Anda di halaman 1dari 297

BAB 1

Pembaharuan
di Dunia Islam

Isi: Tujuan Pembelajaran :


1. Pengertian Pembaharuan Agar Warga Belajar dapat:
2. Ruang Lingkup 1. Menjelaskan pengertian
Pembaharuan dan ruang lingkup pembaharuan
3. Tokoh-Tokoh 2. Menjelaskan gagasan
Pembaharun pembaharuan dari pembaharuan
a. Ibnu Taimiyah masa klasik sampai
b. Muhammad Ibn kontemporer
Abdul Wahhab 3. Membandingkan ide-ide
c. Jamafuddin al- pembaharuan dari para
Afghani pembaharu
d. Muhammad 4. Menjelaskan letak
Abduh perbedaan gerakan
e. Rasyid Ridha pembaharuan Islam di
4. Gerakan Pembaharuan di Indonesia.
Indonesia.
a. Al-lrsyad
b. Sarekat Islam
c. Persatuan Islam
d. Muhammadiyah

A. Pengertian Tajdid
Tajdid secara kebahasaan (lughawi) berarti pembaharuan,
yakni proses memperbaharui sesuatu yang dipandang usang atau
rusak. Adapun secara isthilahi, sebagaimana ditegaskan oleh
Imam al-Syatibi, seperti dikutip oleh Syaikh Alawi, tajdid berarti
menghidupkan ajaran Quran dan Sunnah yang telah banyak
ditinggalkan umatnya, dan memurnikan pemahaman dan
1

PEMBAHARUAN DI DUNIA
pengamalan agama Islam dari hal-hal yang tidak berasal dari
Islam (Alawy bin Abdul Qadir As-Saqaf, 2001: 22).
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamar Tarjih ke
XXII, 1989 di Malang merumuskan makna tajdid sebagai
berikut :
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan; dan dari segi
istilah, tajdid memiliki dua arti, yakni: (1) Pemurnian, dan (2)
Peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna
dengannya.
Pemurnian sebagai arti tajdid yang pertama, dimaksudkan
sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan
bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Shahihah (Maqbulah).
Sedangkan arti peningkatan, pengembangan, modernisasi
dan yang semakna dengannya, tajdid dimaksudkan sebagai
penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan
tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah Shahihah.
Untuk melaksanakan tajdid dengan pengertian di atas,
diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta
akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Dalam hal
ini Muhammadiyah berpendirian, tajdid adalah merupakan salah
satu watak dari ajaran Islam. Pengertian atau batasan makna
tajdid ala Muhammadiyah tersebut sesuai dengan pesan yang
terkandung dalam hadits Rasulullah yang berbunyi :

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم إِ َّن‬ ِ ِ


َ ‫ قَ َال َر ُس ول اهلل‬: ‫ال‬ َ َ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْي َر َة ق‬
‫ث هِلَ ِذ ِه اْألُ َّم ِة َعلَى َرأْ ِس ُك ِلّ ِمائَ ِة َس نَ ٍة َم ْن جُيَ ِدَ ُد هَلَا أ َْم َر‬
ُ ‫اهللَ َيْب َع‬
)‫ (رواه أبوداود‬.‫ِد َين َها‬
Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah bersabda;
"Sesungguhnya Allah mengutus bagi umat ini (Islam) pada
setiap penghujung seratus tahun seseorang yang akan
memperbaharui (mengadakan pembaharuan) bagi agamanya"
(Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud) (Muhammad Syamsul
Haq al-Azhim, 1979 : 380).

2
B. Tujuan Tajdid
STUDI
Tajdid dengan
KEMUHAMMADIYAHAN
pengertian seperti itu, bertujuan untuk
memfungsikan Islam sebagai hudan, furqan dan rahmatan
Iil'alamin, termasuk mendasari dan membimbing perkembangan
kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknobgi.
Dengan demikian, tajdid, bagi Muhammadiyah, harus
senantiasa berpijak dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah, dan
selanjutnya juga bermuara pada implementasi atas nilai-nilai
ajaran Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Artinya, betapapun
Muhammadiyah mengadopsi berbagai model pembaharuan
dalam aspek pengembangan sumberdaya manusia, manajemen
organisasi, strategi dakwah dan kebudayannya, tetapi
Muhammadiyah selalu menunjukkan konsistensinya untuk
kembali kepada spirit Al-Qur'an dan Al-Sunnah.

C. Dimensi Tajdid
Dimensi tajdid dalam Muhammadiyah meliputi: (1)
Pemurnian aqidah dan ibadah, serta pembentukan akhlak mulia
(alakhlaq al-karimah); (2) Pembangunan sikap hidup dinamis,
kreatif, progressif, dan berwawasan masa depan; dan (3)
Pengembangan kepemimpinan organisasi dan etos kerja dalam
Pesyarikatan Muhammadiyah Putusan Muktamar Tarjih ke
XXII, 1989 di Malang di atas menjadi pijakan Muhammadiyah
dalam merespon perubahan masyarakat yang semakin kompleks,
baik di bidang nilai-nilai kehidupan, sosial budaya, sosial
ekonomi, politik dan sebagainya, dengan pesan pengarahan
risalah Islam, yang dipahami secara dinamis dan konsisten
terhadap pemurnian ajaran Islam. Dalam konteks tugas khusus
Majelis Tarjih dan Tajdid yang membidangi pendalaman
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam serta pengembangan
pemikiran Islam, konsep tajdid di atas menjadi pijakan dalam
mengawal perkembangan pemikiran keislaman baik bagi internal
Muhammadiyah maupun dalam merespon perkembangan
pemikiran Islam seeara umum.

3
D. Makna Tajdid dalam Sejarah Islam
PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
Dalam perkembangan sejarah Islam, tajdid juga dipahami
sebagai pembaharuan dalam kehidupan keagamaan, baik
berbentuk pemikiran maupun gerakan, sebagai reaksi atau
tanggapan terhadap tantangan internal maupun eksternal yang
menyangkut keyakinan dengan urusan sosial umat Islam. Istilah
tajdid atau pembaharuan juga sering digunakan dalam konteks
gerakan Islam modern. Istilah ini juga mempunyai akar yang
kuat pada Islam klasik (pra modern). Tajdid pada masa klasik
biasanya dihubungkan dengan upaya purifikasi untuk
memperbaharui iman dan praktik Muslim. Tajdid mempunyai
makna memperkuat dimensi spiritual iman dan praktik, seperti
terlihat dalam karya al-Ghazali Ihya' 'Ulum al-Din dan karya
Ibnu Taimiyah al-Radd 'ala al-Hululiyah wa al-Ittihadiyah. Pada
masa modern, tajdid adalah upaya para salafi dan modernis
Islam untuk memperkenalkan pengaruh Islam dalam kehidupan
Muslim. Dengan demikian, ada dua kecenderungan di sini, yakni
kecenderungan salafi dan reformis modernis (Khalil, 1995: 431).
Pertama, kecenderungan gerakan salafi (seperti Muhammad
Ibn Abdul Wahhab). Gerakan salafi sama sekali tidak berkaitan
dengan pengaruh Barat. Gerakan ini lebih mengutamakan upaya
pemurnian aqidah Islam dari bahaya tahayul dan khurafat; juga
pemurnian ibadah dari bahaya bid'ah. Gerakan ini berusaha
membersihkan praktik dan pemikiran keagamaan dari unsur-
unsur asing dengan menekankan pada tauhid. Ziarah dan
pensucian atas para wall atau makam mereka ditolak karena
mengandung kemusyrikan. Islam harus menjadi petunjuk hidup
Muslim. Gerakan ini belum melihat kebutuhan untuk
mereinterpretasi Islam agar sesuai dengan kehidupan modern,
karena orientasinya pada masalah-masalah aqidah dan ubudiyah
(Khalil, 1995: 432).
Kedua, kecenderungan gerakan reformis/modernis (seperti:
Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh). Gerakan ini
memandang masyarakat muslim gagal menangkap spirit
kemajuan dan perkembangan dalam seluruh aspek kehidupan

STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
yang telah dicapai Eropa. Para reformis tidak bermaksud
mengundang westernisasi. Mereka justru mengkritik kebutaan
dunia Muslim dalam melihat cara-cara Barat memperoleh
kemajuan, mereka berusaha memperbaiki martabat kebesaran
Muslim, dan Arab melalui peremajaan pemikiran dan praktik
Islam (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993: 42). Dengan
demikian, gerakan reformis/modernis berkaitan erat dengan
Barat; berusaha merespon tantangan sebagai akibat kontak
dengan Barat. Umat Islam sadar akan keterbelakangan dan
stagnasi budaya dunia Islam. Mereka tidak hanya yakin bahwa
Islam sesuai dengan sains, bahkan percaya bahwa kemajuan
Eropa adalah hasil kontribusi peradaban Islam/Arab, mengakui
peran akal bahkan menolak bahwa akal tidak sesuai dengan
iman. Pembaharuan akan gagal jika ulama Muslim terus
menganjurkan taqilid. Taqlid ditolak karena merupakan.faktor
terbesar stagnasi budaya di dunia Islam/Arab dan menyebabkan
orang beriman tergantung pada tafsir-tafsir lama. Pembaharuan
di mata reformis/ modernis adalah memperbaharui agama itu
sendiri (lihat misalnya penggunaan definisi ini pada judul karya
M. Iqbal, Reconstruction of Religious Thought in Islam, New
Delhi, 1985) bukan karena Islam sudah tidak memadai, tetapi
karena interpretasi dan reinterpretasi Islam adalah proses
berkesinambungan. Mereka menganjurkan ijtihad, karena
dengan ijtihad, problem modemitas dapat direspon dengan
jawaban modern.
Perhatian utama para reformis berkaitan dengan upaya
perbaikan pendidikan, status perempuan dalam masyarakat,
politik, nasionalisme dan upaya modernisasi seluruh aspek
kehidupan lainnya. Perbaikan pendidikan meliputi penyerapan
sains; dan temuan-temuan baru ke dalam kurikulum institusi
belajar Islam; modernisasi pendidikan sipil dengan tujuan untuk
member! kontribusi bagi kemajuan bangsa. Untuk mendudukkan
perempuan pada posisi yang adil, reformis menolak anggapan
inferioritas mereka dalam bidang sosial dan hukum.
Ketertindasan perempuan di dunia Islam adalah hasil dari
kebodohan dan salah tafsir terhadap teks-teks Islam.
Reformis juga memandang keyakinan bahwa ulama tidak
harus tunduk pada penguasa politik, kecuali dalam hal-hal yang
5

PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
berbahaya bagi kepentingan Muslim. Ulama hanya tunduk pada
Tuhan dan bukan pada penguasa demi upah atau hadiah. Ulama
harus berpikir independen dan tahan terhadap tekanan politik.
Akhirnya, para reformis juga mengkaitkan upaya pembaharuan
dengan kesadaran nasionalisme bangsa-bangsa Muslim untuk
menentang penjajahan Eropa dan mendirikan negara-bangsa
yang berdaulat. Dengan demikian, pambaharuan meliputi
dimensi internal dan eksternal, dan kedua dimensi ini harus
didekati secara simultan.
Berikut ini adalah contoh tokoh-tokoh utama yang
melakukan gerakan pembaharuan Islam klasik dan modern, baik
salafi maupun reformis.

E. Tokoh Pembaharu pada Periode Klasik sampai Modern


1. Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir
di Harran, Turki pada 22 Januari 1263, dan meninggal pada
27 September 1328. la berasal dari keluarga cendekiawan.
Ayahnya bernama Shihabuddin Abdul Halim seorang ahli
hadits dan ulama terkenal di Damascus; demikian juga
kakeknya, Syekh Majuddin Abdul Salam, adalah ulama
terkemuka. Mereka semua adalah pernuka dalam mazhab
Hambali. Ibnu Taimiyah belajar al-Qur'an dan Hadits dari
ayahnya, kemudian sekolah di Damascus. Pada usia 10 tahun
ia telah mempelajari kitab-kitab hadits utama, hafal al-
Qur'an, belajar ilmu hitung dan sebagainya. Kemudian ia
tertarik mendalami ilmu kalam dan filsafat yang menjadi
keahliannya. Karena penguasaannya di bidang kalam,
filsafat, hadits, al-Qur'an, tafsir dan fikih, pada usia 30 tahun
ia sudah menjadi ulama besar pada zamannya. Ibnu
Taimiyah kuat memegang ajaran kaum salaf. la juga seorang
penults yang tekun dan produktif. Karyanya berjumlah 500
jilid.
Corak pemikiran Ibnu Taimiyah bersifat empiris sekaligus
rasionalis, Empiris dalam arti bahwa ia mengakui kebenaran
itu hanya ada dalam kenyataan, bukan dalam pemikiran (al-
haqiqah fi al-a'yan la fi al-adhhan), dan rasionalis dalam-arti

STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ia tidak mempertentangkan antara akal dengan naqi (al-
Qur'an dan hadits) yang sahih. la menolak logika sebagai
metode berpikir deduktif yang tidak dapat digunakan untuk
mengkaji materi keislaman secara hakiki.
Materi keislaman empiris hanya dapat diketahui melalui
eksperimen dan pengamatan langsung (Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam, 1993: 169). Adapun beberapa upaya
pembaharuannya antara lain sebagai berikut.
Pertama, sebagian besar aktivitasnya diarahkan untuk
memurnikan paham tauhid. Ia menentang segala bentuk
bid'ah, takhayid dan khurafat. Menurutnya, aqidah tauhid
yang benar adalah aqidah salaf, aqidah yang bersumber dari
teks al-Qur'an dan Hadits, bukan diambil dari dalildalil
rasional dan filosofis. Dalam menjelaskan sifat-sifat Allah, ia
mengemukakan bahwa sifat-sifat Allah secara jelas
termaktub dalam al-Qur'an dan hadits. Pendapat yang
membatasi sifat Allah pada sifat dua puluh dan pendapat
yang menafikan sifat-sifat Allah, bertentangan dengan
aqidah salaf. Walaupun ia menetapkan adanya sifat-sifat
Allah, ia menolak mempersamakan sifat-sifat Allah dengan
sifatsifat makhluk. Ibnu Taimiyah menetapkan sifat-sifat
Allah tanpa tamtsil (menyamakan sifat-sifat Allah dengan
sifat-sifat makhluk) dan tanzih (menafikan sifat-sifat Tuhan).
Ia juga gigih menentang penggunaan ta'wil dalam
menjelaskan sifat-sifat Allah. Ta'wil kata "yad" (tangan)
dengan kekuasaan tidak dapat diterimanya. Ia tetap
mempertahankan arti "yad" dengan tangan. Demikian pula
dengan ayat-ayat mutasyabihat lainnya. Inilah yang ia sebut
al-aqidah al-wasithiyah.
Kedua, ia menggatakkan umat Islam agar bergairah
kembali menggali ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits, serta
mendorong mereka melakukan ijtihad dalam menafsirkan
ajaran-ajaran agama. Menurutnya, metode penafsiran al-
Qur'an yang terbaik adalah tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an.
Jika tidak didapati dalam al-Qur'an, baru dicari dalam hadits.
Jika penjelasan ayat tidak dijumpai dalam hadits, dicari dari
perkataan shahabat. Kalau juga tidak didapati, maka dicari
dalam perkataan tabi'm. Ayat al-Qur'an harus ditafsirkan
7

PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
menurut bahasa al-Qur'an dan hadits. Di sini tampak bahwa
Ibnu Taimiyah adalah pembaharu yang mempergunakan
metode berpikir kaum salaf.
Ketiga, karena untuk kembali pada al-Qur'an dan hadits
diperlukan ijtihad, maka ia menentang taklid. Ia menolak
sikap umat Islam yang mengekor pada para mujtahid yang
telah mendahului mereka, sementara pokok persoalan sudah
berubah. Taqlid adalah sikap yang membuat umat Islam
mundur, sebab taqlid berarti menutup pintu ijtihad, membuat
otak menjadi beku. Pahadal sudah sangat lama umat Islam
berada dalam kegelapan akibat pintu ijtihad dinyatakan
tertutup. Menurutnya, ijtihad terbuka sepanjang masa, karena
kondisi manusia selalu berubah. Perubahan itu harus selalu
diikuti oleh perubahan hukum yang sumbernya dari wahyu.
Di sinilah fungsi ulama membimbing perubahan
masyarakatnya sesuai dengan petunjuk wahyu.
Keempat, di dalam berijitihad tidak terikat pada
madzhab atau imam. Menurut Ibnu Taimiyah, pendapat
siapa saja yang lebih tepat dan kuat argumennya, itulah yang
diambil. Pengambilan pendapat dan argumen itu bukan
didasarkan atas kemauan nafsu. Semua pendapat harus
mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kelima, dalam bidang hukum Islam, Ibnu Taimiyah
menawarkan suatu metode baru. la tidak mendasarkan
keputusan hukum berdasarkan pada 'illat, tetapi berdasarkan
hikmah. Penerapan hukum Islam hendaknya
mempertimbangkan aspek-aspek hikmah dalam keputusan
hukum tersebut. Di sinilah sesungguhnya letak relevansi
sekaligus keluwesan Ibnu Taimiyah dalam merumuskan
ushul fiqh yang menjadi ijtihadnya.

2. Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1730-1791)


Nama lengkapnya Muhammad Ibn Abdul Wahhab Ibn
Sulayman Ibn All Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rashid al-
Tamimi. la lahir di Uyaynah pada 1730 M/1115 H. Ayah dan
kakeknya adalah ulama terkenal di Najd. Dari ayahnya ia
memperoleh pendidikan di bidang keagamaan dan
mengembangkan minatnya di bidang tafsir, hadits, dan
8
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
hukum madzhab Hanbaliyah. Untuk meningkatkan
pengetahuannya ia banyak melakukan perjalanan mencari
ilmu. Ia juga membaca karya-karya Ibn Taimiyah dan Ibn al-
Qay-yim al-Jauziyah, sehingg-a ia benar-benar menjadi
seorang ulama, ahli hukum dan pembaharu ternama.
Proses pembahamannya dimulai dengan banyak
menyampaikan ceramah dan khutbah dengan berani dan
antusiasme. Oleh karena itu, ia cepat memperoleh banyak
pendukung. Pada permulaan ini pula ia melahirkan karya
terkenal berjudul Kitab al-Tauhid. Setelah kematian ayahnya
pada 1740, Muhammad Ibn Abdul Wahhab semakin populer
dan gerakannya mendapat dukungan dari pemerintah
Kerajaan Ibn Saud.
Inti gerakan pembaharuannya adalah; pertama,
pembaharuan Islam yang paling utama disandarkan pada
persoalan tauhid. Dalam hal ini, Muhammad Ibn Abdul
Wahhab dan para pengikutnya membedakan tauhid menjadi
tiga macam; tauhid -rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid
al-asma' wa al-sifat (C.M.Helm, 1981: 88-89). Menurut
Abdul Wahhab, Allah adalah Tuhan alam semesta yang
maha kuasa, dan melarang penyifatan kekuasaan Tuhan pada
siapapun kecuali Dia. Dialah yang menciptakan manusia dan
alam dari tiada. Eksistensi Allah dapat dirasakan melalui
tanda-tanda dan ciptaan-Nya yang tersebar di seluruh alam,
seperti siang dan malam, matahari dan bulan, gunung-
gunung dan sungai-sungai, dan seterusnya. Allah adalah
Tuhan yang berhak disembah. Segala urusan manusia sehari-
hari harus didasarkan pada al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
Tuhan sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan apapun
(QS. Asy-Syura/42:11). Baik dan bui-uk berasal dari Allah
dan manusia tidak bebas berkehendak. Wahhab tidak
mempercayai superioritas ras; superioritas atau inferioritas
tergantung pada ketaqwaan pada Allah. Tauhid uluhiyyah
dipandang sebagai tauhid amali. Tauhid ini didasarkan atas
rukun Islam dan mkun Iman. Yang termasuk dalam tauhid
ini adalah semua bentuk ibadah harian, keyakinan dan
tindakan iman serta perjuangan dengan penuh kecintaan,
ketaqwaan, harapan dan kepercayaan pada Allah. Wahhab
9
PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
percaya pada makna harfiah al-Qur'an temasuk ungkapan-
ungkapan antropomorfisme tentang Allah; tetapi bukan
berarti ini mengharuskan antropomorfisme bagi Allah. Ia
berpendapat bahwa orang beriman akan melihat Allah di
surga, tetapi bentuk dan rupa Allah melampaui akal manusia
(Saedullah, 1973:138).
Kedua, Wahhab sangat tidak setuju dengan para
pendukung tawashshul. Menurutnya, ibadah adalah cara
manusia berhubungan dengan Tuhan. Usaha mencari
perlindungan kepada batu, pohon dan sejenisnya merupakan
perbuatan syirik. Demikian juga bertawassul kepada orang
yang sudah mati atau kuburan orang suci sangat dilarang
dalam Islam dan Allah tidak akan memberikan ampunan
bagi mereka yang melakukan perbuatan demikian. Ini bukan
berarti ziyarah kubur tidak diperkenankan, namun perbuatan-
perbuatan bid’ah, takhayul dan khurafat yang mengiringi
ziyarah semestinya dihindarkan agar iman tetap suci dan
terpelihara (Ayman al-Yassini, 1995: 307-308).
Ketiga, sumber-sumber syari'ah Islam adalah al-Qur'an
dan Sunnah. Menurutnya, Al-Qur'an adalah firman Allah
yang tak tercipta, yang diwahyukan pada Muhammad
melalui malaikat Jibril; ia merupakan sumber paling penting
bagi syari'ah. Ia hanya mengambil keputusan berdasarkan
ayat-ayat muthkamat dan tidak berani mempergunakan akal
dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Maka, ia
menyarankan agar kaum Muslim mengikuti penafsiran al-
Qur'an generasi al-salaf al-shalih. Sementara itu, Sunnah
Nabi adalah sumber terpenting-kedua. Sedangkan ijma'
adalah sumber ketiga bagi syari'ah dalam pengertian
terbatas; ia hanya mempercayai kesucian ijma' yang berasal
dari tiga abad pertama Islam, karena hadits yang memuat
Sunnah Nabi sebagai jawaban atas setiap masalah,
dikembangkan Muslim selama 3 abad pertama (D.S.
Margouliouth,t,th.: 661). Ia menolak ijma' dari generasi
belakangan. Oleh karena itu, menurutnya semua komunitas
Muslim dapat melakukan kesalahan dalam menyusun
hukum-hukum secara independen melalui proses ijma’.
Wahhab juga akan tetap memilih mengikuti hadits yang
10
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
otentik daripada pendapat para ulama yang menjadi
idolanya, sekalipun seperti Ahmad Ibn Hanbal, Ibn Taimiyah
dan Ibn al-Qayyim. Jadi, ia percaya bahwa hukum Islam dan
dinamika kehidupan Muslim akan tetap hidup dengan
menekankan pentingnya ijtihad terhadap Al-Qur'an dan
Sunnah. Namun demikian, ia tidak keberatan bagi siapapun
untuk mengikuti salah satu dari empat madzhab Imam
asalkan sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah.
Keempat, serupa dengan Ibn Taimiyah, Wahhab
menyatakan pentingnya negara dalam memberlakukan
secara paksa syari'ah dalam masyarakat yang otoritas
tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang harus
bertindak atas dasar saran ulama dan komunitasnya. Jika
seseorang menjadi khalifah dengan konsensus komunitas
Muslim, maka ia harus ditaati. la juga memandang sah upaya
penggulingan khalifah yang tidak kompeten oleh kompeten
melalui kekerasan dan paksaan. Namun demikian, khalifah
yang tidak kompeten tetap harus dipatuhi sepanjang ia
melaksanakan syari'ah dan tidak menentang ajaran-ajaran al-
Qur'an dan sunnah. Wahhab juga memuji pentingnya jihad
untuk melaksanakan syari'ah sekaligus menyebarkan syiar
Allah ke seluruh penjuru dunia (R.B. Winder, 1965:12).
Pembaharuan Muhammad Ibn Abdul Wahhab
memurnikan Islam dari segala hid'ah, takhayzd dan khurafat,
tampaknya menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan
pembaharuan yang terjadi di dunia Muslim dari waktu ke
waktu. Di negara Arab sendiri ajaran-ajaran Wahhab
kemudian menjadi Wahhabi karena dukungan Ibn Saud dan
putranya Abdul Aziz.

3. Jamaluddin al-Afghani (1838/1839-1897)


Jamaluddin al-Afghani lahir di Asadabad, Afghanistan
pada 1838/1839. Meskipun lahir di Afghanistan, ia berasal
dari keluarga Syi'ah Iran. Namun, tidak ada bukti yang
menguatkan bahwa ia mengidentifikasi dirinya sebagai
seorang Syi'ah. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah
kelahirannya, yakni Asadabad. Kemudian ia melanjutkan
pendidikan di kota-kota suci kaum Syi'ah pada 1805. Di
11
PEMBAHARUAN DI DUNIA
ISLAM
dinilah ia banyak dipengaruhi para filosof rasionalis Islam
seperti Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi.
Perjalanan hidup Jamaluddin sebenarnya lebih mirip
seorang politik dari pada pembaharu Islam (L. Stoddard,
1921: 21). Hal ini terbukti dari aktivitas yang ia lakukan.
Pada umur 22 tahun ia menjadi pembantu Pangeran Dost
Muhammad Khan di Afghanistan. Pada 1864 ia menjadi
penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat
menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan.
Jamaluddin pernah tinggal di India meskipun tidak
lama. Setelah itu menetap di Mesir dari 1871 hingga 1879
dengan bantuan dana Riyad Pasha. Di kota ini, ia
menghabiskan waktunya untuk mengajar dan
memperkenalkan penafsiran filsafat Islam. Ketika Mesir
berada dalam krisis politik dan keuang-an pada akhir 1870,
fcokoh ini mendorong para pengikutnya untuk menerbitkan
surat kabar politik. Ia banyak memberikan ceramah dan
melakukan aktivitas politik sebagai pemimpin gerakan
bawah tanah. Para pengikutnya antara lain Muhammad
Abduh, Abdullah Nadim, Sa'ad Zaghlul, dan Ya'kub Sannu.
Pada 1889 Ia membentuk partai Hizbul Wathani dan berhasil
menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail, meskipun
kemudian ia diusir oleh penguasa baru Tawfik (Harun
Nasution, 1975: 54-55).
Kemudian, Jamaluddin pergi ke Paris dan bersama-
sama muridnya yang bernama Muhammad Abduh,
menerbitkan majalah al-'Urwah at Wutsqa. Pada tahun 1884
pergi ke Inggris untuk berunding dengan Sir Henry
Drummond Wolff tentang masalah Mesir. Dua tahun
kemudian, pergi ke Iran untuk membantu penyelesaian
sengketa Rusia dan Iran. Akhirnya diusir keluar Iran oleh
penguasa Syah Nasir al-Din karena perbedaan faham.
Sultan Ottoman Abdul Hamid II mengundang
Jamaluddin ke Istambul untuk membantu pelaksanaan politik
Islam yang direncanakan Istambul. Pengaruh Jamaluddin
yang cukup besar, membuat Abdul Hamid khawatir jika
posisinya akan terongrong. Selanjutnya Abdul Hamid
mengeluarkan kebijakan untuk membatasi aktivitas politik
12 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Jamaluddin. Di kota inilah Jamaluddin tinggal hingga akhir
hayatnya, meninggal pada 1897 karena penyakit kanker.
Meskipun karirnya lebih menggambarkan sebagai tokoh
politik, Jamaluddin al-Afghani telah berjasa memberikan
kontribusi bagi pembaharuan Islam modern. Pengalamannya
berkelana ke Negara-negara Barat, membawa pada suatu
kesimpulan bahwa dunia Islam dalam keadaan mundur,
sementara Barat mengalami kemajuan. Ini mendorongnya
untuk melahirkan pemikiran-pemikiran baru. Pemikiran
pembaharuannya didasarkan pada keyakinan bahwa Islam
adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, zaman, dan
keadaan. Jika ada pertentangan, perlu dilakukan penyesuaian
dengan mengadakan interpretasi baru terhadap ajaran Islam.
Kemunduran umat Islam, menurutnya, disebabkan karena
mereka statis, taqlid dan fatalis. Umat Islam telah
meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya, al-Islam
mahjubun bi al-Muslim. Umat Islam juga terbelakang dari
segi pendidikan dan kurang pengetahuan mengenai dasar-
dasar ajarannya, serta lemah rasa persaudaraan akibat
perpecahan internal.
Untuk mengatasi keterbelakangan dan kemunduran
tersebut, Jamaluddin mengemukakan dan memperjuangkan
gagasan pembaharuannya meliputi: pertama, dari sudut
pandang Islam tradisional, Jamaluddin mengemukakan
pentingnya kepercayaan pada akal dan hukum alam, yang
tidak bertentangan dengan kepercayaan pada TYihan.
Jamaluddin mengajarkan hal yang dibela oleh para filosof,
mendakwahkan agama dan rasionalisme kepada massa, serta
hukum alam pada para elite Muslim. la berusaha
mengelaborasi interpretasi Islam modernis dan pragmatis
(Nikki R. Keddie, 1995: 25-27).
Kedua, Jamaluddin berhasil mendukung kebangkitan
nasionalisme di Mesir dan India. Lebih luas dari itu, juga
menawarkan gagasan dan gerakan Pan-Islam sebagai
antiimperialisme dan mempertahankan kemerdekaan
Negara-negara Muslim. Pan-Islam dalam pengertian
kesatuan politik atau lebih umum kesatuan Negara-negara
Gerakan Muslim tersebut, semakin menguat dan mampu
PEMBAHARUAN DI DUNIA 13
ISLAM
menggalang solidaritas Muslim untuk menentang Kristen
dan penjajah Barat. Dikombinasikan dengan aktivitas anti-
Inggris inilah yang membuat Jamaluddin semakin populer di
dunia Islam saat itu. Maka jasanya adalah memberikan
kontribusi pemikiran Islam modern khususnya berkenaan
dengan politik (Nikki R. Keddie, 1995: 25-27).
Ketiga, Jamaluddin menyatakan ide tentang persamaan
antara pria dan wanita dalam beberapa hal. Wanita dan pria
sama kedudukannya, keduanya mempunyai akal untuk
berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja di
luar rumah, jika situasi menuntut semacam itu. Dengan
demikian, Jamaluddin menginginkan agar wanita juga
meraih kemajuan dan bekerjasama dengan pria untuk
mewujudkan umat Islam yang maju dan dinamis ( Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993: 300).

4. Muhammad Abduh (1848-1905)


Muhammad Abduh lahir pada 1848 M di sebuah desa di
Propinsi Gharbiyyah, Mesir. Ayahnya bernama Abduh Ibn
Hasan Khair Allah, dan nama lengkapnya adalah
Muhammad Abduh Ibn Hasan Khair Allah. Abduh berasal
dari keluarga petani yang sederhana, taat dan cinta ilmu. Ia
belajar membaca dan menulis dari orang tuanya. Dalam
waktu dua tahun telah mampu menghafal seluruh isi Al-
Qur'an (Muhammad Abduh, t.th.:28). Pendidikan selanjutnya
di Thanta. Namun tidak puas karena metode pengajaran di
Thanta diutamakan hafalan tanpa pengertian, sama halnya
dengan metode pengajaran yang umum diterapkan di dunia
Islam ketika itu, kemudian kembali ke kampungnya. Oi-ang
tuanya memerintahkan Abduh agar kembali ke Masjid
Ahmadi di Thanta, dan berguru kepada Syekh Darwisy
Bimbingan dari Syekh yang dengan tekun untuk
menumbuhkan kembali sikap cintanya pada ilmu dan
mengarahkannya pada kehidupan sufi. Kemudian
melanjutkan studi di al-Azhar, namun hanya mendapatkan
pelajaran agama saja. Di Universitas ini ditemukan metode
pengajaran yang sama dengan di Thanta. Pada 1871, Abduh
bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani dan memperoleh
14 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
pengetahuan filsafat, ilmu kalam dan ilmu pasti (Albert
Hourani, 1962:108). Pertemuannya dengan Jamaluddin
membuatnya semakin kecewa terhadap metode pengajaran
al-Azhar, dengan mengungkapkan pernyataannya yang
penuh dengan rasa kekecewaan, bahwa metode pengajaran
yang verbalis itu merusak akal dan daya nalar. Rasa kecewa
itulah yang menyebabkannya menekuni berbagai masalah
agama, sosial, politik, dan kebudayaan. Abduh juga terhbat
dalam kegiatan politik praktis yang berujung pada
pengasingannya ke luar negeri dengan tuduhan terlibat
dalam pemberontakan yang dimotori oleh 'Urabi Pasya pada
tahun 1882 (Charles J. Adams, 1933: 52). la tambah
bersemangat melancarkan kegiatan politik dan dakwah, di
tempat pengasingannya di Paris, bukan hanya ditujukan
kepada rakyat Mesir, tetapi juga kepada penganut Islam di
seluruh dunia. Bersama Jamaluddin menerbitkan majalah
dan membentuk gerakan yang disebut dengan al-'Urwah al-
Watsqa. Ide gerakan ini membangkitkan semangat umat
Islam untuk bangkit melawan kekuasaan Barat (Lothrop
Stoddard, 1966:46-80). Umur majalah tersebut tidak lama
karena pemerintah kolonial melarang peredarannya di
daerah-daerah yang mereka kuasai. Setelah penerbitannya
dihentikan, ia mengunjungi Tunis dan beberapa negara Islam
lainnya, sebelum akhirnya kembali ke Beirut pada tahun
1884.
Abduh lebih banyak menulis dan menerjemahkan kitab-
kitab ke dalam bahasa Arab di Beirut. Di kota inilah ia
menyelesaikan Risalah al-Tauhid. Pada tahun 1888 ia
kembali ke Mesir setelah masa pengasingannya berakhir.
Karir Abduh memasuki babakan baru. Kesan keterlibatan
Muhammad Abduh dalam Pemberontakan 'Urabi Pasya
tampaknya belum terhapus di hati Khedewi Tawfik penguasa
Mesir saat itu. Permohonan Abduh agar ia diizinkan
mengajar di Dar al-'Ulum ditolaknya. Sebaliknya ia
menawarkan kepada Abduh jabatan hakim di kota Benha dan
di luar kota Kairo. Abduh sebenarnya tidak menyenangi
jabatan tersebut ia melihat tidak adajalan lain yang lebih
baik, maka menerima tawaran tersebut. Jabatan itu diterima
PEMBAHARUAN DI DUNIA 15
ISLAM
dan dimanfaatkan untuk merealisasi cita-cita
pembaharuannya. Ia juga menjabat sebagai penasehat pada
Mahkamah Tinggi di Kairo.
Ada tiga pranata yang menjadi sasaran
pembaharuannya, yaitu pendidikan, hukum, dan wakaf.
Pertama, pembaharuan di bidang pendidikan dipusatkan di
al-Azhar. Ia beralasan bahwa al-Azhar adalah pusat
pendidikan Mesir dan dunia Islam. Memperbaharui
perangkat pendidikan berarti memperbaharui lembaga
pendidikan Islam keseluruhan. Sebaliknya, membiarkannya
dalam keadaan demikian, berarti membiarkan Islam
menemui kehancuran. Cita-cita yang demikian mungkin
dilaksanakan karena kedudukannya sebagai wakil
pemerintah Mesir dalam Dewan Pimpinan al-Azhar yang
dibentuk atas usulnya.
Pembaharuan yang dilakukannya menyangkut sistem
pengajaran, seperti metode, kurikulum, administrasi dan
kesejahteraan para guru, bahkan juga mencakup sarana fisik,
seperti asrama mahasiswa, perpustakaan, dan peningkatan
pelayanan kesehatan bagi mahasiswa (Harun Nasution,
1987: 20-21). Dampak positif dari pembaharuannya antara
lain tampak pada jumlah murid yang diuji setiap tahun.
Kalau sebelumnya murid yang bersedia diuji setiap tahun
hanya lebih kurang enam orang, maka setelah pembaharuan
jumlah tersebut meningkat menjadi sembilan puluh lima
orang dan sepertiganya berhasil lulus.
Kedua, pembaharuan di bidang hukum. Sebagai mufti
di tahun 1899, menggantikan Syekh Hasunah al-Nadawi,
memberi peluang baginya untuk mengadakan pembaharuan
di bidang tersebut. Usahanya yang pertama adalah
memperbaiki kesalahan pandangan masyarakat, bahkan
pandangan para mufti sendiri tentang kedudukan mereka
sebagai hakim. Para mufti berpandangan bahwa sebagai
mufti yang ditunjuk negara tugas mereka hanya sebagai
penasihat hukum bagi kepentingan negara. Mereka
melepaskan diri dari orang yang mencari kepastian hukum.
Di luar itu seakan tidak menjadi urusannya. Pandangan ini
diluruskan oleh Abduh denganjalan memberi kesempatan
16 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
kepada siapa pun yang memerlukan jasanya. Mufti baginya
bukan hanya berkhidmat untuk negara, tetapi juga untuk
masyarakat luas. Agaknya ada makna positif dari usaha
Abduh terutama bagi masyarakat, yaitu agar kehadiran
mereka tidak hanya dibutuhkan oleh negara, tetapi juga oleh
masyarakat (Arbiyah Lubis, 1993: 118).
Ketiga, wakaf juga merupakan institusi yang menjadi
perhatiannya. Wakaf merupakan sumber dana yang sangat
berarti pada masa itu, sedangkan dalam pengelolaan
administrasi sangat tidak efektif. Untuk itu ia membentuk
Majelis Administrasi Wakaf dan duduk sebagai anggota.
Abduh berhasil memasukkan perbaikan masjid sebagai salah
satu sasaran rutin penggunaan dana wakaf, maka mulailah
memperbaiki perangkat masjid, pegawai masjid sampai
kepada para imam dan khatib. Perhatian Abduh terhadap
perbaikan masjid ini dilatarbelakangi oleh situasi masjid-
masjid di Mesir. Misalnya dalam penyampaian khutbah yang
tidak bersifat mendidik, tetapi tebih menjurus kepada
penyuguhan masalah-masalah hukum yang kurang beralasan
dan tidak dapat dipegangi (Al-Manar, Vol. VIII:491). Itulah
sebabnya ia menetapkan beberapa persyaratan bagi para
khatib, antara lain mengharuskan mereka yang dari al-Azhar,
agar salah paham terhadap ajaran agama dapat dikurangi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa
periode yang paling penting dalam perjalanan hidup
Muhammad Abduh adalah periode setelah kembali dari
pengasingan. J. Adams (1933: 18) melukiskannya sebagai
periode berada di puncak karir, karena pada masa itu dapat
merealisasi cita-cita pembaharuan, mengemukakan ide, dan
pemikirannya tentang Islam, yang mengangkat namanya ke
permukaan dan dikenal ke hampir seluruh penjuru dunia
Islam.
Namun demikian, tidak semua ide dan pemikiran
pembaharuan yang dibawanya dapat diterima oleh penguasa
dan pihak al-Azhar. Penghalang utama yang dihadapi adalah
para ulama yang berpikiran statis beserta orang awam yang
dapat mereka pengaruhi. Khedewi sendiri pun akhirnya tidak
menyetujui pembaharuan fisik yang dibawanya, terutama
PEMBAHARUAN DI DUNIA 17
ISLAM
tentang institusi wakaf, yang menyangkut dengan masalah
keuangan. Mungkin karena melihat sukarnya penghalang
yang harus dilalui, maka pada tahun 1905 bersama-sama
dengan Abd al-Karim Salman dan Syekh Sayyid al-Hambali
mengundurkan diri dari Dewan Pimpinan al-Azhar. Dengan
mengundurkan diri tersebut beberapa rencana yang telah
disusunnya tidak dapat lagi dilaksanakan. Beberapa bulan
kemudian jatuh sakit pada suatu malam ketika berangkat ke
Eropa. Seminggu kemudian wafat, tepat pada 11 Juli 1905.

5. Muhammad Rasyid Ridha


Muhammad Rasyid Ridha lahir di Suriah pada tahun
1865 dan wafat tahun 1935. Seorang pemikir dan ulama
pembaru dalam Islam di Mesir pada awal abad ke-20. Ia
dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat
dan taat beragama. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa
Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan Nabi
Muhammad SAW melalui garis keturunan Husein bin Ali
bin Abi Talib. Itulah sebabnya ia memakai gelar sayyid.
Pendidikannya diawali dengan membaca al-Qur'an, menulis
dan berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriah. Berbeda
dengan anak-anak seusianya, Muhammad Rasyid Ridha
lebih senang menghabiskan waktunya untuk belajar dan
membaca buku dari pada bermain. Sejak kecil ia telah
memiliki kecerdasan yang tinggi dan kecintaan terhadap
ilmu pengetahuan.
Setelah lancar membaca dan menulis, Muhammad
Rasyid Ridha masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah, yaitu
sekolah milik pemerintah di kota Tripoli. Di sekolah itu ia
belajar ilmu bumi; ilmu berhitung; ilmu bahasa, seperti
nahwu dan saraf (ilmu tata bahasa Arab); dan ilmu-ilmu
agama, seperti akidah dan ibadah. Hanya setahun ia belajar
di sini, karena ternyata sekolah itu khusus diperuntukkan
bagi mereka yang ingin menjadi pegawai pemerintah,
sedangkan ia tidak berminat mengabdi untuk pemerintah.
Ketika berumur 18 tahun, Ridha kembali melanjutkan
studinya dan sekolah yang dipilihnya adalah Madrasah al-
Wathaniyyah al-Islamiyyah yang didirikan Syekh Husain al-
18 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Jisr. Dibandingkan dengan Madrasah ar-Rasyidiyah,
madrasah inijauh lebih maju, baik dalam sistem pengajaran
maupun materi yang diajarkan. Di sini belajar mantiq,
matematika, dan filsafat, di sampingjuga ilmu-ilmu agama.
Gurunya, Syekh Husain al-Jisr, dikenal sebagai seorang yang
banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan
ide pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di
antara pikiran-pikiran gnrunya yang sangat mempengaruhi
ide pembaruan Rasyid Ridha adalah bahwa satu-satunya
jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk mencapai
kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan
pendidikan umum dengan menggunakan metode Eropa.
Syekh Husain al-Jisr berpendapat demikian karena sekolah-
sekolah yang didirikan bangsa Eropa dan Amerika di Suriah
saat itu banyak diminati anak-anak pribumi. Keadaan ini
justru mengkhawatirkan al-Jisr karena di sekolah-sekolah itu
tidak disajikan materi pelajaran agama.
Selain menekuni pelajarannya di Madrasah al-
Wathaniyyah al-lslamiyyah, Raayid Ridha juga tekun meng-
ikuti berita perkembangan dunia Islam melalui surat kabar
al-'Urwah al-Wutsqa (Ikatan Yang Kuat; surat kabar
berbahasa Arab yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani
dan Muhammad Abduh, diterbitkan di pengasingan mereka
di Paris). Melalui surat kabar mi Rasyid Ridha mengenal
gagasan dua tokoh pembaharu yang sangat dikaguminya,
yaitu Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ide-
ide pembaruan yang dikumandangkan oleh kedua tokoh itu
melalui surat kabar al-'Urwah al-Wutsga sangat berkesan
dalam diri Rasyid Ridha dan menimbulkan keinginan yang
kuat di hatinya untuk bergabung dan berguru pada keduanya.
Keinginan Rasyid Ridha untuk bertemu al-Afghani
tidak tercapai karena ia lebih dahulu meninggal sebelum
Rasyid Ridha sempat menjumpainya. Sebaliknya,
Muhammad Abduh sempat dijumpainya ketika yang disebut
terakhir ini berada dalam pembuangannya, di Beirut.
Pertemuan dan dialog-dialog antara Ridha dan Abduh
semakin menumbuhkan semangat juang dalam dirinya untuk
melepaskan umat Islam dan belenggu keterbelakangan di
PEMBAHARUAN DI DUNIA 19
ISLAM
kehodohannya. Rasyid Ridha banyak menyerap pikiran-
pikiran dan pandangan-pandangan Muhammad Abdi dalam
usaha memajukan umat Islam.
Setelah Muhammad Abduh diizinkan kembali ke Mesir,
ia kemudian mengikutinya pada tahun 1898. Setibanya di
Mesir, ia mengusulkan kepada gurunya, Muhammad Abduh,
agar menerbitkan sebuah majalah yang akan menyiarkan ide-
ide dan pikirannya. Atas dasar ini terbitlah sebuah majalah
yang diberi nama al-Manar, nama yang diusulkan Rasyid
Ridha dan disetujui Muhammad Abdul. Dalam terbitan
perdananya dijelaskan bahwa tujuan al Manar sama dengan
al-'Urwah al-Wutsqa, yaitu untuk memajukan umat Islam
dan menjernihkan ajaran Islam dari segala paham yang
menyimpang.
Setahun setelah al-Manar terbit, ia mengajukan saran
kepada gnrunya agar menafsirkan al-Qur'an dengan tafsiran
yang relevan dengan tuntutan zaman, Ketika itu Muhammad
Abduh aktif mengajar tafsir al-Qur'an di al-Azhar. Sebagai
murid, Rasyid Ridha mencatat kuliah-kuliah gurunya, lalu
catatannya itu diserahkan kepada gurunya untuk dikoreksi
Selesai diperiksa, catatan itu diterbitkan dalam majalah al-
Manar. Kumpulan tulisan mengenai tafsir yang termuat
dalam majalah al-Manar inilah yang kemudian dibukukan
menjadi Tafsir al-Manar. Sampai wafatnya, Muhammad
Abduh hanya sempat menafsirkan hingga surah an-Nisa' ayat
125. Penafsiran ayat-ayat selanjutnya dilakukan oleh Kasyid
Ridha sendiri.
Rasyid Ridha juga seorang pengikut tarekat, yaitu
Thareqat Naqsyabandiyah. Berdasarkan pengalamannya di
dunia tarekat, ia menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran tarekat
yang berlebihan dalam cara beribadat dan pengkultusan
seorang guru membuat seseorang mempunyai sikap statis
dan pasif. Sikap-sikap seperti itu jelas merugikan umat
Islam.
Ide-ide pembaharuan penting yang dibawa Rasyid
Ridha adalah dalam bidang agama, bidang pendidikan, dan
bidang politik. Dalam bidang agama ia berpendapat bahwa
umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan
20 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ajaran-ajaran agama Islam yang murni seperti yang
dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan sahabat-
sahabatnya, melainkan ajaran-ajaran yang sudah banyak
bercampur dengan bid'ah dan khurafat. Selanjutnya ia
menegaskan, jika umat Islam ingin maju, mereka harus
kembali berpegang kepada al-Qur'an dan sunnah Rasulullah
SAW dan tidak terikat dengan pendapat-pendapat ulama
terdahulu yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan hidup
modern. Mengenai ajaran Islam, Rasyid Ridha membedakan
antara masalah peribadatan (yang berhubungan dengan
Tuhan) dan masalah muamalah (yang berhubungan dengan
manusia). Yang pertama telah tertuang dalam teks Al-Qur'an
yang qath'i (tunjukannya jelas, pasti) dan hadits mutawatir.
Menurutnya, untuk hal yang kedua ini akal dapat digunakan
sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar
ajaran Islam. Rasyid Ridha kemudian menyoroti paham
fatalisme yang menyelimuti umat Islam waktu itu. Menurut
Rasyid Ridha, ajaran Islam sebenarnya mengandung paham
dinamika, bukan fatalisme. paham dinamika inilah yang
membuat dunia Barat maju. Rasyid Ridha menjelaskan
paham dinamika dalam Islam dengan mengambil bentuk
jihad, yaitu kerja keras dan rela berkorban demi mencapai
keridaan Allah SWT. Etos jihad inilah yang mengantarkan
umat Islam ke puncak kejayaannya pada zaman klasik.
Idenya yang lain adalah toleransi bermadzhab. Rasyid Ridha
melihat fanatisme madzhab yang tumbuh di kalangan umat
Islam mengakibatkan perpecahan dan kekacauan. Oleh
karena itu, perlu dihidupkan toleransi bermadzhab, bahkan
dalam bidang hukum perlu diupayakan penyatuan madzhab,
walaupun ia sendiri pengikut setia Madzhab Hanbali.
Dalam bidang pendidikan Rasyid Ridha mengikuti
gurunya, Muhammad Abduh. Ridha sangat menaruh
perhatian terhadap pendidikan. Umat Islam hanya dapat
maju apabila menguasai bidang pendidikan, Oleh karena itu,
ia selalu menghimbau dan mendorong umat Islam untuk
menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-
lembaga pendidikan. Menurut Rasyid Rida, membangun
lembaga pendidikan lebih bermanfaat dari pada membangun
PEMBAHARUAN DI DUNIA 21
ISLAM
masjid. Apa artinya masjid jika pengunjungnya hanyalah
orang-orang bodoh. Sebaliknya, lembaga pendidikan akan
dapat menghapuskan kebodohan dan pada gilirannya
membuat umat menjadi maju dan makmur. Usaha yang
dilakukannya di bidang pendidikan adalah membangun
sekolah misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak
kader-kader mubaligh yang tangguh sebagai imbangan
terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut
didirikan pada tahun 1912 di Cairo dengan nama Madrasah
ad-Da'wah wa al-Irsyad. Di sekolah tersebut diajarkan ilmu
agama, seperti al-Qur'an, tafsir, akhlak dan Hik-mah at-
tasyri’ (hikmah ditetapkannya syariat), bahasa Eropa, dan
ilmu kesehatan. Setelah itu, Rasyid Ridha mendapat
undangan dari pemuka Islam India untuk mendirikan
lembaga yang sama di sana.
Selain aktif di bidang pendidikan, ia juga aktif
berkiprah di dunia politik. Kegiatannya antara lain menjadi
Presiden Kongres Suriah pada tahun 1920, sebagai delegasi
Palestina-Suriah di Jenewa tahun 1921, sebagai anggota
Komite Politik di Cairo tahun 1925, dan menghadiri
Konferensi Islam di Mekah tahun 1926 dan di Yerusalem
tahun 1931. Ide-idenya yang penting di bidang politik adalah
tentang ukhuwwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Ia
melihat salah satu penyebab kemunduran umat Islam ialah
perpecahan yang terjadi di kalangan mereka. Untuk itu, ia
menyeru umat Islam agar bersatu kembali di bawah satu
keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan
tunduk kepada satu sistem hukum dalam satu kekuasaan
yang berbentuk negara. Akan tetapi, negara yang diinginkan
Rasyid Ridha bukan seperti di Barat, melainkan negara
dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa al-
Khulafa' ar-Rasyidun (empat khalifah besar). Khalifah
haruslah seorang mujtahid (ahli ijtihad) dan dalam
menjalankan roda pemerintahannya, ia dibantu oleh para
ulama. Hanya dengan sistem khilafah, ukhuwwah Islamiyah
dapat diwujudkan. Dalam bukunya al-Khilafah, Rasyid
Ridha menjelaskan secara panjang lebar mengenai khilafah,
antara lain disebutkan bahwa fungsi khalifah adalah
22 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
menyebarkan kebenaran, menegakkan keadilan, memelihara
agama, dan bermusyawarah mengenai masalah-masalah
yang tidak dijelaskan dalam nash. Khalifah bertanggung
jawab atas segala tindakannya di bawah pengawasan alil al-
hall wa al-'aqd yang anggota-anggotanya terdiri atas para
ulama dan pemuka-pemuka masyarakat. Tugas alil al-hall
wa al-'aqd, selain mengawasi jalannya roda pemerintahan,
juga mencegah terjadinya penyelewengan oleh khalifah.
Lembaga ini berhak menindak khalifah yang berbuat dhalim
dan sewenang-wenang.
Pengaruh pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha dan
gurunya, Muhammad Abduh, terasa sampai ke Indonesia.
Ide-idenya yang terkandung dalam majalah al-Manar,
khususnya mengenai pemberantasan bid'ah dan khurafat,
banyak mengilhami timbulnya gerakan pembaharuan di
Indonesia. Bukti-bukti yang dapat dikemukakan sebagai
adanya pengaruh ide-ide Rasyid Ridha di Indonesia, antara
lain, terbitnya majalah al-Munir di Padang yang dikelola
oleh ulama-ulama yang pernah belajar di Mekah. Majalah ini
mengulas berita-berita yang dimuat dalam majalah al-
Manar. Ulama-ulama Indonesia banyak yang tertarik untuk
membaca al-Manar, baik semasa berada di Mekah maupun
setelah kembali ke Indonesia. Hal ini ditandai dengan
munculnya pertanyaan ulama Indonesia terhadap Rasyid
Ridha melalui al-Manar mengenai nasionalisme,
patriotisme, dan semangat ukhuwwah Islamiyah (Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Jilid 3, 1993: 255-257).

F. Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia


1. Jami'atul Khair dan Al-Irsyad
Gerakan pembaharuan di Indonesia mulai berakar pada
permulaan abad 20, yang berkembang dari waktu ke waktu
selama empat dasawarsa. Perkembangan dan penyebarannya
pun semakin luas. Satu hal penting, pembaharuan Islam di
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pembaharuan yang
terjadi Timur Tengah dan Mesir, terutama pemikiran-
pemikiran para tokoh yang telah disebut di depan, yaitu Ibnu

PEMBAHARUAN DI DUNIA 23
ISLAM
Taimiyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaluddin al-
Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dalam hal
pemurnian, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia banyak
diilhami oleh Ibnu Taimiyah dan Muhammad ibn Abdul
Wahhab; gerakan pendidikan dipengaruhi oleh Muhammad
Abduh; sedangkan gerakan politik dipengaruhi oleh
Jamaluddin al-Afghani. Buku ini bukan tempatnya
menunjukkan pengaruh langsung atau tidak langsung dari
gerakan-gerakan tersebut.
Organisasi pembaharuan pertama yang didirikan di
Indonesia adalah Jami'atul Khair, pada 15 Juli 1905.
Pendirinya bernama Sayid Muhammad al-Fateh ibn
Abdurrahman al-Masjhur, Sayid Muhammad ibn Abdullah
ibn Sjihab, Sayid Idms ibn Ahmad ibn Sjihab dan Sayid
Sjehan ibn Sjihab. Meskipun organisasi ini mayoritas
anggotanya adalah orang-orang Arab, tetapi terbuka untuk
aetiap Muslim tanpa diskriminasi. Kegiatan yang menjadi
perhatian organisasi ini meliputi dua bidang; pendirian dan
pcmbinann sekolah pada tingkat dasar dan pengiriman anak-
anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Pentingnya Jami'atul Khair terletak pada kenyataan
bahwa organisasi inilah yang memulai organisasi modern
dalam masyarakat Islam (yaitu dengan adanya anggaran
dasar, daftar anggota tercatat, dan rapat-rapat berkala) dan
mendirikan sekolah yang menerapkan sistem modern
(adanya kurikulum, sistem klasikal, dan perlengkapan kolas).
Namun demikian, umur organisasi ini tidak panjang
Setelah kedatangan Ahmad Soorkati dan kawan-kawannya
sebagai guru di sekolah Jami'atui Khair, di samping
mengajarkan pelajaran-pelajaran umum, juga menekankan
daya kritik dan pemikiran kembali kepada Al-Qur'an dan Al-
Hadits. Mereka memperkenalkan ide-ide mengenai
persamaan sesama Muslim. Ide yang terakhir inilah yang
menyebabkan kedudukan para Sayid merasa terancam. Dari
sinilah benih perpecahan mulai muncul. Akhirnya Ahmad
Soorkati keluar dari Jami'atul Khair dan merintis berdirinya
organisasi al-Irsyad.

24 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Al-Irsyad sendiri merupakan organisasi Islam yang
secara resmi menekankan perhatian pada bidang pendidikan,
terutama pada masyarakat Arab meskipun anggotanya ada
dari non-Arab. Secara lebih luas sikap dan tujuan organisasi
ini adalah: Menjalankan dengan sungguh-sungguh agama
Islam sebagaimana ditetapkan Al-Qur'an dan sunnah;
memajukan hidup dan kehidupan secara Islam dalam arti
kata luas dan dalam; dan membantu menghidupkan
semangat untuk bekerja. sama di antara berbagai golongan
dalam setiap kepentingan bersama (Pengurus Besar AJ-
Irsyad, 1938: 3-7).
Al-Irsyad berjasa dalam mendirikan banyak lembaga
sekolah dari tingkat dasar hingga sekolah guru. Ada juga
sekolah takhasus dengan spesialisasi dalam bidang agama,
pendidikan atau bahasa. Al-Irsyad juga memberikan
beasiswa untuk beberapa lulusannya guna belajar ke luar
negeri, terutama ke Mesir. Organisasi ini juga
mempergunakan tabligh dan pertemuan-pertemuan sebagai
cara untuk menyebarkan pahamnya. Ia juga menerbitkan
buku-buku dan pamflet-pamflet.

a. Sarekat Islam
Sarekat Islam (SI) berdiri di Solo pada tanggal 11
Nopember 1912. Sarekat Islam tumbuh dari organisasi
yang mendahuluinya, bernama Sarekat Dagang Islam
atau disingkat dengan SDI. Organisasi ini didirikan oleh
K.H. Samanhoedi, M. Asmodimedjo, M. Kertotaruno,
M. Sumowerdojo dan M.Hadji Abdulradjak. SDI
terkenal dipimpin Samanhoedi, sedangkan Sarekat Islam
(SI) terkenal di tangan H. Oemar Said Cokroaminoto.
Pada awalnya, organisasi ini lahir karena adanya
kompetisi yang meningkat dalam perdagangan batik
terutama dengan golongan Cina, dan sikap superioritas
orang Cina terhadap orang Indonesia sehubungan
dengan berhasilnya revolusi Cina pada 1911. Organisasi
ini juga dimaksudkan untuk menjadi benteng bagi orang-
orang Indonesia yang umumnya terdiri dari pedagang-
pedagang batik Solo terhadap orang Cina dan para
PEMBAHARUAN DI DUNIA 25
ISLAM
bangsawan (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993:
115-116).
Dengan perubahan nama menjadi Sarekat Islam,
organisasi ini mengubah haluan menjadi organisasi yang
bergerak di bidang politik. Organisasi ini perjuangannya
dalam melawan penjajah tidak lagi menggunakan
pendekatan kooperatif, tetapi dengan pendekatan non-
kooperatif. SI berkeyakinan bahwa agama Islam itu
membuka pemikiran tentang persamaan derajat manusia
sambil menjunjung tinggi negeri. Mereka tidak
mengakui suatu golongan berkuasa di atas golongan
lainnya. Oleh karena itu, segala bentuk penindasan oleh
kapitalisme dan kolonialisme harus dienyahkan. SI
menuntut perbaikan nasib rakyat di bidang agraria dan
pertanian dengan menghapuskan undang-undang
kolonial tentang pemilikan tanah, pajak-pajak hendaknya
ditarik secara proporsional. Di samping itu, SI juga
mempunyai perhatian di bidang pendidikan. SI menuntut
penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan
penerimaan murid-murid di sekolah-sekolah; ia
menuntut pelaksanaan wajib belajar untuk semua
penduduk, serta perbaikan lembaga-lembaga pendidikan
pada semua tingkat. Sedangkan di bidang agama, SI
menuntut penghapusan segala macam undang-undang
dan peraturan yang menghambat tersebarnya Islam,
pembayaran gaji bagi kyai dan penghulu, subsidi
lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan pengakuan
hari-hari besar Islam.
Meskipun akhirnya SI tidak begitu terdengar
gaungnya dalam perjalanan sejarah, paling tidak ia telah
memberi kontribusi bagi perjuangan politik bangsa
Indonesia. Kini Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII)
muncul kembali dalam bentuk partai Islam meskipun
meraih suara yang sangat kecil dalam pemilu.

b. Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persia) didirikan di Bandung, 17
September 1923 oleh KH. Zamzam, seorang ulama asal
26 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Palembang. Persatuan Islam bertujuan mengembalikan
kaum Muslimin kepada pimpinan Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi, dengan jalan mendirikan madsarah-madrasah,
pesantren dan tabligh melalui ceramah-ceramah,
menerbitkan majalah, brosur dan buku. Majalah yang
menonjol terbitan Persis adalah "Pembela Islam" dan
majalah al-Muslimun, yang banyak membahas masalah-
masalah hukum agama.
Seperti kedua saudaranya yang telah lahir lebih
dahulu (Al-Irsyad dan Muhammadiyah), Persis sangat
getol dalam usahanya memberantas segala bentuk
takhayul, bid'ah dan khurafat (TBC). Kegetolannya
memberantas TBC semakin menonjol setelah Persis
dipimpin oleh A. Hasan. Perjuangan A. Hasan dalam
memberantas TBC dengan cara yang radikal dan tidak
tanggung-tanggung. Di bawah kepempinan A. Hasan,
Persis berkembang pesat terutama di Jawa Barat dan
Jawa Timur. Di antara kader hasil tempaan pendidikan
Persis, adalah ulama terkemuka Dr. Muhammad Natsir,
yang pernah menjadi Perdana Menteri RI dan
menduduki jabatan penting dalam lembaga Islam
Internasional, seperti Rabithah Alam Islami dan
Muktamar Alam Islami.

c. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan
pada tanggal 8 Dzulhyjah 1330 Hijriyah bertepatan
dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Kota
Yogyakarta. Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi
yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan
pemikiran Islam di Indonesia, memberantas TBC,
mengusahakan umat Islam kembali kepada Al-Qur'an
dan Sunnah, dan bergerak di berbagai bidang kehidupan
umat.

PEMBAHARUAN DI DUNIA 27
ISLAM
Kesimpulan

1. Tajdid berarti pembaharuan, yakni memperbaharui kehidupan


keagamaan kaum muslimin, baik dalam wilayah ibadah,aqidah
maupun dalam wilayah mu'amalah, dunyawiyah.
2. Ada dua kecenderungan pembaharuan, yakni kecenderungan ke
arah salafi yang mengutamakan pemurnian ibadah dan aqidah
dari bid'ah, khzimfat, takhayul dan syirik maupun
kecenderungan ke arah modernisme/reformisme. Kecenderungan
kedua ini mengarahkan gerakannya pada pembaharuan bidang
pendidikan, politik, sosial budaya, dan mengangkat harkat
martabat kaum wanita.
3. Tokoh pembaharu pada periode klasik sampai modern adalah
Ibnu Tamiiyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaluddm al-
Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ibnu Taimiyah
dan Muhammad ibn Abdul Wahhab corak pembaharuannya
bersifat purifikasi (pemurnian), Jamaluddin al-Afghani bercorak
politik, sedangkan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
bercorak pendidikan atau sosial budaya.
4. Jami'atul Khair adalah organisasi Islam pertama di Indonesia (15
Juli 1905) didirikan oleh orang-orang Arab Indonesia. Organisasi
ini mengutamakan gerakannya, pada bidang pendidikan.
5. Al-Irsyad berdiri setelah Jami'atuI Khair tidak menunjukkan
aktivitas organisasinya, bidang garapnya sama dengan Jami'atul
Khair yakni bidang pendidikan.
6. Persatuan Islam adalah gerakan pembaruan Islam yang menitik
beratkan pemberantasan TBC melalui kegiatan pendidikan,
pengajian dan penerbitan. Dirintia oleh KH. Zamzam, dan
dikembangkan serfca dibesarkan oleh A.Hassan.
7. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di
Yogyakarta pada tanggal 18 Nopember 1912, yang bergerak
dalam bidang keagamaan, pendidikan, sosial budaya dan
kesehatan. Ada beberapa alasan Muhammadiyah berdiri, antara
lain: tidak murniya Islam di Indonesia, pendidikan Islam tidak
maju kemiskinan rakyat, adanya missi dan zending Kristen,
umat Islam bersifat fanatisme sempit, taqlid buta, masih
diwarnai konservatisme, formalisme dan tradisionalisme.

