Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PEMIKIRAN MODERN

MAKALAH PEMIKIRAN MODERN


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembaharuan dalam islam mengandung adanya tranformasi nilai yang mesti berubah
bahkan adakalahnya di perlukan perombakan –perombakan terhadap sruktur atau tatanan
yang sudah ada dianggap baku, sedangkan nilai tersebut tidak mempunyai akar yang kuat
berdasarkan suber-sumber pokoknya alquran dan hadist.tanda-tanda perubahan itu terlihat
secara trasparan . Titik tekan pembaharuan dalam istilah gerakan dan reformasi terhadap
ajaran-ajaran islam yang tidak sesuai dengan orisinalitas alquran dan hadist baik dalm
interpretasi tekstual maupun konstektual.
Menegaskan kembali proporsional ijtihat secara riil dengan pemberantasan terhadap
taklid dan mengadakan perombakan sosial umat islam yang terbelakang kemudian
mengiringnya mengadakan pencapaian kemajuan sesuai dengan tuntutan
zaman. Pembaharuan muncul dalam studi-studi modernisme di negara-negara islam
penghujung abad ke 18 abad ke 19 banyak memunculkan tema –tama sentral tentang
perlunya iptek sebagai pengikat perluasan upaya penaikan citra peradaban umat islam
menapaki abad –abad berikutnya. Sehingga ada kecendrungan lebih bersemangat untuk
proses islamisasi sains, yang di barat saat ini sains seakan bebas nilai dari keikut sertaan
agama memberikan masukan positif di dalamnya

B. Perumusan Masalah
1. Apa Pengertian pembaharuan dalam islam?
2. Bagaimana Pengertian, Metode Kajian Pemikiran Moderen?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembaruan dalam Islam


Dalam kosa kata “Islam”, term pembaruan digunakan kata tajdid, kemudian muncul
berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan pembaruan,
yaitu modernisme, reformisme, puritanis-me, revivalisme, dan fundamentalisme.
Di samping kata tajdid, ada istilah lain dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan
atau pembaruan, yaitu kata islah. Kata tajdid biasa diterjemahkan
sebagai “pembaharuan”, dan islah sebagai “perubahan”.Kedua kata tersebut secara
bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang berlanjut, yaitu suatu upaya menghidupkan
kembali keimanan Islam beserta praktek-prakteknya dalam komunitas kaum muslimin.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya
yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-
bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya
untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam bukan dalam hal yang
menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan Islam
bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi, ataupun merevisi nilai-nilai dan
prinsip-prinsip Islam dogmatis supaya sesuai dengan selera jaman, melainkan lebih berkaitan
dengan penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan
kebutuhan perkembangan, serta semangat jaman. Terkait dengan ini, maka dapat dipahami
bahwa pembaruan merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial, budaya,
politik, dan ekonomi.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam
dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi
modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi
atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas
keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun
hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada
kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrunagan, pengetahuan, situasional, dan
sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang
relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan
dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus
tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu
Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau
mengubah agama, akan tetapi – seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya
adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan
yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Terma
“mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid
(mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan
jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan
dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di
saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang
mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama
sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau
menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali
bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
1. Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang
menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali
kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam
keseharian mereka.
2. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari
satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban”
sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa
Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami
bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih,
namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah,
jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.

