PENDAHULUAN
Umat Islam tradisional hingga saat ini tampak ada perasaan masih belum menerima apa
yang dimaksud dengan pembaharuan Islam. Mereka memandang bahwa pembaruan Islam adalah
membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam yang
lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan
unggul kepribadiannya, sedangkan ulama yang ada sekarang dipandang kurang mendalam ilmu
agamanya, kurang taat dalam ibadahnya dan kurang baik budi pekertinya. Oleh karena itu, umat
Islam tradisional beranggapan bahwa ulama abad lampau sudah cukup baik dan tidak perlu
diperbarui dengan ulama sekarang.
Adapula yang memahami pembaruan Islam dengan mengubah Al Quran dan Al Hadist,
memahami Al Quran dan Al Hadist menurut selera orang yang memahaminya, atau mencocokan
makna Al Quran dan Al Hadist sesuai penafsirnya. Dengan kata lain, pembaruan Islam
dipersepsikan dengan upaya mencocokan kehendak Al Quran dan Al Hadist dengan kehendak
orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang hidup sesuai Al Quran dan Al Hadist.
Persepsi demikian hingga kini tampak dipegang terus oleh sebagian umat Islam tradisional, tanpa
berdialog kembali dengan para tokoh pembaharu dalam Islam, maka muncullah kaum modernis
dan kaum tradisionalis.
PEMBAHASAN
Tajdid bisa berarti sesuatu yang diperbaharui itu sudah ada, nyata dan diketahui, atau
sesuatu itu telah dimakan zaman sehingga mengalami kerusakan, atau sesuatu itu dikembalikan
seperti keadaan semula sebelum rusak.
Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya
paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada
kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasional, dan
sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan
dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang
seharusnya”.
2.2.1 Liberalisasi
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama.2
2.2.2 Modernisasi
1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet 1, hlm.10
2
http://kbbi.web.id/liberalisme diakses pada 19 Maret 2019 pukul 23.00
3
Pardoyo, Sekularisasi Dalam Polemik, (Jakarta: Pustaka Utama Grafit, 1993). hlm. 40
Gerakan pembaharuan Islam di Mesir, sebagai imbas dari persinggungan politik dan
intelektual Gerakan pembaharuan Islam adalah suatu upaya untuk menyesuaikan
(kontekstualisasi) ajaran Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Dalam bahasa Arab, gerakan pembaharuan disebut dengan
tajdîd. Secara harfiah tajdîd berarti pembaharuan, dan pelakunya disebut dengan mujaddid.
Tradisi pembaharuan dalam Islam sebenarnya telah berlangsung lama sejak masa-masa awal
sejarah Islam. Karena dalam Islam setiap kali terjadi masalah baru yang belum ada ketentuan
hukum sebelumnya, maka kaum muslim segera akan mencari jawabannya dengan ber-ijtihad
melalui metode ijma’, qiyas dan sebagainya dengan tetap merujuk pada al-Qur’an dan al-hadits.
Dalam hal ini Rasulullah Saw pernah mengisyaratkan, “sesungguhnya Allah akan
mengutus kepada umat ini (Islam) pada permulaan setiap abad orang-orang yang akan
memperbaiki (memperbaharui) agamanya” (HR. Imam Abu Dawud).
Namun demikian, istilah tajdid atau pembaharuan dalam Islam baru populer pada
awal abad ke-18 M, tepatnya setelah munculnya gaung pemikiran dan antara Islam dengan dunia
Barat. Gerakan pembaharuan dalam Islam, yang oleh beberapa pakar disebut juga gerakan
modernisasi atau gerakan reformasi Islam, adalah gerakan yang dilakukan untuk menyesuaikan
ajaran Islam dengan tatanan dunia baru yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
4
Ibid, 39
5
http://kbbi.web.id/rekonstruksi diakses pada 19 Maret 2019 pukul 22.57
STUDI ISLAM | Aspek Pembaharuan Dalam Islam 4
teknologi modern. Dengan pembaharuan itu para pemimpin Islam berharap agar umat Islam
terbebas dari ketertinggalan, bahkan dapat mencapai kemajuan yang setara dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.
Dengan kata lain, istilah modernisasi berarti sebuah bentuk perubahan tatanan
transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik,
dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan makmur.