28 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bab 2
Muhammadiyah :
Latar Belakang Berdiri dan Tujuannya

Isi : Tujuan Pembelajaran :


1. Intelektualitas dan Agar Warga Belajar dapat
Religiusitas K.H. Ahmad 1. Menguraikan tingkat
Dahlan intelektualitas dan religiositas
2. Realitas Sosio-Agama di K.H. Ahmad Dahlan
Indonesia 2. Menjelaskan setting
a. Keberadaan realitas keummatan bangsa
Umat Islam Indonesia
b. Keberadaan 3. Menjelaskan realitas
Umat Non Islam pendidikan dan politik bangsa
3. Realitas Pendidikari Indonesia
Bangsa Indonesia 4. Menjelaskan proses
a. Sistem berdirinya Muhammadiyah
Perididikan Barat 5. Menjelaskan maksud dan
b. Sistem tujuan Muhammadiyah sejak
Pendidikan Pondok berdiri hingga sekarang
Pesantren
4. Realitas Politik Islam di
Indonesia
5. Proses Muhammadiyah
Berdiri
6. Tujuan Muhammadiyah

A. Intelektualitas dan Religiusitas KH. Ahmad Dahlan


Berkait dengan faktor yang melatar belakangi
Muhammadiyah didirikan, M. Jindar Tamimi (1990)
menyebutkan ada dua faktor, yaitu faktor subjektif dan objektif.
Faktor pertama berkait langsung dengan perjalanan biografi

29

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
pribadi Ahmad Dahlan, sedang faktor kedua berkait dengan
kondisi internal dan eksternal bangsa Indonesia. Kondisi internal
menyangkut implementasi Islam di Indonesia, sedang kondisi
eksternal menyangkut pengaruh-pengaruh asing.
Berbeda dengan pendapat M. Jindar Tamimi, Saifullah
(1997 : 27), dalam sebuah tests masternya, menyebutkan ada
empat faktor. Pertama, faktor aspirasi pendiri, yakni Ahmad
Dahlan. Kedua, faktor realitas sosio-agama di Indonesia. Ketiga,
faktor realitas sosio-pendidikan di Indonesia, dan keempat,
faktor realitas politik Islam Hindia-Belanda.
Perbedaan penyebutan faktor di atas, nampak dengan jelas
tidak berkait dengan substansi tetapi berkait dengan redaksional
semata. Bahkan, Saifullah sebetulnya mencoba membahasakan
ulang hal yang sudah dijelaskan oleh M. Jindar Tamimi.
Pembahasan tentang latar belakang Muhammadiyah didirikan
akan mengikuti pola pikir seperti yang dikembangkan oleh
Saifullah.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tidak secara
kebetulan, tetapi didorong oleh aspirasinya yang besar tentang
masa depan Islam Indonesia. Aspirasi ini dapat dilacak dari
perjalanan intelektual, spiritual, dan sosial Ahmad Dahlan dalam
dua fase dari biografi kehidupannya, yaitu fase pertama, setelah
menunaikan ibadah haji yang pertama (1889); dan fase kedua,
setelah menunaikan ibadah haji yang kedua tahun 1903
(Saifullah, 1997; 27-28).
Pada ibadah haji perfcama, Ahmad Dahlan masih berusia 20
tahun. Motivasi berhaji lebih didorong oleh upaya peningkatan
spiritual pribadinya, dengan cara menunaikan rukun Islam yang
kelima, yaitu ibadah haji. Peningkatan spiritualitas ini dilakukan
oleh karenaAhmad Dahlan dengan sengaja akan dipersiapkan
ayahnya untuk menjadi penggantinya di kemudian hari. Di
samping motivasi spiritual, ibadah haji kali ini juga
dimanfaatkan oleh Ahmad Dahlan untuk menimba ilmu-ilmu
keislaman. Dalam tradisi waktu itu, agar anaknya bisa menjadi
seorang 'alim, biasanya disuruh menunaikan ibadah haji
sekaligus belajar Islam di sana. Seperti diketahui bahwa
menunaikan ibadah haji waktu itu tidak sesingkat seperti
sekarang ini, tetapi ditempuh dalam waktu yang agak lama.
30

STUDI
Dalam kaitan ini, Ahmad Dahlan diharapkan kualitas spiritual
dan intelektual ilmu keislamannya bisa lebih meningkat dengan
menunaikan ibadah haji.
Di pusat studi Islam ini, Ahmad Dahlan menemukan banyak
hal tentang studi Islam yangjarang ditemui di Indonesia.
Menurutnya, Islam tidak hanya dipahami secara kognitif semata,
tetapi ada kewajiban untuk menerjemahkan ke dalam bentuk aksi
sosial sebagai wujud perbaikan masyarakafc. Dalam bahasa
sekarang, seseorang yang mendalami Islam tidak hanya dituntut
mempunyai kesalehan individual semata, tetapi juga perlu
memiliki kesalehan sosial yangjustru merupakan suatu keharusan
untuk dilakukan sebagai bukti kedalaman iman yang dimilikinya
(Tamimi, 1990: 4).
Sepulangnya dari ibadah haji pertama ini, Ahmad Dahlan
mulai merasa gelisah ketika menyaksikan kehidupan keagamaan
umat Islam Indonesia yangjauh dari cita-cita ajaran Islam.
Padahal, Islam sebagai agama, seperti ditunjukkan Nabi
Muhammad, mampu melakukan transformasi sosial masyarakat
Arab, sementara Islam sebagai agama yang dipeluk umat Islam
Indonesia tidak mampu melakukan transformasi, baik secara
vertikal maupun horizontal terhadap umat Islam. Kesenjangan
ini selalu menjadi kegelisahan intelektual Ahmad Dahlan untuk
dicari solusinya (Tamimi, 1990: 5).
Hasil kongkrit dari studinya di Mekah setelah menunaikan
ibadah haji pertama ini, dapat dilihat dalam aktivitas keagamaan
Ahmad Dahlan, misalnya, pembenahan arah kiblat (1897),
masalah pemberian garis shaf untuk shalat (1897), renovasi
pembangunan mushalla Ahmad Dahlan, namun kemudian
dibakar masyarakat (1898) dan perluasan pembangunan dan
pengembangan pesantren milik ayahnya (Sjoeja', dalam Saifullah
dan Musta'in, ed., 1995: 24-43).
Dalam rentang waktu 14 tahun (1889-1903) sampai ia akan
menunaikan ibadah haji kedua, nampaknya fokus aktivitas kajian
Ahmad Dahlan lebih pada tataran purifikasi ajaran Islam.
Metodologi pemahaman yang efektif yang menuju pemikiran
pembaharuan Islam diperolehnya pada pasca melaksanakan
ibadah haji yang kedua (Saifullah, 1990: 29).

31
Pada haji yang kedua sebagai awal fase kedua dari perjalanan
biografinya, Ahmad Dahlan menemukan metodologi untuk
memahami Islam yang sebenarnya. Pada haji yang kedua ini,
Ahmad Dahlan memasuki usia 34 tahun. Di samping bermaksud
menunaikan haji sebagai pelaksanaan rukun Islam yang kelima
MUHAMMADIYAH
untuk yang kedua kalinya, Ahmad Latar Dahlan juga
Belakang berdiri bermaksud
dan tujuannya
memperdalam Islam lebih dalam lagi, Karena itu, untuk maksud
kedua ini, setelah selesai menunaikan rukun Islam yang kelima,
ia memutuskan untuk bermukim di Mekah selama 20 bulan.
Selama berada di tanah haram ini, Ahmad Dahlan
memperdalam studi Islam tradisional kepada ulama termasyhur,
baik kepada ulama kelahiran Indonesia maupun ulama setempat
yang telah menjadi syaikh di sana. Misalnya, untuk fikih, ia
berguru kepada KH. Mahful (Tremas, Pacitan, Jawa Timur), KH.
Muhtaram (Banyumas, Jawa Tengah), Syaikh Bafadhal, Syaikh
Sa'id Yamani dan Syaikh Said Babasel; untuk hadits pada Mufti
Syafi'i; untuk ilmu astronomi pada KH. Asy'ari Bawean
(Gresik); dan untuk ilmu qira'ah kepada Syaikh Ali Mukri
(Mekah) (Asrafi, 1983: 25).
Ahmad Dahlan juga membaca karya-karya tokoh pembaharu
Islam kontemporer dari Timur Tengah, misalnya Ibn Taimiyah,
Ibn Qayyim, Muh. ibn. Abd. Wahab, Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muh. Rasyidi Ridha, Farid Wadjdi dan
Rahmatullah al-Hindi (Salam, 1968: 8). Dalam menelaah kitab-
kitab tersebut, Ahmad Dahlan menggunakan metode
perbandingan dan mendiskusikannya dengan ulama lokal dan
internasional, antara lain: Syaikh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi, Syaikh Ahmad Nawawi al-Bantani, KH. Mas
Abdullah dari Surabaya dan KH. Faqih Maskumambang dari
Gresik (Tamimi, 1990: 45).
Adapun tokoh perubahan kontemporer yang pernah diajak
diskusi dengan Ahmad Dahlan adalah Muhammad Rasyid Ridha,
seorang tokoh pembaharu Islam ternama waktu itu. Ahmad
Dahlan bisa berdiskusi dengan Ridha karena waktu itu sedang
berada di Mekah. Pertemuan langka ini berkat jasa keponakan
Ahmad Dahlan sendiri yang sejak tahun 1890 menjadi mukimin
di Mekah. Kedua tokoh ini terlibat intens dalam mendiskusikan

32
kondisi umat Islam yang terpuruk (Hadikusuma, t.th.: 66; dan
Tamimi, 1990: 6).
Diskusi secara intens yang dilakukan dengan tokoh-tokoh
tersebut, baik langsung maupun melalui karya-karya mereka,
banyak memberikan wawasan keislaman Ahmad Dahlan untuk
menjawab kegelisahannya tentang praktek keislaman masyarakat
STUDI
muslim Indonesia. Di sinilah, nampak secara signifikan pengaruh
KEMUHAMMADIYAHAN
pembaharuan Timur Tengah terhadap diri Ahmad Dahlan.
Seperti yang dikemukakan oleh pembaharu, untuk keluar dari
krisis yang melanda dunia Islam, umat Islam harus kembali
kepada Al-Qur'an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Pemahaman
terhadap kedua sumber ajaran Islam ini, menurut Ahmad Dahlan,
penggunaan akal dan hati menjadi sesuatu yang tidak bisa
ditolak. Dengan cara demikian, akan ditemukan Islam yang
sebenar-benarnya (Tamimi, 1990: 6). Pemahaman seperti ini
yang membuat seorang Mas Mansur terkesan terhadap cara
Ahmad Dahlan yang selama ini jarang ia temukan dilakukan
oleh ulama zamannya (Saifullah, 1997: 31).
Untuk mewujudkan obsesinya tentang masa depan Islam
Indonesia, Ahmad Dahlan berpendapat perlunya rekonstruksi
menyeluruh atas masyarakat muslim Indonesia, mulai etos kerja,
keilmuan sampai metodologi pemahaman Islam yang tepat.
Untuk rekonstruksi yang terakhir ini merupakan persoalan yang
paling mendasar dan strategis untuk diperbaiki oleh karena
metodologi pemahaman Islam mempunyai implikasi yang jauh
dalam perilaku keagamaan umat Islam dalam menjawab
tantangan modernitas.
Maksud rekonstruksi di atas, Ahmad Dahlan mengajukan
metodologi pemahaman yang rasional-fungsional. Rasional
adalah menelaah sumber utama ajaran Islam dengan kebebasan
akal pikiran dan kejernihan akal nurani (hati), sekaligus
membiarkan al-Qur'an berbicara tentang dirinya sendiri. Adapun
yang dimaksud dengan fungsional dalam konteks pemahaman
Ahmad Dahlan adalah keharusan merumuskan pemahaman ke
dalam bentuk aksl sosial. Artinya pemahaman ayat-ayat al-
Qur'an harus bisa mentransformasikan kondisi riil masyarakat
menjadi lebih baik (Saifullah, 1997: 33). Metode seperti ini
sangat dikagumi Ahmad Syafi'i Ma'arif, ketua PP
33
Muhammadiyah periode 2000-2004 (Ma'arif, dalam Amir
Hamzah, 1986: xxii-xxiii).
Model pemahaman Ahmad Dahlan dalam memahami Islam
yang langsung merujuk kepada sumber ajaran Islam (al-Qur'an
dan Sunnah), merupakan metode yang masih asing, oleh karena
para ulama Indonesia waktu itu dalam memahami Islam
MUHAMMADIYAH
langsung merajuk kepada kitab madzhab tertentu.
Latar Belakang berdiri danCara seperti
tujuannya
ini, jelas membuat ajaran Islam yang dirumuskan mengandung
bias, oleh karena kitab-kitab yang dirujuk itu ditulis bukan untuk
seluruh negeri muslim, bahkan rumusan ajaran Islamnya banyak
dipengaruhi situasi sosial penulisnya.
Berdasarkan kajian atas al-Qur'an secara tematik dan
telaahnya atas karya dan tulisan pembaharu Islam kontemporer,
Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa hakikat Islam itu adalah
konsepsi hidup yang dalam bahasa al-Qur'an disebut risalah
Allah. Tujuan Allah memberikan konsepsi Islam ini bagi
manusia sebagai konsekuensi bahwa Allah menciptakan manusia
di dunia ini secara serius, mempunyai tujuan tertentu dan tidak
main-main. Melalui risalah itu, Allah memberikan pesan-pesan
ilahiyah kepada manusia untuk dijadikan sebagai pedoman
dalam mempola hidup dan kehidupannya di dunia ini sesuai
dengan yang dikehendaki-Nya. Dengan berpedoman pada risalah
ini, Nabi Muhammad mampu membawa masyarakat Arab
menuju masyarakat yang berperadaban (Tamimi, 1990: 5).
Risslah Islam memberikan pedoman kepada manusia tentang
cara beribadah kepada Allah sepanjang hayat di dunia ini. Itu
sebabnya, tujuan Muhammadiyah didirikan, seperti yang
tertuang dalam Anggaran Dasar pada awal berdirinya, adalah
mewujudkan dan menggembirakan kehidupan sepanjang
kemauan ajaran Islam kepada lid-lid (anggota-anggotanya).
Hakikat risalah yang dipahami Ahmad Dahlan tersebut menuntut
pengamalan kongkrit.
Karena Islam sebagai konsepsi hidup, maka pengamalan
risalah tidak cukup untuk seorang diri, tetapi diharuskan untuk
disampaikan kepada masyarakat. Dengan demikian, kehadiran
Islam akan bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Untuk
itu, diperlukan organisasi atau institusi sebagai alat perjuangan
yang mampu mengorganisasi secara efesien, yang oleh Ahmad
34

STUDI
Dahlan institusi ini diberi nama Muhammadiyah. (QS. Ali
'Imran/3:104). Jadi, Muhammadiyah merupakan alat semata
yang dirasa sangat efektif untuk menerjemahkan dan
membumikan ajaran Islam kepada masyarakat (Tamimi, 1990:5-
6).
MenurutA. Mukti Ali, Ahmad Dahlan mencita-citakan
masyarakat sebagaimana halnya Muh. Abduh dan Ahmad Khan,
yaitu ingin membentuk masyarakat sekarang ini dengan
mengislamkan aspek-aspek kehidupan yang belum Islam.
Nampak bahwa Ahmad Dahlan mempunyai visi ke depan
tentang masyarakat muslim Indonesia. Masyarakat yang akan
dibangun tidak seperti masyarakat klasik, juga tidak masyarakat
barn sama sekali, tetapi melalui Muhammadiyah ini, Ahmad
Dahlan ingin menggembirakan umat Islam Indonesia untuk
beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu,
Ahmad Dahlan menemukan indikasi-indikasi aspek yang belum
Islam antara lain adalah dalam sistem pendidikan. Dalam sistem
pendidikan yang ingin dikembangkan oleh Ahmad Dahlan
adalah sistem model Barat dan pesantren. Melalui model
pendidikan ini, umat Islam tidak hanya mempunyai ghirrah
keislaman, tetapi juga wawasan kontemporer. Ahmad Dahlan
juga mempunyai perhatian khusus tentang masa depan wanita.
Dalam hal ini, menurut Ahmad Dahlan, wanita harus diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk memasuki dunia pendidikan
(Ali, dalam Sujarwanto, 1990: 338-350).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah
menunaikan ibadah haji pertama dan kedua, Ahmad Dahlan
mempunyai obsesi besar tentang masa depan Islam yang mampu
membebaskan masyarakat seperti yang diperankan Rasulullah
dan para salafiyun. Islam harus dipahami dari sumber utamanya,
yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Dalam memahami sumber ajaran
Islam, Ahmad Dahlan mengajukan metodologi pemahaman yang
rasional-fungsional. Untuk keperluan ini, digunakanlah akal
pikiran yang bebas dan akal nurani yang jernih serta membiarkan
al-Qur'an berbicara sendiri dalam memecahkan problem. Dalam
perspektif pemahaman ini, pemahaman terhadap ayat al-Qur'an
tidak sekedar pada tataran kognifnif, tetapi menuntut aktualisasi
nyata sehingga masyarakat dapat merasakan perubahan yang
35
lebih baik. Dengan cara demikian, risalah Islam sebagai hudan
dan rahmat lial-'alamm terjadi di dalam masyarakat.

B. Realitas Sosio-Agama di Indonesia


MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
1. Keberadaan Umat Islam
Dalam pandangan Ahmad Dahlan, Islam sebagai agama
maupun Islam sebagai tradisi pemikiran yang terjadi di
Indonesia boleh dikatakan macet total. Islam sebagai agama
di Indonesia menurut Ahmad Dahlan tidak mampu
membawa dan mendorong umat Islam Indonesia menjadi
masyarakat yang dinamis, maju, dan modern. Padahal, bila
dilaeak dalam sejarah, khususnya yang diperankan
Rasulullah dan para salafiyun, Islam mampu mengantarkan
umat Islam menuju masyarakat dengan peradaban kelas
tinggi. Kemacetan dalam tubuh umat Islam Indonesia terjadi
tidak hanya pada Islam sebagai agama saja, tetapi Islam
sebagai tradisi pemikiran juga mengalami kemacetan.
Islam sebagai agama, ajaran-ajarannya banyak
dipengaruhi oleh budaya lokal yang sebelumnya memang
telah berkembang di Indonesia. Banyak praktek-praktek
keagamaan yang tidak lagi didasarkan kepada sumber utama
Islam, yakni al-Qur'an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Pola
pemahaman keislaman umat Islam Indonesia hanya dibatasi
pada madzhab tertentu. Akibat dari kondisikondisi demikian,
muncul pengamalan ajaran Islam yang bid'ah, khurafat, dan
takhayyul.
Realitas Islam sebagai agama dan Islam sebagai tradisi
pemikiran di Indonesia yang mengalami kemacetan di atas
ikut mempengaruhi latar belakang kelahiran
Muhammadiyah. Karena itu, telaah realitas sosio-agama
Islam di Indonesia dibutuhkan untuk menjelaskan tentang
maksud Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Sebelum kehadiran Islam, penduduk Nusantara
mempunyai tiga kepercayaan, yaitu dinamisme, animisme,
dan totemisme. Dinamisme muncul dalam bentuk adanya

36

STUDI
kepercayaan bahwa setiap benda yang ada, seperti sungai
yang mengalir, air bah, matahari, pohon beringin, gunung-
gunung yang tinggi dan sebagainya mempunyai kekuatan
ghaib. Sedang animisme adalah kepercayaan tentang arwah
nenek moyang mereka. Arwah mereka pada suatu saat masih
akan menjumpamya. Adapun totemisme adalah kepercayaan
tentang adanya orang yang telah meninggal yang kemudian
menjelma menjadi harimau, babi, dan sebagainya yang
kesemuanya itu diyakini sebagai penjelmaan orang yang
baru meninggal dunia. Dinamisme, animisme, dan
totemisme ini dalam banyak hal senafas dengan pandangan
Hindu dan Budha yang belakangan masuk ke Indonesia
(Saifullah, 1997: 37-38).
Pengaruh agama Hindu dan Budha terhadap masyarakat
Indonesia sangat kental, khususnya masyarakat Jawa tempat
Muhammadiyah didirikan. Hindu dengan kekuatan
politiknya telah menanamkan akar-akar kebudayaannya ke
dalam masyarakat Jawa. Bahkan dalam tingkat tertentu
agama Hindu menjadi agama kerajaan, dan kerajaan
Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) merupakan kerajaan
yang paling dalam terkena pengaruh Hindu (Benda, dalam
Abdullah, 1974; 35-36). Dalam rentang waktu 7 (tujuh)
abad, dari abad XIII sampai akhir abad XIX, proses masuk
dan berkembangnya Islam di Jawa mengalami dialog
pergumulan budaya yang panjang. Corak Islam yang murni
tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jawa dan
singkretisasi dengan kepercayaan pra-Islam atau Hindu.
Tradisi Hindu tidak dikikis habis, padahal dalam beberapa
hal tradisi tersebut bertentangan dengan paham
monoteismeyang' dibawa Islam.Tindakan yang dilakukan
oleh para wah', ag-aknya merupakan pilihan yang terbaik.
Tanpa berbuat demikian, seperti dikatakan Benda,
kemungkinan sekali Islam tidak akan menemukan tempatnya
di Nusantara (Benda, dalam Abdullah,1974:41).
Bila dicermati, para wait dalam mengislamkan Jawa
dilakukan dengan mengg-unakan dua pola. Pola pertama,
melalui pengg-unaan lambang-lambang- dan simbol budaya
Jawa. Dalam pola ini, para wali langsung ke daerah-daerah
37

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
pedesaan dengan menggunakan metode akulturasi dan
singkretisasi. Cara demikian ditempuh karena
memperhatikan situasi waktu itu. Pilihan itu ditempuh
dengan maksud memperoleh dua sasaran, yaitu menjinakkan
objek yang menjadi sasaran sekaligus Islam menjinakkan
dirinya sendiri. Dengan penjinakan model demikian, muncul
Islam dengan corak tersendiri, yang oleh Hamka disebut
dengan Islam yang memuja kubur, wali, dan sebagainya
(Hamka, 1983:237). Corak Islam yang demikian biasa
disebut dengan Islam kejawen, yaitu pengamalan dengan
cara melakukan sinkretisasi antara Islam tarekat dan
kepercayaan Hindu. Dalam prakteknya, penganut Islam
kejawen ini biasanya mengaku Islam tetapi tidak
menjalankan ritual-ritual Islam, ritualnya cukup eling saja.
Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya
menjadi khurafat dan bid'ah. Khzurafat adalah kepercayaan
tanpa pedoman yang sah dan al-Qur'an dan Sunnah, hanya
ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid'ah
biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual tetapi
pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan
adalah sebenarnya bukan bersumber pada ajaran Islam,
Bentuk khurafat misalnya, mohon kepada yang mbaurekso,
sementara contoh bentuk bid'ah adalah selamatan dengan
kenduri dan tahlil yang menggunakan lafal Islam (Majlis
Pustaka, 1993:13). Selamatan dalam tradisi Jawa adalah
suatu upacara kultural untuk memenuhi suatu hajat yang
berhubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati.
Maksud upacara ini adalah agar kelak mereka yang
mengadakan selamatan atau yang diselamati itu menjadi
selamat (Saifullah, 1997: 41).
Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara
selamatan dalam berbagai peristiwa, seperti kelahiran,
khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti
nama, dan sejenisnya. Namun, di antara macam-macam
selamatan itu yang paling menonjol adalah selamatan
kematian, yang terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,
seratus hari. pendak pisan, pendak pindo nyewu (seribu) dan
khaul. Selamatan ini selalu diiringi dengan membaca tahlil
38

STUDI
sebagai cara mengirim doa kepada si mayit. Prosesi tahlilan
ini dimulai dengan membaca Surah al-Fatihah kepada
keluarga Nabi dan sahabatnya, dilanjutkan dengan Surah al-
Ikhlas tiga kali, al-Falaq, al-Nas, al-Fatihah kembali,
permulaan Surah al-Baqarah, ayat kursi, beberapa doa dari
ayat al-Qur'an, kemudian membaca dzikir, istighfar, tasbih
dalam jumlah tertentu, dan diakhiri dengan doa yaag
dibacakan oleh pemimpin tahlilan (Saifullah, 1997:32).
Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa
adalah penghormatan kuburan orang-orang suci. Bentuknya
bisa berziarah ke kuburan sambil meminta do'a restu atau
pertolongan dari ruh orang yang telah meninggal dunia.
Islam mengajarkan cara berziarah ini dengan dua sasaran,
yaitu: (1) mendoakan orang yang sudah meninggal, dan (2)
menyadarkan orang yang berziarah bahwa kelak mereka
demikian, dalam. pelaksanaan ziarah sering dilakukan
dengan meminta pertolongan kepada orang yang telah
meninggal dunia. Bila ini yang dikerjakan, maka cara
demikian sudah di luar yang diajarkan tentang ziarah dalam
Islam. Inilah bentuk sinkretisme dalam masyarakat Jawa.
Ada juga sinkretisme yang berkembang, misalnyajimat. Di
kalangan Kraton, benda-benda pusaka dianggap mempunyai
kekuatan ghaib yang mampu melindungi. Di pedesaan,
biasanya benda-benda tersebut dianggap mempunyai daya
ghaib meskipun dia beragama Islam (Saifullah, 1997: 42).
Dakwah dengan pendekatan akulturasi dan sinkretisme
memang cepat memberi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat yang sebelumnya kental dengan budaya Hindu-
Budha. Memang secara kuantitatif bertambah, sehingga
jumlah penduduk yang beragama Islam bertambah dan
menjadi mayoritas di Jawa. Namun, seeara kualitatif,
intensitas beribadah mereka masih kurang mantap.
A. Rifa'i, seperti dikutip Majlis Pustaka (1993: 13-14),
menyimpulkan bahwa pengamalan Islam yang dilakukan
orang Jawa banyak yang menyimpang dari ajaran aqidah
Islamiyah dan harus diluruskan. Akibat dari praktek-praktek
ini, ajaran Islam tidak murni, tidak beriungsi sebagaimana

39
mestinya, dalam arti tidak memberikan manfaat kepada
pemeluknya.
Realitas sosio-agama yang dipraktekkan masyarakat
inilah yang mendorong Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya baru
dilakukan pada tahun 1916, empafc tahun setelah
Muhammadiyah berdiri, saat Muhammadiyah mulai
MUHAMMADIYAH
berkembang ke luar kota Yogyakarta. Dalam
Latar Belakang berdirikonteks realitas
dan tujuannya
sosio-agama ini, tidaklah berlebihan apa yang dikatakan oleh
Munawir Sjadzali (1995), bahwa Muhammadiyah adalah
gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam
dari semua unsur sinkretis dan daki-daki tidak Islami
lamnya.

2. Realitas Umat Non-Islam


Aiwi Shihab dalam bukunya yang berjudul Membendung
Arus; Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi
Misi Kristen di Indonesia, menjelaskan bahwa
perkembangan kegiatan misi Kristen di Jawa merupakan
faktor menentukan yang menyebabkan lahirnya
Muhammadiyah. Penetrasi Kristen ini berawal ketika para
penguasa Keraton Yogyakarta, atas desakan pemerintah
kolonial Belanda, menyetujui pencabutan larangan
penginjilan terhadap masyarakat Jawa. Sejak saat itu, Jawa,
wilayah konsentrasi kebanyakan kaum Muslim ini terbuka
bagi kegiatan misionaris Kristen. Penetraai Kristen yang
lebih dalam lagi terjadi mulai 1850-an ke wilayah Jawa
Tengah, yang menjadi dorongan kuat bagi lahirnya
pendalaman "kesadaran" kaum Muslim untuk melawan
kegiatan-kegiatan misi ini.
Menyusul perkembangannya sampai masa-masa awal
"Polttik Etis" di tahun-tahun pertama abad ke-20, sekolah-
sekolah misi Kristen mulai ikut serfca dalam program
pendidikan pemerintah. Tumbuhnya sekolah misi yang
demikian banyak telah membangkitkan kesadaran keagaman
kaum Muslimm dan menghentakkan perasaan mereka di
negara ini. Kebanyakan mereka merasa terganggu oleh hal
yang mereka lihat sebagai tantangan besar agama asing. Bagi
40
kaum Muslimin, pemberian izin oteh Belanda terhadap
penyebaran ajaran Injil di Jawa, merupakan bukti, keinginan
pemerintah kolonial untuk mengkristenkan masyarakat Jawa.
Walaupun mayoritas masyarakat Jawa bukanlah Muslim
yang dari varian santri, toh mereka tetap merasa terkait erat
dengan Islam. Oleh sebab itu, lahirnya organisasi yang
berorientasi Islam, seperti Sarekat Islam dan
STUDI
Muhammadiyah,
KEMUHAMMADIYAHAN mendapat dukungan sangat besar. Pada
masa ketika kegiatan Kristen di Jawa Tengah mencapai
puncaknya, lahirlah Muhammadiyah.
Sikap Belanda terhadap Islam di Indonesia bersifat
ambigu; di satu pihak, Belanda memandang Islam sebagai
agama yang harus diperlakukan secara netral. Sementara itu,
di pihak lain, Belanda dengan sadar menyudutkan Islam
dengan memperbesar kegiatan misi Kristen melalui bantuan
finansial. Sebagai bukti yang lebih jelas sikap diskriminatif
mereka terhadap Islam dan dukungannya kepada Kristen-
Belanda pada periode tersebut tanpa tedeng aling-aling
menyerang kepekaan keagamaan kaum Muslim dengan
mengumumkan watak Kristiani dari kebijakan koloni
Pemerintah kolonial Belanda menyafcakan secara terbuka
bahwa "pemerintah Hindia Timur adalah representasi sebuah
negara Kristen."
Menjelang didirikannya Muhammadiyah, Islam Indonesia
tengah mengalami krisis karena keterbelakangan para
pemeluknya akibat sistem pendidikan yang statis. Baik
kegiatan misi Kristen maupun organisasi yang tidak berbasis
Islam tampak menempati posisi terdepan. Fenomena ini
sebagian disebabkan oleh makin besarnya pengaruh lobi
Kristen pemerintah koionial yang bertujuan mengebiri
peranan Islam di Indonesia. Oleh sebab itu, pengaruh misi
yang kian bertambah ini berhasil "menempatkan agama
Kristen dalam pusat kehidupan di Indonesia. Ketika
pengaruh sertajumlah sekolah misi ini semakin bertambah,
kalangan terkemuka mengirim anak-anak mereka bersekolah
di sana. Hal ini selanjutnya meningkatkan reputasi sekolah-
sekolah tersebut dan memperbesar dukungan terhadapnya.

41
Ada tantangan dari misi Kristen yang sangat dirasakan
oleh kaum Muslim Indonesia, sebuah tantangan yang harus
mereka hadapi dan lawan dengan segala cara jika mereka
ingin menjaga keutuhan agama mereka. Keberhasilan luar
biasa kerja misi ini dan capaiannya di segala bidang mau
tidak mau menjadi wanti-wanti yang sangat serius bagi kaum
Muslim. Banyak pemimpin Muslim yang merasa bahwa
harus segera mengambil tindakan. Keberhasilan kerja misi di
MUHAMMADIYAH
atas membuat hampir semuaLatarMuslim khawatir
Belakang berdiri akan
dan tujuannya
keberlangsungan agama mereka.
Kaum Muslim di Yogyakarta sangat merasakan
gentingnya situasi di atas dan terpanggil untuk mendirikan
sebuah organisasi yang akan membantu mengatasi situasi
krisis tersebut. Secara perlahan namun pasti, misi Kristen
berhasil, sedangkan pengaruh Islam makin merosot. Kaum
Muslim Yogyakarta merasa berkewajiban menghentikan,
atau setidaknya membatasi merebaknya misi-misi Kristen.
Muhammadiyah didirikan padawaktu itu untuk menawarkan
suatu cara mempertahankan diri dari pengaruh misi Kristen.
Dilihat dari sini, berdirmya Muhammadiyah adalah
perkembangan logis untuk menghadapi kegiatan misi Kristen
yang diberi dukungan dan kekuatan luar biasa oleh para
penguasa kolonial Belanda. Kristen pada umumnya dianggap
sedang bersaing dengan Islam yang menguasai Indonesia.
Mengutip yang dikatakan Addison, gerakan-gerakan
keagamaan di Indonesia selama "empat ratus tahun bisa
dianggap sebagai satu pertarungan antara Kristen dan Islam".
Untuk memperkuat teori di atas, terdapat data yang
memberikan beberapa petunjuk tambahan di sekitar motif-
motif didirikannya Muhammadiyah. Adapun yang paling
penting dalam hal ini adalah berbagai pemyataan dan
tindakan Ahmad Dahlan di depan publik dalam
hubungannya dengan misi Kristen ini. Penelusuran lebih
dalam terhadap hal yang tampak dari pernyataan Ahmad
Dahlan tentang hal yang mesti dilakukan kaum Muslim,
mengungkapkan hal yang sangat mungkin menjadi ancaman
aktual yang dihadapi kaum Muslim pada masanya. Salah
satu pernyataannya, Ahmad Dahlan memperingatkan kaum
42

STUDI
Muslimin bahwa jika mereka tidak bertindak segera dan
membiarkan situasi dewasa ini terus beriangsung tanpa
melakukan tindakan apa pun, maka situasinya akan makin
memburuk dan hal ini tidak akan bisa diperbaiki lagi
nantinya. Ahmad Dahlan berkata: "... Meskipun Islam tidak
akan pernah lenyap dari muka bumi, kemungkinan Islam
lenyap di Indonesia tetap terbuka." Pernyataan ini
mengesankan bahwa optimismenya tentang kekuatan nilai-
nilai Islam di Jawa telah digoyang keras oleh posisi misi
Kristen yang semakin kuat.
Ahmad Dahlan dikenal bersikap toleran terhadap para
misionaris Kristen dan cenderung bersikap tidak bermusuhan
dengan para pengnasa kolonial Belanda, hal itu tidak dapat
dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa dia telah
mengkompromikan dan "menjual" prinsip-prinsipnya.
Meskipun secara lahirlah dia tampak bertindak sangat lunak,
dengan alasan untuk melindungi keberadaan dan masa depan
organisasinya, pada dasarnya dia sangat kukuh dalam
pendiriannya menghadapi ancaman Kristen terhadap Islam.
Ahmad Dahlan tidak pernah lalai terhadap ancaman ini.
Sepanjang hidupnya, dia telah melakukan usaha-usaha dan
banyak berkorban untuk menjamin komitmen
Muhammadiyah terhadap tujuan di atas (Alwi Shihab, 1998 :
141-145).

C. Realitas Sosio-Pendidikan
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia,
yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan Barat. Pendidikan
yang disebut pertama ini mengajarkan studi keislaman
tradisional, misalnya ilmu kalam, ilmu fikih, tasawuf, bahasa
Arab berikut variasinya, ilmu hadits, ilmu fcafsir, dan lain-lain.
Studi ini banyak diminati orang-orang yang dalam kategori
Geertz disebut dengan santri. Proses belajar-mengajar di
lembaga pendidikan ini juga masih tradisional. Banyak alumni
lembaga pendidikan ini memiliki pola pikir yang menjauh dari
perkembangan modern. Pandangan Ahmad Dahlan; ada problem
mendasar berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan

43

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
umat Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren. Problem
itu berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum, dan
materi pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, sistem yang
dipakai masih menggimakan sorogan dan weton, guru dianggap
sehagai sumber kebenaran yang tidak boleh dikritisi. Kondisi ini
membuat pengajaran nampak tidak demokratis. Fasilitas-fasilitas
modern yang sebetulnya baik untuk digunakan dilarang untuk
dipakai karena menyamai orang kafir. Umat Islam waktu itu
mengganggap bahwa hal yang sama dengan orang kafir, maka ia
termasuk golongan kafir juga.
Sedangkan materi dan kurikulum yang disajikan masih
berkisar pada studi Islam klasik, misalnya; fikih, tasawuf, teologi
atau ilmu kalam, dan sejenisnya. Ilmu-ilmu ini wajib syar'i untuk
dipelajari. Sementara ilmu modern tidak diajarkan karena itmu
itu termasuk ilmu Barat yang haram hukumnya bagi orang Islam
untuk mempelajari. Ilmu-ilmu selain studi Islam klasik tersebut
dianggap bukan ilmu Islam. Oleh karena itu, hukumnya tidak
wajib untuk dipelajari (ghair al-syar'-iyah). Padahal, kalau
diteliti, ilmu-ilmu yang berkembang di Barat itu merupakan
pengembangan lebih lanjut dari ilmu yang sudah dikembangkan
oleh Islam pada saat zaman keemasan Islam.
Sementara itu, pendidikan yang disebut kedua hanya
mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di dunia Barat. Metode
pengajaran sudah menggimakan metode modern. Pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial ini tidak
mengajarkan iimu-ilmu yang diajarkan di pesantren. Kebanyakan
siswa yang bisa masuk dalam pendidikan yang disebut terakhir
ini adalah orang-orang yang dalam kategori Geertz disebut
dengan abangan.
Pendidikan Barat ini dikelola pemerintah kolonial di Jawa.
Dalam pendidikan ini, materi yang diajarkan seperti materi yang
diajarkan di Eropa. Lembaga pendidikan yang dikelola
pemerintah ini disebut pendidikan umum (Koentjaraningrat,
1984:69). Lembaga pendidikan ini didirikan lebih dimaksudkan
sebagai upaya untuk mencetak kader pribumi untuk menjadi
pegawai pemerintah kolonial. Siswa-siswa yang belajar di
pendidikan Barat ini adalah siswa yang berlatar belakang
abangan. Dengan masuknya siswa dengan latar belakang ini,
44
diharapkan alumni yang nanti menjadi pegawai pemerintah tidak
melakukan perlawanan (Said dan Mansur, 1959 : 46).
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan pendidikan sekolah
umum pertama kali di Batavia pada tahun 1617, namun
dikhususkan bagi anak-anak Belanda. Sedangkan sekolah bagi
anak-anak orang Jawa baru didirikan pada tahun 1849. Meski
demikian, pada awal dibolehkannya orang Jawa memasuki
pendidikan Barat, dalam kenyataannya sangat sedikit sekali yang
STUDI
bisa masuk di dalamnya. Sedikitnya siswa dari orang Jawa ini
KEMUHAMMADIYAHAN
karena persyaratan yang diajukan sulit dipenuhi, misalnya;
pemerintah kolonia! mempertimbangkan latar belakang keluarga
calon murid, status sosial orang tua murid dalam masyarakat,
keadaan lingkungan keluarga calon murid, uang sekolah dan
penguasaan bahasa Belanda (Saifullah, 1997: 49; Arifin, 1987;
94).
Pada tahun 1848, muncul gagasan untnk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pendidikan bagi pribumi. Para Gubernur
diinstruksikan untuk mendorong berdirinya sekolah-sekolah
pribumi. Namun, dalam prakteknya, sekolah-sekolah yang
dibangun mayoritas dipenuhi oleh orang Eropa, dan kalaupun
ada yang lain, siswa-siswa itu berasal dari keluarga dengan latar
belakang Kristen. Bahkan banyak lembaga pendidikan yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang akan
bekerja di kantor dan perkebunan pemerintah kolonial Belanda
(Arifin, 1987: 195).
Pada tahun 1864, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan
peraturan baru tentang kebolehan putra-putri bupati untuk
memasuki dunia pendidikan yang dikelola pemerintah.
Kemudian diangkat penilik sekolah yang dimaksudkan untuk
mengawasi siswa-siswanya. Agar pengawasan ini bisa efektif,
maka pada tahun 1867 dibentuk departemen khusus pendidikan
(Arifin, 1987: 195).
Pada tahun 1871, kebijakan pemerintah kolonial Belanda
tentang pendidikan, ditetapkan bahwa jumlah sekolah guru perlu
ditambah; sekolah tingkat dasar terutama ditujukan untuk
mendidik putra-putri bangsawan; jumlah sekolah dasar perlu
ditambah; pengajarannya dengan menggunakan bahasa daerah
setempat (Melayu); pelajaran-pelajaran dasar yang diajarkan,
45

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
selain membaca dan menulis, adalah berhitung, ilmu bumi,
sejarah, ilmu alam, ilmu hayat, pertanian, menggambar,
menyanyi, dan bahasa Belanda; biaya sekolah dikurangi karena
ada subsidi pemerintah; dan pendidikan ini bersifat sekuler,
karena agama tidak diajarkan sebagai mata pelajaran pada
sekolah pemerintah (Saifullah, 1997 : 51).
Sejak tahun 1889, pemerintah kolonial Belanda mengubah
kebijakan tentang pendidikan, khususnya setelah terjadinya
pergantian penasihat urusan Islam dan pribumi di Indonesia dan
K.F. Holle ke C. Snouck Hurgronje. Kebijakan Snouck dalam
persoalan pendidikan dapat dipilah menjadi dua, yaitu politik
asosiasi dan politik etis. Politik asosiasi adalah bagian dari
politik de-Islamisasi Belanda yang diciptakan oleh Snouck, yang
dilakukan dengan cara mendirikan banyak sekolah yang
bertujuan menjauhkan siswa-siswa Muslim dari keyakinan
agama Islam. Politik ini menyangkut perhubungan peradaban
antara yang memerintah dan yang diperintah. Anak-anak Islam
diberikan pendidikan Barat yang-menjauhkan mereka dari
agamanya, sehingga terlepas dari gengg-aman Islam. Snouck
yakin bahwa bilamana politik ini berhasil, tidak akan ada lagi
yang menyusahkan pemerintah dalam hubungannya dengan
kaum Muslimin (Saifullah, 1997: 51). MenurutAkib Suminto,
politik asosiasi ini harus dilihat dalam konteks memperkokoh
dan pelestarian penjajahan yang dilakukan kolonial Belanda di
bumi Indonesia (Suminto, 1985: 41-42).
Sedang yang dimaksud dengan politik etis adalah kebijakan
pemerintah kolonial Belanda untukbalas budi kepada yang
dijajah. Di sini, kebijakan yang' dikedepankan lebih bermuatan
etika, yaitu ingin menolong. Folitik etis ini muncul ke
permukaan setelah pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina
menyampaikan tentang periunya pemerintah kolonial
mempunyai tanggung jawab moral atas pendidikan rakyat di
Hindia Belanda. Namun dalam pelaksanaannya, politik ini
bertujuan menghantam sistem pendidikan pesantren.
Latar belakang politik ini bermula dari perekonomian
Belanda yang menunjukkan kemajuan setelah menguras sumber
daya alam Indonesia. Sumber daya alam yang diambil melalui
sistem kerja paksa dengan cara tidak manusiawi ini diolah
46

STUDI
sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk-produk bernilai
tinggi. Namun, Belanda mempunyai problem tentang pasar dari
produk-produknya. Dalam analisisnya, Belanda melihat bahwa
Indonesia sebagai negara jajahan mempunyai potensi yang besar
sebagai pasar dari produk-produk Belanda. Di pihak lain, daya
belt rakyat Indonesia sangat rendah akibat pembodohan yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda sendiri. Untuk itu, harus ada
upaya peningkatan pendidikan untuk meningkatkan daya belt mi
(Saifullah, 1997: 52).
Politik etis baru berjalan secara efektif, setelah Menteri
Urusan Tanah Jajahan dijabat oleh D. Fock menggantikan A.W
K. Idenburg pada tahun 1905. D. Fock tampaknya banyak
dipengaruhi oleh Hurgronje. Baginya, untuk mengikis peran
pesantren, diperlukan pendidikan model Barat bagi pribumi
kalangan atas, sehingga pengaruh budaya Barat akan dapat
menetralisasi peran pesantren melalui westernisasi dan
sekularisasi. Tidak hanya westernisasi dan sekularisasi yang
dikembangkan, tapi juga kristenisasi digalakkan melalui lembaga
pendidikan. Kristenisasi melalui dunia pendidikan ini digagas
oleh Idenburg ketika menjabat kembali sebagai Menteri Urusan
Tanah Jajahan setelah partainya "Partai Liberal" berkoalisasi
dengan "Partai Kristen" memenangkan di Parlemen Belanda
(Sutherland, 1983: 86).
Pada tahun 1914 didirikan Hollandsch Inlandsche School
(HIS), yang sebetulnya merupakan perubahan dari sekolah kelas
tiga, empat dan lima. Pada tahun yang sama didirikan sekolah
lanjutan tingkat pertama, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO) dan sekolah guru yang disebut Normaal School, yang
menerima murid dari lulusan sekolah kelas sebelumnya yang
lebih rendah tingkatnya. Berdiri pula sekolah lanjutan tingkat
atas yang disebut dengan Algemeene Middlebare School (AMS).
Kemudian berdiri sekolah tinggi kedokteran, teknik dan hukum
(Benda, 1980: 80).
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda di atas,
diselenggarakan sangat sekuler, dalam arti pelajaran agama atau
semangat agama tidak diberikan. Bahkan pelajaran umum,
misalnya sejarah dan ilmu bumi, bermuatan Belanda sentris,
terlepas dari kebudayaan Indonesia. Akibatnya, sekolah-sekolah
47

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
tersebut merupakan masyarakat sendiri yang terlepas dari
kehidupan batin bangsa Indonesia. Sekolah-sekolah itu
melahirkan golongan baru yang disebut golongan intelek.
Golongan ini umumnya berpandangan negatifterhadap Islam,
dan alam pikirannya tercerabut dari bangsanya sendiri. Inilah
hasil dari politik asosiasi Hurgronje dan poilitik etis Van
Deventer. Bahkan alumni sekolah-sekolah ini menjadi antek-
antek Belanda (Tamimi, 1990: 9).
Kondisi internal pendidikan pesantren di satu pihak, model
penyelenggaraan, karakter, dan produk alumni model pendidikan
ala Barat di pihak lain, seperti dijelaskan di atas, mendorong
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Melalui
Muhammadiyah, Ahmad Dahlan ingin mendirikan lembaga
pendidikan yang mengajarkan yang memadukan dua karakter
dari dua model lembaga pendidikan yang berkembang waktu itu,
yaitu mengajarkan semangat Islam dan semangat modern.
Dengan demikian, umat Islam tidak hanya fasih berbicara
tentang Islam, seperti alumni pesantren, tetapi juga berwawasan
luas tentang perkembangan modern.
Seperti dituturkan oleh Umniyah A. Wardi (Amir, 1985 : 70-
71), murid langsung Ahmad Dahlan, bahwa Ahmad Dahlan
mempunyai cita-cita pendidikan yang akan dibangun nanti
melahirkan ulama Kyai yang maju, dan jangan mengenal lelah
dalam bekerja untuk Muhammadiyah (dadiyo Kyai sing
kemajuan, lan aja kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo
Muhammadiyah). Ulama yang maju adalah ulama yang dapat
mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, ulama harus
melengkapi dirinya dengan ilmu pengetahuan, di samping ilmu
agama yang dimiliki. Adapun yang dimaksud dengan ungkapan
bekerja untuk Muhammadiyah dalam pernyataan Ahmad Dahlan
adalah bekerja untuk masyarakat luas karena Muhammadiyah
waktu itu bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat
berdasarkan agama Islam.

D. Realitas Politik Islam Hindia Belanda


Salah satu faktor penting dari latar historis kelahiran
Muhammadiyah adalah realitas politik Islam Hindia Belanda.

48

STUDI
Dalam tataran teoritis, politik Islam Hindia Belanda sebetulnya
ingin menerapkan kebijakan netralitas terhadap agama, tidak
memihak kepada agama tertentu dan tidak memandang agama
tertentu pula sebagai sesuatu yang berbahaya (Saifullah,
1997:56). Namun, dalam tataran realitas, netralitas yang
didengungkan itu hanya omong kosong. Kebijakan netralitas itu
hanya strategi semata untuk mengelabuhi umat Islam agar umat
Islam bisa menerima kehadirannya sebagai penjajah. Bahkan
justru sebaliknya, untuk maksud kehadirannya, pemerintah
Hindia Belanda harus membuat kebijakan tertentu yang bisa
secara efektif mencegah perlawanan umat Islam terhadap
penjajah.
Kebohongan publik itu harus dilakukan karena pemerintah
Hindia Belanda mempunyai kepentingan untuk melanggengkan
eksistensi kolonialismenya di bumi Nusantara ini selama
mungkin, sementara pemerintah Hindia Belanda menyadari
bahwa negara yang dijajah mi adalah masyarakat Indonesia,
yang mayoritas beragama Islam. Karena itu, bila tidak
melakukan kebohongan publik, eksistensi sebagai penjajah tidak
berlangsung lama. Dari sini, Belanda mulai menerapkan
kebijakan-kebijakan politik yang dapat menurunkan semangat
perlawanan yang diyakini bersumberkan dari ajaran, yakni ajaran
Islam. Asumsi pemerintah kolonial di atas tidak salah oleh
karena dalam tataran empiris, perlawanan penduduk terhadap
kolonial, seperti perang Paderi (1821), perang Diponegoro
(1825-1830), perang Aceh (1873-1903), dan lain-lain, tidak lepas
dari ajaran Islam (Suminto, 1985: 9). Islam sering tampil sebagai
simbol perlawanan terhadap pemerintah asing yang dinilainya
kafir. Dengan kenyataan tersebut, pemerintah kolonial Belanda
melihat bahwa keberhasilan menguasai masalah Islam
merupakan faktor kunci untuk tetap bisa eksis sebagai penjajah
(Suminto, 1989:345).
Setidaknya dapat dibagi menjadi dua periode dalam melihat
politik Islam Hindia Belanda. Pertama, periode sebelum
kedatangan Snouck Hurgronje dan kedua, periode setelah
Snouck Hurgronje manjadi penasehat Belanda untuk urusan
Pribumi di Indonesia.

49
Periode pertama, Belanda hanya berprinsip agar penduduk
Indonesia yang beragama Islam tidak membrontak. Untuk
memenuhi prinsip ini, Belanda menerapkan dua strategi, di yaitu
pihak, Belanda membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya
membendung, misalnya memantau dan mcmbatasi berbagai
kegiatan pengamalan ajaran Islam, dan di pihak lain, Belanda
melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia. Dalam
pelarangan pengamalan ajaran Islam, pada periode ini Belanda
MUHAMMADIYAH
tidak membedakan aspek-aspek ajaran Islamberdiri
Latar Belakang mana yang harus
dan tujuannya
dilarang. Pokoknya, kegiatan-kegiatan keislaman harus
dieliminir sedemikian rupa, sehingga dapat mengurangi
perlawanan.
Di antara pengamalan Islam yang dibatasi Belanda adalah
ibadah haji. Persoalan haji ini oleh pemerintah Hindia Belanda
sangat dibatasi dengan berbagai aturan. Tujuan dari pembatasan
itu sebetulnya untuk mengurangi banyaknya orang Islam yang
akan menunaikan ibadah haji. Pembatasan ini harus dilakukan
didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang yang telah
menunaikan ibadah haji diyakini sebagai sumber pusat
perlawanan sehingga semakin banyak yang pergi haji maka
sumber perlawanan semakin banyak (Suminto, 1989: 10).
Meskipun dipersulit, namun hal itu tidak menjadi hambatan
bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah haji. Berdasarkan
laporan residen Batavia pada tahun 1825, setiap tahun jumlah
haji terus meningkat (Saifullah, 1997: 57). Hal ini dikarenakan
ibadah haji merupakan suatu rukun yang harus dilaksanakan
sebagai bentuk kesempurnaan Islam seseorang. Oleh karenanya,
betapapun sulitnya, tetapi harus dilaksanakan bagi yang telah
mampu untuk melaksanakan. Pelarangan seperti ini justru kontra
produktif bagi Belanda sendiri karena telah menjadi sumber
pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena
menghalangi kesempurnaan Islam seseorang.
Periode kedua, kebijakan pemerintah Belanda terhadap Islam
banyak mengalami perubahan setelah penasehat urusan pribumi
dijabat oleh Snouck Hurgronje. Dalam hal ini, tidak seluruh
kegiatan pengamalan Islam harus dihalangi, bahkan dalam hal-
hal tertentu harus didukung. Kebijakan ini didasarkan atas
pengalaman Snouck, terutama pengalaman dari kunjungannya ke
50

STUDI
Mekah. Dia menetap selama tujuh bulan di sana (Februari hingga
Agustus 1885), dengan menyamar sebagai seorang Muslim
bernama Abdul Ghaffar. Di Mekah, Snouck sebanyak mungkin
bergabung dengan masyarakat Indonesia dan mempelajari
banyak hal mengenai lembaga dan kegiatan keagamaan mereka
(Shihab, 1998: 83; Bakri, 1990; 52).
Secara umum, kebijakan Islam yang disarankan Hurgronje
didasarkan atas tiga prinsip utama (Shihab, 1998: 85-S7).
Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan, misalnya
ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya.
Logika dibalik kebijakan ini adalah membiarkan munculnya
keyakinan dalam pikiran banyak orang bahwa pemerintah
kolonial tidak ikut campur dalam masalah keimanan mereka. Ini
merupakan wilayah yang peka bagi kaum Muslimin karena hal-
hal itu menyentuh nilai-nilai keagamaan mereka yang paling
dalam. Dengan berbuat demikian, pemerintah akan berhasil
merebut hati banyak kaum Muslim, menjinakkan mereka dan
sejalan dengan itu, akan mengurangi, jika tidak menghilangkan
sama sekali pengaruh perlawanan kaum Muslim fanatik terhadap
pemerintah kolonial.
Prinsip kedua, bahwa sehubungan dengan lembaga-lembaga
sosial Islam, atau aspek mu'amalah dalam Islam, seperti
perkawinan, waris, wakafdan hubungan-hubungan sosial lainnya,
pemerintah harus bempaya mempertahankan dan menghormati
keberadaannya. Meskipun demikian, pemerintah harus berusaha
menarik sebanyak mungkin perhatian orang Indonesia terhadap
berbagai keuntungan yang dapat diraih dari kebudayaan Barat.
Hal itu dilakukan dengan harapan agar mereka bersedia
menggantikan lembaga-Iembaga sosial Islam di atas dengan
lembaga sosial Barat. Diharapkan bahwa perlahan-lahan,
sembari berasosiasi dengan orang Belanda, orang Indonesia akan
menyadari keterbelakangan lembaga-lembaga sosial Islam milik
mereka dan menuntut digantikannya lembaga itu dengan
lembaga-Iembaga sosial model Barat. Dan akhirnya, hubungan
yang lebih erat antara penguasa Belanda dan rakyat Hindia
Belanda akan berkembang dengan sendirinya.
Prinsip ketiga, dan paling penting, bahwa dalam masalah
politik, pemerintah dinasehatkan untuk tidak menoleransi
51

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
kegiatan apa pun yang dilakukan oleh kaum Muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-lslamisme atau
menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang
pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah harus melakukan
kontrol ketat terhadap penyebaran gagasan apa pun yang dapat
membangkitkan semangat kaum Muslim di Indonesia untuk
menentang pemerintah kolonial, Pemaksaan gagasan seperti ini,
akan memunculkan pengaruh aspek-aspek Islam yang bersifat
politik, yang menjadi ancaman terbesar terhadap pemerintahan
kolonial Belanda. Lagi-lagi, dalam hal ini Hurgronje
menekankan pentingnya kebijakan asosiasi kaum Muslim
dengan peradaban Barat. Pendidikan Barat harus dibuat terbuka
bagi rakyat pribumi, agar asosiasi ini berjalan dengan baik dan
tujuannya tercapai. Sebab, hanya dengan penetrasi pendidikan
model Baratlah pengaruh Islam di Indonesia bisa disingkirkan
atau dikurangi.
Visi Hurgronje mengenai Indonesia yang lebih baik, yakni
yang berasosiasi dengan negara induk Belanda secara damai dan
berjangka panjang, memperkuat visi mengenai perlunya
meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia secara
keseluruhan, yang secara sosial dan kultural ditata menurut
model Barat. Hurgronje tampak berkeyakinan bahwa
peningkatan seperti ini pada akhirnya akan mempersempit jurang
yang makin lebar antara masyarakat Indonesia "yang
terbelakang" dan masyarakat Belanda yang "modern". Setiap
upaya harus diambil untuk menghilangkan jarak kultural ini, agar
kekuasaan Belanda dapat dipertahankan terus secara damai
(Shihab, 1998: 87).
S. Hurgronje sangat menekankan pendidikan Barat terutama
untuk para bangsawan dan kaum aristokrat Indonesia. Mereka
memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dibanding rakyat
pribumi, karena kuatnya pengaruh Barat serta posisi mereka
yang relatif "bersih" dari pengaruh Islam. Para bangsawan dan
aristokrat Indonesia adalah kelompok sosial yang paling cocok
untuk pertama-tama ditarik masuk ke dalam orbit kebudayaan
Barat dan dijadikan sebagai rekanan. Dalam skenario ini, secara
periahan namun pasti, dibayangkan bahwa masyarakat Indonesia
secara keseluruhan, yang berakar kuat pada adat istiadat, akan
52

STUDI
mengikuti jalan yang ditempuh oleh para pemimpin tradisional
mereka, yakni kelompok aristokrat dan bangsawan. Hal ini
didasarkan atas hasil observasi Hnrgronje bahwa sebagian besar
rakyat lebih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi lokal dibandingkan
dengan pengaruh Islam, dan bahwa kelompok bangsawan
tampaknya memiliki wewenang dan pengaruh lebih besar
dibandingkan para pemimpin santri. Karena itu, tambah
Hurgronje, para bangsawan Indonesia yang terdidik sebagian
besar adalah kaum Muslim "yang sedang-sedang saja", mereka
akan menjauh dari Islam dan akan memainkan dan
mengantarkan Indonesia menuju dunia model Barat. Pandangan
Snouck ini sangat berpengaruh dan menjadi salah satu alasan
disediakannya berbagai fasilitas pendidikan dalam skala besar-
besaran oleh pemerintah setelah tahun 1900 (Shihab, 1998: 87-
88).
Meskipun cukup sukses, kebijakan Islam yang dirancang
Hurgronje juga menemukan banyak kegagalan. Salah satu
kesalahan Hurgronje adalah pandangan yang menyepelekan
kemampuan Islam sebagai sebuah kekuatan yang dinamis dalam
melakukan reformasi dan modernisasi diri. Pandangan bahwa
Islam di Indonesia dapat direduksi hanya menjadi sebuah agama
ritual saja, yang terpisah dari aspek-aspek sosial dan politiknya,
sepenuhnya keliru. Bahwa keberhasilan modernisasi Islam
disebabkan oleh salah satunya adalah aspek ritualnya, yakni
pelaksanaan ibadah haji ke Mekah, yang dinasehatkan Hurgronje
agar dibiarkan bebas dari campur tangan pemerintah. Ia hanya
menunjukkan kekeliruan pandangan di atas. Padahal ibadah haji
ke Mekah, tempat kaum Muslim dari seluruh dunia saling
berinteraksi dan bertukar gagasan dan pengalaman, adalah
sumber pokok gagasan-gagasan Islam yang modern dan
revolusioner di Indonesia pada abad XX (Shihab, 1998;88).
Pada masa berlangsungnya kebijakan Islam yang dirancang
Hurgronje, Indonesia mengalami serangkaian perubahan sosial
yang penting. Perubahan-perubahan ini tidak disebabkan oleh
para penggagasnya atau merupakan hasil langsung dari sebuah
perencanaan, tetapi sebagian besar berlangsung karena pengaruh
tidak langsung kebijakan di atas. Akibat tidak langsung yang
tidak terduga, tetapi juga sangat penting, adalah muneulnya
53

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
sekelompok kecil elit terdidik yang mampu menyuarakan frustasi
massa. Yang mengagetkan Belanda adalah kelompok kecil elit
yang dipengaruhi kebudayaan Barat ini, namun belakangan
tampil sebagai pemimpin gerakan nasionalis yang sadar diri
(Shihab, 1998: 8). Tidak kalah penting adalah tumbuhnya
banyak gerakan modernis yang dipelopori oleh para sarjana
Muslim sebagai respon atas kebijakan kolonial Belanda dalam
bidang pendidikan. Kebijakan dalam bidang pendidikan ini,
menurut partai-partai sosialis Belanda, adalah kebijakan yang
dicirikan oleh "Kristenisasi yang dipaksakan", dan dipandang
merupakan pemanfatan berbagai fasilitas pemerintah untuk
mengkristenkan kaum pribumi dengan diserahkannya
pengelolaan bidang ini kepada sekolah-sekolah misi kristen.
Mereka menekankan bidang pendidikan dalam rangka
menjalankan kebijakan mereka mengenai Islam, pemerintah
kolonial Belanda harus menyerahkan pengelolaan bidang ini
kepada sekolah-sekolah misi untuk mendukung program mereka.
Dalam pandangan pemerintah, pekerjaan memberikan
pendidikan kepada penduduk pribumi adalah pekerjaan yang
sangat besar untuk ditangani sendiri. Karena itu pemerintah
memandang secara bijaksana untuk menerima dengan gembira
dan rasa syukur semua bantuan yang dapat diberikan oleh
sumber-sumber swasta. Penjelasan paling gamblang mengenai
langkah ini adalah pandangan mengenai sekolah-sekolah misi.
Dalam pandangan ini, sekolah-sekolah tersebut dinilai sebagai
sarana yang cocok dan berpengaruh untuk memajukan
masyarakat pribumi. Dengan memberikan subsidi kepada
sekolah-sekolah misi ini, pemerintah dimungkinkan untuk
memberikan layanan pendidikan kepada lingkup masyarakat
yang lebih luas dibandingkanjika mereka mengurusnya sendiri
(Shihab, 1998: 88-89).
Hal di atas juga disebabkan oleh alasan lain yang mungkin
tidak cukup kuat tetapi penting dicatat, yakni terbatasnya dana
pemerintah untuk bidang pendidikan. Membangun sekolah baru
tentunya membutuhkan upaya-upaya yang lebih besar dan dana
yang lebih besar, dibandingkan bila begitu saja mendukung
sekolah missi yang didirikan oleh berbagai masyarakat
missionaris. Meskipun anggaran pemerintah untuk bidang
54
pendidikan pada periode ini sebenarnya relatifmeningkat, toh
secara keseluruhanjumlahnya tidak besar. Mengingat kenyataan
ini, pemanfaatan lembaga-lembaga seperti ini adalah pilihan
yang masuk akal (Shihab, 1998: 89).
Kebijakan pendidikan ini, yang diletakkan sebagai bagian
integral kebijakan Islam pemerintah kolonial Belanda dan
dirancang untuk meningkatkan standar intelektual kaum pribumi,
STUDI
sangat berpengaruh terhadap rakyat. Dengan mengesampingkan
KEMUHAMMADIYAHAN
faktor-faktor lain, kaum Muslim bereaksi secara negatif terhadap
penetrasi missi Kristen yang dibawa masuk melalui kerja sama
antara pemerintah dan sekolah missi Kristen. Kaum Muslim
benar-benar merasa khawatir karena dapat mengakibatkan
merosotnya pengaruh nilai-nilai Islam. Kaum Muslim menuntut
agar pemerintah menarik dukungan terhadap tujuan kristenisasi
di negara yang mayoritas penduduknya beragama non-Kristen
ini. Kaum Muslim melihat bahwa subsidi besar-besaran yang
diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah missi, di sebuah
negara yang 90 persen penduduknya Muslim, sementara pada
saat yang sama mengabaikan lembaga-lembaga milik kaum
Muslim, merupakan keanehan. Hal itu dipandang sebagai
kebijakan yang bertentangan dengan semua konsepsi modern
mengenai hubungan yang pas antara agama dan negara. Dekade
pertama abad ke-20 ini ditandai oleh ketidak-puasan di kalangan
kaum Muslim terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda
mengenai Islam. Kebijakan ini, yang diklaim sebagai tengah
menyuarakan "netralitas dalam masalah agama", terbukti omong
kosong belaka. Dengan latar belakang inilah berbagai gerakan
reformis di wilayah ini mulai tumbuh. Akhirnya, gerakan-
gerakan reformis ini, baik yang bercorak nasionalis maupun
religius, terbukti merupakan ancaman serius bagi rezim kolonial
(Shihab. 1998: 89-90).
Pemerintah mengembangkan sikap ganda terhadap gerakan
rasionalis ini, pada mulanya toleransi dan represi. Pada awalnya
diyakini bahwa tumbuhnya kesadaran politik merupakan
konsekuensi logis kebijakan pendidikan mereka. Meskipun
demikian, karena gerakan-gerakan itu mulai menunjukkan
giginya, pemerintah mengambil sikap lebih keras terhadap
mereka. Manifestasi nyata gerakan nasionalis ini adalah
55

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908. Organisasi ini segera
disusul oleh sebuah organisasi politik yang lebih merakyat dan
berkecenderungan Islam yang kuat, yaitu Sarekat Islam. Hampir
bersamaan dengan itu, berdiri pula Muhammadiyah. Pada masa
ini, untuk menarik masa, seruan atas nama Islam disuarakan
sebagai ikatan bersama dalam kehidupan orang-orang Jawa.
Sementara Budi Utomo membatasi kegiatannya pada bidang
kebudayaan. Sarekat Islam lebih memfokuskan kegiatan
ekonomi dan politik. Sementara itu, Muhammadiyah
menfokuskan upayanya untuk mempertahankan Islam pada masa
umumnya (Shihab, 1998: 90).