B. Landasan Bagi Pembaruan Pemikiran Islam


Bahwa pembaruan Islam merupakan suatu keharusan bagi upaya aktualisasi dan
kontekstualisasi Islam. Berkaitan dengan hal ini, maka persoalan yang perlu dijawab adalah
hal-hal apa saja yang dapat dijadikan pijakan (landasan) atau pemberi legitimasi bagi gerakan
pembaruan Islam (tajdid). Landasan tersebut adalah :
1. Landasan Teologis
Menurut Achmad Jainuri dikatakan bahwa ide tajdid berakar pada warisan pengalaman
sejarah kaum muslimin. Warisan tersebut adalah landasan teologis yang mendorong
munculnya berbagai gerakan tajdid (pembaruan Islam). Selanjutnya — masih menurut
Achmad Jainuri—bahwa landasan teologis itu terformulasikan dalam dua bentuk keyakinan,
yaitu:
Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (univer-salisme Islam). Sebagai
agama universal, Islam memiliki misi rahmah li al-‘alamin, memberikan rahmat bagi seluruh
alam. Universalitas Islam ini dipahami sebagai ajaran yang mencakup semua aspek
kehidupan, mengatur seluruh ranah kehidupan umat manusia, baik berhubungan dengan habl
min Allah (hubungan dengan sang khalik), habl min al-nas (hubungan dengan sesama umat
manusia), serta habl min al-‘alam (hubungan dengan alam lingkungan). Dengan terciptanya
harmoni pada ketiga wilayah hubungan tersebut, maka akan tercapai kebahagiaan hidup sejati
di dunia dan di akherat, karena Islam bukan hanya berorientasi duniawi semata, melainkan
duniawi dan ukhrawi secara bersama-sama. Konsep universalisme Islam itu meniscayakan
bahwa ajaran Islam berlaku pada setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia, baik bagi
bangsa Arab, maupun non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak membatasi diri pada
suatu bahasa, tempat, masa, atau kelompok tertentu, hal inilah yang membuka ruang adanya
aktualisasi dan kontekstualisasi Islam.
Kedua, keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah Swt, atau
finalitas fungsi kenabian Muhammad Saw sebagai seorang rasul Allah. Dalam keyakinan
umat Islam, terpatri suatu doktrin bahwa Islam adalah agama akhir jaman yang diturunkan
Tuhan bagi umat manusia, diyakini pula bahwa sebagai agama terakhir, apa yang dibawa
Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap yang melingkupi segalanya dan
mencakup sekalian agama yang diturunkan sebelumnya, DENGAN Al Qur’an yang
merupakan petunjuk bagi umat manusia seluruh zaman, serta Nabi Muhammad SAW sebagai
Nabi terakhir.
Tidak adanya Nabi setelah Nabi SAW bukan berarti fungsi kenabian telah berakhir, akan
tetapi diteruskan oleh para Ulama sebagai pewarisnya yang seharusnya menjewantahkan Al
Qur’an dalam kehidupan umat manusia pada semua zaman.
2. Landasan Normatif
Landasan normatif yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang diperoleh dari
teks-teks nash, baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Banyak ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan
pijakan bagi pelaksanaan tajdid dalam Islam karena secara jelas mengandung muatan bagi
keharusan melakukan pembaruan. Di antaranya surat al-Dluha: 4. “Sesungguhnya yang
kemudian itu lebih baik bagimu dari yang dahulu”, Ayat lainnya adalah surat ar-Ra’d: 11,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga
mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri….”
Dari ayat di atas, nampak jelas bahwa untuk mengubah status umat dari situasi rendah
menjadi mulia dan terhormat, umat Islam sendiri harus berinisiatif dan berikhtiar mengubah
sikap mereka, baik pola pikirnya maupun perilakunya. Sementara itu, dalam hadis Nabi dapat
kita temukan adanya teks hadis yang menyatakan bahwa “Allah akan mengutus kepada umat
ini pada setiap awal abad seseorang yang akan memperbarui (pemahaman) agamanya”.
3. Landasan Historis
Di awal perkembangannya, sewaktu nabi Muhammad masih ada dan pengikutnya masih
terbatas pada bangsa Arab yang berpusat di Makkah dan Madinah, Islam diterima dan
dipatuhi tanpa bantahan. Semua penganutnya berkata: “sami’na wa atha’na”. Dalam
perkembangannya, Islam baik secara etnografis maupun geografis menyebar luas, dari segi
intelektual pun membuahkan umat yang mampu mengembangkan ajaran Islam itu menjadi
berbagai pengetahuan, mulai dari ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu tafsir, filsafat,
tasawuf, dan lainnya, terutama dalam masa empat abad semenjak ia sempurna diturunkan.
Umat Islam dalam periode itu dengan segala ilmu yang dikembangkannya, berhasil
mendominasi peradaban dunia yang cemerlang, sampai mencapai puncaknya di abad XII-
XIII M, di masa inilah, ilmu pengetahuan ke-Islaman berkembang sampai puncaknya, baik
dalam bidang agama maupun dalam bidang non agama. Di jaman itu pula para pemikir
muslim dihasilkan. Mereka telah bekerja sekuat-kuatnya melakukan ijtihad sehingga terbina
apa yang kemudian dikenal sebagai kebudayaan Islam.
Setelah melalui kurun waktu lebih kurang lima abad sampai ke puncak kejayaannya,
sejarah kemajuan Islam mengalami kemandekan; Islam menjadi statis atau dikatakan
mengalami kemunduran. Masa demi masa kemundurannya semakin terasa. Pintu ijtihad
dinyatakan tertutup digantikan dengan taklid yang merajalela sampai menenggelamkan umat
Islam ke lubuk yang terdalam pada abad ke XVIII. Meskipun demikian, upaya pembaruan
senantiasa terjadi, di mana dalam suasana seperti digambarkan di atas, yaitu sejak abad XIII
M (peralihan ke abad XIV M).
Banyak tokoh – tokoh Islam yang mengadakan pembaruan dalam pemikiran demi untuk
mencapai kembali kejayaan terdahulunya, seperti Ibnu Taimiyah, Mohammad Abduh dan
lain – lain.