Dengan demikian, pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi, atau
menambahi teks al-Qur’an maupun al-hadits, melainkan hanya menyesuaikan pemahaman atas
keduanya dalam menjawab tantangan zaman yang senantiasa berubah (kontekstualisasi ajaran
Islam). Hal ini, menurut para tokoh pembaharuan Islam, dikarenakan terjadinya kesenjangan
antara yang dikehendaki al-Qur’an dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Oleh karenanya
diperlukan upaya pembaharuan dalam pemikiran dan keagamaan masyarakat sehingga dapat
sejalan dengan spirit al- Qur’an dan as-Sunnah.
Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dunia Islam timbul terutama karena adanya
kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak itu, umat Islam abad 19
mulai menyadari bahwa mereka telah mengalami kemunduran dibandingankan dunia Barat yang
pada saat itu mulai menemukan titik kemajuan peradaban.
Sebelum periode modern, hubungan atau kontak antara Islam dan Barat sebenarnya sudah
terjadi, terlebih antara Kerajaan Utsmani yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan Eropa
dengan beberapa negara Barat. Namun kontak dengan kebudayaan Barat ini semakin intens saat
jatuhnya kekuatan Mesir oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis, disusul dengan imperialisasi
Barat terhadap negara-negara muslim lainnya. Kondisi itu akhirnya membuka pemikiran
pemuka-pemuka intelektual dan pemerintahan Islam di Mesir untuk segera mengadakan upaya-
upaya pembaharuan.
1) Adanya sifat jumud (stagnan) yang telah membuat umat Islam berhenti berpikir dan
berusaha. Selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir (berijtihad) maka
mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Kemajuan masyarakat hanya akan bisa tercapai
melalui pengkajian ilmu pengetahuan yang terus menerus untuk kemudian diaplikasikan dalam
teknologi terapan dan kehidupan sosial yang nyata demi kemajuan masyarakat. Untuk itulah
maka perlu diadakan upaya pembaharuan dengan memberantas sikap jumud dan menggerakkan
kembali tradisi ijtihad di kalangan umat Islam.
Meski jalur strategis perdagangan yang selama itu menjadi jalur internasional telah
dikuasai oleh umat Islam sehingga bangsa Barat sulit melakukan transaksi-transaksi perdagangan
melalui jalur tersebut, namun dengan didukung oleh kesuksesan Christoper Columbus (1492M)
yang berhasil menemukan benua Amerika, juga Vasco da Gama yang berhasil menemukan
jalur ke Timur melalui Tanjung Harapan pada tahun 1498M,
telah menjadikan Benua Amerika dan kepulauan Hindia jatuh ke tangan bangsa Eropa
(Barat). Akibat dibukanya dua jalur perdagangan baru tersebut, maka Barat tidak lagi tergantung
pada jalur lama yang telah dikuasai umat Islam. Adanya jalur perdagangan yang semakin luas itu
maka dengan sendirinya akses perdagangan Barat semakin luas pula, dan tentunya semakin
meningkatkan nilai ekspor dan perekonomian bangsa Barat melampaui dunia Islam.
Kemajuan bangsa Barat yang diraih secara berturut-turut pasca perang salib, didorong
oleh adanya gerakan perluasan perdagangan, dan dipercepat dengan adanya gerakan
penggalian ilmu pengetahuan atau revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke 16 dengan
munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, René Descartes, Galileo Galilei, serta adanya
pengembangan riset dan penelitian dengan didirikannya lembaga-lembaga riset seperti The
Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French Academy of
Science. Menyusul kemudian aplikasi dari teori- teori baru dan hasil-hasil penelitian tersebut
dalam bentuk mesin-mesin pendukung industri, hingga muncullah gerakan Revolusi Industri di
Barat (1750-1850M). Revolusi Industri menimbulkan terjadinya perubahan secara besar-besaran
di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki
dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi
STUDI ISLAM | Aspek Pembaharuan Dalam Islam 6
Industri dimulai dari Britania Raya (Inggris) lalu menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika
Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia hingga saat ini. Dalam melakukan ekspansi
perdagangan itu, bangsa Barat ternyata bukan hanya memiliki motif ekonomi tapi juga motif
kekuasaan dan menyebarkan agama (Kristen). Tiga misi ini dikenal dengan istilah gold, glory
dan gospel (3-G) yang diterapkan dalam menaklukkan negara-negara Islam di dunia.
Nama lengkap Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran, Turki, 22 Januari 1263
dan meninggal 27 September 1328. Ayahnya, Shiabuddin Abdul Halim, seorang ahli hadis dan
ulama terkenal di Damascus.