E. Proses Berdirinya Muhammadiyah


Setelah mencermati empat realitas seperti yang dipaparkan
di atas, Ahmad Dahlan mempersiapkan berbagai hal untuk
mendeklarasikan Muhammadiyah. Sebagai tahapan yang perlu
dipersiapkan, Ahmad Dahlan melakukan kontak dengan Budi
Utomo. Ahmad Dahlan ingin belajar tentang manajemen
organisasi dari Budi Utomo, yang telah mempunyai pengalaman,
di samping pendirinya adalah lulusan Barat. Organisasi
nasionalis ini telah dianggap sukses membangun meski belum
lama berdiri.
Kontak pertama dengan Budi Utomo melalui Djojosumarto,
seseorang yang sudah dikenal baik oleh Ahmad Dahlan karena
sama-sama dari Kauman. Lewat Djojo ini, Ahmad Dahlan
menyampaikan maksudnya untuk bertemu dengan dr. Wahidin
dan dr. Sutomo, pendiri Budi Utomo sekaligus bergabung
dengan perkumpulannya. Kontak dengan cendikiawan Barat
seperti ini merupakan aktivitas yang tidak populer di kalangan
umat Islam waktu itu. Ketidaklaziman pertemuan ini karena
tidak biasa dilakukan umat Islam sebagai bentuk terputusnya
kalangan santri dengan lulusan Barat akibat politik asosiasi
kolonial. Setelah bertemu dan melakukan dialog, akhirnya
Ahmad Dahlan diterima dan bisa bergabung dengan Budi Utomo
sekaligus Ahmad Dahlan dijadikan sebagai penasihat untuk
masalah-masalah agama (Jainuri, 1981: 34-35; Saifullah,
1997:68-69).

56
Kedudukan Ahmad Dahlan di Budi Utomo ini, menurut
Sjoedja (1995: 51-52) dimanfaatkan untuk belajar tentang dua
hal, pertama, belajar ilmu organisasi; dan kedua, sebagai sarana
aktualisasi ajaran Islam. Ahmad Dahlan berkeyakinan bahwa
untuk mendirikan Muhammadiyah diperlukan manajemen
organisasi yang baik. Dorongan perlunya membentuk organisasi
yang rapi ini diilhami dari Al-Qur'an, surat Ali Imran/3: 104.
Dari Budi Utomo ini, seperti dituturkan Sjoedja', bahwa Ahmad
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Dahlan memperoleh ilmu tentang cara membentuk persyarikatan,
menyusun anggota-anggota penguruan dan lain-lain yang
bersangkutan dengannya.
Adapun sasarannya kedua, adalah melakukan sosialisasi
ajaran Islam. Sasaran ini memperoleh ruang gerak yang luas,
setidaknya pada dua unsur yang mempengaruhi perubahan
masyarakat dan negara, yang tercermin dalam kepengurusan
Budi Utomo yang kebanyakan pegawai pemerintah Hindia
Belanda dan guru-guru sekolah yang dalam jangka panjang akan
mewarnai kedewasaan dan kecerdasan masyarakat yang kelak
akan mewarnai jalannya pemerintahan. Sosialisasi ajaran Islam
ini diterima para cendekiawan Budi Utomo yang sebelumnya
takut dengan Islam. Bahkan guru-guru Kweekschool
menyarankan kepada Dahlan untuk menularkan kepada siswa-
siswanya. Penerimaan ini tidak bisa dilepaskan dari penguasaan
dan kedalaman ilmu keislaman serta metodologi baru yang tidak
seperti metode-metode lain yang dipakai dalam menerangkan
Islam.
Melihat metodologi dalam menyampaikan ajaran Islam,
Ahmad Dahlan diperkenankan mengajar Islam kepada siswa-
siswa Kweekschool dengan metode baru dan waktunya setiap
Sabtu sore. Atas inisiatif para siswa, pertemuan itu dilanjutkan
pada Ahad pagi di rumah Ahmad Dahlan, kauman Yogyakarta
(Sjoedja', 1995: 67-68).
Pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
rakyat, yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah, yang menggabungkan dua sistem pendidikan, yaitu
sistem pesantren dan sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan
yang disebut terakhir ini masih asing khususnya mata pelajaran
yang diajarkan, yaitu pengetahuan umum. Pemberian
57

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
pengetahuan umum ini untuk memajukan dan mencerahkan
masyarakat Islam Indonesia. Pentingnya ilmu-ilmu modern ini
diajarkan, setelah Ahmad Dahlan berkenalan dengan gagasan
pembaharuan Timur Tengah. Jadi, bagi Ahmad Dahlan, sistem
pendidikan Islam perlu ada orientasi segar untuk bisa bersaing
secara signifikan dengan pendidikan model Barat (Sjoedja',1995:
45-47; Saifullah, 1997: 73).
Dengan memadukan dua sistem pendidikan yang
berkembang waktu itu, Ahmad Dahlan berharap bisa mencairkan
pembagian masyarakat yang selama ini terpilah secara
dikotomis, misalnya, masyarakat abangan dan santri. Pembagian
dikotomis seperti ini merupakan warisan politik asosiasi kolonial
yang sejak semula dimaksudkan untuk memecah belah
masyarakat Indonesia demi kepentingan kolonialismenya.
Masyarakat abangan biasanya berpendidikan Belanda yang sama
sekali tidak atau sedikit pernah menerima pendidikan Islam.
Melalui lembaga pendidikan ini, diharapkan melahirkan individu
dengan basis keilmuan Islam mendalam seperti yang dimiliki
produk pesantren dan basis keilmuan modern yang dimiliki
produk lembaga pendidikan Barat.
Jumlah murid pertama di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah hanya sembilan orang, itu pun dari keluarga sendiri.
Dalam tempo setengah tahun, jumlah murid menjadi dua puluh,
terdiri dari putra dan putri. Memasuki bulan ke tujuh, sekolah
tersebut memperoleh bantuan guru, bernama Khalil, dari Budi
Utomo. Guru tersebut bertugas sementara, kcmudian bergantian
dengan guru yang lain. Waktu pergantian kadang satu bulan,
kadang satu setengah bulan, atau dua bulan (Sjoedja',1995:66).
Model sekolah yang baru didirikan Ahmad Dahlan ini
mendapat reaksi minor dari masyarakat sekitar karena dianggap
menyimpang dari pakem, bahkan menyimpang dari ajaran Islam
yang selama ini berkembang di kalangan kaum Muslim. Reaksi
ini tidak hanya datang dari masyarakat umum, tetapi juga datang
dari keluarga sendiri dengan memboikot hubungan perdagangan
yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Ahmad
Dahlan. Meskipun demikian, reaksi tersebut tidak menyurutkan
nyalinya untuk melanjutkan gagasan-gagasannya karena setiap
perbaikan selalu ada reaksi. Reaksi negatif seperti ini, bagi
58

STUDI
Ahmad Dahlan bukan yang pertama, sebab peristiwa kiblat
Masjid Besar Kauman, shaf tempat salat Masjid, pembongkaran
surau, dan lain-lain, semuanya menunjukkan bahwa Ahmad
Dahlan sudah terlatih menerima tuduhan dan cacian.
Setiap Ahad pagi, setelah memberikan pengajian umum,
Ahmad Dahlan didatangi para siswa Kweekschool Jetis yang
dididiknya setiap Sabtu sore. Latar belakang keagamaan mereka
bervariasi, ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, teosofi,
dan lain-lain. Forum Ahad pagi ini dijadikan sebagai moment
yang tepat untuk menyampaikan gagasan-gagasannya tentang
Islam. Dalam penjelasan-penjelasannya, Ahmad Dahlan banyak
memberikan informasi yang bisa diteruna akal pikiran, oleh
karena mereka terbiasa berbicara yang rasional, bahkan mereka
tidak akan mau menerima informasi yang tidak rasional.
Pengedepanan rasional ini dapat dimaklumi karena mereka
didikan sekolah Barat (Sjoedja', 1995: 67-68).
Suatu kali, dalam salah satu pengajian Ahad pagi, Ahmad
Dahlan ditanya oleh salah seorang peserta pengajian tentang tiga
hal. Pertama, apakah tempat pengajian ini sekolahan?
Pertanyaan ini muncul karena peserta ini melihat adanya
perangkat sekolah seperti yang dilihatnya di sekolah yang
diadakan Belanda, misalnya: bangku, dingklik, dan papan tulis.
Ahmad Dahlan menjawab: "0, nak ini Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah untuk member! pelajaran agama Islam dan
pengetahuan umum bagi anak-anak Kauman". Kedua, siapa yang
memegang sekaligus guru yang mengajar di sini? Dahlan
menjawab: ya, saya sendiri. Ketiga, apakah tidak lebih baik
sekolahan ini tidak dipegang Kyai sendiri? Sebab, setiap tahun
akan ada penerimaan siswa dan kenaikan kelas, sehingga siswa
akan bertambah, ini akan menyulitkan Kyai sendiri. Bahkan, jika
Kyai wafat, dan keluarga Kyai tidak mampu melanjutkan,
sekolah ini akan bubar. Dengan bubarnya sekolah ini berarti
gagasan Islam seperti disampaikan Kyai akan selesai sampai di
situ. Melihat pengelolaan dan kenyataan bahwa tidak sedikit
sekolahan yang bubar bersamaan dengan wafatnya Kyai. Maka
peserta pengajian ini mengusulkan kepada Ahmad Dahlan
tentang perlunya pengelolaan sekolah dikelola oleh sebuah

59
organisasi supaya bisa hidup terus selama-lamanya meskipun
pendirinya telah wafat (Sjoedja', 1995:68).
Setelah selesai pengajian, usulan peserta pengajian ini
menjadi pikiran Ahmad Dahlan. Dalam benaknya, apa yang
diusulkan tersebut memang sangat rasional dan benar, karena itu
harus secepatnya ditindaklanjuti. Namun, Ahmad Dahlan
MUHAMMADIYAH
menyadari betui bahwa untuk Latar merespon usulan
Belakang berdiri tersebut
dan tujuannya
diperlukan sumber daya manusia, sementara daya dukung yang
dimiliki Ahmad Dahlan sangat tidak memadai. Untuk mengatasi
kondisi objektif ini, Ahmad Dahlan melakukan STUDIlima langkah
sebagai persiapan untuk mewujudkan organisasi yang
KEMUHAMMADIYAHAN
dikemudian hari organisasi ini diberi nama Muhammadiyah
(Saifullah,1997: 75-80).
Langkah pertama, Ahmad Dahlan menemui dan berdiskuai
dengan Budihardjo dan R. Dwijosewojo, guru Kweekschool di
Guperment Jetis. Ini dilakukan setelah ia mengadakan pertemuan
dengan para santrinya, yang menyetujui berdirinya persyarikatan
dengan melibatkan juga sumber daya manusia dari kalangan
cendekiawan. Hasil perbincangan dengan kedua guru dan tokoh
Budi Utomo itu meliputi enam hal: (1) Siswa Kweekschool tidak
boleh duduk dalam pengurus perkumpulan karena dilarang oleh
inspektur kepala sekolah; (2) Calon pengurus diambil dari orang-
orang yang sudah dewasa; (3) Apa nama perkumpulan tersebut
belum ada, dan sepertinya Ahmad Dahlan sedang
menyiapkannya; (4) Tujuannyajuga belum ada; (5) Tempat
perkumpulan adalah Yogyakarta; (6) Untuk merealisasikan
sampai tuntas, Budi Utomo membantunya dengan syarat harus
diusulkan/dimintakan setidaknya oleh tujuh orang anggota baru
Budi Utomo.
Langkah kedua, Ahmad Dahlan mengadakan pertemuan
dengan orang-orang dekat, dan memikirkan bakal berdirinya
organisasi tersebut. Agenda dalam pertemuan membahas tentang
nama perkumpulan, maksud dan tujuan, serta tawaran siapa yang
bersedia menjadi anggota. Untuk nama perkumpulan, Ahmad
Dahlan memberi nama "Muhammadiyah". Nama ini diambil dari
nama Nabiyullah, Muhammad SAW dengan mendapat tambahan
"ya* nisbah". Maksudnya secara perseorangan, siapa saja yang
menjadi warga dan anggota Muhammadiyah dapat
60

STUDI
menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
ber-tafaul. Organisasi Muhammadiyah ini sebagai organisasi
pada akhir zaman, seperti Muhammad SAW yang menjadi Nabi
dan Rasul akhir zaman. Tujuan orang yang bersedia menjadi
anggota Budi Utomo, untuk mengusahakan berdirinya
Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia-Belanda, adatah H.
Sarkowi, H. Abdul Ghani, HM. Sjoedja', HM. Hisyam, HM.
Fachruddin, HM. Tammimy, dan KH. Ahmad Dahlan. Tidak
lama setelah ketujuh orang ini mengusulkan diri menjadi anggota
Budi Utomo, Hoofdbestuur menerimanya dengan memberi kartu
anggota,
Langkah ketiga, Ahmad Dahlan dan keenam anggota baru
Budi Utomo itu mengajukan permohonan kepada Hoofdbestuur
Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya Muhammadiyah
kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada 18 November 1912
bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
permohonan dikabulkan. Penentuan tanggal tersebut sesuai usul
Ahmad Dahlan dan kawan-kawannya setelah melalui
pertimbangan rasional dan spiritual lewat musyawarah dan salat
istikharah.
Permohonan berdirinya Muhammadiyah kepada pemerintah
Hindia-Belanda lewat Hoofdbestuur Budi Utomo ditanggapi
secara serius dan hati-hati oleh pemerintah Hindia-Belanda,
setelah menerima surat permohonan itu, meminta pertimbangan
dan advis empat penguasa lembaga terkait, yaitu residen
(gubernur) Yogyakarta; Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII;
Pepatih Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII; dan Hoodfd
(ketua) penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaluddiningrat.
Dalam rapat dewan agama dan hukum Keraton yang diketuai
oleh penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaluddiningrat,
permohonan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan ditolak. Ini
disebabkan karena peserta rapat dan terutama ketuanya tidak
memahami persoalan umum mengenai isi dan istilah yang
dibicarakan. Namun demikian, penyebab utamanya adalah
persoalan pribadi antara ketua penghulu dan Ahmad Dahlan. la
antipati kepada Ahmad Dahlan karena masih teringat peristiwa
kontra-aksi masalah kiblat dan shaf Masjid Besar Kauman
Yogyakarta. Istilah presiden yang dipergunakan Ahmad Dahlan
61

MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
untuk menyebut ketua, sebagaimana tertulis dalam surat
permohonan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan disalah-tafsirkan
oleh HM. Kholil Kamaluddiningrat. Istilah tersebut disamakan
dengan residen, padahal keduanya berbeda. Residen adalah
kepala pemerintahan sedang presiden itu kepala golongan
tertentu (Saifullah, 1997: 77).
Setelah menolak, penghulu lalu menyerahkan hasil
penolakan rapat itu ke lembaga atasnya, yaitu Pepatih Dalem Sri
Sultan Hamengkubuwono VII. Dalam analisisnya. Pepatih justru
mehhat positifkehadiran Muhammadiyah di tengah-tengah
masyarakat, bahkan kehadirannya bisa membantu tugas
penghulu dalam mengajarkan dan mendakwahkan ajaran Islam.
Sejak itu, penghulu merubah sikapnya dengan menerima surat
permohonan Ahmad Dahlan, dan meneruskannya ke Sri Sultan.
Dalam persetujuannya, Sri Sultan hanya memberikan
rekomendasi berdirinya Muhammadiyah untuk kawasan
Yogyakarta. Selanjutnya, Sri Sultan mengirimkannya ke
gubernur jendral, lalu oleh gubernurjendral dikirimkan ke
Hoofdbestuur Budi Utomo, dan diserahkan kepada Ahmad
Dahlan (Saifullah,1997: 77-78).
Susunan pengurus Muhammadiyah yang pertama
sebagaimana tercantum dalam surat izin itu, sebagai berikut
(Majlis Pustaka,1993: 29):
Presiden/ketua : K.H.Ahmad Dahlan
Sekretaris : H. Abdullah Siradj
Anggota : H. Ahmad
: H. Abdur Rahman
: H. Muhammad
: RH. Djailani
: H. Anies
: H. Muhammad Fakih

Langkah keempat, Ahmad Dahlan mengadakan rapat


pengurus pertama kali guna mempersiapkan proklamasi
berdirinya Muhammadiyah. Dalam rapat ini, diputuskan bahwa
proklamasi berdirinya Muhammadiyah bersifat terbuka untuk
masyarakat umum, seperti diusulkan oleh R. Dwidjosewojo,
selain untuk pejabat pemerintah dan pejabat kesultanan. Adapun
62
tempat proklamasinya diputuskan di gedung pertemuan Loodge
Gebuw yang terletak di jantung kota Yogyakarta, Malioboro,
pada malam Minggu terakhir bulan Desember 1912 (Sjoedja',
dalam Saifullah dan Musta'in, 1995: 78).
Langkah kelima, memproklamirkan berdirinya
Muhammadiyah yang dihadiri masyarakat umum, Sri Sultan
Hamengkubuwono VII serta pejabat lainnya yang diundang.
STUDI
Acara seremonial ini berjalan seperti pada umumnya, yaitu
KEMUHAMMADIYAHAN
diawali sambutan pembukaan oleh Ahmad Dahlan dengan
membaca beberapa ayat Al-Qur'an dan surat al-Fatihah,
pembacaan surat izin sebagai legalitas berdirinya
Muhammadiyah, dan ditutup dengan doa, sebagai kata akhir
dibacakan oleh Ahmad Dahlan surat al-Fatihah (Sjoedja', dalam
Saifullah dan Musta'in, 1995: 80-81; Saifu^ah, 1997: 79-80).

F. Tujuan Muhammadiyah dan Perkembangannya


Sejak didirikan oleh Ahmad Dahlan sampai Muktamar
Muhammadiyah ke 44 di Jakarta tahun 2000, rumusan maksud
dan tujuan Muhammadiyah mengalami tujuh kali perubahan
redaksional, susunan bahasan dan istilah yang dipergunakan.
Meski demikian, perubahan itu tidak merubah substansi awal
berdirinya Muhammadiyah.
Rumusan pertama terjadi pada waktu permulaan berdirinya
Muhammadiyah. Dalam rumusan ini, Muhammadiyah berdiri
mempunyai maksud dan tujuan sebagai berikut
Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW
kepada penduduk bumi putra, di dalam residen Yogyakarta.
Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Rumusan kedua terjadi setelah Muhammadiyah meluas ke
berbagai daerah di luar Yogyakarta. Memperhatikan jumlah
cabang yang telah berdiri di luar Yogyakarta, maka maksud dan
tujuan Muhammadiyah harus direvisi untuk menyesuaikan
dengan kondisi riil Muhammadiyah, yaitu (a) memajukan dan
menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di
Hindia Belanda, dan (b) memajukan dan menggembirakan hidup
sepanjang kemauan agama Islam kepada sekutu-sekutunya.

63
Rumusan ketiga terjadi pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945). Pemerintahan fasis ini mengharuskan merubah
redaksional maksud dan tujuan Muhammadiyah sesuai dengan
kehendaknya, sehingga rumusannya adalah "Sesuai dengan
kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh
Asia Timur Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang
diperintahkan oleh Tuhan Allah maka perkumpulan ini :
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup
yang selaras dengan tuntunannya, MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum,
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.
Rumusan keempat terjadi setelah Muktamar
Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta tahun 1950. Adapun
rumusannya adalah: menegakkan dan menjunjzing tinggi agama
Islam sehingga dapat mewujzi-dkan masyarakat Islam yang
sebenar-benamya. Rumusan initampaknya dimaksudkan untuk
mengembalikan rumusan terdahulu agar sesuai dengan jiwa dan
gerak Muhammadiyah yang sebenarnya.
Rumusan kelima ini diubah pada Muktamar
Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta tahun 1959. Perubahan ini
hanya pada redak-sional semata atas rumusan hasil Muktamar
ke-31, darikata "dapat mewujudkan"menjadi "terwujudnya",
sehingga rumusan resminya adalah "Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya".
Rumusan keenam terjadi pada Muktamar Muhammadiyah
ke-41 di Surakarta tahun 1985. Pada tahun itu Muhammadiyah
harus merubah maksud dan tujuan serta azasnya, oleh karena
kehadiran Undang-undang nomor 8 tahun 1985 tentang
kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non-agama untuk
mencantum asas Pancasila. Adapun rumusan maksud dan tujuan
hasil Muktamar ke 41 itu adalah Menegakkan dan menjunjung
tinggi agama, Islam sehi'ngga tenvzijzid masyarakat utama, adil
dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Rumusan ketujuh terjadi pada Muktamar ke-44 di Jakarta
pada tahun 2000. Muktamar ini mengembalikan Islam sebagai
asas Persyarikan Muhammadiyah seperti rumusan sebelumnya.
64

STUDI
Hanya saja perubahan asas ini tidak dalam satu pasal tersendiri
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, melainkan dimasukkan
dalam pasal 1 ayat 2, yang berbunyi: Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasaskan
Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan al-Sunnah".
Perubahan ini disebabkan oleh dicabutnya Undang-Undang
nomor 8 tahun 1985 oleh MPR, dan ormas diperbolehkan untuk
memilih asasnya sesuai dengan yang dikehendaki dengan catatan
tidak bertentangan dengan dasar negara. Karena itu, rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah sekarang ini sama persis
seperti rumusan yang dihasilkan Muktamar ke-34 di Yogyakarta,
yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

65
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya

Kesimpulan :

1. Ada dua faktor yang melatar belakangi berdirinya


Muhammadiyah, yaitu faktor intern dan ekstern, Faktor intern
adalah yang' berhubungan dengan pribadiAhmad Dahlan itu
sendiri selaku pendiri Muhammadiyah. Faktor ekatern adalah
hal-hal yang terjadi di luar diri Ahmad Dahlan, meliputi aspek
sosial, keagamaan, pendidikan, dan poiitik bangsa.
2. Realitas sosio-keagamaan yang dihadapi Ahmad Dahlan ada dua,
yaitu pertama, rnasalah internal umat Islam sendiri yang dalam
melaksanakan ajaran Islam tidak murni sesuai dengan al-Qur'an
dan al-Sunnah penuh dengan bid'ah, khzirafat dan takhayyul.
Kedua, masalah eksternal, yakni yang berkenaan dengan,
penetrasi atas missi Kristen.
3. Realitas sosio-pendidikan yang dihadapi Ahmad Dahlan adalah
sistem pendidikan yang bersifat dikhotomik, pendidikan
tradisional pesantren dan pendidikan modern Barat. Hal inilah
yang mendorong Ahmad Dahlan mendirikan lembaga
pendidikan yang memadukan dua aistem tersebut, maka ada
perpaduan antara semangat Islam dan semangat Barat dalam
mengembangkan llmu pengetahuan.
4. Realitas poiitik bangsa yang dihadapi Ahmad Dahlan dapat
dipisahkan menjadi dua periode, yakni politik Hindia Belanda
sebelum C.S. Hurgronje dan setelah Hurgronje menjadi
penasehat Kolonial Belanda. Periode pertama, Belanda
menerapkan kebljakan agar umat Islam tidak berontak dengan
mempersulit pengamalan ajaran Islam. Periode kedua, Beianda
menerapkan kebijakan ganda, satu pihak memberikan kebebasan
66
beragama terutama ibadah mahdhah, di pihak lain melarang
kegiatan-kegiatan yang bersifat pencerdasan dan kesadaran
politik.
5. Sebelum Muhammadiyah resmi dicleklarasikan, ada lima
langkah yang telah dianibil oleh Ahmad Dahlan sebagai proses
awal untuk mendirikan Muhammadiyah. Langkah-langkah ini
adalah (a) berdiskusi dengan guru-guru Kwekschool; (b)
berdiskusi dengan orang-orang dekat untuk mencari nama yang
STUDI
tepat bagi organisasi yang akan didirikan; (c) mengajukan
KEMUHAMMADIYAHAN
pennohonan kepada Hoofdbestuur Budi Oetomo agar
mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
berdirinya Muhammadiyah; (d) mengadakan rapat-rapat
persiapan peresmian berdirinya Muhammadiyah; dan (e)
memproklamirkan berdirinya Muhammadiyah.
6. Sejak berdiri (1912) hingga sekarang (2004), Muhammadiyah
telah mengalami perubahan tujuan sebanyak kali. Tujuan
Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta
adalah Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehmgga teruwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Selanjutnya berturut-turut, Muktamar Muhammadiyah ke-45


tahun 2005 di Malang, Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010
di Yogyakarta, Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di
Makassar menetapkan tujuan Muhammadiyah seperti hasil
Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta,

67
MUHAMMADIYAH
Latar Belakang berdiri dan tujuannya
BAB 3
Muhammadiyah :
Identitas, Landasan Normatif
dan Operasional

Isi : Tujuan Pembelajaran :


1. Identitas Perjuangan Agar Warga Belajar dapat :
Muhammadiyah 1. Mempraktekkan identitas
a. Gerakan Islam perjuangan Muhammadiyah
b. Gerakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dakwah Amar Makruf 2. Menjelaskan sejarah
Nahi Munkar disusunnya Muqaddimah
c. Gerakan Tajdid Anggaran Dasar, Kepribadian
2. Landasan Normatif dan MKCH Muhammadiyah
Muhammadiyah 3. Menerapkan matan
a. Muqaddimah Muqaddimah, Kepribadian dan
Anggaran Dasar MKCH dalam kehidupan
b. Muhammadiya sehari-hari sebagai warga
h Kepribadian Muhammadiyah,
Muhammadiyah 4. Mengamalkan isi dari
c. Matan AD/ART, khittah perjuangan,
Keyakinan dan Cita-Cita visi dan misi Muhammadiyah,
Hidup Muhammadiyah dari keputusan-keputusan
3. Landasan Operasional Muhammadiyah,
Muhammadiyah
a. AD/ART
Muhammadiyah
b. Khittah
Perjuangan

68
Muhammadiyah
c. Visi dan Misi
Muhammadiyah
4. Kepulusan-Keputusan
Muhammadiyah

A. Identitas Perjuangan Muhammadiyah


Identitas persyarikatan Muhammadiyah, sebagaimana yang
tercantum dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 1 ayat 1
dinyatakan sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma'ruf nahi
mungkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan
STUDI
Sunnah. Namun demikian, dilihat dari gerak pemikiran dan
KEMUHAMMADIYAHAN
pengamalan keagamaannya, Muhammadiyah tidak hanya dikenal
sebagai gerakan Islam dan dakwah, tetapi juga sebagai gerakan
tajdid.
Oleh karena itu identitas perjuang-an Muhammadiyah
disebut sebagai gerakan Islam, dakwah dan tajdid. Ketiga
identitas tersebut akan dibahas dalam paparan berikut:

1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam


Untuk melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan
dan cita-cita hidupnya, Muhammadiyah selalu mendasarkan
pada prinsip-prinsip ajaran Islam, yaitu karena adanya
keyakinan bahwa hanya Islamlah ajaran yang mampu
mengatur tata kehidupan manusia yang dapat membawa
pada kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Keyakinan
ini didasarkan pada beberapa firman Allah antara lain dalam
ayat-ayat berikut “
ِ ‫ند‬
.... ‫اهلل اْ ِإل ْسالَ ُم‬ ِّ ‫إِ َّن‬
َ ‫الدْي َن ِع‬
Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah
Islam... (QS. ah 'Imran/3:19).

‫َو َمن َيْبتَ ِغ َغْي َر اْ ِأل ْس الَِم ِدينًا َفلَن يُ ْقبَ َل ِمْن هُ َو ُه َو يِف اْألَ ِخ َر ِة‬
ِ ‫ِمن اخْل‬
‫اس ِريْ َن‬ َ َ

69
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia di
akherat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali 'Imran/3:
85).

‫ت َعلَْي ُك ْم نِ ْع َميِت‬ ِ
ُ ‫ت لَ ُك ْم دينَ ُك ْم َوأَمْتَ ْم‬
ُ ‫ الَْي ْو َم أَ ْك َم ْل‬...
... ‫ ِدينًا‬ ‫يت لَ ُك ُم اْ ِإل ْسالَ َم‬ ِ
ُ ‫َو َرض‬
... Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agama-mu,
dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah
Kuridlai Islam itu menjadi agama bagimu...
(QS. Al-Maidah/5:3).
2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah
MUHAMMADIYAH
Identitas, Landasan Normatif dan Operasional
Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan keyakinan,
Muhammadiyah melakukan dakwah Islam, yaitu seruan dan
ajakan kepada seluruh umat manusia untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam. Dakwah ini dilakukan melalui
amar ma'ruf nahi mungkar, dengan hikmah kebijaksanaan,
yang mengacu antara lain pada ayat-ayat berikut :
ِ ‫ولْت ُكن ِّمنْ ُكم أ َُّمةُُ ي ْدعو َن إِىَل اخْل ِ وي أْمروْ َن بِالْمعر‬
‫وف‬ ُْ َ ُ ُ َ َ ‫َرْي‬ ُ َ ْ ََ
‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬
َ ِ‫ َوأ ُْوالَئ‬‫َو َيْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمن َك ِر‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang
menyuruh kepada kebajikan, menyurzih kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali Imran/3: 104)
ِ ‫َّاس تَأْمرو َن بِالْمعر‬ ِ ‫ُكنتم خي ر أ َُّم ٍة أُخ ِرج‬
‫وف َوَتْن َه ْو َن‬ ُْ َ ُ ُ ِ ‫ت للن‬ ْ َ ْ َ َْ ْ ُ
ِ ِ‫ع ِن الْمن َك ِر و ُت ْؤ ِمنُو َن ب‬
... ‫اهلل‬ َ ُ َ
Kamu adalah ummat yang terbaik, yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.
(QS. Ali Imran/3:110).

70
‫ احْلَ َس نَ ِة َو َج ِادهْلُ ْم‬‫ْم ِة َوالْ َم ْو ِعظَ ِة‬ ِ ِ َ ِّ‫اُْدع إِىَل س بِي ِل رب‬
َ ‫ك باحْل ك‬ َ َْ ُ
‫عن س بِْيلِ ِه‬ َ ‫ك ُه َو أ َْعلَ ُم مِب َ ْن‬ َ َّ‫ إِ َّن َرب‬ ‫َح َس ُن‬
ِ
َ ْ َ ‫ض َّل‬ ْ ‫بِالَّيِت ْ ه َي أ‬
... ‫َو ُه َو أ َْعلَ ُم بِالْ ُم ْهتَ ِديْ َن‬
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik, serta bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat darijalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (QS. An-Nahl/16:125).
Sasaran dakwah Muhammadiyah ditujukan kepada
STUDIperseorangan dan masyarakat. Dakwah untuk perseorangan
KEMUHAMMADIYAHAN
ditujukan kepada yang telah beragama Islam (bersifat
pemurnian) dan yang belum beragama Islam (bersifat seruan
dan ajakan untuk memeluk agama Islam). Sedangkan
dakwah untuk masyarakat dilakukan dalam rangka perbaikan
hidup, bimbingan serta peringatan untuk selalu melakukan
yang ma'ruf dan menjauhi yang munkar.

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid


Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan tajdid karena
Muhammadiyah selalu berupaya melakukan koreksi dan
evaluasi terhadap berbagai pemikiran dan pengamalan
keagamaan dalam rangka pemurnian dalam bidang aqidah
dan ibadah yang disesuaikan dengan al-Qur'an dan Sunnah,
dengan kata lain "kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah". Di
samping itu Muhammadiyah juga selalu berusaha untuk
melakukan pembaharuan dalam berbagai bidang kehidupan,
yang disesuaikan dengan kemajuan zaman dengan tidak
meninggalkan prinsip-prinsip Islam. Hal ini dilakukan oleh
Muhammadiyah karena memahami pesan yang tersirat
dalam firman Allah berikut :
...  ‫ إِ َّن اهللَ الَيُغَيِّ ُر َمابَِق ْوٍم َحىَّت يُغَيِّ ُروا َمابِأَن ُف ِس ِه ْم‬

71
... Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka merubah diri mereka sendiri....
(QS. al-Ra’d/13:ll).

B. Landasan Ideal Muhammadiyah


Landasan normatif bagi pelaksanaan dan aktivitas
Muhammadiyah meliputi tiga hal, yaitu Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Ketiga landasan
tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah


a. Sejarah Perumusannya MUHAMMADIYAH
Kegelisahan Ki Bagus Hadikusumo
Identitas, Landasan dalam
Normatif dan melihat
Operasional

perkembangan zaman yang terus maju membawa


konsekuensi logis terhadap cita-cita perjuangan
Muhammadiyah. Untuk itulah Ki Bagus merumuskan
konsep Muqaddimah Anggaran Dasar untuk dibahas
dalam Muktamar Darurat tahun 1946 di Yogyakarta.
Rumusan ini diajukan dan dibahas kembali dalam
Muktamar ke 31 tahun 1950 di Yogyakarta untuk
mendapat pengesahan dari forum Muktamar. Namun
dalam forum tersebut HAMKA juga membawa konsep,
sehingga Muktamar belum dapat mengesahkan konsep
mana yang dipilih. Akhirnya Muktamar
merekomendasikan untuk dibawa dalam sidang- Tanwir
tahun 1951. Dalam Tanwir konsep dari Ki Bagus
Hadikusumo yang dapat diterima dengan catatan
penyempurnaan redaksional, sehingga dibentuklah tim
penyempurna yang terdiri dari HAMKA, Mr. Kasman
Singodimedjo, KH.Farid Ma'ruf dan Zein Djambek.
Latar Belakang disusunnya Muqaddimah Angaran
Dasar oleh Ki Bagus Hadikusumo dan kawan-kawannya
tersebut, adalah: (a) Belum adanya rumusan formal
tentang dasar dan cita-cita perjuangan Muhammadiyah;
(b) Adanya kecenderungan kehidupan rohani keluarga

72
Muhammadiyah yang menampakkan gejala menurun
sebagai akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi;
(c) Semakin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran
dari luar, yang langsung atau tidak langsung berhadapan
dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah;
dan (d) Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-
Undang Dasar RI tahun 1945.
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
(MADM) merupakan rumusan konsepsi yang
bersumberkan AI-Qur'an dan Al-Sunnah Eentang
pengabdian manusia kepada Allah, amal, dan perjuangan
setiap manusia muslim. MADM ini menjiwai dan
menghembuskan semangat pengabdian dan perjuangan
ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi
STUDI
Muhammadiyah. Dengan demikian, MADM juga
KEMUHAMMADIYAHAN
menjiwai Anggaran Dasar Muhammadiyah.

b. Matan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah


secara lengkap adalah sebagai berikut :
ِ ‫) احْل م ُد لِلَّ ِه ر‬1( ‫الر ِحيْ ِم‬
( ‫بّ الْ َع الَ ِميْ َن‬ ِ ‫بِس ِم‬
َّ ‫اهلل الرَّمْح ٰ ِن‬
َ َْ ْ
ِ ‫ك يوِم‬
َ َّ‫) إِي‬4( ‫الدّْي ِن‬ ِِ ِ َّ ‫) الرَّمْح ٰ ِن‬2
‫اك َن ْعبُ ُد‬ ْ َ ‫) َمال‬3( ‫الرحي ِم‬
‫) ِص َرا َط‬6( ‫الصَّرا َط الْ ُم ْستَ ِقيْ َم‬
ِ ‫) اه ِدنَا‬5( ‫اك نَستَعِيْن‬
ْ ُ ْ َ َّ‫َوإي‬
ِ
‫الض آلِّيْ َن‬
َّ َ‫ضوْ ِب َعلَْي ِه ْم َوال‬
ُ ‫ت َعلَْي ِه ْم َغرْيِ الْ َم ْغ‬
ِ
َ ‫الَّذيْ َن أَْن َع ْم‬
)7(
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan
Penyayang segala puji bagi Allah yang mengasuh
semua alam; yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, yang memegang pengadilan pada hari
kemudian. Hany a kepada Engkazi, hamba menyembah
dan hanya kepada Engkau, hamba mohon pertolongan.
Berilah petunjzik kepada hamba akan jalan yang

73
lempang; jalan orang-orang yang telah Engkan beri
kenikmatan; yang tidak dimzirkai dan tidak tersesat".
(Al-Qur'an Surat al-Fatihah).

ً‫اهلل َربًّا َوبِا ِإل ْسالَِم ِد ْينًا َومِبَ َح َّم ٍد نَبِيَّا َو َر ُس ْوال‬
ِ ِ‫ر ِضيت ب‬.
ُْ َ
Saya ridla ber-Tuhan kepada Allah, beragama kepada
Islam dan bernabi kepada Muhammad Rasulullah
Shallallahzi 'alaihi wasallam.

Amma Ba'du, bahwa sesungguhnya ketuhanan itu


adalah hak Allah semata-mata, bertuhan dan beribadah
serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya
ketentuan yangwajib atas tiap-tiap makhluk, terutama
manusia.
Hidup brrmaayarakat MUHAMMADIYAH
itu adalah sunnah (hukum
Identitas, Landasan Normatif dan Operasional
qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarnkat yang sejahtera, aman, damai, makmur
dan bahagia hanya dapat diwujudkan di atas keadilan,
kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-
tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang
sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh
sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah
satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang
utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung fcinggi hukum Allah lebih dari hukum
yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-
tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa
oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW dan diajarkan kepada ummatnya
masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia
dan akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang
bahagia dan sentosa tersebut, tiap-tiap orang, terutama

74

STUDI
ummat Islam, Limmat yang percaya akan Allah dan hari
kemudian, wajibiah mengikuti jejak sekalian Nabi yang
suci, beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-
giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan
menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di
dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas
karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan
karunia Allah dan ridla-Nya belaka, serta mempunyai
rasa tanggung jawab di hadlirat Allah atas segala
perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal
bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau
kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang
menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
akan perlindungan dan pertolongan Allah yang Maha
Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang
demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah
didorong oleh firman Allah dalam Qur'an :
ِ ‫ولْت ُكن ِّمنْ ُكم أ َُّمةُُ ي ْدعو َن إِىَل اخْل ِ وي أْمروْ َن بِالْمعر‬
‫وف‬ ُْ َ ُ ُ َ َ ‫َرْي‬ ُ َ ْ ََ
‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬
َ ِ‫ َوأ ُْوالَئ‬‫َو َيْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمن َك ِر‬
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang
mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah dari pada keburukan. Mereka
itulah golongan yang beruntnng berbahagia (QS. Ali
Imran :104)

Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18


Nopember 1912 Miladiyah, oleh Almarhum KHA.
Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai "gerakan
Islam" dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang
disusun dengan Majlis-majlis (Bahagian-bahagian)nya,
mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan "syura"
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau Muktamar.

75
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan
kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan
mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW
guna mencapai karunia dan ridla-Nya, di dunia dan
akherat, untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan
bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang
melimpah, sehingga merupakan:
‫ب َغ ُف ْوٌر‬
ٌّ ‫َب ْل َدةٌ طَيِّبَةٌ َو َر‬
Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di
bawah perlindungan. Tuhan yang Maha Pengampun
(QS. As-Saba':15).

Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-


mudahan umat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang
syurga "Jannatun Na'im" dengan keridlaan Allah yang
MUHAMMADIYAH
Rahman dan Rahim. Identitas, Landasan Normatif dan Operasional

2. Kepribadian Muhammadiyah
a. Sejarah Perumusan Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian adalah ciri dan sifat-sifat khas
Muhammadiyah yang merupakan manifestasi dari jiwa
dan semangat Muhammadiyah, yang mewarnai setiap
gerak dan langkah perjuangan Muhammadiyah, harus
dimiliki dan dipelihara oleh setiap warga
Muhammadiyah.
Upaya penggalian dan perumusan Kepribadian
Muhammadiyah berawal dari suatu Kursus Pimpinan
yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah pada bulan Ramadhan 1381 H, yang
diikuti oleh utusan-utusan dari seluruh Pimpinan
Muhammadiyah Daerah (sekarang Pimpinan Daerah
Muhammadiyah) se-Indonesia. Salah satu pembicara
dalam kursus itu adalah KH Fakih Oesman,
menyampaikan materi tentang "Apakah Muhammadiyah
itu?" Dari sinilah muncul kesadaran akan kebutuhan
persyarikatan terhadap Rumusan Kepribadian

76

STUDI
Muhammadiyah yang dapat dijadikan sebagai pedoman
perjuangan Muhammadiyah. Oleh karena itu PP
Muhammadiyah meminta kepada beberapa anggotanya
untuk membuat rancangan rumusan kepribadian
Muhammadiyah. Di samping KH. Fakih Oesman,
beberapa anggota PP Muhammadiyah yang diminta
tersebut adalah Prof. KH. Faried Ma'ruf, Djarnawi
Hadikusuma, M. Djindar Tamimy, Dr. Hamka, K. Mh.
Wardan, dan M. Saleh Ibrahim. Melalui proses yang
cukup panjang, dari pembentukan panitia perumusan
Kepribadian Muhammadiyah, dan hasil kerja panitia
disampaikan dalam sidang pleno PP Muhammadiyah,
kemudian dibawa dalam sidang Tanwir (25-28 Agustus
1962) dan dilanjutkan dalam Muktamar ke-35 di Jakarta.
Dalam Muktamar tersebut, rancangan rumusan
Kepribadian Muhammadiyah dapat diterima dengan
beberapa catatan penyempurnaan. Setelah
disempurnakan kemudian dibawa lagi dalam sidang
pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 29 April 1963
dan disahkan sebagai "Matan Rumusan Kepribadian
Muhammadiyah".
b. Matan Rumusan Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian Muhammadiyah memuat 4 (empat)
hal yaitu :
1) Apakah Muhammadiyah Itu?
2) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
3) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan
Muhammadiyah; dan
4) Sifat Muhammadiyah.
Isi dan masing-masing keempat hal tersebut akan
diuraikan dalam paparan berikut.
1) Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang
merupakan gerakan Islam. Maksud geraknya adalah
dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar yang
ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan
masyarakat. Dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar
pada bidang yang pertama terbagi kepada dua
77
golongan, kepada yang telah Islam bersifat
pembaharuan (tajdzd), yaitu mengembalikan kepada
ajaran-ajaran Islam yang asli murni. Yang kedua
kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan
untuk memeluk agama Islam. Adapun dakwah dan
amar ma'ruf nahi munkar kedua, ialah kepada
masyarakat, bersifat perbaikan dan bimbingan serta
peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan bersama
dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan
mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah dan amar
ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing
yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan
masyarakat menujutujuannya, yaitu: terwujudnya
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah SWT.
2) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan
Identitas, Landasan usahanya
Normatif dan Operasional
menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya dimana kesejahteraan, kebaikan
dan kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah
mendasarkan gerak dan amal usahanya atas prinsip-
prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah, yaitu :
a) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah
dan taat kepada Allah;
b) Hidup manusia bermasyarakat;
c) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan
berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-
satunya landasan kepribadian dan ketertiban
bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat;
d) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada
kemanusiaan;
e) Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi
Muhammad SAW; dan

78
f) Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi.
3) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan
Muhammadiyah
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka
pada apapun yang diusahakan dan bagaimanapun
cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai
tujuan tunggalnya harus berpedoman: "Berpegang
teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak
membangun di segenap bidang dan lapangan dengan
menggunakan cara serta menempuh jalan yang
diridlai Allah."
4) Sifat Muhammadiyah
Memperhatikan uraian tersebut di atas tentang:
(a) Apakah Muhammadiyah Itu?, (b) Dasar Amal
Usaha Muhammadiyah, dan (c) Pedoman Amal
Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah, maka
Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara
STUDI
sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini :
KEMUHAMMADIYAHAN
a) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan
kesejahteraan;
b) Memperbanyak kawan dan mengamalkan
ukhuwah Islamiyah;
c) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang
teguh ajaran Islam;
d) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;
e) Mengindahkan segala hukum, undang-undang,
peraturan serta dasar dan falsafah negara yang
sah;
f) Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala
lapangan serta menjadi contoh teladan yang
baik;
g) Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan
maksud: ishlah pembangunan sesuai dengan
ajaran Islam;
h) Kerjasama dengan golongan Islam manapun
juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan
agama Islam, serta membela kepentingannya;
79
i) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan
golongan lain dalam memelihara dan
membangun negara untuk mencapai masyarakat
adil dan makmur yang diridlai Allah; dan
j) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar
dengan bijaksana.

3. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah


Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
(MKCH) Muhammadiyah ditetapkan dalam sidang Tanwir
tahun 1969 di Ponorogo. Pada tahun 1970, tepatnya pada
Tanwir di Yogyakarta, rumusan tersebut direvisi dengan
sistematika berikut :
Bismillahirrahmanirrahim
Rumusan Matan "Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah terdiri dari 5 angka". 5 (lima) angka
tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok:
MUHAMMADIYAH
Kelompok kesatu: mengandung pokok-pokok
Identitas, Landasan persoalan
Normatif dan Operasional
yang bersifat ideologis, ialah angka 1 dan 2, yang berbunyi:
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, bercita-cita dan
bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, dan
makmur yang diridlai Allah SWT untuk melaksanakan
fungsi dan missi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah
di muka bumi.
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah
agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak
Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai
kepada Nabi penutup Muhammad SAW sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada ummat manusia sepanjang masa dan
menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual,
duniawi dan ukhrawi.
Kelompok kedua : mengandung persoalan mengenai
faham agama menurut Muhammadiyah, ialah angka 3 dan 4,
yang berbunyi :
Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan: al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW; Sunnah Rasul: Penjelasan
80
dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan Nabi
Muhammad SAW; dengan menggunakan akal fikiran sesuai
jiwa ajaran Islam.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-
ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: a) Aqidah; b)
Akhlak; c) Ibadah; d) Mu'amalat duniawiyah.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang
mumi, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan
khurafat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi
menurut ajaran Islam.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai
akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-
Qur'an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai
ciptaan manusia.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang
dituntunkan oleh Rasulullah SAW tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya
STUDI
mu'amalat
KEMUHAMMADIYAHANduniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan
masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta
menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah
kepada Allah SWT.
Kelompok ketiga : mengandung persoalan mengenai
fungsi dan missi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara
Republik Indonesia, ialah angka 5 yang berbunyi :
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa
Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah
air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan
bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat
Pancasila, untuk bersama-sama menjadikan suatu Negara
yang adil, makmur dan diridlai Allah SWT baldatun
thayyibatun wo, rabbun ghafur.
Lima pokok pikiran MKCH Muhammadiyah di atas
dapat ditempatkan sebagai modifikasi berbagai rumusan
sebelumnya yang merupakan rekonseptualisasi seluruh
pemikiran Muhammadiyah yang pernah disusun
sebagaimana telah diuraikan di depan. Kelima pokok pikiran

81
tersebut sebenarnya merupakan kesadaran beragama dan
berbangsa di kalangan Muhammadiyah.

C. Landasan Operasional Muhammadiyah


Landasan operasional yang merupakan pijakan bagi
persyarikatan Muhammadiyah dalam menjalankan aktivitas-
aktivitas untuk mencapai maksud dan tujuannya meliputi
beberapa hal, antara lain Khittah Perjuangan, AD/ART dan
Keputusan-keputusan Muhammadiyah. Adapun penjelasan dari
ketiga hal tersebut akan dipaparkan dalam tulisan berikut :

1. AD/ART Muhammadiyah
Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah merupakan
anggaran pokok yang menyatakan dasar, maksud dan tujuan
organisasi Muhammadiyah, peraturan-peraturan pokok dalam
menjalankan organisasi, dan usaha-usaha yang harus
dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.
Penjelasan AD dicantumkan dalam Anggaran Rumah Tangga
(ART). MUHAMMADIYAH
Adapun maksud danIdentitas, Landasan Normatif dan Operasional
tujuan yang akan dicapai oleh
persyarikatan Muhammadiyah sebagaimana yang
dicantumkan dalam AD pasal 2, berbunyi: "menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
Sedang usaha-usaha yang harus dilakukan untuk
mencapai maksud dan tujuan tersebut meliputi 17 sub-sistem
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3, yaitu :
a. Menyebarluaskan Agama Islam terutama dengan
mempergiat dan menggembirakan tabligh;
b. Mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam
untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya;
c. Memperteguh iman, mempergiat ibadah meningkatkan
semangat jihad, dan mempertinggi akhlaq;
d. Memajukan dan memperbarui pendidikan dan
kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni serta mempergiat penelitian menurut
tuntunan Islam;

82
e. Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk
berwakaf aerta membangun dan memelihara tempat
ibadah;
f. Meningkatkan harkat dan martabat manusia menurut
tuntunan Islam;
g. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga
menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa,
dan bangsa;
h. Membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan
dan mengembangkan ekonomi sesuai dengan ajaran
Islam;
i. Memelihara, melestarikan, dan memberdayakan
kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat;
j. Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang
kecil, dan buruh untuk meningkatkan taraf hidupnya;
k. Menjalin hubungan kemitraan dengan dunia usaha;
l. Membimbing masyarakat dalam menunaikan zakat,
infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf;
m. Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-
STUDI
menolong dalam kebajikan dan taqwa dalam bidang
KEMUHAMMADIYAHAN
kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan
keluarga sejahtera;
n. Menumbuhkan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah
dan kekeluargaan dalam Muhammadiyah;
o. Menanamkan kesadaran agar tuntunan dan peraturan
Islam diamalkan dalam masyarakat;
p. Memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa serta peran
serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; dan
q. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan
Persyarikatan.

2. Khittah Perjuangan Muhammadiyah


Khittah Perjuangan Muhammadiyah merupakan
strategi yang ditetapkan dalam Muktamar untuk mencapai
maksud dan tujuan persyarikatan, Dengan demikian Khittah
merupakan langkah-langkah yang terperinci dan berjenjang
serta berkesinambungan yang memberikan jalan dan arah
bagi amal usaha Muhammadiyah, sehingga Khittah dapat
83
berubah setiap saat. Oleh karena khittah diputuskan dalam
Muktamar, maka perubahannya pun harus disahkan dalam
Muktamar.
Adapun Khittah Perjuangan Muhammadiyah hasil
keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya tahun 1978 berisi 5
(lima) hal, yaitu:
Pertama, Hakikat Muhammadiyah. Perkembangan
masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya
dinamik dari dalam, ataupun karena persentuhan dengan
kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu.
Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan
masyarakat, di antaranya: bidang sosial, ekonomi, politik dan
kebudayaan, yang menyangkut perubahan struktural dan
perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan
antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti
perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai
kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar,
serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai
MUHAMMADIYAH
dengan lapangan yang dipilihnya, ialahNormatif
Identitas, Landasan masyarakat, sebagai
dan Operasional
usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya, yaitu:
"Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya"
(masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah
SWT).
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah
berjalan di atas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di
dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah.
Keyakinan dalam melaksanakan nsaha tersebut,
Muhammadiyah senantiasa menjadi landasan gerakannya;
juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan
kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam
bekerja sama dengan golongan Islam lainnya.
Kedua, Muhammadiyah dan Masyarakat. Sesuai
dengan Khittahnya, Muhammadiyah sebagai persyarikatan
memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam amar
ma'ruf nahi munkar dalam masyarakat, dengan maksud yang
84
terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera
sesuai dengan dakwahjama'ah.
Di samping itu, Muhammadiyah menyelenggarakan
amal usaha tersebut merupakan sebagian ikhtiar
Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-cita
Hidup yang bersumberkan ajaran Islam, dan bagi usaha untuk
terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
(masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah
SWT).
Ketiga, Muhammadiyah dan Politik. Dalam bidang
potitik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan Khittahnya:
dengan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dalam arti dan
proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat
membuk-tikan secara teoritis konsepsional, secara
operasional, dan secara konkrit riil, bahwa ajaran Islam
mampu mengatur masyarakat dan Negara Republik Indonesia
yang berpancasila dan UUD '45 menjadi masyarakat yang
adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, material dan
spiritual yang diridlai Allah SWT.
STUDI
Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap
KEMUHAMMADIYAHAN
berpegang teguh kepada kepribadiannya, usaha
Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan
bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan
berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam
Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muktamar
Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal
dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat,
tidak mempunyai hubungan organisatoris dan tidak afiliasi
dari sesuatu partai politik atau organisasi apa pun. Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat
tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang
tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
persyarikatan Muhammadiyah.
Keempat, Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah.
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerja
sama dengan golongan Islam manapunjuga dalam usaha
85
menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela
kepentingannya. Dalam melaksanakan kerja sama tersebut,
Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan
mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau
institusi lainnya.
Kelima, Dasar Program Muhammadiyah. Berdasarkan
landasan serta pendirian tersebut dan dengan memperhatikan
kemampuan dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah
kebijaksanaan sebagai berikut:
a. Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai
persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota
masyarakat, terdiri darimuslimin dan muslimat yang
beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia, dan
menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
b. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota
Muhammadiyah tentang hak dan kewajiban sebagai
warga negara dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosial terhadap
MUHAMMADIYAH
persoalan-persoalan dan kesulitan
Identitas, hidup
Landasan Normatifmasyarakat.
dan Operasional
c. Menetapkan persyarikatan Muhammadiyah sebagai
gerakan untuk melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi
munkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta
di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45.

3. Visi dan Misi Muhammadiyah


Visi Muhammadiyah adalah Muhammadiyah sebagai
Gerakan Islam yang berlandaskan pada al-Quran dan As-
Sunnah dengan watak tajdzd yang dimilikinya senantiasa
istiqamah dan aktif dalam melaksanakan Dakwah Islam
Amar Ma'ruf Nahi Munkar di segala bidang sehingga
menjadi rahmatan li al-'alamm bagi umat, bangsa, dan dunia
kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat utama yang
diridhai Allah Subhanahu Wata'ala dalam kehidupan di dunia
ini
Sebagai Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi
Munkar, Muhammadiyah memiliki misi sebagai berikut :

86
a. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai
dengan ajaran Allah SWT, yang dibawa oleh Rasul
Allah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh AS hingga Nabi
Muhammad SAW
b. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran
sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan
menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang
bersifat duniawi.
c. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada
Al-Qur'an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat
manusia dan Sunnah Rasul.
d. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan
pribadi, keluarga, dan masyarakat.

4. Keputusan-Keputusan Muhammadiyah
Keputusan-keputusan Muhammadiyah meliputi
banyak hal, dari keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah
Wilayah (Musywil), Musyawarah Daerah (Musyda),
Musyawarah Cabang (Musycab), sampai Musyawarah
STUDI
Ranting (Musyran). Di samping itu, masih ada keputusan-
KEMUHAMMADIYAHAN
keputusan lain sebagai kebijakan pimpinan pada masing-
masing tingkat.
Keputusan Mukfcamar merupakan acuan utama dalam
pelaksanaan program selama satu periode, sebagai kelanjutan
dan rangkaian program periode sebelumnya serta menjadi
dasar bagi penyusunan program periode berikutnya. Dengan
demikian ada kesinambungan program antara suatu periode
dengan periode berikutnya. Program-program hasil dari
keputusan Muktamar kemudian diterjemahkan secara lebih
operasional dalam Tanwir. Adapun keputusan-keputusan
Musywil mengacu pada keputusan-keputusan Muktamar
yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi Wilayah
masing-masing. Keputusan Musyda mengacu pada
keputusan-keputusan Musywil yang dikembangkan dan
disesuaikan dengan kondisi Daerah masing-masing.
Keputusan Musycab mengacu pada keputusan-keputusan
Musyda yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi
Cabang masing-masing. Sedang keputusan Musyran
87
mengacu pada keputusan-keputusan Musycab yang
dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi Ranting
masing-masing. Dengan demikian, ada kesinambungan
program-program dari tingkat ranting sampai pusat, dan di
level bawahlah sebenarnya yang merupakan tangan panjang
bagi pelaksanaan program atau keputusan-keputusan
Muhammadiyah.

MUHAMMADIYAH
Kesimpulan
Identitas, Landasan Normatif dan Operasional

1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, maksudnya semua


kegiatan yang dilakukan berdasarkan ajaran Islam yang telah
diyakini kebenarannya.
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi
munkar, maksudnya berdakwah merupakan kewajiban yang
sasarannya individu atau perorangan dan masyarakat.
3. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maksudnya selalu
mengadakan pembaharuan-pembaharuan baik dalam bidahg
agama (purifikasi) maupun mu'amalah dunyawiyah.
4. Untuk mengetahui hakekat Muhammadiyah haruslah membaca
landasan normatif Muhammadiyah yang meliputi Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah,
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah.
5. Untuk mencapai tujuan Muhammadiyah, maka semuai
aktivitasnya harus berlandaskan pada landasan operasionalnya
yang meliputi AD/ART Muhammadiyah Khittah Perjuangan
Muhammadiyah, Visi dan Misi Muhammadiyah, dan Keputusan-
88
keputusan Muhammadiyah baik keputusan sidang tanwir
maupun muktamar.

STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bab 4
Sistem Gerakan dan
Organisasi Muhammadiyah
Isi: Tujuan Pembelajaran :
Pengertian Pembaharuan Agar Warga Belajar dapat :
1. Ideologi Gerakan 1. Memahami idelogi gerakan,
2. Sistem Gerak Organisasi sistem gerak organisasi dan
3. Struktur Organisasi Struktur organisasi
4. Majelis-Majelis Muhammadiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid Majelis 2. Menguraikan sejarah dan
Tabligh, Majelis Pendidikan
perkembangan Majlis-Majlis
Tinggi, Majelis Pendidikan Dasar
dilingkungan Muhammadiyah.
dan Menengah, Majelis
Pendidikan Kader, Majelis 3. Mampu berkiprah dalam Majlis-
Pelayanan Kesehatan Umum, Majlis di lingkungan
Majelis Pelayanan Sosial, Majelis Muhammadiyah sesuai dengan
Ekonomi dan Kewirausahaan, keahliannya masing-masing.
Majelis Wakaf dan 4. Menguraikan sejarah dan

89
Kehartabendaan, Majelis perkembangan organisasi otonom
Pemberdayaan Masyarakat, Muhammadiyah
Majelis Hukum dan HAM, 5. Menjelaskan kiprah Ortom
Majelis Lingkungan Hidup dan Muhammadiyah dalam kehidupan
Majelis Pustaka dan InFormasi. beragama, berbangsa dan
5. Lembaga-lembaga bernegara.
Lembaga Pengembangan Cabang
dan Ranting, Lembaga Pembina
dan Pengawas, Keuangan,
Lembaga Penelitian dari
Pengembangan, lembaga
Penanggulangan Bencana,
Lembaga Zakat, Infaq dan
Shadaqah, Lembaga Hikmah dan
Kebijakan Publik, Lembaga Seni
Budaya dan Olahraga, Lembaga
Hubungan dan Kerjasama
Internasional
6. Organisasi Otonom
a. Aisyiyah
b. Pemuda Muhammadiyah,
c. Nasyiatul Aisyiyah,
d. lkatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
e. Ikatan Remaja MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah (IRM),
f. Tapak Suci Putra
Muhammadiyah,
g. Hizbul Watnon

A. Ideologi Gerakan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam bukan sekadar
organisasi, lebih-lebih organisasi dalam pengertian adminiatrasi
yang bersifat teknis. Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah
merupakan gerakan agama (religions movements), yang
didalamnya terkandung sistem keyakinan (belie/system),
pengetahuan (knowledge), organisasi (organization), dan praktik-
praktik aktivitas (practices activity) yang mengarah kepada
tujuan (goal) yang dicita-citakan.1

1
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah. 2006), hlm. v.