C. Faktor Penyebab Munculnya Pemikiran Modern


Lahirnya pemikiran moderen dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh 2 (dua) faktor,
yaitu :
1. Faktor Eksternal
a. Imperialisme Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat disintegrasi atau perpecahan yang
terjadi di kalangan umat Islam yang terjadi jauh sebelum kehancuran peradaban Islam pada
pertengahan abad ke-13 M., yaitu ketika munculnya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan
diri dari pemerintahan pusat pada masa kekhilafahan bani Abbasiyah.

Setelah runtuhnya bangunan peradaban Islam, perpecahan yang terjadi di tubuh umat
Islam bertambah parah dengan maraknya pemberontakan-pemberontakan terhadap
pemerintahan pusat Islam yang mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan lepasnya
daerah-daerah yang sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena lemahnya politik Islam disertai dengan motivasi pencarian daerah baru sebagai
pasar bagi perdagangan di dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah umat Islam,
Barat, sejak abad ke-16 M. menduduki daerah-daerah yang disinggahinya untuk dijadikan
daerah penjajahan. Spanyol akhirnya menjajah Filipina, Belanda menjajah Indonesia selama
ratusan tahun hingga memasuki abad 20 M. Inggris menjajah India, Malaysia dan sebagian
negara-negara di Afrika dan Perancis menjajah banyak negeri di Afrika.
Karena imperialisme inilah, lahir para pemikir Islam yang berusaha membangunkan
umat Islam dan mengajak mereka untuk bangkit menentang penjajahan, seperti Jamaluddin
Al Afghani dengan ide Pan Islamismenya di India dan Khairuddin Pasya at-Tunisi dengan
konsep negaranya di Tunisia.
b. Kontak dengan modernisme di Barat
Sejak abad 16 M. Barat mengalami suatu babak sejarahnya yang baru, yaitu masa
moderen dengan lahirnya para pemikir moderen yang menyuarakan kemajuan ilmu
pengetahuan dan berhasil menumbangkan kekuasaan gereja (agama). Karena keberhasilannya
inilah dicapai peradaban Barat yang hingga kini masih mendominasi dunia.
Sementara itu, dunia Islam yang pada waktu itu sedang berada dalam kemundurannya,
karena interaksinya dengan modernisme di Barat mulai menyadari pentingnya kemajuan dan
mengilhami mereka untuk memikirkan bagaimana kembali memajukan Islam sebagaimana
yang telah mereka capai di masa sebelumnya sehingga lahirlah para pemikir Islam seperti At
Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir, Muhammad Ali Pasya di Turki, Khairuddin At
Tunisi di Tunisia dan Sayyid Ahmad Khan di India.
2. Faktor Internal
a. Kemunduran Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena pertikaian
yang terjadi antara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan pembatasan
madzhab fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki, madzhab Syafi’i, madzhab
Hanafi dan madzhab Hambali. Sementara itu, bidang teologi didominasi oleh pemikiran
Asy’ariah dan bidang tasawwuf didominasi oleh pemikiran imam Al-Ghazali.
Penutupan pintu ijtihad ini telah menimbulkan efek negatif yang sangat besar di mana
umat Islam tak lagi memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal tidak diberdayakan dengan
maksimal sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam hanya sekadar pengulangan-
pengulangan tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa inovasi-inovasi yang diperlukan sesuai
dengan kemajuan jaman.
Berkenaan dengan kemunduran pemikiran Islam ini, para pemikir Islam di jaman
moderen dengan ide-ide pembaharuannya, menyuarakan pentingnya dibuka kembali pintu
ijtihad.
b. Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Selain kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya pemikiran
moderen dalam Islam adalah bercampurnya agama Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Pada masa sebelum abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal agamanya
dengan baik sehingga banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai agama. Maka
tercampurlah agama Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam bid’ah, khurafat
dan takhayul.
Muhammad Abduh yang dilanjutkan dengan muridnya Muhammad Rasyid Ridha dan
KH. Ahmad Dahlan di Indonesia adalah para pemikir pembaharuan Islam yang penuh
perhatian terhadap pemberantasan takhayul, bid’ah dan khurafat di kalangan umat Islam.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembaruan dalam Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan sesuai
dengan perkembangan zaman yang di timbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. ( Aktualisasi dan Kontekstualisasi ajaran Islam ), dengan tidak merubah teks Al
Qur’an dan al Hadits atau ajaran – ajaran bakunya.
Landasan Pembaruan Islam setidaknya ada 3 ( Tiga ), yakni :
1. Landasan Teologis
2. Landasan Normatif
3. Landasan Historis
Faktor Munculnya Pembaruan dalam Islam ada 2 ( dua ), yakni :
1. Faktor Eksternal, meliputi Imperialisasi Barat dan Kontak dengan Modernisasi Barat
2. Faktor Internal, meliputi Kemunduran pemikiran Islam dan Bercampurnya Ajaran Islam
dengan unsur – unsur diluar Islam.
B. Saran
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, karena itu kritik dan
saran sangat diharapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, M. Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Geerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam. Jakarta: Rajawali, 1998.
Husain Abdullah, Muhammad. Studi dasar-dasar Pemikiran Islam. Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2002.
Nata, Abudin,Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. raja Grafindo Persada,2001
Jainuri, Achmad. “Landasan Teologis Gerakan Pembaruan Islam”, dalam Jurnal Ulumul
Qur’an, No. 3. Vol. VI, Tahun 1995.
Sani, Abdul. Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998
Supadie, Didiek Ahmad dan Sarjuni. Pengantar Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers, 2011

