Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Keduanya diyakini sebagai
kebenaran tunggal ditafsirkan penganutnya secara berbeda dan berubah-ubah sebagai
watak dan ciri khas adanya dinamika intelektual dalam Islam. Di dalamnya dimuat
postulat-postulat yang mendorong umat Islam untuk terus mengkaji dan meneliti
tentang prinsip dasar universalitas ajaran Islam yang sempurna namun tidak semuanya
disampaikan dengan bahasa yang jelas dan terinci. Oleh karena itu, interpretasi
diperlukan untuk memahami maksud dan makna bunyi ayat dan mengamalkannya
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Apalagi yang berkaitan dengan
persoalan sosial kemasyarakatan, Islam memberikan pedoman yang masih bersifat
umum.
Selama dua setengah abad sepeninggal Nabi SAW. dalam kaitannya pengalaman
Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Ortodoksi Sunni mengalami kristalisasi setelah
bergulat dengan aliran Mu’tazilah (rasionalisme dalam Islam), aliran Syi’ah, dan
kelompok-kelompok Khawarij. Pergulatan ini sesungguhnya masih terus berlangsung
sampai abad ke-13. Pada abad ini sufisme berkembang di Dunia Islam dalam bentuk
pelbagai kelompok persaudaraan (thariqah), yang sedikit banyak berbau mistik karena
tidak jarang gerakan-gerakan sufi mengalami pembauran dengan budaya-budaya lokal
yang sudah ada. Jadi tidak aneh bila praktek-praktek sufi kadang kala bertentangan
dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah karena mengarah pada bid’ah dan
khurafat.
Dalam situasi umat yang seperti itu, tampillah seorang pembaru Islam
pada peralihan abad ke-13 dan ke-14 yaitu Ibnu Taimiyah di Damaskus. Pembaruan
yang dilakukan oleh tokoh yang sering dianggap sebagai bapak tajdid (reformasi Islam)
ditujukan pada tiga sasaran utama yaitu sufisme, filsuf yang mendewakan rasionalisme
dan teologi Asy’ariyah yang cenderung pasrah kepada kehendak Tuhan dan totalistik.
Ketiganya dipandang menyimpang dari ajaran Islam sehingga di dalam memberikan
kritik selalu diserta seruan kepada umat Islam agar kembali kepada Al-Qur’an dan As-
Sunnah dan memahami kembali kedua sumber Islam itu dengan landasan ijtihad. Pintu
ijtihad yang seolah-olah sudah ditutup pada waktu itu didobrak oleh Ibnu Taimiyah

1
sambil menandaskan bahwa rekonstruksi Islam hanya dapat dilakukan dengan
menghidupkan semangat ijtihad. Menurutnya bahwa manusia harus dapat memahami
kehendak Allah sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Pada masa-masa selanjutnya bermunculanlah tokoh-tokoh pembaru lainnya
yang pada awalnya bertujuan sama untuk memperbaiki kondisi umat Islam yang pada
waktu itu mengalami degenerasi dan dekadensi akidah hanya saja tekanan dari masing-
masing pembaharuan berbeda, dari satu generasi kepada generasi yang lain, dan juga
dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Dalam pada itu yang diperbaharui oleh para
pembaharu itu hanyalah penafsiran dan interpretasi dari ajaran yang bersifat tidak
muntlak. Fazlur Rahman salah seorang pemikir Islam terkemuka menilai bahwa
gerakan-gerakan reformasi Islam yang muncul pada abad ke-17 sampai ke-19 pada
dasarnya menunjukkan karakteristik yang sama seperti gagasan pokok Ibnu Taimiyah
yaitu mengedepankan rekonstruksi sosio-moral masyarakat Islam dan sekaligus
mengoreksi sufisme yang terlalu menekankan individu dan mengabaikan masyarakat.
Kebangkitan di dunia Barat pada masa antara akhir abad ke-16 dan akhir abad
ke-18 telah terjadi transformasi budaya yang membawa masyarakat Barat menuju
modernitas. Secara Historis , Galileo Galilei (1564-1642) dianggap sebagai pahlawan
modernitas yang hidup pada masa Renaissans, masa ketika para pemikir mendapatkan
diri dalam kebebasan pribadi dan dengan akal sehat mereka mendobrak dogma gereja,
sehingga mereka mampu menemukan pelbagai pemecahan dan penemuan baru di
bidang ilmiah. Pada masa ini merupakan masa pencerahan terhadap akal
pemikiran atau masa pencerahan ( Aufklarung) terutama tahun 1650 – 1800 M., yang
selanjutnya diikuti oleh Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Perancis (1789 –
1799) yang telah membangun norma-norma baru dalam hubungan sosial umat
manusia. Sejak saat itulah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern melaju
dengan pesat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan anak kandung modernitas
pada abad ke-19 menyerbu dunia Islam dengan pintu masuk pendudukan Napoleon
Bonaparte di Mesir yang dalam sejarah Islam disebut sebagai permulaan Periode
Modern. Kontak dengan dunia Barat modern ini selanjutnya menimbulkan pelbagai ide
baru di dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi, sekularisme dan
sebagainya yang kelak menimbulkan pelbagai persoalan baru, juga sekaligus
menumbuhkan kembali dinamika intelektual kaum muslimin dengan cara

2
membersihkan agama dari subversi syirk, khurafat, dan bid’ah serta mengadopsi
pemahaman dan metodologi baru yang dikembangkan oleh orang-orang Barat. Dalam
keadaan demikian inilah. Dunia Islam bangkit dan muncul kesadaran bahwa mereka
telah mundur dan jauh ditinggalkan Eropa. Karena itu muncullah ulama dan para
pemikir Islam dengan ide-ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar
ketinggalan dari Barat sehingga dunia Islam pun memasuki periode modern.