90
Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai landasan konstitusi
tertinggi menegaskan bahwa "Muhammadiyah adalah gerakan
Islam, dakwah amar mahruf nahi munkar dan tajdid, bersumber
pada al-Quran dan al-Sunnah. Muhammadiyah berasas Islam". 2
Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwuijud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.3 Guna mencapai tujuan tersebut,
Muhammadiyah menetapkan beberapa usaha yang selanjutnya
diwujudkan dengan bentuk amal usaha (badan usaha), program
kerja, dan kegiatan Persy arikatan.4
Di sini organisasi menjadi salah satu unsur penting dalam
Gerakan Muhammadiyah. Itulah sebabnya Muhammadiyah
sering menyebut dirinya dengan istilah Persyarikatan, yakni
suatu berserikat yang memiliki seperangkat idealisme dalam satu
sistem gerakan baik berkaitan dengan wadahnya (jam'iyyah),
anggota (Jama'ah'), maupun kepemimpinannya (imamah') untuk
mencapai tujuannya. Sedemikian penting adanya organisasi,
maka kelahiran Muhammadiyah soring dihubungkan dengan
pesan suci Q.S. Ali Imran (3): 104, yang dipahami sebagai
perintah berhimpun dalam suatu organisasi yang menjalankan
5
.dakwah Islam dan amar ma'ruf serta nahi munkar
ِ ‫ولْت ُكن ِمْن ُكم أ َُّمةٌ ي ْدعو َن إِىَل اْخل ِ وي أْمرو َن بِالْمعرو‬
‫ف‬ ْ ُْ َ
STUDI ْ ُ ُ َ َ ‫َرْي‬ ُْ َ ْ ْ َ َ
)18( ‫ك ُه ُم اْمل ْفلِ ُح ْو َن‬
َ ِ‫ َوأ ُْولئ‬‫َو َيْي َه ْو َن َع ِن اْملْن َك ِر‬
KEMUHAMMADIYAHAN

ُ
Dan kendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
ُ
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.6
2
PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah (hab II
pasal 4) (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005), hlm. 9.
3
Ibid. (bab III pasal 6).
4
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. hlm. v
5
Ibid. hlm. v-vi
6
Al-Quran wa Tarjamatu Maanihi Ha al-Lughah al-Indunisiyyah (Madina : Mujamma' al-
Malik Fahd Li Tiba'at al-Mushaf. 1424), him. 93, dalam kitab ini disebutkan bahwa : ma'ruf:
segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

91
Dengan demikian, adanya organisasi bagi Muhammadiyah
merupakan tuntutan shar'i, di samping tuntutan praktis dan
pragmatis. H.M. Djindar Tamimy, seorang tokoh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah tahun 1960-1990,7 sering menyatakan bahwa
kedudukan organisasi bagi persyarikatan Muhammadiyah
sebagai kaidah ushul fikih yang menyatakan:
ِ ِِ ِ ‫ماالَ يتِ ُّم اْلو ِاج‬
ٌ ‫ب إالَّ به َف ُه َو َواج‬
‫ب‬ ُ َ َ َ
"Suatu kewajiban yang tidak sempu-ma kecuali dengan "sesuatu
unsur", maka "wisur" itu menjadi wajib adanya.8

Dalam gerak langkahnya, Muhammadiyah memerlukan


perekat yang kokoh, sehingga mampu mempertahankan nilai-
nilai gerakan, sejarah gerakan, ikatan dan kesinambungan
gerakan, dalam melaksanakan usaha-usaha dan mencapai
tujuannya. Dalam hal ini Muhammadiyah secara bertahap
melakukan ideologisasi gerakan yang berintikan penguatan
paham agama sekaligus pandangan serta strategi gerakan dalam
meneapai tujuannya.
Haedar Nashir menyatakan, meskipun tidak seketat seperti
aliran-aliran ideologi dunia, apalagi yang bersifat totaliter,
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam membutuhkan perekat
ideologi gerakan, yang akan berfungsi antara lain :
Pertama, dapat memberikan arah dan penjelasan
tentangsistem paham kehidupan
SISTEMyang dicandranya
GERAKAN berdasarkan
DAN ORGANISASI
keyakinan dan paham agama (Islam) yang MUHAMMADIYAH
dianutnya serta
bagaimana seluruh warga Muhammadiyah bertindak berdasarkan
sistem paham tersebut.

7
Pernyataan ini beberapa kali penulis dengar langsung dari beliau di beberapa forum kajian. di
antaranya pada kuliah Kemuhammadiyahan di Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah
Shabran, antara tahun 1984-1986. forum Pengajian Pimpinan Muhammadiyah di Kantor PP
Muhammadiyah Jl. K.H.A. Dahlan 103 Yogyakarta. Pernyataan ini juga dikutip oleh Haedar
Nashir. Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. hlm. vi.
8
"Kaidah ini dapat dirujuk pada Ali bin Muhammad al-Amidiy. Al-Ihkam fi Ushul
al-Ahkam (Beirut: al-Maktab al-Islami. t.th). Juz I hlm. 110. Juz III, hlm. 171.

92
Kedua, dapat mengikat kesadaran kolektif (ukhuwah
gerakan, sebagaimana konsep 'asabiyah-nya Ibnu Khaldun),
yang berfungsi untuk mempertahankan ikatan ke dalam untuk
menghadapi tantangan hingga ancaman dari luar.
Ketiga, dapat membentuk karakter orang Muhammadiyah
secara kolektif sebagaimana diatur dalam Kepribadian
Muhammadiyah dan Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah, yang mengandung berbagai sifat dan pola
tindak yang hams dimiliki dan diimplementasikan dalam
kehidupan warga Muhammadiyah.
Keempat, dapat menyusun strategi dan langkah-langkah
perjuangan sebagaimana khittah yang selama ini menjadi
acuannya, sehingga gerakan Muhamamdiyah menjadi lebih
sistematis dan terarah.
Kelima, dapat mengorganisasikan dan memobilisasi anggota,
kader, dan pimpinannya dalam satu sistem gerakan untuk
melaksanakan usaha-usaha dan mencapai tujuannya daiam
barisan yang kokoh, tidak berjalan sendiri-sendiri dan tidak
centang perenang.9

B. Sistem Gerak Organisasi


STUDI Gerakan Muhammadiyah menggunakan sistem organisasi
KEMUHAMMADIYAHAN
modern, yang dicanangkan sejak berdirinya pada tahun 1912.
Penilaian bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan modern dapat
dilihat dari visi dan misi gerakannya, juga didasarkan pada
penggunaan organisasi sebagai wahana perjuangan. Proses
pengorganisasian ini berkembang sejalan dengan pertambahan
jumlah anggota, perluasan daerah, dan pemekaranjenis kegiatan
yang dilaksanakan, yang semuanya itu dijalankan dengan
perencanaan dan evaluasi yang simultan. 1010 Dewasa ini
perkembangan organisasi Muhammadiyah telah mencapai
tingkat kompleksitas yang tinggi dalam ukuran kehidupan
organisasi kemasyarakatan di Indonesia.

9 viii
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, hlim. vi- .
10
A. Rosyad Sholeh. Manajemen Dakwah Muhamadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammad)
yah. 2005). him, 70.

93
Menurut A. Rosyad Sholeh,11 bangunan organisasi
Muhammadiyah saat ini terdiri atas tiga komponen, yaitu
Pimpinan. Unsur Pembantu Pimpinan, dan Organisasi Otonom.
Komponen-komponen tersebut mencerminkan distribusi tugas dan
kegiatan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi.
Komponen Pimpinan (inti pimpinan, yang terdiri atas
Ketua Umum, Ketua-ketua, Sekrefcaris Umum, Sekretaris-
sekretaris, Bendahara dan beberapa anggota) bertugas
melaksanakan kegiatan kepemimpinan (managerinal activity),
yaitu kegiatan yang mempunyai hubungan tidak langsung
dengan pencapaian tujuan, tetapi sangat menentukan
efektivitasnya, baik kegiatan teknis maupun kegiatan pelayanan.
Dalam melaksanakan kegiatan kepemimpinannya, pimpinan
mempunyai tugas menetapkan kebijakan umum dan
mengendalikan selunih gerak usaha Muhammadiyah.
Komponen Badan atau Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom sebagian berhubungan dengan pelaksanaan
kegiatan pokok atau kegiatan teknis (technical activity) dan
sebagian berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pelayanan
(auxiliary activity). Kegiatan pokok atau kegiatan teknis
yangdisebutnya kegiatan operasional adalah kegiatan yang
mempunyai hubungan langsung dengan pencapaian tujuan.
Adapun kegiatan pelayanan SISTEMadalah kegiatan
GERAKAN yang tidak
DAN ORGANISASI
berhubungan secara langsung tetapi MUHAMMADIYAH
sangat menunjang
keberhasilan kegiatan pokok atau teknis.
Dalam menjalankan fungsinya, Badan Pembantu Pimpinan
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dan amal usaha
Muhammadiyah sesuai dengan dan terikat oleh kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh pimpinan, Sementara, Organisasi Otonom
diberi hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, mempunyai

11
Tokoh yang satu ini merupakan sosok yang cukup lama bertahan dalam anggota ini
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. dimulai Muktamar Muhammadiyah ke-39 tahun 1975 di
Padang hingga saat itu, Dua kali menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah periode 1985-
1990 dan 2005-2010. beberapa kali menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah dan sejak
Muktamar Muhammadiyah 39 di Padang hingga Muktamar ke-45 di Malang selalu terpilih
menjadi Ketua Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat Muharnmadiyah. Dengan pengalaman
tersebut sangat layak apabila disertasi ini merujuk kepadanya dalam mengkaji sistem dan
metode gerakan Muhammadiyah, tentu akan diperkaya dengan bahan-hahan lainnya.

94
tugas membina bidang-bidang tertentu dalam rangka pencapaian
tujuan Muhammadiyah.12
Pimpinan merupakan dewan atau sekelompok pengurus inti
yang melaksanakan tugas secara kolegial. Masing-masing
anggota pimpinan tidak mempunyai wewenang sendiri dalam
mengambil kebijaksanaan dan mengendalikan gerak organisasi
(persyarikatan), jabatan-jabatan yang ada dalam komponen
pimpinan bukan merupakan dan tidak mencerminkan pembagian
wewenang. Keputusan-keputusan pimpinan ditetapkan dan
diambil dalam rapat-rapat pimpinan yang dilaksanakan secara
berkala.
Prinsip kolegialitas dan inusyawarah tersebut merupakan
implementasi dari ideologi gerakan yang mengacu pada matan
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yang di
antaranya berbunyi:
".. .suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama
'MUHAMMAD IYAH' yang disusun dengan Majelis-Majelis
(Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti peredaran zaman serta
berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau Muktamar."13
STUDI
C. KEMUHAMMADIYAHAN
Struktur Organisasi Muhammadiyah
Dalam rangka menjalankan usaha-usaha baik dalam tataran
konseptual maupun operasional sebagai gerakan Islam, dan
dakwah amar makruf nahi munkar, Muhammadiyah telah
membangun struktur organisasi, baik struktur vertikal maupun
horisontal. Struktur vertikal adalah susunan organisasi dan
kepemimpinan dari bawah ke atas atau sebaliknya. Dalam pasal
9 Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa susunan
organisasi Muhammadiyah secara vertikal terdiri atas:
a) Ranting adalah kesatuan anggota dalam satu tempat atau
kawasan
b) Cabang adalah kesatuan ranting dalam satu tempat

12
A. Rosyad Sholeh. Manajemen Dakwah Muhamadiyah. hlm. 70-71.
13
PP Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah. hlm. 7.
95
c) Daerah adalah kesatuan cabang dalam satu kota atau
kabupaten
d) Wilayah adalah kesatuan daerah dalam satu propinsi
e) Pusat adalah kesatuan wilayah dalam negara14.
Adapun struktur horisontal adalah susunan organisasi
berdasarkan bidang-bidang kerja dan tugas yang menjadi
konsentrasi gerakan Muhammadiyah yang ada di setiap level
organisasi dan kepemimpinan, dalam bentuk badan atau unsure
pembantu pimpinan dan organisasi otonom. Nomenklatur atau
nama Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan dalam
Muhammadiyah periode 2010-2015 ditetapkan oleh Keputusan
Pimpinan Pusat atas amanah Muktamar untuk melengkapi
kepengurusannya.15

SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI


MUHAMMADIYAH

14
Ibid., hlm. 11
15
SK PP Muhammadiyah No. 170/KEP/I.O/B/2010, tentang penetapannomenklatur
unsur pembaantu pimpinan persyarikatan periode 2010-2015.
96
Dalam surat keputusan tersebut struktur horisontal dalam
kepemimpinan Muhammadiyah berupa Unsur Pembantu
Pimpinan yang terdiri majelis-majelis dan lembaga-lembaga.
Majelis adalah Adapun majelis-majelis terdiri atas:
1. Majelis Tarjih dan Tajdid,
2. Majelis Tabligh,
3. Majelis Pendidikan Tinggi,
4. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5. Majelis Pendidikan Kader,
6. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum,
7. Majelis Pelayanan Sosial,
8. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan,
9. Majelis Wakafdan Kehartabendaan,
10. Majelis Pemberdayaan Masyarakat,
11. Majelis Hukum dan HAM,
12. Majelis Lingkungan Hidup,
13. Majelis Pustaka dan Informasi,
Adapun lembaga-lembaga yang dibentuk yaitu:
STUDI
1. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting,
KEMUHAMMADIYAHAN
2. Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan,
3. Lembaga Penelitian dan Pengembangan,
4. Lembaga Penanggulangan Bencana,
5. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah,
6. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Pubhk,
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga,
8. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional. 16

Majelis dan lembaga tersebut dapat dibentuk di setiap


tingkat kepemimpian mulai dari Pusat hingga Cabang, sesuai
kebutuhan. Dengan struktur yang demikian, Muhammadiyah
dapat menjalankan fungsinya sebagai gerakan Islam dan gerakan
dakwah secara lebih optimal. Hal ini karena program-program
intensifikasi dan ekstensifikasi dakwah dapat didistribusikan
kepada seluruh bidang, komponen dan level organisasi serta
kepemimpinan.

16
Ibid.
97
Sistem gerakan dan organisasi Muhammadiyah di atas
dikembangkan dengan langkah-langkah sistematis sebagai
berikut:
Pertama, melembagakan Sistem Nilai Ideal, yakni
memantapkan nilai-nilai ideal yang menjadi landasar, bingkai,
purat orientasi dan kompas penunjuk arah gerakan menuju
tujuannya. Dalam hal ini paham keislaman yang menjadi
pandangan dunia (worldmew) Muhammadiyah harus terus
ditanamkan, diajarkan, dipahamkan, disosialisasikan dan
diinternalisasikan ke dalam seluruh kehidupan warga dan
institusi Muhammadiyah secara menyeluruh. Paham keislaman
yang dimaksud adalah paham keislaman yang berwawasan
tajdid, dengan dimensi pemurnian (purifikasi) yang
diintegrasikan dengan orientasi pembaharuan (dinamisasi),
sehingga menghasilkan peneguhan sekaligus pembaruan ke arah
kemajuan.
Kedua, memantapkan jam'iyah. Sebagai persyarikatan
(jam'iyah), Muhammadiyah harus benar-benar kokoh, kuat,
rapih, solid sekaligus maju dan senantiasa bergerak sesuai
dengan jiwa gerakannya selaku gerakan Islam. Dalam hal ini
pemberdayaan dan dinamisasi Cabang dan Ranting serta
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
menghidupkan koordinasi antara Pusat, Wilayah dan Daerah
MUHAMMADIYAH
menjadi sangat vital.
Ketiga, memperkokoh imamah. Kepemimpinan dalam
Muhammadiyah adalah bagaikan imamah dalam salat jamaah.
Imam harus lebih dari yang lain dan menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya. Imam harus menjadi teladan dan panutan
serta penggerak persyarikatan sesuai dengan posisi dan
fungsinya. Memimpin umat (makmum) agar benar-benar
mengikuti gerak persyarikatan, Apabila melakukan kesalahan
siap dikoreksi, segera menyadari dan kembali kepada kebenaran.
Kokohnya imamah dalam Muhammadiyah adalah juga
dibuktikan dengan berjalannya mekanisme organisasi yang
bertumpu pada musyawarah, karena kepemimpinan dalam
Muhammadiyah bersifat jama'i (kolektif-kolegial).
Keempat, membina jamaah. Jamaah adalah representasi
atau gambaran dari umat, baik umat ijabah maupun umat
dakwah. Warga Muhammadiyah perlu ditingkatkan dari
98
umatawam menjadi inti jamaah, yang mampu memposisikan diri
menjadi umat yang berdaya, sekaligus menjadi penggerak
jamaah. Pembinaan jamaah dapat dilakukan dengan
memperbanyak pengajian, silaturrahim, dan berbagai bentuk
pemberdayaan yang membuat umat dan jamaah menjadi lebih
paham agama, dewasa dalam bersikap, dan meningkat taraf
hidupnya.17

D. Majelis-majelis
Majelis sebagai unsur pembantu pimpinan persyarikatan
memiliki ketentuan sebagai berikut: (1) Majelis bertugas
menyelenggarakan amal usaha, program dan kegiatan pokok
dalam bidangtertentu, (2) Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang di
tingkat masing-masing sesuai kebutuhan.
Adapun Majelis yang dibentuk oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah hasil Muktamar ke 46, 2010 adalah sebagai
berikut:
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1. Majelis Tarjih dan Tajdid
Majelis Tarjih adalah suatu lembaga dalam
Muhammadiyah yang membidangi masalah-masalah
keagamaan, khususnya hukum bidang fiqih, Majelis ini di
bentuk dan disahkan pada kongres Muhammadiyah XVII
tahun 1928 di Pekalongan, dengan KH. Mas Mansur sebagai
ketua yang pertama. Majelis ini didirikan pertama kali untuk
menyelesaikan: persoalan-persoalan khilafiyat, yang pada
waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah. Kemudian
Majelis Tarjih itulah yang menetapkan pendapat mana yang
dianggap paling kuat, untuk diamalkan oleh warga
Muhammadiyah. Dalam perkembangan selanjutnya Majelis
ini tidak sekedar mentarjihkan masalah-masalah khilafiyat,
akan tetapi mengarah pada penyelesaian persoalan-persoalan
baru atau kontemporer. Oleh karena itu, tidak heran kalau
banyak anggota lajnah tarjih menuntut agar Majelis Tarjih

17
Ibid., hlm 85-88

99
diubah namanya menjadi Majelis Ijtihad. Namun
berdasarkan kesejarahan namanya tetap Majelis Tarjih.
Perkembangan selanjutnya bahwa kehidupan modern
industrial di abad ke-21 membawa pengaruh terhadap corak
kehidupan keagamaan. Isu spiritualitas keagamaan digemari
oleh generasi muda yang sudah mulai terkena ekses
perubahan sosial yang tercermin dalam budaya hedonistik-
materialistik. Dalam merespon problem modernitas, banyak
corak pemikiran keagamaan kontemporer yang muncul ke
permukaan seperti faham modernisme, fundamentalisme,
mahdisme, tradisionalisme dan lain-lain. Masing-masing
pemikiran saling mencermati dan saling melakukan kritik.
Respon keagamaan yang bersifat pluralistik-majemuk
terhadap modernitas tersebut perlu dicermati oleh
Muhammadiyah. Karena itu aspek pemikiran keagamaan
perlu lebih serius ditekuni oleh warganya dan
Muhammadiyah tidak boleh lepas tangan dari problem
modernitas dalam kaitannya dengan kehidupan spiritualitas
keagamaan.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Berdasarkan hal-hal tersebut maka pada Muktamar
MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah ke-43 yang dilangsungkan pada tanggal 8-
12 Shafar 1416 H bertepatan tanggal 6-10 Juli 1995 M di
Banda Aceh, nama Majelis ini berubah menjadi Majelis
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, dan
perkembangan berikutnya pada Muktamar Muhammadiyah
ke 45, 2005 di Malang diubah menjadi Majelis Tarjih dan
Tajdid.
Tugas dan fungsi Majelis Tarjih dan Tajdid:
1) Mendampingi dan membantu pimpinan persyarikatan
dalam hal membimbing anggota melaksanakan ajaran
Islam, menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan
kepemimpinan, dan mempersiapkan serta meningkatkan
kualitas ulama dalam persyarikatan Muhammadiyah;
2) Membimbing umat, memberikan arah, menyampaikan
fatwa keagamaan dan memberikan sesuatu dasar
pembenaran keagamaan yang dapat dipahami umat
dalam suatu konsep yang terpublikasi secara terencana
dan meluas agar masalah dan tantangan yang tumbuh
100
bisa dimengerti dan dijawab dengan semangat rahmat lil
'alamm;
3) Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam
dalam rangka mengembangkan ciri pelaksanaan tajdid
dan mengantisipasi perkembangan yang tumbuh dalam
masyarakat; dan
4) Memperluas bidang tugas sesuai kebutuhan akan
jawaban terhadap tantangan dan permasalahan dunia
global.
Peran Majelis Tarjih dan Tajdid:
1) Bertanggung jawab mengambil kepntusan ketarjihan.
2) Mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan
dalam keislaman dan menampung aspirasi baru yang
tumbuh dikalangan umat.

2. Majelis Tabligh
STUDI
KH. Ahmad
KEMUHAMMADIYAHAN Dahlan tampil kemuka sebagai mujaddid
dan mujahid besar Islam, beliau ingin mengembalikan umat
Islam kepada kemurnian cita ajaran Islam yang bersumber
kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Jiwa dan semangat KH.
Ahmad Dahlan itu dijabarkan dan dicanangkan oleh lembaga
yang bernama Majelis Tabligh atau Majelis Dakwah, pada
waktu Muktamar ke-38 di Ujung Pandang tahun 1971
ditetapkan program umum sebagai berikut "Mewujudkan
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, amar
ma'ruf nahi munkar, yang berkesanggupan menyampaikan
ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan Sunnah
Rasul SAW, kepada segala golongan dan lapisan masyarakat
dalam seluruh aspek kehidupannya, sebagai kebenaran dan
hal yang diperlukan".
Majelis Tabligh ini oleh KH. Ahmad Dahlan dan
pimpinan-pimpinan sesudahnya dibentuk dan diadakan
terus-menerus sampai dewasa ini. Majelis ini diadakan dan
digerakkan dengan berpedoman pada firman Allah surat Ali
'Imron ayat 102,103 dan 104 yang artinya: Hai orang-orang
yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
101
taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu, mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan
berpeganglah kamu semuanya kepadatali. agamaAllah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dafwiu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu
menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di. antara kamu
segoiongan umat yang menyerzi kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Sesuai SK PR Muhammadiyah tentang Qaidah Majelis
Tabligh Bab I Pasal 2 bahwa Majelis Tabligh mempunyai
tugas pokok memimpin dan molakukan program yang jelas
meliputi seluruh aspek kegiatan dakwah yang tidak termasuk
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
dalam bidang tugas Majelis lainnya. MUHAMMADIYAH
Pasal 3; untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut
pada pasal 2, Majelis Tabligh mempunyai fungsi:
1) Memberikan pertimbangan kepada
pimpinan persyarikatan untuk digunakan sebagai bahan
dalam menyusun kebyaksanaan persyarikatan dalam
bidang tabligh;
2) Pembinaan dan peningkatan kemampuan
serta pengkoordinasian kegiatan dan gerak mubaligh
dalam menyiarkan ajaran Islam kepada anggota, umat
dan korp mubaligh Muhammadiyah di tingkat Pusat,
Wilayah, Daerah dan Cabang;
3) Penggerak pengajian dan pengembangan
pengamalan ajaran Islam, serta menggembirakan
kegiatan ibadah anggota perayarikatan dan masyarakat
dalam kelompok jamaah, sehingga memiliki kemampuan
penyelesaian persoalan hidupnya sebagai orang Islam
dalam kehidupan masyarakat, bangsa yang selalu
berubah dan berkembang, guna meningkatkan mutu
kehidupannya sepanjang ajaran Islam;
102
4) Penggerak dan pembimbing
penyelenggaraan, pemeliharaan dan pengelolaan wakaf,
masjid, mushola, langgar dan surau serta sejenisnya
sebagai ibadah dan sarana peningkatan mutu kehidupan
anggota dan masyarakat sepanjang ajaran Islam dalam
kerangka kehidupan berbangsa;
5) Penggerak dan pembimbing pelaksanaan
serta pengembangan kegiatan pengajian pimpinan dan
anggota serta khutbah-khutbah dengan
memanfaatkanjasa iptek;
6) Penyelenggaraan pendidikan clan kaderisasi
mubaligh dan khatib sehingga memiliki kemampuan
profesional serta kemandirian dalam menjalankan
tugasnya dalam kehidupan masyarakat dan bangsa yang
selalu berubah dan berkemhang;dan
7) Penyelenggaraan penelitian dakwah dan
perikehidupan anggota umat dan masyarakat.
3. Majelis Pendidikan Tinggi
STUDI
Majelis ini merupakan pecahan dari Majelis Pendidikan,
KEMUHAMMADIYAHAN
Pengajaran dan Kebudayaan yang semula membawahi
seluruh amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan sejak
pendidikan dasar, menengah hingga pcrguruan tinggi. Mulai
tahun 1985 setelah Muktamar ke-41 di Surakarta,
didirikanlah Majelis Diktilitbang, dengan ketua pertamanya
Drs. H. Muhammad Djazman al-Kindi, MBA. Majelis ini
mengemban dua tugas sekaligus, yaitu mengembangkan
kualitas dan kuantitas Perguruan Tinggi Muhammadiyah,
dan menyelenggarakan aktivitas penelitian dalam konteks
pengembangan Persyarikatan.
Dengan semakin pesatnya perkembangan amal usaha
pendidikan, khususnya pendidikan tinggi di lingkungan
Muhammadiyah, diperlukan majelis khusus yang
mengkonsentrasikan diri untuk menangani perkembangan
dan pengembangan pergurnan tinggi di Muhammadiyah.
Untuk itu, sejak pasca Muktamar Muhammadiyah ke-41
Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dipecah
menjadi dua majelis, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan

103
Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi
Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang).
Dengan terbentuknya Majelis ini, pengembangan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dapat
dikendalikan dan diseimbangkan antara kuantitas dan
kualitasnya. Di samping itu, persoalan-persoalan pelik yang
muncul di berbagai PTM dapat diselesaikan dengan lebih
baik.
Secara umum program pokok Majelis Diktilitbang,
meliputi:
1) Pengembangan PTM, yang mencakup: peningkatan
kualitas pendidikan PTM, pengembangan jaringan kerja
sama internal dan eksternal, penanganan masalah-
masalah kemahasiswaan, pengembangan organisasi dan
kelembagaan, serta penyusunan dan penyempurnaan
Qaidah PTM.
2) Penelitian dan pengembangan, mencakup program
penelitian dan pengembangan PTM, dan penelitian
pengembangan Muhammadiyah.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Dari program pokok di atas kemudian dijabarkan ke
MUHAMMADIYAH
dalam empat bidang, yaitu:
1) Bidang peningkatan kualitas PTM:
a) Supervisi PTM yang diselenggarakan sekaligus
dengan Temu Regional PTM
b) Mengintensifkan kunjungan ke PTM kecil sebagai
supporting bagi peningkatan kualitas pengelolaan
PTM.
c) Workshop pengembangan kurikulum PT
d) Workshop persiapan akreditasi PTM
e) Pelatihan manajemen PTM
f) Pelatihan metodologi penelitian tingkat lanjut.
g) Kompetisi penelitian dosen PTM dengan sistem
Hibah Kompetisi
h) Mengaktifkan Pusat Pengembangan (Pusbang) PTM
2) Bidang Penelitian dan Pengembangan:
a) Pengembangan database dan pusat informasi
Persyarikatan

104
b) Pengembangan kerja sama lembaga penelitian di
lingkungan Persyarikatan
c) Peningkatan kualitas penelitian di PTM
3) Bidang kerja sama dan kemahasiswaan:
a) Kerja sama dengan badan pendidikan
Muhammadiyah (baik majelis maupun ortom) dalam
pengembangan kurikulum.
b) Kerja sama dengan pihak luar dalam peningkatan
kualitas pendidikan dan penelitian.
c) Kerja sama antar PTM dalam peningkatan kualitas
SDM dan fasilitas pendidikan.
d) Jaringan internet antar PTM
e) Mengupayakan beasiswa bagi AMM dan kader
persyarikatan dalam PTM
f) LKTI mahasiswa PTM
g) Temu olah raga dan seni mahasiswa PTM
4) Bidang Organisasi dan Kelembagaan:
Konsolidasi organisasi
STUDI
Rapat Kerja Majelis Dikti
KEMUHAMMADIYAHAN
Rapat Rutin Majelis
Forum rektor PTM pembina
Pertemuan Regional PTM
Rakernas Bidang Pendidikan Muhammadiyah
Penyempurnaan Qaidah PTM
Di bawah kordinasi Majelis Diktilitbang PP
Muhammadiyah pertumbuhan PTM sangat pesat, bahkan
melampaui target. Ketika awal dibentuknya Majelis
Diktilitbang, tahun 1985, jumlah PTM se-Indonesia
sebanyak 75 buah, dan pada tahun 2005 berkembang
menjadi 166 buah, terdiri atas Universitas (36 buah), Sekolah
Tinggi (73 buah), Akademi (74 buah) dan Politeknik (4
buah).

4. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah


Majelis ini lahir sejak masa KH. Ahmad Dahlan.
Semula bernama urusan sekolahan "Qismu Arqo” yang
kemudian menjadi Madrasah Mu'allimin dan Mualimat
Muhammadiyah. Selanjutnya, berkembang kepengurusannya
105
sampai dengan perguruan tinggi. Nama majelis ini dari
waktu ke waktu berubah-ubah, antara lain: Majelis
Pendidikan, Majelis Pendidikan dan Pengajaran, kemudian
Majelis Pendidikan dan Kebudayaan, dan mulai tahun 1985
majelis ini dipecah menjadi Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi
(Dikti).
Majelis ini memikirkan kemajuan sarana dan prasarana
pendidikan, administrasi, pergedungan, manajemen,
kurikulum, dan silabusnya. Majelis ini memikirkan generasi
kader yang 'alim dan inteiek serta inteiek yang 'alim, kader
pemimpin bangsa yang handal, cakap, penuh iman dan
taqwa, bertanggungjawab, berguna bagi agama, nusa dan
bangsa.
Adapun tugas dan fungsi Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah :
1) Menanamkan kesadaran akan pentingnya bidang
pendidikan dan pengajaran serta kebudayaan sebagai
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
rangkaian usaha untuk mencapai MUHAMMADIYAH
tujuan Persyarikatan
serta menggerakkan kegiatan anggota-anggota untuk
beramal di bidang itu;
2) Memimpin dan membantu usaha cabang-cabang dalam
usahanya di bidang pendidikan dan pengajaran serta
kebudayaan;
3) Membantu dan mengkoordinasi kegiatan anggota dan
masyarakat serta organisasi Islam yang bergerak di
bidang pendidikan dan pengajaran serta kebudayaan
sesuai dengan maksud dan tujuan Persyarikatan;
4) Mengusahakan bantuan dan vasilitas dari pemerintah
dan badan-badan lain yang halal dan baik;
5) Mengadakan pendidikan untuk:
a) Membentuk tenaga pendidikan dan pengajaran yang
berjiwa Muhammadiyah;
b) Mempertebal keyakinan agama dan kesadaran
kemuhammadiyahan kepada tenaga pendidik dan
pengajar.

106
6) Mengusahakan alat kelengkapan pengajaran dan
pendidikan serta alat-alat administrasi sekolah, madrasah
dan pesantren;
7) Membuka dan menyelenggarakan sekolah/madrasah/
pesantren dan sebagainya di tempat yang penting
(strategis), di mana cabang-cabang yang bersangkutan
tidak atau belum mungkin menyelenggarakan sendiri;
8) Mengurus dan menyelenggarakan sekolah-sekolah,
madrasah, pesantren percontohan atau teladan; dan
9) Menyelenggarakan dan memimpin musyawarah kerja
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan
qoidah-qoidah yang ada.
5. Majelis Pendidikan Kader
Majelis Pendidikan Kader merupakan kesinambungan
dari Badan Pendidikan Kader (1990) dan Majelis
Pengembangan Kader dan Sumberdaya Insani (2000),
Adapun fungsi dan tugas Majelis Pendidikan Kader
sebagai berikut :
1) Menyusun konsep perkaderan dan mengoperasionalisasi-
STUDI
kannya secara simultan (menyeluruh) dan terpadu di
KEMUHAMMADIYAHAN
lingkungan pendidikan, keluarga, dan organisasi otonom
Muhammadiyah dalam satu kesatuan Sistem Perkaderan
Muhammadiyah yang mampu menghasilkan sumber
daya kader yang berkualitas guna menyongsong
pernbahanperubahan baru dalam kehidupan umat dan
bangsa yang melibatkan kerja sama, terutama antara
Badan Pendidikan Kader, Majelis Pendidikan, Aisyiyah,
dan Organisasi Otonom (ortom) Muhammadiyah;
2) Memprioritaskan pengembangan studi lanjut dalam
mengembangkan kualitas suinberdaya kader
Muhammadiyah yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dan terlembaga;
3) Menyelenggarakan Darul Arqam, Baitui Arqam, Up-
Grading, Refreshing, Job-Training, PUTM (Pendidikan
Ulama Tarjih Muhammadiyah), pengajian Mubaligh,
pengajian Ramadhan dan kegiatan-kegiatan perkaderan
lainnya yang dilahirkan secara terpadu di seluruh

107
lingkungan Persyarikatan termasuk Amal Usaha sesuai
dengan kepentingan dan sasaran yang dikehendaki;
4) Mengintensifkan dan memprioritaskan penempatan
kader dan proses seleksi yang mempertimbangkan aspek
kekaderan, komitmen, dan pengalaman aktivitas
bermuhammadiyah yang dipadukan dengan
kemampuan-kemampuan objektif dalam penempatan
personil, pengelola, dan pimpinan di lingkungan
kepemimpinan Persyarikatan, Majelis, Badan, Lembaga,
Organisasi Otonom, dan Amal Usaha Muhammadiyah
dengan kepentingan kelangsungan misi Persyarikatan;
5) Mengintensifkan pendataan kader dan aspek-aspek yang
terkait lainnya guna kepentingan pengembangan kader
Muhammadiyah di berbagai struktur di lingkungan
Persyarikatan;
6) Menerbitkan publikasi dan pedoman-pedoman yang
berkaitan dengan kepentingan pengembangan kader
Muhammadiyah dalam berbagai aspek;
7) Mengembangkan kerja sama penyelenggaraan
pendidikan khusus, seperti pendidikan nonformal untuk
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
pengembangan SDM Persyarikatan;MUHAMMADIYAH
8) Menyelenggarakan forum Ideopolitor (Ideologi,
Organisasi, Politik, dan Organisasi) sebagai program
refreshing (penyegaran) khusus anggota Pimpinan
Persyarikatan di berbagai tingkat struktur yang
mengembangkan metode dialogis;
9) Mengoptimalkan dukungan fasilitas, sarana, prasarana,
dan dana untuk pengembangan kualitas kader dan
sumberdaya manusia di lingkungan Muhammadiyah;
10) Mengintensifkan pembinaan siswa di Madrasah
Mu'allimm, Mu'allimat, pondok pesantren, dan sekolah-
sekolah/madrasah-madrasah khusus Muhammadiyah
sebagai wahana khusus pembentukan kader
Persyarikatan;
11) Mengembangkan pembinaan kader melalui Hizbul
Wathan Muhammadiyah yang disusun secara sistematik
dan terprogram; dan

108
12) Mengembangkan pusat studi, pendidikan dan pelatihan
Muhammadiyah yang dilaksanakan secara sistematik.

6. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum (PKU)


Majelis ini awalnya digerakkan oleh KH. Ahmad
Dahlan
dan dibantu oleh murid-muridnya atas kesadaran
mengamalkan surat al-Ma'un. KH. Ahmad Dahlan berulang
kali mengajarkan.ayat dan surat itu, tetapi pengamalannya
tidak ada. meskipun santrinya telah hafal. KH. Ahmad
Dahlan mendorong mencari anak fakir miskin, menyantuni
dan menghimpun, memberikan sandang pangan, mendidik
mereka shalat dan memberikan kerja-kerja yang positif. Ide
mi diteruskan, oleh KH Sudja', murid setia KH. Ahmad
Dahlan, yang akhirnya berkembang memiliki banyak rumah
yatim, rumah miskin, panti asuhan, rumah sakit, dan Balai
Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Di samping itu banyak
gerakan kemanusiaan serta sosial yang semuanya telah
merakyat dalam kehidupan masyarakat, di mana ada
Muhammadiyah di situ ada gerakan-gerakan kemanusiaan
STUDI
dan kesosialan.
KEMUHAMMADIYAHAN
Nama majelis ini sempat beberapa kali mengalami
perubahan, dari PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem),
PKU (Pembina Kesejahteraan Umat), MKKM (Majelis
Kesehatan Kesejahteraan Masyarakat), dan setelah
muktamar 46 tahun 2010 kembali menjadi Majelis PKU
(Pembina Kesehatan Umum).

Visi Pengembangan:
Berkembangnya fungsi pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan yang unggul berbasis Penolong Kesengsaraan
Oemoem (PKO) sehingga mampu meningkatkan kualitas
dan kemajuan hidup masyarakat khususnya kum dhu'afa
sebagai aktualisasi Dakwah Muhammadiyah

Ciri Pengembangan Program:


a. Sistem Gerakan

109
1) Menguatnya sistem gerakan Muhammadiyah yang
maju, professional dan modern.
2) Menguatnya pemahaman ideolog dan visi gerakan
Muhammadiyah
Meningkatkan sistem penyelenggaraan/ pengelolaan
Amal
Usaha Kesehatan yang unggul berbasis PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemoem) Al-Ma'un dengan manajemen
terpadu, tatakelola, pengawasan standar dan mutu dan
pengelolaan IPO (Input-Proses-Output) yang berkualitas
utama sehingga mampu bersaing dan menjangkau
masyarakat luas
Kegiatan:
1) Perintisan Amal Usaha Kesehatan di Daerah-daerah
2) Sosialisasi Sosialisasi Visi dan Misi Program
kesehatan Muhammadiyah
3) Penyusunan dan pengelolaan Data Base Amal Usaha
Kesehatan Muhammadiyah
4) Sosialisasi Pedoman penyelenggaraan Amal Usaha
Kesehatan (seminar/workshop)
5) Asessement, Workshop dan pelatihan Peningkatkan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
klasifikasi RS Muhammadiyah/MUHAMMADIYAH
Aisyiyah
6) Peningkatan pengelolaan dan pelayanan kesehatan
sebagai fungsi da'wah dan sosial diAUMKES
(workshop bagi RS, BI? RB dan MPKUI Daerah)
b. Kepemimpinan dan Organisasi
1) Menguatnya sistem managemen Organisasi
Muhammadiyah yang dinamis dan Produktif
2) Menguatnya sistem kepemimpinan kolektif kolegial
yang trasformatif yang mampu memberikan
keteladanan, memobilisasi potensi, memproyeksikan
masa depan, mengagendakan perubahan
Kegiatan:
1) Penyelenggaraan Monitoring dan Evaluasi program
melaui permusyawaratan dalam pengelolaan
organisasi dan kepemimpinan

110
2) Perumusan berbagai panduan terkait dengan
mekanisme kerja organisasi, dan keuangan di
lingkungan MPKU
c. Jaringan
1) Menguatnya peran jaringan Keummatan kebangsaan
universal
2) Menguat dan meluasnya jaringan amal usaha,
kegiatan dan Perangkat persyarikatan.
Mengoptimalkan jaringan amal usaha bidang
kesehatan (AUMKES) melalui berbagai model
pengembangan konsorsium, kerjasama internal dan
eksternal teknologi informasi, pengembangan
koperasi, konsep satelit klinik, konsep Central
Purchasing, dan bentuk-bentuk jejaring lainnya yang
membawa pada keunggulan secara kolektif
3) Menguatnya hubungan dan kerjasama internasional
Meningkatkan program kesehatan dengan lembaga-
lembaga kesehatan di ASEAN (Dan lembaga
Internasional lainnya) dalam mengantisipasi ASEAN
Charter dan pergeseran pusat geo-politik, geo-
ekonomi, dan geososial budaya ke China, yang
dilaksanakan secara tersistem dengan kebijakan
Persyarikatan
STUDI
Kegiatan:
KEMUHAMMADIYAHAN
1) Pembentukan dan pengembangan jaringan program
pengembangan kesehatan masyarakat (hingga skala
nasional dan internasional, meliputi: Promosi
Kesehatan, Desa Siaga (Qoryah Thayyibah), Sadar
Gizi, Kespro dan Family Planning, Tobacco Control,
Penyakit Menular (Flu Burung, HIV Aids, Malaria,
TB, dsb), PHBS.
2) Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan berskala Regional
3) Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan berskala nasional
4) Pembentukan Koperasi Sekunder AUMKES
Regional
5) Pembentukan Koperasi Induk AUMKES Nasional
111
6) Penyelenggaraan Teaching Hospital Utama di setiap
Lembaga pendidikan Kesehatan Muhammadiyah /
Aisyiyah (workshop)
7) Pertemuan Organisasi kesehatan Internasional
d. Sumberdaya
Terlaksananya Pembinaan dan pembebrdayaan anggota
Muhamamadiyah sebagai subjek gerakan secara
konsisten
dan berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas sumber daya amal usaha bidang
kesehatan (AUMKES) melalui peningkatan kapasitas
tenaga AUMKES, pendidikan, promosi, daya dukung
fasilitas, dan berbagai skill yang mengembangkan
keunggulan.
Kegiatan:
1) Seminar dan pelatihan peningkatan kompetensi
Pimpinan AUMKES
2) Membangun Kerjasama dengan Lembaga
Pendidikan untuk pendidikan Manajemen RS
3) Seminar dan pelatihan Staff AUMKES terkait Isu
Kesehatan masyarakat dan Promosi Kesehatan
4) Pelatihan penanggulangan Bencana bagi Tim
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
"tanggap Darurat di LingkunganMUHAMMADIYAH
RS
5) Workshop Sistem Kompetensi SDI
6) Pelatihan Sosialisasi Sistem Kompetensi SDI
7) Pengiriman pendidikan dokter spesialis dari RS
Muhammadiyah
8) Peningkatan pengalaman kerja SDI Aumkes
dengan pengiriman kerja ke Luar Negeri
9) Workshop dan Sosialisasi Pendayagunaan Lulusan
Perguruan Tinggi Kesehatan Muhammadiyah di
Amal Usaha Kesehatan
10) Pembentukan Ikatan Karyawan Kesehatan
Muhammadiyah dan Aisyiyah
e. Aksi Pelayanan
1) Terbangunnya sinergi pelayanan public sebagai
wahana untuk menumbuhkembangkan Islamic Civil
Society
112
 Meningkatkan stand arisasi pelayanan warga
asuh dilingkungan AUMKES
 Meningkatkan keterpaduan dan kesiapan
AUMKES dalam penanggulangan bencana,
peningkatan kualitas tanggap darurat (response
time dan mobilisasi), peningkatan kualitas
manajemen dan pengadaan logistik tanggap
darurat, serta advokasi dan rehabilitasi pasca
bencana.

Kegiatan:
a) TOT Fasilitator dan Pelatihan
GJDJ bagi Pelayanan Dasar sbg penggerak dan
penguat cabang/ranting Muhammadiyah
/Aisyiyah di lingkungannnya
b) Pelatihan Manjemen
Penagananan Bencana (HOPE) di lingkungan
AUMKES
2) Terlaksananya Pelayanan Publik melalui amal usaha,
program, dan kegiatan Muhamamdiyah yang
berkualitas
 Mengoptimalkan standar pelayanan kesehatan
STUDI melalui standarisasi pelayanan AUMKES,
KEMUHAMMADIYAHAN
pengembangan rumah sakit dengan layanan
unggulan di setiap daerah, optimalisasi
pelayanan AUMKES terhadap permasalahan
kesehatan masyarakat dan penanggulangan
bencana, dan peningkatan jumlah AUMKES
sebagai Satelit Klinik Rumah Sakit
Muhammadiyah dan 'Aisyiyah di daerah
pedalaman terpencil.
 Mengembangkan jenis-jenis/model pelayanan
kesehatan bam yang langsung menyentuh
kehidupan masyarakat di akar rumput yang
bersinergi dengan AUMKES Muhammadiyah
sebagai wujud gerakan al-Ma'un/PKO.

113
Kegiatan:
1) Workshop dan Sosialisasi Pengembangan
AUMKES berstandar ISO dan Akreditasi
Kemenkes
2) Assessemnt, Workshop dan Sosialisasi
Pengembangan Rumah Sakit dengan layanan
Unggulan
3) Seminar, Workshop dan Sosialisasi
kesehatan masyarakat oleh AUMKES
4) Pembuatan dan pengembangan standar-
standar promosi kesehatan
5) Pengembangan sistem Asuh RS - BP
dengan pola pelayanan kesehatan satelit
(workshop)
6) Membuat pilot project dan penghargaan
"Model AUMKES" sebabagi percontohan
3) Terlaksananya mngsi advokasi dalam pelayanan dan
kebijakan publik dari gerakan Muhammadiyah
 Mengoptimalkan penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat (Flu burung, Flu Babi,
Malaria, TBC, HIV/AIDS, dan sebagainya),
kampanye kesadaran hidup sehat dan bersih,
kampanye dan penyuluhan kesehatan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
reproduksi, serta kampanyeMUHAMMADIYAH
dan penyuluhan anti
narkoba.
Kegiatan:
1) Sosialisasi dan advokasi isu-isu/masalah
kesehatan di lingkungan internal, lokal, regional,
national dan internasional (seperti akreditasi dan
sertifikasi di PT bid.kesehatan, pencapaian
MDG's, dsb)
2) Penelitian yang terintegrasi dengan program
pengembangan kesehatan masyarakat yang
sedang berjalan
3) Seminar Hasil penelitian pengembangan
Kesehatan masyarakat

114
4) Penyelenggaraan pilot project program
pemberdayaan masyarakat terkait isu kesehatan
masyarakat (Malaria, HIV/AIDS, Dsb)
5) Melakukan berbagai kajian Hukum, Undang-
Undang, Peraturan pemerintah terkait dengan
AUMKES dan program - program Kesehatan
(seminar / workshop)
6) Sosialisasi, komunikasi dan Koordinasi kepada
berbagai pihak terkait dengan Badan Hukum
Amal Usaha Kesehatan Muhamamdiyali dan
Aisyiyah (workshop)
7) Pembuatan dan pengembangan standar-standar
promosi kesehatan (workshop)
7. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
Berdiri bersamaan dengan berdirinya Muhammadiyah,
pada pada tahun 1912 dengan nama Bagian Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO). Adapun aktivitas PKO,
dalam bidang kesehatan. Mendirikan Rumah Sakit dan
Klinik. Bidang Sosial, mendirikan Panti Asuhan dan Rumah
Miskin.
Pada tahun 1956 Majelis Penolong Kesengsaraan
Oemoem berubah nama menjadi Majelis Pembina
Kesejahteraan Umat (Majelis PKU). Kemudian tahun 1990
Majelis Pembina Kesejahteraan Umat berubah nama menjadi
STUDI
Majelis Pembina Kesehatan. Dilanjutkan pada tahun 2000
KEMUHAMMADIYAHAN
Majelis Pembina Kesehatan berubah nama menjadi Majelis
Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM).
Pada tahnn 2008, dalam rangka mengoptimalkan
pelayanan dibidang pelayanan sosial. Majelis Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat mendirikan kelompok kerja
bernama Forum Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiah
(FORPAMA).
Pada tahun 2009, FORPAMA berubah nama dari
Forum Panti Sosial menjadi Forum Perlindungan Anak dan
Lansia Muhammadiyah-Aisyiyah. Pada Tahun 2010 dalam
Rapat Kerja Nasional FORPAMA di Denpasar, FORPAMA
merekomendasikan kepada Majelis Kesehatan dan

115
Kesejahteraan Masyarakat, agar dibentuk Majelis khusus
yang menangani program pelayanan sosial.
Akhirnya pada tahun 2010, pasca Muktamar 1 Abad
Muhammadiyah di Kampus Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan
pembentukan Majelis Pelayanan Sosial sebagai pemekaran
dari MKKM, menyertai disahkannya Majelis Pelayanan
Kesehatan Umum,

Visi
Berkembangnya fungsi pelayanan sosial yang unggul
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup
masyarakat khususnya kaum dhu'afa sebagai aktualisasi
Dakwah Muhammadiyah

Misi
1. Menggerakan dan menyatukan seluruh potensi
Muhammadiyah untuk meningkatkan profesionalitas
dalam pelayanan sosial
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan kelembagaan
sosial di lingkungan Muhammadiyah
3. Mengembangkan kemitraan dan jejaring pelayanan
sosial
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
MUHAMMADIYAH
Program Kerja
1. Pelayanan dan perlindungan anak dan Lansia berbasis
keluarga, komunitas dan institusi pelayanan sosial
2. Pengembangan usaha kecil dan menengah untuk institusi
pelayanan sosial
3. Database online
4. Peningkatan kapasitas untuk pengasuh (pekerja sosial)
anak dan pengurus institusi pelayanan sosial
5. Keterampilan hidup untuk anak
6. Donasi untuk anak. Biaya pendidikan, pemenuhan gizi,
kesehatan.

116
7. Donasi untuk institusi pelayanan sosial. Operational, gaji
tenaga pengasuh, fasilitas pelayanan.

Sasaran
1. Anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak
terlantar, anak cacat. anak korban bencana alam, anak
korban eksploitasi seksual dan ekonomi, anak korban
trafiking, anak korban kekerasan, anak berkonflik
dengan hukum)
2. Kelompok Lansia
3. Masyarakat Miskin

Pengalaman dan Mitra Kerja


1. Mengelola institusi pelayanan sosial (panti asuhan) yang
tersebar diseluruh Indonesia sejak tahun 1912
2. Mendirikan Pusat Kesehatan Panti bekerjasama dengan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Penyaluran donasi unfcuk anak bekerjasma dengan
Yayasan Dharmais
4. Pilot Program Pengembangan Sistim Pengasuhan Anak
bekerjasama dengan Unicef
Jaringan Organisasi
STUDINo Kepemimpinan Jumlah
KEMUHAMMADIYAHAN
1 Pimpinan Wilayah (Level Provinsi) 33
2 Pimpinan Daerah (Level Kabupaten – 417
Kota)
3 Pimpinan Cabang (Level Kecamatan) 3221
4 Pimpinan Ranting (Level Kelurahan-Desa) 8107

8. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan


Majelis Ekonomi dibentuk dalam rangka memajukan
perekonomian warga dan anggota Muhammadiyah sesuai
yang tercantum dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Bab
II Pasal 3 ayat (8) yang berbunyi "Membimbing masyarakat
kearah perbaikan kehidupan dan mengembangkan ekonomi
sesuai dengan ajaran Islam".
117
Dengan mewujudkan "Sistem Jami'ah" (jaringan
ekonomi Muhammadiyah) sebagai revitalisasi gerakan
dakwah secara menyeluruh, maka Muhammadiyah terus
membangun infrastruktur pendukung Jami'ah dalam berbagai
bentuk. Adapun tugas dan fungsi Majelis Ekonomi adalah:
1) Merumuskan dasar tujuan dan sistem ekonomi Islam;
2) Menggiatkan kegiatan anggota-anggota Muhammadiyah
dalam bidang perekonomian anggota Muhammadiyah
yang berdiri di luar ikatan Persyarikatan;
3) Mendorong terbentuknya wadah atau organisasi
perekonomian Islam di luar Persyarikatan;
4) Memberikan bantuan dan bimbmgan kepada organiaasi
tersebut dan menjalin hubungan kerja sama dengan
Muhammadiyah; dan
5) Mengusahakan bantuan dan fasilitas kepada pemerintah
dan badan-badan lain yang berhubungan dengan bidang
ekonomi.

9. Majelis Wakaf dan Kehartabenadaan


Muhammadiyah memiliki Majelis wakaf dan
kehartabendaan dimaksudkan agar barang wakaf dari
pewakaf tetap lestari, abadi, mendatangkan kemanfaatan
bagi agama, nusa dan bangsa. Dan orang yang wakaf tetap
mendapat amal jariyah.SISTEM Persyarikatan Muhammadiyah
GERAKAN DAN ORGANISASI
sebagai pengemban amanat, menjaga, memelihara dan
MUHAMMADIYAH
melestarikan kebaikannya.
KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori wakaf dengan
memberikan tanah imtuk mushola dan madrasah. Pada
periode kepemimpinan KH.AR Fachruddin, majelis ini
diusahakan badan hukum pada pemerintah dengan SK.
Menteri Dalam Negeri RI No: SK 14/DDA/1972 tanggal 10
Februari 1972 yang menegaskan bahwa "Persyarikatan
Muhammadiyah sebagai badan hukum dapat mempunyai
tanah dan hak milik".
Adapun tugas dan fungsi Majelis Wakaf dapat
diterangkan sebagai berikut;
1) Menggiatkan anggota untuk giat berwakaf;

118
2) Memberi bimbingan kepada cabang-cabang tentang cara
mengurus dan memelihara serta memanfaatkan barang
wakaf dan hak milik Persyarikatan;
3) Mengurus barang wakaf yang langsung dikuasai oleh
pimpinan Persyarikatan serta hak milik Persyarikatan;
4) Memecahkan kesulitan dan persoalan barang wakaf yang
dikuasai oleh Peryarikatan; dan
5) Menyelenggarakan musyawarah kerja dan memberikan
bimbingan praktis bidang wakaf dan harta pusaka.

10. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)


Majelis ini merupakan majelis yang dibentuk setelah
Muktamar Muhammadiyah ke 45, 2005 di Malang, sehingga
merupakan majelis baru. Namun bukan baru sama sekali,
karena ia merupakan kelanjutan dari Lembaga Buruh, Tani
dan Nelayan (BTN) pada periode sebelumnya.
Majelis ini mencanangkan misinya sebagai berikut:
"Tertatanya kapasitas organisasi dan jaringan aktivitas
pemberdayaan masyarakat yang mampu meletakkan
landasan yang kokoh bagi permtisan dan pengembangan
kegiatan pemberdayaan serta mendorong proses transformasi
sosial dalam masyarakat",
STUDI Sedangkan misi pengembangan untuk jangka tahun
KEMUHAMMADIYAHAN
2005-2010 adalah:
1) Menegakkan keyakinan tauhid sosial sebagai spirit
aktivitas-aktivitas pemberdayaan masyarakat.
2) Mewujudkan proses transformasi sosial yang mencakup
perubahan kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat
yang lebih luas.
Sebagai kesinambungan dari Lembaga Buruh, Tani dan
Nelayan, MPM melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain:
1) Pengembangan media komunitas, puaat dokumentasi
dan data base mengenai keseluruhan aktivitas yang
berkaitan dengan upaya-upaya pemberdayaan BTN.

119
2) Pembentukan Qoryah Thayyibah di sejumlah wilayah
pendampingan sebagai wadah yang memfasilitasi upaya-
upaya pemberdayaan dan pendampingan lingkungan
BTN (buruh, tani dan nelayan), terutama di basis-basis
Muhammadiyah.
3) Pembentukan lembaga advokasi dalam melindungi dan
membela hak-hak masyarakat dampingan.
4) Pelatihan untuk Muhammadiyah Community Organizer
sebagai konsultan umat di sejumlah Qaryah Thayyibah.

11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)


Majelis ini didirikan sebagai kelanjutan dan
penyempurnaan dari Lembaga Keadilan Hukum PP
Muhammadiyah pada periode sebelum Muktamar 44, Jakarta
2000 dan Lembaga Hukum dan HAM. Setelah Muktamar
Satu Abad dikembangkan menjadi Majelis Hukum dan
HAM. Dibentuknya
Majelis ini didasarkan pada beberapa pemikiran:
1) Kasus-kasus pelanggaran HAM dan ketidakadilan
hukum dari tahun ke tahun cenderung meningkat, baik
kuantitatif maupun kualitatif
2) Penanganan atas kasus-kasus pelanggaran HAM sering
berakhir dengan ketidakjelasan, tidak transparan dan
tidak tuntas. Lebih-lebih atas dugaan pelanggaran yang
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
dilakukan oleh aparatur penegak hukum terhadap warga
MUHAMMADIYAH
sipil. Kejadian-kejadian tersebut sangat ironis dengan
gencarnya kampanye penegakan HAM
3) Semakin terbukanya alam demokrasi sebagai buah
reformasi, sering berujung kepada euforia yang
berlebihan, bahkan cenderung anarkis, sehingga tidak
jarang berakibat pada runtuhnya sendi-sendi penegakan
Hukum dan HAM itu sendiri.
4) Rendahnya kesadaran hukum yang dimiliki masyarakat
5) Terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap
aparat penegak hukum
6) Majelis ini juga diperlukan sebagai lembaga arbitrase
bagi terjadinya perselisihan (sengketa) di bidang

120
mu'amalah antar sesama warga dan pimpinan
persyarikatan, serta perlindungan hak-hak hukum bagi
warga Muhammadiyah.
Majelis ini memiliki program-program kegiatan dalam
empat divisi, yaitu: (1) divisi pendidikan dan sosialisasi
hukum, (2) divisi pemberdayaan SDM dan HAM, (3) divisi
pembinaan dan pemberdayaan pranata hukum, (4) divisi
advokasi, bantuan dan konsultasi hukum.

12. Majelis Lingkungan Hidup (LH)


Pendirian Majelis ini merupakan pengembangan dari
Lembaga Lingkungan Hidup (LLH) yang dibentuk sebelum
Muktamar Satu Abad. Sesudah Muktamar Satu Abad pada
tahun 2010 disahkan terbentuknya Majelis Lingkungan
Hidup sebagai bentuk konkret dari kepedulian
Muhammadiyah dalam mencermati masalah-masalah
lingkungan hidup, yang dalam perkembangan terakhir,
banyak muncul permasalahan dalam masyarakat.
Lingkungan yang menjadi sorotan kajian dan aksi dari
lembaga ini adalah lingkungan hidup biologis dan
lingkungan sosial kemasyarakatan. Untuk program dan
kegiatan dari MLH PP Muhammadiyah ini meliputi:
1) Pengkajian dan penelitian dalam masalah lingkungan
STUDI
2) Pendidikan dan pelatihan untuk pendampingan
KEMUHAMMADIYAHAN
masyarakat dalam pelestarian dan pemberdayaan
lingkungan
3) Workshop Teologi (Etika) Islam tentang Lingkungan,
sehingga menumbuhkan kesadaran umat Islam dan
warga Muhammadiyah terhadap keseimbangan
lingkungan sebagai bagian dari sistem kehidupan Islami
4) Melaksanakan diskusi dan Seminar Lingkungan
5) Penerbitan jurnal dan buku-buku tentang Lingkungan
dan Peran Persyarikatan
6) Pembentukan komunitas peduli lingkungan dan advokasi
terhadap kasus-kasus lingkungan dan pemberdayaan
lingkungan hidup.

121
13. Majelis Pustaka dan Informasi
Majelis ini mengalami beberapa pergantian nama.
Semula di masa KH. Ahmad Dahlan didirikan Majelis
Taman Pustaka, kemudian menjadi Majelis Pustaka dan
sejak Muktamar 45 di Malang dirubah menjadi Lembaga
Pustaka dan Informasi.
Kemudian pada tahun 2010, pasca Muktamar Satu
Abad diubah kembali menjadi Majelis Pustaka dan
Informasi, dengan tugas dan fungsi untuk melaksanakan
kegiatan-kebiatan sebagai berikut:
1) Pengadaan perpustakaan yang memadai di kantor
wilayah dan daerah, terutama bahan pustaka yang berisi
dokumen-dokumen Persyarikatan (buku, skripsi, tesis,
disertasi, hasil penelitian, dll) sehingg-a mudah menjadi
rujukan publik.
2) Penulisan sejarah Muhammadiyah dan tokoh-tokohnya
di tingkat wilayah dan daerah agar masing-masing
daerah memiliki sejarah perkembangan Muhammadiyah
di daerahnya.
3) Mendorong warga untuk mengembangkan minat baca
sebagai pengamalan perintah iqro' sekaligus sebagai
upaya memperluas SISTEM
wawasan denganDAN
GERAKAN mengadakan kajian
ORGANISASI
MUHAMMADIYAH
buku keislaman dan kemuhammadiyahan, serta secara
terus-menerus mengikuti perkembangan Persyarikatan
dengan berlangganan Suara Muhammadiyah. Sedangkan
bagi lembaga pendidikan harus memiliki sarana
perpustakaan yang memadai yang difungsikan secara
optimal sebagai pusat kegiatan keilmuan.
4) Mengoptimalkan pemanfaatan dan pelayanan kepada
media massa (cetak dan elektronik), serta mengaktifkan
web site sebagai sarana penyebaran infomasi dan syiar
kegiatan Muhammadiyah
5) Pelatihan tenaga public relation di tingkat wilayah dan
daerah agar dapat mengomunikasikan kegiatan
Muhammadiyah kepada masyarakat luas.
6) Menyelenggarakan pelatihan tentang kepustakaan dan
jaringan informasi.

122
7) Membangun data base dan sistem infonnasi
Muhammadiyah, bekerjasama dengan lembaga
penelitian dan pengembangan di lingkungan PTM.