B. SEJARAH FILSAFAT BARAT

1. Zaman Klasik

Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat
muncul ketika orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk
mencari jawaban atas pertanyaannya.[1]Fenomena ini menimbulkan suatu perubahan dalam
proses berfikir dari mempercayai mitos-mitos yang berkembang ditengah masyarakat
menjadi pemikiran yang lebih masuk akal.

Orang Yunani pertama yang bias diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta.[2] Para filsuf
Miletus mempermasalahkan alam, bukan manusia yang dipermasalahkan. Menurut Thales
azas pemula ini ialah air, yang dalam sifatnya yang bergerak-gerak merupakan azas
kehidupan segala sesuatu.[3] Inilah pemikiran filsuf pada masa itu dan dilanjutkan dengan
pilsuf-pilsuf yang lain seperti Phytagoras, Anaximander, Demokritus, Parmenides dan
Heraklitus. Mereka itu biasanya disebut pilsuf pra Socrates.

Kemudian zaman Socrates (469-399 SM) ditandai dengan kemunculan kaum sofis yang
berarti cendikiawan, atau diartikan dengan orang bayaran. Karena mereka mengajar dengan
mengambil upah dan ini merupakan pekerjaan yang hina pada zaman itu.

Tokoh-tokoh pilsuf yang terkenal pada masa klasik antara lain :

 Socrates

Menurut Socrates, pengetahuan dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap hal-
hal yang konkret dan beragam corak, namun masih termasuk dalam jenis yang sama. Unsur-
unsur yang berbeda kemudian dihilangkan, sehingga tinggal unsur yang sama dan bersifat
umum sebagai pengetahuan yang sejati. Dengan demikian, Socrates mengemukakan konsep:
“Barangsiapa yang memiliki pengertian sejati, akan memiliki kebajikan (arête) atau
keutamaan moral, sehingga dapat menjadi manusia yang sempurna”

 Plato (427 – 347 SM)

Plato merupakan murid setia Socrates. Titik tolak pemikiran filsafatnya adalah menentukan
mana yang paling benar, pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman atau pengetahuan
indra yang berubah-ubah (Heracleitos) atau pengetahuan yang didapatkan dari akal yang
tetap (Parmenides). Di bidang politik, Plato memperkenalkan konsep penting, yang
menyebutkan di dalam negara ideal terdapat tiga golongan sebagai berikut:

 Pemerintah sebagai golongan tertinggi (para penjaga, para filsuf)


 Prajurit sebagai golongan pembantu, yang menjaga keamanan negara dan ketaatan
warganya
 Polis atau golongan rakyat biasa yang bertugas memikul ekonomi negara (petani,
pedagang, tukang)
 Aristoteles (348 – 322 SM)

Aristoteles merupakam filsuf yang mengembangkan konsep logika (yang disebutnya sebagai
analitika) dan etika. Di bidang ilmu pengetahuan, Aristoteles membangi ilmu pengetahuan
menjadi:

 Ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik)


 Ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian)
 Ilmu pengetahuan teoretik (fisika, matematika, dan metafisika)

Dari pemikiran-pemikiran pilsuf diatas bisa diambil ciri-ciri filsafat barat zaman klasik antara
lain :

 Ilmu pengetahuan masih bersifat umum


 Kebanyakan masih memikirkan asal usul kehidupan
 Masih ada perbedaan pemikiran antara filsuf satu dengan yang lain
 Pembagian ilmu pengetahuan masih terbatas
C. Zaman Abad Pertengahan

Filsafat abad pertengahan disebut filsafat skolastik. Kata skolastik berasal dari kata school
yang berarti sekolah. Pada masa ini biasanya disebut masa kegelapan karena pada masa itu
gereja membelenggu kehidupan manusia. Masyarakat tidak lagi diberi kebebasan berfikir
untuk mengembangkan potensinya. Semua hasil pemikiran manusia selalu diawasi oleh
gereja, kalua ada pemikiran yang menyimpang dari gereja , mereka akan mendapatkan
hukuman yang berat.