B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana Latar belakang dan dasar pembaruan dan modernisasi di dunia islam ?
2. Bagaimana Bentuk Pembaruan ?
3. Siapa Tokoh-Tokoh Pembaruan Dan Upaya – Upaya apa saja Yang Telah
Dilaksanakan Di Dunia Islam

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI MODERNISASI DAN PEMBARUAN DI DUNIA ISLAM


“Modernisasi” secara etimologis berasal dari kata modern yang telah baku
menjadi bahasa Indonesia dengan arti pembaruan. Dalam masyarakat Barat
“modernisme” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk
mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya,
agar semua itu menjadi sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Modernisasi atau
pembaruan dapat diartikan apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan
oleh penerima pembaruan, meskipun bukan hal baru bagi orang lain. Dengan demikian
modernisasi merupakan proses perubahan untuk memperbaiki keadaan, baik dari segi
cara, konsep dan serangkaian metode yang bisa diterapkan dalam rangka
mengantarkan keadaan yang lebih baik.
Sedangkan dalam kosakata Islam term “pembaruan” digunakan
kata tajdid, kemudian muncul berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi
makna dengan pembaruan, yaitu modernisme, reformisme, puritanisme, revivalisme
dan fundamentalisme. Disamping kata tajdid, ada istilah lain dalam kosa kata Islam
tentang kebangkitan atau pembaruan, yaitu kata “ishlah”. Kata “tajdid” biasa
diterjemahkan sebagai “pembaruan” dan “ishlah” sebagai “perubahan”. Kedua
kata tersebut secara bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang berlanjut, yaitu
suatu upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta praktik-praktiknya dalam
komunitas kaum muslim.
Berkaitan dengan hal tersebut, pembaruan dalam Islam bukan dalam hal yang
menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan
Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi ataupun merevisi nilai-
nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan selera zaman, melainkan lebih
berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai
dengan kebutuhan perkembangan serta semangat zaman.
Adapun penggunaan istilah “modernisasi” atau “pembaruan” di dunia Islam oleh
para ahli masih terdapat perbedaan pendapat, demikian pula dalam pemaknaan dan isi
pembaruan itu sendiri. Harun Nasution menyebut pergulatan modernitas dan tradisi

4
dalam dunia Islam melahirkan upaya-upaya pembaruan terhadap tradisi yang ada
sebagai “Gerakan Pembaruan Islam”, bukan “Gerakan Modernisme Islam”. Menurutnya,
modernisme memiliki konteks sebagai gerakan yang berawal dari dunia Barat untuk
menggantikan ajaran agama Katholik dengan sains dan filsafat modern yang berpuncak
pada proses sekularisasi dunia Barat. Sedangkan Azyumardi Azra lebih suka memakai
istilah modern dari pada pembauran degan alasan bahwa penggunaan istilah
pembaruan tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah. Pembaruan dalam dunia
Islam modern tidak selalu mengarah pada reaffirmasi Islam dalam kehidupan Muslim,
sebaliknya yang sering terjadi adalah westernisasi dan sekularisasi. Dengan demikian
harus kita pahami bahwa pembaharuan dalam tradisi Islam yang disebut konsep tajdid
tidak sama dengan modernisasi dalam Islam.Yang diperlukan sekarang adalah usaha
penggalian kembali konsep-konsep dalam Islam yang telah terkaburkan karena terjadi
kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Qur’an dan al-Sunnah dengan kenyataan yang
terjadi di masyarakat. Kesenjangan ini terjadi di antaranya disebabkan oleh
ketidakmampuan menangkap semangat ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dalam
menghadapi gerak dan perkembangan hidup manusia yang mengakibatkan
pengamalannya menjadi padam dan ketiadaan ilmu yang cukup dapat berakibat
pengamalan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah menyimpang dari semangatnya. Dengan
demikian antara tajdid (pembaruan) dan modernisasi di dunia Islam berbeda secara
etimologis maupun konseptual, namun dalam praktiknya keduanya tidak terpisahkan.
Perbedaan ini dapat kita telusuri dari segi historis lahirnya kedua istilah tersebut.
Ada beberapa komponen yang menjadi ciri suatu aktivitas dikatakan sebagai
aktivitas pembaruan, antara lain: pertama, baik pembaruan maupun modernisasi akan
selalu mengarah kepada upaya perbaikan secara simultan, kedua, dalam upaya
melakukan suatu pembaruan niscaya akan ada pengaruh yang kuat antara ilmu
pengetahuan dan teknologi, ketiga, upaya pembaruan dilakukan juga dilakukan secara
dinamis, inovatif, dan progresif sejalan dengan perubahan cara berpikir seseorang.
Ketiga komponen ini dalam pelaksanaannya selalu terkait tidak dapat dipisahkan.

B. LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMBARUAN DAN MODERNISASI DI DUNIA


ISLAM
Pembaruan dan Modernisasi di dunia Islam dilatarbelakangi oleh beberapa
factor berikut ini:

5
a. Faktor Internal; faktor dari dalam Islam itu sendiri di antaranya :
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan
kebiasaan – kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat , pemujaan terhadap
orang-orang yang dianggap suci, dan hal lain yang membawa kepada
kekufuran.Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha,
umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir
untuk berijtihad, maka tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya
pembaruan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu
berpecah belah, maka umat Islam tidak akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju
karena adanya persatuan dan kesatuan atau persaudaraan yang diikat oleh tali
ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu
gerakan pembaruan.
b. Faktor Eksternal yaitu hasil kontak yang terjalin antara dunia Islam dengan dunia
Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami
kemunduran dibandingkan dengan Barat.
Pembaruan dan Modernisasi di Dunia Islam dilandasi oleh tiga hal berikut:
a. Landasan Teologis
Menurut Achmad Jainuri – landasan teologis itu terformulasikan dalam dua bentuk
keyakinan, yaitu :
Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (universalisme Islam).
Konsep universalisme Islam itu meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku
pada setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia dengan tidak membatasi diri
pada suatu bahasa, tempat, masa, atau kelompok tertentu. Dengan ungkapan lain
bahwa nilai universalisme itu tidak bisa dibatasi oleh formalism dalam bentuk
apapun. Kedua,keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah
SWT yang memuat semua prinsip moral dan agama untuk semua manusia atau
finalitas fungsi kenabian Muhammad SAW. sebagai Rasul Allah. Sebagaimana yang
dikutip oleh Abdul Hamid, Maulana Muhammad Ali dalam buku The Religion of
Islammenyatakan bahwa dalam keyakinan umat Islam, terpatri suatu
doktrin bahwa Islam adalah agama akhir yang diturunkan Tuhan bagi umat
manusia; yang berarti bahwa pasca Islam sudah tidak ada lagi agama yang
diturunkan Tuhan; dan diyakini pula bahwa sebagai agama yang terakhir, apa yang