Pada usia 10 tahun Ibnu Taimiyah telah hafal Al Qur’an, belajar kitab-kitab hadist utama
dan ilmu hitung. Tertarik juga mendalami ilmu kalam dan filsafat. Dalam usia 30 tahun telah
menjadi ulama besar pada jamannya.
i. Bidang Tauhid
Menentang segala bentuk bid’ah, takhayul dan khurofat. Aqidah tauhid yang benar
adalah aqidah salaf, yang bersumber dari Al Qur’an dan hadist bukan dari dalil-dalil
rasional dan filosofis.
Ibnu Taimiyah menetapkan sifat-sifat Tuhan tanpa tamsil dan tanzih. Tamsil =
menyamakan sifat-sifat Tuhan dengan sifat makhluk, tanzih = menafikkan sifat-sifat
Tuhan. Dia menentang ta’wil dalam menjelaskan sifat-sifat Tuhan. Ta’wil adalah
mengalihkan makna sebuah lafazh ayat ke makna lain yang lebih sesuai karena alasan
yang dapat diterima oleh akal [As-Suyuthi, 1979: I, 173].
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa metode penafsiran Al Qur’an yang terbaik adalah
tafsir Al Qur’an dengan Al Qur’an, kalau tidak ada baru dengan hadist, kalau tidak ada
juga dicari dari perkataan sahabat. Tidak ada juga dicari dari perkataan Tabi’in.
Dia menolak sikap umat Islam yang mengekor pada para mujtahid sementara pokok
persoalan sudah berubah. Taklid berarti menutup pintu ijtihad dan membuat otak jadi
beku. Ijtihad terbuka sepanjang masa karena kondisi manusia selalu berubah.
Menurut Ibnu Taimiyah pendapat siapa saja yang lebih tepat dan kuat argumennya itulah
yang diambil.
Bernama lengkap Muhammad Ibn Abdul Wahhab Ibn Sulayman Ibn Ali Ibn Muhammad
Ibn Ahmad Ibn Rashid al-Tamimi. Lahir di Uyaynah pada tahun 1730 Masehi/115 H.
Belajar agama dari ayahnya dan mengembangkan minat dalam bidang tafsir, hadis dan
hukum mazhab Hambaliyah, juga membaca karya-karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al
Jauziyah. Menulis buku yang terkenal yaitu Kitab al-Tauhid. Bersama dengan para pengikutnya
disebut sebagai gerakan/paham Wahabi meskipun menamakan diri sebagai Al Muwahhidun
(pendukun tauhid)
1) Pembaharuan Tauhid
Muhammad bin Abdul Wahhab membedakan tahuid menjadi tiga macam yaitu : Tauhid
Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid al-Asma’ was al-Sifat. Tujuan utamanya adalah untuk
memurnikan tauhid umat Islam yang sudah tercemar dengan Tahayul, Bid’ah dan Churofat
(TBC). Ajaran-ajarannya yang lain : Menentang pemujaan terhadap orang-orang suci,
mengunjungi tempat-tempat keramat untuk mencari berkah, menganggap bahwa segala obyek
pemujaan selain Allah SWT adalah palsu. Mencari bantuan dari siapa saja selain Allah SWT
adalah syirik.
Baik dan buruk berasal dari Allah SWT dan manusia tidak bebas berkehendak. Tidak
mempercayai superioritas ras, superioritas dan inferioritas tergantung pada ketaqwaan pada
2) Anti Tawasul :
Menurut Muhammad Bin Abdul Wahhab, Al Qur’an adalah firman Allah yang tak
tercipta, yang diwahyukan pada Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an adalah
sumber paling penting dari syari’ah. Dia menyarankan agar umat Islam mengikuti penafsiran Al-
Qur’an oleh generasi Al Salaf Al Salih dan lebih memilih mengikuti hadis yang otentik daripada
pendapat para ulama.
Muhammad Ali Pasha adalah seorang pembaharu Islam pada abad 19 hingga abad 20 M.
Ia adalah orang yang pertama kali meletakkan landasan kebangkitan modern di Mesir, setelah
munculnya kesadaran umat Islam di Mesir akan kelemahan mereka dalam mengahadapi
ekspedisi Perancis oleh Napoleon Bonaparte (1769-1821 M). Selain itu, kontak kebudayaan
Barat terhadap umat Islam ketika itu sangat tinggi, ditambah lagi dengan hancurnya kekuatan
Mesir oleh Napoleon Bonaparte. Alasan ini kemudian dijadikan tolak ukur bagi para pemuka
Lahir di Mesir 1849. Belajar di Al Azhar dan menjadi murid Jamaluddin Al-Afghani.