Awalnya, skolastik timbul di biara-biara tua di Gillia selatan. Pengaruhnya menyabar hingga
ke Irlandia, Nederland, dan Jerman. Selanjutnya, pengaruh skolastik timbul disekolah –
sekolah kapitel, yaitu sekolah yang dikaitkan dengan gereja.

Filsafat pada abad pertengahan terbagi ke dalam 3 (tiga) periode, yaitu :

 Awal skolastik
 Kejayaan skolastik
 Akhir skolastik[4]

1. Awal skolastik

Sutarjo Wiramihardja mengatakan bahwa zaman ini berhubungan dengan terjadinya


perpindahan penduduk, yaitu perpindahan bangsa Hun dari Asia ke Eropa sehingga bangsa
Jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran romawi yang secara politik sudah mengalami
kemerosotan. Walaupun demikian masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad
pertengahan yang mana sebelumnya merosot karena kuatnya dominasi golongan gereja[5].

Tokoh-tokoh filsafat pada masa ini adalah

1. Agustinus (354-430 M)

Pemikirannya adalah dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti ada yang
mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama . kebanaran
berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu yang dicipatakan oleh Allah dari yang tidak
ada (creation ex nihilo). Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang
terpenting adalah cinta pada Tuhan2

2. Santo Anselmus (1033-1109)

Ungkapan yang terkenal dari Santo Anselmus adalah credo ut intelligam(saya percaya agar
saya paham )

3. Peter Abaelardus (1079-1142)

Kebebasan berfikir dieropa dipelopori oleh peter abaelardus. ia menginginkan kebebaasn


berfikir dengan membalik dictum Augustinus-Anselmus, credo ut intelligam dan
merumuskan pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya
percaya).

2. Kejayaan skolastik(1200-1300)
Pada masa ini bukan hanya filsuf kristiani saja yang berkrmbang tetapi juga pemikiran pada
masa ini dipengaruhi oleh filsuf Islam. Masa ini juga disebut dengan masa berbunga karena
muncul universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan.

Tokoh yang paling terkenal pada masa ini ialah Thomas Aquinas (1225-1274)

3. Masa akhir skolastik (1300-1450 M)

Runtuhnya masa skolastik ditandai dengan pemikiran Willism Occam (1285-1349) dengan
tulisan-tulisannya menyerang kekuasaan gereja dan teologi Kristen. William Occam merasa
membela agama dengan menceraikan ilmu dari teologi. Tuhan harus diterima atas dasar
keimanan, bukan dengan pembuktian, karena kepercayaan teologis tidak dapat
mendeostrasikan[6].

Ciri-ciri filsafat abad pertengahan adalah:

 Filsafat sudah diajarkan pada sekolah-sekolah


 Adanya pengaruh gereja
 Pemikiran mereka berdasarkan keyakinan kepada doktrin gereja

D. Zaman Modern

Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme
semakin kuat.Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan Abad Pertengahan
berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16
atau pada akhir masa Renaissance.Masa setelah Abad Pertengahan adalah masa
Modern.Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya Abad Pertengahan itu. Akan
tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa Modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai
kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
ekonomi. Usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani–
Romawi.Kebudayaan ini pulalah yang diresapi oleh suasana kristiani.Di bidang Filsafat,
terdapat aliran yang terus mempertahankan masa Klasik.Aliran-aliran dari Plato dan mazhab
Stoa menjadi aliran-aliran yang terus dipertahankan.Pada masa Renaissance ini tidak
menghasilkan karya-karya yang penting.

Dari sudut pandang sejarah Filsafat Barat melihat bahwa masa modern merupakan periode
dimana berbagai aliran pemikiran baru mulai bermunculan dan beradu dalam kancah
pemikiran filosofis Barat.Filsafat Barat menjadi penggung perdebatan antar filsuf terkemuka.
Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas. Argumentasi mereka pun
tidak jarang yang bersifat kasar dan sini, kadang tajam dan pragmatis, ada juga yang
sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini dibagi ke dalam tiga zaman atau periode,
yaitu: zaman Renaissans (Renaissance), zaman Pencerahan Budi (Aufklarung), dan zaman
Romantik, khususnya periode Idealisme Jerman.

Ada beberapa tokoh yang menjadi perintis yang membuka jalan baru menuju perkembangan
ilmiah yang modern. Mereka adalah Leonardo da Vinci (1452-
1519),NicolausCopernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630) dan Galileo
Galilei(1564-1643).[1] Sedangkan Francis Bacon (1561-1623) merupakan filsuf yang
meletakkan dasar filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dia
merupakan bangsawan Inggris yang terkenal dengan karyanya yang bermaksud untuk
menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.

