, menegakkan budi baik79,
menegakkan amanat dan keadilan80, perlakuan yang sama81
menepati janji82, menanamkan kasih sayang dan mencegah
72
Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
73
HR. Abu Dawud
74
Q.S. Al-Isra/17: 70
75
Q.S. Al-Hujurat/49: 13
76
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
77
Q.S. Fushilat/41: 34
78
Q.S. Al-Balad/90: 13; Al-Baqarah/2: 256; AN-Nisa/4: 29; Al-Maidah/5:
38
79
Q.S. Al-Qalam/68: 4
80
Q.S. An-Nisa/4 : 57-58 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
81
Q.S. Al-Baqarah/2 : 194; An-Nahl/16 : 126 MUHAMMADIYAH
82
Q.S. Al-Isra/17 : 34
221
kerusakan83, menjadikan masyarakat menjadi masyarakat
yang shalih dan utama84, bertanggungjawab atas baik dan
buruknya masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan
nahi munkar85, berusaha untuk menyatu dan
berguna/bermanfaat bagi masyarakat86, memakmurkan
masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan
yang muda, tidak merendahkan sesama 87, tidak berprasangka
buruk kepada sesama88, peduli kepada orang miskin dan
yatim89, tidak mengambil hak orang lain 90, berlomba dalam
kebaikan91, dan hubungan-hubungan sosial lainnya yang
bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
5. Melaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai
wujud dari melaksanakan da'wah Islam di tengah-tengah
masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun batin
sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
D. Kehidupan Berorganisasi
1. Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang
didirikan dan dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk
kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama
Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya, karena itu menjadi tanggungjawab seluruh warga
dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai
tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan
organisasi (Persyarikatan) ini sebagai gerakan da'wah Islam
yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.
83
Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
84
Q.S. Ali Imran/3 : 114
85
Q.S. Ali Imran/3 : 104,110
86
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
87
Q.S. Al-Hujurat/49 : 11
88
Q.S. An-Nur/24 : 4
89
Q.S. Al-Baqarah/2 : 220
90
Q.S. Al-Maidah/5 : 38
91
Q.S. Al-Baqarah/2 : 148
STUDI
222 KEMUHAMMADIYAHAN
2. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah
berkewajiban memelihara, melangsungkan, dan
menyempurnakan gerak dan langkah Persyarikatan dengan
penuh komitmen yang istiqamah, kepribadian yang mulia
(shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah), wawasan pemikiran
dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang
unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam
yang benar-benar menjadi rahmaian III 'alamin,
3. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik
yang timbul di Persyarikatan hendaknya mengutamakan
musyawarah dan mengacu pada peraturan-peraturan
organisasi yang memberikan kemaslahatan dan kebaikan
seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota pimpinan yang
tidak terpuji dan dapat merugikan kepentingan
Persyarikatan.
4. Menggairahkan ruh al Islam dan ruh al jihad dalam seluruh
gerakan Persyarikatan dan suasana di lingkungan
Persyarikatan sehingga Muhammadiyah benar-benar tampil
sebagai gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah
yang tinggi dalam mengamalkan Islam.
5. Setiap anggota pimpinan Persyarikatan hendaknya
menunjukkan keteladanan dalam bertutur-kata dan
bertingkah-laku, beramal dan berjuang, disiplin dan
tanggungjawab, dan memiliki kemauan untuk belajar dalam
segala lapangan kehidupan yang diperlukan.
6. Dalam lingkungan Persyarikatan hendaknya dikembangkan
disiplin tepat waktu baik dalam menyelenggarakan rapat-
rapat, pertemuan-pertemuan, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin
Muhammadiyah.
7. Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di
lingkungan persyarikatan hendaknya ditumbuhkan kembali
pengajian-pengajian singkat (seperti Kuliah Tujuh Menit)
dan selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan
shalat jama'ah sehingga tumbuh gairah keberagamaan yang
tinggi yang menjadi bangunan bagi pembentukan kesalihan
dan ketaqwaan dalam mengelola Persyarikatan.