Gerakan pembaharuan Islam yang dilakukan Muhammad Abduh yaitu:
1) Purifikasi
Purifikasi atau pemurnian ajaran Islam merupakan fokus perhatian serius Muhammad
Abduh berkaitan dengan munculnya bid`ah dan khurafat yang masuk dalam kehidupan beragama
kaum muslim. Dalam pandangan Muhammad Abduh, seorang muslim wajib menghindarkan diri
dari perbuatan-perbuatan syirik dalam bentuk apapun.
Iqbal muncul memberi respon terhadap kondisi umat Islam tidak saja dengan menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi muslim India, tetapi sekaligus juga menjawab kemunduran
yang mayoritas sedang dihadapi oleh komunitas muslim di dunia secara keseluruhan. Respon
yang ia berikan terhadap problem spesifik komunitas muslim India ia kemukakan pada tahun
1930 dalam rapat tahunan liga muslim, dengan membentuk negara tersendiri bagi komunitas
muslim yang terpisah dari India yang Hindu. Iqbal yang telah menyatakan perlunya negara
tersendiri bagi komunitas muslim tersebut kemudian dipandang sebagai “Bapak Pakistan”.
1) Pan Islamisme. Obsesi Iqbal mengenai terbentuknya negara tersendiri bagi komunitas
muslim tidaklah bertentangan dengan faham Pan-Islamisme. Iqbal menyatakan bahwa
Islam bukan nasionalisme dan bukan pula imperialisme.
2) 2. A Free Personal Causality. Respon Iqbal terhadap kemandegan dan kejumudan
intelektual umat Islam termasuk juga komunitas muslim di India ia sampaikan
melalui pemikiran-pemikirannya antara lain tentang ego atau kehendak manusia
3) Faham Dinamisme.
2) Sistem Demokrasi
Dalam sistem pemerintahan yang absolut dan otokratis tidak ada kebebasan berpendapat.
Kebebasan hanya dimiliki para raja/kepala negara untuk bertindak dan tidak diatur oleh
Undang-undang. Karena itu al-Afghani menghendaki agar corak pemerintahan absulot diganti
dengan dengan corak pemerintahan demokratis.
Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik yang negaranya sudah
merdeka maupun masih dalam jajahan bangsa Barat. Gagasannya ini terkenal dengan sebutan
Pan Islamisme.
Ide ide pembaharuan di Indonesia terjadi pada abad ke 20 yang dibawa oleh para tokoh
yang semula belajar di mekkah. Tokoh- tokoh tersebut antara lain ialah : Ahmad Dahlan
(Muhammadiyah), K.H. Hasyim Asy'ari (Nahdlatul Ulama) Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam
(Persis). Yang melatar belakangi ide pembaharuan di Indonesia adalah adanya ide ide
pembaharuan di luar Indonesia. Gerakan pembaharuan islam tidaklah memiliki bentuk dan pola
yang sama tetapi memiliki karakter dan orientasi yang sangat beragam.
Gerakan pembaharuan islam pada abad ke 20 tersebut bukan muncul secara mendadak
tetapi tidak terlepas dari pembaharuan-pembaharuan yang terdahulu. Seperti pada abad ke 17 dan
18. Dikatakan pada abad 17 dan 18 adalah dasar dari pembaharuan yang terjadi di abad ke 20.
Menurut Azyumari Azra, tahapan gerakan pembaharuan islam di Indonesia jika dilihat
dari lingkungan situasi perkembangannya dapat di bagi menjadi 2 periode besar yaitu periode
pertama perempatan kedua abad ke 17 sampai akhir abad ke 18. Pada periode ini, islam sudah
mempunyai landasan atau dasar yang kuat di seluruh nusantara. Meskipun secara pemikiran dan
pemahaman keislamanya berkembang bersama dengan mistisme. kedua, periode abad ke 19
samapai sekarang.
Ide- ide pembaharuan islam di Indonesia masuk melalui beberapa jalur yaitu yang
pertama jalur haji dan mukim. Para tokoh- tokoh pada saat itu ketika menunaikan haji mereka
juga bermukim sementara untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu agama. Dan ketika
kembali ke tanah air pengetahuan tentang ilmu keagamaan atau ilmu lainnya meningkat. Ide- ide
yang mereka dapatkan tak jarang mempengaruhi orientasi dakwah di Indonesia. Yang kedua
adalah melalui jalur publikasi.
”Sejak umur 15 tahun, saat saya berdiam di rumah Tjokroaminoto,” cerita Bung Karno,
“saya telah terpukau dengan KH Ahmad Dahlan.” Bung Karno bahkan menjadi anggota
Muhammadiyah dan pernah menyatakan keinginan “dikubur dengan membawa nama
Muhammadiyah atas kain kafan.”
Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868 dengan menyandang nama
kecil Muhammad Darwis. Ayahnya, KH Abubakar, seorang khatib masjid besar di Kesultanan
Yogyakarta, sedangkan ibunya, Siti Aminah, putri seorang penghulu. Praktis, sejak kecil, dia
mendapat didikan lingkungan pesantren serta menyerap pengetahuan agama dan bahasa Arab.
Ketika menetap di Mekah, di usia 15 tahun, dia mulai berinteraksi dan tersentuh dengan
pemikiran para pembaharu Islam. Sejak itu, dia merasa perlunya gerakan pembaharuan Islam di
kampung halamannya, yang masih berbaur dengan sinkretisme dan formalisme. Mula-mula
dengan mengubah arah kiblat yang sebenarnya, kemudian mengajak memperbaiki jalan dan parit
di Kauman. Robert W Hefner, Indonesianis asal Amerika Serikat, menyebut Dahlan merupakan
sosok pembaharu Islam yang luar biasa di Indonesia, bahkan pengaruhnya melampaui batas
puncak pemikiran Muhammad Abduh dari Mesir.
Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta pada 23 Februari 1923 dan dimakamkan di Karang
Kuncen, Yogyakarta.
Dalam Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, terjadi perdebatan antara Ahmad Surkati
dari Al-Irsyad dan Semaun dari Sarekat Islam Merah. Temanya mentereng: “Dengan apa
Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamismekah atau Komunisme?” Perdebatan berlangsung
alot. Masing-masing kukuh pada pendapatnya. Toh, ini tak mengurangi penghargaan di antara
mereka. “Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya
dengan komunismelah tanah airnya dapat dimerdekakan,” ujar Surkari.
Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan, pada 1875. Sempat
mengenyam pendidikan di Al-Azhar (Mesir) dan Mekah, Surkati kemudian datang ke Jawa pada
Maret 1911. Ini bermula dari permintaan Jami’at Khair, organisasi yang didirikan warga
keturunan Arab di Jakarta, untuk mengajar. Karena ketidakcocokkan, dia keluar serta mendirikan
madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah di Jakarta pada 6 September 1914. Tanggal pendirian
madrasah itu kemudian menjadi tanggal berdirinya Perhimpunan Al-Irsyad. Tujuan organisasi
ini, selain memurnikan Islam, juga bergerak dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan.
STUDI ISLAM | Aspek Pembaharuan Dalam Islam 14
Sejarawan Belanda G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia
1900-1950 memandang hanya Al-Irsyad yang benar-benar gerakan pembaharuan yang punya
kesamaan dengan gerakan reformis di Mesir sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan
Rashid Ridha. Dengan demikian, Surkati juga seorang pembaharu Islam di Indonesia. Sukarno
bahkan menyebut Surkati ikut mempercepat lahirnya kemerdekaan Indonesia.
Ahmad Surkati wafat pada 6 September 1943. Sejak itu, perkembangan Al-Irsyad
tersendat, sekalipun tetap eksis hingga kini.
Sekalipun kerap berpolemik, Bung Karno pernah berpolemik dan melakukan surat-
menyurat dengan Ahmad Hassan, sebagaimana tersurat dalam surat-surat dari Endeh dalam buku
di Bawah Bendera Revolusi. Tak heran jika Bung Karno begitu menghargai pemikiran Islam
Hassan.
Nama kecilnya Hassan bin Ahmad, lahir di Singapura pada 1887 dari keluarga campuran,
Indonesia dan India. Semasa remaja dia melakoni beragam pekerjaan; dari buruh hingga penulis,
di Singapura maupun Indonesia. Hassan pernah tinggal di rumah Haji Muhammad Junus, salah
seorang pendiri Persatuan Islam (Persis), di Bandung.