Pada masa filsafat modern ini terdapat beberapa aliran yang berkembang pada masa itu,
diantaranya yaitu:

1. Idealisme

Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri
atas roh-roh (sukma) atau jiwa.ide-ide dan pikiran atau yangsejenis dengan itu.Aliran ini
merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangansejarah pikiran manusia..

2. Materialisme

Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada
selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.

Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-
mana.Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui
adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat.Pada masa ini,
kritikpun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang menentang Materialisme.

3. Dualisme

Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam
hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu masing-masing
bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan
kehidupan dalam alam Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakekat ini
adalah terdapat dalam diri manusia.

4. Empirisme

5. Rasionalisme

Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide
yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.

6.Fenomenalisme

Secara harfiah Fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggapbahwa


Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.Seorang Fenomenalisme
suka melihat gejala.Dia berbeda dengan seorang ahli ilmupositif yang mengumpulkan data,
mencari korelasi dan fungsi, serta membuathukum-hukum dan teori.Fenomenalisme bergerak
di bidang yang pasti.Hal yangmenampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang
evidensi yanglangsung.Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking
atthings”.

7. Intusionalisme
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi
(naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.Intuisi termasuk salah satu
kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran.Jadi Intuisi adalah non-analitik dan
tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan
perasaan.

E. KESIMPULAN

Filsafat barat muncul di Yunani pada abad ke 7 SM. Kemunculannya ditandai dengan
perubahan pola pikir dari mitos-mitos ke pola pikir yang lebih rasional. Filsafat di Yunani
muncul di kota Mileta. Tokoh-tokoh filsafat yang paling terkenal ialah Socrates, Plato dan
Aristoteles.

Sejarah filsafat abad pertengahan ditandai dengan pengaruh doktrin gereja yang sangat besar
pada waktu itu. Pemikiran harus sesuai dengan ajaran kristiani, kalau menyeleweng maka
bisa dianggap murtad dari agama.

masa modern merupakan periode dimana berbagai aliran pemikiran baru mulai bermunculan
dan beradu dalam kancah pemikiran filosofis Barat.Filsafat Barat menjadi penggung
perdebatan antar filsuf terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang
khas. Argumentasi mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sini, kadang tajam dan
pragmatis, ada juga yang sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini dibagi ke dalam
tiga zaman atau periode, yaitu: zaman Renaissans (Renaissance), zaman Pencerahan Budi
(Aufklarung), dan zaman Romantik, khususnya periode Idealisme Jerman.

DAFTAR PUSTAKA

Mukkhtar Latif, Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2014)

Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Perkembangan Filsafat Barat, (Yogyakarta : PT Tiara


Wacana Yogya, 1992)

Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,(Bandung : Simbiosa Rekatama


Media, 2013)

konrad kebung, filsafat ilmu pengetahuan,(Jakarta : PT. Prestasi Putra Karya, 2016)

http://amiie23new.blogspot.co.id/2012/11/filsafat-skolastik.html

[1] Mukkhtar Latif, Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2014), hal. 45.

[2] Ibid.

[3] Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Perkembangan Filsafat Barat, (Yogyakarta : PT


Tiara Wacana Yogya, 1992), hal. 4.
[4] Nina W. Syam,Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,(Bandung : Simbiosa Rekatama
Media, 2013), hal. 38.

[5] ibid

[6] Ibid. hal. 43

Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat pada Periode Modern dan


Kontemporer

A. Periode Modern
Filsafat Islam/Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia,
khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
Sebuah ciri khas Filsafat Islam/Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad
Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama.
Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu
Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Dalam bidang filsafat, zaman renaisans tidak menghasilkan karya penting bila
dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Filsafat berkembang bukan pada zaman itu,
melainkan kelak pada zaman sesudahnya yaitu zaman modern. Meskipun terdapat berbagai
perubahan mendasar, namun abad-abad renaisans tidaklah secara langsung menjadi lahan
subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan daya hidup yang
kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya yang lebih jelas. Jadi, zaman
modern filsafat didahului oleh zaman renaisans. Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan
pada filsafat modern. Ciri tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani,
individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. [1]
Pada abad ke-17 pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa
tokoh besar. Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang
memberi semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang
dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat dipakai
manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat dari kecenderungan
berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari keduanya, maka pada abad ini
lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme yang memberi penekanan pada
rasio dan empirisme yang memberi penekanan pada empiri.
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah
dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17
adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya.
Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal,
bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan,
semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada
perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang
bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang
bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan
dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang
lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap
akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk
menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak
berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama
aliran rasionalisme.[2]
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes
(1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried
Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut
Bertrand Russel, kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang
pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri
sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad
pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa
dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang
lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat
lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan
agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari
dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat
yang berbasis pada akal.