6
dibawa Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap yang melingkupi
segalanya dan mencakup sekalian agama yang diturunkan sebelumnya.
b. Landasan Normatif
Yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang diperoleh dari tek-teks nash,
baik dari al-Qur’an maupun al-Hadis. Dasar-dasar dari Al-Qur’an tentang
modernisasi menurut Nurcholish Madjid sebagai berikut:
 Allah menciptakan seluruh alam ini dengan haq (benar) bukan bathil (palsu) (QS.
Al-Nahl [16]:3, Shad [38]:27).
 Dia mengaturnya dengan peraturan Ilahi (Sunnatullah) yang menguasai dan pasti
(QS. Al-A’raf [7]:54, al-Furqan [25]:2).
 Sebagai buatan Tuhan Maha Pencipta, alam ini adalah baik, menyenangkan
(mendatangkan kebahagiaan duniawi) dan harmonis (QS. Al-Anbiya [21]:27, Al-
Mulk [67]:3).
 Manusia diperintahkan Allah untuk mengamati dan menelaah hukum-hukum yang
ada dalam ciptaan-Nya (Qs. Yunus [10]:101).
 Allah menciptakan seluruh alam raya untuk kepentingan manusia, kesejahteraan
hidup dan kebahagiaannya,sebagai rahmat dari-Nya. Akan tetapi hanya golongan
manusia yang berpikir atau rasional yang mengerti dan kemudian memanfaatkan
karunia itu (QS.Al-Jatsiyah [45]:13.
 Karena adanya perintah untuk menggunakan akal pikiran (rasio) itu, Allah melarang
segala sesuatu yang menghambat perkembangan pemikiran, yaitu terutama berupa
pewarisan membuta tradisi-tradisi lama, yang merupakan cara berpikir dan tata
cara generasi sebelumnya (QS. Al-Baqarah [2]:170, al-Zukhruf [43]:22-25.
c. Landasan Historisnya adalah sebagai pijakan bagi kontinuitas gerakan pembaruan
Islam kini dan yang akan datang.

C. BENTUK PEMBARUAN
Gerakan pembaruan Islam telah melewati sejarah panjang. Menurut Fazlur
Rahman secara historis, perkembangan pembaruan Islam paling sedikit telah melewati
empat tahap. Keempatnya menyajikan model gerakan yang berbeda. Meski demikian,
antara satu dengan lainnya dapat dikatakan sebuah keberlangsungan (continuity)
daripada pergeseran dan perubahan yang terputus-putus. Hal ini karena gerakan
pembaruan Islam muncul bersamaan dengan fase-fase kemodernan yang telah cukup

7
lama melanda dunia, yaitu sejak pencerahan pada abad ke-18 dan terus berekspansi
hingga sekarang. Tahap-tahap gerakan pembaruan Islam itu, dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
Tahap pertama, adalah tahap gerakan yang disebut-sebut dengan revalisme
pramodernis (premodernism revivalish) atau disebut juga revivalis awal (early
revivalish). Golongan Revivalis (Pra-Modernis), mulai muncul pada akhir abad ke-18
dan awal abad ke-19 yang dipelopori oleh gerakan Wahabiyah di Arab, Sanusiyah di
Afrika Utara, Fulaniyah di Afrika Barat. Model gerakan ini timbul sebagai reaksi atas
merosotnya moralitas kakum muslim. Waktu itu masyarakat Islam diliputi oleh
kebekuan pemikiran karena terperangkap dalam pola tradisi yang sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan zaman. Ciri pertama yang menandai gerakan yang bercorak
revivalisme pramodernis ini adalah perhatian yang lebih mendalam dan seksama untuk
melakukan transformasi secara mendasar guna mengatasi kemunduran moral dan
sosial masyarakat Islam. Transformasi ini tentu saja menuntut adanya dasar-dasar yang
kuat, baik dari segi argumentasi maupun kultural. Dasar yang kelak juga dijadikan
slogan gerakan adalah “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw”.Reorientasi
semacam ini tentu saja tidak hanya menghendaki adanya keharusan untuk melakukan
purifikasi atas berbagai pandangan keagamaan. Lebih dari itu, pemikiran dan praktek-
praktek yang diduga dapat menyebabkan kemunduran umat juga harus ditinjau
kembali. Upaya purifikasi ini tidak hanya membutuhkan keberanian kaum intelektual
muslim, tetapi juga mengharuskan adanyaijtihad. Tak heran jika seruan untuk
membuka kembali pintu ijtihad yang selama ini diasumsikan tertutup diserukan dengan
gegap gempita oleh kaum pembaru. Ciri lain gerakan ini, adalah digunakannya
konsep jihad dengan sangat bergairah..
Tahap kedua, dikenal dengan istilah modernisme klasik. Gerakan Modernis ini
dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani (w.1897) di seluruh Timur Tengah, Sayyid
Ahmad Khan (w.1898) di India, dan Muhammad Abduh (w.1905) di Mesir. Di sini
pembaruan Islam termanifestasikan dalam pembaruan lembaga-lembaga pendidikan.
Pilihan ini tampaknya didasari argumentasi bahwa lembaga pendidikan merupakan
media yang paling efektif untuk mensosialisasikan gagasan-gagasan baru. Pendidikan
juga merupakan media untuk “mencetak” generasi baru yang berwawasan luas dan
rasional dalam memahami agama sehingga mampu menghadapi tantangan zaman.
Model gerakan ini muncul bersamaan dengan penyebaran kolonialisme dan

8
imperialisme Barat yang melanda hampir seluruh dunia Islam. Implikasinya, kaum
pembaru pada tahap ini mempergunakan ide-ide Barat sebagai ukuran kemajuan.
Meskipun demikian, bukan berarti pembaru mengabaikan sumber-sumber Islam dalam
bentuk seruan yang makin santer untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Pada tahap ini juga populer ungkapan yang mengatakan bahwa Barat maju karena
mengambil kekayaan yang dipancarkan oleh al-Qur’an, sedangkan kaum muslim
mundur karena meninggalkan ajaran-ajarannya sendiri. Dalam hubungan ini, model
gerakan melancarkan reformasi sosial melalui pendidikan, mempersoalkan kembali
peran wanita dalam masyarakat, dan melakukan pembaruan politik melalui bentuk
pemerintahan konstitusional dan perwakilan. Jelas pada tahap kedua ini, terjadi
kombinasi-kombinasi yang coba dibuat antara tradisi Islam dengan corak lembaga-
lembaga Barat seperti demokrasi, pendidikan wanita dan sebagainya. Meski kombinasi
yang dilakukan itu tidak sepenuhnya berhasil, terutama oleh hambatan kolonialisme
dan imprealisme yang tidak sepenuhnya menghendaki kebebasan gerakan pembaruan.
Mereka ingin mempertahankan status quo masyarakat Islam pada masa itu agar tetap
dengan mudah dapat dikendalikan.
Tahap ketiga, gerakan pembaruan Islam disebut revivalisme,
pascamodernis (posmodernist revivalist), atau disebut juga neorevivalist (new
revivalist). Gerakan ini mempunyai corak modern namun agak reaksioner, di mana A’la
al-Maududi dengan Jemaat Islaminya menjadi model tipikal bagi gerakan ini. Pada
tahap itu kombinasi-kombinasi tertentu antara Islam dan Barat masih dicobakan.
Bahkan ide-ide Barat, terutama di bidang sosial politik, sistem politik, maupun ekonomi,
dikemas dengan istilah-istilah Islam. Gerakan –gerakan sosial dan politik yang
merupakan aksentuasi utama dari tahap ini mulai dilansir dalam bentuk dan cara yang
lebih terorganisir. Sekolah dan universitas yang dianggap sebagai lembaga pendidikan
modern dibedakan dengan madrasah yang tradisional juga dikembangkan. Kaum
terpelajar yang mencoba mengikuti pendidikan universitas Barat juga mulai
bermunculan. Tak heran jika dalam tahap ini, mulai bermunculan pemikiran-pemikiran
sekularistik yang agaknya akan merupakan benih bagi munculnya tahap berikutnya.
Sejalan dengan itu, pada tahap ini muncul pandangan di kalangan muslim, bahwa Islam
di samping merupakan agama yang bersifat total, juga mengandung wawasan-wawasan,
nilai-nilai dan petunjuk yang bersifat langgeng dan komplit meliputi semua bidang
kehidupan. Tampaknya, pandangan ini merupakan respons terhadap kuatnya arus