Ketika pabrik tekstilnya tutup, dia mengabdikan diri di bidang agama dalam lingkungan
Persis, dan segera popular di kalangan kaum muda progresif. Di Bandung pula Hassan bertemu
dengan Mohammad Natsir, kelak jadi tokoh penting Persis, yang kemudian bersama-sama
menerbitkan majalah Pembela Islam dan Al-Lisan. Dia juga mendirikan pesantren Persis, di
samping pesantren putri, untuk membentuk kader, yang kemudian dipindahkan ke Bangil, Jawa
Timur.
Persis didirikan di Bandung pada 12 September 1923 oleh aktivis keagamaan yang
dipimpin Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, keduanya pedagang. Dalam Persatuan
Islam: Pembaharuan Islam Indonsia Abad XX, Howard M. Federspiel menulis bahwa Persis
adalah organisasi biasa, kecil, tak kukuh serta tak bergigi dalam percaturan politik saat itu.
Namun, Persis berusaha keras memperbarui umat Islam saat itu yang mengalami stagnasi
pemikiran dan penuh bid’ah, tahayul, dan khurafat.
Ahmad Hassan tutup usia pada 10 November 1958 dalam usia 71 tahun.
“Jangan kamu jadikan semuanya itu menjadi sebab buat bercera-berai, berpecah-belah,
bertengkar-tengkar, dan bermusuh-musuhan... Padahal agama kita hanya satu belaka: Islam!”
ujarnya dalam kongres NU di Banjarmasin, Kalimantan, pada 1935. KH Hasyim Asy’ari sadar
perlunya menghapus pertentangan antara kalangan tradisi maupun pembaharu.
Lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Nggedang-Jombang, Jawa Timur, Hasyim Asy’ari
adalah pendiri Nahdlatul Ulama, artinya kebangkitan ulama, organisasi Islam terbesar di
Indonesia. Dia mendirikannya bersama Kyai Wahab Chasbullah pada 31 Januari 1926 guna
mempertahankan faham bermadzhab dan membendung faham pembaharuan.
Hasyim pernah belajar pada Syaikh Mahfudz asal Termas, ulama Indonesia yang jadi
pakar ilmu hadits pertama, di Mekah. Ilmu hadits inilah yang kemudian menjadi spesialisasi
Pesantren Tebuireng, yang kelak didirikannya di Jombang sepulangnya dari Tanah Suci. Lewat
pesantren inilah KH Hasyim melancarkan pembaharuan sistem pendidikan keagamaan Islam
tradisional. Dia memperkenalkan pengetahuan umum dalam kurikulum pesantren, bahkan sejak
1926 ditambah dengan bahasa Belanda dan sejarah Indonesia. Dalam buku Tradisi Pesantren:
Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Zamakhsyari Dhofier manggambarkan Hasyim Asy’ari
sebagai sosok yang menjaga tradisi pesantren.
Di masa Belanda, Hasyim bersikap nonkooperatif. Dia mengeluarkan banyak fatwa yang
menolak kebijakan pemerintah kolonial. Yang paling spektakuler adalah fatwa jihad: “Wajib
hukumnya bagi umat Islam Indonesia berperang melawan Belanda.” Fatwa ini dikeluarkan
menjelang meletusnya Peristiwa 10 November di Surabaya.
Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947. Dalam perjalanannya, NU larut dalam politik
praktis hingga akhirnya kembali ke khitah 1926.
Tajdid atau pembaharuan adalah hal yang wajib diusahakan disamping sudah menjadi
sunnatullah. Usaha mengembalikan ajaran agama kepada kemurnianya, menyebarkanya
merupakan misi pokok pembaharuan islam. Pembaruan Islam adalah upaya upaya untuk
menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Maka pembaruan Islam bukan berarti mengubah,
mengurangi atau menambahkan teks Al Quran maupun teks alhadist. Melainkan hanya
menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman. Pembaruan Islam
dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat didalam Al
Quran dan al-sunnah. Diperlukan karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al Quran
dengan kenyataan di masyarakat. Al Quran misalnya mendorong umatnya agar menguasai
pengetahuan agama dan pengetahuan modern serta teknologi secara seimbang: hidup bersatu,
rukun dan damai yang bersifat dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka.
B. Saran
Cari sumber materi pembaharuan islam ini seluas – luasnya, karena buku tentang
pembaharuan islam tidak terlalu banyak. Makalah ini juga masih banyak kekurangan, semoga
bermanfaat bagi pembaca