B. Periode Kontemporer
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
falsafi orang Yunani kuno. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel
Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan
Jean-Paul Sartre.
Filsafat Barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat
modern, hal ini dapat terungkap dalam istilah dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat
kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi
kebudayaan dunia barat. Tokoh-tokoh besar banyak bermunculan pada abad XX ini seperti
Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya
Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Nietzsche adalah tokoh pertama
yang sudah menyatakan ketidak puasannya terhadap dominasi atau pendewaan rasio pada
tahun 1880an.[3]
Jadi menurut tokoh pertama filsafat dekontruksi adalah Nietzsche. Dengan alasan
pada tahun 1880an Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat telah berada di ambang
kehancuran karena terlalu mendewakan rasio, kemudian baru tahun 1990 Capra juga
mengatakan demikian.[4]
Rasionalisme Filsafat modern perlu di dekonstruksi menurut Ahmad Tafsir karena ia
Filsafat yang keliru dan juga keliru cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat menjadi
hancur. Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia. Mencerminkan
kelemahan manusia modern. Akibatnya timbullah kecenderungan untuk menyisihkan seluruh
nilai dan norma yang berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup, sehingga
manusia modern yang mewarisi sikap positivistic cenderung menolak keterkaitan antara
substansi jasmani dan rohani manusia, mereka juga menolak adanya hari akhirat, akibatnya
manusia terasing tanpa batas, kehilangan orientasi dan sebagai konsekuensinya lahirlah
trauma kejiwaan dan ketidak stabilan hidup.
Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena profesionalisme
yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli di bidang Matematika, Fisika,
Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak pemikiran lama dihidupkan kembali
seperti neothomisme, neokantianisme.
Filsafat berasal dari Griek berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan),
tahu dengan mendalam, hikmah. Filsafat menurut term : ingin tahu dengan mendalam (cinta
pada kebijaksanaan) Menurut Ciceros (106-43 SM), penulis Romawi orang yang pertama
memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap
cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ”Ahli pengetahuan”, Phytagoras
mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia.
Tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun
menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan
adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup
keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan
pencinta pengetahuan.
Menurut Prof, I.R. PUDJAWIJATNA menerangkan juga ”Filo” artinya cinta dalam
arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang
diinginkannya. ”Sofia” artinya kebijaksanaan artinya pandai, mengerti dengan mendalam.
Orang yang berfilsafat dinamakan filosof dapat diumpamakan sebagai seseorang
yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang, ia ingin mengetahui hakikat
dirinya dalam kemestaan alam, karakteristiknya berfikir filsafat yang pertama adalah
menyeluruh, yang kedua mendasar. [5]Filsafat pada abad Yunani Klasik atau biasa disebut
filsafat kuno senantiasa membahas tentang kosmologi yaitu terbentuknya alam semesta dari
mana mereka berasal. selanjutnya filsafat abad pertengahan atau biasa disebut dengan
skolastik sangat berbeda dengan pemikiran sebelumnya hal ini disebabkan karena rumpun
bangsa yang berfilsafat sangat berbeda, dalam filsafat abad pertengahan ini manusia mencoba
mempersatukan secara harmonis apa yang diketahui dari akal dengan apa yang diketahuinya
dari wahyu dengan demikianlah timbul sistem pandangan dunia kristen yang rangkap, dimana
iman dan ilmu pengetahuan mendapatkan tempatnya masing-masing, semakin lama doktrin
kristen makin membelenggu kehidupan manusia di jaman itu sehingga semakin membatas.
Selanjutnya dalam perjalanan sejarah filsafat barat menunjukkan bahwa makin lama
filsafat itu makin terpecah-pecah menjadi filsafat jerman, filsafat Prancis, filsafat Inggris,
Filsafat Amerika dan filsafat Rusia. mereka mengikuti jalannya sendiri-sendiri masing-
masing membentuk kepribadian dengan caranya sendiri sekalipun demikian mereka tetap
menampakkan suatu kesatuan. Sebab bermacam-macam pemikiran yang dikemukakan pada
bangsa itu sebenarnya hanya mewujudkan aspek yang bermacam-macam dari satu
keadaban.[6]
Filsafat Kontemporer muncul diawali sikap ingin mendobrak teori Filsafat Modern
yang menggunakan keuniversalitasan kebenaran tunggal dan bebas nilai. Oleh sebab itu salah
satu ciri yang terdapat dalam Filsafat Kontempoter ini mengagungkan nilai-nilai relatifitas
dan mini narasi, dan lebih cenderung beragam dalam pemikiran.
Ciri filsafat Kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern
yang semakin melenceng, pemikiran Kontemporer ini berusaha mengkritik Logosentrisme
filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama, perkembangan
Filsafat kontemporer berada dalam dua jalur yakni filsafat Holistic dan filsafat dekonstruksi.