E. Lembaga-lembaga
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa:
(1) Lembaga adalah unsur Pembantu Pimpinan yang diserahi
tugas dalam bidang tertentu, (2) Lembaga dibentuk hanya oleh
Pimpinan Pusat, (3) PimpinanWilayah dan Pimpinan Daerah,
apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu
dengan persetujuan Pimpinan Persyarikatan setingkat di atasnya.
Adapun lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah hasil Muktamar satu abad 2010 yaitu:

1. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting


Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan
pada tugas dan tantangan baru yang makin berat, bukan
hanya karena makin kompleksnya perkembangan
masyarakat yang menuntut berbagai penyesuaian, namun
juga kemunculan banyak organisasi Islam baru yang
mengharuskan Muhammadiyah memperbarui strategi
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dakwah dan perjuangannya. Salah satu tantangan tersebut
adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat
akarrumput melalui pengembangan Cabang dan Ranting.
Secara hirarkhi keorganisasian, Cabang dan Ranting adalah
level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat
dari logika garis wewenang dimana pimpinan Cabang dan
Ranting sekedar pihak yang menunggu dan menjalankan
perintah pimpinan yang di atasnya. Padahal sebenarnya
Cabang dann Ranting justru memainkan peran ujung tombak
dalam kinerja Persyarikatan Muhammadiyah:
Pertama, Cabang dan Ranting merupakan ujung tombak
dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi.
Kedua, ujung tombak dalam menjalankan dakwah
keagamaan.

123
Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi
Islam yang lain, maupun dalam perjumpaan dengan
organisasi sosial yang lain.
Keempat, duta Persyarikatan di masyarakat. Kelima,
ujung tombak dalam membela kepentingan umat.
Kondisi Aktual Cabang Dan Ranting secara kuantitas
jumlah Cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah masih
terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia,
baru 3.221 yang memiliki Cabang Muhammadiyah atau
sekitar 61%. Sementara di tingkat Ranting kondisinya lebih
parah, karena barn ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari
62.806 jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-
angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas
Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas
organisatorisnya. Secara kualitas, meskipunjika dibanding
dengan beberapa ormas Islam yang lain Muhammadiyah
jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga
Muhammadiyah sendiri.
Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih
banyak Cabang dan Ranting yang belum memiliki
kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan
tertib organisasi, dalam hal adiministrasi, keuangan, maupun
kegiatan.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Kedua. belum adanya tertib organisasi menyebabkan
MUHAMMADIYAH
kepengurusan Cabang dan Ranting rentan konflik internal,
terutama terkait dengan pengelolaan amal usaha.
Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan menunggu
instruksi dari atas.
Keempat, kondisi di atas diperparah oleh fakta bahwa
SDM pimpinan Cabang dan Ranting masih banyak
didominasi oleh kalangan usia lanjut
Kelima, akibatnya Cabang dan Ranting Muhammadiyah
cenderung monoton dalam mengadakan kegiatan, serta
kurang mampu merespon perkembangan dan tuntutan
lokalitas.
Keenam, kondisi di atas akhirnya membuat organisasi di
tingkat Cabang dan Ranting memiliki daya saing yang
rendah dibanding organisasi Islam baru yang banyak
124
bermunculan, yang telah banyak "mengambil alih" jamaah
maupun amal usaha Muhammadiyah.
Amanat Muktamar 46 Tentang Revitalisasi Cabang dan
Ranting Kondisi aktual Cabang dan Ranting telah
menimbulkan keprihatinan di lingkungan pimpinan clan
warga Persyarikatan. Muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang
Jawa Timur menetapkan revitalisasi Cabang dan Ranting
sebagai salah satu prioritas Program KonsoUdasi Organisasi.
Komitmen ini dilanjutkan lagi pada Muktamar ke 46 tahun
2010 di Yogyakarta, untuk melakukan pengembangan
Cabang dan Ranting secara kuantitatif terbentuknya PCM di
70%. jumlah kecamatan, dan terbentnknya PRM di 40%
jumlah desa; dan juga seeara kualitatif dengan
menghidupkan kepengunisan Cabang dan Ranting yang
mati, serta mengaktifkan Cabang dan Ranting yang belum
aktif.
Untuk tujuan di atas, Muktamar ke 46 mengamanatkan
pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
(LPCR). Sebenarnya tugas pembinaan Cabang dan Ranting
adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah
dan Pimpinan Daerah. Namun karena sedemikian urgennya
pembinaan Cabang dan Ranting maka dibenfcuklah sebuah
STUDI
lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang
KEMUHAMMADIYAHAN
Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan bahkan
mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat Wilayah dan
Daerah.

Visi
"Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan
Ranting yang lebih kuat, dinamis, dan berkernajuan sesuai
dengan prinsip dan cita-cita gerakan Muhammadiyah menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya."

Misi LPCR PP Muhammadiyah


1. Pendataan jumlah dan kondisi Cabangdan Ranting
diseluruh Indonesia, untuk kemudian diterjemahkan
kedalam Peta Cabang dan Ranting Muhammadiyah. Ada
tiga aspek yang dipetakan: (i) Kategori Cabang dan
125
Ranting Aktif, Hidup, Vakum; (ii) Lokasi Cabang dan
Ranting Perkotaan, Pedesaan, Pedalaman; dan (iii)
Problem ligkungan yang dihadapi Cabang dan Ranting
ekonomi, sosial, budaya, politik, konflik antar/nitra
agama.
2. Pemekaran dan Pebentukan Cabang dan Ranting baru,
dengan target terbentuknya PCM sebanyak 70% dari
jumlah kecamatan di Indonesia, dan terbentuknya PRM
sebanyak 40%jumlah Desa yang ada di Indonesia,
Tugas dan Fungsi
Lembaga ini di bentuk untuk melakukan penguatan
kembali Ranting sebagai basis gerakan melalui proses
penataan, pemantapan, peningkatan, dan pengembangan
ranting baru kearah kemajuan dalam berbagai aspek gerakan
Muhammadiyah, 'Tugas pokok LPCR antara lain:
a. Mengaktifkan kembali Ranting-Ranting yang mati atau
setengah-mati/stagnan
b. Mengefektifkan dan mengintensifkan fungsi Ranting
sebagai pimpinan yang membina anggota dan jama'ah
c. Membentuk .Ranting-Ranting baru terutama di pedesaan
dan pusat-pusat kawasan kota besar
d. Menjadikan Ranting-Ranting tertentu yang memiliki
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
infrastruktur dan prasyarat/kondisi MUHAMMADIYAH
yang kondusif untuk
pilot proyek/program Keluarga Sakinah serta Gerakan
Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ)
e. Menghidupkan dan menyemarakkan pengajian-
pengajian pimpinan dan anggota dengan berbagai model
alternatif
f. Mengembangkan fungsi pelayanan crisis center untuk
advokasi di tingkat Ranting.
g. Menjadikan Ranting sebagai basis kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan pembentukan Islamic
Civil Society
h. Meningkatkan konsolidasi, termasuk komunikasi dan
jaringan intensif, dengan seluruh organisasi otonom dan
unit-unit kelembagaan di tingkat Ranting.
i. Khusus dengan Aisyiyah perlu lebih mengembangkan
sinergi yang solid dan memberikan peran yang lebih
126
signifikan karena organisasi otonom khusus ini memiliki
basis kegiatan yang kuat dan cukup intensif yang
berhubungan langsung dengan masyarakat di bawah.
j. Menyiapkan dan mengusahakan kader Muhammadiyah
untuk menempati posisi-posisi dan peran-peran penting
serta strategis dalam kiprah kemasyarakatan di wilayah/
kawasan Ranting setempat seperti menjadi Ketua RT,
kelompok-kelompok sosial, organisasi kepemudaan,
kelompok tani, dan sebagainya.
k. Membangun/menyediakan/melengkapi perkantoran/
gedung Ranting yang bersifat serbaguna dan menjadi
pusat gerakan Muhammadiyah, sekaligua pusat
pelayanan masyarakat, termasuk pemasangan papan
nama.
l. Selain mengelola amal usaha Ranting, perlu
meningkatkan sinergi dan kerjasama dengan amal usaha
yang berada di lingkungan Ranting Muhammadiyah
setempat.
m. Menyelenggarakan pengajian umum dan khusus sesuai
dengan model yang dikembangkan dalam
Muhammadiyah secara terpadu/tersistem, intensif, dan
bersifat alternatif.
STUDI
n. Melaksanakan Gerakan Jama'ah dan Dakwah Jama'ah
KEMUHAMMADIYAHAN
minimal yang bersifat terbatas, tidak harus ideal, yang
mengikat Muhammadiyah dengan masyarakat setempat.
o. Menyebarluaskan tuntunan-tuntunan hidup beragama
melalui media buletin. brosur, dsb, dalam bahasa
Indoneia atau daerah yang dikemas dengan baik dan
komunikatif.
p. Memanfaatkan radio komunitas (radio Mentari) sebagai
media informasi dan silaturahmi/interaksi
q. Membentuk jama'ah-jama'ah bina kesehatan, bina
kesejahteraan, bina pemberdayaan pendidikan, bina
kerukunan sosial, dsb.
r. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan
masyarakat seperti di bidang pertanian, perikanan,
perkebunan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi mikro dan

127
kecil yang terjangkau dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dengan pendekatan GJDJ.

2. Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan


Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan (LPPK)
memiliki fungsi dan tugas sebagai berikut:
1) Menyusun dan memasyarakatkan sistem pengelolaan
keuangan Persyarikatan, Pembantu Pimpinan dan Amal
Usahanya.
2) Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan
Persyarikatan, Pembantu Pimpinan dan Amal Usahanya.
3) Melakukan kajian tentang sistem keuangan umum
sebagai pertimbangan bag'i Pimpinan Persyarikatan
dalam kebijakan keuangan.

3. Lembaga Penelitian dan Pengembangan


Lembaga ini merupakan pemekaran dari Majelis
Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Peng-embangan. Setelah
disendirikan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan,
maka tugas pokoknya menjadi:
1) Penelitian dan pengembangan, mencakup program
penelitian dan pengembangan di PTM, dan penelitian
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
pengembangan gerakan Muhammadiyah. MUHAMMADIYAH
2) Bidang Penelitian dan Pengembangan:
a) Pengembangan database dan
pusat informasi Persyarikatan
b) Pengembangan kerja sama
lembaga penelitian di lingkungan Persyarikatan
c) Peningkatan kualitas penelitian
di PTM

4. Lembaga Penanggulangan Bencana


Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) atau
Muhammadiyak Disaster Management Centre (MDMC)
adalah lembaga penanggulangan bencana Muhammadiyah
yang berdiri pertama melalui SK PP Muhammadiyah
No.58/KEP/LO/D/2007. Institusi ini merupakan penajaman
dari salah satu rekomendasi internal Muktamar
128
Muhammadiyah ke-46 di Malang yang secara tegas
mengamanatkan Organisasi untuk menghidupkan kembali
kerja-kerja kemanusiaan, khususnya dalam bidang bencana,
baik dalam masa darurat maupun membangun ketahanan
masyarakat.
Sesuai mandatnya, maka MDMC bertugas melayani
kemanusiaan berdasarkan; (i) nilai dasar ajaran agama Islam
"rahmatan lil alamin'’ (ii) sejarah perjuangan
Muhammadiyah sebelumnya, (iii) organisasi MDMC yang
lintas aektoral, (iv) tuntutan perkembangan kerja
kemanusiaan global. Ini juga memperjelas posisi MDMC
yang secara organisasi memiliki kapasitas sekaligus ancaman
dan peluang.
Secara umum, posisi strategis yang dimiliki saat ini
adalah:
1. Bahwa MDMC adalah praksis Muhammadiyah back to
basic, kembali ke basis jati diri, khittah dan bidang
geraknya di bidang da'wah, tarbiyah dan kesejahteraan.
2. Melakukan pemberdayaan organisasi dan proyek
MDMC sendiri sebagai bagian integral dari pencerahan
kembali gerakan Muhammad iyah berdasar VISI 2025.
3. Dengan konsolidasi MDMC kedalam, dilaksanakan
STUDI
seiring
KEMUHAMMADIYAHAN dengan tantangan dan keikutsertaan
Muhammadiyah dalam kegiatan kemanusiaan global.
4. Harapan untuk dapat menjadi pemain global setelah
masa inkubasi 3-5 tahun ke depan.
Sesuai bidang-bidang garapan yang terdapat dalam
Penanggulangan Bencana, MDMC, dengan hasil analisa
SWOTnya, saat ini bam dapat melakukan kegiatan yang ada
dalam bidang" Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan.

Tujuan Strategis
Tujuan strategis yang dianggap sebagai prioritas utama
yang harus diselesaikan oleh MDMC dalam jangka waktu 3
(tiga) sampai 5 (lima) tahun ke depan adalah:
1) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan MDMC untuk
kerja-kerja Kemanusiaan dalam isu Bencana.

129
2) Penguatan Jaringan dan Mendorong Partisipasi
Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana

Nilai Nilai Organisasi.


Nilai-nilai filosofis dan nilai-nilai operasional
dibutuhkan MDMC agar menjadi pembatas tentang apa yang
benar, apa yang salah dan mana yang dapat ditoleransi, mana
yang tidak mendapat toleransi sehubungan dengan pekerjaan
yang akan dikerjakan. Nilai-nilai ini akan membedakan
MDMC dengan organisasi lain. Nilai-Nilai Filosofis yang
Dianut Dalam MDMC adalah;
1) Rahmat bagi alam semesta
2) Berkeadilan
3) Profesional
Sedangkan Nilai-Nilai Operasional dalam MDMC adalah:
a) Responsif; melayani dengan cepat dan tanggap.
b) Musyawarah; melakukan metode partisipatif.
c) Efisien dan efektif; mengoptimalkan sumberdaya, tepat
sasaran, tepat target.
d) Berkelanjutan; menggunakan pendekatan pemberdayaan
komunitas, berinvestasi di masyarakat
e) Berjejaringan; bekerja bersama dengan siapapun yang
memiliki misi yang sama.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
f) Akuntabel; bekerja secara transparan, menghargai
MUHAMMADIYAH
keterbukaan publik dalam kegiatan dan laporan
keuangan.
g) Kepatuhan Hukum; bekerja atas dasar kesadaran hukum

5. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah


Sebagai organisasi Dakwah Islam, Muhammadiyah
mendirikan berbagai amal usaha sosial, seperti panti asuhan
bagi anak yatim piatu dan orangjompo, balai kesehatan dan
sekolah, yang dimaksudkan untuk memberdayakan kaum
mustadhafin dan memberikan kemudahan pendidikan bagi
anak-anak keluarga miskin. Muhammadiyah didirikan dan
dibesarkan dan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) warga
masyarakat dan para aghniya. Penggalian dana ZIS selama
ini masih bersifat parsial dan sporadis dan belum dilakukan
130
secara sistematis dan terlembagakan secara lebih intensif
sehingga hasil yang dicapai dirasa kurang optimal.
Agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk
Indonesia mewajibkan setiap mnslim mengekiarkan zakat
dari rezeki yang diperoleh dan juga menganjurkan
bershadaqah dan ber infaq, guna menolong kaum dhuafa dan
fakir miskin. Muhammadiyah memandang perlu adanya
upaya untuk menanggulangi kemiskinan dengan
mengoptimalkan penggalian dana ZIS, guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang berada dalam kemiskinan
dan kesusahan. Cukup banyak urnmat Islam yang belum
menunaikan zakat karena kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mereka. Sudah selayaknya, warga masyarakat
yang mendapat kellmpahan rezeki dimotivasi dan disadarkan
fcerhadap kewajiban keagamaan mereka, yaitu membayar
ZIS.

Visi
Menjadi Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh di kota
Surabaya yang amanah, transparan dan profesional dalam
rangka pemberdayaan masyarakat miskin & mustadh'afin
sesuai dengan tujuan Muhammadiyah,
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Misi
a) Meningkatkan kesadaran ummat untuk membayar zakat
sebagai salah satu rukun Islam.
b) Mengintensifkan pengumpulan ZIS pada seluruh lapisan
masyarakat.
c) Mendayagunakan ZIS secara optimal untuk
pemberdayaan kaum miskin melalui amal-amal sosial &
kemanusiaan.
d) Mengelola zakat, infaq dan shadaqah secara
professional, transparan & akuntabel.

6. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik


Lembaga ini dibentuk untuk member! wadah pemikiran
dakwah Islam amar ma'nif nahi munkar melewati liku-liku
persoalan politik praktis maupun ketatanegaraan. Dengan
131
lembaga ini tidak berarti Muhammadiyah sebagai organisasi
politik praktis, tetapi Muhammadiyah memberi wadah dan
saluran bagi warga anggotanya yang ahli dan memahami
masalah politik secara teori dan praktek, sehingga
Persyarikatan dapat menyalurkan pemikiran politik kepada
pemerintah secara langsung atau lewat partai politik yang
ada berupa andil pendapat atau pemikiran.
Adapun tugas dan fungsi Lembaga Hikmah dan
Kebijakan Publik adalah:
1) Mengadakan kajian poiitik yang berkaitan dengan
perjuangan umat Islam dan khususnya Muhammadiyah;
2) Memberikan nasehat kepada Pimpinan Pusat
Muhammadiyah mengenai masalah politik yang
menyangkut jalannya Persyarikatan dan kebijaksanaan
Pimpinan Pusat; dan
3) Menyelenggarakan pendidikan untuk mempertinggi
kecerdasan politik kepada pimpinan Persyarikatan dan
petugas-petugasnya.

7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga


SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Lembaga Seni Budaya dan MUHAMMADIYAH Olahraga (LSBO)
Muhammadiyah adalah bagian integral dari gerakan dakwah
Muhammadiyah dengan mewadahi putensi seni budaya dan
olahraga warga Persyarikatan agar aktivitas dan
kreativitasnya terarah sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam,
dan menjadi salah satu daya dukung bagi pengembangan
dakwah Muhammadiyah.
Kepedulian atas seni budaya ini telah dipelopori sendiri
oleh KH. Ahmad Dahlan, yang pandai memainkan alat
musik tradisional dan modern seperti kemahirannya
memainkan biola dan gending-gending Jawa. Konon,
kepiawaian beliau sering didemonstrasikan di muka umum
untuk mengumpulkan anak-anak muda Kauman untuk diajak
ngaji, atau untuk pengumpulan dana sosial dan dana dakwah.
Program dan kegiatan LSBQ Muhammadiyah meliputi
bidang:
1) Pungembangan media dan sarana-prasarana
132
2) Pendidikan dan latihan
3) Pengkajian dan pengembangan
4) Penguatan kelembagaan
Sebagai bagian dari gerakan dakwah Islam, LSB) sedang
berusaha merumuskan Fiqh Kesenian dan Olahraga, yang
akan menjadi landasan bagi para aktivis seni dan olahraga di
lingkungan Muhammadiyah.

8. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional


Lembaga ini dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus
Persyarikatan dalam membangun jaringan kerja
internasional,
dengan visi:
1) Muhammadiyah sebagai kekuaan moral bangsa
2) Muhammadiyah sebagai salah satu inspirator Peradaban
Islam
3) Muhammadiyah sebagai kekuatan moral (bahkan inti
kekuatan) bagi perdamaian dunia.
Adapun misi yang diemban adalah terwujudnya
ukhuwah Islamiyah dan jaringan dan kerja sama global
secara menyeluruh, dengan peran yang prima dari
STUDI
Persyarikatan dan
KEMUHAMMADIYAHAN
umat Islam.
Adapun tujuan dari lembaga ini adalah:
1) Mengembangkan SDM dalam bidang jaringan dan
kerjasama internasional
2) Meningkatkan peran dan keterlibatan Muhammadiyah
dalam pengembangan wacana pemikiran keislaman
dikalangan dunia Islam khususnya dan dunia
internasional pada umumnya
3) Meningkatkan sosialisasi pemikiran dan aktivitas
Muhammadiyah ke dunia Islam dan dunia Internasional
pada umumnya
4) Mengembangkan partisipasi Muhammadiyah dalam
kekuatan solidaritas umat Islam (.ukhuwah Islamiyah')
untuk mewujudkan perdamaian dunia sebagai kebutuhan
bersama.

133
5) Mengkoordinir kerja sama danjaringan kader
Muhammadiyah yang tersebar di berbagai negara
dengan membentuk cabang-cabang khusus (istimewa)
Muhammadiyah di manca negara.

F. Organisasi Otonom Muhammadiyah


1. Aisyiyah
a. Sejarah Kelahirannya
Sejak berdirinya Muhammadiyah, KH. Ahmad
Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap
kaum wanita dengan diadakannya kelompok pengajian
wanita di bawah bimbingan KH. Ahmad Dahlan dan
Nyai Walidah (istri KH. Ahmad Dahlan) dengan nama
"Sopo Tresno".
Untuk memberi suatu nama yang kongkrifc suatu
perkumpulan, beberapa tokoh Muhammadiyah seperti
KH. Mokhtar, KH Ahmad Dahlan, KH. Fachruddin dan
Ki Bagus Hadi Kusuma serta pengurus Muhammadiyah
yang lain mengadakan pertemuan di rumah Nyai Ahmad
Dahlan. Waktu itu diusulkan nama Fatimah, namun tidak
diterima rapat, Oleh KH. Fachruddin dicetuskan nama
Aisyiyah, yang kemudian dipandang tepat dengan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
harapan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan
MUHAMMADIYAH
Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW yang selalu
membantu berdakwah.
Setelah secara akiamasi perkumpulan itu diberi
nama Aisyiyah, kemudian dh'esmikan bersamaan dengan
peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW pada
tanggal 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan tanggal 19
Met 1917 M dengan Ketua Siti Bariyah.
Lembaga ini sejak kehadirannya merupakan bagian
horisontal dari Muhammadiyah yang membidangi
kegiatan untuk kalangan putri atau kaum wanita
Muhammadiyah. Dalam Muktamar ke-37 di Yogyakarta
tahun 1968 status Aisyiyah didewasakan menjadi
Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, dan memiliki
kewenangan mengatur dan membina eselon di
bawahnya.
134
Sejak berstatus, PP 'Aisyiyah berkedudukan di
Yogyakarta dan diketuai oleh Prof. Dra. H. Baroroh
Baried. Sesnai dengan keterangan KH. Ahmad Badawi,
lembaga mi didirikan dengan berpedoman pada firman
Allah Surat Al-Tawbah/9: 71-72 yang artinya : Dan
orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan
sebagian mereka adalah menjadi penolong sebagian
yang lain.
Mereka menyuruh mengerjakan yang ma'ruf
mencegah yang munkar, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada
orang-orang mukmin lelaki dan perempuan, akan
mendapatkan surga yang di bawahnya mengalir sungai-
sungai, mereka kekal di dalamnya. dan mendapat tempat
yang bogus di surga 'adn. Dan keridhaan Allah adalah
lebih besar. Itu adalah kebemntzfngan yang besar.
Semenjak berdirinya 'Aisyiyah, lembaga ini
merupakan bagian horisontal dari Muhammadiyah. Oleh
karena itu 'Aisyiyah memiliki fungsi sebagai patner
gerak langkah Muhammadiyah, di mana asas dan
tujuannya tidak terpisah dari induk Persyarikatan.
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
b. Tugas dan Perannya
Tugas dan peran 'Aisyiyah adalah sebagai berikut;
1) Membimbing kaum wanita ke arah kesadaran
beragama dan berorganisasi; dan
2) Menghimpun anggota-anggota Muhammadiyah
wanita, menyalurkan serta menggembirakan amalan-
amalannya.

c. Amal Usaha 'Aisyiyah


Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana tersebut
'Aisyiyah telah banyak memiliki amal usaha di bidang:
1) Pendidikan,
2) kewanitaan,
3) PKK,
4) Kesehatan, dan
135
5) Organisasi wanita.
Pimpinan Pusat 'Aisyiyah berusaha memberi didikan di
kalangan wanita Islam untuk berpakaian muslimah yang
baik, bermoral dan bermental luhur, memberikan
bimbingan perkawinan dan kerumah tanggaan,
tanggungjawab istri di dalam dan di luar rumah tangga,
memberikan motivasi keluarga sejahtera, keluarga
bahagia, memberikan bimbingan pemeliharaan bayi
sehat, keluarga berencana, berislam dan sebagainya.

d. Keluarga Sakinah
1) Pengertian Keluarga Sakinah
Istilah keluarga sakinah terdiri dari kata
keluarga dan kata sakinah. Dalam kehidupan sehari-
hari kata keluarga dipakai dengan pengertian, antara
lain (a) sanaksaudara, kaum kerabat; (b) orang
rumah, anak istri, batih; (c) orang-orang di bawah
naungan organisasi (dan yang sejenisnya), seperti
keluarga Nahdhatul Ulama, keluarga
Muhammadiyah, dan lain-lain. Dalam tulisan ini
kata keluarga dipakai dengan pengertian orang seisi
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
rumah (masyarakat terkecil), yang terdiri dari ayah,
MUHAMMADIYAH
ibu, dan anak. Selanjutnya kata "sakinah" dalam Al-
Qur'an dijumpai antara lain dalam surat Al-
Baqarah/2: 248; Al-Tawbah/9: 26; Al-Fath/48:
4,18, dan 26, dengan makna "ketenangan".
Zainuddin Hamidy menerjemahkan kata sakinah
kadang dengan "ketenangan" (Al-Tawbah/9:26),
tetapi kadang dengan hal yang memuaskar hati (Al-
Baqarah /2: 248).
Dalam istilah keluarga sakinah, kata
"sakinah" dipakai sebagai kata sifat dengan arti
"tenang, tenteram", yaitu untuk menyifati atau
menerangkan kata keluarga. Selanjutnya, kata itu
masih ditafsirkan dengan "mengandung makna
bahagia dan sejahtera". Itulah sebabnya kata
"sakinah" sering digunakan dengan pengertian
tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera lahir batin.
136
Munculnya istilah keluarga sakinah
dimaksudkan sebagai penjabaran firman Allah
dalam surat Al-Rum/30: 21, yang menyatakan bahwa
tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah
untuk mencari ketentraman atau ketenangan dengan
dasar mawaddah wa rahmah, yaitu saling mencintai
dan penuh kasih sayang (QS. Al-Rum/30: 21).

ِ ِ ِ ِ
ً ‫َوم ْن آَيَاتِه أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم م ْن أَْن ُفس ُك ْم أ َْز َو‬
‫اجا‬
‫لِتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع ل َبْينَ ُك ْم َم و َّدةً َو َرمْح َ ةً إِ َّن يِف‬
َ
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN َ
‫ات لَِق ْوٍم َيَت َف َّك ُرو َن‬ٍ ‫ك آلي‬ ِ
َ َ ‫ذَل‬
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah,
Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.

Dari kata taskunu dalam ayat di atas itulah


barangkali diturunkan kata sakinah sebagai bentuk
ismfa'il dengan makna tenang, tenteram. Kemudian
dalam istilah keluarga sakinah, ismfa'il ini berfungsi

137
sebagai kata sifat. Maka Keluarga Sakinah dapat
didefinisikan sebagai keluarga yang dibentuk
berdasar perkawinan yang sah, mampu memberikan
kasih sayang pada anggota keluarganya sehingga
mereka memiliki rasa aman, tenteram, damai serta
bahagia dalam mengusahakan tercapainya
kesejahteraan dunia akhirat.
Untuk membina rumah tangga atau keluarga
sakinah sebagai tujuan perkawinan seperti yang
disyaratkan Allah dalam Al-Rum/30: 21 tersebut di
atas, Rasulullah memberi persyaratan-persyaratan
manusia yang akan membinanya, yaitu calon
pasangan suami istri. Persyaratan yang dimaksud
secara singkat adalah calon pasangan suami istri
sebaiknya seimbang (kufu’), baik rupa, keturunan,
maupun kekayaan. Namun, syarat yang utama
adalah keduanya harus seagama dan taat beragama.
Seagama dan taat beragama menjadi syarat
utama pasangan calon pembina keluarga sakinah,
karena syarat inilah
SISTEMyang betul-betul
GERAKAN akan menjadi
DAN ORGANISASI
sumber ketenangan keluarga. Pasangan suami istri
MUHAMMADIYAH
yang taat beragama tentu keduanya dapat
mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah yang
baik. Apa pun wujudnya perintah dan larangan serta
hak kewajiban yang datang dari Allah dan Rasul-
Nya akan disambut dengan ucapan sami'na wa
atha'na kami dengar dan kami taati). Ketaatannya
bukan ketaatan terpaksa, melainkan ketaatan yang
didasari rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian, ketaatannya itu sungguh-sungguh
dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
kegembiraan.
Di dalam keluarga sakinah, setiap anggotanya
merasa dalam suasana tenteram, damai, aman,
bahagia, dan sejahtera lahir batin. Sejahtera batin
ialah bebas dari kemiskinan iman, bebas dari rasa
takut dalam menghadapi kehidupan dunia dan
akhirat serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai
138
keagamaan dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Di samping itu, suasana keluarga
sakinah memberikan kemungkinan kepada setiap
anggotanya untuk dapat mengembangkan
kemampuan dasar fitrah kemanusiaan, yaitu fitrah
sebagai hamba Allah yang baik (ibadah) dan fitrah
sebagai khalifa'tullah filardhi.
Dua kemampuan dasar fitrah kemanusiaan itu
dalam keluar sakinah berkembang menjadi bentuk
tanggungjawab manusia dalam hubungannya dengan
Allah dan dalam hubungannya dengan sesama
manusia serta lingkungan alamnya. Dalam hubungan
dengan Allah, fitrah itu mekar menjadi kemampuan
manusia mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah
yang baik, sedangkan dalam hubungannya dengan
sesama manusia serta lingkungan alamnya, fitrah itu
berkembang menjadi kesadaran manusia memiliki
rasa tanggung jawab untuk menciptakan
STUDI
kesejahteraan
KEMUHAMMADIYAHAN sejenisnya dan lingkungan alamnya.
2) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Manusia Taqwa
Keluarga sakinah sebagai suatu keluarga terpilih
akan menjadi lahan yang subur untuk tumbuh
kembangnya anak, yang merupakan amanat Allah
SWT bagi setiap orang tua. Amanat Allah atas
penciptaan manusia adalah terciptanya manusia
taqwa serta terciptanya masyarakat sejahtera.
Amanat ini dapat terwujud apabila setiap orang
terbentuk menjadi pribadi muslim seutuhnya. Pribadi
muslim seutuhnya di sini dimaksudkan pribadi yang
unsur-unsurnya bernafaskan rasa pengabdian kepada
Allah SWT dan yang bentuk perilakunya serta
aktivitas kehidupannya merupakan perwujudan rasa
pengabdian kepadaAllah SWT. Pribadi yang
demikian itulah wujud manusia taqwa, yang pada
perkembangan selanjutnya akan dapat mewujudkan
masyarakat taqwa yang mendapatkan kesejahteraan
hidup dunia akhirat. Taqwa adalah nilai hidup yang
tertinggi bagi manusia di hadirat Allah SWT,
139
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-
Hujurat/49:13.
‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَ ا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُْنثَى‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫ائِل لَِت َع َارفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم‬
َ َ‫َو َج َع ْلنَ ا ُك ْم ُش عُوبًا َو َقب‬
.ٌ‫يم َخبِري‬ ِ ِ ِ ِ
ٌ ‫عْن َد اهلل أَْت َقا ُك ْم إ َّن اهللَ َعل‬
Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Tanda-tanda ketaqwaan
SISTEM GERAKANseseorang antara lain
DAN ORGANISASI
difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah/2:177,
MUHAMMADIYAH
sebagai berikut :
‫وه ُك ْم قِبَ َل الْ َم ْش ِر ِق‬ َ ‫س الْرِب َّ أَ ْن تُ َولُّوا ُو ُج‬
َ ‫لَْي‬
‫اهلل َوالَْي ْوِم اْآلخِ ِر‬
ِ ‫والْم ْغ ِر ِب ولَ ِك َّن الْرِب َّ من آَمن بِا‬
ََ َْ َ َ َ
‫ال َعلَى‬ ِ َ‫َوالْ َمالَئِ َك ِة َوالْ ِكت‬
َ ‫اب َوالنَّبِيِّْي َن َوآَتَى الْ َم‬
‫ُحبِّ ِه ذَ ِوي الْ ُق ْرىَب َوالْيَتَ َامى َوالْ َم َس اكِيْ َن َوابْ َن‬
‫الصالَةَ َوآَتَى‬َّ ‫اب َوأَقَ َام‬ ِ َ‫ني ويِف ال ِرّق‬ ِِ َّ ‫الس بِيْ ِل و‬
َ َ ‫الس ائل‬ َ َّ
ِ َّ ‫اه ُدوا و‬ ِ ِِ ِ
َ ‫الص اب ِر‬
‫ين‬ َ َ ‫الز َك ا َة َوالْ ُموفُ و َن ب َع ْه ده ْم إ َذا َع‬ َّ
‫ئِك الَّ ِذيْ َن‬
َ َ‫ني الْبَ أْ ِس أُول‬ ِ ِ َّ ‫يِف الْبأْس ِاء و‬
َ ‫الض َّراء َوح‬ َ َ َ
.‫ك ُه ُم الْ ُمَّت ُقو َن‬َ ِ‫ص َدقُوا َوأُولَئ‬
َ
140
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, Hari Kemudian malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-mmta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan memmaikan zakat; dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa.

Menurut ayat tersebut. ciri-ciri ketaqwaan


STUDI
dapat dilihat
KEMUHAMMADIYAHAN pada kadar keimanan (aqidah), ibadah,
akhlak, serta hubungan kemasyarakatan seseorang.
Dengan demikian, apabila segi-segi keagamaan ini
telah dihayati dan diamalkan, akan terbentuklah rasa
penghambaan kepada Allah secara mutlak, dan akan
memberikan kebahagiaan yang tinggi nilainya.
Semakin tinggi kadar aqidah, ibadah, akhlak serta
hubungan kemasyarakatan seseorang, semakin tinggi
pula rasa pengabdiannya kepada Allah. Selanjutnya
rasa pengabdian yang mengendap ke dalam
kesadaran jiwa akan membentuk hati nurani. Dalam
proses selanjutnya, hati nurani akan mempengaruhi
dan mendasari segala unsur kepribadian (kerohanian,
pikiran, perasaan, kemauan, dan hubungan sosial),
yang tercermin dalam sikap dan aktivitas hidup. Jika
sudah demikian halnya terbentuklah prilaku taqwa,
yaitu pribadi muslim yang sempurna.
Semua manusia mempunyai kemampuan untuk
menjadi hamba Allah yang taqwa. Kemampuan ini
bersumber kepada kemampuan dasar manusia yang
141
dibawanya sejak lahir, yaitu dorongan dasar untuk
mengabdi kepada Allah dan dorongan dasar untuk
berakhlak mulia. Dorongan dasar yang pertama
diperoleh semenjak roh manusia berjanji di alam
arwah, seperti disebutkan dalam firman Allah Surat
Al-A'raf/7: 172.
Dorongan dasar yang kedua berasal dari sifat-
sifat dasar manusia yang merupakan pemberian
Allah SWT semenjak rohnya ditiupkan ke dalam
badan jasmaninya. Sifat-sifat ini sejenis dengan
sifat-sifat Allah SWT yang tersebut di dalam
asma'ul husna, tetapi dalam ukuran batas
kemanusiaan. Sifat-sifat manusia seperti kasih
sayang, rasa tanggung jawab, suci, sabar, adil,
pemaaf, adalah sifat-sifat dasar manusia yang sejenis
dengan sifat-sifat Allah Al-Rahman, Al-Rahim, Al-
Malik, Al-Quddus, Al-Shabur, Al-Adil, Al-Ghaffar.
Untuk menjadi manusia taqwa, seseorang harus
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
dapat mengembangkan dorongan dasar rasa
MUHAMMADIYAH
ketauhidan serta dorongan dasar untuk berakhlak
mulia secara terus-menerus, semenjak masa kanak
kanak. Dalam proses pertumbuhan dan
porkombangannya, kedua kemampuan dasar itu
memerlukan banyak faktor, antara lain lahan. Dalam
hal ini keluarga sakinah dan segenap anggotanya
merupakan lahan yang sangat subur. Orang tua
sebagai penanggung jawab keluarga, dalam proses
ini berperan sangat menentukan. Sebagai manusia
taqwa, orang tua akan menentukan konsep-konsep
dasar yang berhubungan dengan tumbuh dan
berkembangnya ketaqwaan anggota keluarganya.
Konsep-konsep itu misalnya tentang bentuk dan dirt
manusia taqwa yang akan dicapai, tujuan
pembentukannya, materi-materi yang diperlukan,
metode yang akan diterapkan, dan sarana-sarana
yang akan menunjang.
Apabila pembinaan ketaqwaan sudah dimulai
sejak dini, yaitu sejak masa kanak-kanak, maka
142
pembinaannya pada masa dewasa akan lebih mudah.
Pembinaan ini ditempuhnya baik melalui keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Pada perkembangan
selanjutnya akan lahirlah manusia taqwa yang siap
untuk membentu keluarga sakinah baru. Dengan
demikian, antara keluarga sakinah dan ketaqwaan
terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat.
Manusia taqwa dilahirkan oleh keluarga sakinah,
sebaliknya rasa ketaqwaan dapat memberikan makna
kepada kehidupan manusianya serta memperkokoh
dan melahirkan keluarga sakinah.
3) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Masyarakat
Sejahtera
Terbentuknya masyarakat sejahtera merupakan
tujuan diturunkannya Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an
terdapat ungkapan baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur yang arti harfiahnya suatu negeri yang baik
dan Tuhan Maha Pengampun. Ungkapan ini sering
STUDI
digunakan untuk menyebut masyarakat ideal yang
KEMUHAMMADIYAHAN
terbentuknya sangat kita dambakan, yaitu
masyarakat adil makmur penuh ridha Tuhan.
Dalam tulisan ini dipakai istilah masyarakat
sejahtera dengan pengertian masyarakat yang
anggota-anggotanya merasa aman dan tenteram
dalam seluruh kehidupannya, baik secara
perseorangan maupun kelompok. Rasa aman dan
tenteram menyangkut hidup kejasmanian dan
kerohanian. Agar masyarakat mencapai predikat
sejahtera, diperlukan beberapa persyaratan, antara
lain harus menunjukkan suasana ketaqwaan kepada
Allah SWT, dapat mengembangkan sifat adil
berdasarkan nilai keislaman, bebas dari
ketidakseimbangan ekonomi serta ketimpangan
sosial. Dalam masyarakat sejahtera, pada setiap
anggotanya harus tumbuh rasa saling memiliki dan
tumbuh pula dorongan untuk memperhatikan
kesejahteraan anggota yang lain.

143
Dengan kondisi seperti dilukiskan di atas,
masyarakat sejahtera merupakan tempat bernaung
manusia taqwa yang telah dilahirkan oleh keluarga
sakinah. Dalam masyarakat sejahtera, manusia
taqwa dapat mewujudkan rasa ketaqwaannya secara
baik, yaitu menjadi hamba Allah yang selalu taat dan
dapat mengembangkan dorongan rasa sosial secara
wajar, yaitu dorongan untuk mensejahterakan
masyarakat.
Bagi seorang muslim, memiliki usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan
keharusan. Tanpa keinginan meningkatkan
kesejahteraan orang miskin, shalat yang merupakan
perbuatan terpuji dapat berubah menjadi perbuatan
munafik, seperti di firman Allah dalam Surat Al-
Ma'un/107:1-7.
Melalui masyarakat sejahtera akan tercapai
tujuan kehidupan manusia di bumi, yaitu untuk
selalu beribadat kepada Allah dan mengusahakan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
kesejahteraan umat manusia. MUHAMMADIYAH
Usaha mewujudkan
masyarakat sejahtera dapat tercapai apabila setiap
keluarga merupakan keluarga sakinah. Keluarga
sebagai unsur terkecil masyarakat berperan penting
dalam mewujudkan masyarakat sejahtera. Sebagai
lembaga keluarga yang mempunyai persyaratan
yang menyangkut kehidupan dunia akhirat, keluarga
sakinah akan sanggup melahirkan manusia taqwa
yang mampu bertanggungjawab atas kesejahteraan
manusia lain dan sanggup mewujudkan terbentuknya
masyarakat sejahtera. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa keluarga sakinah memiliki peran
ganda, yaitu di samping dapat melahirkan manusia
taqwa, keluarga sakinah dalam jumlah besar akan
melahirkan masyarakat sejahtera.

e. Isu Jender dan Peran Muslimah dalam


Muhammadiyah

144
Berbagai studi telah dilakukan untuk memetakan
berbagai faktor yang menghambat proses pemberdayaan
perempuan. Dari studi yang dilakukan secara lintas
negara, lintas budaya, dan lintas etnik disimpulkan
bahwa persoalan perempuan bukan terletak pada diri
perempuan semata, tetapi berkaitan erat dengan
kompleksitas relasi sosial yang dipayungi ideologi
kultural yang membentuk cara pandang terhadap
eksistensi laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu,
membahas masalah perempuan sesungguhnya adalah
membahas persoalan relasi dan interaksi sosial, baik
secara individual antara perempuan dengan laki-laki
maupun antara perempuan dengan ketuarga, komunitas,
dan negara.
Persoalan perempuan dan agama makin marak
berkembang seiring dengan kesadaran baru kaum
perempuan untuk mempertanyakan sejauh manakah
agama mampu memberikan rasa aman dan segala bentuk
tekanan, ketakutan, dan ketidakadilan. Saat ini agama
mendapat tantangan baru karena dianggap sebagai salah
STUDI
satu unsur yang melanggengkan ketidakadilan terhadap
KEMUHAMMADIYAHAN
perempuan. Oleh karena itu para agamawan, baik
individual maupun secara kelompok dituntut untuk
secara jeli melihat, apakah ketidakadilan tersebut inheren
dalam agama itu sendiri ataukah persoalan terletak pada
tafsir keagamaan, bisa jadi, terpengaruh oleh bias
kultural tertentu.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang
cukup besar dan berpengaruh terhadap perkembangan
Islam di Indonesia, harus ikut menyumbangkan
pemikirannya dalam masalah pemberdayaan perempuan
ini, sesuai dengan pesan-pesan ajaran Islam. Tuntutan
keterlibatan Muhammadiyah dalam persoalan ini
sebenarnya sejalan dengan semangat tajdid (pemurnian
dan pembaharuan) yang dicanangkan oleh Kyai Haji
Ahmad Dahlan.
Pendirian beliau yang keras terhadap taqlzd dan
keterbukaan terhadap perubahan menjadikan
145
Muhammadiyah sebagai organisasi yang dinamis dan
akomodatif, tetapi juga memberi arah atas perubahan
selaras dengan pandangan Islam. Dengan semboyan
kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits, KH. Ahmad
Dahlan bersikap keras terhadap aspek-aspek kultural
yang disebut bid'ah dan sikap taqlid, karena hal itu dapat
membelenggu umat Islam pada hal-hal yang tidak
bermanfaat. Penyederhanaan upacara kematian
merupakan salah satu contoh KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan umat Islam untuk berhemat tanpa
menghilangkan unsur-unsur esensial yang diajarkan
Islam.
Di sisi lain, semboyan ini juga memungkinkan
Muhammadiyah untuk secara fleksibel dan terbuka bag!
unsur-unsur inovasi baru yang membawa maslahat, dan
tidak bertentangan dengan prinsip-prmsip kedua sumber
di atas. Hal tersebut tercermin dari keterbukaan KH.
Ahmad Dahlan untuk mengadaptasi berbagai bentuk
pemikiran dan institusi yang berasal dari kolonial Barat,
seperti sistem pendidikan, kurikulum, pakaian, panti
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
asuhan, dan rumah sakit. MUHAMMADIYAH
Dalam sekolah Muhammadiyah para murid
diajarkan ilmu-ilmu modern yang dipadukan dengan
ilmu-ilmu keislaman. Adaptasi tersebut berlawanan
dengan pendapat para tokoh Islam tradisional pada
zaman itu yang cenderung mengambil jarak dengan hal-
hal yang dianggap tradisi orang "kafir". Muhammadiyah
progresif meningkatkan posisi perempuan melalui
pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. Lebih dari
langkah yang dilakukan Kartini, sekolah puteri yang
diprakarsai hanya untuk mempersiapkan kaum
perempuan menjadi isteri dan ibu yang mandiri, KH
Ahmad Dahlan memberikan kesempatan yang sama bagi
anak laki-laki dan perempuan untuk belajar ilmu-ilmu
modern di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Kesempatan ini telah memberikan jalan bagi kaum
perempuan memasuki jenjang pendidikan yang sama
dengan laki-laki.
146
Di samping itu, bersama isteri, beliau memprakarsai
berdirinya Aisyiyah sebagai organisasi perempuan di
lingkungan Muhammadiyah. ' Aisyiyah termasuk
sebagai pioneer organisasi perempuan, yang turut
membidani lahirnya KOWANI pada tahun 1928.
Kemudian disusul dengan pendirian "Madrasah
Muallimat" sebagai sekolah agama khusus untuk murid
puteri.
Sebagai kelanjutan dari proses pemberdayaan
terhadap posisi perempuan, Aisyiyah dan
Muhammadiyah secara bersama-sama mengeluarkan
buku pedoman "Menjadi Isteri yang Berarti" pada
Muktamar tahun 1937. Meskipun buku tersebut lebih
banyak menekankan cara perempuan dapat berperan
sebagai istri dan ibu yang baik, namun secara ,kultural
sudah merespon tuntutan global bagi hak-hak perempuan
untuk menerima pendidikan dan membebaskan mereka
dari bias kultural yang mengesahkan kesewenangan
suami seperti yang digambarkan oleh Kartini.
Kesewenangan laki-laki ini dapat dihilangkan
STUDI
dengan mencantumkan kewajiban dan tanggung jawab
KEMUHAMMADIYAHAN
suami terhadap isterinya, termasuk kewajiban suami
untuk berbuat baik kepada isteri. Sedangkan secara
politis buku tersebut menjadi imbangan dan pemerintah
kolonial yang mendukung penyebaran agama Kristen
dengan menyediakan sekolah-sekolah keputrian.
TVijuan dari pendirian sekolah keterampilan keputrian
adalah untuk mempersiapkan mereka menjadi isteri para
birokrat lokal yang sebagian besar berpindah agama
Kristen. Seperti ditulis oleh Kumari Jayawardena (1986:
16) bahwa peran isteri sebagai pendamping suami yang
setia sangat ditekankan sebagai upaya untuk mencegah
mereka berbalik pada agama sebelumnya (Islam).
Buku "Menjadi Isteri yang Berarti" mengalami revisi
setelah digunakan selama 40 tahun. Tepatnya pada tahun
1972 dengan menggantinya dengan Adabul Mar'ahfil
Islam. Masa 40 tahun merupakan masa yang cukup
panjang bagi suatu perubahan visi di tengah intensitas
147

SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI


perubahan sosial politik pada tataran makro yang tentu
saja mempengaruhi kehidupan kaum perempuan. Namun
demikian, revisi tersebut dipandang sebagai gerakan
tajdzd Muhammadiyah untuk mengakomodasi sekaligus
memberikan tuntunan Islam terhadap berbagai
pencapaian perempuan masa itu. Pendidikan yang setara
antara laki-laki dan perempuan telah memberikan akses
pada keduanya untuk bersama-sama memperjuangkan
dan membangun kehidupan yang sejahtera pasca
kemerdekaan. Dalam Adabul Mar'ah fil Islam telah
dimasukkan bab tentang peran-peran publik sebagai
bagian dari eksistensi perempuan. Jauh sebelum presiden
perempuan dipermasalahkan pada pemilu 1999 yang
lalu, buku ini telah memberikan garansi kebolehan
perempuan untuk menduduki berbagai jabatan-jabatan
politik dan profesi yang secara tradisional "ditabukan"
bagi kaum perempuan, seperti direktur, polisi, hakim,
jaksa danjabatan sejenis lainnya. Pengakuan hak-hak
publik ini membuat kaum perempuan Muslim umumnya
dan kaum perempuan Muhammadiyah khususnya
muncul sebagai sosok perempuan yang mandiri dan
percaya diri dalam menjalankan perannya sebagai
khalifah di bumi di bidang pendidikan, politik, ekonomi,
dan sosial.
Tentu saja peran Muhammadiyah cukup besar dalam
membuka wacana tentang hak-hak perempuan. Di
samping itu, pencapaian pendidikan dan/atau desakan
ekonomi telah memperluas partisipasi kaum perempuan
dalam proses pembangunan nasional.
Kaitannya dengan persoalan perempuan,
Muhammadiyah harus berhadapan dengan
perkembangan pemikiran feminisme sebagai bagian dari
kajian-kajian keislaman (Islamic Studies) mutaakhir.
Mengapa feminisme? Karena feminisme merupakan
bagian dari perkembangan wacana ilmiah yang berkaitan
dengan keadaan sosial. Kalangan feminis berhasil
merumuskan perangkat analisis sosial yang dapat

148
digunakan untuk mengkritisi berbagai ketimpangan
sosial yang berbasis jender.
Ketimpangan tersebut terjadi karena adanya bias
pemikiran yang meletakkan jender pada dataran given
(kodrati). Sesungguhnya jender merupakan konstruksi
sosial budaya terhadap laki-laki dan perempuan
termasuk citra diri: maskulin dan feminin, pola relasi,
posisi dan pembagian kerja dalam masyarakat. Jadi,
jender berbeda dari jenis kelamin (sex) yang bersifat
kodrati. Pembedaan antara jenis kelamin dan jender
adalah bahwa jenis kelamin (sex) bersifat universal,
menetap serta tidak bisa dipertukarkan seperti fungsi
organ-organ reproduksi. Sementara jender bersifat
particular dan khas dari satu budaya dari budaya yang
lain, berubah-ubah sesuai dengan perubahan
suprastuktur, struktur dan techno environment tertentu,
serta bisa dipertukarkan, seperti citra diri yang lemah
lembut atau keras dan rasional yang dapat terjadi, baik
pada diri laki-laki maupun perempuan. Demikian pula
dengan pembagian kerja domestik dan publik, hal itu
bukan merupakan bagian kodrati tetapi dikonstruksi
STUDI
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
KEMUHAMMADIYAHAN
Analisis jender adalah perangkat analisis yang
ditujukan untuk mengkritisi berbagai ideologi kultural
yang dirasakan merugikan perempuan di masa di mana
techno-environmet tidak mejadikan lagi aspek
kodratinya sebagai hambatan. Secara keras analisis
jender mempertanyakan ideologi kultural ketidak-adilan
ini. Secara umum persoalannya terletak pada budaya
patriarkhi yang dibangun di atas asumsi superioritas laki-
laki.
Namun, sebagai gerakan Islam yang berintikan
dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar, Muhammadiyah
melandasi wacana dan analisis jender yang ada dengan
prinsip-prinsip Islam. Artinya jender yang merupakan
konstruks sosial budaya tentang relasi dan peran laki-laki
dan perempuan harus berangkat dari risalah Islamiyah,
sebagaimana diyakini oleh Muhammadiyah.
149
Landasan risalah Islamiyah dalam merumuskan
kajian jender dapat mengelimimr sisi-sisi negatif dari
wacana dan analisis jender ala Barat Sekuler, yang
menganut liberalisme, relativisme, free sex, aborsi dan
anti-rumah tangga. Dengan demikian, Muhammadiyah
dalam melakukan islamisasi atas wacana jender yang
ada. Selanjutnya Muhammadiyah dapat memfasilitasi
kesadaran peran sosial perempuan muslimah yang
selaras dengan perkembangan jaman, namun dengan
pandangan hidup Islami.

2. Pemuda Muhammadiyah
Berasal dari berdirinya "Hizbul Wathon" yaitu tentara
tanah air yang dipelopori KH. Muhtar tahun 1920,
Anggotanya adalah angkatan muda dan remaja yang dididik
keterampilan kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan dan
sosial kependidikan. Hizbul Wathon (HW) terdiri atas dua
tingkat, yaitu tingkat anak-anak, dinamakan Panda Athfal:
dan tingkat remaja, dinamakan Pandu Penghela HW Athfal
dan HW Penghela pada saat itu dipimpin oleh dua tokoh KH.
Muhctar dan KH. Raden Hajid yang disebut Padvinder
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Muhammadiyah oleh orang Belanda. MUHAMMADIYAH
Dalam perkembangannya, tahun 1932 atas keputusan
konggres ke-21 di Makasar ditetapkan berdirinya "Pemuda
Muhammadiyah", dan baru diberi otonomi penuh sejak
Muktamar ke37 di Yogyakarta tahun 1968.
Pemuda Muhammadiyah Persyarikatan Muhammadiyah
diberi tugas sebagai berikut:
a. Menanamkan kesadaran dan pentingnya peranan putra
putri Muhammadiyah sebagai pelangsung gerakan
Muhammadiyah serta kesadaran organisasi.
b. Mendorong terbentuknya organisasi/gerakan pemuda
sebagai tempat bagi putra-putri Muhammadiyah yang
berdiri sendiri dalam pengayoman Muhammadiyah yang
berbentuk pengkhususan. (Pemuda, Pelajar, Mahasiswa,
Olah Raga, Kebudayaan dan sebagainya).

150
c. Memberi bantuan bimbingan dan pengayoman kepada
organisasi-organisasi tersebut serta menjadi penghubung
aktif secara timbal balik.
d. Memimpin dan menyelenggarakan musyawarah kerja.
Dalam perkembangannya tahun 1966, Muktamar
Pemuda Muhammadiyah IV di Jakarta tanggal 18-24
Nopember 1966 menetapkan dalam Muqaddimah AD
Pemuda Muhammadiyah bahwa Pemuda Muhammadiyah
memiliki fungsi sebagai: Pelopor, Pelangsung, Penyempurna
amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.

3. Nasyiatul Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul Aisyiyah bermula dari ide
Somodirjo dalam usahanya untuk memajukan
Muhammadiyah dengan mengadakan perkumpulan yang
anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri Standar
Scholl Muhammadiyah dengan nama Siswa Praja (SP) pada
tahun 1919. Thjuan terbentuknya Siswa Praja adalah:
a. Menanamkan rasa persatuan;
b. Memperbaiki Akhlak; dan
c. Memperdalam agama,
Siswa Praja memiliki ranting-ranting di sekolah-sekolah
Muhammadiyah yang ada, yaitu: Suronatan, Karangkajen,
STUDI
Bausasran dan Kota Gede. Siswa Praja Wanita (SPW),
KEMUHAMMADIYAHAN
pimpinannya diserahkan pada Siti Wasilah sebagai Ketua.
Tempat mengadakan kegiatan SPW di rumah Haji Irsyad
(musholla Aisyiyah Kauman Yogyakarta sekarang) dengan
bentuk pengajian, berpidato, jama'ah shalat dan kegiatan
keputrian.
Pada tahun 1923 secara organisatoris SPW
menjadiurusan Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan
nyata; pada tahun 1931 nama SPW diganti dengan Nasyiatui
'Aisyiyah (Nasyiah). Tahun 1938 pada konggres
Muhammadiyah ke-26 diYogyakarta diputuskan "simbol
padi" menjadi simbol Nasyiah. Bapak Achyar Anies
kemudian mengarang nyanyian simbol padi dan dijadikan
sebagai lagu "Mars Nasyiah".

151
Revolusi percaturan politik telah mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Organisasi-organisasi termasuk
Muhammadiyah, Aisyiyah dan Nasyiah mengalami
kemacetan pada masa revolusi tersebut. Baru setelah
Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1950, saat
itu Aisyiyah menjadi otonom, maka peran Nasyiah semakin
diperhatikan.
Ketika Muktamar di Jakarta tahun 1962, Nasyiah mulai
diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah sendiri.
Pada tahun 1963 dalam sidang Tanwir disepakati untuk
memberi status otonom kepada Nasyiah di bawah pimpinan
Majelis Bimbingan Pemuda.
Dengan didahului konferensi di Solo, maka pada tahun
1965 di Bandung, Nasyiah berhasil mengadakan Munasnya
yang pertama bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah
dan Aisyiyah. Munas diikuti oleh 33 daerah dan 1666
cabang. Mulai saat itu, Nasyiah mendapatkan status sebagai
organisasi otonom Muhammadiyah. Secara organisatoris
lepas dari Aisyiyah, namun secara kekeluargaan Aisyiyah
tetap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Nasyiah.
Nasyiatui Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader
Muhammadiyah, yang merupakan gerakan putri Islam,
bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
keputrian. Maksud gerakan putri IslamMUHAMMADIYAH
ialah menggerakkan
putri-putri Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran
Islam, serta mengajak dan mengarahkan orang lain sesuai
dengan tuntunan Al-Qur'an dan as-Sunnah, menuju
terbentuknya putri Islam yang berakhlak mulia.
Dalam melaksanakan usahanya menuju terbentuknya
pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, bangsa dan
negara, serta menjalankan fungsinya sebagai kader umat,
kader persyarikatan dan kader bangsa, Nasyiah mendasarkan
usaha dan perjuangannya di atas prinsip-prinsip yang
terkandung di dalam Anggaran Dasarnya, yaitu:
a. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat
kepada Allah SWT;
b. Menunaikan kewajiban terhadap agama, bangsa dan
negara serta rumah tangga, agar terwujud masyarakat
152
yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah lindungan
Tuhan yang Maha Pengampun;
c. Berakhlak mulia, memurnikan agama, suka dan ikhlas
bekerja karena Allah serta senantiasa berjuang dengan
gembira;
d. Melancarkan dakwah Islam amor ma'ruf nahz munkar',
dan
e. Melancarkan amal usaha dan perjuangan, serta
meningkatkan fungsi dan peran Nasyiatui 'Aisyiyah
sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna
perjuangan Muhammadiyah/'Aisyiyah.

4. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Ada 2 (dua) faktor integral yang menjadi dasar dan latar
belakang sejarah berdirinya IMM. Pertama, faktor intern.
Yang dimaksud faktor intern adalah faktor yang ada di
dalam organisasi Muhammadiyah itu sendiri. Faktor ini lebih
dominan dari pada faktor lain, dalam bentuk motivasi idealis
dari dalam, yaitu dorongan untuk mengembangkan ideologi,
paham dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan
cita-cita dan merefleksikan idiologinya itu, maka
Muhammadiyah mesti bersinggungan dan berinteraksi
dengan mahasiswa dengan cara menyediakan dan
STUDI
membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan
KEMUHAMMADIYAHAN
mengembangkan potensi mahasiswa.
Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa
tersebut lahir pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah di
Jakarta (1963). Pada tanggal 18 Nopember 1955
Muhammadiyah baru bisa mewujudkan cita-cita untuk
mendirikan perguruan tinggi, yaitu Fakultas Hukum dan
Fiisafat di Padang Panjang. Kemudian pada tahun 1958,
fakultas serupa dibangun di Surakarta, Akademi Tabligh
Muhammadiyah di Yogyakarta dan Fakultas Ilmn Sosial di
Jakarta. Namun cita-cita membentuk organisasi mahasiswa
belum dapat terwujud karena Muhammadiyah masih menjadi
anggota istimewa Masyumi yang terikat oleh ikrar abadi
umat Islam. Yang salah satu isinya menyatakan satu-satunya

153
organisasi mahasiswa Islam adalah HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam).
Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di
Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan
tinggi Muhammadiyah mengadakan konggres mahasiswa
Muhammadiyah di Yogyakarta. Dalam Konggres tersebut,
upaya membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa
Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15
Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya
Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs.
Muhammad Djazman, dan kemudian dikoordinasi oleh Ir.
Margono, dr. Soedibyo Markoes dan Drs. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi
mahasiswa ini juga datang dari mahasiswa Muhammadiyah
yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z.
Suherman, M. Yasif, dan Sutrisno Muhdam. Dengan
banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda
Muhammadiyah waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua
Umum dan M. Djazman Al-Kindi sebagai Sekretaris Umum
mengusulkan kepada PP Muhammadiyah yangwaktu itu
diketuai oleh KH. Ahmad Badawi untuk mendirikan
organisasi khusus bagi mahasiswa dengan nama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Usulan itu disetujui
oleh PP Muhammadiyah, yang kemudian diresmikan pada
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawal 1384MUHAMMADIYAH
H).
Peresmian berdirinya IMM diadakan di gedung Dinoto
Yogyakarta dengan ditandai penandatangan "Lima
Penegasan IMM" oleh KH Ahmad Badawi yang berbunyi;
a. Menegaakan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa
Islam;
b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah
landasan perjuangan IMM;
c. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah organisasi
mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala
hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan
falsafah Negara;
d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal
adalah ilmiah; dan
154
e. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta'ala dan
senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Kedua, faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor
ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan
berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi
kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan
organisasi-organisasi mahasiswa.
Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih
banyak dipenuhi oleh tradisi, paham dan keyakinan yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Keyakinan dan praktik keagamaan umat Islam termasuk di
dalamnya mahasiswa banyak bercampur baur dengan
takhayyul, bid 'ah dan khurafaf.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI),
keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan konflik
kekuasaan antar golongan dan partai politik. Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) pada masa ini, kendati telah
berusaha menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bagian dari
kekuatan revolusioner, namun HMI tetap menjadi sasaran
PKI untuk dibubarkan seperti halnya organisasi-organisasi
mahasiswa yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa HMI
pada mulanya didirikan dan dibesarkan oleh orang-orang
Muhammadiyah untuk mengembangkan ideologi
STUDI
Muhammadiyah.
KEMUHAMMADIYAHAN Maka berdirinya IMM ikut membantu dan
mempertahankan HMI dari upaya pembubaran oleh PKI.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah merupakan gcrakan mahasiswa
Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan
dan kemahasiswaan, memiliki fungsi:
a. Sebagai organiasi kader, senantiasa bempaya melakukan
proses untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan
potensi manusiawi anggota ikatan sesuai dengan fitrah
yang diberikan Allah SWT. Yakni sebagai kader
persyarikatan, umat dan bangsa;
b. Sebagai organisasi da'wah, senantiasa berupaya untuk
menginternalisasikan dan mensosialisasikan agama
Islam ke dalam segenap dimensi kehidupan,
155
menyadarkan dan meyakinkan anggotanya bahwa ia
berada dalam kaitan dari tanggungjawab sebagai
khalifatiullah fil ardli, pengemban misi Robbani; dan
c. Sebagai eksponen mahasiswa Islam dalam
Muhammadiyah, IMM merupakan bagian dari mata
rantai perjuangan dan gerakan Mahasiswa Islam
Indonesia yang berada dalam Muhammadiyah yang
berusaha memadukan kompetensi aqidah dan intelektual.

5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)


Upaya dan keinginan para pelajar Muhammadiyah untuk
mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah telah dirintis
sejak tahun 1919 dengan adanya Siswa Praja di sekolah-
sekolah. Dengan kegigihan dan kesungguhan para aktivis
pelajar Muhammadiyah untuk membentuk organisasi kader
di kalangan pelajar bana ada titik terang dan mulai
menunjukkan keberhasilan, yaitu ketika tahun 1958 pada
Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut. Pada
Konferensi itu menempatkan organisasi pelajar
Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda
Muhammadiyah, yang kemudian keputusan itu diperkuat
pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah II yang
berlangsung pada 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, dan
memutuskan untuk membentuk IPM.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
Setelah ada kesepakatan antara PP Pemuda
MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah dan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan
dan Pengajaran tanggal 15 Juni 1961 ditandatangani
peraturan bersama tentang organisasi IPM ini. Kemudian
dimatangkan lagi di dalam Konferensi Pemuda
Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961. Dan
ditetapkan tanggal 18 Juli 1961 M bertepatan dengan tanggal
5 Shafar 1381 H sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM). Dan Muktamar ke Muktamar, IPM
mengalami perkembangan sampai dengan Muktamar yang
VII pada 26-30 April 1989 di Cirebon nama IPM menjadi
agenda penting yang belum dapat terselesaikan sehingga
berakibat gagalnya rencana penyelenggaraan Muktamar VIII

156
IPM di Medan yang diganti menjadi Muktamar terbatas di
Yogyakarta.
Dalam Konpiwil (Konferensi Pimpinan Wilayah) IPM
tahun 1992 di Yogyakarta, Menpora RI. Ir. Akbar Tanjung
secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada
IPM untuk melakukan penyesuaian dalam tubuh organisasi.
Konpiwil PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir
direktori organisasi dengan disertai catatan untuk merubah
nama IPM.
Dengan berbagai pertimbangan pada tanggal 18
Nopember 1992 nama IPM resmi diganti menjadi Ikatan
Remaja Muhammadiyah (IRM). Setelah perubahan nama
IPM menjadi IRM, Muktamar IRM yang pertama
dilaksanakan pada tanggal 3-7 Agustus 1993.
Setelah berlalu pemerintahan yang represif dan dengan
bangkitnya gerakan reformasi, juga melalui perdebatan yang
cukup lama akhirnya Muktamar IRM VI di Solo, Jawa
Tengah pada tanggal 23-28 Oktober 2008, kata "remaja"
pada IRM dikembalikan kepada khittahnya, yaitu PELAJAR,
sehingga JRM kembali menjadi IPM (Ikatan Pelajar
Muhammadiyah).

6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah


STUDI
Berdirinya Tapak
KEMUHAMMADIYAHAN Suci Putra Muhammadiyah memiliki
sejarah yang panjang, seiring dengan perjuangan rakyat
Indonesia dalam mempertahankan eksistensi bangsa dari
penjajahan bangsa lain. Sekitar tahun 1925 s/d 1951 di
kampung Kauman banyak sekali berkembang aliran pencak
silat yang berbau ajaran Islam maupun yang menyimpang
dari ajaran Islam.
Bermula dari desakan anak, murid perguruan Kasedu
kepada pendekar Moh. Barie Irsjad, agar dapat didirikan satu
perguruan yang menggabungkan semua perguruan yang
sejalur. Didasari atas keprihatinan dengan merosotnya
kegiatan para pendekar besar dalam mengembangkan pencak
silat, disamping kekhawatiran makin terpecah belahnya
perguruan pencak silat.
157
Dengan dasar pengertian bahwa kekuatan dapat
disatukan dan tidak akan ada lagi lahimya perguruan dari
aliran yang sama, pendekar Moh. Barie Irsjad dapat
menerima kenyataan itu. Setelah melalui berulang kali
sarasehan, kemudian restu diberikan dengan pengertian
"perguruan nanti adalah kelanjutan dari perguruan di
Kauman yang didirikan sejak tahun 1925 dan berkedudukan
di Kauman".
Dalam menyiapkan segala sesuatunya untuk berdirinya
perguruan, dibentuk 2 (dua) tim, yaitu:
a. Tim organisasi diketuai oleh Irfan Nadjam
b. Tim perguruan diketuai oleh Moh. Rustam Djundab.
Segala perangkat dan prasarana yang telah disiapkan
dibawa dalam pertemuan pendekar tanggal 1 Juli 1963.
Pembahasan organisasi tidak mengalami banyak kesulitan.
Perumusan keilmuan untuk metode pendidikan siswa banyak
menemui persoalan. Hal ini disebabkan karena telah
disepakati bahwa lahirnya Tapak Suci bukan lahirnya aliran
baru.
Berkat kebesaran pendekar-pendekar terdahulu yang
sudah mampu memandangjauh ke depan dengan melebur
perguruan Kauman yang telah ada sejak 1925, maka atas
rahmat Allah SWT lahirlah perguruan Tapak Suci secara
resmi pada tanggal 31 Juli 1963 bertepatan dengan tanggal
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
10 Rabi'ul Awwal 1383 H. Kelahiran perguruan Tapak Suci
MUHAMMADIYAH
ditandai dengan sebuah pertemuan terbuka yang dihadiri
segenap tokoh-tokoh persilatan dari masyarakat umum, yang
bertempat di Gedung Pesantren Aisyiyah Kauman
Yogyakarta.
Dengan melihat perkembangan dan potensi Tapak Suci
yang telah berperan besar untuk umat Islam, bangsa dan
negara dalam menentang PKI, KH. Ahmad Badawi ketua PP
Muhammadiyah memandang Tapak Suci tepat sekali
dijadikan wadah pengkaderan Muhammadiyah. Untuk itu
dalam sidang Tanwir Muhammadiyah tanggal 28 Juli-1
Agustus 1967, Tapak Suci ditetapkan sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah.

158
Tapak Suci Putra Muhammadiyah lahir dan berkembang
untuk menjadi pelopor pengembangan pencak silat yang
metodis dan dinamis dengan dasar;
a. Membina pencak silat yang berwatak serta
berkepribadian Indonesia, bersih dari ilmu sesat dan
syirik;
b. Mengabdi perguruan untuk perjuangan agama serta
bangsa dan negara;dan
c. Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus
merupakan tindakan-tindakan kesucian,
Tapak Suci Putra Muhammadiyah mengajarkan pencak
silat sebagai olah ragawi yang menyeimbangkan antara lahir
dan batin dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Jadi,
iman dan akhlak anak didik Tapak Suci merupakan sumber
kekuatan yang berasal dari Allah dan sama sekali bukan
berasal dari manusia itu sendiri.

7. Pandu Hizbul Wathon


Hizbul Wathon disingkat HW; yang artinya pembela
tanah air. HW adalah nama gerakan kepanduan dalam
Muhammadiyah, dengan status Organisasi Otonom (Ortom),
yang bergerak khusus dalam kepanduan.
Pandu HW didirikan oleh KH. Ahmad Dahtan pada
tahun 1918, dengan nama Padv-inder Muhammadiyah.
Tokoh perintisnya yang terkenal adalah Siraj Dahlan dan
STUDI
Sarbini. Atas usul KH. Agus Salim istilah Belanda,
KEMUHAMMADIYAHAN
padvinder diindonesiakan menjadi "Kepanduan
Muhammadiyah". Pada tahun 1920, atas usul KH. R. Hajid
kepanduan Muhammadiyah dinamakan Pandu Hizbul
Wathon (disingkat Pandu HW).
Pandu HW pernah dilarang bergerak oleh pemerintah
pendudukan Jepang dalam perang dunia H tahun 1942-1945,
namun terus bergerak aktif menghadapi penjajah Belanda,
bahkan panglima besar TNI Jenderal Sudirman adalah guru
dan pembina Pandu HW Ketika itu Sudirman yang sedang
menjadi pimpinan Pandu HW ketika Soekarno memintanya
untuk menjadi panglima TNI, tidak langsung menyatakan
sedia, tetapi lebih dahulu meminta persetujuan Pimpinan
159
Pusat Muhammadiyah. Akhirnya Sudirman pun disetujui
oleh Pimpinan Pusat untuk menjadi panglima TNI.
Pada tahun 1961, dengan Kepres No. 238 Tahun 1961,
HW dilebur menjadi satu dalam Pramuka. Setelah kekuasaan
Orde Baru berakhir, dan terbitnya fajar menyingsing era
Reformasi, maka pada tanggal 18 November 1999
bersamaan dengan Milad Muhammadiyah ke-75 (menurut
hitungan Masehi), HW bangkit kembali dan dikukuhkan
dalam Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000.
Sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, maka
struktur HW sejalan dengan struktur organisasi Persyarikatan
yang disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
ranting :
Tingkatan
Muhammadiyah Hizbul Wathan
Organisasi
Nasional Pimpinan Pusat Muh. Kwartir Pusat HW
Provinsi Pimpinan Wilayah Muh Kwartir Wilayah
Kabupaten Pimpinan Daerah Muh. Kwartir Daerah
Kecamatan Pimpinan Cabang Muh. Kwartir Cabang
Desa Pimpinan Ranting Muh. Qobilah

Jati diri Kepanduan Hisbul Wathon ditandai dengan :


a. Identitas Kepanduan Hizbul Wathon:
1) Kepanduan Hizbul Wathon adalah sistem
pendidikan anak, remaja dan pemuda, di luar
SISTEMdan
lingkungan keluarga GERAKAN DAN
sekolah, ORGANISASI
dalam membentuk
MUHAMMADIYAH
warga masyarakat Islami yang berguna dan
berakhlak mulia, dengan metode kepanduan.
2) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathon adalah
organisasi otonom Muhammadiyah, yang
mengkhususkan pendidikan anak, remaja dan
pemuda agar menjadi warga masyarakat yang
mandiri dan berakhlak mulia, dengan metode
kepanduan yang Islami.
b. Sifat Kepanduan Hizbul Wathon (HW);
1) Terbuka, artinya dapat menerima siapa saja yang
memenuhi syarat menjadi anggota.

160
2) Sukarela, artinya tidak ada paksaan atau perintah
untuk menjadi anggota.
3) Nasional, artinya diperuntukkan bagi bangsa
Indonesia, bergerak di bumi Indonesia dalam rangka
mencerdaskan bangsa.
4) Islami, sebagai salah satu dari organisasi otonom
Muhammadiyah, yang mengemban misi dan visi
Persyarikatan.
c. Ciri khas Kepanduan Hizbul Wathon
Ciri khas Kepanduan HW ditandai dengan prinsip dasar
dan metode pendidikan:
1) Prinsip Dasar yang harus dipatuhi adalah:
a) Pengamalan aqidah islamiyah.
b) Pembentukan dan pembinaan akhlak mulia
menurut ajaran Islam.
c) Pengamalan Kode Kehormatan Pandu.
d) Pendidikan di luar lingkungan keluarga dan
sekolah.
e) Satuan dan kegiatan terpisah antara putera dan
puteri.
f) Tidak terkait dan berorientasi kepada partai
politik atau golongan tertentu.
2) Metode Pendidikan yang diterapkan adalah:
a) Kegiatan dilakukan di alam terbuka.
b) Pendidikan dengan metode yang menarik,
STUDI
menyenangkan dan menantang.
KEMUHAMMADIYAHAN
c) Pemberdayaan anak didik dengan penerapan
sistem beregu.
d) Penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda
kecakapan.

Kesimpulan

161
1. Muhammadiyah menetapkan unsur pembantu penyelenggara
amal usaha dalam tugas khusus. Dan lainnya, berupa Majelis dan
Lembaga.
2. Majelis-majelis terdiri atas: Majelis Tarjih dan Tajdid, Majelis
Tabligh dan Dakwah Khusus, Majelis Pendidikan Tinggi
Penelitian dan Pengembangan, Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah, Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat,
Majelis Ekonomi dan, Kewirausahaan, Majelis Wakaf dan Zakat
Infaq, Shadaqah (ZIS), Majelis Pendidikan Kader, dan Majelis,
Pemberdayaan Masyarakat.
3. Lembaga-lembaga yang dibentuk yaitu; Lembaga, Hikmah dan
Kebijakan Publik, Lembaga Hubungan dan Kerjasama Luar
Negeri, Lembaga Hukum, Lembaga Lingkungan Hidup,
Lembaga Pustaka dan Informasi, Lembaga Pembinaan dan
Pengawas Keuangan, dan Lembaga Seni dan Budaya, Lembaga
Pengembangan Pondok, Lembaga Dakwah Khusus.
4. Muhammadiyah juga memiliki beberapa ortom, yaitu 'Aisyiyah
(sebagai ortom khusus, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatui
'Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, Tapak Suci Putra Muhammadiyah, dan Pandu
Hizbul Wathon.

SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI


MUHAMMADIYAH
Bab 5
Muhammadiyah dan Kiprah
Sosial Kemasyarakatan

Isi: Tujuan Pembelajaran :


Pengertian Pembaharuan Agar Warga Belajar dapat :
1. Muhammadiyah dan 1.
Pendidikan Muhammadiyah dengan sistem
2. Muhammadiyah dan lainnya.

162
Sosial Budaya 2.
3. Muhammadiyah dan Muhammadiyah dalam
Ekonomi mencerdaskan bangsa
4. Muhammadiyah dan 3.
Politik Muhammadiyah dalam bidang
5. Muhammadiyah dan sosial budaya
Tantangan Ghazwul Fikri 4.
ekonomi Muhammadiyah dalam
kehidupan riil.
5.
para pemimpin
Muhammadiyah terdahulu
6.
Islam kontemporer.

Muhammadiyah adalah organisasi Islam tertua di Indonesia


yang hingga sekarang masih tetap berdiri kokoh. Muhammadiyah
juga telah menunjukkan kiprahnya dalam membangun masyarakat
Indonesia di seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, banyak
atribut yang di alamatkan kepada Muhammadiyah. Antara lain,
adalah bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis,
gerakan pendidikan, gerakan ekonomi, gerakan sosial-keagamaan,
gerakan pembaharu; dan bahkan sebagai gerakan politik.
Dikatakan sebagai gerakan modernis karena Muhammadiyah
dalam perjalanannya tidak terlalu risau dengan budaya modern dan
sangat kritis terhadap tradisi yang dianggap menyimpang dari aqidah
Islam. Muhammadiyah juga bertujuan mengadaptasikan ajaran-
STUDI
ajaran Islam ke dalam kehidupan dunia modern di Indonesia Disebut
KEMUHAMMADIYAHAN
sebagai gerakan sosial-keagamaan karena Muhammadiyah
memberikan tekanan yang amat besar terhadap santunan sosial,
seperti yang tampak dalam banyaknya jumlah panti asuhan dan
rumah sakit yang dimiliki Muhammadiyah. Gerakan pendidikan
yang dialamatkan kepada Muhammadiyah dapat dilihat dari betapa
besarnya lembaga pendidikan yang diselenggarakannya mulai dari
tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Muhammadiyah juga diberi
atribut sebagai gerakan pembaharu yang berarti senantiasa
melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap ajaran Islam,
sehingga Islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
163
Muhammadiyah juga disebut sebagai gerakan politik meskipun
bukan sebagai organisasi politik dan tidak membentuk partai politik,
namun memiliki pengaruh dalam kebijakan politik di Indonesia.
Pada bab ini akan diuraikan secara singkat keterkaitan antara
Muhammadiyah dengan beberapa bidang kehidupan, yaitu bidang
pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, politik, dan tantangan ghazwiti
fikr.

A. Muhammadiyah dan Pendidikan


Ahmad Dahlan, ketika mendirikan Muhammadiyah pada
tahun 1912, langsung mengkonsentrasikan kegiatan pada bidang
pendidikan dan pengajaran. Saat itu Pemerintah Hindia Belanda
membatasi kegiatan pendidikan bagi pribumi. Menurut Ahmad
Dahlan, nilai dasar pendidikan yang perlu ditegakkan dan
dilaksanakan untuk membangun bangsa yang besar adalah:
1. Pendidikan Akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan
karakter manusia yang baik berdasarkan al-Qur'an dan
Sunnah;
2. Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang
berkeseimbangan antara perkembangan mental dan jasmani,
keyakinan dan inteiek, perasaan dan akal, dunia dan akhirat;
dan
3. Pendidikan Sosial, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
Hingga sekarang konsep pendidikan tersebut masih terus
dihidupkan. Masyarakat secara
MUHAMMADIYAH luas KIPRAH
DAN mengidentikkan
SOSIAL
Muhammadiyah dengan lembaga pendidikan. KEMASYARAKATAN
Gerakan dakwah
amar ma'ruf nahi munkar-nya sangat efektif dilakukan lewat
pendidikan dan kesejahteraan sosial.
Lembaga pendidikan yang didirikan Muhammadiyah terus
berkembang. Bahkan boleh dikatakan sebagai "raksasa
pendidikan" dan yang bisa mengimbangi jumlah pendidikan
milik Muhammadiyah hanya negara. Tidak ada lembaga atau
organisasi lain yang memiUki lembaga pendidikan menyamai
Muhammadiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah berdiri
di hampir seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai

164
Merauke, dengan jejang yang sangat beragam, mulai dari Taman
Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.
Dalam buku Islamic Movement in Indonesia, yang
diterbitkan Pengurus Pusat Muhammadiyah, diungkapkan
jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah dari TK sampai
Perguruan Tinggi tidak kurang dari 9.500 unit. Selain selumh
jenjang pendidikan telah dirambah, lembaga pendidikan
Muhammadiyah pun amat beragam mulai dari sekolah umum,
sekolah al-Qur'an sampai kejuruan. Jumlah maupun ragam
lembaga pendidikan Muhammadiyah diperkirakan akan terus
bertambah, seperti yang dilaporkan oleh Pimpinan Daerah
Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dalam
Muktamar ke-43 di Jakarta bahwa daerah-daerah akan
mengusulkan pendirian sekolah-sekolah menengah dan
Perguruan Tinggi baru.
Menurut database Persyarikatan, lembaga
Muhammadiyah terdistribusi sebagai berikut;
No Jenis Amal Usaha Jumlah
1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.252
3 Sekolah Menengah Pcrtama (SMP)/MTs 1.111
4 Sekolah Menengah Atas (SIMA)/SMK/MA 1.291
5 Pondok Pesantren 67
6 Perguruan Tinggi Muhammndiyah 171
7 Rumah Sakit. Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 2.119
8 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga. dll. 318
9 Panti jompo 54
STUDI
10 Rehabilitasi Cacat
KEMUHAMMADIYAHAN 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) 71
12 Masjid 6.118
13 Musholla 5.080
14 Tanah 20.945.504 m2

Salah satu ciri khas yang dimiliki oleh lembaga pendidikan


Muhammadiyah adalah adanya kurikulum tambahan dalam
bidang keislaman. TK, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
diberi pelajaran keislaman dengan muatan yang cukup banyak,
misalnya: mata pelajaran Aqidah, Akhlaq, Ibadah/Mu'amalah,
165
Al-Qur'an, Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan
Kemuhammadiyahan. Demikianjuga di tingkat Perguruan
Tinggi, mata kuliah Studi Islam dan Kemuhamamdiyahan
diajarkan secara memadai.
Majelis yang secara khusus mengurusi bidang pendidikan
dalam Muhammadiyah adalah Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti).
Majelis Dikdasmen mengurusi lembaga pendidikan dasar dan
pendidikan menengah yang dimiliki Muhammadiyah, seperti
TK, SD. MI, SW, MTs, SMA, MA, dan SMK. Majelis
Dikdasmen secara struktural terdapat di Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dan
Pimpinan Ranting. Sedangkan Majelis Dikti adalah lembaga
yang mengurusi lembaga pendidikan tinggi yaitu Perguruan
Tinggi Muhammadiyah (PTM). Majelis ini hanya ada di
Pimpinan Pusat.
Potensi gerakan Muhammadiyah untuk membangun dan
mencerdaskan masyarakat cukup besar dengan sejumlah
lembaga yang relatif stabil dan terorganisasi dengan baik,
khususnya di bidang pendidikan dan lebih khusus lagi
pendidikan tinggi. Demikian pula sumber daya manusia
unggulan yang berada di dalam sistem organisasi tersebut
dengan fasilitas yang cukup memadai. Sayangnya, berbagai
peluang itu belum banyak diambil ketika gerakan ini
terperangkap dalam rutinitas dan kebekuan birokrasi amal
usahanya. Namun, untuk memenuhi fungsi tersebut secara
optimal, aktivis gerakan ini perlu mengembangkan
kemampuannya membaca MUHAMMADIYAH
hasanah IslamDAN KIPRAH
klasik SOSIAL
(kitab kuning)
KEMASYARAKATAN
yang selama ini terlupakan akibat terperangkap di dalam
modernisasi pendidikan Islam tanpa sikap kritis.
Dalam Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000, program
umum bidang pendidikan meliputi enam item, sebagai berikut:
1. Memprioritaskan pengembangan kualitas dan misi
pendidikan Muhammadiyah di seluruh jenjang melalui
perencanaan strategis yang dapat mencapai tujuan
pendidikan sebagaimana cita-cita pendiri Muhammadiyah
dan sekaligus menjadi ciri khas pendidikan Muhammadiyah
sebagai institusi pendidikan dan kebudayaan Islam;
166
2. Memasukkan fungsi kaderisasi (pengkaderan) dalam
perencanaan strategis dan penyelenggaraan pendidikan
Muhammadiyah di seluruh jenjang untuk menghasilkan
lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan
Muhammadiyah, yaitu manusia Muslim yang berkhlaq
mulia, cerdas dan berguna bagi umat dan bangsa;
3. Menyiapkan pendidikan Muhammadiyah di seluruh jenjang
dalam memasuki persaingan yang keras dan kualitatif pada
era globalisasi dengan kemampuan mengembangkan ciri
khas pendidikan Islam yang dapat menjadi model
keunggulan di masa depan;
4. Pengembangan sekolah-sekolah unggulan hendaknya tidak
mengarah pada eksklusifisme dan semata-mata
mengembangkan kualitas kognisi dan skill dari subjek didik;
dan
5. Khususnya mengenai Taman Kanak-Kanak Bustanul Athfal,
Playgroup, Taman Pendidikan al-Qur'an dan pendidikan
informal serta nonformal lainnya hendaknya dijadikan
wahana persemaian penanaman iman, akhlaq/kepribadian
dan kreativitas yang sesuai dengan dan tidak mematikan
perkembanganjiwa anak-anak.

B. Muhammadiyah dan Sosial-Budaya


Pada tahun 1917, Muhammadiyah mendirikan suatu
perkumpulan yang diberi nama "Pengajian Malam Jumat".
Pengajian ini merupakan forum dialog dan tukar pikiran antar
keluarga dan warga Muhammadiyah sendiri dengan anggota
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
masyarakat yang menaruh simpati terhadap gerakan dan tujuan
Muhammadiyah. Dari dialog dan pembicaraan yang terus
berkembang akhirnya mendorong terbentuknya suatu satuan
kerja bagi para mubaligh atau juru dakwah (da'i) yang disebut
"Korps Mubaligh Keliling". Di samping itu. Dibentuk pula
satuan kerja yang diberi nama "Penyantunan dan Perbaikan
Kehidupan Yatim Piatu, Fakir Miskin dan Orang yang ditimpa
Musibah/Kesusahan", dengan tugas pokok memberi" kan
santunan kepada mereka yang menderita.

167
Berbagai pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam
forum Pengajian Malam Jum'at, di kemudian hari menjadi latar
belakang berdirinya dan dibentuknya berbagai Badan Pernbantu
Pimpinan yang sekarang dikenal dengan Majelis atau Bagian,
seperti Korps Mubaligh Keliling mendorong terbentuknya
Majelis Tabligh. Penyantunan dan perbaikan kehidupan
mendorong dibentuknya Majelis Pembina Kesejahteraan Umat
(PKU) yang mempunyai tugas: (1) penyantunan fakir miskin dan
anak-anak yatim-piatu serta anak gelandangan; dan (2)
menyantuni orang-orang yang sakit (kesehatan). Setelah mampu
mendirikan Rumah Sakit pada tahun 1938, pembebasan beaya
pengobatan bagi fakir-miskin diusahakan, di samping
membangun rumah fakir-miskin.
Pada Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta,
peningkatan penyantunan kaum dhu'afa menjadi tema
Muktamar, setelah diketahui bahwa rakyat Indonesia masih ada
27 juta yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam Muktamar
disepakati bahwa yang dimaksud dengan kaum dhu'afa adalah
kaum lemah, fakir-miskin yang tidak mempunyai penghasilan,
tidak mampu karena lanjut usia, cacat mental dan fisik yang
memerlukan santunan secara terus-menerus. Secara khusus,
pengertian dhu'afa juga mencakup kaum yang mempunyai
penghasilan, tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidup yang layak
sehingga memerlukan bantuan modal, pendidikan keterampilan,
managemen dan teknologi untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya.
Pendidikan kaum dhu'afa yang selama ini telah
dilaksanakan oleh Muhammadiyah perlu ditingkatkan dan
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
diitensifkan yang ditujukan kepada prinsipKEMASYARAKATAN
"memberi kail, bukan
memberi ikan" terbadap individu dan atau kelompok masyarakat
dengan mengusahakan faktor-faktor produksi yang terdiri dari:
(1) lahan, (2) modal, (3) managemen, dan (4) teknologi.

1. Menyantuni Anak Yatim


Sejak awal Muhammadiyah didirikan oleh pendirinya,
KH. Ahmad Dahlan, memiliki kepedulian yang besar
terhadap nasib anak yatim-piatu. Semula pada setiap
pengajian rutin malam Jum'at yang diadakan oleh Ahmad
168
Dahlan selalu mengkaji secara intensif tentang pelaksanaan
firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Ma'un.
Begitu besar perhatian KH. Ahmad Dahlan terhadap
surat al-Ma'un tersebut dengan keinginan yang sangat besar
untuk tidak menyandang gelar "pendusta agama", Oleh
karena itu, seolah-olah penyantunan yatim-piatu menjadi
persyaratan berdirinya sebuah Cabang Muhammadiyah di
suatu tempat. Telah dikenal oleh umum bahwa adanya
kegiatan Muham-madiyah ditandai adanya Panti Asuhan
Yatim-Piatu (PAYP). Khusus PAYP Putra diurusi oleh
Muhammadiyah, sedangkan yang Putri menjadi tanggung
jawab 'Aisyiyah.
Dalam buku Profil dan Direktori Amal Usaha
Muhammadiyah dan Aisyiyah Bidang Sosial yang
diterbitkan oleh Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial dan
Pengembangan Masyarakat Pimpinan Pusat disebutkan
bahwa sampai pada tahun 2000 Muhammadiyah memiliki
168 Panti Asuhan yatim piatu dan fakir miskin, dengan
jumlah anak 7.935 anak asuh.
Selain itu, Muhammadiyah juga sedang
mengembangkan amal sosial berupa pemberian bantuan dan
pembinaan anak asuh bagi orang yang tidak mampu. Adapun
jenis bantuan yang diberikan antara lain;
a. Bantuan uang bayaran SPP;
b. Bantuan uang dan alat-alat keperluan sekolah;
c. Bantuan pinjaman sementara untuk menunjang usaha
produktifusaha anak asuh; dan
STUDI
d. Bantuan bahan pangan untuk peningkatan gizi.
KEMUHAMMADIYAHAN

2. Mengembangkan Seni Budaya


Muhammadiyah memiliki kepedulian yang cukup
terhadap kebudayaan khususnya tentang sent, sehingga
pernah memiliki lembaga yang disebut ISBM (Ikatan
Seniman dan Budayawan Muhammadiyah). Lembaga ini
tidak bisa berkembang seperti yang diharapkan, karena
masih ada saja kendala-kendala yang dihadapi, baik dari
dalam diri Muhammadiyah yaitu kurangnya dukungan dari
ulama-ulama, maupun dari luar, yaitu kondisi politik yang
169
belum kondusif. Baru menjelang Muktamar Muhammadiyah
ke-42 di Yogyakarta gairah seni Muhammadiyah muncul
kembali, dengan ditampilkan berbagai macam kesenian
untuk menyemarakkan Muktamar, salah satunya adalah
Lautan Jilbab karya Emha Ainun Najib.
Pada Mukatamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta
tersebut, masalah kebudayaan mendapatkan porsi perhatian
yang memadai dari peserta Muktamar, dan akhirnya masuk
dalam keputusan Muktamar. Hal ini bisa dilihat dalam
Program Muhammadiyah periode 1990-1995 pada sub E
tentang Kebudayaan, yaitu:
a. Meningkatkan perhatian terhadap masalah-masalah
sosial budaya, seperti kesenian, perkembangan dan
perubahan masyarakat termasuk budaya tradisional, gaya
hidup masyarakat. kepariwisataan, olah raga, dan aspek-
aspek sosial budaya lainnya yang mempengaruhi
perkembangan masyarakat, disertai upaya-upaya
pengembangan hazanah budaya Islam, sehingga
kehadiran Muhammadiyah mampu memberikan
supremasi kebudayaan di tengah perbenturan budaya-
budaya duniawi dewasa ini;
b. Mengembangkan seni budaya profetik dan religius yang
mampu mendorong dan membangkitkan fitrah
kemanusiaan dan mendekatkan manusia kepada Allah
dengan simbol-simbol yang mudah diterima masyarakat
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
dalam kerangka dakwah Islam; dan
KEMASYARAKATAN
c. Memberikan panduan terhadap gaya hidup masyarakat
yang makin modern dengan kecenderungannya yang
pragmatis, konsumtif, materialistis, dan hedonistik,
dengan pendekatan dan menggunakan simbol-simbol
budaya alternatif dalam kerangka kebudayaan sesuai
ajaran Islam. Untuk menangani program ini dibentuklah
sebuah Majelis Kebudayaan.
Secara lebih tegas lagi Muhammadiyah juga telah
memutuskan cara warganya mengembangkan kehidupan
dalam sent dan budaya. Dalam buku Pedoman Hidup Islami

170
Warga Muham-madiyah yang disahkan dalam Muktamar ke-
44 tahun 2000 di Jakarta disebutkan sebagai berikut:
a. Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi
ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia.
Islam bahkan menyalurkan, mengatur dan mengarahkan
fitrah manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan
manusia sebagai makhluk Allah;
b. Rasa sent sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri
manusia merupakan salah satu fitrah yang
dianugerahkan Allah yang hams dipelihara dan
disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa
dan ajaran Islam;
Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995
ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh)
selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad
(kerusakan), diarar (bahaya), Isyyan (kedurhakaan), dan
ba'id 'anillah (terjauhkan dari Allah); maka pengembangan
kehidupan seni dan budaya di kalangan Muhammadiyah
harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam
sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut Di samping itu juga
diungkapkan bahwa:
a. Seni rupa yang objeknya makhluk bernyawa seperti
patung, hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana
pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah;
b. Serta menjadi haram bita mengandung unsur yang
STUDI
membawa isyydn (kedurhakaan) dan kemusyrikan;
KEMUHAMMADIYAHAN
c. Seni suara, baik seni vokal maupun instrumental, seni
sastra, dan seni pertunjukan pada dasarnya, mubah
(boleh) serta menjadi terlarang manakala seni tersebut
menjurus pada pelanggaran nonna-norma agama dalam
ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual
maupun visual;
d. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana

171
mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau
sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang
berperadaban;
e. Menghidupkan sastra Islam bagian dari strategi
membangun peradaban dan kebudayaan muslim.
Dengan keputusan tersebut Muhammadiyah telah
merespon perkembangan seni dan budaya kontemporer. Hal
ini sekaligus menjawab kritikan terhadap Muhammadiyah
yang dikatakan sebagai gerakan yang tidak apresiatif
terhadap seni dan kebudayaan.

C. Muhammadiyah dan Ekonomi


Kegiatan ekonomi untuk memperkuat finansial bagi sebuah
organisasi. Seperti Muhammadiyah, pada hakikatnyamerupakan
bagian terpenting untuk memperlancar gerakan Muhammadiyah
dalam mencapai tujuannya. Di samping itu, gerakan ekonomi
Persyarikatan Muhammadiyah juga akan berdampak pada
pemberdayaan ekonomi warganya, dengan upaya menciptakan
lapangan kerja dan mengatasi problem pengangguran yang
semakin besar, dan angka kemiskinan yang makin membengkak
yang dapat mengancam eksistensi iman.
Program pembinaan ekonomi umat merupakan kepedulian
sejak lama, karena memang konstituen Muhammadiyah sejak
dahulu adalah kaum pengusaha, pedagang, dan kalangan Islam
kota. Kaum wirausahawan reformis malahDAN
MUHAMMADIYAH sejak lamaSOSIAL
KIPRAH merupakan
KEMASYARAKATAN
perintis perdagangan dan industri di katangan pribumi.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo tahun 1985
Muhammadiyah membentuk Majelis Ekonomi Muhammadiyah.
Majelis tersebut pada dasarnya untuk menanggapi masalah-
masalah ekonomi nasional sebagai pandangan Muhammadiyah.
Dengan kata lain tugasnya lebih menjurus pada advokasi. Selama
10 tahun, Majelis Ekonomi Muhammadiyah tidak memiliki
kegiatan yang nyata dalam pembinaan ekonomi umat, walaupun
sudah mengarah ke situ. Baru pada Muktamar ke-43 di Aceh
nama Majelis Ekonomi Muhammadiyah dipertegas menjadi
Majelis Pembina Ekonomi. Muhammadiyah dan mulai
172
mengembangkan misi membina ekonomi umat. Program
pembinaan ekonomi umat menjadi sateh satu program unggulan
Muktamar.
Sejak periode kepengurusan Muktamar ke-43, kegiatan
Majelis Pembina Ekonomi mulai diarahkan. Hal ini dilakukan
dengan penyusunan sebuah program yang didasarkan pada
konsep misi dan visitertentu. Pada dasarnya, Majelis Pembina
Ekonomi membina ekonomi umat melalui tiga jalur, yaitu :
1. Mengembangkan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang
merepresentasikan kekuatan ekonomi organisasi
Muhammadiyah;
2. Mengembangkan wadah koperasi bagi anggota
Muhammadiyah; dan
3. Member dayakan anggota Muhammadiyah di bidang
ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik
anggota Muhammadiyah.
Dalam mengembangkan ekonomi itu, Muhammadiyah telah
memiliki aset atau sumberdaya yang bisa dijadikan modal. Aset
pertama, adalah sumber daya manusia, yaitu anggota
Muhammadiyah sendiri, baik sebagai produsen, distributor
maupun konsumen. Kedua, kelembagaan amal usaha yang telah
didirikan, yaitu berupa sekolah, universitas, lembaga latihan,
poliklinik, rumah sakit dan panti asuhan yatim piatu. Ketiga,
organisasi Muhammadiyah itu sendiri sejak dari pusat, wilayah,
daerah, cabang dan ranting.
Dengan aset seperti itu Muhammadiyah membangun kerja
STUDI
sama dengan berbagai lembaga, misalnya dengan Departemen
KEMUHAMMADIYAHAN
Koperasi. Atas dasar kerja sama itu Muhammadiyah
menghimbau pendirian koperasi-koperasi di daerah-daerah. Kini
telah terbentuk iebih dari 550 unit koperasi Muhammadiyah di
seluruh Indonesia.
Elemen format lainnya adalah membentuk sistemjaringan
distribusi waralaba, dengan merek dagang Markaz. Ada tiga
tingkatan Markaz, yaitu tipe minimarket, dengan omzet
Rp.5.000.000,00 lebih per-hari. Tingkat kedua, adalah toko serba
ada dengan omzet Rp. 2.500.000;00 per-hari hingga
Rp.5.000.000,00 per-hari. Sedangkan tingkatan yang ketiga
adalah tipe garase, dengan omzet Rp.600.000,00 ribu hingga
173
Rp.2.500.000,00 per-hari. Untuk mengembangkan Markaz ini,
Majelis Pembina Ekonomi bekerja sama dengan Bank Syariah
Mandiri yang akan menyediakan pembiayaan di seluruh
Indonesia. Menurut rencana, setiap Kantor Cabang
Mnhammadiyah akan membentuk satu minimarket. Para anggota
yang mempunyai rumah di pemukiman strategis dapat pula
mendirikan Markaz dalam segala tipe.
Potensi ekonomi Muhammadiyah telah diaktualisasikan
dengan pembentukan Baital Mal wat Tamwil (BMT). Pada awal
pendiriannya, dalam tempo dua bulan telah terbentuk 29 unit
BMT. BMT dapat dibentuk di hampir setiap kecamatan. BMT
merupakan upaya menghimpun dana dengan sistem syariah.
Dengan dana yang terkumpul tersebut, BMT dapat membantu
nasabah dengan sistem syariah. BMT-BMT itu selanjutnya
menjadi lembaga jaringan untuk penyaluran dana dari lembaga-
lembaga lain, seperti Jaringan Pengaman Sosial.
Dapat disimpulkan bahwa, gerakan ekonomi
Muhammadiyah bisa dijalankan antara lain dengan:
1. Mendirikan koperasi di berbagai jajaran jenis koperasi
sebagai sarana untuk melakukan penguatan ekonomi ummat;
2. Mendirikan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM)
dalam berbagai bidangjasa, perdagangan, pariwisata,
perkebunan, perikanan dan lain-lain ;
3. Lembaga keuangan untuk mendukung usaha-usaha ummat
yaitu PT Modal Ventura, Baitul Mal wa Tamwil (BMT),
BPR Syariah dan lain-lain;
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
4. 4. Sharing dengan berbagai perusahaan yang bonafide dan
KEMASYARAKATAN
kompetitif;
5. Membangun jaringan informasi bisnis, seperti memberikan
berbagai penjelasan informasi kepada warga
Muhammadiyah tentang bagaimana bisnis obat, bahan
tekstil, bahan kimia, rumah makan dan lain-lain. Informasi
ini juga meliputi bagaimana pandangan melakukan kegiatan
produksi, pemasaran jaringannya, tata niaganya dan lain-
lain;
6. Membangun jaringan kerja sama bisnis dengan semua
pengusaha dan koperasi Muhammadiyah untuk saling
membantu, baik dari segi informasi, kiat bisnis maupun
174
pendanaan. Misalnya, dengan mendirikan bermacam-macam
asosiasi bisnis, seperti asosiasi tekstil Muhammadiyah,
asosiasi pengusaha tahu tempe Muhammadiyah, asosiasi
perusahaan wisata Muhammadiyah; dan
7. Melakukan pendidikan keterampilan tentang pengusaha
teknologi produksi, pengemasan, manajemen, pemasaran,
dan pengembangan sampai kepada ekspor-impor.

D. Muhammadiyah dan Politik


Pembicaraan mengenai relasi dakwah dan politik bukanlah
hal baru di Muhammadiyah. Bahkan dapat dikatakan bahwa
"perdebatan" ini telah muncul di awal-awal kelahiran
Muhammadiyah itu sendiri. Pembuktiannya secara otentik dapat
ditelusuri dalam penuturan KRH Hadjid yang sanad-nya
muttashil kepada KH Ahmad Dahlan.
KRH Hadjid adalah seorang alumnus Pondok Pesantren
Termas sekaligus murid termuda KH Ahmad Dahlan, menulis 7
(tujuh) falsafah ajaran dan 17 kelompok ayat Al-Qur'an yang
menjadi pokok wejangan dan pelajaran dari pendiri
Persyarikatan Muhammadiyah. KRH Hadjid berkeyakinan
bahwa berbagai kesulitan yang timbul dalam masyarakat dapat
diatasi dengan ketujuh falsafah tersebut sebagaimana ketujuh
belas kelompok ayat Al-Qur'an dapat dijadikan sebagai
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
pegangan pokok oleh para pewaris Muhammadiyah yang tidak
sedikit di antara mereka telah meninggalkan jiwa/ruhiyah
Muhammadiyah itu sendiri.
Ketika KHA Dahlan menerangkan kelompok ayat ke-12 wa
ana minal muslimm (Al-An’am/6:162-163) :

َ ِّ ‫اي َومَمَ ايِت لِلَّ ِه َر‬


)162(‫الْ َع الَ ِميْن‬
‫ب‬ ِ ‫قُ ل إِ َّن َ يِت‬
َ َ‫صالَ ْ َونُ ُس كي َوحَمْي‬ ْ
)163( ‫َل الْمسلِ ِميْن‬ ِ َ ِ‫ك لَه وبِ َذل‬
َ ْ ُ ُ ّ‫ت َوأَنَا أَو‬ ُ ‫ك أُم ْر‬ َ ُ َ ْ‫َال َش ِري‬
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku

175
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)".

Pada tahun 1918, menurut KRH. Hadjid (ketika itu berusia


23 tahun), diadakan rapat tahunan anggota Muhammadiyah yang
diselenggarakan di depan Madrasah Muhammadiyah Suronatan
Yogyakarta. Pada rapat tersebut dibicarakan tentang AD/ART
Muhammadiyah. KH. Suprapto Ibnu Juraimi, yang berguru
langsung kepada KRH. Hadjid menjelaskan bahwa, ketika itu
terdapat dua pendapat dalam sidang. Pertama, KHA. Dahlan
yang menghendaki agar Muhammadiyah ini tetap sebagai
gerakan dakwah. Kedua, KH. Agus Salim mengusulkan agar
Muhammadiyah menjadi organisasi politik.
Pembicaraan tersebut kemudian dihentikan oleh KH. A
Dahlan dengan mengetuk palu pimpinan sambil berdiri. Ketika
suasana tenang, KH A. Dahlan menggugah para peserta sidang
dengan dua pertanyaan yang menggelorakan jiwa: “Apakah
saudara-saudara szidah mengerti benar tentang Islam dan
apakah artz Islam yang sebenar-benarnya?"; Apakah saudara-
saudara mi senang dan berani menjalankan Islam dengan
sesungguhnya?"
Riwayat terbaca di atas secara eksplisit meneguhkan
keyakinan Pendiri Muhammadiyah agar Persyarikatan ini
berkiprah di ranah dakwah, keagamaan dan kemasyarakatan
serta tidak bergerak pada ranah gerakan
MUHAMMADIYAH DANpolitik
KIPRAHpraktis.
SOSIAL DR.
Haedar Nashir, M.SL, ketua PP Muhammadiyah,KEMASYARAKATANdalam
makalahnya yang berfcajuk "Tantangan Dakwah
Muhammadiyah Dimensi Pendidikan dan Politik" pada Rapat
Kerja Nasional MTDK di Semarang, 20-22 Pebruari 2009
menegaskan, bahwa dengan karakter dan misi sebagai gerakan
dakwah dan tajdid itu, maka Muhammadiyah sejak awal
kelahirannya tidak memilih jalur perjuangan politik dan tidak
menjadikan dirinya sebagai gerakan atau partai politik. Dalam
bahasa sehari-hari sering dinyatakan bahwa Muhammadiyah
adalah gerakan dakwah dan bukan gerakan politik. Deklarasi dan
sekaligus pemagaran diri Muhammadiyah dari politik, khususnya
politik-praktis (politik yang berorientasi pada perjuangan meraih
kekuasaan di ranah negara sebagaimana partai politik,
176
perjuangan di kancah real politics), secara organisatoris dan
kelembagaan kemudian dikukuhkan melalui Khitthah
Muhammadiyah, yang disertai dengan kebijakan-kebijakan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah maupun produk-produk
Permusyawaratan dalam Muhammadiyah dalam
melaksanakannya.
Kristalisasi paham Muhammadiyah yang menyangkut relasi
dakwah dan politik dapat dilacak melalui rumusan-rumusan
khitthah-khitthah perjuangan yang telah digariskan dalam
permusyawaratan Persyarikatan.
Dalam keputusan Tanwir tahun 1967 menjelang Muktamar
ke-38 tahun 1968 dinyatakan tentang beberapa pokok pikiran
yang berkaitan dengan pentingnya Khitthah Perjuangan
Muhammadiyah, yaknl kebulatan sikap/tekad Muhammadiyah
untuk menetapkan diri sebagai "Gerakan Dakwah Islam dan
Amar Ma'ruf Nahi. Munkar di dalam bidang masyarakat".
Dalam Khitthah Perjuangan Muhammadiyah berdasarkan
Keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya menerangkan sebagai
berikut :
1. Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai
dengan khittahnya: Dengan dakwah amar ma'ruf nahi
munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah hams dapat membuktikan secara teoritis
konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil,
STUDI
bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam
KEMUHAMMADIYAHAN
Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil
dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil
yang diridlai Allah SWT. Dalam melak-sanakan usaha itu,
Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
2. Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut
merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan
dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan
Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muktamar
Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang
beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan
masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris
177
dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai
Politik atau Organisasi apapun.
b. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak
asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki
organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.
Secara lebih tegas lagi, sikap Muhammadiyah terhadap
pergerakan di ranah politik praktis terbaca pada "Khitthah
Perjuangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara"
berdasarkan pada Keputusan Tanwir Denpasar 2002 berikut ini:
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan
tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam
menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah,
ibadah, akhlaq, dan mu'dinalat dunyawiyah yang merupakan
satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam
kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan
mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat
mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi
rahmatan lit 'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
2. Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam
KEMASYARAKATAN
kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu
perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar
ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan
sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan
setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan
bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-
langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan
dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai
acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab
dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
3. Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan
perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang
178
berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real
politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-
partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di
tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau
pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik
tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi
kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force)
untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat
masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh
kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
4. Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam
lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek
kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan
masyarakat tidak kalah penting dan strategis dari pada aspek
perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan
kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat
utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar
utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran
kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-
organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah.
Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power
struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam
STUDI
mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal
KEMUHAMMADIYAHAN
dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-
institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku.
Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan
saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat
oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan
negara.
5. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan
(organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi dawah
amar ma'rufnahi munkar senantiasa bersikap aktif dan
konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi
nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta
tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi
kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu,
Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam
179
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan
pada khittah perjuangan sebagai berikut:
a. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam
kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu
aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-
umur al-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi,
dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan
moral yang utama. Karena itu, diperlukan sikap dan
moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah
dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya
kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-
usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara,
baik melalui perjuangan politik maupun melalui
pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan
wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun
kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan
tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai
kemanusiaan. keadilan, perdamaian, ketertiban,
kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.
c. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna
KEMASYARAKATAN
terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat
sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan
hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik
pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-
pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-
prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif
dalam kehidupan negara yang demokratis.
d. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan
politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada
kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-
partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan
dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik
180
yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-
cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal mi perjnangan
politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik
hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan
rakyat dan fcegaknya nilai-nilai utama sebagaimana
yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya
negara Repubhk Indonesia yang diproklamasikan tahun
1945.
e. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan
politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi
munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan
kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan
konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah
secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan
berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat
menuju kehidupan nasional yang damai dan
berkeadaban.
f. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai
hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan
politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah
senantiasa mengembang'kan sikap positif dalam
memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi
STUDI
kritik sesuai dengan prinsip amar ma'rufnahi munkar
KEMUHAMMADIYAHAN
demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang
demokratis dan berkeadaban.
g. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap
anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya
dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-
masing, Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan
tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan
secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan
kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa
dan negara.
h. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya
yang aktif dalam politik untuk benar-benar
melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara
sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung
jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah),
181
keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah').
Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya
memperjuangkan misi Persyarikatan dalam
melaksanakan dakwah amar ma'mf nahi munkar .
i. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak
atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan
dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan
bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan
bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan
berkeadaban.
Dari perspektifnormatif-teologis, sejatinya sikap
Muhammadiyah dalam mendudukkan domain dakwah dan
politik ataupun relasi antar keduanya memiliki pijakan yang
tepat dan jelas. Terbaca dalam Szrah Nabawiyah, tentang
bagaimana Rasulullah SAW bersikap terhadap berbagai tawaran
masyarakat Quraisy, termasuk di antaranya beliau diminta secara
akiamasi untuk menjadi pemimpin bangsa Arab. Tawaran
politik tersebut disikapi dengan sangat cerdas, dan bahkan
dengan bahasa yang puitis. Intinya bahwa, Rasulullah SAW
menolak tawaran politis bergengsi masyarakat Quraisy dan lebih
memilih untuk terus berdakwah secara kulfcural di tengah-
tengah masyarakat Mekah yang kemudian kita kenal sebagai
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
gerakan dakwah sirriyah dan jahriyah. KEMASYARAKATAN

E. Muhammadiyah dan Tantangan Ghazwul Fikr


1. Ghazwul Fikri : Mitos atau Realitas ?
Di kalangan Islam terdapat perbedaan dalam menyikapi
istiiah Ghazwzd Fikri. Sebagian mengatakan bahwa
Ghazwul Fikri adalah mitos belaka, karena perbedaan
pemikiran adalah sesuatu yang lumrah terjadi, yang tidak
perlu dipersoalkan, sehingga terjadinya saling
mempengaruhi antara pemikiran yang satu dengan yang lain
merupakan hal yang biasa, karena semua pemikiran manusia
memiliki kesamaan dan kesetaraan. Istilah Ghazwd Fikri
hanya muncul dari orang-orang yang ketakutan menghadapi
realitas plural pemikiran manusia. Dan hal itu hanya muncul

182
dari orang-orang yang berpikir sempit dalam menghadapi
hidup ini.
Sementara di pihak lain, menyikapi istilah Ghazwul
Fikri. adalah benar adanya. Hal itu disebabkan oleh sebuah
pandangan bahwa pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari
pandangan hidupnya. Pandangan hidup adalah refleksi
kehidupan manusia yang bersumber dari kultur, agama,
kepercayaan, filsafat, ras dan sebagainya. Dengan pandangan
fcersebut, seorang Muslim memiliki pandangan hidup
(worldview) yang berbeda dengan pandangan hidup lain,
misalnya pandangan hidup Barat-Sekuler. Muhammadiyah
adalah merupakan gerakan Islam yang memandang bahwa
Dinul Islam adalah satu-satunya agama yang diterima oleh
Allah, satu-satunya jalan hidup yang wajib diikuti oleh umat
manusia untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. "Islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada para Rasul, sebagai hidayah dan rahmah
Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin
kesejahteraan hidup material dan spiritual, duniawi-ukhrawi.
Agama Islam, yakni agama yang dibawa Nabi Muhammad
sebagai Nabi akhir zaman, ialah agama yang diturunkan
Allah yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi
yang Shahih (Sunnah Maqbulah), berupa perintah-perintah,
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
larangan-larangan, dan petunjuk-pctunjuk untuk kebahagiaan
hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat
kaffah, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-
pisahkan, yang meliputi bidang-bidang aqiclah, akhlak,
ibadah dan mudmalah dunyawiyyah (Baca pula QS. al-
Syu'ra/42:13, Kitab Masalah Lima, dan MKCH
Muhammadiyah).
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata
kepada Allah, agama semua Nabi, agama yang sesuai dengan
fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk manusia,
mengatur hablun minnallah zva habhm minannas, agama
rahmah bagi semesta alam, merupakan satu-satunya agama
yang diridhai Allah, dan agama yang sempurna. (QS. Ali
lmron/3: 19 dan 112).

183
Dengan beragama Islam, setiap Muslim memiliki
landasan tawhidullah, dan menjalankan peran dalam hidup
berupa ibadah (pengabdian vertikal) dan khilafah
(pengabdian horisontal) dan bertujuan meraih ridha dan
karunia Allah. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi
kenyataan dalam kehidupan duniawi, apabila benar-benar
diimani, dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh
Muslimin secara totalitas (kaffah) (QS. Al-Fath/4S: 29, Al-
Baqarah/2:208).
Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan
sungguh-sungguh, akan melahirkan manusia yang memiliki
kepribadian Muslim, kepribadian Mukmin, kepribadian
Muhsin dan kepribadian Muttaqin. Setiap Muslim yang
memiliki kepribadian di atas dituntut memiliki aqidah
berdasarkan al-tawhid al-khalis (tauhid yang bersih) dan
istiqamah, terhindar dari kemusyrikan, bid'ah dan khurafat.
(baca: Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah).
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam pandangan
Muhammadiyah realitas plural pemikiran dan pandangan
hidup manusia meniscayakan terjadinya ghazwul fikri.
Kenyataan ghazwul fikri, juga diakui oleh para pemikir
Barat, seperti Huntington dengan istilah Clash of
Civilization (benturan peradaban), Peter Berger dengan
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
Collision of consciousness (tabrakan persepsi) (Zarkasyi,
KEMASYARAKATAN
Hamid Fahmi, 2005:1).
Gambaran tentang ghazwul fikri, atau benturan
peradaban merupakan skenario yang tidak menyenangkan
banyak pihak, namun ia memiliki unsur-unsur kebenaran
yang dapat dimengerti. Realitas menunjukkan bahwa umat
manusia terkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban.
Karena masing-masing peradaban memiliki karakter yang
berbeda-beda, sudah tentu cara berpikir manusia dalam
masing-masing peradaban itu pun berbeda pula. Jika eara
berpikir, cara pandang terhadap sesuatu, nilai-nilai moralitas
dan sebagainya diimpor oleh atau diekspor kepada
peradaban lain, maka dijamin pasti akan mengakibatkan
pergolakan pada salah satunya. Pada tingkat social akan
mengakibatkan kekagetan budaya (culture shock) dan
184
pergolakan pemikiran. Pada tingkat individu akan
mengakibatkan kerancuan dan kebingungan (confusion)
konseptual, dan pada tingkat peradaban akan mengakibatkan
clash of civilization atau lebih tepatnya clash of worldview
(Zarkasyi, Hamid Fahmi, 2005:1).
2. Benturan Peradaban Barat dan Islam
Skenario clash of civilisation dari Samuel Huntington
merupakan mata rantai dari upaya hegemoni peradaban dan
pandangan hidup Barat atas peradaban Timur, termasuk dan
terutama Islam. Semakin menguatkan hegemoni Barat
tersebut pada abad ini, menunjukkan bahwa yang terjadi saat
ini adalah perang pemikiran antara peradaban Islam dan
kebudayaan Barat, atau pandangan hidup Islam dan
worldview Barat. Tests dan skenario Huntington adalah
merupakan pengakuan dan legitimasi bahwa antara
peradaban Barat dan Islam terdapat perbedaan. Jadi
perbedaan yang diasumsikan mengakibatkan ketegangan,
benturan, konflik, atau pun peperangan di masa depan,
sebenarnya telah terjadi di masa lalu dan masa kini. Ia
bukan sekedar ramalan dan khayalan, tetapi realitas konkret
yang perlu diantisipasi atau setidaknya direduksi
dampaknya. Eksposisi Huntington yang mengatakan bahwa
konflik yang terjadi bukanlah konflik agama dan ideologi,
STUDI
tetapi konflik kultur dan peradaban. Akan tetapi, harus
KEMUHAMMADIYAHAN
disadari bahwa konflik peradaban adalah konflik pandangan
hidup (worldview). Maka istilah ghazwul fikri adalah lebih
relevan, karena saat ini peradaban Barat dengan worldview-
nya. begitu gencar mempengaruhi, menyerang atau
menghegemoni peradaban Islam dengan seluruh seginya.
Perbedaan paradigma pandangan hidup Islam dan Barat
dapat digambarkan sebagai berikut :

185
PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM DAN
BARAT

Worldvicw Islam : Worldvicw Barat :


Asas : Wahyu Al-Our'an) dan Asas : Rasional, spekulatif,
al-hadits) akal pengalaman filosofis
dan intuisi Pendekatan : Dichotomis
Pendekatan : Tauhid (materialisme dan idelisme)
Sifat : oritentasi dan finalitas Sifat : Rasionalitas, terbuka dan
Makna realitas dan kebenaran selalu berubah
berdasar pada kajian Makna realitas dan kebenaran :
metafisir atas dasar wahyu Pandangan sosial, kultural,
Objek Kajian : invisible dan empiris, rasional.
visible. Objek Kajian : Tata nilai
Elemen-elemen : konsep Tuhan, masyarakat
konsep wahyu, manusia, Elemen-elemen : : Agama,
ilmu, agama, kebebasan moraltias, filsafat, politik,
(ikhtiyar) nilai-nilai kelan (hurriyat) persamaan,
moralitas individualisme.

AGAMA SEBAGAI ASAS AGAMA SEBACAI SALAH


SELURUH ELEMEN SATU ELEMEN DARI
PERADABAN SELURUH ELEMEN
PERADABAN

Lebih jauh benturan peradaban Islam dan Barat, dapat


MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
dilihat dari pandangan terhadap IslamKEMASYARAKATAN
dan umat Islam. Pada
fcingkatan tertentu Barat dapat menerima, bahkan menyukai
ide-ide atau pemikiran umat Islam yang sejalan dengan
pemikiran Barat, sebab dengan begitu dalam pandangan
Barat, umat Islam tidak akan menentang agenda Barat.
Terhadap kelompok ini, Barat akan memberikan support
yang signifikan. Namun pada tingkat yang lain, Barat dapat
menentukan kelompok mana yang disukai atau tidak dari
kelompok-kelompok yang ada dalam Islam. Sebuah laporan
186
analisis dari National Security Research Division (Amerika
Serikat), yang berjudul Civil Democratic Islam, Partners
Resources and Strategies, mengemukakan tentang pemetaan
dan strategi menghadapi Islam.
Islam Menginginkan dunia Dukung sepenuhnya:
Moclernis Islam menjadi bagian - P
(Liberal) dari modernitas global. ublika-sikan karya-
lslam harus melakukan karya mereka dengan
modernisasi agar selalu subsidi dana
sesuai dengan - D
perkemmbangan jaman. orong agar mereka
menguasai media
massa
- D
ukungan dana umuk
kajian, penelitian,
diklat yang mengarah
kepada liberalisasi
Islam.
- D
sb.

Islam Menginginkan dunia Dukung dengan hati-hati:


Sekularis Islam memisahkan - M
agama dari negara. enyebarkan
Agama adalah urusan pengakuan bahwa
individu. Bahkan fundamentalisme-
menginginkan lepas dari radikalisme adalah
ikatan-ikatan agama musuh bersama
- H
indarkan agar
kelompok sekular
tidak bergabung
- de
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ngan kelompok anti
Amerika
Dukung pemikiran
bahwa Islam tidak
mengatur kehidupan

187
negara, sehingga
pemusuhan agama dan
negara tidak
membahayakan iman,
bahkan menguatkan
karena banyak persoalan
politik yang bisa
mengotori agama

Klasifikasi Ciri-ciri Saran & Stategi


Islam Menolak Hadapi dan lawan:
Fundamentalis demokrasi, - Menen
demoknitisasi tang penafsiran tentang
dan kultur Barat Islam dan tunjukkan
kerancuannya
- Beber
kan hubungannya dengan
kelompok illegal.
- Munc
ul isu kekerasan,
terorisme. dorong dan
pancing mereka agar
melakukan kekerasan
- Dsb

Islam Konservatisme, Dukung untuk melawan


Tradisionalis curiga terhadap Fundamenlalis :
modernitas. - Terbitk
inovasi- an ketidaksukaan dan kritik
perubahan dan mereka terhadap militansi
peradaban Barat kaum fundamentalis.
- Dukun
g kerja sama antara modernis
dengan tradisionalis yang
dekat dengan modernis.
- Cegah
persatuan tradisionalis dan
fundamentalis
- Dsb.

MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL


188 KEMASYARAKATAN
Dari keempat kelompok tersebut pemikiran Barat yang
mendapat dukungan penuh adalah kelompok modernis
(liberal), karena dianggap sesuai dengan peradaban Barat,
atau setidaknya dapat menerima Barat, sehingga dapat
dijadikan alat pendukung bahkan penyalur hegemoni atas
pemikiran Islam dan umatnya.
Dukungan Barat terhadap Islam Liberal disalurkan
melalui berbagai agensi, seperti Yayasan AMINEF, The
Asia Foundation, Geoge Sorosh Foundation, Tifa
Foundation, Ford Foundation (Amerika Serikat), Canada-
Indonesia Development Agency (Canada), The British
Council (Inggris), dan lain-lain.
Dari sejumlah LSM-LSM asing tersebut yang paling
aktif menggarap umat Islam, khususnya di Indonesia adalah
The Asia Foundation (TAF). Mereka mengatakan, bahwa
dalam rangka mendorong tegaknya nilai-nilai inklusif dan
pluralis dalam masyarakat Muslim Indonesia yang
mayoritas, TAF telah memberikan bantuan kepada berbagai
organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam sejak tahun 1970-
an, yang hingga kini telah mencapi tidak kurang dari 30
ormas dan LSM Islam yang mendapat kucuran dana segar
tersebut.
Seluruh LSM tersebut membawa missi untuk
mengembangkan Islamic Discourse dengan arahan:
a. Islam dipahami dengan pandangan hidup Barat
b. Islam digunakan untuk mendukung kolonialisme dan
hegemoni Barat atas Islam dan dunia Timur umumnya.
c. Islam digunakan untuk mendukung ide-ide Barat.
Dengan arahan waeana keislaman di atas, LSM-LSM
Barat tersebut mendorong untuk diangkatnya isu-isu
mengenai demokratisasi, gender, hak asasi manusia,
pluralisme agama, multikulturalisme, liberalisme,
sekularisme dan relativisme. Program unggulan yang
diangkat adalah Reformasi Pendidikan Islam dan Reformasi
Pesantren.

STUDI 189
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pokok-pokok Pikiran Liberalisasi Pemikiran Islam
Bangunan utama pemikiran Islam terdiri dari konsep dan
terminologi Islam, sumber-sumber pemikiran Islam,
persoalan metodologis mengenai masalah al-tsawabit
(masalah-masalah agama yang baku) dan al-mutaghayyirat
(masalah-masalah agama yang dinamis), dan hubungan
dengan keyakinan dan agama yang berbeda (pluralitas dan
pluralisme agama).
Konsepsi dan terminologi Islam telah menjadi komoditas
yang begitu menarik bagi kaum liberalis untuk menyebarkan
virus-virus pemikiran yang membahayakan bagi aqidah dan
keyakinan Islam. Upaya tersebut dilancarkan dengan
melakukan reduksi pemahaman terhadap terminologi Al-
Islam dan mengaburkan antara konsep "islam" dengan "Al-
Islam". Reduksi ini diawali dengan membawa terminologi
Al-Islam menjadi "islam" dan mengalihkan makna
terminologis menjadi makna generik-etimologis.
Dengan demikian Al-Islam dianggap sama saja dengan
'islam' yang hanya bermakna "kepasrahan" kepada Allah.
Dan pengertian generik itulah yang diangkat sebagai makna
substantif Islam. Dengan pengertian tersebut, seseorang
dapat mengabaikan aspek-aspek aqidah dan syari'ah, yang
dipandang sebagai aspek-aspek artifisial dari agama. Dan
ujungnya adalah semua umat beragama selama memiliki
kepasrahan kepada Tuhan yang diyakininya adalah Islam.
Dengan demikian, ayat yang berbunyi inna al-dina
indallah Al-Islam bukan untuk menyatakan bahwa al-Islam
adalah satu-satunya agama Allah, tetapi semua agama dan
pemeluk agama adalah memiliki dan mengandung makna
Islam, yang implikasi berikutnya tidak boleh ada truth claim.
Sorotan berikutnya ditujukan kepada sumber-smnber
ajaran Islam, yakni al-Qur'an dan al-Sunnah. Generasi
Muslim liberal, termasuk beberapa oknum dalam tubuh
Muhammadiyah mencoba untuk melepaskan dan
membebaskan diri dari ikatan-ikatan kaidah dalam
memahami sumber ajaran Islam sebagai dirintis oleh
Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in, serta ulama-ulama
berikutnya, baik salaf maupun khalaf. Modus operandi yang
190 MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
KEMASYARAKATAN
dilakukan, misalnya dengan mencoba membongkar ittifaq
al-ulama' dan ijma' al-ummah, seperti bahwa al-Qur'an
adalah yang mutlak kebenarannya, dan otentik eksistensinya.
Mereka dengan merujuk berbagai pandangan orientalis
kuffar, menyatakan bahwa otentisitas al-Qur'an sebagai
kalamullah perlu diuji ulang, sehingga kebenaran yang
dikandungnya pun perlu digugat ulang.
Kesepakatan umat Islam akan keabsahan mushhaf
Utsmani mulai digugat dan dimunculkan ide al-Qur’an Edisi
Kritis, yang ingin merevisi dan menyunting ulang mushhaf
Utsmani. Ide ini, sudah barang tentu tidak merupakan
pemikiran orisinal pemikiran kaum Islam Liberal, tetapi hasil
"kulakan" dan adopsi atas pemikiran orientalis, terutama
dengan tokohnya Arthur Jeffrey dan tokoh orientalis lainnya.
Kalau al-Qur'an sebagai sumber pertama dan utama
ajaran Islam telah digugat eksistensinya, terlebih-lebih al-
Hadits al-Nahawi, yang "hanya" merupakan sumber
sekunder. Mereka berpandangan bahwa terlalu banyak
nashnash hadits yang harus dibuang sebagai sampah, karena
hanya mempersempit gerak hidup manusia. Penolakan itu
dilakukan dengan berbagai macam dalih dan isu, misalnya
isu gender, HAM, demokratisasi, wacana pluralisme
multikulturalisme dan sebagainya.
Isu penting berikutnya, yang disoroti adalah persoalan
metodologi pumikiran dan pemahaman Islam. Akhir-akhir
ini wacana trntang metodologi pemikiran Islam, termasuk
sebagian kecil di kalangan Muhammadiyah, menggugat
masalah al-tsawabit (masalah-masalah baku) dan masalah
al-mutaghayyirat (masalah-masalah yang berubah), sehingga
yang terjadi adalah kekaburan tentang mana yang terma-suk
dalam masatah-masalah al-din al-mahdhi al-tawqifi, yang
baku, dan mana yang termasuk masalah-masalah yang
bersifat ijtihddiyah yang selalu berkembang.
Misahiya gugatan terhadap keyakinan bahwa Al-Islam
adalah satu-satunya agama yang diterima oleh Allah, yang
selanjutnya dimunculkan aqidah pluralisme, multifaith dan
sejenisnya. Juga munculnya gugatan tentang batas-batas

STUDI 191
KEMUHAMMADIYAHAN
aurat wanita, yang sudah baku batas-batasnya berdasarkan
sabda Rasulultah SAW dalam hadits Bukhari-Muslim.
Isu penting yang tidak kalah menariknya dalam
liberalisasi pemikiran Islam adalah wacana pluralisme
agama, Tema utama yang diangkat dalam masalah ini adalah
pandangan tentang kebenaran agama, keselamatan dan
kebahagiaan dalam kehidupan akhirat. Kecenderungan
pluralisme adalah membawa manusia untuk memandang
bahwa semua agama adalah sama. Sama benarnya, sama
selamatnya. Perbedaan agama satu dengan yang lain
hanyalah pada tataran lahir saja, semenfcara esensi semua
agama hanya satu, sama yakni penghambaan kepada Tuhan.
Munculnya paham pluralisme saat ini mengemuka
dengan dua model. Yang pertama, yang bernuansa
spiritualisme sufistik yang dikenal dengan konsep
transcendent unity of religion, kesatuan agama-agama, yang
dalam dunia tasawuf dikenal dengan konsep wahdat al-
adyan, yaitu karena Tuhan itu satu, maka esensi agama
adalah satu.
Manusia yang telah mencapai maqam haqiqat, maka ia
akan melampaui segala agama. Ia tidak perlu terikat aturan-
aturan syariat. Di kalangan pemikiran Barat Orientalis,
paham ini diusung oleh WC. Smith, yang muaranya akan
membawa pemeluk agama untuk tidak terlalu terikat pada
pendekatan legal-formal dari suatu agama. Sedangkan model
kedua, yang lebih diwarnai oleh perubahan sosial sebagai
akibat dari globalisasi dan globalisme, muncullah konsep
world theology atau global theology. Konsep yang diusung
oleh John Hick ini memandang dengan adanya arus
globalisasi dan paham globalisme tidak ada lagi sekat-sekat
budaya, ideologi, termasuk agama. Semuanya harus
berkumpul dalam rumah pluralisme. Budaya, ideologi dan
agama tidak boleh mengikat manusia secara eksklusif. Demi
kebersamaan dan keterbukaan diperlukan kebersediaan
untuk melepaskan ikatan primordial budaya, ideologi,
termasuk agama.

192 MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL


KEMASYARAKATAN
Persoalan kebenaran dan keselamatan dalam wacana
pluralisme merupakan wacana tahap awal, yang diikuti sikap
apatisme terhadap kaidah-kaidah agama karena paham
sebagaimana disebutkan di muka, dan tujuan akhirnya adalah
paham sekularisme liberal, ini dapat dilihat pada diseminasi
wacana keislaman yang didukung oleh Barat-Sekuler sebagai
berikut :

DISEMINASI WACANA KEISLAMAN VERSI


BARAT-SEKULER

Liberalisme/ Ciri-ciri Umum :


Liberalisasi - Kebenaran ditentukan semata-mata oleh
Pemikiran manusia dengan akal pikirun dan
Islam penginderaannya. (empiris-rasional)
- Agama/ajaran agama hanya dapat
diterima apabila dapat dibenarkan secara akal
pikiran.
- Kebenaran pikiran manusia bersifat
absolutely relative.
- Tidak ada otoritas dalam kehidupan,
termasuk otoritas agama.
- Qaidah-qaidah yang dirintis para Ulama
sudah out of date.

Isu-isu Islam Liberal :


- Henneneiutika al-Quran. dengan
implikasi: (a) Penggugatan atas otentisitas al-
Qur'an dan al-Sunnah, bahkan perlu
dimunculkan Qur'an Edisi Kritis (jiplakan
pemikiran orientalis Arthur Jeffrey); (b) Quran
merupakan Produk Budaya Lokal, yang relative
(Zhanni, seluruh isi Qur'an Zhanni); dan (c)
Hukum Allah tidak ada semua diserahkan
kepada manusia.
- Dekonstruksi Syari'ah
- Pengaburan masalah al-tsawabit dan al-
193
mutaghayyirat, seluruh isi Qur'an Zhanni); dan

(c) Hukum Allah tidak ada, semua diserahkan


STUDI
kepada
KEMUHAMMADIYAHAN
manusia.
- Dekonstruksi Syari'ah
- Pengaburan masalah al-tsawabit dan al-
mutaghayyirflt, semua unsnr Islam adalah al-
mutaghayyirat
- Masalah Pluralisme, Gender, HAM.
Demokratisasi, dsb
Pluralisme - Pluralisme agama memiliki dua aliran,
Agama yang ujungnya tetap sama: (1) aliran kesatuan
transenden agama-agama (transcendent unity of
religion) versi W.C. Smith. Dan (2) teologi
global (global theology) ver.si John Hick. Yang
pertama merupakan protes terhadap arus
globalisasi; sedangkan yang kedua merupakan
kepanjangan tangan dari gerakan glohalisasi.
Ujung dari paham ini adalah Other religions are
equally valid ways to the same truth.
- Kecenderungan merubah makna konsep-
konsep Al-Qur'an yang berkaitan dcngan
konsep ahlul kitab, murtad dan sejenisnya.
- Nikah antar agama, seperti munculnya
buku Fiqh Lintas Agama, Counter Legal Draft
KHI.
- Doktrin relativiame yang akhirnya
mengarah kepada kebenaran agama adalah
relatif.
Sekularisme Al-Immaniyyah;
- Pemisahan antara agama dengan lembaga-
lembaga lain, seperti politik, negara, budaya,
ekonomi dan sebagainya.
- Agama hanyalah umsan invidu dan hanyn
dalam masalah ritual yang tidak berkaitan
dengan kehidupan keduniaan.
- Tidak ada hukum berdasar agama.
- Desakralisasi, Profanisasi.
194
Al-Ladiniyyah:
- Kehidupan manusia tidak memerlukan
agamu. wahyu, karena akal adalah sentral
kehidupan manusia
- Agama adalah candu
MUHAMMADIYAH DANmasyarakat.
KIPRAH SOSIAL
KEMASYARAKATAN
(Dikutip dari Hamid Fahmi Zarkasyi. 2005. Ghazwul Fikri:
Gambaran tentang Benturan pandangan Hidup).

Pergumulan pemikiran Barat dan Islam, yang melahirkan


pemahaman liberal terhadap Islam atau liberalisasi Islam,
seperti pemikiran yang diusung oleh JIL, JIMM, LKiS,
LKPSM-NU, Paramadina, dan sejenisnya.

4. Strategi Muhammadiyah Menghadapi Ghazwul Fikri


Dalam menghadapi tantangan Ghazwul Fikri, dalam
berbagai bentuknya, yang paling pokok menurut hemat
penulis adalah bahwa Muhammadiyah harus istiqamah
dalam khittah. Justru karena konsistensi dan komitmen total
yang diISALMmiliki para pemimpinnya selama ini,
Muhammadiyah menjadi diterima oleh umat,
Muhammadiyah menjadi lestari dan survive dalam masa
yang cukup panjang. Bahkan tidak hanya survive, tetapi
terus berkembang- pesat dalam membangun umat dan
membina bangsa.
Dan ketika konsistensi dan komitmen mulai meluntur
atau mengalami kegamangan dalam dasawarsa terakhir, kita
dapati kegodal-gadulan (istilah Pak AR) Muhammadiyah,
dan keguncangan ideologis, bahkan menyentuh sendi-sendi
gerakan Muhammadiyah.
Konsistensi dan komitmen yang harus tegak dalam
kepemimpinan Muhammadiyah masa depan meliputi
berbagai aspek, yang dalam tulisan ini memfokuskan pada
aspek agama dan ideologi, aspek sosial politik dan aspek
sosial budaya.
a. Konsistensi Agama dan Ideologi
Konsistensi Muhammadiyah sebagai gerakan
tajdidfil Isldni, yang mencakup: (1) gerakan pemurnian
195

STUDI
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam,
yang berdasar kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta
pemahaman salafal-shalih, (2) modemisasi dan
pembahaman bidang manajemen dan gerakan keumatan
dengan tetap berlandaskan orisinalitas ajaran Islam,
mestinya tetap tegak dan tegar di tubuh Muhammadiyah,
dengan dipelopori oleh elite kepemimpinannya.
Konsistensi dalam bidang diniyah ini meniscayakan
Muhammadiyah untuk membentengi diri dari unsur-
unsur yang mengotori pemahaman, pemikiran,
penghayatan dan pengamalan agama, baik yang
bernuansakan TBC (takha-yyul, bid'ah, dan khurafat)
klasik, seperti paham paganisme, tasawuf wihdatul
adyan dan wihdatul wujud, maupun TBC modern seperti
paham Islam liberal-sekular, yang mencoba mengadopsi
berbagai metodologi pemikiran yang datang dari luar
Islam tanpa kritik, yang implikasi berikutnya berbentuk
berbagai penyimpangan dan penyakit sosial, seperti
korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme, yang
melanda negeri ini, termasuk dalam tubuh
Muhammadiyah.
Sekiranya konsistensi ini tetap terjaga di
Muhammadiyah, sudah semestinya tidak perlu gamang
menghadapi kritik tentang kebekuan dan kejumudan
pemikiran Muhammadiyah. Karena kritik itu banyak
dilontarkan oleh kaum pragmatis liberal dan sekular,
meskipun ada juga sedikit kritik yang positif dan
konstruktif. Namun, kalau disimak lebih mendalam,
sebenarnya terlalu banyak kritik yangjustru ingin
mengobrak-abrik tatanan Muhammadiyah bahkan
tatanan Islam, dengan mengaburkan dan
mencampuradukkan masalah-masalah al-tsawabit (hal-
hal baku dalam agama) dan masalah-masalah al-
mutagha-yyirat (hal-hal yang memungkinkan terjadinya
perubahan).
Prinsip Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian
pemahaman, pemikiran, penghayatan dan pengamalan
ajaran Islam merupakan prinsip yang baku yang hams
196

MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL


dipegang teguh. Muhammadiyah ingin diobrak-abrik,
dengan paham liberal-sekular dengan menawarkan teori
relativisme, yang mengandaikan bahwa tidak mungkin
seseorang mencapai kebenaran yang hakiki dalam
beragama, dan dengan itu tidak mungkin pula seseorang
dapat mencapai kepada orisinalitas dan otentitas ajaran
Islam, sehingga Muhammadiyah tidak perlu
mempertahankan prinsip purifikasinya. Muhammadiyah
harus mengganti prinsip puritanisme dengan paham
pluralisme, multikulturalisme dan liberalisme sekular.
Pengaruh liberalisme-sekular yang sedikit demi
sedikit menggusur komitmen pemurnian ajaran Islam ini
telah membuat Muhammadiyah lengah, lalai dan pongah
terhadap nilai-nilai aqidah, ibadah, mu'amalah dan
akhlak Islam. Sebagai contoh konkret kelalaian itu
adalah mudahnya Muhammadiyah mengundang
foundation asing (non Islam) sebagai donor untuk
berbagai kegiatannya, bahkan dalam kegiatan yang
sangat prinsip, seperti pendidikan (seperti civic
education dengan the asia foundation), pengembangan
manhaj dakwah dan tarjih (kasus dakwah kultural dan
beberapa halaqah tarjih dengan the ford foundation) dan
kajian fiqh Islam (kasus fiqh perempuan dengan the asia
foundation) dengan tidak menipertanyakan kehalalan
atau keharaman dana yang diterima. Di samping itu,
LSM-LSM tersebut selama ini terbukti menyebarluaskan
virus yang merusak aqidah Islam.
Akhirnya hasil kajian-kajian tersebut mengarah
kepada penggugatan dan penggusuran prinsip pemurnian
dan kemurnian ajaran Islam, dengan diakomodasinya
kembali paham paganisme (TBC klasik) dengan dalih
perluasan mitra dakwah, pengembangan sikap empati
terhadap kelompok lain, serta masuknya secara
hegemonik paham liberisme, multikulturalisme dan
liberalisme-sekular.
Kegamangan atas kritik pemikiran Islam
Muhammadiyah, juga melanda cara pikir Majelis Tarjih,
terutama setelah ditambah dengan Pengembangan
197

STUDI
Pemikiran Islam. Yang terjadi tidak menyemangati
pemikiran Islam dalam rangka memandu umat, justru
sebaliknya menimbuikan kontroversi, karena
memisahkan antara pemikiran dengan penghayatan dan
pengamalan, memisahkan antara wacana dan fatwa.
Padahal semestinya, kesemuanya itu adalah satu
kesatuan yang tak terpisahkan, dengan landasan sumber
ajaran Islam yang otentik, dengan tetap memahami
realitas umat untuk didekati dan dibawa menuju otentitas
dan orisinalitas Islam ideal. Kontroversi itu muncul dari
produk wacana pemikiran yang ditawarkan seperti Tafsir
Tematik Hubungan Antar Agama, yang kental dengan
paham pluralisme, juga lontaran personil pimpinan
Majelis Tarjih yang mengatakan jilbab tidak wajib dan
aurat perlu didefinisi ulang, dan seterusnya. Kontroversi
inijelas, secara akademik tidak memiliki manfaat
signifikan, dan dari sudut keagamaan justru mengarah
kepada pendangkalan aqidah dan pengaburan syariat.
b. Konsistensi Sosial Politik
Berkali-kali, Muhammadiyah menegaskan dirinya
sebagai organisasi dakwah, yang bergerak dalam bidang
sosial pendidikan dan kesejahteraan sosial, serta sebagai
organisasi kemasyarakatan, yang tidak berafiliasi kepada
partai politik tertentu, tidak merupakan kendaraan untuk
meraih kekuasaan, dan seterusnya.
Namun, karena goyahnya keistiqomahan
kepemimpinan Muhammadiyah, berulangkalijuga,
Muhammadiyah terjebak dalam arus politik kekuasaan,
yang seringkali hampir menanggalkan khittahnya
sebagai gerakan dakwah Islam. Kalau Muhammadiyah
konsisten dan istiqomah dengan Khittah dan
Kepribadiannya, tidak akan tergiur untuk terseret dan
menyeret diri dalam arus politik praktis dan politik
kekuasaan. Gerakan politik Muhammadiyah adalah
politik untuk dakwah, sehingga Muhammadiyah
memang harus aktif dan proaktif memberikan kontribusi
pemikiran strategis-Islami bagi pengembangan dan
pembangunan bangsa, tanpa harus terjebak pada politik
198

MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL


kekuasaan. Namun, karena syahwat politik beberapa
oknum dalam kepemimpinan elite Muhammadiyah, baik
pusat maupun daerah, akhirnya terjadi konflik internal
Muhammadiyah, karena perbedaan aspirasi politik, dan
lebih parah lagi adalah menjadikan Muhammadiyah
sebagai kendaraan atau batu loncatan untuk meraih
kedudukan politik sementara orang.
Comeback-nya, beberapa aktivis politik (baca: partai
politik) Muhammadiyah ke rumah besar Muhammadiyah
perlu diwaspadai dan diuji, apakah mereka benar-benar
comeback untuk jihad fi sabilillah, ataukah untuk meraih
kedudukan politik yang lebih tinggi, karena
Muhammadiyah dipandang sebagai kekuatan sosial
kemasyarakatan yang memiliki kekuatan politik yang
signifikan.
Pada dasarnya, pemimpin Muhammadiyah masa
depan, harus istiqomah dalam dakwah, istiqomah
menggarap pendidikan Islami, dan istiqomah membina
umat dengan berbagai bentuk pengajian dan kajian Islam
dalam berbagai aspek kehidupan.
c. Konsistensi Sosial Budaya
Sebagai gerakan dakwah Islam yang memiliki
komitmen untuk pemurnian dan menjaga kemurnian
ajaran Islam, Muhammadiyah memahami bahwa
kebudayaan adalah pemikiran, karya dan penghayatan
hidup yang merupakan refleksi umat Islam atas ajaran
agamanya, yang bersumber pada otentisitas ajaran Islam.
Dengan pandangan itu, Muhammadiyah memandang
bahwa adanya pluralitas budaya (multi kulturalitas)
adalah sesuatu kenyataan yang mesti diterima. Namun,
tidak berimplikasi kepada paham pluralisme dan multi
kulturalisme, yang memandang semua agama dan semua
budaya manusia adalah benar dan baik.
Derasnya paham multikulturalisme dan pluralisme di
dalam tubuh Muhammadiyah ditandai dengan kritik
tajam yang dilontarkan oleh kalangan internal
Muhammadiyah atas konsep pemurnian agama
(purifikasi). Bahkan kritik itu telah berubah menjadi
199

STUDI
hujatan bahwa gerakan purifikasi dalam Muhammadiyah
telah menggusur potensi kultur lokal, tanpa memahami
persoalan dan konteks budaya lokal tersebut jika
dikaitkan dengan aqidah, akhlak dan mu'amalah Islam.
Akibat lanjut dari kegamangan ini adalah kecenderungan
warga dan pimpinan Muhammadiyah yang pennisif
terhadap berbagai budaya lokal dan global, tanpa
memperdulikan aspek-aspek munkarat yang terjadi.
Konsistensi Muhammadiyah dalam bidang Sosial
Budaya, harus dijaga dan diperkuat dengan prinsip
pemumian budaya Islam dari pengaruh TBC dan
kemusyrikan, nilai hedonistik, dan syahwat duniawi.
Penguatan konsistensi dan visi sosial budaya yang
bertumpu pada prinsip purifikasi, tidak mesti dimaknai
sebagai pengembangan budaya monolitik dan anti
perbedaan. Perbedaan (al-zkhtilafat wal khilafiyat) dan
kemajemukan-keragaman (al-tanaurwwi'-i'yyat) adalah
realitas yang mesti diterima oleh siapapun sebagai
bagian dari sunatullah. Segala potensi budaya baik
budaya lokal maupun budaya global, selama sejalan dan
tidak bertenfcangan dengan prinsip ajaran Islam (al-
ma'rifat), pasti diterima, bahkan dikukuhkan sebagai
khazanah budaya Islam. Sebaliknya potensi budaya yang
bertentangan bahkan merusak prinsip ajaran Islam (al-
munkarat), tidak ada jalan lain, kecuali
membersihkannya. Ini sejalan prinsip yang terdapat
dalam kalimah syahadat yang diucapkan oleh setiap
Muslim dan orang yang akan memeluk Islam.

200
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL
Kesimpulan KEMASYARAKATAN

1. Amal usaha yang menjadi trade mark Muhammadiyah adalah


lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi
yang menyebar ke seluruh pelosok tanah air.
2. Ahmad Dahlan meletakkan tiga fondasi atau dasar pendidikan,
yaitu pendidikan akhlak, individu dan sosial.
3. Ciri Khusus pendidikan Muhammadiyah terletak pada kurikulum
keislaman dan kemuhammadiyahan.
4. Kepedulian Ahmad Dahlan terhadap masalah-masalah Sosial
terutama fakir miskin dan mustadhi’afin semakin menderita
hidupnya, diwujudkan dalam bentuk mendirikan Panti Asuhan
Anak Yatim. Selain itu
5. Muhammadiyah juga mengembangkan seni budaya yang Islami.
Muhammadiyah juga ikut mengembangkan bidang ekonomi
dengan dimilikinya BUMM (Badan Usaha Milik Muham-
madiyah), koperasi Muhammadiyah, BMT, dan BPRS.
6. Sikap politik Muhammadiyah telah jelas, bahwa Muhammadiyah
tidak berpolitik praktis, namun dalam kondisi tertentu
mengambil sikap politik yang jalas.
7. Untuk membimbing dan memberi rambu-rambu kepada kader
Muhammadiyah dan agar secara kelembagaan memiliki posisi
dan peran yang jelas, Muhammadiyah senantiasa merumuskan
khittah perjuangan Muhammadiyah.
8. Sebagai gerakan pembaharuan (tajdid), seringkali
Muhammadiyah dihadapkan kepada ide-ide dan gagasan
pembaharuan yang kadang-kadang diboncengi pemikiran
sekuler, liberal dan ideologi lain yang bertentangan dengan
pandangan Islam.
9. Menghadapi tantangan pemikiran Islam (ghaswul fikri\
Muhammadiyah telah merumuskan pemikiran pemikiran
ideologis yang harus dipegangi secara konsisten.

201
STUDI
DAFTAR
KEMUHAMMADIYAHAN PUSTAKA

Abduh, Muhammad, t.th. Mudhakkirah al-Imam Muhammad Abchih.


Mesir: Daral-Hilal.

Achmad, Nur dan Pramono U. Tanthowi. 2000. Muhammadiyah di


"Gugat". Jakarta: Kompas

Adams, Charles C. 1993. Islam and Modernism in Egypt. New York:


Rusell & Rusell.

Al-Azhim, Muhammad Sunan Abi Dawud. 1979. 'Annul Ma'bud


Syarh Sunan Abi Dawud Beirut: Dar al-Fikr.

al-Albana, Syeikh Muhammad Nasiruddin. t.th. al wa af Sunan Abu


Dawud Iskandariya: Markaz Nurul Islam.

Alfian. 1989. Muhammadiyah: The Political Behavior of a Muslem


Modernist Organization under Dutch Colonialism.
Yogyakaita: Gajahmada University Press.

Ali, Mukti, dalam Sudjarwanto. 1990. ed., Muhammadiyah dan


Tantangan Masa Depart: Sebuah Dialog Intelektual.
Yogyakarta: Tiara Wacana.

Ali, Mukti. 1991, Metode Memahami Agama Islam. Jakarta: Bulan


Bintang.

Al-Yassini, Anyman. "Wahhabiyah ", The Oxford Encyclopedia of


the Modern hiamic World, Vol. IV New York, Oxford:
Oxford University Press, 1995:307-308.

202
Arifin, M. T. 1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah.
Jakarta: Pustaka Jaya.

DAFTAR
PUSTAKA

203
Bakri, Hasbullah. 1990. Pandangan Islam tentang Kristen di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdau.

Benda, Herry J. 1980. Bulan Sabit dan Matahari, Terj. Daniel


Dhakidae, Jakarta, Pustaka Jaya.

___________, 1974, "Kontinuitas dan Perubahan Islam di


Indonesia," dalam Taufik Abdullah, ed., Islam di Indonesia.
Jakarta: Tintamas.

Daud, Abu. t.th. Sunan, Vol. IV. No. 4291, Beirut: Darul Fikr.

Hadikusuma, Djarnawi. t.th. Aliran Pembaharuan Islam dari


Jamaluddin Al-Afgham sampai K..H. Ahmad Dahlan.
Yogyakarta: Persatuan.

Hamka. 1993. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta:


Panjimas.

Hanbal, Ahmad ibn. 1981. Musnad, Vol. n, t.t. al-Maktab al-Islamy.

Hourani, Albert. 1962. Arabic Thought in the Liberal Age. London;


Oxford University Press.

Iqbal, Muhammad. 1985. Reconstruction of Religiuos Thougt in


Islam. New Delhi, Kitab Bavan.

Keddie, Nikki R. 1995. "Jamal al-Din al-Afghani", The Oxford


Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. I. New
York: Oxford University Press.

Khalil, As'ad Abu. 1995. "Revival and Renewal", The Oxford


Encyclopedia of the Modern Islamic World. Vol. III. New
York: Oxford University Press.

Koetjoroningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.


Lubis, Abriyah. 1993. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad
Abduh : Suatu Studi perbandingan. Jakarta: Bulan Bintang.
204 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Maarif, Ahmad Syafi'i. 1985. Islam dan Masalah Kenegaraan.
Jakarta, LP3ES.

__________. 2000. Independensi Muhammadiyah di Tengah


Pergumulan Pemikiran Islam dan Politik, Jakarta, Cidesindo.

_________. 1986, "Kata Pengantar", dalam Amir Hamzah


Wirjosukarto, Kyai Mas Mansur. Yogyakarta: Hadininta.

Majlis Pustaka PP Muhammadiyah. 1993. Sejarah Muhammadiyah


Bagian I. Yogyakarta: PP Muhammadiyah Majlis Pustaka.

Margouliouth, D.S. "Wahhabis". Encyclopaedia of Religion and


Ethics. Vol. XII.

Maryadi dan Abdullah Aly (eds.), 2000. Muhammadiyah dalam


Kritik. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Mulkhan, Abdul Munir. 2000. Menggugat Muhammadiyah.


Yogyakarta: Fajar Pustaka.

Nashir,. Haedar. 2000. Dinamika Politik Muhammadiyah.


Yogyakarta; Bigraf.

Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah


Pewikiran dan Gerakan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

________. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional


Mutazilah. Jakarta: UI Press.

Noer,Deliar. 1982. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-


1942.Jakarta: LP3ES

Pasha, Musthafa Kamal dan Darban, Ahmad Adaby. 2000.


Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif
Hislons dan Ideologis). Yogyakarta : UPPL

DAFTAR 205
PUSTAKA
Ridwan, Kafrawi et.al. 1993. Ensiklopedia Islam, Vol. F.Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.

Rais,M.Amien. 1995. Moralitas Politik Muhammadiyah:


Yogyakarta: Dinamika

Saedullah. 1973. Life and Works of Nawab Siddiq Hassan Khan of


Bhopal. Lahore: [tp.].

Said, M. dan D. Mansur. 1959. Mendidik dan Zaman ke Zaman.


Jakarta: Dian Rakjat.

Saifullah, 1997. Gerakan Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi.


Jakarta: Pustaka Grafiti.

Salam,Yunus.1968. K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perdjoangannja.


Djakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah.

Sanit,Arbi. 2000. "Muhammadiyah dan Politik Ummat" Makalah


Seminar Nasional tentang Muhammadiyah dalam Kritik.
Surakarta: Panitia Seminar.

Shihab, Alwi. 1998. Membendung Arus: Respons Gerakan


Muhammadiyah terhadap Misi Kristenisasi di Indonesia,
Bandung: Mizan.

Sjadzali, Munawir, 1995. "Muhammadiyah sebagai Gerakan


Pembaharuan", dalam Akademika. Surakarta: UMS

Sjoeja', M., 1995. K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Versi


Baru, Saifullah dan Musta'in (Manuskrip).

Stoddard, Lothrop. I921. TheNew World of Islam.London: [tp.].

Sujarwanto, et, AL, eds. 1990. Muhammadiyah dan Tantangan


Masa Depan: Sebuah Dialog Intelektual. Yogyakarta: Tiara
Wacana.

206 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Suminto,Akib. 1985. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES.

Sutherland, Heater. I983. Terbentuknya Sebuah Elit Birokrasi, terj.


Sunarto. Jakarta: Sinar Harapan.

Syaifullah, 1997. Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi.


Jakarta: Gramedia.

Tamimi, M. Jindar. dalam Tim Penulis UMM, eds, 1990.


Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran, dan Amal Usaha.
Malang: UMM Press.

Winder, R.B. 1965. Saudi Arabia in the Nineteenth Century. New


York: [t.p.].

Wirjosukarto, Amir Hamzah, 1985. Pembaharuan Pendidikan dan


Pengajaran Islam. Jember: Muria Offset.

Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2005, Ghazwuf Fikri: Gambaran tentang


Benturan pandangan Hidup. (makalah Workshop Pemikiran
Islam di Pondok Gontor)

DAFTAR 207
PUSTAKA
Lampiran 1

PEDOMAN KEHIDUPAN ISLAMI


WARGA MUHAMMADIYAH

Keputusan
Muktamar Muhammadiyah Ke-44
Tanggal 8 s/d 11 Juli Tahun 2000 di Jakarta

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH


1421 H / 2000 M

208
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
KEPUTUSAN MUKTAMAR MUHAMMADIYAH
TAHUN 2000

Bagian Pertama
PENDAHULUAN

A. Pemahaman
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah
seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al-
Qur'an dan Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku laku
warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari
sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup
pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal
usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan
bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan
budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan
yang baik).

B. Landasan dan Sumber


Landasan dan sumber Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah ialah Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang
merupakan pengembangan dan pengayaan dari pemikiran-
pemikiran formal (baku) dalam Muhammadiyah seperti Matan
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah,
Khittah Perjuangan Muhammadiyah, serta hasil-hasil Keputusan
Majelis Tarjih.

PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 209


MUHAMMADIYAH
C. Kepentingan
Warga Muhammadiyah dewasa ini makin memerlukan
pedoman kehidupan yang bersifat panduan dan pengayaan dalam
menjalani berbagai kegiatan sehari-hari. Tuntutan ini didasarkan
atas perkembangan situasi dan kondisi antara lain:
1. Kepentingan akan adanya Pedoman yang dijadikan acuan
bagi segenap anggota Muhammadiyah sebagai penjabaran
dan bagian dari Keyakinan Hidup Islami Dalam
Muhammadiyah yang menjadi amanat Tanwir Jakarta 1992
yang lebih merupakan konsep filosofis.
2. Perubahan-perubahan sosial-politik dalam kehidupan
nasional di era reformasi yang menumbuhkan dinamika
tinggi dalam kehidupan umat dan bangsa serta
mempengaruhi kehidupan Muhammadiyah, yang
memerlnkan pedoman bagi warga dan pimpinan
Persyarikatan bagaimana menjalani kehidupan di tengah
gelombang perubahan itu.
3. Perubahan-perubahan alam pikiran yang cenderung
pragmatis (berorientasi pada nilai-guna semata), materialistis
(berorientasi pada kepentingan materi semata), dan
hedonistis (berorientasi pada pemenuhan kesenangan
duniawi) yang menumbuhkan budaya inderawi (kebudayaan
duniawi yang sekular) dalam kehidupan modern abad ke-20
yang disertai dengan gaya hidup modern memasuki era baru
abad ke-21.
4. Penetrasi budaya (masuknya budaya asing secara meluas)
dan multikulturalisme (kebudayaan masyarakat dunia yang
majemuk dan serba melintasi) yang dibawa oleh globalisasi
(proses hubungan-hubungan sosial-ekonomi-politik-budaya
yang membentuk tatanan sosial yang mendunia) yang akan
makin nyata dalam kehidupan bangsa.
5. Perubahan orientasi nilai dan sikap dalam
bermuhammadiyah karena berbagai faktor (internal dan
eksternal) yang memerlukan standar nilai dan norma yang
jelas dari Muhammadiyah.

210 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
D. Sifat
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memiliki
beberapa sifat/kriteria sebagai berikut :
1. Mengandung hal-hal yang pokok/prinsip dan penting dalam
bentuk acuan nilai dan norma.
2. Bersifat pengayaan dalam arti memberi banyak khazanah
untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan
tindakan.
3. Aktual, yakni memiliki keterkaitan dengan tuntutan dan
kepentingan kehidupan sehari-hari.
4. Memberikan arah bagi tindakan individu maupun kolektif
yang bersifat keteladanan.
5. Ideal, yakni dapat menjadi panduan umum untuk kehidupan
sehari-hari yang bersifat pokok dan utama.
6. Rabbani, artinya mengandung ajaran-ajaran dan pesan-pesan
yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan.
7. Taisir, yakni panduan yang mudah difahami dan diamalkan
oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.

E. Tujuan
Terbentuknya perilaku mdividu dan kolektif seluruh anggota
Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswak hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.

F. Kerangka
Materi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
dikembangkan dan dirumuskan dalam kerangka sistematika
sebagai berikut:
1. Bagian Umum : Pendahuluan
2. Bagian Kedua : Islam dan Kehidupan
3. Bagian Ketiga : Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
a. Kehidupan Pribadi
b. Kehidupan dalam Keluarga
c. Kehidupan Bermasyarakat
d. Kehidupan Berorganisasi

PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 211


MUHAMMADIYAH
e.Kehidupan dalam Mengelola Amal usaha
f.Kehidupan dalam Berbisnis
g.Kehidupan dalam Mengembangkan Profesi
h.Kehidnpan dalam Berbangsa dan Bernegara
i.Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan
j.Kehidupan dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
k. Kehidupan dalam Sent dan Budaya
4. Bagian Keempat : Tuntunan Pelaksanaan
5. Bagian Kelima : Penutup

212 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bagian Kedua
PANDANGAN ISLAM
TENTANG KEHIDUPAN

Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para


Rasul18, sebagai hidayah dan rahmat Allah bagi umat manusia
sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup materiil dan
spirituil, duniawi dan ukhrawi, Agama Islam, yakni Agama Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman, ialah
ajaran yang diturunkan Allah yang tercantum dalam Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi yang shahih (maqbul) berupa perintah-perintah,
larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup
manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan meliputi bidang-
bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan mu'amalah duniawiyah.
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada
Allah19, Agama semua Nabi-nabi20, Agama yang sesuai dengan fitrah
manusia21, Agama yang menjadi petunjuk bagi manusia 22. Agama
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan
manusia dengan sesama23, Agama yang menjadi rahmat bagi semesta
alam24. Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah 25 dan agama
yang sempurna26.
Dengan beragama Islam maka setiap muslim memiliki
dasar/landasan hidup Tauhid kepada Allah 27, fungsi/peran dalam
kehidupan berupa ibadah28, dan menjalankan kekhalifahan29, dan

18
Q.S. Asy-Syura/42:13.
19
Q.S. An-Nisa/4: 125
20
Q.S. Al-Baqara/2 : 136
21
Q.S. Ar-Rum/30 : 30
22
Q.S. Al-Baqara/2 : 185
23
Q.S. Ali Imran/3 : 112
24
Q.S. Al-Anbiya/21: 107
25
Q.S. Ali Imran/3 : 19
26
Q.S. Al-Maidah/5 : 3
27
Q.S. Al-Ikhlash/112 : 1-4
28
Q.S. Adz-Dzariyat/51 : 56
29
Q.S. Al-Baqarah/2 : 30, Al-An’am/6 : 165; Al-Araf/7 : 69,74, Yunus/10 : 14,74,
As-Shad/38 : 26
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 213
MUHAMMADIYAH
bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT 30. Islam
yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan
di dunia apabila benar-benar diimani, difahami, dihayati, dan
diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam)
secara total atau kaffah31 dan penuh ketundukan atau penyerahan
diri32. Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-
sungguh itu maka terbentuk manusia muslimin yang memiliki sifat-
sifat utama; a. Kepribadian Muslim 33, b. Kepribadian Mu'min34, c.
Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia 35, dan d.
Kepribadian Muttaqin136.
Setiap muslim yang berjiwa mu'min, muhsin, dan muttaqin,
yang paripuma itu dituntut untuk memiliki akinan (aqidah)
berdasarkan tauhid yang istiqamah bersih dari syirk, bid'ah, dan
khurafat; memiliki berpikir burhani, bayani dan irfani dan perilaku
serta tindakan yang senantiasa dilandasi oleh dan mencerminkan
akhlaq al karimah yang menjadi rahmatan lil-'alamin.
Dalam kehidupan di dunia ini menuju kehidupan di akhirat
nanti pada hakikatnya Islam yang serba utama benar-benar dapat
dirasakan, diamati, ditunjukkan, dibuktikan, dan membuahkan
rahmat bagi semesta alam sebagai sebuah manhaj kehidupan (sistem
kehidupan) apabila sungguh-sungguh secara nyata diamalkan oleh
para pemeluknya. Dengan demikian Islam menjadi sistem keyakinan,
sistem pemikiran, dan sistem tindakan yang menyatu dalam diri

30
Q.S. Al-Fath/48 : 29
31
Q.S. Al-Baqarah/2 : 208
32
Q.S. Al-An-am/6 : 161-163
33
Q.S. Al-Baqarah/2 : 112,133,136,256; Ali Imran/3 ; 19,52,82,85; An-Nisa/4 :
125,165,170; Al-Maidah/5 : 111; An-An’am/6 : 163; Al-Araf/7 : 126; At-Taubah/9 :
33; Yunus/10 : 72,84,90; Hud/11 : 14; Yusuf/12 : 101; An-Nahl/16 ; 89,102; Asy-
Syuura/42: 13; Ash-Shaf/61 : 9; Al-Mu’minun/23/1-11
34
Q.S.Al-Baqarah/2: 2-4,213 s/d 214, 165, 285; Ali Imran/3: 122 s/d 139; AnNisa/4:
76; At-Taubah/9: 5171; Hud/11: 112 s/d 122; Al-Mu’minun/23 : 1 s/d 1 : A-
Hujurat/49 : 15
35
Q.S. Al-Baqarah/2 : 58,112; An-Nisa/4 : 125; Al-An’am/6 : 14; An-Nahl/16 :
29,69,128, Luqman/31 : 22; ash-Shaffat/37 : 113; Al-Ahghaf/46: 15.
36
Q.S. Al-Baqarah/2 : 2 s/d 4, 177, 183; Ali Imran/3 : 17,76,102,133 s/d 134; Al-
Maidah/5 : 8; al-Araf/7 : 26, 128, 156; Al-Anfal/8 : 34; At-Taubah/9 : 8; Yunus/10 :
62 /d 64; An-Nahl/16 : 128; Ath-Thalaq/65 : 2 s/d 4; An-Naba/78 : 31.
214 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
setiap muslim dan kaum muslimin sebagaimana menjadi pesan
utama risalah da'wah Islam.
Da'wah Islam sebagai wujud menyeru dan membawa umat
manusia ke jalan Allah37 pada dasarnya hams dimulai dari orang-
orang Islam sebagai pelaku da’wah sendiri (ibad binafsika) sebelum
berda'wah kepada orang/pihak lain sesuai dengan seruan Allah: "Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
siksa neraka .....,"38. Upaya mewujudkan Islam dalam kehidupan
dilakukan melalui da'wah itu ialah mengajak kepada kebaikan (amar
ma'rif/), mencegah kemunkaran (nahyu munkar), dan mengajak
untuk beriman (tu'mimina billah) guna terwujudnya umat yang
sebaik-baiknya atau khoiru ummah39.
Berdasarkan pada keyakinan, pemahaman, dan penghayatan
Islam yang mendalam dan menyeluruh itu maka bagi segenap warga
Muhammadiyah merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk
melaksanakan dan mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan
dengan jalan mempraktikkan kehidupan Islami dalam lingkungan
sendiri sebelum menda'wahkan Islam kepada pihak lain.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam maupun warga
Muhammadiyah sebagai muslim benar-benar dituntut
keteladanannya dalam mengamalkan Islam di berbagai lingkup
kehidupan, sehingga Muhammadiyah secara kelembagaan dan
orang-orang Muhammadiyah secara perorangan dan kolektif sebagai
pelaku da'wah menjadi rahmatan lil 'alamm dalam kehidupan di
muka bumi ini.

37
Q.S. Yusuf/112 : 108
38
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
39
Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 215
MUHAMMADIYAH
Bagian Ketiga
KEHIDUPAN PRIBADI
WARGA MUHAMMADIYAH

A. Kehidupan Pribadi
1. Dalam Aqidah
1.1. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip
hidup dan kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah
Subhanahu Wata'alaz40 yang benar, ikhlas, dan penuh
ketundukan sehingga terpancar sebagai Ibadar-rahman41
yang menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi
mu'min, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
1.2. Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman 42
dan tauhid43 sebagai sumber seluruh kegiatan hidup,
tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid
itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirk, tahayul,
bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid
kepada Allah Subhanahu Wata'ala44.
2. Dalam Akhlaq
2.1. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani
perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlaq mulia45,
sehingga menjadi uswah hasanah46 yang di teladani oleh
sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
2.2. Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal
dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada
niat yang ikhlas47 dalam wujud amal-amal shalih dan

40
Q.S. Al-Ikhlas/112 : 1 s/d 4
41
Q.S. Al-Furqan/25 : 63-77
42
Q.S. An-Nisa/4 : 136
43
Q.S. Al-Ikhlas/112 : 1 s/d 4
44
Q.S. Al-Baqarah/2 : 105,221; An-Nisa/4:48; Al-Maidah’5 : 72; Al-An-am/6:14,22
s/d 23,101,121; At-Taubah/9: 6,28,33; Al-Haj/23:31; Luqman/31 s/d 15
45
Q.S. Al-Qalam/68 : 4
46
Q.S. Al-Ahzab/33 : 21
47
Q.S. Al-Bayinah/98: 5, Hadits Nabi Riwayat Bukhari-Muslim dari Umar bin
Kattab.
216 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya',
sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan kemunkaran.
2.3. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk
menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq al-karimah)
sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan din dari
akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang
membuat dibenci dan dijauhi sesama.
2.4. Setiap warga Muhammadiyah di manapun bekerja dan
menunaikan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari
harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan
korupsi dan kolusi serta praktik-praktik bumk lainnya
yang merugikan hak-hak publik dan membawa
kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.
3. Dalam Ibadah
3.1 Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa
membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi
yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan
menjauhkan diri dari jiwa/nafsu yang buruk48, sehingga
terpancar kepribadian yang shalih 49 yang menghadirkan
kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
3.2 Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah
mahdhah dengan sebaik-baiknya dan menghidup
suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan
tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman
yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus
sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku
yang terpuji.
4. Dalam Mu'amalah Duniawiyah
4.1. Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari
dirinya sebagai abdi50 dan khalifah di muka bumi 51,
sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia
secara aktif dan positif52 serta tidak menjauhkan diri dari

48
Q.S. Asy-Syams/91 : 5-8
49
Q.S. Al-Ashr/103: 3, Q.S. Ali Imran/4 : 114
50
Q.S. Al-Baqarah/2
51
Q.S. Al-Baqarah/2 : 30
52
Q.S. Shad/38 : 27
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA 217
MUHAMMADIYAH
pergumulan kehidupan53 dengan landasan iman, Islam,
dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah54.
4.2. Setiap warga Muhammadiyah senantiasa berpikir secara
burhani, bayani, dan irfani yang mencerminkan cara
berpikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-
karya pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan
keterpaduan antara orientasi habluminallah dan
habhiminannas serta maslahat bagi kehidupan umat
manusia55.
4.3. Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos
kerja Islami, seperti: kerja keras, disiplin, tidak menyia-
nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk
mencapai suatu tujuan56.

B. Kehidupan dalam Keluarga


1. Kedudukan Keluarga
1.1 Keluarga merupakan tiangutama kehidupan umat dan
bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling
intensif dan menentukan, karenanya menjadi kewajiban
setiap anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan
kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah
warahmah'57 yang dikenal dengan Keluarga Sakinah.
1.2 Keluarga-keluarga dilingkungan Muhammadiyah
dituntut untuk benar-benar dapat mewujudkan Keluarga
Sakinah yang terkait dengan pembentukan Gerakan
Jama'ah dan Da'wah Jama'ah menuju terwujudnya
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Fungsi Keluarga
2.1 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu
difungsikan selain dalam mensosialisasikan nilai-nilai
ajaran Islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi
sehingga anak-anak tumbuh menjadi generasi muslim
53
Q.S. Al-Qashash/28 : 77
54
H.R. Muslim
55
Q.S. Ali Imran/3 : 1-12
56
Q.S. Ali Imran/3: 142; Al-Insyirah/94: 5-8
57
Q.S. Ar-Rum/30 : 21

218 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Muhammadiyah yang dapat menjadi pelangsung dan
penyempurna gerakan da'wah dikemudian hari.
2.2 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah
dituntut keteladanan ('uswah hasanah) dalam
mempraktikan kehidupan yang Islami yakni tertanamnya
ihsan/kebaikan dan bergaul dengan ma'ruf 58, saling
menyayangi dan mengasihi59, menghormati hak hidup
anak60, saling menghargai dan menghormati antar
anggota keluarga, memberikan pendidikan akhlaq yang
mulia secara paripurna61, menjauhkan segenap anggota
keluarga dari bencana siksa neraka62, membiasakan
bermusyawarah dalam menyelesaikan urusan 63, berbuat
adil dan ihsan64, memelihara persamaan hak dan
kewajiban65, dan menyantuni anggota keluarga yang
tidak mampu66.
3. Aktifitas Keluarga
3.1 Ditengah arus media elektronik dan media cetak yang
makin terbuka, keluarga-keluarga di lingkungan
Muhammadiyah kian dituntut perhatian dan kesungguhan
dalam mendidik anak-anak dan menciptakan suasana
yang harmonis agar terhindar dari pengaruh-pengaruh
negatif dan terciptanya suasana pendidikan keluarga yang
positif sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
3.2 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut
keteladanannya untuk menunjukkan penghormatan dan
perlakuan yang ihsan terhadap anak-anak dan perempuan
serta menjauhkan diri dari praktik-praktik kokerasan dan
menelantarkan kehidupan terhadap anggota keluarga.

58
Q.S. An-Nisa/4: 19,36,128; Al-Isra/17: 23; Luqman/31: 14
59
Q.S. Ar-Rum/30 : 21
60
Q.S. Al-An’am/6 : 151; Al-Isra/17 : 31
61
Q.S. Al-Ahzab/33 : 59
62
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
63
Q.S. At-Talaq/65 : 6; Al-Baqarah/2 : 233
64
Q.S. Al-Maidah/5 : 8; An-Nahl/16 : 90
65
Q.S. Al-Baqarah/2 : 228, An-Nisa/4 : 34
66
Q.S. Al-Isra/17 : 26; Ar-Rum/30: 38PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
MUHAMMADIYAH
219
3.3 Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu
memiliki kepedulian sosial dan membangun hubungan
sosial yang ihsan, ishlah, dan ma'ruf dengan tetangga-
tetangga sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang
lebih luas di masyarakat sehingga tercipta qaryah
thayyibah dalam masyarakat setempat.
3.4 Pelaksanaan shalat dalam kehidupan keluarga harus
menjadi prioritas utama, dan kepala keluarga jika perlu
memberikan sanksi yang bersifat mendidik.

C. Kehidupan Bermasyarakat
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin
persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan
tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-
masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan
sesame muslim maupun dengan non-muslim, dalam
hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian
sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai
tetangga yang h;irus dipelihara hak-haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus
menunjukkan keteladanan dalam bersikap baik kepada
tetangga67, memelihara kemuliaan dan memuliakan
tetangga68, bermurah-hati kepada tetangga yang ingin
menitipkan barang atau hartanya69, menjenguk bila tetangga
sakit70, mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi
keluarga/diri sendiri71, menyatakan ikut bergembira/senang
hati bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan
memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga
mengalami musibah atau kesusahan, menjenguk/melayat bila
ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana
hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan
lemah lembut bila tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki
67
HR. Bukhari dan Muslim
68
HR. Bukhari dan Muslim
69
HR. Bukhari dan Muslim
70
HR. Bukhari dan Muslim
STUDI
71
HR. Bukhari dan Muslim
KEMUHAMMADIYAHAN

220
keburukan-keburukan tetangga, membiasakan memberikan
sesnatu seperti makanan dan oleh-oleh kepada tetangga,
jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang
dada; menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela,
berkunjung dan saling tolong menolong, dan melakukan
amar ma'ruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan
bijaksana.
3. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga
diajarkan untuk bersikap baik dan adil 72, mereka berhak
memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga 73,
memberi makanan yang halal dan boleh pula menerima
makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan
memelihara toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang
diajarkan Agama Islam.
4. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap
anggota Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga,
maupun jama'ah (warga) dan jam'iyah (organisasi) haruslah
menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atasprinsip
menjunjung tinggi nilai kehormatan manusias 74, memupuk
rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan 75, mewujudkan
kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir
dan batin76, memupuk jiwa toleransi77, menghormati
kebebasan orang lain78, menegakkan budi baik79,
menegakkan amanat dan keadilan80, perlakuan yang sama81
menepati janji82, menanamkan kasih sayang dan mencegah

72
Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
73
HR. Abu Dawud
74
Q.S. Al-Isra/17: 70
75
Q.S. Al-Hujurat/49: 13
76
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
77
Q.S. Fushilat/41: 34
78
Q.S. Al-Balad/90: 13; Al-Baqarah/2: 256; AN-Nisa/4: 29; Al-Maidah/5:
38
79
Q.S. Al-Qalam/68: 4
80
Q.S. An-Nisa/4 : 57-58 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
81
Q.S. Al-Baqarah/2 : 194; An-Nahl/16 : 126 MUHAMMADIYAH
82
Q.S. Al-Isra/17 : 34
221
kerusakan83, menjadikan masyarakat menjadi masyarakat
yang shalih dan utama84, bertanggungjawab atas baik dan
buruknya masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan
nahi munkar85, berusaha untuk menyatu dan
berguna/bermanfaat bagi masyarakat86, memakmurkan
masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan
yang muda, tidak merendahkan sesama 87, tidak berprasangka
buruk kepada sesama88, peduli kepada orang miskin dan
yatim89, tidak mengambil hak orang lain 90, berlomba dalam
kebaikan91, dan hubungan-hubungan sosial lainnya yang
bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
5. Melaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai
wujud dari melaksanakan da'wah Islam di tengah-tengah
masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun batin
sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.

D. Kehidupan Berorganisasi
1. Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang
didirikan dan dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk
kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama
Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya, karena itu menjadi tanggungjawab seluruh warga
dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai
tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan
organisasi (Persyarikatan) ini sebagai gerakan da'wah Islam
yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.

83
Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
84
Q.S. Ali Imran/3 : 114
85
Q.S. Ali Imran/3 : 104,110
86
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
87
Q.S. Al-Hujurat/49 : 11
88
Q.S. An-Nur/24 : 4
89
Q.S. Al-Baqarah/2 : 220
90
Q.S. Al-Maidah/5 : 38
91
Q.S. Al-Baqarah/2 : 148
STUDI
222 KEMUHAMMADIYAHAN
2. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah
berkewajiban memelihara, melangsungkan, dan
menyempurnakan gerak dan langkah Persyarikatan dengan
penuh komitmen yang istiqamah, kepribadian yang mulia
(shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah), wawasan pemikiran
dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang
unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam
yang benar-benar menjadi rahmaian III 'alamin,
3. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik
yang timbul di Persyarikatan hendaknya mengutamakan
musyawarah dan mengacu pada peraturan-peraturan
organisasi yang memberikan kemaslahatan dan kebaikan
seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota pimpinan yang
tidak terpuji dan dapat merugikan kepentingan
Persyarikatan.
4. Menggairahkan ruh al Islam dan ruh al jihad dalam seluruh
gerakan Persyarikatan dan suasana di lingkungan
Persyarikatan sehingga Muhammadiyah benar-benar tampil
sebagai gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah
yang tinggi dalam mengamalkan Islam.
5. Setiap anggota pimpinan Persyarikatan hendaknya
menunjukkan keteladanan dalam bertutur-kata dan
bertingkah-laku, beramal dan berjuang, disiplin dan
tanggungjawab, dan memiliki kemauan untuk belajar dalam
segala lapangan kehidupan yang diperlukan.
6. Dalam lingkungan Persyarikatan hendaknya dikembangkan
disiplin tepat waktu baik dalam menyelenggarakan rapat-
rapat, pertemuan-pertemuan, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin
Muhammadiyah.
7. Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di
lingkungan persyarikatan hendaknya ditumbuhkan kembali
pengajian-pengajian singkat (seperti Kuliah Tujuh Menit)
dan selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan
shalat jama'ah sehingga tumbuh gairah keberagamaan yang
tinggi yang menjadi bangunan bagi pembentukan kesalihan
dan ketaqwaan dalam mengelola Persyarikatan.
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
MUHAMMADIYAH

223
8. Para pimpinan Muhammadiyah hendaknya gemar mengikuti
dan menyelenggarakan kajian-kajian keislaman, memakmur-
kan masjid dan menggiatkan peribadahan sesuai ajaran Al-
Quran dan Sunnah Nabi, dan amalan-amalan Islam lainnya.
9. Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat
dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan segala
urusannya, sehingga milik dan kepentingan Persyarikatan
dapat dipelihara dan dipergunakan subesar-besarnya untuk
kepentingan da'wah serta dapat dipertanggungjawabkan
secara organisasi.
10. Setiap anggota Muhammadiyah lebih-lebih para
pimpinannya hendaknya jangan mengejar-ngejar jabatan
dalam Persyarikatan tetapi juga jangan menghindarkan diri
manakala memperoleh amanat sehingga jabatan dan amanat
merupakan sesuatu yang wajar sekaligus dapat ditunaikan
dengan sebaik-baiknya, dan apabila tidak menjabat atau
memegang amanat secara formal dalam organisasi maupun
amal usaha hendaknya menunjukkan jiwa besar dan
keikhlasan serta tidak terus berusaha untuk mempertahankan
jabatan itu lebih-lebih dengan menggunakan cara-cara yang
bertentangan dengan akhlaq Islam.
11. Setiap anggota pimpinan Muhammadiyah hendaknya
menjauhkan diri dari fitnah, sikap sombong, ananiyah, dan
perilaku-perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan
hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya
dijunjung tinggi sebagai pemimpin.
12. Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya
dibudayakan tradisi membangun imamah dan ikatanjamaah
serta jam'iyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh dan
berkembang sebagai kekuatan gerakan da'wah yang kokoh.
13. Dengan semangat tajdid hendaknya setiap anggota pimpinan
Muhammadiyah memiliki jiwa pembaru dan jiwa da'wah
yang tinggi sehingga dapat mengikuti dan memelopori
kemajuan yang positif bagi kepentingan 'izzul Islam wal
muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin) dan menjadi
rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi alam semesta).
14. Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan
STUDI
dimanapun berkiprah hendaknya bertanggung-jawab dalam
KEMUHAMMADIYAHAN

224
mengemban misi Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan
(komitmen yang istiqamah) dan kejujuran yang tinggi, serta
menjauhkan diri dari berbangga diri (sombong dan ananiyah)
manakala dapat mengukir kesuksesan sebab keberhasilan
dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah pada
hakikatnya karena dukungan semua pihak di dalam dan
diluar Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena
pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala.
15. Setiap anggota pimpinan maupun warga Persyarikatan
hendaknya menjauhkan diri dari perbuatan taqlid, syirik,
bid'ah, tahayul dan khurafat.
16. Pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi
muslim dan mampu membina keluarga yang Islami.

E. Kehidupan dalam Mengelola Amal Usaha


1. Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari
usaha-usaha dan media da'wah Persyarikatan untuk mencapai
maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karenanya semua bentuk
kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada
terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan dan seluruh
pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk
melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-
baiknya sebagai misi da'wah92.
2. Amal usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan dan
Persyarikatan bertindak sebagai Badan Hukum/Yayasan dari
seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk kepemilikan
Persyarikatan hendaknya dapat diinventarisasi dengan baik
serta dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah menurut
hukum yang berlaku. Karena itu, setiap pimpinan dan
pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang
dan tingkatan berkewajiban menjadikan amal usaha dengan
pengelolaannya secara keseluruhan sebagai amanat umat

PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA


92
Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110 MUHAMMADIYAH

225
yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan
sebaik-baiknya93.
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan
diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan dalam kurun
waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha
dalam mengelola amal usahanya harus tunduk kepada
kebijaksanaan Persyari-katan dan tidak menjadikan amal
usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang
akan menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan
dengan amanat94.
4. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota
Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di
bidang amal usaha tersebut, karena itu status keanggotaan
dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat
penting bagi pimpinan tersebut agar yang bersangkutan
memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut
bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari
nafkah yang tidak peduli dengan tugas-tugas dan
kepentingan-kepentingan Persyarikatan.
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat
memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban
amanah Persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut,
maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah
diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan fungsi
manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang
sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
6. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha
meningkatkan dan mengembangkan amal usaha yang
menjadi tanggungjawabnya dengan penuh kesungguhan.
Pengembangan ini menjadi sangat penting agar amal usaha
senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq
al khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan
zaman.
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan,
maka pimpinan amal usaha Muhammadiyah berhak

93
Q.S. An-Nisa/4 : 57
94
Q.S. Al-Anfal/8 : 27
STUDI
226 KEMUHAMMADIYAHAN
mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai
ketentuan yang berlaku) yang disertai dengan sikap amanah
dan tanggungjawab akan kewajibannya. Untuk itu setiap
pimpinan persyarikatan hendaknya membuat tata aturan
yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar
kemampuan dan keadilan.
8. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban
melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjtni tanggung
jawabnya, khususnya dalam hal keuangan/kekayaan kepada
pimpinan Persyarikatan secara bertanggung jawab dan
bersedia untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa
menciptakan suasana kehidupan Islami dalam amal usaha
yang menjadi tanggung jawabnya dan menjadikan amal
usaha yang dipimpinnya sebagai salah satu alat da'wah maka
tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi
contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
10. Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga
(anggota) Muhammadiyah yang dipekerjakan sesuai dengan
keahlian atau kemampuannya, Sebagai warga
Muhammadiyah diharapkan karyawan mempunyai rasa
memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta
mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk
pengabdian kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada
sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah
tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh
kesejahteraan dan memperoleh hak-hak lain yang layak tanpa
terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur,
melalaikan kewajiban dan bersikap berlebihan.
11. Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha
Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk
menunjukkan keteladanan din, melayani sesama,
menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial
yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas, dan
ibadah.
12. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha
Muhammadiyah hendaknya memperbanyak silaturahim dan
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
MUHAMMADIYAH
227
membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis
(persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi
ketegasan dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal
usaha masing-masing.
13. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha
Muhammadiyah selain melakukan aktivitas pekerjaan yang
rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan melakukan
kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan
taqarrub kepada Allah dan memperkaya ruhani serta
kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian
Al-Quran dan As-Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan
muamalah lainnya yang tertanam kuat dan menyatu dalam
seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah.

F. Kehidupan dalam Berbisnis


1. Kegiatan bisnis-ekonomi merupakan upaya yang dilakukan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan
keluarganya. Sepanjang tidak merugikan kemaslahatan
manusia, pada umumnya semua bentuk kerja diperbolehkan,
baik di bidang produksi maupun distribusi (perdagangan)
barang dan jasa. Kegiatan bisnis barang dan jasa itu harush
berupa barang dan jasa yang halal dalam pandangan syariat
atas dasar sukarela (taradlin).
2. Dalam melakukan kegiatan bisnis-ekonomi pada prinsipnya
setiap orang dapat menjadi pemilik organisasi bisnis, maupun
pengelola yang mempunyai kewenangan menjalankan
organisasi bisnisnya, ataupun menjadi keduanya (pemilik
sekaligus pengelola), dengan tuntutan agar ditempuh dengan
cara yang benar dan halal sesuai prinsip mu'amalah dalam
Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis tersebut orang
dapat pula menjadi pemimpin, maupun menjadi anak buah
secara bertanggungjawab sesuai dengan kemampuan dan
kelayakan. Baik menjadi pemimpin maupun anak buah
mempunyai tugas, kewajiban, dan tanggungjawab
sebagaimana yang telah diatur dan disepakati bersama secara
sukarela elan adil. Kesepakatan yang adil ini harus dijalankan
STUDIsebaik-baiknya oleh para pihak yang telah menyepakatinya.
KEMUHAMMADIYAHAN

228
3. Prinsip sukarela dan keadilan merupakan prinsip penting yang
harus dipegang, baik dalam lingkungan intern (organisasi)
maupun dengan pihak luar (partner maupun pelanggan).
Sukarela dan adil mengandung arti tidak ada paksaan, tidak
ada pemerasan, tidak ada pemalsuan dan tidak ada tipu
muslihat. Prinsip sukarela dan keadilan harus dilandasi dengan
kejujuran.
4. Hasil dari aktivitas bisnis-ekonomi itu akan menjadi harta
kekayaan (maal) pihak yang mengusahakannya. Harta dari
hasil kerja ini merupakan karunia Allah yang penggunaannya
harus sesuai dengan jalan yang diperkenankan Allah.
Meskipun harta itu dicari dengan jerih payah dan usaha
sendiri, tidak berarti harta itu dapat dipergunakan semau-
maunya sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Harta
memang dapat dimiliki secara pribadi namun harta itu juga
mempunyai fungsi sosial yang berarti bahwa harta itu harus
dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakat
dengan halal dan baik. Karenanya terdapat kewajiban zakat
dan tuntunan shadaqah, infaq, wakaf, dan jariyah sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam ajaran Islam.
5. Ada berbagai jalan perolehan dan pemilikan harta, yaitu
melalui (1) usaha berupa aktivitas bisnis-ekonomi atas dasar
sukarela (taradlin), (2) waris, yaitu peninggalan dan
seseorang yang meninggal dunia pads ahli warisnya, (3)
wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada orang yang
diberi wasiat setelah seseorang meninggal dengan syarat
bukan ahli waris yang berhak menerima warisan dan tidak
melebihi sepertiga jumlah harta pusaka yang diwariskan, dan
(4) hibah, yaitu pemberian sukarela dari/kepada seseorang.
Dan semuanya itu, harta yang diperoleh dan dimiliki dengan
jalan usaha (bekerja) adalah harta yang paling terpuji.
6. Kadangkala harta dapatpula diperoleh dengan jalan utang-
piutang (qardlun), maupun pinjaman (ariyah). Kalau kita
memperoleh harta dengan jalan berutang (utang uang dan
kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada
kewajiban kita untuk mengembalikan utang itu secepatnya,
sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu tertulis
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
dan ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk
MUHAMMADIYAH

229
sangat berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan untuk
mengembalikan di kemudian hari, dan tidak memberatkan
diri, serta sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari
utang ini dapat menjadi milik yang berutang. Peminjam yang
telah mampu mengembalikan, tidak boleh menunda-nunda,
sedangkan bagi peminjam yang belum mampu
mengembalikan perlu diberi kesempatan sampai mampu.
Harta yang didapat dari pinjaman (ariyah), artinya ia
meminjam barang, maka ia hanya berwenang mengambil
manfaat dari barang tersebut tanpa kewenangan untuk
menyewakan, apalagi memperjual-belikan. Pada saat yang
dijanjikan, barang pinjaman tersebut harus dikembalikan
seperti keadaan semula. Dengan kata lain, peminjam wajib
memelihara barang yang dipinjam itu sebaik-baiknya.
7. Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau
organisasi bersaing satu sama lain. Berlomba-lomba dalam hal
kebaikan dibenarkan bahkan dianjurkan oleh agama.
Perwujudan persaingan atau beriomba dalam kebaikan itu
dapat berupa pemberian mutu barang atau jasa yang lebih
baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan puma jual yang lebih terjamin, atau kesediaan
menerima keluhan dari pelanggan. Dalam persaingan ini tetap
berlaku prinsip umum kesukarelaan, keadilan dan kejujuran,
dan dapat dimasukkan pada pengertian fastabiiq al khairat
sehingga tercapai bisnis yang mabrur.
8. Keinginan manusia untuk memperoleh clan memiliki harta
dengan menjalankan usaha bisnis-ekonomi ini kadangkala
memperoleh hasil dengan sukses yang merupakan rejeki
yang harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau
organisasi yang belum meraih sukses dalam usaha bisnis-
ekonomi yang dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong-
menolong selalu dianjurkan agama dan ini dijalankan dalam
kerangka berlomba-lomba dalam kebaikan. Tidaklah benar
membiarkan orang lain dalam kesusahan sementara kita
bersenang-senang. Mereka yang sedang gembira dianjurkan
menolong mereka yang kesusahan, mereka yang sukses
didorong untuk menolong mereka yang gagal, mereka yang
STUDI
memperoleh keuntungan dianjurkan untuk menolong orang
KEMUHAMMADIYAHAN

230
yang merugi. Kesuksesan janganlah mendorong untuk
berlaku sombong95 dan ingkar akan nikmat Tuhan96,
sedangkan kegagalan atau bila belum berhasil janganlah
membuat diri putus asa dari rahmat Allah97.
9. Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-
hamburkan dengan cara yang mubazir dan boros. Perilaku
boros di samping tidak terpuji juga merugikan usaha
pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada gilirannya
merugikan seluruh orang yang bekerja untuk bisnis tersebut.
Anjuran untuk berlaku tidak boros itu juga berarti anjuran
untuk menjalankan usaha dengan cermat, penuh perhitungan,
dan tidak sembrono. Untuk bisa menjalankan bisnis dengan
cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-
pencatatan seperlunya, baik yang menyangkut keuangan
maupun administrasi lainnya, sehingga dapat dilakukan
pengelolaan usaha yang lebih baik98.
10. Kinerja bisnis saat mi sedapat mungkin harus selalu lebih
baik dari masa lalu dan kinerja bisnis pada masa mendatang
harus diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang.
Islam menga-jarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari
kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan
seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan
bisnis merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan99.
11. Seandainya pengelolaan bisnis harus diserahkan pada orang
lain, maka seharusnya diserahkan kepada orang yang mau
dan mampu untuk menjalankan amanah yang diberikan.
Kemauan dan kemampuan ini penting karena pekerjaan
apapun kalau diserahkan pada orang yang tidak mampu
hanya akan membawa kepada kegagalan. Baik kemauan
maupun kemampuan itu bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi
kewajiban mereka yang mampu untuk melatih dan mengajar
orang yang kurang mampu.

95
Q.S. Al-Isra/17: 37; Luqman/31: 18
96
Q.S. Ibrahim/14 : 7
97
Q.S. Yusuf/12: 87; Al-Hijr/15: 55,56; Az-Zumar/39: 53
98
Q.S. Al-Baqarah/2 : 282 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
99
Q.S. Al-Hasyr/59: 18 MUHAMMADIYAH

231
12. Semakin besar usaha bisnis-ekonomi yang dijalankan
biasanya akan semakin banyak melibatkan orang atau
lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta itu tidak hanya
berputar-putar pada orang atau kelompok yang mampu saja
dari waktu kewaktu. Dengan demikian makin banyak
aktivitas bisnis memberi manfaat pada masyarakat akan
makin baik bisnis itu dalam pandangan agama. Manfaat itu
dapat berupa pelibatan masyarakat dalam kancah bisnis itu
serta lebih banyak, atau menikmati hasil yang banyak.
13. Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis
ekonomi maupun melalui jalan lain secara halal dan baik itu
tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak mutlak
orang yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta
sudah pasti, pada batas tertentu, harus menunaikan
kewajibannya membayar zakat sesuai dengari syariat. Di
samping itu dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah
sebagai perwujudan rasa syukur atas ni'mat rejeki yang
dikamniakan Allah kepadanya.

G. Kehidupan dalam Mengembangkan Profesi


1. Profesi merupakan bidang pekerjaan yang dijalani setiap
orang sesuai dengan keahliannya yang menuntut kesetiaan
(komitmen), kecakapan (skill), dan tanggungjawab yang
sepadan sehingga bukan semata-mata urusan mencari nafkah
berupa materi belaka.
2. Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan
menjalani profesinya di bidang masing-masing hendaknya
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan (halalan)
dan kebaikan (thayyibah), amanah, kemanfaatan, dan
kemaslahatan yang membawa pada keaelamatan hidup di
dunia dan akhirat.
3. Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani profesi dan
jabatan dalam profesinya hendaknya menjauhkan diri dari
praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme, kebohongan, dan
hal-hal yang batil lainnya yang menyebabkan kemudharatan
dan hancurnya nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kebaikan
STUDIumum.
KEMUHAMMADIYAHAN

232
4. Setiap anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun
profesinya hendaknya pandai bersyukur kepada Allah di kala
menerima nikmat serta bershabar serta bertawakal kepada
Allah manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh
pahala dan terhindar dari siksa.
5. Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah
hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati dan kejujuran
sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka
bumi ini.
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan
prinsip bekerjasama dalam kebaikan dan kefcaqwaan serta
tidak bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan
kewajiban zakat maupun mengamalkan shadaqah, infaq,
wakaf, dan amal jariyah lain dari penghasilan yang
diperolehnya serta tidak melakukan helah (menghindarkan
diri dari hukum) dalam menginfaqkan sebagian rejeki yang
diperolehnya itu.

H. Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara


1. Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak
boleh apatis (masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui
berbagai saluran secara positif sebagai wujud bermuamalah
sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-
prinsip etika/akhlaq Islam dengan sebaik-baiknya dengan
tujuan membangun masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya.
2. Beberapa pinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan
sejujur-jujurnya dan sesungguh-sungguhnya yaitu
menunaikan amanat100 dan tidak boleh menghianati
amanats101, menegakkan keadilan, hukum, dan kebenaran 102,
ketaatan kepada pemimpin sejauh sejalan dengan perintah

100
Q.S. An-Nisa/4: 57
101
Q.S. An-Anfal/8 : 27 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
102
Q.S. An-Nisa/4: 58 dst MUHAMMADIYAH

233
Allah dan Rasul103, mengemban risalah Islam104, menunaikan
amar ma'ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk
beriman kepada Allah105, mempedomani Al-Quran dan
Sunnah106, mementingkan kesatuan dan persaudaraan umat
manusia107, menghormati kebebasan orang lain 108, menjauhi
fitnah dan kerusakan109, menghormati hak hidup orang
lain110, tidak berhianat dan melakukan kezaliman 111, tidak
mengambil hak orang lain112, berlomba dalam kebaikan113,
bekerja-sama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak
bekerjasama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan
permusuhan114, memelihara hubungan baik antara pemimpin
dan warga115, memelihara keselamatan umum 116, hidup
berdampingan dengan baik dan damai117, tidak melakukan
fasad dan kemunkaran118, mementingkan ukhuwah
Islamiyah119, dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat,
ihsan, dan ishlah.
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa
sebagai wujud ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan
kepada sesama, danjangan mengorbankan kepentingan yang
lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan
kelompok yang sempit.

103
Q.S. An-Nisa/4: 59; Al-Hasyr/59: 7
104
Q.S. An-Anbiya/21: 107
105
Q.S. Ali Imran/3: 104,110
106
Q.S. An-Nisa/4: 108
107
Q.S. Al-Hujurah/49: 13
108
Q.S. Al-Balad/90: 13
109
Q.S. Al-Hasyir/59: 9
110
Q.S. Al An-am/6: 251
111
Q.S. Al-Furqan/25: 19; An-Anfal/8:27
112
Q.S. Al-Maidah/5: 38
113
Q.S. Al-Baqarah/2: 148
114
Q.S. Al-Maidah/5: 2
115
Q.S. An-Nisa/4: 57-58
116
Q.S. At-Taubah/9: 128
117
Q.S. Al-Mumtahanah/60: 8
118
Q.S. Al-Qashash/28: 77; Ali Imran/3: 104
119
Q.S. Ali Imran/3: 103
STUDI
234 KEMUHAMMADIYAHAN
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan
keteladanan diri (uswah hasanah) yang jujur, benar, dan adil
serta menjauhkan diri dari perilaku politik yang kotor,
membawa fitnah, fasad (kerusakan), dan hanya
mementingkan diri sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-
cita bagi terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya dengan fungsi amar ma'ruf dan nahi munkar yang
tersistem dalam satu kesatuan imamah yang kokoh.
6. Menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan
kekuatan politik yang digerakkan oleh para politisi
Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa.

I. Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan


1. Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi
yang terkandung di dalamnya merupakan eiptaan dan
anugerah Allah yang harus diolah/dimakmurkan, dipelihara,
dan tidak boleh dirusak120.
2. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah
berkewajiban untuk melakukan konservasi sumberdaya alam
dan ekosistemnya sehingga terpelihara proses ekologis yang
menjadi penyangga kelangsungan hidup, terpeliharanya
keanekaragaman sumber genetik dan berbagai tipe
ekosistemnya, clan terkendalinya cara-cara pengelolaan
sumberdaya alam sehingga terpelihara kelangsungan dan
kelestariannya demi keselamatan, kebahagiaan,
kesejahteraan, dan kelangsungan hidup manusia clan
keseimbangan sistem kehidupan di alam raya ini 121 .
3. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah dilarang
melakukan usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang
menyebabkan kerusakan lingkungan alam termasuk
kehidupan hayati seperti binatang, pepohonan, maupun
lingkungan fisik dan biotik termasuk air laut, udara, sungai,

120
Q.S.Al-Baqarah/2: 27,60; Al-Araf/7: 56; Asy-Syu’ara/26: 152; Al
Qashas/28:77 PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
121
Q.S. Al-Maidah/5: 33; Asy-Syu’ara/26: 152 MUHAMMADIYAH

235
dan sebagainya yang menyebabkan hilangnya keseimbangan
ekosistem dan timbulnya bencana dalam kehidupan122.
4. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat,
dan indah lingkungan disertai kebersihan fisik dan jasmani
yang menunjukkan keimanan dan kesalihan123.
5. Melakukan tindakan-tindakan amar ma'ruf dan nahi munkar
dalam menghadapi kezaliman, keserakahan, dan rekayasa
serta kebijakan-kebijakan yang mengarah, mempengaruhi,
dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan tereksploitasinya
sumber-sumber daya alam yang menimbulkan kehancuran,
kerusakan, dan ketidak adilan dalam kehidupan.
6. Melakukan kerjasama-kerjasama dan aksi-aksi praksis dengan
berbagai pihak baik perseorangan maupun kolektif untuk
terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan keselamatan
lingkungan hidup serta terhindarnya kerusakan-kerusakan
lingkungan hidup sebagai wujud dari sikap pengabdian dan
kekhalifahan dalam mengemban misi kehidupan di muka
bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat124.

J. Kehidupan dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi
1. Setiap warga Muhammadiyah wajib untuk menguasai dan
memiliki keunggulan daiam kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagai sarana kehidupan yang penting untuk
mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat 125.
2. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat
ilmuwan, yaitu: kritis126, terbuka menerima kebenaran dari
manapun datangnya127, serta senantiasa menggunakan daya
nalar128.

122
Q.S. Al-Baqarah/2: 205; Al-Araf/7:56; Ar-Rum/30: 41
123
Q.S. Al-Maidah/5: 6; Al-Araf/7: 31; Al-Mudatsir/74: 4
124
Q.S. Al-Maidah/2 : 2
125
Q.S. Al-Qashash/28: 77; An-Nahl/16: 43; Al-Mujadilah/58: 11; At-
Taubah/9: 122
126
Q.S. Al-Isra/17:36
127
Q.S. Az-Zumar/39: 18
STUDI
128
Q.S. Yunus/10 : 10
KEMUHAMMADIYAHAN

236
3. Kemampuan menguaaai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan iman dan amal
shalih yang menunjukkan derajat kaum muslimin 129 dan
membentuk pribadi ulil albab130.
4. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan
yang dimiliki mempunyai kewajiban untuk mengajarkan
kepada masyarakat, memberikan peringatan, memanfaatkan
untuk kemaslahatan dan mencerahkan kehidupan sebagai
wujud ibadah, jihad, dan da’wah131.
5. Menggairahkan dan menggembirakan gerakan mencari ilmu
pengetahuan dan penguasaan teknogi baik melalui
pendidikan maupun kegiatan-kegiatan di lingkungan
keluarga dan masyarakat sebagai sarana penting untuk
membangun peradaban Islam. Dalam kegiatan ini termasuk
menyemarakkan tradisi membaca di seluruh lingkungan
warga Muhammadiyah.

K. Kehidupan dalam Seni dan Sudaya


1. Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran
yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia 132, Islam
bahkan menyalurkan, mengatur, dan mengarahkan fitrah
manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia
sebagai makhluq Allah.
2. Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri
manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan
Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan
baik dan benar sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
3. Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995
bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak
mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar
(bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba'id 'anillah

129
Q.S. Al-Mujadilah/58: 11
130
Q.S. Ali Imran/3: 7,190-191; Al-Maidah/5: 100; Ar-Ra’d/13: 19-20; Al-
Baqarah/2 : 197
131
Q.S. At-Taubah/9:122; Al-Baqarah/2 : 151; Hadist
PEDOMAN HIDUPNabi Riwayat
ISLAMI WARGAMuslim
132
Q.S. Ar-Rum/30 : 30 MUHAMMADIYAH

237
(terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni
dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan
dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana
dituntunkan Tarjih tersebut.
4. Seni rupa yang objeknya makhluq bernyawa seperti patung
hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran,
ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila
mengandung unsur yang membawa 'isyyan (kedurhakaan)
dan kemusyrikan.
5. Seni suara baik seru vokal maupun instrumental, seni sastra,
dan sent pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta
menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik dalam
wujud penandaan tekstual maupun visual tersebut menjurus
pada pelanggaran norma-norma agama.
6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahanjuga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan
diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana da'wah
untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi
membangun peradaban dan kebudayaan Muslim.

Bagian Keempat
STUDI TUNTUNAN PELAKSANAAN
KEMUHAMMADIYAHAN

Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkewajiban dan


bertanggungjawab untuk memimpinkan pelaksanaan Pedoman
Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah ini dengan mengerahkan
238
segala potensi, usaha, dan kewenangan yang dimilikinya sehingga
program ini dapat berhasil mencapai tujuannya. Karenanya, berikut
ini disusun langkah-langkah pokok sebagai Tuntutan Pelaksanaan
dalam mewujudkan konsep Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah.
1. Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah mengikat
seluruh warga, pimpinan, dan lembaga yang berada di
lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai program
khusus yang hams dilaksanakan dan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk kebaikan hidup bersama dan
tegaknya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan menjadi
rahmatan lil 'alamin.
2. Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan
Pimpinan Ranting di bawah kepemimpinan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah bertanggungjawab di setiap daerah masing-
masmg untuk melaksanakan, mengelola, dan mengevaluasi
pelaksanaan program khusus Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah.
3. Pelaksanaan penerapan/operasionalisasi Pedoman Hidup Islami
Warga Muhammadiyah di setiap tingkatan hendaknya
dikoordinasikan dan melibatkan semua Majelis dalam satu
koordinasi pelaksanaan yang terpadu dan efektif serta efisien
menuju keberhasilan mencapai tujuan.

Bagian Kelima

PENUTUP

Konsep Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah akan


terlaksana dan dapat mencapai keberhasilanjika benar-benar menjadi
tekad dan kesungguhan sepenuh hati segenap warga dan pimpinan
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA
Muhammadiyah dengan menggunakan seluruhMUHAMMADIYAH
ikhtiar yang optimal
yang didukung oleh berbagai faktor yang positif menuju tujuannya.
Dengan senantiasa memohon pertolongan dan kekuatan dari
Allah Subhanahu Wata'ala insyaAllah (Muhammadiyah dapat
melaksanakan program khusus yang mulia ini sebagai wujud ibadah

239
kepada-Nya demi tegaknya Baldatun Thayyibatun Warabbun
Ghafur.

Nash-run Minallah Wafathun Qarib.

Lampiran 2
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN

240
ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH

HASIL KEPUTUSAN MUKTAMAR


MUHAMMADIYAH KE-45

241
Lampiran 2 :

ANGGARAN DASAR
PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

MUQADDIMAH

‫) ال رَّمْح ٰ ِن‬2( ‫) احْلَ ْم ُد لِلَّ ِه َر ِبّ الْ َع الَ ِميْ َن‬1( ‫اهلل ال رَّمْح ٰ ِن ال َّر ِحي ِم‬
ِ ‫بِس ِم‬
ْ
)5( ‫ن‬ ِ َ َّ‫اك َن ْعبُ ُد َوإِي‬
ُ ْ‫اك نَ ْس تَعي‬ َ َّ‫) إِي‬4( ‫الِك َي ْوِم ال ِدّيْ ِن‬
ِ ‫) م‬3( ‫ال َّر ِحيْ ِم‬
َ
ِ‫ت َعلَْي ِه ْم َغرْي‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫) ص َرا َط الَّذيْ َن أَْن َع ْم‬6( ‫ْاه دنَا الصَّرا َط الْ ُم ْس تَقيْ َم‬
)7( ‫وب َعلَْي ِه ْم َوالَالضَّآلِّْي َن‬ِ ‫ض‬ ُ ‫الْ َم ْغ‬
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh alam, yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada
hari kemudian. Hanya kepada Engkaulah hamba menyembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk
kepada hamba akanjalan yanglempang, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم نَبِيًّا‬ ٍ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ت بِاهلل َربًّا َوبِا ِإل ْس الَم د ْينًا َومِب ُ َح َّمد‬ُ ‫َرض ْي‬
ً‫َو َر ُس ْوال‬
"Saya ridla: Ber-Tukan kepada ALLAH, ber-Agama kepada
ISLAM dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD RASULULLAH
Shalallahii 'alaihi wassalam

AMMA BAD'U, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah


hak Allah semata-mata. Ber-'Rihan dan ber’ibadah serta tunduk dan
tha'at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas
tiap-tiap makhluk, terutama manusia.

242 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat)
Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia
hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan
dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum
Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi
yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum
dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang
manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang
mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian
Nabi,sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan
kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia
Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan
sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama
umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian,
wajiblah mengikutijejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada
Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan
dan menggimakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia
ini, dengan niat yang murni-fculus dan ikhlas karena Allah semata-
mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka,
serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadh'at Allah atas segala
perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati
menghadapi segala keaukaran atau kesuliten yang mcnimpa dirinya,
atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh
pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu,
maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah
dalam AI-Qur'an :

ANGGARAN DASAR 243


MUHAMMADIYAH
ِ ‫ولْت ُكن ِّمنْ ُكم أ َُّمةُُ ي ْدعو َن إِىَل اخْل ِ وي أْمرو َن بِالْمعر‬
‫وف َو َيْن َه ْو َن‬ ُْ َ ُ ُ َ َ ‫َرْي‬ ُ َ ْ ََ
ِ
)104( ‫حو َن‬ َ ِ‫ َوأ ُْوالَئ‬‫َع ِن الْ ُمن َك ِر‬
ُ ‫ك ُه ُم الْ ُم ْفل‬
Adakanlah dan kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada
ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada
keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia "
(Al-Qur'an, S. Ali-Imran:104).

Pada tanggal 8 Dzulhiijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912


Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu
persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama
"MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majelis-Majelis
(Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti pererdaan zaman serta
berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawatan atau Muktamar.
Kesemuanya itu. perlu nntuk menunaikan kewajiban
mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-
Nya, Nabi Muhammad saw, guna menpat karunia dan ridla-Nya di
dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan
bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah,
sehingga. merupakan :
)15 : ‫(سبأ‬ ‫ب َغ ُف ْوٌر‬
ٌّ ‫َب ْل َدةٌ طَيِّبَةٌ َو َر‬
"Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah
perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun". (al-Quran, S. Saba’:
15).
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat
Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'im"
dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.

244 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Nama

Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.

Pasal 2
Pendiri

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8


Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912
Miladiyah di Yogyakarta untukjangka waktu tidak terbatas.

Pasal 3
Tempat Kedudukan

Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.

BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG

Pasal 4
Identitas dan Asas

(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da'wahAmar Ma'ruf


Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.

Pasal 5
Lambang

Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas,


di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat
ANGGARAN DASAR 245
MUHAMMADIYAH
(Asyhadu an la ilaha ilia Allah wa asyhadu anna Muhammadan
Rasul Allah )

BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA

Pasal 6
Maksud dan Tiyuan

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan


menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.

Pasal 7
Usaha

(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah


melaksanakan Da'wah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Tajdid
yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,
program, dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program,
dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban

(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:


a. Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama
Islam.
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara
Indonesia.

246 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang
berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena
kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu
Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI

Pasal 9
Susunan Organisasi

Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:


1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara

Pasal 10
Penetapan Organisasi

(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas


lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya
ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil
ketetapan lain.

ANGGARAN DASAR 247


MUHAMMADIYAH
BAB VI
PIMPINAN

Pasal 11
Pimpinan Pusat

(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpm


Muhammadiyah secara keseluruhan.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas orang,
dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa jabatan
dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari
dan atas usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum
dan diumumkan dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang
perlu dengan mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang
Ketua bersama-sama Sekretaris Umum atau salah seorang
Sekretaris, mewakili Muhammadiyah untuk tindakan di dalam
dan di luar pengadilan,

Pasal 12
Pimpinan Wilayah

(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam


wilayahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas urang
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masajabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari
dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih
yang telah disahkan oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah

STUDI
248 KEMUHAMMADIYAHAN
Pimpinan Wiiayah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Pusat.

Pasal 13
Pimpinan Daerah

(1) Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya


serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan
orang ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah untuk satu masa
jabatan dari calon-calon anggota Pimpinan Daerah yang telah
dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari
dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih yang
telah disahkan oleh Musyawarah Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Daerah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Wilayah.

Pasal 14
Pimpinan Cabang

(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya


serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari
dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih
yang telah disahkan oieh Musyawarah Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila
dipandang periu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Daerah.

Pasal 15
ANGGARAN DASAR 249
MUHAMMADIYAH
Pimpinan Ranting

(1) Pimpinan Ranting memimpm Muhammadiyah dalam Rantingnya


serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang
ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Ranting.
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari
dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih
yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Ranting yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Cabang.

Pasal 16
Pemilihan Pimpinan

(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.


(2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan

(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan


Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah,
Ketua Pimpinan Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang
yang sama dua kali masa jabatan berturut-turut.
(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat
Muktamar telah menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-
terima jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan
Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah disahkan oleh
Pimpinan di atasnya.

Pasal 18
STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
250
Ketentuan Luar Biasa

Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan


pada pasal 12 sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat
mengambil ketetapan lain.

Pasal 19
Penasihat

(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat penasihat.


(2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN

Pasal 20
Majelis dan Lembaga

(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas Majelis dan Lembaga.


(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan
sebagian tugas pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan
tugas pendukung Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu
Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII
ORGANISASI OTONOM

Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah
Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah
tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh
Pimpinan Muhammadiyah.

ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH
251
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan
organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi
Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing
berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan
oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB IX
PERMUSYAWARATAN

Pasal 22
Muktamar

(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam


Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas
tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan
Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan
jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga

252 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 23
Muktamar Luar Biasa

(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan oleh


keadaan yang membahayakan Muhammadiyah dan atau
kekosongan kepemimpinan, sedang Tanwir tidak berwenang
memutuskannya.
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas
keputusan Tanwir.
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 24
Tanwir

(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah


Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa
jabatan Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.

Pasal 25
Musyawarah Wilayah

(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah


dalam Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
ANGGARAN DASAR 253
MUHAMMADIYAH
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan
Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah
atas dasar perimbanganjumlah Ranting dalam tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26
Musyawarah Daerah

(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah


dalam Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan
Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah
atas dasar perimbanganjumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 27
Musyawarah Cabang

(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah


dalam Cabang, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
254 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 28
Musyawarah Ranting

(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah


dalam Ranting, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri atas;
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 29
Musyawarah Pimpinan

(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam


Muhammadiyah pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting
yang berkedudukan di bawah Musyawarah pada masing-masing
tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas
tanggungjawab Pimpinan Muhammadiyah masing-masing
tingkat.
(3) (Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 30
Keabsahan Musyawarah

Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29


kecuali pasal 23 dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga
anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan
Muhammadiyah di tingkat masing-masing.
ANGGARAN DASAR 255
MUHAMMADIYAH
Pasal 31
Keputusan Musyawarah

Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan


pasal 29 kecuali pasal 23 diusahakan dengan cara mufakat. Apabila
keputusan secara mufakat tidak tercapai maka dilakukan pemungutan
suara dengan suara terbanyak mutlak.

BABX
RAPAT

Pasal 32
Rapat Pimpinan

(1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat


Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh dan atas
tanggungjawab Pimpinan Muhammadiyah apabila diperlukan.
(2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.

Pasal 33
Rapat Kerja

(1) Rapat Kerja ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan


segala sesuatu yang menyangkut amal usaha, program dan
kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja
Pimpinan dan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali dalam
satu masajabatan.
(5) Ketentuan mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

256 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 34
Tanfidz

(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar,


Tanwir, Musyawarah, dan Rapat yang dilakukan oleh Pimpinan
Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat berlaku
sejak ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-
masing tingkat.
(3) Tanfidz keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat
semua tingkat
a. Bersifat redaksional
b. Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga

BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 35
Pengertian

Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta


benda yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta digunakan
untuk kepentingan pelaksanaan amal usaha, program, dan kegiatan
Muhanmiadiyah.

Pasal 36
Sumber

Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari:


1. Uang Pangkal, luran, dan Bantuan
2. Hasil hak milik Muhammadiyah
3. Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4. Usaha-usaha perekonomian Muhammadiyah
5. Sumber-sumber lain

ANGGARAN DASAR 257


MUHAMMADIYAH
Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan

Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan


kekayaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
LAPORAN

Pasal 38
Laporan

(1) Pimpinan Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat laporan


perkembangan organisasi dan laporan pertanggungjawaban
keuangan serta kekayaan, disampaikan kepada Musyawarah
Pimpinan, Musyawarah tingkat masing-masing, Tanwir, dan
Muktamar.
(2) Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga

(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal


yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat
berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan
Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku
sampai disahkan oleh Tanwir.

258 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
BAB XIV
PEMBUBARAN

Pasal 40
Pembubaran

(1) Pembubaran Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam


Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan khusus untuk
keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang
pembubaran dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari
jumlah anggota Muktamar Luar Biasa.
(3) Keputusan pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga
perempat dari yang nadir.
(4) Muktamar Luar Biasa memutuskan segala hak milik
Muhammadiyah diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan
umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan bubar.

BAB XV
PERUBAHAN

Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar

(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.


(2) Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan
harus sudah tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan aah apabila diputuskan
oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota
Muktamar yang hadir

ANGGARAN DASAR 259


MUHAMMADIYAH
BAB XVI
PENUTUP

Pasal 42
Penutup

(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh
Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil
Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3
s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku
sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar
sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi

260 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH

Pasal 1
Tempat Kedudukan

(1) Muhammadiyah berkedudukan di tempat didirikannya, yaitu


Yogyakarta
(2) Pimpinan Pusat sebagai pimpinan tertinggi memimpin
Muhammadiyah secara keseluruhan dan menyelenggarakan
aktivitasnya di dua kantor, Yogyakarta dan Jakarta

Pasal 2
Lambang dan Bendera

(1) Lambang Muhammadiyah sebagai tersebut dalam Anggaran


Dasar pasal 5 adalah seperti berikut:

(2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi panjang berukuran


dua berbanding tiga bergambar lambang Muhammadiyah di
tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di bawahnya, berwarna
dasar hijau dengan tulisan dan gambar berwarna putih, seperti
berikut:
(3) Ketentuan lain tentang lambang dan bendera ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat.

ANGGARAN DASAR 261


MUHAMMADIYAH
Pasal 3
Usaha

Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal


usaha, program, dan kegiatan meliputi ;
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas
pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan
ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam
dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf,
shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya.
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya
manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan,
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta
meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan
hidup yang berkualitas
7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan
sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam
berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota
sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk
mensukseskan gerakan.
13. Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta
meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan
Muhammadiyah

262 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 4
Keanggotaan

(1) Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


a. Warga Negara Indonesia beragama Islam
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah
menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha
Muhammadiyah
e. Mendaftarkan din dan membayar uang pangkal.
(2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara
Indonesia, beragama Islam, setuju dengan maksud dan tujuan
Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal usahanya.
(3) Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa
terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan
keahliannya diperlukan atau bersedia membantu
Muhammadiyah.
(4) Tatacara menjadi anggota diatur sebagai berikut:
a. Anggota Biasa
1. Mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan
Pusat dengan mengisi formulir disertai kelengkapan
syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau
Pimpinan amal usaha di tempat yang belum ada Ranting,
kemudian diteruskan kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut
kepada Pimpinan Pusat dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Cabang dapat memberi tanda anggota
sementara kepada calon anggota, sebelum yang
bersangkutan menerirna kartu tanda anggota dari
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bentuk tanda anggota
sementara ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Pimpinan Pusat memberi kartu tanda anggota
Muhammadiyah kepada calon anggota biasa yang telah
disetujui melalui Pimpinan Cabang yang bersangkutan
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa dan Anggota
Kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat
ANGGARAN DASAR 263
MUHAMMADIYAH
(5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan wewenang penerimaan
permintaan menjadi Anggota Biasa dan memberikan kartu tanda
anggota Muhammadiyah kepada Pimpinan Wilayah. Pelimpahan
wewenang tersebut dan ketentuan pelaksanaannya diatur dengan
keputusan Pimpinan Pusat.
(6) Hak Anggota
a. Anggota biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun di luar
permusyawaratan.
2. Memilih dan dipilih dalam permusyawaratan.
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai
hak menyatakan pendapat.
(7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan;
a. Taat menjalankan ajaran Islam
b. Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta
pcrjuangannya
c. Berpegang teguh kepada Kepribadian serta Keyakinan dan
Cita-cita Hidup Muhammadiyah
d. Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan
musyawarah, dan kebijakan Pimpinan Pusat
e. Mendukung dan mengindahkan kepentingan
Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq
(8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat
(9) Tata cara pemberhentian anggota.
a. Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan pemberhentian anggota
kepada Pimpinan Daerah berdasarkan bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada Pimpinan Wilayah
usulan pemberhentian anggota dengan disertai
pertimbangan.

264 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan
usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat
setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian
sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam)
bulan selama menunggu proses pemberhentian ang-gota
dari Pimpinan Pusat.
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian
anggota, memutuskan memberhentikan atau tidak
memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak
diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian
keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung,
dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan
Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan,
yangbersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada
Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas
mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang
diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan
akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam
Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas
keputusan Pimpinan Pusat.

Pasal 5
Ranting

(1) Ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan


yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi
melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
(2) Syarat pendirian Ranting sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala, sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan
ANGGARAN DASAR 265
MUHAMMADIYAH
c. Mushalla / surau / langgar sebagai pusat kegiatan
d. Jama'ah
(3) Pengesahan pendirian Ranting dan ketentuan luas lingkungannya
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas usul anggota setelah
mendengar pertimbangan Pimpinan Cabang.
(4) Pendirian suatu Ranting yang merupakan pemisahan dari
Ranting yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah
Cabang/ Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang

Pasal 6
Cabang

(1) Cabang adalah kesatuan Ranting di suatu tempat yang- terdiri


atas sekurang-kurangnya tiga Ranting yang berfungsi:
a. Metakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi
Ranting.
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha
(2) Syarat pendirian Cabang sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Cabang
dan Unsur Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang, sekurang-
kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat dalam
lingkungan Cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
c. Korps muballigh / muballighat Cabang, sekurang-kurangnya
10 orang
d. Taman pendidikan Al-Quran / Madrasah Diniyah / Sekolah
Dasar
e. Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Cabang: dan ketentuan luas
lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas usul
Ranting setelah memperhatikan pertimbang-an Pimpinan
Daerah.

266 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(4) Pendirian suatu Cabang- yang- merupakan pemisahan dari
Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah
Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.

Pasal 7
Daerah

(1) Daerah adalah kesatuan Cabang di Kabupaten / Kota yang terdiri


atas sekurang-kurangnya tiga Cabang yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi
Cabang
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan
Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian/kursus berkala untuk anggota Pimpinan Daerah
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian/kursus muballigh/muhallighat tingkat Daerah
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran
Islam
d. Korps muballigh/muballighat Daerah, sekurang-kurangnya
20 orang
e. Kursus kader Pimpinan tingkat Daerah
f. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/Madrasah Tsanawiyah
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat
atas usul Cabang setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan
Wilayah.
(4) Pendirian suatu Daerah yang merupakan pemisahan dari Daerah
yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan
Musyawarah Daerah/Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.

ANGGARAN DASAR 267


MUHAMMADIYAH
Pasal 8
Wilayah

(1) Wilayah adalah kesatuan Daerah di propinsi yang terdiri atas


sekurang-kurangnya tiga Daerah yang berfungsi
a. Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Daerah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan
Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Wilayah
dan Unsur Pembantu Pimpinannya serta Pimpinan
Organisasi Otonom tingkat Wilayah sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Wilayah
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran
Islam
d. Korps muballigh / muballighat sekurang-kurangnya 30
orang.
e. Kursus kader pimpinan tingkat Wilayah
f. Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah/ Mu'allimm /
Mu'allimat/ Pondok Pesantren
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor.
(3) Pengesahan pendirian Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat
atas usul Daerah yang bersangkutan.
(4) Pendirian suatu Wilayah yang merupakan pemisahan dari
Wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan
Musyawarah Wilayah / Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.

Pasal 9
Pusat

Pusat adalah kesatuan Wilayah dalam Negara Republik Indonesia


yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Wilayah
268 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan
Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

Pasal 10
Pimpinan Pusat

(1) Pimpinan Pusat bertugas:


a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah berdasarkan
keputusan Muktamar dan Tanwir, serta memimpin dan
mengendalikan pelaksanaannya
b. Membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi
para anggotanya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan
Wilayah
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom tingkat Pusat
(2) Anggota Pimpinan Pusat dapat terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Pusat harus berdomisili di kota tempat kantor
Pimpinan Pusat atau di sekitarnya.
(4) Pimpinan Pusat dapat mengusulkan tambahan anggotanya
kepada Tanwir sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah
anggota Pimpinan Pusat terpilih. Selama menunggu keputusan
Tanwir, calon tambahan anggota Pimpinan Pusat sudah dapat
menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat mengusulkan kepada Tanwir calon pengganti
Ketua Umum Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti
dalam tenggang masajabatan. Selama menunggu ketetapan
Tanwir, Ketua Umum Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang
Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.

ANGGARAN DASAR 269


MUHAMMADIYAH
Pasal 11
Pimpinan Wilayah

(1) Pimpinan Wilayah bertugas :


a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam wilayahnya
berdasarkan kebijakan Pimpinan Pusat, keputusan
Musyawarah Wilayah, Musyawarah Pimpinan tingkat
Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan /
instruksi Pimpinan Pusat dan Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan
Daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(2) Pimpinan Wilayah berkantor di ibu kota propinsi.
(3) Anggota Pimpinan Wilayah dapat terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Wilayah harus berdomisili di kota tempat
kantor Pimpinan Wilayah atau di sekitarnya.
(5) Pimpinan Wilayah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk
ditetapkan sebagai anggota Tanwir apabila Ketua Pimpinan
Wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota
Tanwir.
(6) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya
kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Wilayah terpilih,
kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat.
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat
Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, calon tambahan
anggota Pimpinan Wilayah sudah dapat menjalankan tugasnya
atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
(7) Pimpinan Wilayah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan
Wilayah calon pengganti Ketua Pimpinan Wilayah yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masajabatan untuk
ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan
Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan
tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, Ketua
270 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas
keputusan Pimpinan Wilayah.

Pasal 12
Pimpinan Daerah

(1) Pimpinan Daerah bertugas:


a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Daerahnya
berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan
Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah,
dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan /
instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, serta Unsur
Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan
Cabang dalam daerahnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom tingkat Daerah
e. Memimpin gerakan dan menjadikan Daerah sebagai pusat
administrasi serta pusat pembinaan sumberdaya manusia
(2) Pimpinan Daerah berkantor di ibu kota Kabupaten / Kota.
(3) Anggota Pimpinan Daerah dapat terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Daerah harus berdomisili di Kabupaten/
Kotanya.
(5) Pimpinan Daerah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk
ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Wilayah apabila Ketua Pimpinan Daerah tidak dapat menunaikan
tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Wilayah.
(6) Pimpinan Daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya
kepada Musyawarah Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih, kemudian
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama
menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan
ketetapan dari Pimpinan Wilayah, calon tambahan anggota

ANGGARAN DASAR 271


MUHAMMADIYAH
Pimpinan Daerah sudah dapat menjalankan tugasnya atas
tanggungjawab Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Daerah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan
Daerah calon pengganti Ketua Pimpinan Daerah yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk
ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan
Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyavarah Pimpinan
tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, Ketua
Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas
keputusan Pimpinan Daerah.

Pasal 13
Pimpinan Cabang

(1) Pimpinan Cabang bertugas:


a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Cabangnya
berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan
Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan /
instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan
Ranting dalam cabangnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom tingkat Cabang
(2) Anggota Pimpinan Cabang dapat terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Cabang harus berdomisili di Cabangnya.
(4) Pimpinan Cabang menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk
ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat menunaikan
tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
(5) Pimpinan Cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya
kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih,
kemudian dimintakan pengesahan kepada Pimpinan Daerah.
272 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan
anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya
atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan
Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk
ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan
Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan
tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, Ketua
Pimpinan Cabang dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas
keputusan Pimpinan Cabang.

Pasal 14
Pimpinan Ranting

(1) Pimpinan Ranting bertugas:


a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya
berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan
Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat
Ranting.
b. Memimpin dan mengendahkan pelaksanaan kebijakan /
instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan kegiatan anggota dalam
rantingnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatan Organisasi Otonom tingkat
Ranting
(2) Anggota Pimpinan Ranting dapat terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Ranting harus berdomisili di Rantingnya.
(4) Pimpinan Ranting menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk
ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang apabila Ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan
tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang.

ANGGARAN DASAR 273


MUHAMMADIYAH
(5) Pimpinan Ranting dapat mengusulkan tambahan anggotanya
kepada Musyawarah Pimpinan Ranting sebanyak-banyaknya
separuh dari jumlah anggota Pimpinan Ranting terpilih,
kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang.
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat
Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, calon tambahan
anggota Pimpinan Ranting sudah dapat menjalankan tugasnya
atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
(6) Pimpinan Ranting mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan
Ranting calon pengganti Ketua Pimpinan Ranting yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masajabatan untuk
ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan
Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan
tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, Ketua
Pimpinan Ranting dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas
keputusan Pimpinan Ranting.

Pasal 15
Pemilihan Pimpinan

(1) Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah:


a. Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam
b. Setia pada prinsip-prmsip dasar perjuangan Muhammad iyah
c. Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah
d. Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
e. Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan
tugasnya
f. Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya
satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di
lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah,
Wilayah dan Pusat
g. Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik
dan pimpinan organisasi yang amal usahanya sama dengan
Muhammadiyah di semua tingkat
h. Tidak merangkap jabatan dengan Pimpinan Muhammadiyah
dan amal usahanya, baik vertikal maupun horisontal

274 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) butir f, g, dan h pasal ini
hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau
formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan dilakukan oleh Panitia
Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir
atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh
Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah
pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan
(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur berdasarkan tata tertib
Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir
atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang,
dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul
Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan

Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan

(1) Masa jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan


Cabang, dan Pimpinan Ranting sama dengan masa jabatan
Pimpinan Pusat.
(2) Pergantian Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan
Cabang dengan segenap Unsur Pembantu Pimpinannya, serta
Pimpinan Ranting, disesuaikan dengan pergantian Pimpinan
Pusat dan pelaksanaannya dilakukan setelah Muktamar dan
Musyawarah di atasnya.
(3) Pimpinan-pimpinan dalam Muhammadiyah yang telah habis
masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan
serah-tenma dengan Pimpinan yang baru.

ANGGARAN DASAR 275


MUHAMMADIYAH
(4) Setiap pergantian Pimpinan Muhammadiyah harus menjamin
adanya peningkatan kinerja, penyegaran, dan kaderisasi
pimpinan.

Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa

Pimpinan Pusat dalam keadaan luar biasa dapat mengambil


ketetapan lain terhadap masalah Pimpinan yang diatur dalam pasal
11 sampai dengan 16.

Pasal 18
Penasihat

(1) Penasihat terdiri atas perorangan yang diangkat oleh Pimpinan


Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Penasihat bertugas memberi nasihat kepada Pimpinan
Muhammadiyah, baik diminta maupun atas kemauan sendiri.
(3) Syarat untuk dapat diangkat sebagai penasihat;
a. Anggota Muhammadiyah
b. Pernah menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah, atau
mempunyai pengalaman dalam organisasi atau memiliki
keahlian bidang tertentu

Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpinan

(1) Pengertian dan Pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan:


a. Majelis:
1. Majelis bertugas menyelenggarakan amal usaha,
program, dan kegiatan pokok dalam bidang tertentu.
2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan
Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang di
tingkat masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
b. Lembaga:
1. Lembaga bertugas melaksanakan program dan kegiatan
pendukung yang bersifat khusus.
2. Lembaga dibentuk oleh Pimpinan Pusat di tingkat pusat.
276 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah, apabila
dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu di
tingkat masing-masing dengan persetujuan Pimpinan
Muhammadiyah setingkat di atasnya.
(2) Ketentuan lain tentang Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam
Qaldah yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 20
Organisasi Otonom

(1) Organisasi Otonom adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh


Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan
kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan
yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom dibedakan dalam dua kategori:
a. Organisasi Otonom Umum adalah organisasi otonom yang
anggotanya belum seluruhnya anggota Muhammadiyah
b. Organisasi Otonom Khusus adalah organisasi otonom yang
seluruh anggotanya anggota Muhammadiyah, dan diberi
wewenang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur
Pembantu Pimpinan yang membidanginya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut
(3) Pembentukan dan pembubaran organisasi otonom ditetapkan
oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat.
(4) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam
Qa'idah Organisasi Otonom yang dibuat dan ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat.

Pasal 21
Muktamar

(1) Muktamar diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta


dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara
Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

ANGGARAN DASAR 277


MUHAMMADIYAH
(3) Undangan dan acara Muktamar dikirim kepada anggota
Muktamar selambat-lambatnya tiga bulan sebelum Muktamar
berlangsung.
(4) Acara Muktamar:
a. Laporan Pimpinan Pusat tentang:
1. Kebyakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan Tanwir.
4. Keuangan.
b. Program Muhammadiyah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat dan penetapan Ketua
Umum
d. Masalah Muhammadiyah yang bersifat umum
e. Usul-usul
(5) Muktamar dihadiri oleh:
a. Anggota Muktamar terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Anggota Tanwir wakil Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
5. Wakil Daerah sekurang-kurangnya tiga orang dan
sebanyak-banyaknya tujuh orang, berdasar atas jumlah
perimbangan Cabang dalam tiap Daerah, atas dasar
keputusan Musyawarah Pimpinan Daerah. Ketentuan
perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
masing-masing tiga orang, diantaranya dua orang
wakilnya dalam Tanwir.
b. Peserta Muktamar terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-
masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang
ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Muktamar ialah mereka yang diundang oleh
Pimpinan Pusat

278 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih, dan
dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat.
Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh
penyelenggara.

Pasal 22
Muktamar Luar Biasa

(1) Muktamar Luar Biasa diadakan berdasarkan keputusan Tanwir


atas usul Pimpinan Pusat atau dua pertiga Pimpinan Wilayah.
(2) Undangan dan acara Muktamar Luar Biasa dikirim kepada
Anggota Muktamar selambat-lambatnya satu bulan sebelum
Muktamar Luar Biasa berlangsung.
(3) Ketentuan-ketentuan pasal 21 berlaku bagi penyelenggaraan
Muktamar Luar Biasa, kecuali ayat (3) dan ayat (4).
(4) Muktamar Luar Biasa dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua
pertiga dari anggota Muktamar dan keputusannya diambil
sekurang-kurangnya dua pertiga dari yang hadir.

Pasal 23
Tanwir

(1) Tanwir diadakan oleh Pimpinan Pusat atau atas permintaan


sekurang-kurangnya seperempat darijumlah anggota Tanwir di
luar anggota Pimpinan Pusat.
(2) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta
dipimpin Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara
Tanwir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(4) Undangan dan acara Tanwir dikirim kepada Anggota Tanwir
selambat-lambatnya satu bulan sebelum Tanwir berlangsung.
(5) Acara Tanwir:
a. Laporan Pimpinan Pusat
ANGGARAN DASAR 279
MUHAMMADIYAH
b. Masalah yang oleh Muktamar atau menurut Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar sebagai
pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai
berlangsungnya Muktamar
e. Usul-usul
(6) Tanwir dihadiri oleh:
a. Anggota Tanwir terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang telah
disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Wakil Wilayah terdiri dari unsur PWM dan atau PDM
antara 3 sampai 5 orang berdasarkan pertimbangan
daerah dalam wilayah atas dasar keputusan Musyawarah
Wilayah atau Musyawarah Pimpinan Wilayah.
Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
masing-masing dua orang.
b. Peserta Tanwir terdiri dari:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-
masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang
ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Tanwir ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan
Pusat.
(7) Anggota Tanwir berhak menyatakan pendapat, memuih, dan
dipilih. Peserta Tanwir berhak menyatakan pendapat. Peninjau
Tanwir tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(8) Keputusan Tanwir harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat
selambat-lambatnya satu bulan sesudah Tanwir.
(9) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Sidang Tanwir diatur oleh penyelenggara.

280 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 24
Musyawarah Wilayah

(1) Musyawarah Wilayah diselengarakan oleh dan atas


tanggungjawab serta dipimpin oteh Pimpinan Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Wilayah dikirim kepada
Anggota Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya satu bulan
sebelum Musyawarah Wilayah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Wilayah:
a. Laporan Pimpinan Wilayah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir,
Instruksi Pimpinan Pusat, pelaksanaan keputusan
Musyawarah Wilayah, Musyawarah Pimpinan Wilayah,
dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
4. Keuangan.
b. Program Wilayah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah dan pengesahan
Ketua
d. Pemilihan Anggota Tanwir Wakil Wilayah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Wilayah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Wilayah yang sudah disahkan oleh
Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
3. Anggota Pimpinan Daerah, yang jumlahnya ditetapkan
oleh Pimpinan Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Daerah.
5. Wakil Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan
Wilayah berdasarkan atas perimbangan jumlah Ranting
pada tiap-tiap Cabang.
ANGGARAN DASAR 281
MUHAMMADIYAH
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah,
masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang
ditentukan oleh Pimpinan Wilayah.
c. Peninjau Musyawarah Wilayah ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Wilayah
(6) Anggota Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Wilayah berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Wilayah tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Wilayah harus dilaporkan kepada
Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah
Musyawarah Wilayah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah
laporan dikirim, tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Pusat, maka keputusan Musyawarah Wilayah dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Wilayah diatur oleh
penyelenggara.

Pasal 25
Musyawarah Daerah

(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh dan atas


tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Daerah dikirim kepada
Anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan
sebelum Musyawarah Daerah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Daerah:
a. Laporan Pimpinan Daerah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.

282 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan
Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan
Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan
Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil
Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh
Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
masing-masing dua orang,
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah,
masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang
ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.

ANGGARAN DASAR 283


MUHAMMADIYAH
(7) Keputusan Musyawarah Daerah harus dilaporkan kepada
Pimpinan Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sesudah
Musyawarah Daerah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah
laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Wilayah, maka keputusan Musyawarah Daerah dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Daerah diatur oleh
penyelenggara.

Pasal 26
Musyawarah Cabang

(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh dan atas


tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Cabang dikirim kepada
Anggota Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 15 hari
sebelum Musyawarah Cabang berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Cabang:
a. Laporan Pimpinan Cabang tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan
Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan
Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan
Cabang.
4. Keuangan.
b. Program Cabang
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Cabang dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil
Cabang
e. Masalah Muhammadiyah clalam Cabang
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas :

284 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh
Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah
disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang,
masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang
ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Cabang berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus dilaporkan kepada
Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15 hari sesudah
Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah
laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Daerah, maka keputusan Musyawarah Cabang dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh
penyelenggara.

Pasal 27
Musyawarah Ranting

(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan oleh dan atas


tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Ranting.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Ranting dikirim kepada
Anggota Musyawarah Ranting selambat-lambatnya tujuh hari
sebelum Musyawarah Ranting berlangsung.
ANGGARAN DASAR 285
MUHAMMADIYAH
(4) Acara Musyawarah Ranting:
a. Laporan Pimpinan Ranting tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan
Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan
Musyawarah Ranting dan Musyawarah Pimpinan
Ranting.
4. Keuangan.
b. Program Ranting
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Ranting dan pengesahan Ketua
d. Masalah Muhammadiyah dalam Ranting
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Ranting:
1. Anggota Muhammadiyah.
2. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting.
b. Peserta Musyawarah Ranting ialah undangan khusus dari
kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan
Ranting
c. Peninjau Musyawarah Ranting ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Ranting
(6) Anggota Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Ranting berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Ranting tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Ranting harus dilaporkan kepada
Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 15 hari setelah
Musyawarah Ranting. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah
laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Cabang, maka keputusan Musyawarah Ranting dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Ranting diatur oleh
penyelenggara.

286 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 28
Musyawarah Pimpinan

(1) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas


tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting, sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu masajabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Pimpinan ditetapkan oleh masing-masing
penyelenggara.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Pimpinan dikirim kepada
anggota Musyawarah Pimpinan selambat-lambatnya:
a. Tingkat Wilayah dan Daerah, satu bulan,
b. Tingkat Cabang, 15 hari,
c. Tingkat Ranting, tujuh hari, sebelum Musyawarah Pimpinan
berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Pimpinan:
a. Laporan pelaksanaan kegiatan
b. Masalah yang oleh Musyawarah atau menurut Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada
Musyawarah Pimpinan
c. Masalah yang akan dibahas dalam Musyawarah sebagai
pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai
berlangsungnya Musyawarah
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Wilayah yang telah disahkan
oleh Pimpinan Pusat
(b) Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang
telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(c) Wakil Daerah tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Wilayah dua
orang

ANGGARAN DASAR 287


MUHAMMADIYAH
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing
dua orang
(b) Undangan khusus
b. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh
Pimpinan Wilayah
(b) Ketua Pimpinan Cabang
(c) Wakil Cabang tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Daerah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing
dua orang
(b) Undangan khusus
c. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh
Pimpinan Daerah
(b) Ketua Pimpinan Ranting
(c) Wakil Ranting tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Cabang dua
orang.
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpman masing-masing
dua orang
(b) Undangan khusus
d. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Ranting yang telah disahkan
oleh Pimpinan Cabang
(b) Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting dua
orang.
2. Peserta (undangan khusus).
(6) Anggota Musyawarah Pimpinan berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta berhak pendapat.
(7) Keputusan Musyawarah Pimpinan mulai berlaku setelah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan
sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan Musyawarah
STUDI
288 KEMUHAMMADIYAHAN
Wilayah / Daerah / Cabang / Ranting, selambat-lambatnya satu
bulan sesudah Musyawarah Pimpinan berlangsung

Pasal 29
Keabsahan Musyawarah

Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga


dari anggota Musyawarah. Apabila anggota Musyawarah tidak
memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda selama
satu jam dan setelah itu dapat dibuka kembali. Apabila anggota
Musyawarah belum juga memenuhi jumlah dua pertiga, maka
Musyawarah ditunda lagi selama satu jam dan setelah itu dapat
dibuka serta dinyatakan sah tanpa memperhitungkan jumlah
kehadiran anggota Musyawarah.

Pasal 30
Keputusan Musyawarah

(1) Keputusan Musyawarah diambil dengan cara mufakat.


(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai, maka
dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
(3) Keputusan Musyawarah yang dilakukan dengan pemungutan
suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup / rahasia.

Pasal 31
Rapat Pimpinan

(1) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 Anggaran


Dasar dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom
tingkat Pusat.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat
Pusat.

b. Pada tingkat Wilayah:


ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH
289
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Daerah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom
tingkat Wilayah,
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat
Wilayah.

c. Pada tingkat Daerah:


1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Cabang.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom
tingkat Daerah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat
Daerah.
(2) Ketentuan pelaksanaan dan acara Rapat Pimpinan ditentukan
oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.

Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan

(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan
atas tang-gungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wiiayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau
Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan
mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan
Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh;
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakii Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
STUDI
290 KEMUHAMMADIYAHAN
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(3) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai berlaku setelah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.

Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan

(1) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan ialah rapat yang


diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin
oleh Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan pada setiap tingkatan
untuk membahas penyelenggaraan program sesuai pembagian
tugas yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Undangan.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Undangan.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Undangan.
4. Pada tingkat Cabang.
5. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
6. Wakil Pimpinan Ranting.
7. Undangan.
ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH
291
(3) Keputusan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan mulai berlaku
setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang
bersangkutan.
Pasal 34
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan

(1) Seluruh keuangan dan kekayaan Muhammadiyah, termasuk


keuangan dan kekayaan Unsur Pembantu Pimpinan, Amal
Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat secara
hukum milik Pimpinan Pusat.
(2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan :
a. Pengelolaan keuangan dalam Muhammadiyah diwujudkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Muhammadiyah
b. Peng-elolaan kekayaan dalam Muhammadiyah diwujudkan
dalam Jurnal
(3) Ketentuan tentang pengelolaan keuangan dan kekayaan
Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan

5. Pengawasan keuangan dan kekayaan dilakukan terhadap


Pimpinan Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan, Amal
Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat.
6. Ketentuan tentang pengawasan keuangan dan kekayaan
Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 36
Laporan

Laporan terdiri dari:


5. Laporan pertanggungjawaban dibuat oleh Pimpinan
Muhammadiyah dan Unsur Pembantu Pimpinan disampaikan
kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah masing-masing
tingkat, Tanwir, atau Muktamar.
6. Laporan tahunan tentang perkembangan Muhammadiyah
termasuk laporan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi
STUDI
292 KEMUHAMMADIYAHAN
Otonom, dibuat oleh masing-masing Pimpinan dan disampaikan
kepada Pimpinan di atasnya untuk dipelajari dan ditindak lanjut.
7. Pimpinan Amal Usaha membuat laporan tahunan disampaikan
kepada Unsur Pembantu Pimpinan dengan tembusan kepada
Pimpinan Muhammadiyah untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.

Pasal 37
Ketentuan Lain-lain

6. Muhammadiyah menggunakan Tahun Takwim dimulai tanggal 1


Januari dan berakhir tanggal 31 Desember.
7. Surat-surat resmi Muhammadiyah menggunakan tanggal
Hyriyah dan Miladiyah.
8. a. Surat resmi Muhammadiyah ditandatangani:
i. Di tingkat Pusat oleh Ketua Umum/ Ketua bersama
Sekretaris Umum / Sekretaris. Surat resmi mengenai
masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua Umum /
Ketua bersama Bendahara Umum / Bendahara.
ii. Di tingkat Wilayah ke bawah ditandatangani oleh
Ketua / Wakil Ketua bersama Sekretaris / Wakil
Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah keuangan
ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama
Bendahara / Wakil Bendahara.
b. Surat-surat yang bersifat mtin dapat ditandatangani oleh
Sekretaris Umum / Sekretaris atau petugas yang ditunjuk
9. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 38
Penutup

7. Anggaran Rumah Tangga ini telah disahkan dan ditetapkan oleh


Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil
Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3
s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku
sejak ditanfidzkan.
8. Setelah Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan, Anggaran
Rumah Tangga sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
ANGGARAN DASAR 293
MUHAMMADIYAH
Lampiran 3 :

MARS AISIYAH

Wahai Warga Aisyiyah Sejati


Sadarlah Akan Kewajiban Suci
Membina Harkat Kaum Wanita
Menjadi Tiang Utama Negara
Ditelapak Kakimu Terbentang Surga
Ditanganniu-Lah Nasib Bangsa

Reff:
Marl Beramal Dan Berderma Bakti
Membangun Negara
Mencipta Masyarakat Islam Sejati
Penuh Karunia

Berkibarlah panji matari


Menghias langit ibu pertiwi
Itu lambang perjuangan kita
Dalam menyebarluaskan agama
Islam pedoman hidup wahyu Ilahi
Dasar kebahagiaan sejati

Kembali ke reff

294 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
MARS NASIATUL AISIYAH
MUHAMMADIYAH

Nasiah yang Bersimpul Padi…..


Terdidik Tiap Hari
Kemuhaan Islam di Cari
Bekerja di Gemari
Nasiah yang Bersimpul Padi......
Simpul Kumpulan Putri itu Sendiri
Rahmat Tuhan - ku Memberi
Bersatu di Dalam Nasiah
Dari Putri Aisiyah
Simpulnya Padi Berbahagia
Umat seluruh Dunia ....

Kembali ke atas 2x

STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
MARS PEMUDA MUHAMMADIYAH

Kita Pemuda Muhammadiyah


Qur'an dan Sunnah dasar hidup kita
membangun dengan ilmu dan akhlaq
dalam jihad fisabilillah

Teguhkan sikap hidup kita,


Amar ma'ruf nahi mungkar
Rela berkorban jiwa raga
Wujudkan masyarakat utama

Slalu siap sedia, selalu bergembira


Masa depan hidup kita
Berlomba-lomba dalam kebaikan
Indonesia kita jaya
Kembali ke atas 2x

MARS ORTOM 295


MARS IMM

Ayolah Ayo-ayo....
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan panji-panji
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah Ummat Telah Menuntut Bukti

Ingatlah Ingat-Ingat....
Niat tiah di ikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi
Susila cakap taqwa kepada Tuhan
Pewaris Tampuk Pimpinan ummat nanti

Reff:
Immawan dan Immawati
Siswa teladan Putra harapan
Penyambung Hidup generasi

Ummat Islam seribu zaman


Pendukung cita-cita luhur
Negri indah adil dan makmur

MARS IPM

Bersatu berpadu menjalin ukhuwah


Di dalam ikatan pelajar muhammadiyah
Terampil berilmu berakhlaq mulia
Pelopor dan pelangsung penyempurna amanah
Berjuang dengan sekuat tenaga
Tegakkan Islam yang utama
Menjadi kader yang siap sedia
Untuk umat dan bangsa
Berdiri tegaklah tampillah dimuka
Ikrarkan bersama IPM Berjaya

296 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
MARS HIZBULWATHAN

Hizbul Wathan Muhammadiyah


Sangat pesat meraja
Di seluruh Indonesia
Bukan di sini sahaja
Memang haknya menjunjung
Islam disengaja
Teguh hati sebagai baja
Menjalankan kewajiban
Dengan sopan bersuka durja
Sama-sama fakir dan kaya
Punya haluan: "Sedikit bicara banyak bekerja"
Hizbul Wathan Muhammadiyah
S'lalu siap sedia
Berbuat amal serta jasa
Dengan ikhlas dan gembira
Pandu perwira Islam
Putra Indonesia
Setia dan dapat dipercaya
Dalam semua janji dan bakti
Untuk agama dan bangsa
Cepat tangkas tingkah terjangnya
Dengan semboyan: "Sedikit bicara banyak bekerja"
Hizbul Wathan Muhammadiyah
Pandu putra harapan
Pendukung cita gerak Islam
S'lalu siap bekerja
Pandu berakhlaq mulia
Taqwa beribadah
Teguh patuh setia agama
Hemat cermat cakap dan jujur
Ikhlas dari sanjungpuja
Tabah giat dan bersemangat
Gemar beramal sedikit bicara banyak bekerja

MARS ORTOM 297

Anda mungkin juga menyukai