9
“pembaratan” di kalangan kaum muslim. Tak heran jika salah satu corak tahap ini
adalah memperlihatkan sikap apologi yang berlebihan terhadap Islam dan ajaran-
ajarannya.
Tahap keempat yang disebut neo-modernisme. Tahap ini sebenarnya masih
dalam proses pencarian bentuknya. Meskipun demikian, Fazlur Rahman sebagai
“pengibar bendera” neo-modernisme menegaskan bahwa gerakan ini dilancarkan
berdasarkan kritik terhadap gerakan-gerakan terdahulu. Menurutnya neo-modernisme
mempunyai sintesis progresif dari rasionalitas modernis di satu sisi dengan ijtihad dan
tradisi klasik di sisi yang lain. Ini merupakan prasyarat utama bagi renaissance Islam.

D. TOKOH-TOKOH PEMBARUAN DAN UPAYA – UPAYA YANG TELAH


DILAKSANAKAN DI DUNIA ISLAM
Pada perkembangan Islam abad modern, umat Islam mulai timbul kesadaran
akan pentingnya ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah
setelah terjadi banyak penyimpangan dari sumber asalnya. Pada masa ini muncullah
para pembaharu yang ingin melakukan pemurnian terhadap ajaran agama Islam yang
sesuai dengan ajaran yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis. Berikut tokoh-
tokoh para pembaharu dan upaya-upaya yang telah dilakukan adalah :
1. Muhammad bin Abdul Wahhab yaitu ulama besar yang produktif lahir di Nejed
Arab Saudi pada tahun 1703 M. Beliau telah mempelopori gerakan pemurnian
tauhid yang disebut dengan Gerakan Wahabiyah. Secara umum tujuan gerakan
Wahabi adalah mengikis habis segala bentuk takhayul, bid’ah, khurafat dan bentuk-
bentuk penyimpangan pemikiran dan praktik keagamaan umat Islam yang
dinilainya telah keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya.
2. Jamaluddin al-Af-Ghani lahir di Asadabad Afganistan pada tahun 1835. Ia pendiri
perkumpulan Al-Urwah Al-Wutsqa (Ikatan yang Kuat) suatu perkumpulan yang
anggotanya terdiri atas orang-orang Islam dari berbagai Negara yang bertujuan
untuk memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat
Islam kepada kemajuan. Pemikirannya selain ajakan untuk pemurnian kembali
ajaran Islam, ia juga melahirkan ide tentang adanya persamaan antara pria dan
wanita dalam beberapa hal, kepemimpinan otokrasi supaya diubah menjadi
demokrasi . Gerakan politisnya adalah Pan-Islamisme dan anti kolonial. Ia

10
senantiasa berpihak pada kelompok yang menentang kolonialisme Inggris. Ide
modernism dalam pembaruan politik kesatuan dunia Islam dan populisme.
3. Muhammad Abduh dilahirkan di Mesir tahun 1849. Dalam melakukan gerakan
pembaruan ia melaksanakannya dengan menulis artikel di media massa seperti di
Koran Al-Ahram.Upaya dan pemikirannya dalam pembaruan Islam adalah : untuk
menafsirkan kemurnian ajaran Islam harus digunakan cara dengan membuka pintu
ijtihad.Setiap umat Islam agar dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
modern maka harus mau menghargai akal dengan jalan merasionalisasikan ajaran
Islam itu sendiri. Negara Islam harus mengakui konstitusi sehingga ada pembatasan
kekuasaan dari seorang pemimpin. Dia juga melakukan modernisasi sistem
pendidikan di Al-Azhar.
4. Rasyid Ridha lahir di Qalmoun, Syam tahun 1865 M. Upaya dan pemikirannya
adalah meluruskan pemahaman agama melalui penerbitan majalah dan tafsir Al-
Qur’an Al-Manar dan memperbarui system pendidikan dan pengajaran dengan
metode baru dengan menambahkan mata pelajaran umum pada kurikulum
madrasah dan sekolah tradisional, di samping mata pelajaran agama. Ia juga telah
mendirikan sekolah bernama Al-Madrasah Ad-Dakwah wa Al-Irsyad pada tahun
1912 di Kairo
5. Muhammad Ali Jinnah lahir di Karachi pada tahun 1876 sebagai “Bapak Pendiri
Pakistan” penerus gerakan pembaruan sebelumnya Muhammad Iqbal sebagai
arsitek, penggerak dan pemikir idealisme. Ia merupakan tokoh penentu tentang
kebangkitan Islam India. Dengan segala kegigihan dan keberaniannya ia terus
mewujudkan suatu koloni Islam yang diikat dalam suatu pemerintahan Islam
mandiri dan terbebas dari intervensi pihak manapun.
6. Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi India adalah seorang pembaru yang produktif
dengan berbagai karya, di antaranya pemikirannya tentang sosial politik dengan
melakukan asimilasi antara kaum Muslimin dan kebudayaan Inggris dengan menulis
sebuah buku yang berjudul Ahkam Ta’am Ahl Al-kitab (Hukum makanan Ahli Kitab).
Dalam bidang pendidikan pada tahun 1878 ia mendirikan Muhammaden Anglo
Oriental College (MAOC) yang pada tahun 1920 menjadi Universitas Islam
Aligarh.Sedangkan pada tahun 1886 mendirikan Muhammaden Education Confrence
yang merupakan pendidikan nasional yang seragam di India. Adapun dalam bidang

11
agama cara ia menelaah dan memberi intepretasi terhadap Al-Qur’an dan Hadis
cenderung mengarah pada pemikiran rasional.
Dengan memperhatikan upaya-upaya yang dilakukan para tokoh-tokoh tersebut
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gerakan-gerakan pembaruan sebelum abad ke-
20 ini memiliki beberapa kesamaan dasar yaitu (1) gerakan-gerakan itu datang dari
masyarakat Islam itu sendiri, (2) gerakan-gerakan itu pada dasarnya melakukan kritik
terhadap sufisme yang cenderung menjauhi tugas-tugas manusia Muslim alam
pergumulan social di dunia konkret, (3) gerakan-gerakan ini menekankan mutlak
perlunya rekonstruksi sosio-moral dan sosio-etis masyarakat Islam agar sesuai, atau
paling tidak mendekati Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan
Sunnah(4) gerakan-gerakan ini mengobarkan semangat ijtihad yaitu penggunaan akal
pikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat Islam
dengan referensi utama al-Qur’an dan Hadis.

E. PROBLEMATIKA PEMBAHARUAN DAN MODERNISASI ISLAM DI DUNIA ISLAM


Masuknya modernitas ke dunia Islam melewati suatu proses yang disebut
“serbuan” atau melalui kekerasan yang bersifat militer yakni ekspedisi Napoleon
Banaparte ke Mesir (1798-1801). Semenjak itu modernitas tidak saja menimbulkan
implikasi positif di dunia Islam, tetapi juga sejumlah problem dan tantangan yang makin
lama makin bertambah banyak seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi di Barat.
Ada beberapa problem yang dihadapi dalam pembaruan dan modernisasi agama
Islam, salah satu di antaranya adalah transformasi dalam tradisi dan kehidupan social
yang antara lain ditandai dengan (1) berkembangnya kemajemukan internal (internal
diversity); (2) diferensiasi structural (structural differentiation);(3) agama sebagai
bagian dari tradisi harus berhadapan dengan dua kekuatan utama modernisasi, yaitu
pluralisme budaya (cultural pluralisme) dan kritisisme ilmu pengetahuan (scientific
criticism) yang dapat menimbulkan problem dalam sosial keagamaan.
Di antara problem sosial keagamaan yang timbul di dalam pembaruan di dunia
Islam adalah :
Pertama, fenomena munculnya berbagai aliran atau gerakan sempalan dan sesat di
belahan dunia. Banyak sekali aliran sempalan yang bermunculan di dunia Islam
antara lain gerakan sempalan di beberapa negara yaitu gerakan Darul Arqam di

12
Malaysia didirikan oleh Syeikh Ahmad Suhaimi. Gerakan ini sangat tergantung kepada
pemimpin karismatik, Ustaz Ashaari Muhammad yang dikultuskan oleh pengikutnya
secara berlebihan seperti mempunyai barakah, karamah dan syafaat dan diberikan
kuasa-kuasa oleh Allah (kun fayakun). Kesesatan dari gerakan ini terkait dengann
ajaran dan akidah yang menyimpang dari ajaran Islam.
Ahmadiyah ( Agama Qadian India) didirikan oleh Nabi Mirza Ghulam Ahmad a.s
(menurut orang Ahmadiyah) di India. Penyimpangan dari agama ini adalah pengakuan
dari Ghulam Ahmad bahwa dirinya sebagai Nabi yang menerima wahyu di India
kemudian dibukukan menjadi kitab suci Tadzkirah yang sama sucinya dengan Al-
Qur’an. FahamBaha'i timbul dari kalangan Syi’ah di Iran pada abad XIX dicetuskan oleh
Mirza Ali Muhammad yang mengangkat dirinya “Imam Mahdi”. Faham ini mengajarkan
bahwa semua agama samawi (Yahudi, Islam dan Kristen) itu sama, karena berasal dari
Tuhan yang sama. dan Gerakan Syi'ah yang berkembang di Iran ajarannya banyak yang
menyimpang dari Islam, kufur, sesat dan menyesatkan. Ketiganya merupakan faham
agama yang sudah lama berdiri di negara lain sebelum masuknya ke Indonesia. Pada
masa awalnya, ketiganya mempunyai aspekmessianis, namun kemudian berubah
menjadi introversionis, tanpa sama sekali menghilangkan semangat awalnya. Pemimpin
karismatik aslinya (Ghulam Ahmad, Baha'ullah, Duabelas Imam) tetap merupakan titik
fokus penghormatan dan cinta yang luar biasa. Dalam Syi'ah, semangat revolusioner
kadang-kadang tumbuh lagi (seperti terakhir terlihat di Iran sejak 1977), dan itulah
agaknya yang merupakan daya tarik utama faham Syi'ah bagi para pengagumnya di
Indonesia. Sedangkan Ahmadiyah telah menampilkan diri (di India- Pakistan dan juga di
Indonesia) terutama sebagai sekte reformis yang belakangan menjadi sangat
introversionis dan menghindar dari kegiatan di luar kalangan mereka sendiri.
Walaupun sekte Baha'i juga mempunyai beberapa penganut di Indonesia, mereka
rupanya tidak berasal dari kalangan Islam, sehingga Baha'i di sini tidak dapat dianggap
sebagai gerakan sempalan Islam (seperti halnya di negara aslinya, Iran).
Sedangkan di Indonesia sebagaimana yang telah ditetapkan oleh MUI Pusat dan
diumumkan pada Pedoman Identifikasi Aliran Sesat pada tanggal 6 Nopember
2007 disebutkan bahwa suatu faham atau aliran dinyatakan sesat apabila memenuhi
salah satu dari kriteria berikut:
1. Mengingkari salah satu rukun iman yang 6 (enam) yakni beriman kepada Allah,
kepada Malaikat-Nya kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-Rasul-Nya, kepada

13
hari Akhirat, kepada Qadla dan Qadar, dan rukun Islam yang 5 (lima) yakni
mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
berpuasa pada bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji.
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-
Qur`an dan as-Sunnah),
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Quran,
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran,
5. Melakukan penafsiran Al-Quran yang tidak berdasarkan kaedah-kaedah tafsir,
6. Mengingkari kedudukan Hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam,
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul,
8. Mengingkari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Nabi dan
Rasul terakhir,
9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah
ditetapkan oleh syariat, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardu tidak lima
waktu,
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengakafirkan muslim
hanya karena bukan kelompoknya.
Di antara aliran yang sesuai dengan kriteria sesat yang ditetapkan oleh MUI yang
pernah tumbuh dan berkembang di Indonesia kemudian dilarang yaitu :
1. Syiah
Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404
H./Maret 1984 merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut Faham
Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai
perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)
yang dianut oleh Umat Islam Indonesia. Perbedaan itu diantaranya:
1. Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan ahlu
Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi
syarat ilmu mustalah hadis.
2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari
kekhilafan (kesalahan).
3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal
Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.

14
4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah)
adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah)
memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah
untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan ummat.
5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar
Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi
Thalib).
6. Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang
“Imamah” (Pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada
ummat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang
didasarkan atas ajaran Syi’ah.
2. Ahmadiyyah Qadyaniyyah : Didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad Aktif : Sejak
1889 di Pakistan, masuk Indonesia 1924, menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai
nabi. Ditetapkan sebagai Jama’ah di luar Islam dalam Munas II 1980, Munas VII 2005
3. Islam Jamaah : Pendiri : Nur Hasan Ubaidah , Aktif : 1970-an, dilarang pemerintah
pada 1971. Aliran ini berubah nama menjadi Lemkari dan Lembaga Dakwah
Islamiyah Indonesia (LDII) pada 1991, menganggap musyrik umat di luar Islam
Jamaah, pakaian dan tubuh yang tersentuh umat lain harus disucikan, Tidak mau
shalat bersama umat di luar kelompok
4. Darul Arqam Fatwa MUI tahun 1994 mendukung sepenuhnya Keputusan MUI
Daerah Istimewa Aceh, MUI tingkat I Sumsel, MUI tingkat I Riau diperkuat dalam
silaturrahim Nasional di Pekan Baru 1994 yang intinya Darul Arqam adalah ajaran
yang menyimpang dari aqidah Islam.
5. Aliran Yang Menolak Sunnah/Hadits Rasul ; Fatwa tahun 1983 menyatakan
aliran ini adalah sesat dan menyesatkan dan berada di luar Agama Islam.
6. Jama’ah Khalifah Dan Baiat Fatwa 1987 menyatakan bahwa di kalangan umat
Islam ada keyakinan dan pemahaman agak menyimpang, seperti wajib hukumnya
baiat kepada Imam Jamaah Muslimin Hizbullah.
7. Pendangkalan Agama Dan Penyalahguanaan Dalil Fatwa tahun 1980, setiap
usaha pendangkalan agama dan penyalahgunaan dalil-dalil adalah merusak

15
kemurnian dan kemantapan hidup beragama. Oleh akrena itu MUI bertekad
menanganinya secara serius dan terus menerus.
8. Malaikat Jibril Mendampingi Manusia Fatwa tahun 1997 : memutuskan dan
memfatwakan : Doa Keyakinan atau akidah tentang malaikat, termasuk malaikat
Jibril, baik mengenai sifat dan tugasnya harus didasarkan pada bidang aqidah dan
aliran keagamaan himpunan fatwa Majelis Ulama Indonesia, 75 keterangan atau
penjelasan dari wahyu (Al-Qur’an dan Hadis). Tidak ada satupun ayat maupun hadis
yang menyatakan bahwa malaikat Jibril masih diberi tugas oleh Allah untuk
menurunkan ajaran kepada umat manusia, baik ajaran baru atau ajaran yang
bersifat penjelasan terhadap ajaran agama yang telah ada. Hal ini karena ajaran
Allah telah sempurna. Pengakuan seseorang bahwa dirinya didampingi dan
mendapat ajaran keagamaan dari malaiakt Jibril bertentangan dengan Al-Qur’an.
Oleh karena itu, pengakuan itu dipandang sesat dan menyesatkan.
9. Al-Qiyadah Al-Islamiyah Dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq , aktif ejak 2001 ,
Fatwa sesat MUI: 2007 karena Tidak menjalankan rukun Islam; salat sekali sehari
hanya malam hariidak wajib puasa, zakat, haji, menganggap musyrik orang di luar
Al-Qiyadah, punya rasul baru Ahmad Mushaddeq bergelar Almasih Almaw’ud,
Syahadat baru : Ashadu ala Illa Ha Ilallah, Wa asyhadu anna Almasih Almaw’ud
Rasulullah
10. Shalawat Wahidiyyah Fatwa MUI Kab. Tasikmalaya, Jabar 2007 menyatakan
bahwa paham yang mengkultuskan secara berlebihan pendiri shalawat Wahidiyyah
sehingga merusak aqidah.
11. Tarekat Babur Ridha Fatwa MUI Sumut 2007 menfatwakan sesatnya tarekat Babur
Ridho pimpinan Hirzi Nuzlan yang mengaku menerima bisikan Jibril.
12. Lembaga a Soul Training Fatwa MUI Sumut 2007 menilai sesat paham LST karena
hanya menerima Al-Qur`an dan mencaci maki ulama sebagai penyebab kerusakan
umat.
13. Tarekat Tajul Khalwatiyyah Wassamaniyyah ; Fatwa MUI Manggarai NTT 2007
menilai tarekat ini sesat menyesatkan karena menyimpang dari Al-Quran dan
sunnah seperti umur bisa dipanjangkan oleh tuan guru, yang tidak ikut kelompok
mereka kafir dan teman setan, malaikat tidak mampu mencabut nyawa mereka.
14. Pengajian Al-Haq Fatwa MUI Pematang Siantar mengelompkkan pengajian ini ke
dalam golongan inkar sunnah Rasul dan lain sebagainya.

16
Kedua adanya pemahaman-pemahaman menyimpang yang marak belakangan ini
tentang liberalisme, pluralisme dan sekularisme sebagai dampak kesalahan memaknai
tajdid dan kekeliruan dalam mengoperasionalkan ijtihad.
Di kalangan kelompok kontemporer Islam, meskipun semuanya berbicara atas
nama Islam, sebagaimana diungkapkan Endang Turmudi dkk. yang dikutip oleh M. Atho
Mudzhar masing-masing kelompok memberikan penekanan yang berbeda atas apa yang
ingin mereka capai. Walupun sama-sama menginginkan kemurnian Islam, menegakkan
syari’at Islam, namun mereka berbeda dalam orientasi dan tata cara merealisir
harapannya. Berikut ini beberapa contoh munculnya paham-paham baru terkait
pembaruan dalam Islam yaitu :
Liberalisme adalah suatu madzhab pemikiran yang memperhatikan kekebasan
individu dan memandang kewajiban menghormati kemerdekaan individu serta
berkeyakinan bahwa tugas pokok pemerintah adalah menjaga dan melindungi
kebebasan rakyat seperti berpikir, mengungkapkan pendapat, kepemilikan pribadi dan
kebebasan individu serta sejenisnya. Adapun liberalisme dalam Islam merupakan
bentuk lain dari sekularisme yang dibangun di atas sikap berpaling dari syari’at Allah,
kufur kepada ajaran dan petunjuk Allah dan rasul-Nya.[38][38] Kemudian sekularisme
itu sendiri dapat diartikan pemisahan antara agama dan Negara atau pemisahan agama
dari kehidupan. Gerakan sekuler tumbuh dan berkembang di dunia barat, dan
berkembang ke seluruh penjuru dunia seiring dengan datangnya para penjajah barat ke
dunia Islam. Maka berkembanglah sekulerisme di dunia Islam. Kehidupan sosial politik
di negara-negara Islam jauh dari nilai-nilai ke-Islaman dan sekularisme begitu sangat
kuatnya di dunia Islam. Sedangkan di Indonesia, sekularisme sangat mudah dibaca dan
sangat transparan.
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam
pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme
didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan “klaim kebenaran” yang
dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama,
konflik horizontal dan penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik
dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, baru sirna jika masing-masing agama
tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar. Adapun bahaya dari pluralisme
adalah adanya penghapusan identitas-identitas agama dan munculnya agama-agama

17
baru yang diramu dari berbagai agama yang ada sebagaimana dicontohkan di atas,,
serta pluralisme agama tidak bisa dilepaskan dari agenda penjajahan Barat melalui isu
globalisasi.
Ketiga timbulnya kelompok Tradisionalis dan Modernis karena adanya perbedaan
dalam menafsiri, memaknai dan memahami Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Sebagaimana yang terjadi pada kemunculan beberapa pemikiran teologi dan
filsafat di dunia Islam pada abad klasik, kemunculan gagasan tentang pemikiran
ideologis di atas tidak terelepas dari pengaruh kondisi social, kepentingan dan kondisi
social budaya bagsa yang sedang berkembang. Hal ini menandakan meskipun Islam itu
satu dari sudut ajaran pokoknya, akan tetapi setelah terlempar dalam konteks social
politik tertentu pada perkembangan sejarah tertentu pula, agama bisa memperlihatkan
struktur intern yang berbeda-beda. Maka jika dilihat dari masalah yang diperdebatkan
di antara beberapa kelompok tersebut, mereka berdebat bukan tentang pokok-pokok
ajaran Islam itu sendiri, akan tetapi bagaimana memanifestasikan ajaran Islam itu di
dalam system kehidupan social, antara Islam sebagai model of reality dan Islam
sebagai models for reality (yang pertama mengisyaratkan bahwa Islam adalah
representasi dari sebuah realitas, sementara yang kedua mengisyaratkan bahwa Islam
merupakan konsep bagi realitas, seperti aktivitas manusia. Dalam pemahaman yang
kedua ini agama mencakup teori-teori, dogma atau doktrin sebagai realitas ) sehingga
menciptakan setidaknya dua komunitas beragama antara kelompok tradisionalis dan
modernis.
Kelompok tradisionalis sering dikategorikan sebagai kelompok Islam yang masih
mempraktekkan beberapa praktek tahayyul, bid'ah, khurafat, dan beberapa budaya
animisme,atau sering diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, sementara kelompok
modernis adalah mereka yang sudah tidak lagi mempraktekkan beberapa hal di atas.
Perbedaan tersebut pada akhirnya membawa perbedaan dalam orientasi ideologi
keagamaan, beberapa praktek ritual keagamaan dan penggunaan symbol, yang
seringkali menimbulkan perselisihan atau konflik antar pengikutnya. Tidak jarang
konflik fisik pun terjadi hanya karena masalah sepele.

18
F. SOLUSI TERHADAP PROBLEM PENYIMPANGAN AQIDAH DAN PEMAHAMAN YANG
SALAH TERHADAP PEMBARUAN DALAM ISLAM DI INDONESIA
Dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas penulis
menyampaikan beberapa solusi sebagai berikut :
Aliran-aliran sempalan sebagaimana diuraikan di muka dapat merusak Islam dan
umatnya, karena itu harus dibasmi dengan bekerja sama antara ulama, pemerintah dan
umat Islam itu sendiri. Terhadap aliran-aliran yang sudah resmi dilarang pemerintah
kita harus terus mengawasi aktivitas gerakan mereka, jangan sampai mereka berganti
nama dan bisa tumbuh dan berkembang lagi. Kewaspadaan umat Islam tetap dijaga
terus.
Memberikan peringatan dan pembinaan kepada para tokoh-tokoh pendiri atau
penyebar agama atau aliran sesat itu agar menyadari kekeliruannya. Dalam hal ini
pemerintah harus melakukan penegakan hukum dengan tegas supaya bukan umat yang
bertindak langsung dengan kekerasan sehingga pada akhirnya tidak menyelesaikan
masalah justru menambah masalah baru.
Kita sebagai bagian dari umat Islam, Ulama dan Pemerintah hendaknya
memperkaya pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah dan macam-macam aliran
atau fenomena gerakan Islam yang marak belakangan ini sehingga dapat
menginformasikan eksistensi aliran dan gerakan tersebut secara komprehensif kepada
masyarakat luas agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan
tindakan anarkhis.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (KEMENAG) hendaknya
memfungsikan mekanisme musyawarah untuk mufakat, dialog terbuka dalam
menyelesaikan perselisihan antar umat seagama maupun lintas agama.

G. PENGARUH PEMBARUAN DUNIA ISLAM TERHADAP UMAT ISLAM DI


INDONESIA
Pembaharuan di negara-negara timur tengah tidak hanya tersebar di
lingkungan mereka sendiri, namun juga meluas hingga ke Indonesia. Pengaruh-
pengaruhnya antara lain sebagai berikut:
1. Gema pembaharuan yang dilakukan oleh Jamaludin Al Afgani dan Syekh
Muhammad Abdul Wahab sampai juga ke Indonesia terutama terhadap tokoh-
tokoh seperti H. Muhammad Miskin (Kabupaten Agam, Sumbar), H.Abdul Rahman

19
(Kab Lima Puluh Kota, Sumbar), H Salman Faris (Kab Tanah Datar, Sumbar).
Mereka dikenal dengan nama H. Miskin, H.Pioabang dan H. Sumaniik. Sepulang dari
tanah suci mereka terilhami oleh paham Syekh Muhammad Abdul Wahhab. Mereka
pulang dari tanah suci pada tahun 1803 M dan sebagai pengaruh pemikiran para
pembaharu Timur Tengah tersebut adalah timbulnya gerakan Paderi. Gerakan
tersebut ingin membersihkan ajaran Islam yang telah bercampur baur dengan
perbuatan-perbuatan yang bukan Islam. Hal ini menimbulkan pertentangan antar
golongan adat dan golongan Paderi.
2. Pada tahun 1903 M, murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Al-
Minangkabawy, seorang ulama besar bangsa Indonesia di Mekah yang
mendapat kedudukan mulia di kalangan masyarakat dan pemerintah Arab
kembali dari tanah suci. Murid-murid dari Syekh Ahmad inilah yang
menjadi pelopor gerakan pembaharuan di Minangkabau, dan akhirnya
berkembang ke seluruh Indonesia. Mereka antara lain sebagai berikut: Syekh H.
Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), Syekh Daud Rasyidi,Syekh Jamil
Jambik dan KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).
3. Munculnya berbagai organisasi dan kelembagaan Islam modern di Indonesia
pada abad ke-20, baik yang bersifat keagamaan, politik maupun ekonomi.
Organisasi tersebut ialah sebagai berikut : Jamiatul Khair (1905
M), Muhammadiyah (18 November 1912), Al Irsyad (1914 M), Persatuan Islam
(1923), Serikat Dagang Islam (1911), Jamiatul Nahdatul Ulama/NU (13 Januari
1926), Matla’ul Anwar (1905), Pergerakan Tarbiyah / PERTI (1928),.Persatuan
Muslim Indonesia / PERMI (22 Mei 1930), dan Majelis Islam Ala Indonesia
(1937).[41][41]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaharuan yang
menyebabkan lahirnya organisasi keagamaan pada mulanya bersifat keagamaan,tetapi
seiring dengan kondisi masyarakat pada saat itu kemudian menjelma menjadi kegiatan
politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia. Dan hal tersebut dirasakan mendapat
pengaruh yang signifikan dari pemikir-pemikir para pembaharu Islam,baik di tingkat
nasional maupun internasional.

20
BAB III
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Pembaruan dan modernisasi dalam Islam adalah upaya untuk menyesuaikan
paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian pembaruan dalam Islam
bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks Al-Qur’an dan Hadis,
melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Dari tokoh-tokoh yang muncul
dan upaya-upaya yang telah dilakukan dapat simpulkan bahwa gerakan pembaruan
tersebut mempunyai beberapa tujuan antara lain: (1) memurnikan ajaran al-qur’an dan
Sunnah dari berbagai macam unsur luar yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
ajarannya terutama yang akan berakibat mengotori tauhid, (2) meluruskan pemikiran
yang dirasakan menyimpang dari jiwa ajaran al-Qur’an dan Sunnah, (3)
menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
manusia sesuai dengan semangat Al-Qur’an dan Sunnah, (4) mengembangkan
pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah seluas mungkin, agar dapat menjawab berbagai
persoalan hidup seiring dengan perkembangan zaman, (5) mengembalikan posisi umat
Islam dalam percaturan politik agar terlepas dari cengkeraman kekuasaan kaum lain
(bangsa Barat), (6) menyajikan kreasi-kreasi dan metode-metode baru dalam
mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dan (7) menggerakkan semangat
mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dalam bidang kemasyarakatan menuju
wujudnya kesejahteraan hidup lahir bathin, dunia ukhrawi.
Kemunculan gerakan pembaruan Islam tidak bisa dipisahkan dari kondisi
obyektif kaum Muslim di satu sisi dan tantangan Barat yang muncul di hadapan Islam di
sisi lain. Dari sudut pandang ini Islam memang menghadapi tantangan dua arah, yaitu
dari dalam dan dari luar. Selain itu kemunculan gerakan pembaruan ini
juga dilatarbelakangi oleh dua factor yaitu ; factor internal umat Islam: paham tauhid
yang telah dinodai dengan praktek-praktek kekufuran, kejumudan yang menyebabkan
umat islam berhenti berpikir, perpecahan di kalangan umat Islam dan factor eksternal
sebagi hasil kontak antara dunia Islam dengan Barat.
Ada tiga landasan pembaruan dan modernisasi dalam Islam yaitu : landasan
teologis ; Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama universal (universalisme

21
Islam) dan Kedua,keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah
SWT yang memuat semua prinsip moral dan agama untuk semua manusia atau finalitas
fungsi kenabian Muhammad SAW , landasan normative landasan yang diperoleh dari
tek-teks nash, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadis dan landasan historis; Sebagai
pijakan bagi kontinuitas gerakan pembaruan Islam kini dan yang akan datang.
Banyak tokoh-tokoh pembaru yang telah berhasil dalam upaya memperbarui
Islam meliputi aspek sosial keagamaan, politik, pendidikan dan lain sebagainya
yang pemikirannya sangat berpengaruh cukup besar pada kondisi umat Islam
di Indonesia.
Selain itu juga banyak problematika yang muncul dalam proses pembaruan
Islam di antaranya; muncul aliran/sekte-sekte atau gerakan sempalan yang sesat,
adanya pemahaman-pemahaman menyimpang yang marak belakangan ini tentang,
liberalisme, sekularisme, dan pluralisme serta radikalisme sebagai dampak kesalahan
memaknai tajdid dan kekeliruan dalam mengoperasionalkan ijtihad, timbulnya
kelompok tradisionalis dan modernis yang mempunyai perbedaan dalam orientasi
ideologi keagamaan, beberapa praktek ritual keagamaan dan penggunaan symbol, yang
seringkali menimbulkan perselisihan antar pengikutnya, bahkan tidak jarang konflik
fisik pun terjadi hanya karena masalah-masalah yang tidak prinsip.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid dan Yaya, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung : Pustaka Setia,
2010)
Achmad Jainuri, Orientasi Ideologi Gerakan Islam, (Surabaya : LPAM, 2004)
Agus Hasan Bashori, http://qiblati.com/membongkar-paham-paham-
menyimpang-dari-islam, diakses 2 Nopember
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik
dan Ekonomi, (Bandung : Mizan,1993)
Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan, 1992)
Amos Sukamto, Agama dan Modernitas: Spiritualis transformative Ala Nurcholish Madjid,
www.gkpb.net/index.php?option=com 2&view=item, diakses 3 Nopember 2011
Hamnis Syafaq, Tradisionalisme dan Modernisme
Islam,http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com content&task=view&id=3
05&item id=193, diakses 31 oktober 2011
Hamzah Ya’qub, Pemurnian Aqidah dan Syari’ah Islam, (Jakarta: Pustaka Ilmu Jaya,
1988)
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press, 1986)
______________, Islam Rasional, (Bandung : Mizan, 1997)
______________, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
http://let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal/publications/gerakan_sempalan.
htm, diakses 2 Nopember 2011
http://qiblati.com/membongkar-paham-paham-menyimpang-dari-
islam.html, diakses 2 Nopember 2011
Islam dan Liberalisme, http://ustadzkholid.com/manhaj/islam-dan-
liberalisme, diakses 2 Nopember 2011.
John L. Espositi (ed.), Dinamika Kebangunan Islam : Watak, Proses, dan Tantangan, terj.
Bakri Siregar (Jakarta : Rajawali Press, 1987)
Joko Winarto, Perkembangan Islam Masa
Modern,http://rulrid.woedpress.com/2010/04/20/perkembangan-islam-
pembaruan/, diakses 1 Nopember 2011
M. Amin Djamaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan Di Indonesia, (Jakarta :
LPPI, 2002)

23

Anda mungkin juga menyukai