1. Aliran-Aliran dalam Filsafat Barat Kontemporer


a. Pragmatisme
Di Amerika Serikat aliran Pragmatisme mendapat tempatnya yang tersendiri didalam
pemikiran filsafat, William James adalah orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan
pragmatisme kepada dunia. Aliran Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar ialah apa
yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis.[7] Aliran ini menganggap benar apa yang akibat-akibatnya
bermanfaat secara praktis. Jadi patokan dari pragmatisme adalah bagaimana dapat bermanfaat
dalam kehidupan praktis. Dan pegangan pragmatisme adalah logika pengamatan. Kebenaran
mistis pun dapat diterima asalkan bisa bermanfaat secara praktis.
b. Vitalisme
Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik di awal abad XX
mengakibatkan perkembangan industrialisasi yang cepat pula, sehingga menjadikan segala
pemikiran diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi saja, baik jagad raya, maupun
manusia dipandang sebagai mesin yang terdiri dari banyak bagian yang masing-masing
menempati tempatnya sendiri-sendiri. Serta bekerja menurut hukum yang telah ditentukan
bagi masing-masing bagian itu.[8]
Aliran Vitalisme memandang bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya
atau prinsip vital dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul dari reaksi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi serta industrialisasi. Dimana segala sesuatu dapat dianalisa
secara matematis.
c. Fenomenologi
Kata Fenomenologi berasal dari Yunani fenomenon yang artinya sesuatu yang
tampak, terlihat karena bercahaya, dalam bahasa Indonesia disebut”gejala”.[12] Jadi
fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan segala sesuatu selama hal itu tampak.
Pelopor aliran ini adalah Edmund Husserl.
d. Eksistensialisme
Kata Eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi yang diturunkan dari kata
kerja sisto (berdiri, menempatkan) jadi eksistensialisme dapat diartikan manusia berdiri
sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada. Ia dapat
meragukan segala sesuatu hal yang pasti yaitu bahwa dirinya ada. Eksistensialisme adalah
aliran Filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, Eksistensi
sendiri merupakan cara berada manusia di dunia, dan cara ini berbeda dengan cara berada
makhluk-makhluk lainnya. Benda mati atau hewan tidak sadar akan keberadaannya tetapi
manusia menyadari keberadaannya, manusia sadar bahwa dirinya sedang bereksistensi oleh
sebab itu segala sesuatu berarti selama menyangkut dengan manusia, dengan kata lain
manusia memberikan arti pada segalanya, manusia menentukan perbuatannya sendiri, ia
memahami diri sebagai pribadi yang bereksistensi.
Dalam teori ini berpandangan bahwa manusia adalah eksistensinya mendahului
esensinya (hakikat), dan sebaliknya benda-benda lain esensinya mendahului eksistensinya,
sehingga manusia dapat menentukan diri sendiri menurut proyeksinya sendiri, hidupnya tidak
ditentukan lebih dulu, sebaliknya benda-benda lain bertindak menurut esensi atau kodrat yang
memang tak dapat dielakkan.
e. Filsafat Analitis
Aliran Filsafat Analitis ini pertama muncul di Inggris dan Amerika serikat sejak tahun
1950, Filsafat analitis sering juga disebut filsafat bahasa, filsafat ini merupakan reaksi dari
idealisme, khususnya neohegelianisme di inggris. Para penganutnya menyibukkan diri
dengan analisis bahasa dan konsep-konsep.
f. Strukturalisme
Strukturalisme muncul di Prancis pada tahun 1960an, dan dikenal juga dalam
linguistic, psiatri dan sosiologi, strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat
dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap, maka kaum strukturalis
menyibukkan diri dengan menyelidiki struktur-struktur tersebut.
g. Postmodernisme
Aliran Post Modernisme ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan
segala dampaknya, pengertian postmodern bukan sesuatu yang baru dalam filsafat Lyotard
menjadi orang pertama yang menngintroduksikan istilah ini ke dalam filsafat.
DAFTAR PUSTAKA

Leamen, Oliver. 2000. Eastern Philosophy: Key Readings. London: Routledge.

Misbah, Yadzi. 1993. Jelajah Hakikat Pemikiran Islam/Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

http://.wordpress.com/2009/09/22/filsafat-modern-dan-pembentukannya-renaisans

Ahmad. 2007. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Hadiwidjono, Harun. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai