Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian tentang sejarah peradaban Islam, tidak terlepas dari
keberadaan sebuah Dinasti yaitu Dinasti Bani Umaiyah yang berkuasa selama
lebih kurang 90 tahun (41- 132/661-750). Dinasti ini didirikan oleh Muawiyah
bin Abi Sufyan Ibn Harb Ibnu Umayyah melalui peristiwa tahkim ketika
pecahnya perang Sifin di Daumatul Jandal. Kehadiran Dinasti Umayyah telah
memberi warna baru dalam bebakan sejarah pemerintahan Islam dengan sistim
pemerintahan yang sangat berbeda dengan sistim yang diterapkan pada
pemerintahan Islam yang pada masa-masa sebelumnya, baik pada masa
Rasulallah SAW maupun pada masa Khulafaurrasyidin . sistim pemerintahan
yang baru ini banyak sorotan dan ketidak pauasan dikalangan masyarakat
Islam pada umumnya.
Terlepas dari persoalan sistim pemerintahan yang diterapkan,
sejarah telah mencatat bahwa Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab pertama
yang telah memainkan perang penting dalam perluasan wilayah, ketinggian
peeradaban dan menyebarkan agama Islam keseluruh penjuru dunia,
khususnya eropa, sampai akhirnya dinasti ini menjadi adikuasa.
Masa pemerintahan Muawiyah tergolong cemerlang. Ia berhasil
menciptakan keamanan dalam negeri dengan membasmi para pemberontak. Ia
juga berhasil mengantarkan negara dan rakyatnya mencapai kemakmuran dan
kekayaan yang melimpah. Pemerintahan Bani Umayyah dimulai dari
Muawiyah bin Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan bin Muhammad. Diantara
mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa dalam berbagai bidang
sesuai dengan kehendak zamannya, sebalaiknya ada khalifah yang tidak patut
dan lemah.
Melihat pentingnya pembelajaran mengenai corak pemerintahan
Bani Umayyah, maka pada seminar makalah kali ini penulis akan membahas
sekelumit tentang Dinasti Umayyah, dari awal berdirinya sampai kepada

permasalaahan yang dicapai dalam pemerintahan. Untuk itu mudah-mudahan


makalah ini bermamfaat bagi penulis dan untuk kita bersama, serta penulis
sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat bisa memajukan untuk
penulis
B. Rumusan Masalah
1. Apakah kebijakan orientasi politik?
2. Apa kedudukan Amir Al Muminin?
3. Apa tali ikatan persatuan masyarakat (politik dan ekonomi)?
4. Apakah sistem sosial (arab dan mawali)?
5. Apakah sistem militer?
6. Apakah sistem fiskal?
C. Tujuan
1. Menjelaskan kebijakan orientasi politik?
2. Menjelaskan kedudukan Amir Al Muminin?
3. Menjelaskan tali ikatan persatuan masyarakat (politik dan ekonomi)?
4. Menjelaskan sistem sosial (arab dan mawali)?
5. Menjelaskan sistem militer?
6. Menjelaskan sistem fiskal?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Dinasti Umayah


Dalam literatur sejarah, Dinasti Umayyah selalu dibedakan menjadi dua:
pertama, Dinasti Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah bin
Abu Sufyan yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar
satu abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khilafah menjadi
sistem monarki. Dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia yang pada
awalnya merupakan daerah taklukan Umayyah yang dipimipin oleh seorang
gubernur pada zaman Walid bin Abdul Malik. Kemudian diubah menjadi
kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas yang berhasil
menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.
Khusus untuk Dinasti Umayyah di Syiria, Harun Nasution membaginya
menjadi tiga periode: Pendirian, kejayaan, dan kehancuran. Permulaan Dinasti
Umayyah ditandai dengan upaya Muawiyah menentang kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib, menumpas kekuatan yang tersisa dari tentara dan pengikut Ali
yang setia, dan menumpas kekuatan Khawarij yang melakukan penentangan,
baik kepada Ali maupun kepada Muawiyah. Fase kejayaan dimulai dari
khalifah Abdul Malik hingga Umar bin Abdul Aziz yang ditandai dengan
perbaikan pada bidang administrasi negara, penaklukan, dan pembangunan
kota-kota, masjid, dan perkantoran. Fase terakhir adalah fase kemunduran
yang ditandai dengan para khalifah yang lemah yang lebih mementingkan
kepentingan keluarga dan kurang memperhatikan kepentingan umum.

Seperti telah disinggung diatas, bahwa perintisan pendirian Dinasti Umayyah


dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membaiat Ali, berperang

melawan Ali, dan melakukan tahkim dengan pihak Ali yang secara politik
sangat menguntungkan Muawiyah. Keberuntungan Muawiyah berikutnya
adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Jabatan khalifah setelah Ali wafat dipegang oleh putranya, yaitu Hasan bin Ali
selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang
kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah
melakukan perjanjian dengan Hasan bin Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa
penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam setelah masa
Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H) dan tahun
tersebut disebut amul jamaat, karena perjanjian ini mempersatukan umat
Islam kembali menjadi satu. Namun, pada kenyataannya Muawiyah mulai
menginginkan kemonarkian Absolut. Karena menurutnya monarki absolut
adalah gaya paling efektif untuk memerintah kerajaan dengan basis ekonomi
jauh lebih memuaskan dari pada oligarki militer , yang para komandannya
biasanya saling bersaing memperebutkan kekuasaan dan dia pula menyadari
bahwa dia harus keluar dari tradisi Arab untuk mengamankan suksesi. Jadi dia
melanggar perjanjian dengan Hasan bin Ali dengan menunjuk Yazid bin
Muawiyah sebagai khalifah penggantinya . Dinasti Umayyah di Syiria
(Damaskus) berlangsung selama 91 tahun dengan jumlah khalifah 14 orang,
yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Muawiyah bin Yazid,
Marwan al-Hakam, Abdul Malik Marwan, Al-Walid bin Abd Malik, Sulaiman
Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Yazid bin Abdul Malik, Hisyam bin
Abdul Malik, Al-Walid bin Yazid, Yazid Al-Walid, Ibrahim Al-Walid, Marwan
bin Muhd. Khalifah yang dipandang memajukan umat Islam ad balah Abdul
Malik dan Umar bin Abdul Aziz, yang menurut sebagian riwayat termasuk
khulafa rosyidin.

Umat Islam ketika itu telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan
Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi
kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu monarki (kerajaan).
Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja (malik), mereka tetap
menggunakan gelar khalifah dengan makna konotatif yang diperbaharui. Pada

zaman khalifah empat, khalifah (pengganti) yang dimaksudkan adalah


khalifah Rasul SAW. Khalifah sebagai pemimpin masyarakat, sedangkan pada
zaman Bani Umayyah, yang dimaksud dengan khalifah adalah khalifah Allah,
pemimpin atau penguasa yang diangkat oleh Allah. Langkah awal dalam
rangka memperlancar pengangkat Yazid sebagai penggantinya adalah
menjadikan Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota.
B. Kebijakan dan Orientasi Politik
Dengan berbagai macam cara dan strategi, bahkan dengan menggunakan
kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak, akhirnya Muawiyah berhasil menduduki jabatan khalifah pada
tahun 661 M. Setelah lebih kurang memerintah selama 19 tahun, ia wafat pada
tahun 680 M. Ia adalah pendiri dinasti bani Umayyah dan telah banyak
melakukan kebijakkan-kebijakkan baru dalam politik, pemerintahan dan lainlain.
Selama memerintah, Muawiyah tidak mendapat kritikan oleh pembuka dan
tokoh umat Islam, kecuali setelah mengangkat Yazid menjadi putra mahkota.
Bahkan sebelum peristiwa tersebut, suasana secara umum berjalan stabil dan
baik, sehinga ia dapat melakukan beberapa usaha untuk memajukan
pemerintahan dan penyiaran Islam. Dan disinailah awal mula sistem
kemonarkian dimulai dan hal ini kemuadian ditiru oleh Daulah-daulah yang
muncul setelah Daulah Umayah ini. Karena hal ini pula, mulai bermunculan
pemberontakan-pemberontakan khususnya dari kaum Syiah yang menuntut
kembali isi perjanjian Amul Jamaah yang dulu disepakati oleh Muawiyah.
Namun, karena Muawiyah menginginkan harus ada suksesi dirinya sebagai
langakah untuk membuat kerajaan Absolut, maka Muawiyah melanggar isi
perjanjian tersebut dan memberlakukan sistim tangan besi kepada siapapun
yang melanggar dan tidak mengakui akan kebijakannya. Maka tak pelak
perang saudara pun tak bisa dihindarkan dari awal mula pembentukannya
dinasti ini sampai berakhirnya dinasti ini oleh gerakan oposisi yang dipelopori
oleh kaum Syiah.

Selama memerintah 19 tahun dinasti Bani Umayyah banyak melakukan


kebijakkan politik, seperti:
1) Pemisahan Kekuasaan
Pemisahan kekuasaan terjadi antara kekuasaan agama (Spritual Power)
dengan kekuasaan politik (Temporal Power). Pada masa bani Umayyah
telah mengalami penafsiran baru, karena ia sebagai penguasa pertama
negeri ini bukan seorang yang ahli dalam soal-soal keagamaan, sehingga
masalah keagamaan tersebut diserahkan kepada para ulama.
2) Pembagian Wilayah
Dalam hal pembagian wilayah, pada masa umayyah terjadi perubahan
yang besar hingga dibagi menjadi 10 provinsi, yaitu (1) Syiria dan
Palestina, (2) Kufah dan Irak, (3) Basrah, yang meliputi Persia, Sijistan,
Khurasan, Bahrain, oman dan mungkin ditambah nejad dan yamamah (4)
Armenia, (5) Hijaz, (6) Karman dan wilayah di perbatasan India, (7)
Egypt/Mesir, (8) Ifriqah/ Afrika Utara, (9) Yaman dan Arab Selatan, (10)
Andalus. Secara bertahap beberapa Provinsi digabung, sehingga tersisa
lima provinsi yang masing-masing diperintah oleh seorang wakil Khalifah.
Muawiyah menggabungkan Bashrah dan Kuffah di bawah satu
pemerintahan yaitu Irak, yang meliputi Persia dan Arab bagian Timur,
dengan Kufah sebagai Ibukotanya. Hijaz, Yaman, dan Arab tengah, juga
digabung kedalam satu pemerintahan. Kawasan Jairah (bagian utara Arab
antara Tigris dan Eufrat) digabung dengan Armenia, Azerbaijan dan Asia
Kecil bagian Timur digabung menjadi satu provinsi . Mesir atas dan bawah
menjadi wilayah keempat. Afrika kecil, yang meliputi Afrika Utara di
sebelah barat Mesir, Spanyol, Sisilia dan Pulau-pulau lain di perbatasan
menjadi

Negara

bagian

Kelima

dengan

kairawan

sebagi

Pusat

Pemerintahannya.
Tiap-tiap provinsi tetap dikepalai oleh gubernur yang betanggung jawab
lansung kepada khalifah. Gubernur berhak menunjuk wakilnya di daerah

yang lebih kecil dan mereka dinamakan amil. Sisa dari keuangan daerah
dikirim ke ibu kota untuk mengisi bas atau Bait al-mal negara.
3) Bidang Administrasi Pemerintahan
Pemerintah pada masa Dinasti Umayah memiliki tiga tugas utama yang
meliputi pengaturan administrasi publik, pengumpulan pajak, dan
pengaturan urusan-urusan keagamaan. Ketiga tugas itu secara teoritis
dikendalikan oleh tiga orang pejabat berbeda . Wakil Khalifah (amir,
shahib) mengangkat langsung amil (agen, petugas administrasi ) untuk
sebuah distrik tertentu dan menyampaikan nama mereka kepada khalifah.
Pada masa ini, terdapat banyak pembenahan-pembenahan khususnya
dalam bidang administrasi pemerintahan. Pada masa ini mulai dibentuk
kantor-kantor pos dengan tujuan agar lebih memudahkan para gubernur
khususnya untuk mengirim surat-surat kepada khalifah mengenai daerah
pemerintahannya. Pada masa daulah umayah ini pula dimulainya Arabisasi
yaitu perubahan bahasa kepemerintahan dan bahasa yang digunakan dalam
catatan administrasi pemerintahan menjadi bahasa Arab dan juga mulai
dibuatnya uang Logam khas bangsa Arab dengan menggunakan tulisan
bertuliskan Arab.
Pemerintah bani Umayyah dibentuk beberapa dewan (Departemen) yaitu :
a. Dewan al-Rasail (Sekretaris Jendral)
Dewan ini berfungsi untuk mengurus surat-surat negara yang ditujukan
kepada para gubernur atau menerima surat-surat dari mereka. Dua
macam sekretaris pada masa Umayyah: (1) Sekretaris Negara
(dipusat), (2) Sekretaris Provinsi yang menggunakan bahasa Yunani
(greek) dan parsi sebagai bahasa pengantarnya.
b. Dewan al-Kharraj

Dewan ini bertugas untuk mengurus masalah pajak dewan ini dibentuk
ditiap-tiap provinsi yang dikepalai oleh Shahib al-Kharraj. Departemen
pajak ini bertugas mengelola pajak tanah di daerah-daerah yang
menjadi kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
c. Diwan al-Barid
Dewan ini merupakan intelijen negara yang berfungsi sebagai
penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat.
d. Dewan al-Khatam (Departemen Pencatatan)
Dewan ini dibentuk karena banyaknya usaha untuk memalsukan tanda
tangan dari Muawiyah. Dewan ini bertugas untuk membuat dan
menyimpan salinan setiap dokumen resmi sebelum distempel, dan
mengirimkan lembaran aslinya.
4) Politik Arabisasi
Arabisasi artinya usaha-usaha pengaraban oleh Bani Umayyah di wilayahwilayah yang dikuasai oleh Islam.
Arabisasi yang terkenal pada masa ini adalah pada masa Abd Al-Malik
dan Al-Walid, yang dinilai oleh sebagian sejarawan adalah masa dimana
Dinasti Umayah mencapai puncak kejayaannya. Hal ini dimulai ketika
Abdul Malik mewajibkan bahasa pemerintahan yang dipakai dalam
wilayah kekuasaannya adalah bahasa Arab. Maka otomatis bahasa dalam
Administrasi Publik pun diubah menjadi bahasa Arab. Contohnya,
perubahan bahasa pemerintahan di Damaskus dari bahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab dan perubahan bahasa pemerintahan di Irak dan provinsi
bagian Timur dari bahasa Parsi ke bahasa Arab. Dilain bidang, Abd. Malik
mulai mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni hasil karya
orang Arab. Hal ini menandakan bahwa dalam kepemerintahan Daulah
Umayah, bangsa Arab haruslah menjadi bangsa unggulan dari bangsabangsa lainnya.

C. Kedudukan Amir al-Muminin


Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Amirul Muminin bertugas hanya sebagai
khalifah dalam bidang temporar (politik), sedangkan urusan keagamaan
diserahkan kepada para ulama. Hal ini berbeda dengan Amirul Muminin pada
masa Khulafah al- Rasyidun yang mana khalifah disamping kepala politik
juga kepala agama. Selain itu, pada masa ini pula, Khalifah lebih
mengandalkan para gubernur dan tangan kanannya untuk terjun langsung
dalam urusan kemiliteran. Para khalifah hanya mengeluarkan kebijakankebijakan politik yang dalam kasus ini kebanyakan ditentang oleh masyarakat
karena dinilai terlalu dictator dan otoritatif serta tidak membuka ruang
demokrasi, maka tak pelak banyak bermunculan pemberontakan pada masa
Daulah Umayah ini.

D. Tali Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)


Ekspansi Islam yang berlangsung dari pertengahan abad ke-7 sampai
permulaan abad ke-8, salah satu hasilnya ialah terintegrasinya daerah-daerah
yang ditaklukkan itu dalam satu satuan sosial-politik yang disebut dunia
Islam. Selanjutnya dunia Islam itu merupakan suatu kawasan ekonomi yang
terpadu dalam suatu jaringan pasaran bersama.
Jaringan tersebut terbentang dari Asia tengah ke samudra India, dari Afrika
Hitam (Sudan) ke wilayah Barbar Barat (Afrika Utara dan Spanyol) dan
wilayah Rusia Selatan. Dunia Islam yang wilayah intinya meliputi daerahdaerah bekas kerajaaan Persia, Imperium Bizantium di Suria dan Mesir serta
daerah-daerah Barbar di Mediterania (Afrika Utara dan Spanyol) itu,
merupakan salah satu jaringan penting dari rute utama perdagangan
internasioanal yang terbentang antara Cina dan Spanyol, dan antara Afrika,
diantara Afrika Hitam dengan Asia Tengah.

E. Sistem Sosial (Arab dan Mawali)


Seluruh manusia bagi Islam sama..
Orang Arab tidak lebih mulia dari yang lain
Orang Persia tidak lebih mulia dari orang Arab
Si Kulit Putih pun tak lebih mulia dari si Kulit Hitam
Tidak pula sebaliknya
Kecuali atas derajat taqwa jua,
Serta kebajikan terhadap sesamanya
Jangan beri daku darah nenek moyangmu
Yang kuinginkan ialah kebajikan
(Ahmad Imam dalam Musnad)

Orang Arab mengangap bahwa mereka lebih mulia dari kaum muslimin buka
orang Arab sendiri. Kaum muslimin bukan Arab (non-Arab) digelar dengan
nama al-Mawadi (asal mula Miwali), yaitu budak-budak tawanan perang yang
telah dimerdekakan. Kemudian disebutnya Mawali semua orang Islam yang
bukan Arab.
Orang Arab memandang dirinya Sayid (tuan) atas bangsa bukan Arab,
seakan-akan mereka dijadikan tua untuk memerintah. Oleh sebab itu, orang
Arab dalam zaman ini hanya bekerja dalam bidang politik dan pemerintahan
saja, sedangkan bidang-bidang usaha lain diserahkan kepada Mawali, seperti
pertukangan dan kerajinan. Orang mawali ini dipandang sebagai penghuni
kasta terendah dalam strata sosial bangsa Arab.
Akibat dari politik kasta yang dijalankan Dinasti Umayyah ini, maka banyak
kaum Mawali yang bersikap membantu gerakkan Bani Hasyim turunan
Awaliyah, bahkan juga memiki kaum Khawarij. Dikalangan kaum Mawali
lahirlah satu gerakkan rahasia yang dikenal dengan nama Asy-Syuubiyah

yang bertujuan melawan paham yang membedakan derajat kaum muslim yang
sebetulnya mereka adalah bersaudara. Barulah kemudian pada zaman khaifah
Harun Ar-Rasyid mulai terjadi diplomasi dengan kaum mawali. Komunikasi
berjalan lancar antara kedua belah pihak karena pada masa ini kedudukan
diantara keduanya disetarakan. Namun, sebagian dari mereka secara
keagamaan lebih unggul dari khalifah sekalipun. Dan dalam hal kebudayaan,
para mawali ini biasanya menjadi kalangan pertama yang mencurahkan hidup
mereka untuk mempelajari seni, karena mereka adalah pewaris budaya yang
lebih tua.

F. Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti
Bani Umayyah adalah kemajuan dalam sistem militer. Selama peperangan
melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari
cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system
dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan
system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani
Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan
kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani
Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Dalam bidang organisasi militer, tentara Umayah secara umum dirancang
mengikuti struktur organisasi tentara Byzantium . Kesatuannya dibagi menjadi
lima kelompok : tengah, dua sayap, depan dan belakang sedangkan formasi
pasukan mengunakan formasi sebelumnya. Formasi seperti itu, terus dipakai
hingga masa kekhalifahan terakhir, Marwan II (744-750), yang meninggalkan
pola lama dan memperkenalkan satu unit pasukan baru yang disebut kurdus
(legion) . Penampilan dan perlengkapan perang pasukan Arab sulit dibedakan
dengan pasukan Yunani. Pada dasarnya, senjata yang digunakan sama.
Pasukan kuda menggunakan pelana kuda yang datar dan bundar. Perlengkapan

artileri berat terdiri atas pelempar (arradah), pelontar (manjaniq) dan


pendobrak (dabbabah, kabsyi) .
Orientasi kebijakan politik yang dibangun adalah selain memperkuat
pertahanan adalah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan. Pada masa
Muawiyah, Uqbah ibn Nafi berhasil mengasai Tunis, kemudian mendirikan
kota Qairawan tahun 760 M yang selanjutnya menjadi salah satu pusat
kebudayaan Islam. Di sebelah timur, Muawiyah memperoleh daerah Khurasan
sampai Lahore Pakistan. Di sebelah barat dan utara diarahkan ke Byzantium.
Ekspansi ke Timur dan Barat mencapai keberhasilan pada zaman Walid I.
Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat Islam hidup dalam kebahagiaan. Selama pemerintahannya,
terdapat tiga orang pimpinan pasukan terkemuka sebagai penakluk yaitu:
Qutaibah ibn Muslim, Muhammad ibn al-Qasim dan Musa ibn Nusair. Pada
masa Abdul Malik, Qutaibah diangkat oleh Hajjaj ibn Yusuf, Gubernur
Khurasan menjadi wakilnya pada tahun 86 H. Bersama pasukannya, Qutaibah
menyebrangi sungai Oxus dan menundukkan Balikh, Bukhara. Khawarizm,
Farghana

dan

Masarkand.

Kemudian

menerapkan

kedudukannya

di

Transoxiana. Sementara Muhammad ibn Qasim diberi kepercayaan untuk


menundukkan India. Mengepung pelabuhan Deibul di muara sungai Indus dan
diberi nama baru Mihram. Ia melakukan ekspansi ke seluruh penjuru Sind,
sehingga tiba di Maltan, di sebelah Punjab. Semenjak berhasil mengepung
Brahmanabat dan menyeberangi Bayas, Maltan menyerah kepada pasukan ibn
al-Qasim.
Ekspansi ke Barat di zaman Walid I dilakukan oleh Musa ibn Nusair yang
berhasil menyerang Aljazair dan Maroko. Setelah menundukkannya, ia
mengangkat Tariq bin Ziyad untuk memimpin pemerintahan di sana. Musa
pun mengirim Tariq untuk menyerbu Spanyol bersama orang-orang Barbar,
mereka berhasil menaklukkan Spanyol. Dengan demikian terbukalah pintu
untuk menguasai Spanyol. Toledo, ibu kotanya jatuh ke tangan pasukan
Muslim. Begitu juga kota-kota lain seperti Sevile, Malaga, Elvira dan
Cordoba. Cordoba kemudian menjadi ibu kota Spanyol Islam yang kemudian
di sebut dengan Andalus. Maka wilayah-wilayah kekuasaan Islam pada masa

Umayyah ini meliputi Spanyol. Afrika utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab,
Irak, Sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut
dengan Pakistan, Uzbekistan, Kilgis di Asia Tengah. Kemenangankemenangan yang dicapai umat Islam secara luas itu menjadikan orang-orang
Arab bertempat tinggal di daerah-daerah yang telah dikuasai itu. Prinsip
keuangan Negara yang diberlakukan mengikuti apa yang pernah ada pada
masa khulafa al-Rasyidun, yaitu penetapan pajak tanah dan pajak perorangan
untuk setiap individu penghuni daerah-daerah taklukkan yang itu menjadi
income bagi pemerintah Umayyah.
Namun pada zaman Dinasti Umayyah ini juga masuknya tentara dan
terbentuknya angkatan militer kebanyakan dengan dipaksa atau setengah
paksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam undangundang wajib militer yang dinamakan Nadhamut Tajnidil Ijbary. Politik
ketentaraan dari Bani Umayyah, yaitu politik Arab, dimana anggota tentara
haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Maka dari itu tak
heran perlawanan mulai muncul dari bangsa Mawali (orang bukan arab) yang
merasa selalu dikesampingkan dan di nomor dua kan oleh Bani Umayah ini.
Kecuali pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, dimana orang Arab
dan orang mawali mulai dipandang sama pada masa pemerintahannnya.
Adapun perluasan wilayah-wilayah Islam yang dilakukan oleh kebijakkan
militer Bani Umayyah ini. Ialah:
1. Perluasan ke Asia kecil
2. Perluasan ke Timur
3. Perluasn ke Afrika Utara
4. Perluasan ke Barat

G. Sistem Fiskal (Keuangan)

Sumber keuangan pada zaman Dinasti Umayyah, pada umumnya seperti


zaman permulaan Islam yaitu dari Pajak. Walaupun demikian, ada beberapa
tambahan seperti: Al-Dharaaib; yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh
warga negara. Kebijakan ini meliputi dua jenis pajak, yang pertama Pajak
Kharaj (pajak tanah). Pajak kharaj adalah pajak yang harus dibayar oleh setiap
warga Negara yang mempunyai ladang di kawasan pemerintahan bani
Umayah dan yang kedua adalah Pajak Jizyah (pajak Kepala). Pajak jizyah
adalah pajak yang diberlakukan untuk kaum non-muslim yang berada di
kawasan kerajaan Bani Umyah sebagai jaminan atas keselamatan dirinya di
kawasan kerajaan Islam dan tentunya para non-Muslim itu harus mengakui
kedaulatan

Islam

Kepala penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang


baru masuk Islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. Saluran uang keluar, pada
masa Daulah Umayyah umumnya sama seperti permulaan Islam, yaitu untuk:
a. Gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha negara.
b. Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan pengalian terusan-terusan.
c. Ongkos bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang.
d. Perlengkapan perang.
e. Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para ulama.

Pada masa Umayyah, khalifah menyediakan Fond khusus untuk dinas rahasia,
sedangkan gaji tentara ditingkatkan untuk menjalankan politik tangan
besinya . Pada masa Umayyah ini (khalifah Abdul Malik bin Marwan) dicetak
mata uang kaum muslim secara teratur. Pembayaran diatur dengan
menggunakan mata uang ini, walaupun pada masa Umar bin Khataab sudah
dicetak mata uang kaum muslim, namun belum begitu teratur.

Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada zaman Bani Umayyah terbukti


berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap
pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system
pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.

Dalam bidang industri pembuatan khususnya krajinan tangan telah menjadi


nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam literatur sejarah, Dinasti Umayyah selalu dibedakan menjadi dua:
pertama, Dinasti Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah bin
Abu Sufyan yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar
satu abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khilafah menjadi
sistem monarki. Dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia yang pada
awalnya merupakan daerah taklukan Umayyah yang dipimipin oleh seorang
gubernur pada zaman Walid bin Abdul Malik. Kemudian diubah menjadi
kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas yang berhasil
menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.
Perintisan pendirian Dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara
menolak membaiat Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan tahkim
dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah.
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij
membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Jabatan khalifah setelah Ali wafat
dipegang oleh putranya, yaitu Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Akan
tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak
Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan
Hasan bin Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan
diserahkan kepada umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini
dibuat pada tahun 661 M (41 H) dan tahun tersebut disebut amul jamaat,
karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu
kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah, dan Muawiyah mengubah sistem
khilafah menjadi kerajaan.

Karena pengkhianatan Muawiyah terhadap perjanjian Amul Jamaah dengan


Hasan bin Ali, dan juga karena hasrat Muawiyah untuk mendirikan kerajaan
Absolut dengan Yazid bin Muawiyah sebagai suksesinya, maka mulailah
bermunculan pemberontakan-pemberontakan khususnya dari kaum Syiah
setelah terlebih Yazid bin Muawiyah membanatai Husain bin Ali beserta
seluruh sanak keluarganya di padang karbala. Pemberontakan lainnya
dipimpin oleh Mukhtar ibn Ubaid yang kalah dengan gerakan oposisi lainnya
yaitu Abdullah bin Zubair yang bertekad untuk mengembalikan pemerintahan
ke kota Mekah dan Madinah yang akhirnya bisa dipadamkan oleh Al-Hajjaj
(tangan kanan Khalifah Abd. Malik).
Terlepas dari segala Kontroversi didalam pemerintahannya, Dinasti Umayah
telah

berjasa

kepada

peradaban

Islam.

Diantaranya

adalah

Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan


menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata.
Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat
lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah
sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan
Umayyah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), h. 72


Abd Chair, Dkk, Ensklopedi Tematis Dunia Islam. (Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoseve, 2003) h. 67
Hasan Ibrahin Asan, Thareh Islamiy At-Syiasiy Wt-Diyniy Wal-ijtimaaiy, Jilid 1,
(Bairut: Daarul Jil, 2001), h.226
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN IB Press,
2001), h. 80
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyyah II (jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 42
Ibid. h. 87
Hasjmiy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 172
Hasan Ibrahim Hasan, Op. Cit, h. 230
Maidir Harun dan Firdaus, Op, Cit, h. 90
Maidir Harun dan Firdaus, Op, Cit. h. 87
Ibid. h. 88
Ibid. h. 94
A.Hasjmiy. Op,Cit. h. 179
Ibid. h. 79

Anda mungkin juga menyukai