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
MUHAMMADIYAH
223
8. Para pimpinan Muhammadiyah hendaknya gemar mengikuti
dan menyelenggarakan kajian-kajian keislaman, memakmur-
kan masjid dan menggiatkan peribadahan sesuai ajaran Al-
Quran dan Sunnah Nabi, dan amalan-amalan Islam lainnya.
9. Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat
dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan segala
urusannya, sehingga milik dan kepentingan Persyarikatan
dapat dipelihara dan dipergunakan subesar-besarnya untuk
kepentingan da'wah serta dapat dipertanggungjawabkan
secara organisasi.
10. Setiap anggota Muhammadiyah lebih-lebih para
pimpinannya hendaknya jangan mengejar-ngejar jabatan
dalam Persyarikatan tetapi juga jangan menghindarkan diri
manakala memperoleh amanat sehingga jabatan dan amanat
merupakan sesuatu yang wajar sekaligus dapat ditunaikan
dengan sebaik-baiknya, dan apabila tidak menjabat atau
memegang amanat secara formal dalam organisasi maupun
amal usaha hendaknya menunjukkan jiwa besar dan
keikhlasan serta tidak terus berusaha untuk mempertahankan
jabatan itu lebih-lebih dengan menggunakan cara-cara yang
bertentangan dengan akhlaq Islam.
11. Setiap anggota pimpinan Muhammadiyah hendaknya
menjauhkan diri dari fitnah, sikap sombong, ananiyah, dan
perilaku-perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan
hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya
dijunjung tinggi sebagai pemimpin.
12. Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya
dibudayakan tradisi membangun imamah dan ikatanjamaah
serta jam'iyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh dan
berkembang sebagai kekuatan gerakan da'wah yang kokoh.
13. Dengan semangat tajdid hendaknya setiap anggota pimpinan
Muhammadiyah memiliki jiwa pembaru dan jiwa da'wah
yang tinggi sehingga dapat mengikuti dan memelopori
kemajuan yang positif bagi kepentingan 'izzul Islam wal
muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin) dan menjadi
rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi alam semesta).
14. Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan
STUDI
dimanapun berkiprah hendaknya bertanggung-jawab dalam
KEMUHAMMADIYAHAN
224
mengemban misi Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan
(komitmen yang istiqamah) dan kejujuran yang tinggi, serta
menjauhkan diri dari berbangga diri (sombong dan ananiyah)
manakala dapat mengukir kesuksesan sebab keberhasilan
dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah pada
hakikatnya karena dukungan semua pihak di dalam dan
diluar Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena
pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala.
15. Setiap anggota pimpinan maupun warga Persyarikatan
hendaknya menjauhkan diri dari perbuatan taqlid, syirik,
bid'ah, tahayul dan khurafat.
16. Pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi
muslim dan mampu membina keluarga yang Islami.
225
yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan
sebaik-baiknya93.
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan
diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan dalam kurun
waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha
dalam mengelola amal usahanya harus tunduk kepada
kebijaksanaan Persyari-katan dan tidak menjadikan amal
usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang
akan menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan
dengan amanat94.
4. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota
Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di
bidang amal usaha tersebut, karena itu status keanggotaan
dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat
penting bagi pimpinan tersebut agar yang bersangkutan
memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut
bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari
nafkah yang tidak peduli dengan tugas-tugas dan
kepentingan-kepentingan Persyarikatan.
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat
memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban
amanah Persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut,
maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah
diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan fungsi
manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang
sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
6. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha
meningkatkan dan mengembangkan amal usaha yang
menjadi tanggungjawabnya dengan penuh kesungguhan.
Pengembangan ini menjadi sangat penting agar amal usaha
senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq
al khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan
zaman.
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan,
maka pimpinan amal usaha Muhammadiyah berhak
93
Q.S. An-Nisa/4 : 57
94
Q.S. Al-Anfal/8 : 27
STUDI
226 KEMUHAMMADIYAHAN
mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai
ketentuan yang berlaku) yang disertai dengan sikap amanah
dan tanggungjawab akan kewajibannya. Untuk itu setiap
pimpinan persyarikatan hendaknya membuat tata aturan
yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar
kemampuan dan keadilan.
8. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban
melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjtni tanggung
jawabnya, khususnya dalam hal keuangan/kekayaan kepada
pimpinan Persyarikatan secara bertanggung jawab dan
bersedia untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa
menciptakan suasana kehidupan Islami dalam amal usaha
yang menjadi tanggung jawabnya dan menjadikan amal
usaha yang dipimpinnya sebagai salah satu alat da'wah maka
tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi
contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
10. Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga
(anggota) Muhammadiyah yang dipekerjakan sesuai dengan
keahlian atau kemampuannya, Sebagai warga
Muhammadiyah diharapkan karyawan mempunyai rasa
memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta
mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk
pengabdian kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada
sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah
tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh
kesejahteraan dan memperoleh hak-hak lain yang layak tanpa
terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur,
melalaikan kewajiban dan bersikap berlebihan.
11. Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha
Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk
menunjukkan keteladanan din, melayani sesama,
menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial
yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas, dan
ibadah.
12. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha
Muhammadiyah hendaknya memperbanyak silaturahim dan
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
MUHAMMADIYAH
227
membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis
(persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi
ketegasan dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal
usaha masing-masing.
13. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha
Muhammadiyah selain melakukan aktivitas pekerjaan yang
rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan melakukan
kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan
taqarrub kepada Allah dan memperkaya ruhani serta
kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian
Al-Quran dan As-Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan
muamalah lainnya yang tertanam kuat dan menyatu dalam
seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah.
228
3. Prinsip sukarela dan keadilan merupakan prinsip penting yang
harus dipegang, baik dalam lingkungan intern (organisasi)
maupun dengan pihak luar (partner maupun pelanggan).
Sukarela dan adil mengandung arti tidak ada paksaan, tidak
ada pemerasan, tidak ada pemalsuan dan tidak ada tipu
muslihat. Prinsip sukarela dan keadilan harus dilandasi dengan
kejujuran.
4. Hasil dari aktivitas bisnis-ekonomi itu akan menjadi harta
kekayaan (maal) pihak yang mengusahakannya. Harta dari
hasil kerja ini merupakan karunia Allah yang penggunaannya
harus sesuai dengan jalan yang diperkenankan Allah.
Meskipun harta itu dicari dengan jerih payah dan usaha
sendiri, tidak berarti harta itu dapat dipergunakan semau-
maunya sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Harta
memang dapat dimiliki secara pribadi namun harta itu juga
mempunyai fungsi sosial yang berarti bahwa harta itu harus
dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakat
dengan halal dan baik. Karenanya terdapat kewajiban zakat
dan tuntunan shadaqah, infaq, wakaf, dan jariyah sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam ajaran Islam.
5. Ada berbagai jalan perolehan dan pemilikan harta, yaitu
melalui (1) usaha berupa aktivitas bisnis-ekonomi atas dasar
sukarela (taradlin), (2) waris, yaitu peninggalan dan
seseorang yang meninggal dunia pads ahli warisnya, (3)
wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada orang yang
diberi wasiat setelah seseorang meninggal dengan syarat
bukan ahli waris yang berhak menerima warisan dan tidak
melebihi sepertiga jumlah harta pusaka yang diwariskan, dan
(4) hibah, yaitu pemberian sukarela dari/kepada seseorang.
Dan semuanya itu, harta yang diperoleh dan dimiliki dengan
jalan usaha (bekerja) adalah harta yang paling terpuji.
6. Kadangkala harta dapatpula diperoleh dengan jalan utang-
piutang (qardlun), maupun pinjaman (ariyah). Kalau kita
memperoleh harta dengan jalan berutang (utang uang dan
kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada
kewajiban kita untuk mengembalikan utang itu secepatnya,
sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu tertulis
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
dan ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk
MUHAMMADIYAH
229
sangat berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan untuk
mengembalikan di kemudian hari, dan tidak memberatkan
diri, serta sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari
utang ini dapat menjadi milik yang berutang. Peminjam yang
telah mampu mengembalikan, tidak boleh menunda-nunda,
sedangkan bagi peminjam yang belum mampu
mengembalikan perlu diberi kesempatan sampai mampu.
Harta yang didapat dari pinjaman (ariyah), artinya ia
meminjam barang, maka ia hanya berwenang mengambil
manfaat dari barang tersebut tanpa kewenangan untuk
menyewakan, apalagi memperjual-belikan. Pada saat yang
dijanjikan, barang pinjaman tersebut harus dikembalikan
seperti keadaan semula. Dengan kata lain, peminjam wajib
memelihara barang yang dipinjam itu sebaik-baiknya.
7. Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau
organisasi bersaing satu sama lain. Berlomba-lomba dalam hal
kebaikan dibenarkan bahkan dianjurkan oleh agama.
Perwujudan persaingan atau beriomba dalam kebaikan itu
dapat berupa pemberian mutu barang atau jasa yang lebih
baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan puma jual yang lebih terjamin, atau kesediaan
menerima keluhan dari pelanggan. Dalam persaingan ini tetap
berlaku prinsip umum kesukarelaan, keadilan dan kejujuran,
dan dapat dimasukkan pada pengertian fastabiiq al khairat
sehingga tercapai bisnis yang mabrur.
8. Keinginan manusia untuk memperoleh clan memiliki harta
dengan menjalankan usaha bisnis-ekonomi ini kadangkala
memperoleh hasil dengan sukses yang merupakan rejeki
yang harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau
organisasi yang belum meraih sukses dalam usaha bisnis-
ekonomi yang dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong-
menolong selalu dianjurkan agama dan ini dijalankan dalam
kerangka berlomba-lomba dalam kebaikan. Tidaklah benar
membiarkan orang lain dalam kesusahan sementara kita
bersenang-senang. Mereka yang sedang gembira dianjurkan
menolong mereka yang kesusahan, mereka yang sukses
didorong untuk menolong mereka yang gagal, mereka yang
STUDI
memperoleh keuntungan dianjurkan untuk menolong orang
KEMUHAMMADIYAHAN
230
yang merugi. Kesuksesan janganlah mendorong untuk
berlaku sombong95 dan ingkar akan nikmat Tuhan96,
sedangkan kegagalan atau bila belum berhasil janganlah
membuat diri putus asa dari rahmat Allah97.
9. Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-
hamburkan dengan cara yang mubazir dan boros. Perilaku
boros di samping tidak terpuji juga merugikan usaha
pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada gilirannya
merugikan seluruh orang yang bekerja untuk bisnis tersebut.
Anjuran untuk berlaku tidak boros itu juga berarti anjuran
untuk menjalankan usaha dengan cermat, penuh perhitungan,
dan tidak sembrono. Untuk bisa menjalankan bisnis dengan
cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-
pencatatan seperlunya, baik yang menyangkut keuangan
maupun administrasi lainnya, sehingga dapat dilakukan
pengelolaan usaha yang lebih baik98.
10. Kinerja bisnis saat mi sedapat mungkin harus selalu lebih
baik dari masa lalu dan kinerja bisnis pada masa mendatang
harus diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang.
Islam menga-jarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari
kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan
seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan
bisnis merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan99.
11. Seandainya pengelolaan bisnis harus diserahkan pada orang
lain, maka seharusnya diserahkan kepada orang yang mau
dan mampu untuk menjalankan amanah yang diberikan.
Kemauan dan kemampuan ini penting karena pekerjaan
apapun kalau diserahkan pada orang yang tidak mampu
hanya akan membawa kepada kegagalan. Baik kemauan
maupun kemampuan itu bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi
kewajiban mereka yang mampu untuk melatih dan mengajar
orang yang kurang mampu.
95
Q.S. Al-Isra/17: 37; Luqman/31: 18
96
Q.S. Ibrahim/14 : 7
97
Q.S. Yusuf/12: 87; Al-Hijr/15: 55,56; Az-Zumar/39: 53
98
Q.S. Al-Baqarah/2 : 282 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
99
Q.S. Al-Hasyr/59: 18 MUHAMMADIYAH
231
12. Semakin besar usaha bisnis-ekonomi yang dijalankan
biasanya akan semakin banyak melibatkan orang atau
lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta itu tidak hanya
berputar-putar pada orang atau kelompok yang mampu saja
dari waktu kewaktu. Dengan demikian makin banyak
aktivitas bisnis memberi manfaat pada masyarakat akan
makin baik bisnis itu dalam pandangan agama. Manfaat itu
dapat berupa pelibatan masyarakat dalam kancah bisnis itu
serta lebih banyak, atau menikmati hasil yang banyak.
13. Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis
ekonomi maupun melalui jalan lain secara halal dan baik itu
tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak mutlak
orang yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta
sudah pasti, pada batas tertentu, harus menunaikan
kewajibannya membayar zakat sesuai dengari syariat. Di
samping itu dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah
sebagai perwujudan rasa syukur atas ni'mat rejeki yang
dikamniakan Allah kepadanya.
232
4. Setiap anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun
profesinya hendaknya pandai bersyukur kepada Allah di kala
menerima nikmat serta bershabar serta bertawakal kepada
Allah manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh
pahala dan terhindar dari siksa.
5. Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah
hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati dan kejujuran
sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka
bumi ini.
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan
prinsip bekerjasama dalam kebaikan dan kefcaqwaan serta
tidak bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan
kewajiban zakat maupun mengamalkan shadaqah, infaq,
wakaf, dan amal jariyah lain dari penghasilan yang
diperolehnya serta tidak melakukan helah (menghindarkan
diri dari hukum) dalam menginfaqkan sebagian rejeki yang
diperolehnya itu.
100
Q.S. An-Nisa/4: 57
101
Q.S. An-Anfal/8 : 27 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
102
Q.S. An-Nisa/4: 58 dst MUHAMMADIYAH
233
Allah dan Rasul103, mengemban risalah Islam104, menunaikan
amar ma'ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk
beriman kepada Allah105, mempedomani Al-Quran dan
Sunnah106, mementingkan kesatuan dan persaudaraan umat
manusia107, menghormati kebebasan orang lain 108, menjauhi
fitnah dan kerusakan109, menghormati hak hidup orang
lain110, tidak berhianat dan melakukan kezaliman 111, tidak
mengambil hak orang lain112, berlomba dalam kebaikan113,
bekerja-sama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak
bekerjasama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan
permusuhan114, memelihara hubungan baik antara pemimpin
dan warga115, memelihara keselamatan umum 116, hidup
berdampingan dengan baik dan damai117, tidak melakukan
fasad dan kemunkaran118, mementingkan ukhuwah
Islamiyah119, dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat,
ihsan, dan ishlah.
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa
sebagai wujud ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan
kepada sesama, danjangan mengorbankan kepentingan yang
lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan
kelompok yang sempit.
103
Q.S. An-Nisa/4: 59; Al-Hasyr/59: 7
104
Q.S. An-Anbiya/21: 107
105
Q.S. Ali Imran/3: 104,110
106
Q.S. An-Nisa/4: 108
107
Q.S. Al-Hujurah/49: 13
108
Q.S. Al-Balad/90: 13
109
Q.S. Al-Hasyir/59: 9
110
Q.S. Al An-am/6: 251
111
Q.S. Al-Furqan/25: 19; An-Anfal/8:27
112
Q.S. Al-Maidah/5: 38
113
Q.S. Al-Baqarah/2: 148
114
Q.S. Al-Maidah/5: 2
115
Q.S. An-Nisa/4: 57-58
116
Q.S. At-Taubah/9: 128
117
Q.S. Al-Mumtahanah/60: 8
118
Q.S. Al-Qashash/28: 77; Ali Imran/3: 104
119
Q.S. Ali Imran/3: 103
STUDI
234 KEMUHAMMADIYAHAN
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan
keteladanan diri (uswah hasanah) yang jujur, benar, dan adil
serta menjauhkan diri dari perilaku politik yang kotor,
membawa fitnah, fasad (kerusakan), dan hanya
mementingkan diri sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-
cita bagi terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya dengan fungsi amar ma'ruf dan nahi munkar yang
tersistem dalam satu kesatuan imamah yang kokoh.
6. Menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan
kekuatan politik yang digerakkan oleh para politisi
Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa.
120
Q.S.Al-Baqarah/2: 27,60; Al-Araf/7: 56; Asy-Syu’ara/26: 152; Al
Qashas/28:77 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
121
Q.S. Al-Maidah/5: 33; Asy-Syu’ara/26: 152 MUHAMMADIYAH
235
dan sebagainya yang menyebabkan hilangnya keseimbangan
ekosistem dan timbulnya bencana dalam kehidupan122.
4. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat,
dan indah lingkungan disertai kebersihan fisik dan jasmani
yang menunjukkan keimanan dan kesalihan123.
5. Melakukan tindakan-tindakan amar ma'ruf dan nahi munkar
dalam menghadapi kezaliman, keserakahan, dan rekayasa
serta kebijakan-kebijakan yang mengarah, mempengaruhi,
dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan tereksploitasinya
sumber-sumber daya alam yang menimbulkan kehancuran,
kerusakan, dan ketidak adilan dalam kehidupan.
6. Melakukan kerjasama-kerjasama dan aksi-aksi praksis dengan
berbagai pihak baik perseorangan maupun kolektif untuk
terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan keselamatan
lingkungan hidup serta terhindarnya kerusakan-kerusakan
lingkungan hidup sebagai wujud dari sikap pengabdian dan
kekhalifahan dalam mengemban misi kehidupan di muka
bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat124.
122
Q.S. Al-Baqarah/2: 205; Al-Araf/7:56; Ar-Rum/30: 41
123
Q.S. Al-Maidah/5: 6; Al-Araf/7: 31; Al-Mudatsir/74: 4
124
Q.S. Al-Maidah/2 : 2
125
Q.S. Al-Qashash/28: 77; An-Nahl/16: 43; Al-Mujadilah/58: 11; At-
Taubah/9: 122
126
Q.S. Al-Isra/17:36
127
Q.S. Az-Zumar/39: 18
STUDI
128
Q.S. Yunus/10 : 10
KEMUHAMMADIYAHAN
236
3. Kemampuan menguaaai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan iman dan amal
shalih yang menunjukkan derajat kaum muslimin 129 dan
membentuk pribadi ulil albab130.
4. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan
yang dimiliki mempunyai kewajiban untuk mengajarkan
kepada masyarakat, memberikan peringatan, memanfaatkan
untuk kemaslahatan dan mencerahkan kehidupan sebagai
wujud ibadah, jihad, dan da’wah131.
5. Menggairahkan dan menggembirakan gerakan mencari ilmu
pengetahuan dan penguasaan teknogi baik melalui
pendidikan maupun kegiatan-kegiatan di lingkungan
keluarga dan masyarakat sebagai sarana penting untuk
membangun peradaban Islam. Dalam kegiatan ini termasuk
menyemarakkan tradisi membaca di seluruh lingkungan
warga Muhammadiyah.
129
Q.S. Al-Mujadilah/58: 11
130
Q.S. Ali Imran/3: 7,190-191; Al-Maidah/5: 100; Ar-Ra’d/13: 19-20; Al-
Baqarah/2 : 197
131
Q.S. At-Taubah/9:122; Al-Baqarah/2 : 151; Hadist
PEDOMAN HIDUPNabi Riwayat
ISLAMI WARGAMuslim
132
Q.S. Ar-Rum/30 : 30 MUHAMMADIYAH
237
(terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni
dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan
dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana
dituntunkan Tarjih tersebut.
4. Seni rupa yang objeknya makhluq bernyawa seperti patung
hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran,
ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila
mengandung unsur yang membawa 'isyyan (kedurhakaan)
dan kemusyrikan.
5. Seni suara baik seru vokal maupun instrumental, seni sastra,
dan sent pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta
menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik dalam
wujud penandaan tekstual maupun visual tersebut menjurus
pada pelanggaran norma-norma agama.
6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahanjuga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan
diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana da'wah
untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi
membangun peradaban dan kebudayaan Muslim.
Bagian Keempat
STUDI TUNTUNAN PELAKSANAAN
KEMUHAMMADIYAHAN
Bagian Kelima
PENUTUP
239
kepada-Nya demi tegaknya Baldatun Thayyibatun Warabbun
Ghafur.
Lampiran 2
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
240
ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH
241
Lampiran 2 :
ANGGARAN DASAR
PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
MUQADDIMAH
) ال رَّمْح ٰ ِن2( ) احْلَ ْم ُد لِلَّ ِه َر ِبّ الْ َع الَ ِميْ َن1( اهلل ال رَّمْح ٰ ِن ال َّر ِحي ِم
ِ بِس ِم
ْ
)5( ن ِ َ َّاك َن ْعبُ ُد َوإِي
ُ ْاك نَ ْس تَعي َ َّ) إِي4( الِك َي ْوِم ال ِدّيْ ِن
ِ ) م3( ال َّر ِحيْ ِم
َ
ِت َعلَْي ِه ْم َغرْي ِ ِ ِ ِ ِ
َ ) ص َرا َط الَّذيْ َن أَْن َع ْم6( ْاه دنَا الصَّرا َط الْ ُم ْس تَقيْ َم
)7( وب َعلَْي ِه ْم َوالَالضَّآلِّْي َنِ ض ُ الْ َم ْغ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh alam, yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada
hari kemudian. Hanya kepada Engkaulah hamba menyembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk
kepada hamba akanjalan yanglempang, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.
242 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat)
Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia
hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan
dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum
Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi
yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum
dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang
manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang
mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian
Nabi,sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan
kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia
Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan
sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama
umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian,
wajiblah mengikutijejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada
Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan
dan menggimakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia
ini, dengan niat yang murni-fculus dan ikhlas karena Allah semata-
mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka,
serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadh'at Allah atas segala
perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati
menghadapi segala keaukaran atau kesuliten yang mcnimpa dirinya,
atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh
pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu,
maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah
dalam AI-Qur'an :
244 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Pasal 2
Pendiri
Pasal 3
Tempat Kedudukan
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
Pasal 5
Lambang
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tiyuan
Pasal 7
Usaha
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban
246 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang
berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena
kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu
Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 9
Susunan Organisasi
Pasal 10
Penetapan Organisasi
Pasal 11
Pimpinan Pusat
Pasal 12
Pimpinan Wilayah
STUDI
248 KEMUHAMMADIYAHAN
Pimpinan Wiiayah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Pusat.
Pasal 13
Pimpinan Daerah
Pasal 14
Pimpinan Cabang
Pasal 15
ANGGARAN DASAR 249
MUHAMMADIYAH
Pimpinan Ranting
Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
Pasal 18
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
250
Ketentuan Luar Biasa
Pasal 19
Penasihat
BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
Pasal 20
Majelis dan Lembaga
BAB VIII
ORGANISASI OTONOM
Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah
Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah
tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh
Pimpinan Muhammadiyah.
ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH
251
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan
organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi
Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing
berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan
oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar
252 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
Pasal 24
Tanwir
Pasal 25
Musyawarah Wilayah
Pasal 26
Musyawarah Daerah
Pasal 27
Musyawarah Cabang
Pasal 28
Musyawarah Ranting
Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
BABX
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
Pasal 33
Rapat Kerja
256 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 34
Tanfidz
BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 35
Pengertian
Pasal 36
Sumber
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
258 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh
Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil
Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3
s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku
sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar
sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi
260 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH
Pasal 1
Tempat Kedudukan
Pasal 2
Lambang dan Bendera
262 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 4
Keanggotaan
264 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan
usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat
setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian
sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam)
bulan selama menunggu proses pemberhentian ang-gota
dari Pimpinan Pusat.
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian
anggota, memutuskan memberhentikan atau tidak
memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak
diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian
keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung,
dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan
Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan,
yangbersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada
Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas
mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang
diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan
akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam
Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas
keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
Pasal 6
Cabang
266 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(4) Pendirian suatu Cabang- yang- merupakan pemisahan dari
Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah
Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
Pasal 9
Pusat
Pasal 10
Pimpinan Pusat
Pasal 12
Pimpinan Daerah
Pasal 13
Pimpinan Cabang
Pasal 14
Pimpinan Ranting
Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
274 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) butir f, g, dan h pasal ini
hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau
formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan dilakukan oleh Panitia
Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir
atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh
Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah
pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan
(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur berdasarkan tata tertib
Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir
atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang,
dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul
Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan
Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan
Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa
Pasal 18
Penasihat
Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpinan
Pasal 20
Organisasi Otonom
Pasal 21
Muktamar
278 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih, dan
dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat.
Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh
penyelenggara.
Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
Pasal 23
Tanwir
280 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 24
Musyawarah Wilayah
Pasal 25
Musyawarah Daerah
282 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan
Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan
Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan
Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil
Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh
Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
masing-masing dua orang,
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah,
masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang
ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
Pasal 26
Musyawarah Cabang
284 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh
Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah
disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang,
masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang
ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Cabang berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus dilaporkan kepada
Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15 hari sesudah
Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah
laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Daerah, maka keputusan Musyawarah Cabang dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh
penyelenggara.
Pasal 27
Musyawarah Ranting
286 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 28
Musyawarah Pimpinan
Pasal 29
Keabsahan Musyawarah
Pasal 30
Keputusan Musyawarah
Pasal 31
Rapat Pimpinan
Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan
atas tang-gungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wiiayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau
Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan
mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan
Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh;
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakii Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
STUDI
290 KEMUHAMMADIYAHAN
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(3) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai berlaku setelah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan
Pasal 36
Laporan
Pasal 37
Ketentuan Lain-lain
Pasal 38
Penutup
MARS AISIYAH
Reff:
Marl Beramal Dan Berderma Bakti
Membangun Negara
Mencipta Masyarakat Islam Sejati
Penuh Karunia
Kembali ke reff
294 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
MARS NASIATUL AISIYAH
MUHAMMADIYAH
Kembali ke atas 2x
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
MARS PEMUDA MUHAMMADIYAH
Ayolah Ayo-ayo....
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan panji-panji
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah Ummat Telah Menuntut Bukti
Ingatlah Ingat-Ingat....
Niat tiah di ikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi
Susila cakap taqwa kepada Tuhan
Pewaris Tampuk Pimpinan ummat nanti
Reff:
Immawan dan Immawati
Siswa teladan Putra harapan
Penyambung Hidup generasi
MARS IPM
296 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
MARS HIZBULWATHAN